Pasal 1 ayat (3) Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 secara tegas menyatakan: “Negara Indonesia adalah negara hukum”.
Konsep pembangunan hukum telah dirumuskan dalam RPJPN 2005-2025, pada Bab IV Lampiran Undang-undang No. 17 Tahun 2007, yang menyatakan bahwa pembangunan hukum diarahkan pada : (1)
Terwujudnya sistem hukum nasional yang mantap bersumber pada Pancasila dan UUD Negara Republik Indonesia 1945, yang mencakup pembangunan materi hukum, struktur hukum termasuk aparat hukum, sarana dan prasarana hukum;
(2)
perwujudan masyarakat yang mempunyai kesadaran dan budaya hukum yang tinggi dalam dalam rangka mewujudkan negara hukum;
(3)
penciptaan kehidupan masyarakat yang adil dan demokratis.
Untuk mencapai ketiga sasaran pembangunan hukum sebagaimana diuraikan di atas diperlukan partisipasi masyarakat secara aktif. Proses terpenting dari pembangunan hukum, termasuk pembentukan legislasi dan penegakan hukum, justru terletak pada peran serta masyarakat.
Partisipasi masyarakat dalam pembangunan (hukum) sangat tergantung dari seberapa besar masyarakat mengetahui dan memahami hak dan kewajiban masyarakat yang diatur oleh hukum.
Masyarakat yang memiliki pengetahuan atau informasi yang baik (well informed society) di bidang hukum potensial menjadi faktor pendorong terwujudnya tatanan hukum yang baik. Dengan memiliki informasi yang memadai, masyarakat dapat terlibat dalam proses pembangunan hukum.
Penyusunan peraturan perundangundangan, khususnya undang-undang dalam pelaksanaannya terbagi dalam 3 (tiga) tahap yaitu tahap pra-legislasi, tahap legislasi, dan tahap pasca legislasi.
Pada tahap pra-legislasi dilalui proses (1) perencanaan legislasi; (2) pengkajian, penelitian, penyusunan naskah akademik, dan harmonisasi; (3) perancangan atau penyusunan rancangan undang-undang.
Tahap legislasi akan meliputi proses : (1) pembahasan RUU oleh DPR bersama Pemerintah; (2) pengesahan, dan penetapan RUU menjadi UU. Sedangkan tahap pasca legislasi akan melalui proses: (1) pengundangan (2) pendokumentasian; (3) penyebarluasan undang-undang; (4) penyuluhan; (5) penerapan undang-undang.
Dari tiga tahapan legislasi tersebut, terlihat bahwa peran JDIHN sangat menonjol pada tahap pasca legislasi. peran negara atau pemerintah menjadi penting untuk membantu memastikan bahwa setiap warga negara telah mendapat informasi yang cukup mengenai peraturan perundanganundangan yang berlaku.
Pendokumentasian dan Penyebarluasan informasi hukum akan semakin penting dalam konteks demografi dan letak geografis Indonesia. Disamping jumlah penduduk yang sangat besar (259 juta) dengan tingkat pendidikan dan budaya yang beragam, penduduk Indonesia tersebar di 17 ribu pulau besar dan kecil, 34 Provinsi, dan 497 Kabupaten/kota.
Peran JDIHN dalam proses pembentukan hukum (peraturan perundangundangan) sebenarnya tidak terbatas hanya pada pasca legislasi, namun peran tersebut sudah dimulai sejak pra legislasi.
memberikan informasi kepada masyarakat luas mengenai perencanaan legislasi ke depan baik dalam program legislasi nasional (prolegnas) maupun program legislasi daerah (prolegda), mensosialisasikan naskah akademik peraturan perundangh-undangan dan rancangan peraturan perundangundangan (RUU, Raperda).
Penyebarluasan produk hukum tersebut terkait dengan ketentuan pasal 96 Undang-undang 12 Tahun 2011 yang memberikan hak kepada setiap warga negara untuk memberikan masukan secara tertulis maupun lisan dalam proses pembentukan peraturan perundang-undangan.
PENGERTIAN
JDIHN : Wadah pendayagunaan bersama atas dokumen hukum secara tertib, terpadu dan berkesinambungan serta merupakan sarana pemberian pelayanan informasi hukum secara mudah, cepat dan akurat .
Menjamin terciptanya pengelolaan dokumentasi dan informasi hukum yang terpadu dan terintegrasi di berbagai instansi pemerintah dan institusi lainnya; Menjamin ketersediaan dokumentasi dan informasi hukum yang lengkap dan akurat, serta dapat diakses secara cepat dan mudah;
Mengembangkan kerja sama yang efektif antar Pusat jaringan dan Anggota jaringan serta antar sesama Anggota jaringan dalam rangka penyediaan dokumentasi dan informasi hukum; Meningkatkan kualitas pembangunan hukum nasional dan pelayanan kepada publik sebagai salah satu wujud ketatapemerintahan yang baik, transparan, efektif, efisien, dan bertanggung jawab.
Pasal 8 (1) pusat JDIHN bertugas melakukan pembinaan, pengembangan, dan monitoring pada Anggota JDIHN yang meliputi: a. Organisasi; b. Sumber Daya Manusia; c. Koleksi Dokumen Hukum; d. Teknis pengelolaan; e. Sarana prasarana; f. Pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi.
Pasal 10
Anggota JDIHN bertugas untuk melakukan Pengelolaan Dokumentasi dan Informasi Hukum yang diterbitkan oleh instansinya. (2) Anggota JDIHN dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), menyelenggarakan fungsi: a. Pengumpulan, pengolahan, penyimpanan, pelestarian, dan pendayagunaan informasi Dokumen Hukum yang diterbitkan instansinya; b. Pembangunan sistem informasi hukum berbasis teknologi informasi dan komunikasi yang dapat diintegrasikan dengan website pusat JDIHN; c. Pembinaan dan pengembangan sumber daya manusia pengelola jaringan dokumentasi dan informasi hukum di lingkungannya; d. Penyediaan sarana dan prasarana pengelolaan jaringan dokumentasi dan informasi hukum di lingkungannya; (1)
BANYAKNYA PERATURAN PERUNDANGUNDANG-AN DAN BAHAN DOKUMENTASI HUKUM LAINNYA YANG SETIAP TAHUNNYA SELALU BERKEMBANG BAHAN TERSEBAR DI BERBAGAI INSTANSI BAIK DI PUSAT MAUPUN DI DAERAH.
Data dapat di kelola dengan cepat Mencari kemudahan efisiensi kerja Informasi cepat, tepat dan akurat menuju pada pelayanan informasi yang baik
Penyediaan infrastruktur Memanfaatkan kemajuan Teknologi Informasi dan komunikasi Mempersiapkan SDM yang berkualitas
Pasal 3 a. b. c. d. e. f. g.
standardisasi pembuatan katalog monografi hukum; standardisasi penyusunan indeks majalah hukum; standardisasi penyusunan indeks kliping koran; standardisasi pelayanan informasi hukum; standardisasi website JDIHN; standardisasi monitoring dan evaluasi pengelolaan JDIHN; dan standardisasi pelaporan penyelenggaraan JDIHN.