BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah Mahasiswa adalah agen perubahan yang akan memberikan solusi terhadap permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat. Sebagai kaum intelektual, mahasiswa ditantang untuk dapat memperlihatkan kemampuannya sebagai agen perubahan dan sebagai calon pemimpin masyarakat tersebut merupakan peranan yang sangat berat namun sangat strategis (Syaikhul, 2013). Seperti di Universitas Mercu Buana, Universitas memberikan banyak wadah kegiatan untuk melengkapi soft skill dan kualitas personal mahasiswanya salah satu nya dengan adanya UKM (Unit Kegiatan Mahasiswa) yang berfungsi sebagai wahana dan sarana pengembangan kegiatan ekstrakurikuler di tingkat universitas, terutama yang berkaitan dengan pengembangan minat, bakat dan kegemaran mahasiswa, serta kesejahteraan mahasiswa. Tergabung atau tidak tergabung dalam sebuah UKM merupakan pilihan bagi mahasiswa. Kerja sama yang baik sangat dibutuhkan suatu organisasi untuk dapat mencapai tujuan bersama. Akan tetapi, dalam sebuah organisasi seperti UKM, konflik tidak dapat dilepaskan dari keberlangsungan kegiatan mencapai tujuan tersebut. Robbins dan Judge (2008) menyebutkan bahwa konflik adalah hal yang wajar dan pasti dialami oleh sebuah organisasi tak kecuali UKM Rohani Islam. Salah satu yang kerap terjadi adalah konflik antar personal organisasi (Masmuh, 2008).
1 http://digilib.mercubuana.ac.id/z
2
Munculnya konflik dapat mengakibatkan komunikasi, keterjalinan, serta kerjasama antar anggota menjadi kurang baik. Hal tersebut didukung oleh beberapa mahasiswa yang mengikuti unit kegiatan Al-Faruq yang mengatakan bahwa salah satu konflik yang terjadi adalah pemimpin yang tidak mau mendengar. Dampaknya adalah keputusan sentral dari pemimpin tidak bisa di ganggu gugat dan anggota tidak mau banyak bicara atau berpendapat sehingga komunikasi tidak terjalin. Apabila hal tersebut terjadi maka dapat mengakibatkan ancaman bagi kelangsungan hidup organisasi itu sendiri (Robbins & Judge, 2008). Disisi lain, dampak individu-individu yang terlibat konflik adalah timbulnya stress dan frustrasi sehingga dapat menurunkan kinerja dan mengancam kesehatan mental individu tersebut (Umar, 2005). Oleh karena itu dibutuhkan sebuah penyelesaian. Menurut McCullough (2000) bahwa forgiveness (memaafkan) di definisikan sebagai satu set perubahan-perubahan motivasi di mana suatu organisme menjadi semakin menurun motivasi untuk membalas terhadap suatu hubungan mitra, semakin menurun motivasi untuk menghindari pelaku, semakin termotivasi oleh niat baik dan keinginan untuk berdamai kepada pelanggar, meskipun pelanggaran termasuk tindakan berbahaya. Memaafkan menjadi hal yang sangat penting, karena jika individu tidak memaafkan akan memberikan dampak negatif bagi individu. Beberapa dampak negatif yang bisa dialami individu jika tidak memaafkan adalah emosi negatif yang memiliki efek negatif jangka panjang pada kesehatan terutama jantung (Brosschot &Thayer, 2003), meningkatkan tekanan darah (Glynn, Christenfeld & Gerin,2002), menimbulkan gangguan kecemasan (Thayer & Lane, 2000).
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
3
Perasaan marah yang dibiarkan akan memicu reaksi emosi yang akan meninggalkan luka dan permusuhan yang berdampak pada perilaku, kepercayaan, penilaian yang buruk dan pada akhirnya memicu reaksi emosi yang akan meninggalkan luka dan permusuhan yang berdampak pada perilaku, kepercayaan penilaian yang buruk dan pada akhirnya memicu gejala frustrasi, penganiayaan, dan provokasi (Smith, 1992). McCullough, Rachal, Sandage, Everett, Wortington, Brown, dan Hight (1998) mengemukakan bahwa pemaafan adalah seperangkat motivasi untuk mengubah seseorang untuk tidak membalas dendam dan meredakan dorongan untuk konsiliasi dengan pihak yang menyakiti. Nashori (2014) mendefinisikan pemaafan dengan kesediaan untuk meninggalkan hal-hal tidak menyenangkan yang bersumber dari hubungan interpersonal dengan menumbuhkan dan mengembangkan perasaan, pikiran dan hubungan yang lebih positif dengan orang yang telah melakukan perbuatan tidak menyenangkan. Pemaafan sebagai kesediaan seseorang untuk meninggalkan kemarahan, penilaian negatif, dan perilaku acuh tidak acuh terhadap orang lain yang telah menyakitinya dengan tidak adil. Di sisi lain dengan tidak menyangkal rasa sakit itu sendiri tetapi dengan menimbulkan rasa kasihan, iba dan cinta pada pihak yang menyakiti (Enright, 2001). Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa pemaafan merupakan kemampuan seseorang untuk mengubah perasaan negatif atau tidak menyenangkan yang dirasakanakibat pelaku, tindakan, peristiwa dan situasi yang dialaminya menjadi perasaan positif dengan menerima dan mengambangkan menjadi rasa kasih, iba dan cinta.
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
4
Tentunya banyak alasan mengapa seseorang mau memaafkan atau tidak memaafkan kesalahan seseorang. McCullough dan beberapa peneliti lainnya yang telah banyak meneliti tentang konsep forgiveness, menyebutkan beberapa faktor yang mempengaruhi forgiveness. Pertama adalah Empati, dalam pengertiannya kemampuan untuk memahami atau melihat sudut pandang orang lain yang berbeda dari sudut pandang diri sendiri dan mencoba untuk mengerti faktor apa yang melatarbelakangi perilaku seseorang. Melalui empati terhadap pihak yang menyakiti, seseorang dapat memahami perasaan pihak yang menyakiti, seseorang dapat memahami perasaan pihak yang menyakiti merasa bersalah dan tertekan akibat perilaku yang menyakitkan. Kedua adalah penilaian terhadap pelaku dan kesalahannya (perspective taking). Penilaian akan mempengaruhi setiap perilaku individu. Artinya, bahwa setiap perilaku itu ada penyebabnya dan penilaian dapat mengubah perilaku individu (termasuk pemaafan) di masa mendatang. Ketiga adalah tingkat kelukaan atau dengan kata lain karakteristik serangan. Faktor ini berkaitan dengan persepsi dari kadar penderitaan yang dialami oleh orang yang disakiti serta konsekuensi yang menyertainya. Zechmeister, Garcia, Romero & Vas menyatakan bahwa seberapa besar kadar penderitaan yang dialami akan menentukan tingkat hukuman bagi pelaku, harga ganti rugi bahkan memutuskan untuk tidak memaafkan. Keempat adalah kualitas hubungan interpersonal, kedekatan atau hubungan antara orang yang disakiti dengan pelaku menurut McCullough seseorang akan sangat memungkinkan untuk memaafkan dalam hubungan yang dicirikan dengan closeness, commitment, dan satisfaction. Pasangan-pasangan yang memiliki kualitas hubungan seperti ini akan lebih siap untuk memaafkan satu sama lain jika terjadi konflik.
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
5
Kelima adalah permintaan Maaf, meurut McCullough, permintaan maaf (apology) dengan tulus atau menunjukkan penyesalan yang dalam dapat menjadi faktor yang berpotensi mempengaruhi korban untuk memaafkan. Selanjutnya adalah karakteristik kepribadian, ciri kepribadian tertentu seperti ekstravert yang menggambarkan beberapa karakter seperti bersifat sosial, keterbukaan merupakan faktor yang juga dapat mempengaruhi seseorang dalam memaafkan. Penelitian lain yang dilakukan Luskin (Nashori, 2014) menyatakan bahwa individu yang memaafkan akan semakin jarang terlibat konflik. Bahkan dalam Islam secara tegas menganjurkan pemaafan pada pemeluk ajaran agamanya. Seperti firman Allah dalam surah Ali-Imran, 159 : “Maka disebabkan rahmat Allah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Maka maafkanlah mereka, mohonkanlah ampunan bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakal kepadanya” Demikian juga dalam surah al- Syura, 40: “Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa, maka barang siapa memaafkan dan berbuat baik maka pahalanya atas tanggungan Allah. sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang zalim. ” Dalam ayat Al-Quran dijelaskan bahwa balasan bagi sebuah perbuatan buruk adalah perbuatan buruk yang serupa dengannya. Lahiriah ayat ini memperbolehkan kita untuk membalas sebuah perbuatan buruk dengan perbuatan buruk yang serupa. Tapi, makna akhlaki ayat ini menegaskan, jika seseorang
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
6
membalas kesalahan orang lain dengan kesalahan yang serupa, maka ia telah berbuat sebuah kesalahan juga. Faktor keberagamaan juga dapat dijadikan faktor yang mempengaruhi seseorang untuk memaafkan. Berdasarkan hasil penelitian (Younger, 2004) mendapatkan 19% dari responden mereka memaafkan karena alasan kepercayaan keagamaan dan kebanyakan dari mereka menjadikan background agama sebagai motivasi untuk memaafkan. Setiap agama mengajarkan kebaikan bagi setiap pemeluknya, maka seseorang yang mempunyai religiusitas yang tinggi akan selalu berusaha berbuat baik dengan menolong sesamanya atau sosial. Sikap religiusitas adalah keadaan dalam diri seseorang dalam merasakan dan mengakui adanya kekuatan tertinggi yang menaungi kehidupan manusia dengan cara melaksanakan semua perintah Tuhan dan menjauhi segala larangan-Nya sehingga hal ini akan mendorong seseorang untuk berbuat yang lebih baik. Fungsi religiusitas bagi manusia erat kaitannya dengan fungsi
agama.
Agama merupakan kebutuhan emosional manusia dan merupakan kebutuhan alamiah. Ancok dan Nashori (2005) menyatakan bahwa agama memilliki banyak fungsi bagi manusia. Fungsi ini meliputi agama sebagai sumber ilmu dan sumber etika ilmu, alat justifikasi dan hipotesis, motivator dan pengawasan sosial. Agama memberi sanksi bagi yang melanggar larangan agama dan memberikan imbalan pada individu yang mentaati perintah agama. Hal tersebut membuat individu termotivasi dalam bertingkah laku sesuai dengan norma-norma yang berlaku di masyarakat,
sehingga
individu
akan
melakukan
dipertanggungjawabkan (Ancok, 2005).
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
perbuatan
yang
dapat
7
Semakin tinggi sikap religiusitas seseorang, maka akan meminimalisir tingkat kecenderungan untuk berperilaku menyimpang atau perilaku yang di tentang oleh norma agama. Dengan demikian individu yang ideal adalah individu yang bisa berhubungan secara harmonis dengan dirinya sendiri, dan secara horizontal harmonis dengan orang lain atau masyarakat, serta secara vertikal berhubungan secara harmonis dengan Tuhannya. Masing-masing orang memiliki penilaian berbeda mengenai agama dan dalam melihat peran serta tujuan agama tersebut dalam diri mereka secara pribadi ( Gordon et al., 2008). Terkait dengan pentingnya religiusitas terhadap forgiveness ini, fenomena di Indonesia permasalahan yang terjadi seperti kasus pembunuhan yang dilatar belakangi karena dendam yang dimuat dalam http://tangerangnews.com menyatakan bahwa terjadi pembunuhan terhadap siswi SD yakni (N) berusia 8 tahun yang dilakukan oleh (A) siswi SMK karena dendam kerap dipanggil cabecabean. Awal dari kasus tersebut menurut Kompol Gunarko, karena pihak keluarga yang curiga. Pasalnya sebelumnya korban dijemput pelaku di rumahnya. Kemudian saat jasad korban ditemukan di galian sumur, anting korban tidak ditemukan. “Dari situ keluarga korban lapor ke polisi, dan kami mendapati keterangan dari tersangka murni karena awalnya, karena dendam,” ujarnya. Membahas mengenai korelasi positif antara keberagamaan dan memaafkan menjadi hal yang menarik, karena dalam berbagai ajaran agama serta kepercayaan, memaafkan atau memberi maaf menjadi nilai tersendiri dalam setiap ajarannya. Artinya manusia hendaknya diharapkan secara tulus memohon maaf atas kesalahan mereka dan memberi maaf atas tindakan keliru yang mengena pada mereka.
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
8
Tidak semua orang mau dan mampu secara tulus memaafkan dan melupakan kesalahan orang lain. Proses memaafkan memerlukan kerja keras, kemauan kuat, dan latihan mental karena terkait dengan emosi manusia yang fluktuatif, dinamis dan sangat reaktif terhadap stimulan luar. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti kepada 10 mahasiswa yang mengikuti UKM mengenai forgiveness yang disampaikan mahasiswa di Universitas Mercu Buana, ditemukan bahwa mahasiswa cenderung sulit memaafkan kesalahan yang dilakukan orang lain, namun seiring berjalannya waktu mereka akan memaafkan kesalahan tersebut. Seperti yang disampaikan oleh salah satu mahasiswa yaitu salah satu cara melupakan kesalahan seseorang adalah dengan memaafkan, namun rasa sakit hati dan perilaku yang diperbuat membuat sulit untuk dilupakan sehingga memaafkan yang harusnya bisa dilakukan menjadi sulit, walaupun pada akhirnya akan dimaafkan. Sehingga sesuai latar belakang masalah tersebut peneliti ingin mengetahui hubungan religiusitas dengan forgiveness pada mahasiswa di Universitas Mercu Buana yang mengikuti unit kegiatan Al-Faruq”.
1.2
Rumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini: 1. Apakah ada hubungan antara religiusitas dengan forgiveness pada mahasiswa yang mengikuti unit kegiatan Al-Faruq di Universitas Mercu Buana.
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
9
2. Bagaimana arah hubungan antara religiusitas dengan forgiveness pada mahasiswa yang mengikuti unit kegiatan Al-Faruq di Universitas Mercu Buana.
1.3 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Mengetahui ada hubungan antara religiusitas dengan forgiveness pada mahasiswa yang mengikuti unit kegiatan Al-Faruq di Universitas Mercu Buana. 2. Mengetahui arah hubungan antara religiusitas dengan forgiveness pada mahasiswa yang mengikuti unit kegiatan Al-Faruq di Universitas Mercu Buana.
1.4 Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah : 1.4.1 Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan informasi dan memperkaya khasanah ilmu di dalam lingkup psikologi pendidikan, yaitu untuk memunculkan rasa memaafkan dengan meningkatkan religiusitas yang dimiliki mahasiswa khususnya pada mahasiswa yang mengikuti unit kegiatan Al-Faruq di Universitas Mercu Buana.
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
10
1.4.2 Manfaat Praktis 1. Bagi mahasiswa Informasi mengenai religiusitas dengan forgiveness diharapkan dapat membantu mahasiswa untuk memahami dirinya dan mampu untuk lebih memaafkan kesalahan diri sendiri dan orang lain. 2. Bagi pengembangan profesi Penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi mahasiswa yang akan melanjutkan pendidikan ke tingkat profesi di bidang psikologi positif. 3. Bagi peneliti Penelitian ini dapat memperluas wawasan peneliti tentang konsepkonsep penelitian dan mengembangkan kemampuan penulis dalam menerapkan ilmu pengetahuan yang didapat diperkuliahan.
http://digilib.mercubuana.ac.id/z