BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Kebutuhan audit sektor pemerintah sebenarnya didasari oleh adanya tuntutan akuntabilitas publik terhadap entitas pemerintah oleh masyarakat (Mulgan, 1997; Mardiasmo,2009). Audit internal oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dapat membantu pemerintah mengurangi
penyalahgunaan
danapublik.
Audit
internal
bertujuan
untukdiperolehnya keyakinan yang memadaiterkait dengan pengelolaan keuangan daerah, sehingga pemborosan, inefisiensi atau penyalahgunaan keuangan dapat diungkapkan,(Normanton, 1966:403 ; Gendron et al., 2001). Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Semester II Tahun 2014 atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) menyatakan antara lain ketidakpatuhan yang mengakibatkan kerugian daerah senilai 285,78 miliar rupiah. Hal ini disebabkan oleh belanja tidak sesuai ketentuan, kekurangan volume pekerjaan dan kelebihan pembayaran dalam belanja modal, serta biaya perjalanan dinas dan pembayaran honorarium melebihi standar. BPK juga menemukan potensi kerugian daerah senilai 1,29 triliunrupiah karena aset berupa mesin, peralatan, dan aset lainnya tidak diketahui keberadaannya. Berdasarkan pemeriksaan dengan tujuan tertentu (PDTT), BPK menemukan kekurangan penerimaan senilai 132,23 miliar rupiah, meliputi antara lain penerimaan 1
2
negara/daerah yang belum diterima/disetor ke kas negara/daerah, dan pengenaan tarif pajak/pendapatan negara bukan pajak yang lebih rendah dari ketentuan. Sedangkan dalam pengelolaan belanja daerah, BPK menemukan antara lain kekurangan volume pekerjaan, kelebihan pembayaran, belanja tidak sesuai dengan ketentuan, dan spesifikasi barang tidak sesuai dengan kontrak senilai 275,52 miliar rupiah (IHPS, 2015). Adanya temuan audit yang terkait dengan ketidakpatuhan atas Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP),
perundang-undangan,
ketidakhematan,
ketidakefisienan
dan
ketidakefektifan dalam pengelolaan keuangan daerah menunjukkan masih rendahnya kualitas laporan keuangan pemerintah daerah (Purnomo, 2011). Banyaknya temuan yang dilaporkan oleh BPK RI berdampak terhadap opini yang diraih oleh pemerintah daerah atas LKPDnya.Raihan Opini Pemerintah Daerah disajikan dalam Tabel 1.1 sebagai berikut: Tabel 1.1 Perolehan Opini LKPD tahun 2013 Opini Jumlah LKPD Wajar Tanpa Pengecualian 156 Wajar Dengan Pengecualian 311 Tidak Wajar 11 Tidak Memberikan Pendapat 46 Total 524 Sumber : BPK RI
% 30 60 2 8 100
Masih banyaknya pemerintah daerah yang belum mendapatkan opini WTP dari hasil pemeriksaan BPK RI mengindikasikan masih kurang maksimalnya kualitas hasil pemeriksaan aparat Inspektorat sebagai pengawas internal terhadap pengelolaan keuangan pemerintah daerahnya (BPK, 2015).
3
Ikatan Akuntan Indonesia (IAI, 2009 ; Messier et al., 2006:48), mengemukakan bahwa audit yang dilakukan auditor/pemeriksa dikatakan berkualitas jika memenuhi standar auditing dan standar pengendalian mutu. Menurut Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara nomor PER/05/M.PAN/03/2008, pengukuran kualitas audit atas laporan keuangan, khususnya yang dilakukan oleh inspektorat sebagai auditor internal pemerintah, wajib menggunakan Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN) yang tertuang dalam Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia Nomor 01 Tahun 2007 ( BPK, 2007; BPKP, 2008). Auditor internal pemerintah daerah memegang peranan yang penting dalam proses terciptanya akuntabilitas dan transparansi pengelolaan keuangan di daerah. Peran dan fungsi Inspektorat Propinsi, Kabupaten/Kota secara umum diatur dalam pasal 4 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 64 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Organisasi dan Tata Kerja Inspektorat Provinsi dan Kabupaten/Kota. Pasal tersebut menyatakan bahwa dalam melaksanakan tugas pengawasan urusan pemerintahan, Inspektorat Propinsi, Kabupaten/Kota mempunyai fungsi sebagai berikut: pertama, perencanaan program pengawasan; kedua, perumusan kebijakan dan fasilitas pengawasan; dan ketiga, pemeriksaan, pengusutan, pengujian, dan penilaian tugas pengawasan. Peranan auditor internal pemerintah didorong untuk membantu Kepala Daerah menyajikan laporan keuangan yang akuntabel dan dapat diterima secara umum (Bastian, 2007:34).
4
Kabupaten Tabanan merupakan salah satu Kabupaten di Provinsi Bali yang belum mendapat opini yang maksimal dari BPK RI.Adapun opini yang diraih oleh Kabupaten Tabanan periode 2011 s/d 2014 adalah Wajar Dengan Pengecualian.Disclaimer, Wajar Dengan Pengecualian, dan Wajar Tanpa Pengecualian dengan paragraph penjelas. LKPD Tahun Anggaran 2014 memang mendapatkan opini WTP dari BPK RI, namun ada beberapa hal yang masih harus ditindaklanjuti oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Tabanan. Terkait pemeriksaan atas Sistem Pengendalian Intern ditemukan adanya kelemahan, yakni (1) Penatausahaan pendapatan dan piutang retribusi Ijin Mendirikan Bangunan (IMB), Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan Perkotaan (PBB P2), serta piutang lainnya pada
Badan
Rumah
Sakit
Umum
(BRSU)
tidak
tertib
senilai
Rp2.374.081.349,00 tidak dapat diyakini kewajarannya; (2) Tagihan rekening lampu penerangan jalan umum ganda dan penyajian utang pihak ketiga pada dinas Pekerjaan Umum (PU) sebesar Rp225.514.962,82 tidak sesuai dengan kenyataan; dan (3) Pembuatan video pembangunan Tabanan Serasi memboroskan keuangan daerah sebesar Rp130.050.000,00. BPK juga menemukan permasalahan terkait kepatuhan terhadap peraturan perundangundangan, diantaranya adalah (1) Pemerintah Daerah Tabanan kehilangan potensi pendapatan pajak restoran dan IMB sebesar Rp663.684.601,00; (2) Realisasi belanja barang dan jasa sebesar Rp439.967.500,00 tidak didukung bukti pertanggungjawaban yang memadai; (3) Pemberian hibah sebesar Rp3.085.000.000,00 tidak sesuai ketentuan; dan (4) Pelaksanaan pekerjaan
5
pada dinas PU belum sepenuhnya sesuai spesifikasi dan telah mengalami kerusakan sebesar Rp413.628.768,58 (Inspektorat, 2015). Berdasarkan hasil pemeriksaan laporan keuangan pemerintah Kabupaten Tabanan yang menghasilkan Opini WTP dengan paragraph penjelas menyebabkan kualitas hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh pemeriksa aparat inspektorat masih menjadi perhatian masyarakat, karena beberapa kasus yang menjadi temuan BPK tidak ditemukan oleh inspektorat sebagai auditor internal di Kabupaten Tabanan, hal ini mengindikasikan kualitas hasil pemeriksaan aparat Inspektorat Kabupaten Tabanan bisa dikatakan belum maksimal. Perbedaan hasil temuan antara Inspektorat dengan BPK RI dapat dilihat pada Tabel 1.2. Tabel 1.2 Perbandingan rata-rata temuan Inspektorat Kabupaten Tabanan dengan BPK RI Inspektorat
BPK RI
Thn
Jml. Temuan
Jumlah Kerugian (Rp)
Rata-rata Temuan (Rp)
Jml. Temuan
Jumlah Kerugian (Rp)
Rata-rata Temuan (Rp)
2011
124
1,074,959,059.95
8,669,024.68
55
7,543,687,230.69
137,157,949.65
2012
100
97,932,845.00
979,328.45
53
10,072,644,844.98
190,049,902.74
2013
162
40,396,968.00
249,364.00
40
2,775,876,139.00
69,396,903.48
Sumber : Inspektorat Kabupaten Tabanan Tabel
1.2
memperlihatkan secara kuantitas jumlah temuan
Inspektorat Kabupaten Tabananselama 3 tahun terakhir lebih tinggi dibandingkan dengan jumlah temuan BPK RI namun dari nilai temuan kerugian negara/daerah Inspektorat Kabupaten Tabananmasih kurang.Hal ini
6
mengindikasikan belum maksimalnya kualitas pemeriksaan yang dilakukan oleh pemeriksa Inspektorat Kabupaten Tabanan. Kelemahan dalam audit pemerintahan salah satunya adalah tidak tersedianya indikator kinerja yang memadai sebagai dasar pengukur kinerja pemerintahan, sehingga ukuran kualitas audit pemerintahan masih menjadi perdebatan (Ayuningtyas, 2012). Angelo (1981) mendefinisikan kualitas audit(audit quality) sebagai probabilitas dimana seorang auditor menemukan dan melaporkan tentang adanya suatu pelanggaran dalam sistem akuntansi kliennya. Definisi kualitas audit adalah sebagai ketaatan terhadap standar profesi dan ikatan kontrak selama melaksanakan audit (Lowenshon et al., 2005).Batubara (2008) dalam penelitiannya menyatakan, bahwa kualitas hasil pemeriksaan adalah pelaporan tentang kelemahan pengendalian intern dan kepatuhan terhadap ketentuan, tanggapan dari pejabat yang bertanggung jawab,
merahasiakan
pendistribusian laporan
pengungkapan hasil
informasi
pemeriksaan
yang
dilarang,
dan tindak lanjut
dari
rekomendasi auditor sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Laporan hasil pemeriksaan yang berkualitas dapat dicapai apabila seorang pemeriksa memiliki kompetensi yang cukup dalam melakukan pemeriksaan.Kualitas hasil pemeriksaan tidak serta merta hanya dipengaruhi oleh faktor kompetensi, namun tergantung juga dengan adanya faktor kontinjensi, diantaranya adalah gaya kepemimpinan transformasional yang diterima oleh pemeriksa dan komitmen organisasi yang tinggi dari
7
pemeriksa tersebut. Faktor situasional tersebut dapat memberikan dampak terhadap pencapaian tingkat kualitas hasil pemeriksaan yang telah dilakukan. Indikasi belum maksimalnya kualitas hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh Inspektorat Kabupaten Tabanan kemungkinan sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor tersebut dalam menunjang fungsi pengawasan daerah. Kompetensi adalah kemampuan, keahlian dan pengalaman serta memahami kriteria dalam menentukan jumlah bahan bukti yang harus dimiliki seorang pemeriksa untuk dapat mendukung kesimpulan yang akan diambilnya (Rahayu dkk., 2010;2). Setiap melakukan pemeriksaan, pemeriksa memerlukan pengetahuan mengenai bidang pengauditan dan akuntansi.Kompetensi dan kehati–hatian profesional mewajibkan setiap pemeriksa harus memelihara pengetahuan dan keahlian profesional yang dibutuhkan untuk melaksanakan tugasnya dengan kompeten, serta menggunakan kemahiran profesional sesuai dengan profesinya yang diawali dengan adanya kesadaran dan pemahaman pemeriksa (Yulita,2013). Secara konseptual kompetensi tinggi yang dimiliki pemeriksa akan memberikan dampak terhadap peningkatan kualitas hasil pemeriksaan. Salah satu hal yang menyebabkan kompetensi aparat pemeriksa kurang maksimal adalah
kurangnya
tingkat
pendidikan,
pengalaman,
dan
pelatihan
keterampilan pemeriksa. Untuk saat ini aparat yang telah menyelesaikan persyaratan pendidikan dan pelatihan untuk memiliki sertifikasi Jabatan Fungsional Auditor (JFA) pada Inspektorat Kabupaten Tabanan hanyalah 12
8
orang dari 73 jumlah keseluruhan pegawai yang ada. Auditor internal harus meningkatkan
kompetensinya
melalui
pengembangan
professional
berkelanjutan (Hiro Tugiman, 2006:31). Semakin tinggi pendidikan pemeriksa akan semakin banyak pengetahuan (pandangan) mengenai bidang yang digelutinya sehingga dapat mengetahui berbagai masalah secara lebih mendalam, selain itu pemeriksa akan lebih mudah dalam mengikuti perkembangan yang semakin kompleks (Harhinto, 2004:35).Dari 73 orang pegawai sebanyak 40 orang yang memiliki latar belakang pendidikan S1 sehingga secara tidak langsung akan mempengaruhi kualitas hasil pemeriksaannya. Tubbs
(1992),
menyatakan
bahwa
auditor
internal
yang
berpengalaman memiliki keunggulan dalam hal : (1) Mendeteksi kesalahan, (2) Memahami kesalahan secara akurat, (3) Mencari penyebab kesalahan. Selanjutnya Haynes et al. (1998), menemukan bahwa pengalaman audit yang dipunyai auditor ikut berperan dalam menentukan pertimbangan yang diambil. Penelitian sebelumnya telah relatif banyak mengangkat topik tentang kompetensi diantaranya, Octavia dkk. (2015) meneliti tentang kompetensi dan independensi auditor Kantor Akuntan Publik (KAP) di Yogyakarta, menemukan bahwa kompetensi dan independensi berpengaruh signifikan pada kualitas audit. Sejalan dengan penelitian Octavia dkk. (2015), Deribe et al. (2014) meneliti tentang faktor yang mempengaruhi kualitas audit internal
9
di 15 Ethiopian Commercial Banks, menyimpulkan kompetensi merupakan faktor yang sangat mempengaruhi kualitas audit internal. Ariati (2014) menyatakan bahwa kompetensi berpengaruh positif terhadap kualitas audit di BPKP Jawa Tengah. Adnan (2012) di Inspektorat Bangka Belitung, kesimpulannya adalah kompetensi berpengaruh positif dan signifikan terhadap mutu hasil pemeriksaan regular. Hasil penelitian yang berbeda ditunjukkan oleh beberapa penelitian diantaranya: Dewi (2015) meneliti auditor di seluruh KAP se-Bali, dengan kesimpulan bahwa kompetensi tidak berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit. Penelitian Liana (2014) juga menyimpulkan bahwa kompetensi tidak berpengaruh terhadap kualitas audit. Samsi (2013) melakukan penelitian di Inspektorat Kabupaten Gresik, Kabupaten Sidoarjo, dan Kota Surabaya, dimana kesimpulan penelitiannya adalah kompetensi serta interaksi kompetensi dan kepatuhan etika auditor tidak berpengaruh terhadap kualitas hasil pemeriksaan. Selanjutnya Affandi (2013) juga menyimpulkan bahwa kompetensi tidak mempengaruhi kualitas audit. Selain kompetensi, keterampilan, dan pengetahuan sumber daya manusia (SDM) juga sangat penting, kinerja SDM dapat meningkat apabila pemimpin dapat menggerakkan, mengajak, mengarahkan dan mengawasi bawahannya (Ato’Illah, 2014).Gaya kepemimpinan transformasional adalah jenis gaya kepemimpinan yang mengarah ke perubahan positif pada mereka yang mengikuti (pengikut). Pemimpin transformasional umumnya energik,
10
antusias dan bergairah. Pemimpin tidak hanya memperhatikan dan terlibat dalam proses, mereka juga difokuskan untuk membantu setiap anggota kelompok untuk dapat berhasil juga (Pmcounseling, 2011).Bass (1990) menyatakan bahwa kualitas pemimpin sering kali dianggap sebagai faktor terpenting yang menentukan keberhasilan atau kegagalan organisasi. Pemimpin yang efektif dalam menerapkan gayatertentu dalam kepemimpinannya terlebih dahulu harus memahami siapa bawahanyang dipimpinnya, mengerti kekuatan dan kelemahan bawahannya, dan mengertibagaimana
cara
memanfaatkan
kekuatan
bawahan
untuk
mengimbangi kelemahanyang mereka miliki (Mariam, 2009). Sebaliknya gaya kepemimpinan yangtidak disesuaikan dengan karakteristik pegawai dan tugas yang ada, dapatmendorong pegawai merasa kurang bersemangat dalam
bekerja
atau
bahkankehilangan
semangat
kerja,
sehingga
menyebabkan karyawan tidak bersungguh-sungguhdalam bekerja dan perhatian yang tidak terpusat pada pekerjaan. Keadaanseperti ini berpengaruh terhadap hasil pekerjaan yang tidak optimal (Ananto, 2014). Trinaningsih (2007) menyatakan bahwa gaya kepemimpinan berpengaruh langsung terhadap kinerja auditor. Hasil penelitian Trianingsih (2007) konsisten dengan Sari (2009), Ananto (2014), dan Arifin (2012) yang menyatakan terdapat hubungan positif yang signifikan antara gaya kepemimpinan dengan kinerja karyawan. Hal ini berarti, semakin baik gaya kepemimpinan mengkombinasi antara perilaku tugas dan hubungan, menyebabkan kinerja karyawan semakin meningkat. Semakin meningkatnya
11
kinerja
karyawan
diharapkan
dapat
pula
meningkatkan
kualitas
pekerjaannya. Selain kompetensi dan gaya kepemimpinan transformasional, individu dengan komitmen organisasi yang tinggi berkeinginan untuk berusaha sekuat-kuatnya demi kepentingan organisasi dan keinginan yang kuat untuk mempertahankan keanggotaannya dalam organisasi (Mowday et al.,1979, dalam Faisal, 2007).Komitmen organisasi adalah dorongan dari dalam individu untuk berbuatsesuatu agar dapat menunjang keberhasilan organisasi sesuai dengan tujuan danlebih mengutamakan kepentingan organisasi dibandingkan dengan kepentingan sendiri (Arifin, 2012; Carolita, 2012). Komitmen yang tepat akan memberikan motivasi yang tinggi dan memberikan dampak yang positif terhadap kinerja suatu pekerjaan. Jika pemeriksa merasa jiwanya terikat dengan nilai-nilai organisasional yang ada maka dia akan merasa senang dalam bekerja dan terus mengasah kemampuannya, sehingga kualitas hasil pemeriksaannya semakin baik. Puspitasari (2014) menunjukkan bahwa komitmen organisasi berpengaruh positif terhadap kualitas audit operasional. Hasil penelitian Puspitasari (2014) konsisten dengan penelitian Afendy (2014) dan Carolita (2012) yang menyatakan bahwa komitmen organisasi berpengaruh positif terhadap
kualitas
audit.
Apabila
pemeriksa
dalam
melaksanakan
pekerjaannya memperlihatkan komitmen yang tinggi maka kualitas hasil pemeriksaan akan semakin baik.
12
Terdapat ketidakkonsistenan hasil penelitian tentang pengaruh kompetensi terhadap kualitas hasil pemeriksaan, diantaranya :Octavia dkk.(2015), Septidiany (2015), Sulaiman (2015), Putra dkk. (2015), Nugrahini (2015), Deribe et al.(2014), Cahyono, dkk.(2014), Syamsuddin dkk.(2014), Ariati (2014), Yulita (2013), Adnan (2012), Nugraha (2012), Sukriah dkk (2009) dan Alim dkk. (2007)menyimpulkan kompetensi berpengaruh positif terhadap kualitas audit namun Dewi (2015), Liana (2014), Samsi (2013) dan Affandi (2013) menyatakan kompetensi tidak berpengaruh terhadap kualitas audit.Penelitian ini menguji kembalipengaruh kompetensi pada kualitas hasil pemeriksaan di sektor publik yaitu instansiInspektorat Kabupaten Tabanan.Berdasarkan kajian empiris tersebut, dalam
penelitian
ini
ditambahkan
faktor
kontigensi
yaitu
gaya
kepemimpinan transformasional dan komitmen organisasi. Walaupun seorang
pemeriksa
memiliki
kompetensi
yang
tinggi,
jika
gaya
kepemimpinan transformasional dari Inspektur Kabupaten Tabanan yang dirasakan oleh pemeriksa rendah dan komitmen pemeriksa terhadap organisasi rendah, niscaya pemeriksa tersebut akan bekerja seadanya sehingga tujuan dari organisasi tidak akan tercapai. 1.2
Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka yang menjadi rumusan masalah adalah: 1) Apakah gaya kepemimpinantransformasional memoderasi pengaruh kompetensipemeriksa pada kualitas hasil pemeriksaan ?
13
2) Apakah
komitmen
organisasi
memoderasi
pengaruh
kompetensi
pemeriksapada kualitas hasil pemeriksaan ? 1.3
Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah diuraikan, maka tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah: 1) Untuk
mendapatkan
bukti
kepemimpinantransformasionalmemoderasi
empiris pengaruh
gaya kompetensi
pemeriksapada kualitas hasil pemeriksaan. 2) Untuk mendapatkan bukti empiris komitmen organisasi memoderasi pengaruh kompetensi pemeriksa pada kualitas hasil pemeriksaan. 1.4
Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Teoritis Manfaat penelitian yang diharapkan adalah sebagai berikut: 1) Dapat memberikan kontribusi pada pengembangan teoristewardshipyang berhubungan dengan gaya kepemimpinan transformasional dan komitmen organisasi dalam mencapai tujuan organisasi serta teori kontijensi terutama yang berkaitan dengan kualitas hasil pemeriksaan di Inspektorat Kabupaten Tabanan. 2) Dapat memberikan tambahan bukti empiris pada literatur akuntansi khususnya
kompetensi,gaya
kepemimpinan
transformasional
dan
komitmen organisasi pada kualitas hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh aparat inspektorat.
14
1.4.2 Manfaat Praktis Manfaat penelitian bagi lembaga terkait adalah sebagai berikut: 1) Diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran tentang faktor kompetensi, komitmen organisasi, dan gaya kepemimpinan yang dibutuhkan dalam memperbaiki kualitas hasil pemeriksaan untuk menunjang peningkatkan pengawasan Inspektorat Kabupaten Tabanan di masa yang akan datang. 2) Bagi Pemerintah Kabupaten Tabanan, penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai bahan masukan dalam memahami fungsi, peran, tanggungjawab dan tugas Inspektorat dalam meningkatkan kualitas hasil pemeriksaan demi tercapainya peran dan fungsi pengawasan internal pemerintah daerah.