BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu komoditas tanaman pangan yang memiliki posisi paling penting dalam mewujudkan ketahanan pangan adalah beras. Hal ini karena beras merupakan bahan makanan pokok bagi 95% penduduk Indonesia (Wijono, 2005; Surono, 2001). Banyaknya masyarakat yang bergantung pada beras tersebut membuat beras memiliki nilai strategis dalam menentukan stabilitas nasional, karena apabila sebuah negara mengalami kekurangan pangan, maka akan dapat memicu gejolak sosial yang juga dapat mempengaruhi stabilitas ekonomi dan politik sebuah negara (Surono, 2001; Alimoeso, 2011). Oleh karena itu, pemerintah harus terus berperan dalam menjaga pasokan beras agar dapat mewujudkan kesejahteraan rakyat sebagaimana yang diamanatkan dalam UU No. 18 Tahun 2012 tentang Pangan. Permasalahan beras masih menjadi persoalan publik yang belum terselesaikan sampai saat ini, termasuk Kabupaten Sleman yang merupakan daerah lumbung beras Provinsi DIY. Menurut keterangan dari Sub Bidang Distrbusi Pangan Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan DIY1, pada daerah sentra produksi padi seperti Kabupaten Sleman, masalah utama yang sering dihadapi petani yaitu ketidakstabilan harga beras dan terbatasnya akses pangan (beras) saat masa paceklik. Hal ini terjadi karena petani memiliki posisi tawar yang lemah sehingga setiap musim paceklik ketika persediaan pangan petani 1
Hasil wawancara dengan narasumber pada tanggal 10-2-2016 di Kantor BKPP DIY
1
mulai menipis, harga gabah menjadi sangat tinggi sedangkan pada saat panen raya harga gabah anjlok bahkan jauh di bawah Harga Pembelian Pemerintah (HPP). Walaupun Perum BULOG telah ditugaskan untuk membeli beras dengan harga sesuai HPP, namun pada periode panen raya tersebut BULOG tidak mampu menangani seluruh wilayah yang sedang panen secara serentak. Branson dan Douglas (1983) menyebutkan bahwa lemahnya posisi tawar petani umumnya disebabkan petani kurang mendapatkan/memiliki akses pasar, informasi pasar dan permodalan sehingga petani kesulitan menjual hasil panennya karena tidak punya jalur pemasaran sendiri2. Akibatnya petani memilih menggunakan sistem tebang jual ke penebas yang kemudian menyebabkan perbedaan harga di tingkat petani dan konsumen, yaitu harga jual Gabah Kering Panen dari petani murah dan harga beras menjadi mahal setelah melewati 7-8 rantai distribusi beras dari petani hingga ke konsumen3. Hal ini diperkuat oleh Syahza (2003), menurutnya disparitas antara harga gabah dan beras yang tinggi merupakan akibat dari panjangnya rantai distribusi komoditas pertanian. Keadaan ini akan menyebabkan besarnya biaya distribusi (marjin pemasaran yang tinggi), serta ada bagian yang harus dikeluarkan sebagai keuntungan pedagang. Kendati pada umumnya petani tidak terlibat dalam rantai pemasaran produk, sehingga nilai tambah pengolahan dan perdagangan produk pertanian hanya dinikmati oleh pedagang. Hal ini cenderung memperkecil bagian yang diterima petani dan
2
Branson, R E. dan Douglas G.N., 1983. Introduction to Agricultural Marketing, McGraw-Hill Book Company, New York, USA. 3 Anonim. Produksi Beras Surplus Namun Harga Tetap Tinggi http://bisnis.tempo.co/read/news/2015/05/26/090669450/produksi-beras-surplus-namunharga-tetap-tinggi. Diakses tgl 5-7-2015
2
memperbesar biaya yang harus dibayarkan oleh konsumen. Berikut gambar rantai distribusi beras menurut RPJMN 2015-2019: Gambar 1.1. Rantai Pasok Beras Dalam Negeri
Sumber: RPJMN 2015-2019 Pada gambar 1.1 tersebut terlihat bahwa produksi padi dari petani umumnya harus melewati rantai distribusi yang panjang sebelum sampai ke tangan konsumen. Sehingga keuntungan dari tingginya harga beras di pasaran tidak dapat sepenuhnya dirasakan oleh petani. Menurut penelitian Muhammad Sobichin (2002), margin pemasaran tertinggi terjadi di penggilingan padi yaitu sebesar 47,4%, kemudian pedagang pengumpul 4,9%, pedagang besar 4,2%, dan
3
pedagang pengecer 3,3% dari keseluruhan4. Berikut matriks perbedaan harga gabah dari petani dan harga eceran beras di pasaran konsumen: Gambar 1.2 Perkembangan Harga GKP & Beras 14.000 12.000 10.000 8.000 Harga Petani
6.000 4.000
Harga Konsumen
2.000 0 Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov '14 '15
Sumber: BPS 2015, diolah Kementerian Pertanian memandang ini hal sebagai suatu permasalahan serius yang harus ditangani dengan suatu upaya terobosan karena persoalan ini mempunyai multi dampak, yaitu rendahnya pendapatan, insentif berusaha tani padi musim berikutnya menurun, dan rendahnya kualitas sumberdaya petani. Kondisi demikian apabila dibiarkan akan menambah jumlah rumah tangga miskin dan dalam skala yang lebih besar akan mengganggu upaya pencapaian ketahanan pangan
daerah
maupun
nasional5.
Untuk
mengatasi
masalah
tersebut,
Kementerian Pertanian melalui Badan Ketahanan Pangan, sejak tahun 2009 telah membuat Program Penguatan Lembaga Distribusi Pangan Masyarakat (LDPM) di 4
Sobichin, Muhammad. 2013. Nilai Rantai Distribusi Komoditas Gabah dan Beras di Kabupaten Batang. Economics Development Analysis Journal. EDAJ 2 (1) Fakultas Ekonomi UNNES. http://journal.unnes.ac.id/artikel_sju/edaj/478,. Diakses tgl 5-11-2015 5 Suryana. Ahmad. 2013. Penguatan Lembaga Distribusi Pangan Masyarakat (LDPM) : Pemberdayaan Lembaga Ekonomi Petani. http://bkp.pertanian.go.id/pdcp/berita-193penguatan-lembaga-distribusi-pangan-masyarakat-ldpm--pemberdayaan-lembaga-ekonomipetani-.html. Diakses tgl 22-12-2015
4
daerah sentra produksi padi. Program tersebut bertujuan untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi petani seperti rendahnya posisi tawar petani pada saat panen raya, rendahnya nilai tambah produk pertanian, dan terbatasnya akses pangan (beras) saat paceklik dengan menghadirkan organisasi petani yang berbentuk Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) yang mampu berperan secara mandiri dalam kegiatan cadangan pangan dan distribusi6. Melalui kegiatan cadangan pangan, diharapkan Gapoktan dapat menyediakan pangan berupa beras terutama saat musim paceklik sehingga akses pangan petani pada saat paceklik meningkat dan dalam jangka panjang dapat mewujudkan ketahanan pangan tingkat rumah tangga petani. Sedangkan kegiatan distribusi, diharapkan Gapoktan dapat memperpendek rantai distribusi dengan membeli gabah/beras petani diatas HPP, mengolahnya menjadi beras dan mendistribusikannya langsung ke konsumen, sehingga harga di petani menjadi baik, posisi tawar meningkat, nilai tambah produksi meningkat dan dalam jangka panjang dapat mewujudkan stabilisasi harga pangan wilayah. Selain itu, tujuan tujuan Program Penguatan LDPM yaitu memberikan kontribusi peningkatan penyerapan tenaga kerja dan memperluas jejaring kerja sama pemasaran yang saling menguntungkan dengan mitra usaha di dalam maupun di luar wilayahnya. Berikut aliran distribusi beras di Kecamatan Rogojampi Kabupaten Banyuwangi setelah adanya Gapoktan:
6
Permentan RI No 16/Permentan/HK/.140/4/2015 tentang Pedoman Penguatan Lembaga Distribusi Pangan Masyarakat
5
Gambar 1.3 Rantai Distribusi Beras Petani Padi
Gapoktan
Penebas
Penggilingan Padi
Pedagang Besar
BULOG
Pedagang Besar Luar Kab
Pedagang Pengecer
Konsumen
Sumber: Purwono, Joko. Analisis Tata Niaga Beras di Kecamatan Rogojampi Kabupaten Banyuwangi. Bogor: IPB. Jurnal. Volume 7 No 2. Desember 2013 Dari gambar 1.3 terlihat bahwa Gapoktan mampu memperpendek rantai distribusi dengan membeli gabah/beras petani diatas HPP dan mendistribusikannya langsung ke konsumen. Melalui Program Penguatan LDPM pemerintah telah menjalankan sebagian amanat Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan, khususnya terkait dengan pasal-pasal yang mengatur perlindungan petani, pengelolaan stabilisasi pasokan dan harga pangan pokok, pemberdayaan petani dan kelompok tani serta pengembangan cadangan beras masyarakat.
6
Kabupaten Sleman sebagai daerah yang memiliki luas lahan pertanian sawah terbesar di banding kabupaten lainnya di DIY yakni 22.835 hektar7, sejak tahun 2007 Kabupaten Sleman mampu mempertahankan predikat sebagai lumbung beras Provinsi DIY8. Sebagai daerah sentra produksi padi, sampai tahun 2016 setidaknya telah terbentuk 86 Gapoktan di Kabupaten Sleman 9. Dari jumlah tersebut, baru ada 17 Gapoktan yang telah mendapatkan Program Penguatan LDPM yang terbagi kedalam tahap penumbuhan, pengembangan, kemandirian, dan pasca kemandirian. Sedangkan Gapoktan yang telah sampai pada tahap pasca kemandirian berjumlah sebelas, berikut daftarnya: Tabel 1.1 Daftar Gapoktan Tahap Pasca Kemandirian Kabupaten Sleman No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10 11
Nama Gapoktan Sumber Lestari Luhur Sejahtera Madu Makmur Agro Jogotirto Mandiri Sidomulyo Widodo Manunggal Ngudi Kamulyan Sumber Agung Hastorejo Tani Mulyo Makaryo
Kecamatan Mlati Godean Prambanan Berbah Godean Ngemplak Ngemplak Moyudan Minggir Minggir Cangkringan
Sumber: Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan Provinsi DIY, 2016
7
D.I. Yogyakarta Dalam Angka 2014. Hlm 263 Anonim. 2012. Pembayun: Beras Hitam dan Merah Potensial Menjadi Komoditi Beras Unggulan. http://www.slemankab.go.id/4534/pembayun-beras-hitam-dan-merah-potensial-menjadikomoditi-beras-unggulan.slm. Diakses tgl 23-9-2015 9 Biro Perencanaan, Kementerian Pertanian. http://eproposal.pertanian.go.id/guest1/listGapKab.php?kode_prop=34&kode_kab=04 . Diakses tgl 2-10-2015 8
7
Dari beberapa Gapoktan yang telah sampai tahap pasca kemandirian tersebut, Gapoktan Sidomulyo dipilih sebagai salah satu lokus penelitian karena merupakan Gapoktan terbaik DIY yang sudah mandiri dan produktif ditandai dengan perkembangan kegiatan distribusi yang menguntungkan melalui kerja sama dengan mitra yang luas baik didalam maupun diluar wilayahnya, mengembangkan sarana-prasarana pendukung dan tidak selalu tergantung pada bantuan pemerintah10. Gapoktan Sidomulyo juga memiliki berbagai prestasi dan penghargaan yang pernah diraih, diantaranya yaitu Gapoktan Teladan Tingkat Provinsi DIY Tahun 2010, Gapoktan Berprestasi tingkat Nasional Tahun 2011, Penghargaan sebagai Pelaku Ketahanan Pangan Kabupaten Sleman Tahun 2013, Penghargaan Adhikarya Pangan Nusantara 2013 dari Presiden RI selaku Ketua Dewan Ketahanan Pangan, Penghargaan sebagai Pengelola Unit Distribusi Pangan Terbaik Tahun 2016 dari BKPP DIY, dan lain-lain. Selain Gapoktan Sidomulyo, Gapoktan Madu Makmur yang terletak di Desa Madurejo, Kecamatan Prambanan juga merupakan salah satu gapoktan yang telah sampai pada tahap pasca kemandirian. Meskipun Gapoktan Madu Makmur sudah mencapai tahap pasca kemandirian, tetapi memliki tingkat kemandirian dan produktivitas yang lebih rendah dibanding Gapoktan Sidomulyo. Hal ini ditandai dengan tingkat ketergantungan yang tinggi pada pemerintah sehingga kegiatan distribusi dan cadangan pangan Gapoktan Madu Makmur belum mampu berkembang dengan baik dan belum mampu mendapatkan prestasi seperti Gapoktan Sidomulyo.
10
Hasil wawancara dengan narasumber pada tanggal 10-2-2016 di Kantor BKPP DIY
8
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat diambil rumusan masalah yaitu: 1. Bagaimana kinerja Gapoktan Sidomulyo dan Gapoktan Madu Makmur dalam Program Penguatan LDPM? 2. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja Gapoktan dalam Program Penguatan LDPM? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah penelitian tersebut, maka tujuan dari penelitian ini yaitu: 1. Mengetahui kinerja Gapoktan Sidomulyo dan Gapoktan Madu Makmur dalam Program Penguatan LDPM 2. Mendeskripsikan faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja gapoktan dalam Program Penguatan LDPM 1.4 Manfaat Penelitian a. Untuk Kementerian Pertanian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dan evaluasi terhadap
program-program
lanjutan
pemerintah
dalam
upaya
meningkatkan kesejahteraan petani dan stabilisasi harga.
9
b. Untuk BKPP dan Dinas Pertanian Kabupaten Sleman Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan pertimbangan untuk perbaikan khususnya dalam fasilitasi pada Gabungan Kelompok Tani yang telah sampai tahap pasca kemandirian. c. Untuk Gabungan Kelompok Tani Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan masukan dan evaluasi agar kinerja Gapoktan semakin maju dan berkembang dari segi usaha maupun kelembagaan organisasinya d. Untuk Civitas Akademika Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperluas wawasan dan menjadi ilmu yang bermanfaat serta bahan referensi untuk melakukan penelitian selanjutnya.
10