1
BAB I PENDAHULUAN A.
Latar Belakang Indonesia adalah Negara Hukum, hal ini tertuang dalam konstitusi negara Republik Indonesia yaitu Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945. Oleh karena itu, setiap tindakan dari pemerintah maupun masyarakat Indonesia harus berdasarkan hukum. Salah satu ciri dari negara hukum yaitu adanya pengakuan atas hak asasi manusia. Pengakuan atas adanya hak asasi manusia di Indonesia ditunjukkan dengan adanya pengakuan tersebut di dalam Pasal 28 UUD 1945. Jaminan Sosial merupakan hak asasi manusia yang telah diakui, berlaku universal untuk seluruh masyarakat, yang memberikan manfaat berupa jaminan perlindungan terhadap ketidakmampuan penduduk yang miskin untuk mengantisipasi risiko sosial yang dihadapinya. Jaminan sosial telah menjadi suatu komitmen nasional yang diamanatkan secara konstitusional dalam Undang-Undang Dasar 1945 dan berbagai peraturan perundang-undangan lainnya agar dapat membentuk masyarakat yang sejahtera. Oleh karena itu, penyelenggaraan Jaminan Sosial melekat sebagai suatu peranan dari negara yang harus dilaksanakan untuk kepentingan seluruh rakyat, terutama bagi warga yang miskin dan mengalami masalah kesejahteraan sosial. Manusia dalam mengarungi hidup dan kehidupannya selalu dihadapkan kepada sesuatu yang tidak pasti, yang kadang menguntungkan, tetapi mungkin
2
pula sebaliknya. Manusia hanya
bisa mengharapkan keamanan atas harta
benda mereka, mengharapkan kesehatan dan kesejahteraan tidak kurang sesuatu apa pun, namun hanya dapat berusaha seoptimal mungkin, sehingga melalui jaminan sosial diharapkan dapat menjadi suatu kebijakan dari suatu negara agar terpenuhinya kebutuhan dasar masyarakat. Kehadiran jaminan sosial dalam suatu negara menjadi penting, karena setiap negara selalu berhadapan dengan masalah dimana selalu ada sejumlah masyarakat, baik individu, kelompok, dan keluarga yang memiliki hambatan fungsi sosial dalam memenuhi kebutuhan dasar hidupnya dan mengalami risiko ketidakpastian dalam hidupnya sehingga berpengaruh terhadap penurunan taraf kesejahteraan sosial, maka dari itu, secara hukum dan moral negara wajib bertanggung jawab atas pemenuhan kebutuhan dasar warganya. Pasal 28H ayat (3) UUD 1945 mengatur tentang hak asasi manusia yang terkait dengan hak masyarakat agar memperoleh jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan diri pada masyarakat sebagai manusia yang memiliki harkat dan martabat. Pasal ini kemudian diturunkan menjadi suatu undang-undang yang menjadi dasar pelaksanaan dari penyelenggaraan jaminan sosial di Indonesia, yaitu Undang-undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Masyarakat
pada dasarnya membutuhkan suatu jaminan dari
pemerintah, terutama mengenai perlindungan jaminan sosial. Dalam konteks internasional pun sesungguhnya perlindungan dan jaminan sosial juga telah
3
sejak lama menjadi agenda bersama bangsa-bangsa di dunia. Hal itu terlihat pada deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa (1947) tentang Hak Azasi Manusia,
dimana
Indonesia
menjadi
salah
satu
negara
yang
ikut
menandatangani deklarasi tersebut. Secara jelas deklarasi tersebut menyatakan “setiap orang, sebagai anggota masyarakat, mempunyai hak atas jaminan sosial..” dalam hal menganggur, sakit, cacat, tidak mampu bekerja, menjanda, hari tua..’.1 Keberadaan jaminan sosial merupakan suatu upaya yang dilakukan oleh negara untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat, karena tidak setiap individu maupun masyarakat dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya.
Pemimpin
dalam
suatu
negara
sangat
diharapkan
untuk
memperhatikan kehidupan masyarakatnya, tidak hanya kebutuhan dasar bagi masyarakatnya seperti pangan dan pakaian tetapi juga mengenai jaminan sosial bagi ketenagakerjaan dan kesehatan masyarakat. BPJS Kesehatan merupakan sarana dari pemerintah untuk mengadakan perlindungan terhadap jaminan sosial khususnya asuransi sosial bagi masyarakat, karena tidak semua masyarakat memiliki kemampuan untuk mengikuti asuransi yang bersifat komersial. Asuransi sosial yang diadakan
1
Muhtar dan Habibullah, 2009, Evaluasi Program Jaminan kesejahteraan Sosial, P3KS Press, Jakarta, hlm. 2.
4
BPJS kesehatan termasuk jenis asuransi wajib (Compulsory Insurance), dikatakan asuransi wajib karena alasan-alasan berikut ini:2 a. Berlakunya asuransi sosial berupa kesehatan karena diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan, bukan berdasarkan perjanjian. b. Pihak penyelenggara asuransi sosial berupa kesehatan adalah pemerintah yang didelegasikan kepada Badan Usaha Milik Negara. c. Asuransi sosial berupa kesehatan bermotif perlindungan masyarakat (social security) yang dananya dihimpun dari masyarakat pegawai negeri sipil, penerima pensiun, veteran, perintis kemerdekaan, ataupun rakyat biasa dan digunakan untuk kepentingan masyarakat yang bersangkutan yang diancam risiko pemeliharaan karena sakit. d. Dana yang sudah terkumpul dari masyakat Pegawai Negeri Sipil Penerima Pensiun, Veteran, Perintis Kemerdekaan,tetapi belum digunakan sebagai dana pemeliharaan kesehatan, dimanfaatkan untuk kesejahteraan melalui program investasi. Asuransi sosial adalah asuransi yang dikelola oleh pemerintah atau instansi atau badan yang ditunjuk oleh pemerintah sebagai pengelola asuransi. Berbeda dengan asuransi komersial, asuransi sosial hanya mencakup perlindungan dasar yang
2
250.
Abdul Kadir Muhammad, 2011, Hukum Asuransi Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm.
5
biasanya ditentukan dalam peraturan perundang-undangan. Asuransi sosial (social insurance) merupakan program asuransi pemerintah.3 Salah satu contoh asuransi sosial adalah asuransi mengenai kesehatan. Asuransi sosial dalam bidang kesehatan ini sangat diharapkan oleh masyarakat, terutama masyarakat yang ekonominya tidak mampu untuk membayar biaya berobat ke dokter dan biaya rumah sakit. Untuk itu, sangat diperlukan suatu asuransi kesehatan yang diselenggarakan oleh pemerintah agar bisa mengambil alih dan menanggung biaya kesehatan masyarakat. Asuransi sosial terutama asuransi kesehatan yang diadakan oleh pemerintah adalah suatu bentuk jaminan untuk melindungi semua warga negara tanpa terkecuali agar terhindar dari mahalnya biaya pengobatan dan biaya rumah sakit. Hal ini juga disebutkan dalam UndangUndang Dasar Pasal 28H ayat (3) yang berbunyi “Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat”. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian menyebutkan bahwa Program Asuransi Wajib adalah program yang diwajibkan peraturan perundang-undangan bagi seluruh atau kelompok tertentu dalam masyarakat guna mendapatkan pelindungan dari risiko tertentu, tidak termasuk program yang diwajibkan undang-undang untuk memberikan pelindungan dasar bagi masyarakat dengan mekanisme subsidi silang dalam penetapan manfaat dan Premi atau Kontribusinya. 3
Herman Darmawi, 2006, Manajemen Asuransi, Bumi Aksara, Jakarta, hlm. 168.
6
Pada waktu belakangan ini, beredar juga isu adanya fatwa MUI (Majelis Ulama Indonesia) yang mengharamkan pelaksanan BPJS Kesehatan karena mengandung maysir, gharar, dan riba. Namun, faktanya MUI belum secara resmi mengumumkan mengenai haramnya pelaksanaan BPJS Kesehatan, karena MUI hanya mengeluarkan keputusan bersama hasil ijtima soal sistem pelaksanaan BPJS Kesehatan yang pengelolaan dananya tak sesuai fikih. Padahal pernyataan mengenai haramnya pelaksanaan BPJS Kesehatan belum secara resmi dibahas tingkat rapat pimpinan MUI. 4 Sebagian besar Masyarakat setuju dengan adanya BPJS karena adanya perlindungan jaminan sosial dari pemerintah terhadap rakyatnya, hanya saja banyak masyarakat yang menganggap denda yang diterapkan oleh BPJS kesehatan merupakan unsur yang mengandung riba dan sangat memberatkan masyaraka dalam membayar premi kepada BPJS Kesehatan. Unsur inilah yang pada akhirnya dipermasalahkan dan menjadikan BPJS tidak sesuai dengan syariah Islam. Akad yang dilakukan antara masyarakat yang membayar premi dengan BPJS Kesehatan juga merupakan akad yang masih mengandung paksaan karena masyarakat yang dianggap mampu diwajibkan dan dipaksa untuk membayar premi kepada BPJS Kesehatan, bila tidak ikut serta maka akan dikenakan sanksi administratif oleh BPJS Kesehatan, selain itu BPJS Kesehatan sebagai pengelola dana dan menggunakan dana yang masih disimpan di bank konvensional, yang sekarang 4
Adiba Hasan, Dr. Syafii Antonio:8 Poin tentang BPJS, http://www.arrahmah.com/news/2015/08/03/dr-syafii-antonio-8-poin-tentang-bpjs.html diakses pada tanggal 30 Agustus 2015 Pukul 10.45.WIB.
7
masih dikelola juga untuk usaha-usaha haram menurut syariat (miras, rokok, dan lain lain). Sehingga menyebabkan pengelolaan dana yang dikelola oleh BPJS Kesehatan tercampur dengan dana yang dikelola oleh bank konvensional yang menyebabkan pengelolaan dana tersebut tidak sesuai dengan prinsip syariah. Pengaturan mengenai jaminan kesehatan nasional yang diadakan oleh BPJS Kesehatan saat ini masih mengandung unsur yang bertentangan dengan ketentuan hukum Islam, karena asuransi sosial yang diterapkan dalam jaminan kesehatan nasional masih dikelola secara konvensional dan belum dilaksanakan secara syariah. Mayoritas penduduk di
Indonesia adalah beragama
Islam, sehingga
masyarakatpun ingin menerapkan ketentuan dalam hukum Islam secara kaffah. Begitu juga dalam hal asuransi baik itu yang bersifat asuransi komersial maupun asuransi sosial. Dalam asuransi komersialpun telah ada Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor : 21/DSN/MUI/X/2001 tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah agar usaha perasuransian dapat dilakukan sesuai dengan prinsip syariah, maka masyarakatpun sangat berharap agar dimasa yang akan datang pengaturan mengenai asuransi sosial terutama asuransi kesehatan yang diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan dapat dilakukan sesuai dengan ketentuan di dalam hukum Islam dan tidak mengandung mudharat.
8
A. Rumusan Masalah Dari uraian latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka yang menjadi rumusan masalah adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana keberadaan asuransi sosial ditinjau dari hukum Islam ? 2. Bagaimana pengaturan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
(BPJS)
Kesehatan yang sesuai dengan prinsip hukum Islam ? B. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Tujuan Objektif Berdasar pada rumusan masalah yang telah diuraikan di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Untuk mengetahui keberadaan asuransi sosial ditinjau dari hukum Islam. b. Untuk mengetahui pengaturan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan yang sesuai dengan prinsip hukum Islam. 2. Tujuan Subjektif Adapun tujuan subjektif yang ingin dicapai dari penyusunan penelitian ini adalah untuk memenuhi persyaratan memperoleh derajat strata dua pada Program Studi Magister Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Gadjah Mada. C. Manfaat Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan harapan dapat memberikan dua manfaat yaitu manfaat teoritis dan manfaat praktis.
9
1. Manfaat teoritis Penelitian yang dilakukan oleh penulis ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi pengembangan ilmu hukum, terutama mengenai asuransi sosial ditinjau dari hukum Islam dan pengaturan BPJS Kesehatan dalam hukum Islam serta dapat menjadi acuan bagi para civitas akademika untuk mempelajari keilmuan di bidang hukum asuransi khusunya asuransi sosial. 2. Manfaat praktis Penelitian yang dilakukan dapat digunakan sebagai bahan bacaan dan sumber informasi bagi masyarakat mengenai asuransi sosial ditinjau dari hukum Islam dan pengaturan BPJS Kesehatan bila ditinjau dari hukum Islam. Selain itu, penelitian yang dilakukan dapat digunakan juga sebagai gambaran dan bahan pertimbangan bagi pemerintah untuk mengatasi kendala–kendala dalam pengaturan lebih lanjut tentang asuransi sosial, khususnya terhadap asuransi kesehatan. E. Keaslian penelitian Penelitian tentang BPJS Kesehatan ditinjau dari hukum Islam ini diperoleh dengan cara melakukan analisis secara hukum. Setelah penulis melakukan penelusuran tentang ada atau tidaknya penulisan hukum serupa di Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada dan di situs internet, hasilnya ialah penulis tidak menemukan adanya penulisan hukum yang sama dengan yang dilakukan oleh penulis, hanya saja terdapat beberapa penulisan hukum maupun
10
karya ilmiah yang memiliki topik yang berkaitan dengan prinsip asuransi sosial dalam jaminan sosial dan berkaitan dengan jaminan kesehatan nasional antara lain sebagai berikut: 1.
Penelitian yang dilakukan oleh Dedy Felandry yang topiknya adalah Implementasi akad Wakalah Bil Ujrah dalam Asuransi Kebakaran pada PT. Asuransi Takaful Umum Cabang Yogyakarta. Adapun jenis penelitian yang dilakukan merupakan penelitian
mahasiswa dalam bentuk tesis yang
dilaksanakan pada tahun 2009. Rumusan Masalah : 1. Bagaimana Implementasi akad wakalah bil ujrah dalam asuransi kebakaran pada PT. Asuransi Takaful Umum cabang Yogyakarta ? 2. Apakah akad wakalah bil ujrah dalam asuransi kebakaran pada PT Asuransi Takaful Umum cabang Yogyakarta sudah sesuai dengan prinsip syariah ? 3. Kendala-kendala
apa
saja
yang
dihadapi
perusahaan
dalam
mengimplementasikan akad wakalah bil ujrah dalam asuransi kebakaran pada PT Asuransi Takaful Umum Cabang Yogyakarta ? Kesimpulan : 1. Implementasi akad wakalah bil ujrah dalam asuransi kebakaran pada PT. Asuransi Takaful Umum cabang Yogyakarta secara umum sudah sesuai dengan ketentuan dari Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia yang tertuang dalam Fatwa DSN MUI Tentang Akad Wakalah Bil Ujrah pada Asuransi Syariah, hal ini dibuktikan dengan dituangkannya akad
11
tersebut kedalam perjanjian polis antara peserta dan PT Asuransi Takaful Umum. Implementasi akad Wakalah Bil Ujrah pada Takaful kebakaran juga relevan dan tidak menyimpang dari PSAKI (Polis Standar Asuransi Kebakaran Indonesia. Bukti lain juga menunjukkan bahwa dari awal berdirinya PT Asuransi Takaful Umum Cabang Yogyakarta, tahun 2004 sampai dengan saat ini belum pernah terjadi sengketa sampai ke pengadilan ataupun ke arbitrase. 2. Ketentuan pelaksanaan asuransi dengan akad wakalah bil ujrah pada PT Asuransi Takaful di Yogyakarta telah memenuhi keabsahan perjanjian menurut hukum Islam yaitu terpenuhinya Ijab Qabul, Al-Ma’qud alaihi (obyek akad), Al-‘Aqidain (pihak-pihak yang berakad), dan Maudhual’aqd (tujuan akad). Kejelasan pemberian upah atau ujrah untuk perusahaan dalam pengelolaan dana investasi dituangkan dalam polis asuransi atas kesepakatan kedua belah pihak. Di dalam pengelolaan investasi tidak ada unsur MAGHRIB (maisyir, gharar, riba), karena pada prinsipnya Asuransi Takaful cabang Yogyakarta bersifat tolongmenolong/saling menolong dalam kebaikan, dengan cara masing-masing peserta mengeluarkan dana tabarru’ dari sebagian jumlah premi yang dibayarkan. Saling memikul risiko di antara sesama orang sehingga antara yang satu dengan yang lainnya menjadi penanggung atas risiko lainnya. 3. Kendala-kendala yang dihadapi hanyalah kendala teknis. Kecilnya nominal ujrah (fee) yang didapat (misalnya dibawah Rp. 10.000,00) tidak
12
dimungkinkan untuk mentransfernya ke rekening peserta. PT Asuransi Takaful Umum memberikan pilihan untuk menyumbangkan hak ujrah peserta tersebut kepada Yayasan Amanah Takaful, tentu saja atas konfirmasi dari peserta. Kendala lainnya adalah ketika yang menjadi pesertanya adalah sebuah instansi. Dalam pembukaan rekening bank tidak dimungkinkan rekening dibuka atas nama instansi tersebut. Rekening dibuat atas nama pribadi, karena asuransi takaful bersifat syariah, hal ini dapat menjadi masalah yang potensial. Apakah benar seseorang (pejabat instansi tersebut yang mengatasnamakan asuransi atas namanya) akan jujur terhadap instansinya. Bisa saja rekening itu tidak dipergunakannya untuk kepentingan yang semestinya. Disini terdapat celah untuk melakukan penyelewengan hukum. Selain kendala di atas, dalam kerangka berpikir hukum dan melihat perkembangan asuransi syariah saat ini, dibutuhkan suatu regulasi setingkat Undang-Undang untuk mengaturnya. Karena kebutuhan yang
semakin meningkat, dan diperlukan regulasi
tentang perlindungan hukum peserta pertanggungan, khususnya pada perusahaan asuransi syariah. Tidak cukup regulasi yang ada hanya pada tingkat KepDirJen Lembaga Keuangan Nomor: Kep.4499/LK/2000 saja, karena regulasi itu sudah tidak relevan lagi. 2.
Penelitian yang dilakukan oleh Ayunita Nur Rohanawati yang topiknya adalah jaminan sosial tenaga kerja di Indonesia dari perspektif hukum progresif.
13
Adapun jenis penelitian yang dilakukan merupakan penelitian mahasiswa dalam bentuk tesis yang dilaksanakan pada tahun 2013. Rumusan masalah: 1. Sistem jaminan sosial seperti apakah yang dianut Indonesia, melihat fungsi Indonesia sebagai negara kesejahteraan sesuai amanat UUD 1945 belum terlaksana dengan baik ? 2. Bagaimanakah teori hukum progresif memandang peraturan perundangundangan terkait jaminan sosial tenaga kerja dan memberi solusi atas permasalahan jaminan sosial tenaga kerja tersebut ? Kesimpulan: 1. Sebagai
negara
kesejahteraan,
Indonesia
belum
mampu
untuk
melaksanakan jaminan sosial secara seutuhnya bagi rakyat Indonesia. Jaminan sosial sebagaimana yang tengah digalakkan oleh pemerintah dan sedang dilaksanakan oleh pemerintah ini masih berupa cita-cita
yang
belum dapat terwujud secara nyata. Realita pelaksanaannya masih adanya pembagian tanggung jawab antara pemerintah dengan rakyat. 2. Peraturan perundang-undangan tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja telah beberapa kali mengalami perubahan. Hanya saja, belum ada perubahan yang signifikan yang dirasakan bagi pekerja sebagai penerima manfaat atas jaminan sosial tenaga kerja tersebut. Oleh karena itu, perlu adanya peran pihak yang memiliki posisi tawar lebih tinggi untuk mengambil kebijakan
atau keputusan demi terwujudnya kesejahteraan bagi para
14
pekerja. Dalam hal ini, pihak sebagaimana yang dimaksud, jika teori hukum progresif yang digunakan sebagai alat analisisnya, adalah pengusaha dan hakim Pengadilan Hubungan Industrial. Pengusaha harus dapat
memberikan
kebijakan-kebijakan
yang
bertujuan
untuk
kesejahteraan pekerja, terutama dalam hal pemenuhan hak, antara lain pemberian jaminan sosial tenaga kerja bagi para pekerja. Selain pengusaha, peran hakim dinilai juga sangat penting. Hal ini dikarenakan hakim sebagai pihak netral penyelesai perselisihan hubungan industrial di Indonesia, ketika tidak tercapainya kata sepakat dalam penyelesaian perselisihan hubungan industrial di tingkat non litigasi. Putusan hakim disini sangat menentukan kesejahteraan pekerja yang akan didapat, tidak hanya berdasar pada peraturan yang ada, melainkan berdasarkan juga pada hati nurani. 3.
Penelitian yang dilakukan oleh Zulkahfi yang topiknya adalah Jaminan Kesehatan Nasional dalam Perspektif Hukum Islam. Adapun jenis penelitian ini yang dilakukan merupakan penelitian dalam bentuk skripsi di Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga yang dilaksanakan pada tahun 2014. Rumusan Masalah : 1. Bagaimanakah pandangan hukum Islam tentang tanggung jawab kesehatan bagi rakyat dalam suatu negara ? 2. Bagaimanakah pandangan hukum islam terhadap Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) di Indonesia yang berprinsip asuransi sosial ?
15
Kesimpulan : 1. Negara bertanggung jawab penuh terhadap kesehatan rakyat karena kesehatan rakyat merupakan kebutuhan pokok rakyat yang harus dipenuhi. Negara harus mendirikan rumah sakit – rumah sakit, penyediaan obatobatan, menyiapkan sumber daya dalam pelayanan kesehatan, dan negara harus mengatur sedemikian rupa jangan sampai mepersulit akses kesehatan bagi masyarakat, karena Imam (Khalifah) yang menjadi pemimpin manusia laksana penggembala, hanya dialah yang bertanggung jawab terhadap (urusan) rakyatnya. Tugas ini tidak boleh dilalaikan negara sedikitpun karena akan mengakibatkan kemudharatan, yang tentu diharamkan dalam Islam. 2. Pandangan Hukum Islam terhadap Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) di Indonesia yang berprinsip asuransi sosial menurut penulis adalah : a. Negara boleh menarik iuran sadaqah kepada rakyat yang kaya dan berkecukupan untuk dana jaminan sosial dalam kondisi tertentu, untuk membantu masyarakat yang kurang mampu. b. JKN yang diterapkan di Indonesia dengan kondisi saat ini belum tepat karena dapat menimbulkan mudharat, yaitu iuran/premi bulanan yang akan disetorkan kepada BPJS masih terlalu tinggi dan adanya penetapan sanksi bagi yang tidak membayar iuran.
16
c. Program JKN masih mengandung unsur ketidakadilan dalam konsep takaful al-ijtima’, dengan adanya pemisahan antara masyarakat miskin, menengah, dan orang kaya, terlebih dalam hal pelayanan. d. JKN masih menggunakan asuransi konvensional bukan asuransi syariah, dimana dalam pengelolaan dana oleh BPJS tidak ada pemisahan dana tabarru’ dan dana bukan tabarru’. e. JKN dalam prakteknya masih mengandung unsur maisir, gharar, sehingga menurut analisis penulis hukumnya jatuh jadi syubhat. Adapun perbedaan topik yang diangkat penulis dengan Zulkahfi yaitu kalau topik yang diangkat penulis lebih kepada menganalisis asuransi sosial dalam ketentuan hukum Islam dan menganalisis ijtima MUI yang mengatakan bahwa pelaksanaan BPJS Kesehatan tidak sesuai dengan ketentuan hukum Islam, sedangkan penelitian yang dilakukan Zulkahfi lebih kepada tanggungjawab negara dalam memenuhi hak masyarakat untuk memperoleh kesehatan dan belum dikaitkan dengan ijtima dari MUI. 4.
Penelitian yang dilakukan oleh Khusna Nazalia MH yang topiknya adalah Asuransi Jaminan Sosial Tenaga Kerja menurut Tinjauan Hukum Islam. Adapun jenis penelitian yang dilakukan merupakan penelitian mahasiswa dalam bentuk skripsi di Universitas Muhammadiyah Surakarta dilaksanakan pada tahun 2009. Rumusan Masalah :
yang
17
1. Bagaimana pengasuransian Jaminan Sosial Tenaga Kerja di Universitas Muhammadiyah Surakarta ? 2. Bagaimana Tinjauan Hukum Islam terhadap Asuransi Jaminan Sosial Tenaga Kerja di Universitas Muhammadiyah Surakarta ? Penulis tidak dapat
menemukan kesimpulan dari penenelitian yang
dilakukan oleh Khusna Nazalia, tetapi dilihat dari rumusan masalah maka terdapat perbedaan topik yang dilakukan oleh penulis dengan Khusna Nazalia adalah kalo penelitian yang dilakukan oleh Khusna Nazalia lebih kepada praktek pelaksanaan asuransi sosial berupa jamsostek bagi karyawan yang bekerja di Universitas Muhammadiyah Surakarta dan dikaitkan dengan tinjauan hukum Islam sedangkan topik yang penulis cermati adalah asuransi sosial dalam suatu negara yang ditinjau dengan hukum Islam
dan juga
pengaturan BPJS Kesehatan agar sesuai dengan ketentuan hukum Islam.