BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perawat merupakan seorang guru atau pusat informasi kesehatan yang tidak memandang lingkungan tempat ia berada. Peran perawat adalah seseorang yang mampu memberikan perhatian kepada klien dalam segala situasi yang berhubungan dengan kondisi klien (Kusnanto, 2004). Perawat dalam melakukan peran, diharapkan memiliki pemahaman dasar yang diperlukan mengenai prinsip dalam menjalankan tanggung jawab secara efisien dan efektif dalam suatu sistem tertentu (Bastable, 2002). Terdapat berbagai macam peran perawat. Peran perawat terdiri dari peran sebagai pemberi asuhan keperawatan, advokat, edukator/pendidik, koordinator, konsultan (Hidayat, 2008). Peran perawat sebagai edukator/pendidik yaitu memberikan pendidikan, pengajaran, pelatihan, arahan dan bimbingan kepada pasien maupun keluarga pasien dalam mengatasi masalah kesehatan (Simamora, 2009) Peran perawat sebagai edukator memang sangat diperlukan bagi pengguna jasa layanan kesehatan apalagi bagi orang yang tidak tahu masalah kesehatan karena disini peran perawat sebagai edukator akan dibutuhkan untuk memberikan informasi tentang kesehatan atau suatu penyakit yang dialami. Peran ini dilakukan dengan membantu pasien dalam meningkatkan tingkat pengetahuan kesehatan, gejala penyakit bahkan tindakan yang diberikan, sehingga bisa terjadi perubahan perilaku dari pasien setelah diberikan pendidikan kesehatan ( Hidayat, 2006). Standar edukasi bagi klien dan keluarga untuk menilai kebutuhan pembelajaran klien dan menyediakan edukasi tentang berbagai topik misalnya pengobatan, nutrisi, penggunaan alat medis, nyeri dan rencana perawatan klien (The Joint Commission, 2006).
1
2
Untuk meningkatkan pengetahuan pasien perawat harus bisa meberikan sebuah pendidikan. Pendidikan kesehatan yang diberikan kepada klien bertujuan untuk mempertahankan dan meningkatkan kesehatan serta mencegah suatu penyakit dan komplikasi (Potter&Perry, 2006). Pendidikan kesehatan menjadi bagian penting dalam asuhan keperawatan karena akan mempersingkat lama perawatan dirumah sakit, menambah pengetahuan pasien dan keluarga pasien tentang perawatan dirumah dan mencegah penyebaran penyakit (Noble, 1991 dalam Potter&Perry, 2006). Peran perawat sebagai edukator
dalam memberikan edukasi kesehatan
sangatlah penting. Tujuan perawat memberika edukasi kesehatan kepada pasien yang menderita ISPA ialah untk mempertahankan kondisi sehat pasien, meningkatkan kesehatan dan mencegah terjadinya komplikasi (Potter & Perry, 2005). Dampak jika peran perawat sebagai edukator tidak dilakukan adalah pasien akan merasa cemas dan tidak adanya kesiapan dalam menerima prosedur keperawatan. Adapun hal yang yang terjadi jika perawat tidak memberikan informasi dan pengajaran kepada pasien maka pasien akan mengalami hari rawat yang lebih lama karena pengetahuan pasien tentang penyakit dan cara perawatan diri terbatas dan kemungkinan terjadinya komplikasi menjadi lebih besar (Bastable, 2002). Pelayanan kesehatan yang bermutu tinggi akan berdampak bagi rumah sakit dan menjadi kepuasan pasien atau keluarga sehingga akan mendorong klien untuk datang kembali kerumah sakit tersebut. Kepuasan klien adalah tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja (hasil) yang dia rasakan dibanding dengan harapannya (Kotler, 2007). Kepuasan klien dipengaruhi oleh pelaksanaan pelayanan didalam sebuah rumah sakit. Penilaian kualitas pelayanan yang berkaitan dengan kepuasan pasien berfokus pada aspek fungsi dari proses pelayanan yaitu tangibles (wujud nyata), reliability (kepercayaan), responsiveness (tanggung jawab), assurance
3
(jaminan), empathy (empati) (Supranto, 2001). Adapun menurut Azwar (1996) dimensi kepuasan ialah hubungan petugas-pasien (relationship), kenyamanan pelayanan (amenities), kebebasan melakukan pilihan (choice), pengetahuan dan kompetensi teknis (scientific knowledge and technical skill), efektifitas pelayanan (effectivess) keamanan tindakan (safety), ketersediaan pelayanan kesehatan (available), kewajaran pelayanan kesehatan (appropriate), kesinambungan pelayanan kesehatan (continue), penerimaan pelayanan kesehatan (acceptable), ketercapaian pelayanan kesehatan (accessible), keterjangkauan pelayanan kesehatan (affordable), efisiensi pelayanan kesehatan (efficient) dan mutu pelayanan kesehatan (quality). Pasien akan merasa puas jika mendapatkan pelayanan yang baik dan sesuai dengan kebutuhannya. Kepuasan pasien juga bisa mengacu pada beberapa faktor misalnya komunikasi cara penyampaian informasi yang dilakukan perawat kepada pasien, pelayanan keramahan dan kecepatan dalam memberikan pelayanan, lokasi tata letak ruangan dan lingkungan yang akan menentukan dalam pertimbangan dalam memilih sebuah rumah sakit, fasilitas dengan kelengkapan yang diberikasn sebuah rumah sakit, biaya paling penting untuk menentukan kualitas sebuah rumah sakit guna mencapai kepuasan pasien (Budiastuti, 2002). Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan penyebab kematian terbanyak pada anak yang terjadi di Indonesia. World Health Organization (WHO) memperkirakan insiden Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) di negara berkembang dengan angka kematian balita di atas 40 per 1000 kelahiran hidup adalah 15%-20% per tahun pada golongan usia balita. Menurut WHO ± 13 juta anak balita di dunia meninggal setiap tahun dan sebagian besar kematian tersebut terdapat di negara berkembang, dimana pneumonia merupakan salah satu penyebab utama kematian dengan membunuh ± 4 juta anak balita setiap tahun (Depkes, 2000 dalam
4
Asrun, 2006). Dilaporkan pula, tiga per empat kasus Infeksi Saluran Pernafasasam Akut (ISPA) pada balita di dunia berada di 15 negara dan Indonesia salah satu diantara ke 15 negara tersebut menduduki peringkat ke 6 (Kartasasmita, 2010). Saat ini telah dilakukan upaya untuk pemberantasan ISPA yang terjadi pada anak-anak. Sejak tahun 1984, WHO telah menerapkan program pemberantasan ISPA. Pada tahun 1990, konferensi Tingkat Tinggi(KTT) anak di New York telah membuat kesepakatan untuk menurunkan kematian akibat ISPA sebesar 30% pada tahun 2000. Implementasi strategi pemberantasan ISPA telah dilakukan oleh banyak negara termasuk Indonesia, tetapi hasil yang dicapai bervariasi (Rahajoe,2008). Prevalensi ISPA tahun 2007 di Indonesia adalah 25,5% (rentang: 17,5% - 41,4%) dengan 16 provinsi di antaranya mempunyai prevalensi di atas angka nasional. Kasus ISPA pada umumnya terdeteksi berdasarkan gejala penyakit. Setiap anak diperkirakan mengalami 3-6 episode ISPA setiap tahunnya (Riskesdas, 2007). Faktor penyebab kematian akibat ISPA adalah pnemonia dimana penyakit ini disebabkan oleh infeksi Streptococus pnemonia atau Haemophillus Infuenzae. Kematian akibat pnemonia sebagai penyebab utama Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) di Indonesia pada akhir tahun 2000 sebanyak 150.000 bayi/balita meninggal setiap tahun atau 12.500 korban perbulan atau 416 kasus sehari atau 17 anak per jam atau seorang bayi/balita tiap lima menit (WHO, 2007). Survey kesehatan yang dilakukan di Indonesia, angka kematian Balita pada tahun 2007 sebesar 44/1000 kelahiran hidup, sementara perkiraan kelahiran hidup diperoleh 4.467.714 bayi. Berdasarkan data tersebut dapat dihitung jumlah kematian balita 1996.579. Menurut Riskerdas penyebab kematian balita karena pnemonia adalah 15,5%. Dan jumlah kematian balita akibat pnemonia setiap harinya adalah 30.470 atau rata-rata 83 orang balita (Depkes, 2007). Pada survey mortalitas yang
5
dilakukan oleh Subdit ISPA tahun 2013 menempatkan ISPA/Pneumonia sebagai penyebab kematian bayi terbesar di Indonesia dengan persentase 32,10% dari seluruh kematian balita, sedangkan di Jateng 28 % (2012), 27,2 % tahun 2013 (DepKes, 2013). Dari hasil studi pendahuluan yang dilakukan peneliti di RSU Karsa Husada Batu melalui wawancara kepada perawat mengungkapkan bahwa peran edukator perawat dalam memberikan edukasi dan pengajaran kesehatan pada pasien dilaksanakan saat awal orientasi pasien diterima di ruangan, saat berlangsungnya pemberian perawatan yang dilakukan setiap hari dan saat pasien akan pulang dari rumah sakit. Dari hasil studi pendahuluan lain yang dilakukan peneliti pada awal bulan desember 2015 peneliti mewawancari beberapa pasien mengungkapkan bahwa peran perawat edukator sedikit kurang karena adanya kendala dari pasien maupun perawat saat dilakukan edukasi sehingga perlu dilakukan perbaikan jadwal terkait pelaksanaan edukasi kesehatan. Kurang dalam artian sebagian dari perawat disana ada yang memberikan penjelasan ada yang tidak bahwa penyakit ISPA adalah penyakit yang menular untuk itu perlu diberikan contoh pada saat batuk anak disuruh menutupi dengan tissue atau kain bersih, adapula perawat yang mengingatkan dan ada yang tidak mengingatkan bahwa agar tidak menggunakan alat makan bersamaan dengan orang lain karena dapat menular. Hasil wawancara peneliti dengan pasien ketika studi pendahuluan tentang kepuasan pasien menunjukkan ada beberapa pasien yang menyebutkan puas dengan pelayanan yang diberikan adapula yang menyebutkan kurang puas dengan pelayanan yang diberikan dikarenakan pasien kurang mendapat paparan informasi terkait ISPA. Perawat sebagai tenaga pemberi perawatan diharapkan mampu menjalankan perannya sebagai edukator dalam memberikan pendidikan dan pengajaran kesehatan guna untuk memberikan rasa puas terhadap pasien. Berdasarkan hasil studi yang
6
dilakukan maka peneliti tertarik untuk meneliti bagaimana hubungan pelaksanaan edukator dengan kepuasan pasien ISPA. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang, maka diambil masalah tentang Bagaimana hubungan pelaksanaan peran edukator dengan kepuasan pasien ISPA di ruang perawatan anak. 1.3 Tujuan 1.3.1 Tujuan Umum Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menganalisis hubungan pelaksanaan peran edukator dengan kepuasan pasien ISPA di ruang perawatan anak RSU Karsa Husada Kota Batu. 1.3.2 Tujuan Khusus 1. Mendeskripsikan pelaksanaan peran edukator pada pasien ISPA di ruang perawatan anak RSU Karsa Husada Kota Batu 2. Mendeskripsikan tingkat kepuasan pasien ISPA diruang perawatan anak RSU Karsa Husada Kota Batu. 3. Menganalisis hubungan antara pelaksanaan
peran edukator dengan
kepuasan pasien ISPA di ruang perawatan anak RSU Karsa Husada Kota Batu. 1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1
Manfaat Teoritis Manfaat yang diperoleh dari hasil penelitian ini berguna bagi perkembangan
ilmu kesehatan khususnya pada bidang manajamen keperawatan dalam meningkatkan peran perawat sebagai edukator dengan kepuasan pasien ISPA di ruang perawatan anak.
7
1.4.2 Manfaat Praktis 1. Bagi Peneliti Mengaplikasikan ilmu yang didapatkan dari mata kuliah keperawatan anak dan manajemen keperawatan dalam melakukan penelitan di RSU Karsa Husada tentang pelaksanaan peran edukator dengan kepuasan pasien ISPA sehingga dapat membentuk diri menjadi perawat yang profesional dalam meningkatkan kualitas pelayanan keperawatan. 2. Bagi Rumah Sakit Sebagai masukan bagi rumah sakit dalam hal pengembangan manajemen rumah sakit, terutama yang berkaitan dengan peran edukator dengan kepuasan pasien ISPA untuk kualiatas pelayanan keperawatan yang diberikan kepada klien atau masyarakat pengguna jasa layanan kesehatan. 1.5 Keaslian Penelitian Sebelum peneliti melakukan penelitian, ada beberapa peneliti terdahulu yang menjadi refrensi dan pedoman peneliti melakukan penelitian. Penelitian pertama Supardi (2008), dengan judul hubungan antara persepsi pelaksanaan pelayanan pengobatan dengan kepuasan pasien di balai kesehatan karyawan rokok kardus. Tujuan penelitian ini untuk memperoleh hubungan antara persepsi pasien terhadap pelaksanaan pelayanan dokter, perawat, petugas administrasi, keadaan lingkungan, sarana peralatan dan obat dengan kepuasan pasien terhadap pelayanan di BKKRK. Jenis penelitian ini adalah penelitian observasional dengan metode survei, pendekatan cross sectional. Responden yang digunakan adalah 100 orang. Data dikumpulkan dengan metode wawancara dengan kuesioner. Data dianalisis dengan menggunakan uji korelasi Pearson.
8
Hasil penelitian ini diketahui bahwa ada hubungan antara persepsi pelaksanaan pelayanan dokter dengan kepuasan pasien terhadap pelayanan pengobatan di BKKRK . Perbedaan antara penelitian Supari (2008) dengan penelitian ini adalah terletak pada variabel, responden serta tempat yang digunakan. Variabel yang digunakanpada penelitian terdahulu adalah persepsi mutu pelayanan pengobatan dengan kepuasan pasien. Penelitian kedua Akbar, Sidin, Pasinringi (2013), dengan judul penelitian gambaran kepuasaan pasien terhadap pelaksanaan komunikasi terapeutik perawat di instalasi rawat inap RSUD Labuang Baji Makasar. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui gambaran kepuasan pasien terhadap pelaksanaan komunikasi terapeutik perawat di instalasi rawat inap RSUD Labuan Baji. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan kuantitatif. Responden yang digunakan berjumlah 95 orang, dimana responden adalah pasien yang dirawat lebih dari 2 hari di Instalasi rawat inap RSUD Labuang Baji. Perbedaan antara Akbar, Sidin, Pasinringi (2013) dengan penelitian ini adalah terletak pada variabel, responden serta tempat yang digunakan. Variabel yang digunakan pada penelitian terdahulu adalah kepuasan pasien terhadap pelaksanaan komunikasi terapeutik perawat. Penelitian ketiga Hapsari, et al (2013) dengan judul penelitian Hubungan peran perawat sebagai edukator dengan pemenuhan kebutuhan rasa aman pasien di ruang rawat inap RSU dr. H. Koesnadi kabupaten Bondowoso. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis hubungan antara peran perawat sebagai edukator dengan pemenuhan kebutuhan rasa aman pasien. Penelitian ini menggunakan pendekatan cross sectional. Sampel digunakan dalam penelitian terdiri dari 75 paisen yang dirawat di paviliun Dahlia, Bougenville dan Teratai Rumah Sakit dr. H. Koesnadi. Data dianalisis dengan uji chi square. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan
9
yang signifikan antara peran perawat sebagai pendidik dengan keselamatan pemenuhan kebutuhan pasien di Rumah Sakit dr. H. Koesnadi. Perbedaan antara penelitian Hapsari,et al (2013) dengan penelitian ini adalah terletak pada variabel, responden serta tempat yang digunakan. Variabel yang digunakan pada penelitian terdahulu adalah peran perawat sebagai edukator dengan pemenuhan kebutuhan rasa aman pasien.