BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Penelitian Banyak kekayaan Indonesia akan sumber daya alam yang dapat dijadikan
usaha. Salah satunya pengembangan agribisnis kelapa sawit yang usahanya berkaitan dengan perkebunan yang melibatkan sumber daya alam. Pengembangan agribisnis kelapa sawit ini merupakan salah satu sektor yang mampu memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap perekonomian di Indonesia. Dalam era globalisasi, perusahaan perkebunan dituntut untuk semakin efektif dan efisien agar tetap eksis di tengah persaingan usaha yang semakin ketat. Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis) banyak memberikan manfaat bagi manusia yakni kepentingan rumah tangga, kosmetik, makanan industri farmasi maupun industri kimia. Ditambah lagi, belakangan ini kian populer sebagai bahan baku energi alternatif biodiesel. Seiring dengan semakin majunya perkembangan tekhnologi, usaha perkebunan kelapa sawit dan unit pengolahannya diperkirakan semakin berkembang dengan pesat, sehingga pemanfaatan kelapa sawit semakin beragam. Hal ini menyebabkan keuntungan untuk berkembang terus dalam pengoperasian industri kelapa sawit tidaklah tertutup bahkan kelapa sawit merupakan suatu prospek yang cerah dimasa mendatang karena pemasaran minyak dan inti kelapa sawit tidak saja dipasarkan di dalam negri tetapi juga diekspor keluar negri. Manfaat besar lainnya dalam usaha kelapa sawit juga dapat dirasakan pada perekonomian nasional, seperti penerimaan pajak dan
1
penyerapan tenaga kerja. Di samping itu juga memberikan profitabilitas yang tinggi dan berkesinambungan bagi pelaku bisnis. Melihat masa depan minyak kelapa sawit yang cukup cerah ditingkatkan, konsumsi minyak sawit terus menerus meningkat dan cenderung menguntungkan pasar ekspor dan pasar dalam negri yang nampak semakin baik, ditambah lagi faktor penyediaan lahan serta tenaga kerja, semua merupakan unsur – unsur penunjang paling pokok untuk lebih menggerakan pembudidayaan tanaman kelapa sawit ini, yang tergolong dalam aset biolojik. Aset biolojik adalah aset yang unik, karena mengalami transformasi pertumbuhan bahkan setelah aset biolojik menghasilkan ouput, dibutuhkan waktu yang sangat panjang untuk proses pertumbuhan dari bibit sampai menjadi tanaman yang menghasilkan. Karena mengalami transformasi biologis itu maka diperlukan pengukuran yang dapat menunjukkan nilai dari aset tersebut secara wajar sesuai dengan kontribusinya dalam menghasilkan aliran keuntungan ekonomis bagi perusahaan. Maka dari itu digunakan perlakuan akuntansi yang mencakup pengakuan, pengukuran, dan penyajian serta pengungkapan aset biolojik dalam laporan keuangan. Aset biolojik tesebut juga akan dicatat dan diklasifikasikan mulai dari tanaman bibit hingga tanaman menghasilkan. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan PT Kelantan Sakti sebagai objek penelitian. PT Kelantan Sakti merupakan perusahaan yang bergerak di bidang agribisnis, yaitu usaha perkebunan kelapa sawit. Perlakuan akuntansi pada aset biolojik PT Kelantan Sakti disajikan dalam laporan keuangan perusahaan pada periode berjalan. 2
Seiring dengan adanya standar keuangan globalisasi, perusahaan – perusahaan
besar
multinasional
pun
secara
bertahap
menyajikan
laporan
keuangannya dari pencatatan, pengukuran dan penyajian serta pengungkapan dengan mengadopsi International Financial Reporting Standard (IFRS). Salah satu kegunaan mengadopsi IFRS adalah agar bahasa penyajian mudah dimengerti oleh pengguna laporan keuangan di dunia. Untuk dunia agribisnis, diatur dalam IAS 41: Agriculture yang merupakan standar yang masih menjadi agenda kerja Indonesia untuk proses pengadopsian.
Berbeda dengan IFRS, dalam PSAK belum diatur
tentang perlakuan akuntansi bagi aset biolojik secara spesifik, sehingga belum ada standar yang mengatur bagaimana informasi mengenai aset biolojik dapat menjadi informasi yang andal dan relevan dalam pengambilan keputusan bisnis. PT. Kelantan Sakti ini yang bergerak dalam bidang perkebunan kelapa sawit, tidak menggunakan standar akuntansi umum yang berlaku dalam pencatatan laporan keuangannya. Begitu juga dengan pencatatan aset biolojiknya yang tidak menggunakan standar akuntansi yang berlaku, sehingga pencatatan aset biolojiknya dicatat hanya menggunakan kebijakan perusahaan. Oleh karena IAS 41 masih harus disesuaikan dalam implementasinya sesuai dengan kondisi perkebunan di Indonesia, maka penulis memandang bahwa analisis penerapan IAS 41 tersebut menarik untuk dibahas. Karena itu penulis mengambil pokok bahasan dengan judul “Analisis Pengakuan, Pengukuran, dan Penyajian Aset Biolojik Menurut Standar Akuntansi yang Berlaku di Indonesia dan IAS 41 : Agriculture (Studi Kasus: PT Kelantan Sakti)” yang menjelaskan bagaimana suatu aset biolojik dicatat dalam laporan keuangan menurut standar yang berlaku. Hasil bahasan penelitian ini adalah berupa pembahasan bagaimana perlakuan 3
akuntansi aset biolojik pada PT Kelantan Sakti, serta menurut standar akuntansi yang berlaku di Indonesia, dan IAS 41: Agriculture. Dampak dari penggunaan nilai wajar terhadap laporan keuangan juga akan menjadi pokok bahasan dalam penulisan skripsi ini. 1.2
Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah disampaikan di atas, maka
rumusan masalah yang akan diteliti adalah: 1. Bagaimana perlakuan akuntansi terhadap aset biolojik berdasarkan kebijakan PT Kelantan Sakti, dan berdasarkan standar akuntansi yang berlaku di Indonesia, maupun IAS 41: Agriculture? 2. Dampak apa saja yang terjadi secara keseluruhan akibat implementasi IAS 41: Agriculture? 3. Bagaimana saran perbaikan untuk perlakuan akuntansi yang sesuai terhadap aset biolojik pada PT Kelantan Sakti?
1.3.
Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini mempunyai ruang lingkup sebagai berikut : •
Penulis hanya menganalisis pada aspek – aspek pelaporan keuangan yang terkait dan diatur menurut standar akuntansi yang berlaku di Indonesia dan IAS 41 tentang Agriculture. Aspek – aspek tersebut
4
meliputi pengakuan, pengukuran, dan penyajian serta pengungkapan aset biolojik. •
Periode pengamatan terhadap PT Kelantan Sakti (Persero) dilakukan selama periode 2011 dan 2012.
1.4
Tujuan Penelitian Tujuan penelitian : 1. Dengan adanya penelitian ini, pembaca dapat mengetahui perlakuan akuntansi terhadap aset biolojik berdasarkan kebijakan PT Kelantan Sakti, dan berdasarkan standar akuntansi yang berlaku di Indonesia, maupun IAS 41: Agriculture; 2. Untuk mengetahui dampak yang terjadi secara keseluruhan akibat implementasi IAS 41: Agriculture; 3. Memberikan saran perbaikan untuk perlakuan akuntansi aset biolojik yang sesuai kepada PT Kelantan Sakti.
1.5
Tinjauan Pustaka Di dalam melakukan penelitian ini, penulis melakukan survei untuk
mendapatkan pemahaman yang lebih mendalam mengenai topik yang dibahas. Penulis melakukan survei pada perpustakaan Universitas Bina Nusantara dan pencarian data sekunder melalui internet. Terdapat beberapa penelitian terdahulu yang membahas perlakuan akuntansi terhadap aset biolojik, berikut adalah informasi mengenai penelitian terdahulu yang ditemukan oleh penulis: 5
1.5.1 Penelitian Sari dan Athalia (2013) Penelitian ini dilakukan oleh Mutiara Inas Sari dan Bernadetha Athalia (Universitas Airlangga) dengan judul Urgensi Global Pengukuran dan Pengakuan Plantation Assets Melalui IAS 41 Beserta Kesiapannya di Indonesia. Terdapat dua rumusan masalah pada karya tulis ini, yaitu : “Apakah IAS 41 sebagai standar internasional telah mampu untuk mengakomodir pengakuan dan pengukuran suatu aset biologis khususnya
aset tanaman perkebunan kelapa sawit?”, serta
“Bagaimanakah kesiapan perusahaan palm plantation serta instrumen pendukungnya di Indonesia dalam penerapan yang telah mengarah pada basis pengukuran fair value?”. Secara keseluruhan penelitian ini menyimpulkan bahwa IAS 41 sudah kuat untuk dijadikan pijakan standar internasional untuk aset tanaman perkebunan kelapa sawit, namun masih ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh perusahaan palm plantation di Indonesia untuk menanggapi penerapan yang berbasis pengukuran fair value, seperti kurangnya SDM appraisal dan belum adanya PSAK sektor agrikultur. 1.5.2 Penelitian Prakoso dan Mahar (2013) Dalam penelitiannya, Prakoso dan Mahar memaparkan bahwa terdapat beberapa kendala dalam mempraktikan IAS 41 di Indonesia, antara lain : adanya pengakuan pendapatan padahal pendapatan tersebut tidak akan pernah terealisasi, penggunaan fair value akan menyebabkan volatilitas dalam laporan keuangan pada jangka pendek karena masa hidup tanaman kelapa sawit yang terbilang lama, selain itu juga akan menyebabkan konsep cost dan benefit tidak terpenuhi.
6
1.5.3 Penelitian Santana Luwia (2011) Penelitian ini mengenai analisis perbandingan pengakuan awal, pengukuran biaya, penilaian aset biolojik lebih lanjut sampai pada tahap penyajian dan pengungkapan laporan keuangan. Hasil kesimpulan berupa laporan keuangan yang telah memakai standar IAS 41, dimana terdapat perbedaan angka untuk tanaman belum menghasilkan dan tanaman telah menghasilkan. Penulis berpendapat bahwa IAS 41 cocok digunakan oleh perusahaan yang baru memulai bisnisnya untuk pengukuran biaya dan pengakuan awal aset biolojik, namun penelitian ini tidak mengunakan nilai wajar dikarenakan nilai wajar tidak dapat diandalkan dengan asumsi bahwa aset biolojik yang tertanam dengan tanah tidak untuk dijual.
7