BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang secara geografis memiliki daerah pesisir yang sangat panjang. Di sepanjang daerah tersebut hidup beranekaragam biota laut (Jati dan Sanrum, 1992 dalam Seran 1997). Keberadaan biota laut di dalam perairan dengan keragamannya memberikan beberapa kontribusi penting bagi masyarakat Indonesia. Jika dipandang dari segi ilmu pengetahuan, keanekaragaman biota laut merupakan sumber daya alam dan dapat dijadikan laboratorium alam. Dari
segi kepariwisataan,
keberadaan biota laut dengan keanekaragamannya yang terdistribusi di sepanjang pantai, pada suatu ekosistem pantai berpotensi sebagai obyek wisata atau tempat rekreasi. Sedangkan jika ditinjau dari nilai ekonomi, keberadaan biota laut ini dapat dimanfaatkan sebagai bahan pangan sehari-hari dan dapat dijual untuk memenuhi kebutuhan hidup masyarakat sehari-hari. Pantai memiliki potensi sumber daya alam kelautan yang sangat besar, baik sumber daya yang dapat diperbaharui maupun sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui. Kekayaan sumber daya alam ini tersebar di sepanjang pantai dan pesisir. Di sepanjang pantai tersebut terdapat keanekaragaman hayati yang sangat tinggi dengan berbagai tipe ekosistem yang mempunyai ciri dan sifat yang khas (Anonimous, 1998 dalam Seran 2013). Tipe ekosistem yang lebih banyak dikenal, dipelajari dan dimanfaatkan adalah ekosistem intertidal. Zona intertidal adalah daerah pantai yang terletak di antara pasang tertinggi dan surut terjauh; daerah ini mewakili peralihan dari kondisi lautan ke kondisi dataran (Nybbaken 1998). Zona intertidal memiliki luas yang sangat terbatas, mengalami
keterbukaan selama dua kali sehari yang menyebabkan berbagai faktor lingkungan dan kisarannya mempengaruhi kehidupan pada zona ini. Dengan demikian, organisme intertidal harus mempunyai daya adaptasi yang khusus untuk mepertahankan hidup. Pada zona intertidal terdapat banyak hewan invertebrata salah satunya adalah Molusca, yang merupakan salah satu sumber laut yang perlu diperhatikan kesinambungannya karena memilki manfaat. Nybbaken (1992 dalam Seran 2013), mengatakan bahwa wilayah perairan pantai meliputi bagian laut yang terletak antara batas air surut terendah di pantai yang biasa dikenal sebagai zona intertidal (pasang surut) dengan ujung paparan benua pada kedalaman sekitar 200 m yang dikenal sebagai zona subtidal (zona sublitoral). Zona intertidal merupakan zona yang relatif lebih subur, karena mempunyai zat-zat hara dari daratan serta memiliki variasi faktor lingkungan yang beragam dibanding bagian laut lainnya. Lebih lanjut dikatakan, pada zona intertidal pergerakan ombak merupakan faktor yang penting, suhu dan salinitas lebih bervariasi, dan persediaan makanan melimpah. Hal ini disebabkan karena produktifitas plankton yang meningkat dan juga disebabkan oleh produksi tumbuhan yang melekat pada substrat, seperti makroalga. Tumbuhan mikroskopik mempunyai pengaruh yang nyata terhadap produksi, yang dapat dilihat pada daerah ini. Hal ini menyebabkan zona intertidal dan zona subtidal memiliki keragaman yang tinggi. Keragaman biota laut yang dapat ditemukan pada zona intertidal dan zona subtidal mulai dari jenis makroalga, Mollusca (hewan bertubuh lunak), Echinodermata (hewan berkulit duri), dan ikan(osteilethys dan condricthyes). Biota laut tersebut merupakan sumber protein yang sangat bermanfaat bagi manusia, sehingga dapat berfungsi sebagai bahan komoditi perdagangan yang penting, baik untuk
ekspor maupun untuk kepentingan dalam negeri. Selain itu, bahan kimia yang terkandung dalam tubuh biota laut dapat dijadikan bahan baku berbagai jenis obat dan kosmetik (Soeharyadi, 2000 dalam Seran, 2013). Salah satu bagian laut yang sangat menarik adalah zona intertidal yang di dalamnya terdapat berbagai jenis flora dan fauna. Banyaknya jenis flora dan fauna di zona intertidal dipengaruhi oleh letaknya yang tidak jauh dari jangkauan sinar matahari serta adanya penambahan unsur hara dari daratan yang terbawa bersama aliran sungai sehingga tingkat kesuburan juga relatif tinggi. Zona intertidal (pasang- surut) merupakan daerah terkecil dari semua daerah yang terdapat disamudra dunia. Merupakan pinggiran yang sempit sekali hanya beberapa meter luasnya. Zona ini merupakan bagian laut mungkin paling banyak dikenal dan dipelajari karna sangat mudah dicapai manusia. Mollusca umumnya bertubuh lunak, tidak beruas-ruas, dan tubuhnya ditutupi oleh cangkang. Cangkang tersebut berguna untuk melindungi organ-organ dalam dan isi rongga perut, tetapi adapula Mollusca yang tidak bercangkang. Mollusca termasuk hewan yang sangat berhasil menyesuaikan diri untuk hidup di beberapa tempat dan cuaca. Ada yang hidup di hutan bakau, di laut yang sangat dalam, menempel pada substrat karang, di atas pasir, membenamkan dirinya di dalam pasir, di atas tanah berlumpur dan ada yang hidup di darat (Dharma, 1988). Hal ini menyebabkan Mollusca dapat hidup secara baik pada daerah mana saja termasuk daerah pantai. Ciri khas tubuh Molusca adalah adanya mantel. Mantel merupakan sarung pembungkus bagian-bagian yang lunak dan melapisi rongga mantel. Insang dan organ respirasi seperti halnya paru-paru dari siput merupakan hasil perkembangan dari mantel. Bagian mantel gastropoda dan scaphopoda digunakan untuk respirasi.
Pada chephalopoda otot-otot mantel digunakan untuk gerakan, mekanik dan respirasi. Trochopora (larva molusca laut) membuktikan adanya hubungan dengan anelida. Pada beberapa jenis Molusca mempunyai sistem saraf yang sama seperti sistem saraf yang dimiliki oleh planaria. Dengan demikian, kemungkinan Anelida dan Mollusca berasal dari Platyhelminthes. Para ahli zoologi telah membuat rekonstruksi sebuah hipotesis Mollusca primitif. Berdasarkan rekonstruksi tersebut, tubuh Molusca primitif tersusun atas bagian dorsal melengkung, cangkang kuat tersusun atas zat kapur, otot-otot kaki berfungsi untuk berjalan lambat, rongga mantel terbentuk oleh integumen yang lunak dan terletak pada bagian dorsal, saluran pencernaan masih sederhana terbentang dari bagian depan hingga bagian belakang, pada dekat anus terdapat sepasang insang yang berbentuk seperti bulu ayam, pada kepala terdapat sepasang ganglia dan mempunyai dua batang syaraf yang menuju ke bagian tubuh yang berbeda. Pantai Paradiso merupakan pantai yang terletak di Kelurahan Oesapa Barat Kota Kupang, dengan luas kawasan pantai yaitu 6.000 m2 (berdasarkan data dari kelurahan Oesapa Barat). Karakteristik wilayah ini umumnya datar dan memiliki substrat berbatu karang, berpasir dan berlumpur. Pada zona intertidal pantai Paradiso memiliki berbagai jenis sumberdaya yang dapat dimanfaatkan secara terus menerus oleh masyarakat sekitarnya, seperti bivalvia, Porifera, Echinodermata, gastropoda dan juga jenis lainnya. Masyarakat nelayan di pantai Paradiso Kelapa Lima Kota Kupang telah memanfaatkan potensi Mollusca khususnya Bivalvia sejak zaman dahulu sebagai bahan makanan. Cangkangnya digunakan untuk pembuatan kapur sirih yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari.
Masyarakat mengeksploitasi Bivalvia yang bernilai ekonomis dengan berbagai cara, dari yang paling konvensional hingga menggunakan perlengkapan modern untuk mengambil berbagai jenis Bivalvia dari alam. Kegiatan tersebut masih berlangsung sampai saat ini untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan protein dan manfaat lain dari Bivalvia. Karenanya, menurut penulis perlu diadakan suatu penelitian untuk mengetahui kondisi komunitas hewan Bivalvia di zona intertidal Pantai Paradiso Kecamatan Kelapa Lima Kota Kupang, untuk dijadikan data dasar dalam upaya pengelolaan sumber daya Bivalvia di Pantai Paradiso itu sendiri.
Bertolak dari uraian di atas maka penulis merasa
tertarik untuk melakukan suatu penelitian dengan judul :’’ Keanekaragaman Jenis Bivalvia Pada Zona Intertidal Di Pantai Paradiso Kecamatan Kelapa Lima Kota Kupang’’ . 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas maka, permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah: 1.
Bagaimana tingkat keanekaragaman jenis Bivalvia pada Zona Intertidal Pantai Paradiso Kecamatan Kelapa Lima Kota Kupang?
2.
Jenis Bivalvia apakah yang memiliki keanekaragaman paling tinggi?
1.3 Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini antara lain: 1. Untuk mengetahui keanekaragaman jenis Bivalvia yang terdapat di Zona Intertidal Pantai Paradiso Kecamatan Kelapa Lima Kupang. 2. Untuk mengetahui keanekaragaman jenis Bivalvia yang paling tinggi terdapat di zona intertidal Pantai Paradiso Kecamatan Kelapa Lima Kota Kupang. 1.4 Manfaat Penelitian
Ada beberapa manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini yaitu: 1. Sebagai sumber belajar untuk menambah pengetahuan dasar tentang Bivalvia. 2. Memberi informasi kepada masyarakat umum tentang keanekaragaman jenis Bivalvia khususnya Di Pantai Paradiso Kecamatan Kelapa Lima Kota Kupang. 1.5 Batasan Masalah Penelitian tentang keanekaragaman jenis Bivalvia mempunyai batasan masalah yaitu: 1. Lokasi pengamatan hanya dilakukan Di zona Intertidal Perairan Pantai Paradiso Kecamatan Kelapa Lima Kota Kupang. 2. Identifikasi jenis Bivalvia berdasarkan pada ciri-ciri morfologinya saja, dan mengklasifikasikan sampai pada tingkat species.