BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari keluarga seringkali dihadapkan pada masalah pengambilan keputusan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan anggota keluarganya. Pada umumnya, apabila hal tersebut menyangkut kepentingan seluruh anggota keluarga, keputusan sebaiknya diambil dari hasil kesepakatan bersama, baik tentang isi keputusan maupun tentang siapa yang dianggap paling berhak untuk mengambil keputusan terakhir (Ihromi,1990). Saat ini pembangunan perempuan sedang ditingkatkan. Kita dapat melihat kedudukan perempuan Indonesia dan berbagai peran dan posisi strategis. Keragaman peran tersebut menunjukkan bahwa perempuan Indonesia merupakan sumber daya yang potensial apabila ditingkatkan kualitasnya dan diberikan kesempatan yang sama untuk berperan. Meskipun berbagai kemajuan perempuan telah dapat terwujudkan, presentasi jumlah penduduk perempuan yang saat ini berhasil menduduki posisi strategis tetapi dalam posisi pengambilan keputusan masih sangat kecil termasuk yang berkaitan dengan
kesehatan
dirinya
sendiri
(Biro
Pemberdayaan
Perempuan
Sekdapropsu, 2001).
Universitas Sumatera Utara
Dalam pelaksanaan program KB itu sendiri perempuan cenderung dianggap sebagai objek. Hal ini erat kaitannya dengan pencapaian target oleh program
KB.
Secara
kongkrit,
pihak
yang
paling
menderita
oleh
pelaksanaanprogram KB adalah perempuan. Hal ini berdasarkan kenyataan bahwa memang perempuan dijadikan tumpuan program KB dimana kebanyakan jenis kontrasepsi didesain untuk perempuan (Juliantoro,2000). Mendekati
tahun
2015,
perbincangan
butir-butir
Millenium
Development Goals (MDGs) semakin hangat. Salah satu butir MDGs adalah mengenai kesetaraan gender yang diletakkan di poin urutan ke-3. Seperti yang masyarakat umum ketahui bahwa permasalahan kesetaraan gender di dunia masih tinggi, terutama dalam hal pembagian peran dan tanggung jawab, dimana pada umumnya memberatkan salah satu gender saja. Tradisi gender sangat erat kaitannya di kehidupan kita bahkan sejak masih kecil bahkan hadir ditengah-tengah percakapan, gurauan, dan sering juga menjadi akar perselisihan. Pengaruh gender tertanam kuat di dalam berbagai institusi, tindakan, keyakinan, dan keinginan kita sehingga seringkali dianggap sebagai sesuatu yang wajar (Sugihstuti, Saptiawan,2007). Ditinjau dari segi hak reproduksi jelas dinyatakan bahwa setiap orang baik laki-laki maupun perempuan tanpa memandang kelas, sosial, suku, umur, agama dan lain-lain mempunyai hak yang sama untuk memutuskan secara bebas dan bertanggung jawab. Dengan kata lain dapat dinyatakan bahwa perempuan berhak mengambil keputusan untuk berkeluarga berencana dan memilih metode kontrasepsi yang cocok untuk dirinya (Hidayat, 2010).
Universitas Sumatera Utara
Program keluarga berencana (KB) yang mengedepankan hak-hak reproduksi, pemberdayaan perempuan dan kesetaraan gender telah disepakati oleh semua negara pada Konferensi Kependudukan dan Pembangunan di Kairo tahun 1994. Hal ini membawa konsekuensi kepada pelaksanaan program keluarga berencana di Indonesia dimana perempuan mempunyai posisi tawar dan posisi setara dalam pengambilan keputusan KB dan kesehatan reproduksi. Pendapat suami mengenai KB cukup kuat pengaruhnya untuk menentukan penggunaan metode KB istri. Saat ini juga masih berkembang pandangan yang menempatkan kedudukan dan peran perempuan lebih rendah dari laki-laki. Banyak kasus dalam tradisi, tafsiran keagamaan maupuan dalam aturan birokrasi yang meletakkan perempuan sebagai subordinasi dari kaum laki-laki. Kenyataan memperlihatkan bahwa masih ada nilai-nilai masyarakat yang membatasi ruang gerak terutama perempuan diberbagai kehidupan (Biro Pemberdayaan Perempuan SekdaPropsu,2001). Di Indonesia tercatat penggunaan alat kontrasepsi setiap wanita menikah, meningkat dari 57% pada tahun1997 meningkat menjadi 61 % pada tahun 2007. Penggunaan metode kontrasepsi pada tahun 2002-2003 SDKI sejumlah 54% dan pada SDKI 2007 sejumlah 57% dengan proporsi peserta KB ang terbanyak adalah suntik 32%, pil 13%, IUD 5%, implant 3%, tubektomi 3%, kondom 1,5% dan vasektomi 0,2%. Dari hasil SDKI 2007 ini menunjukkan bahwa kontrasepsi vasektomi yang paling rendah dan suntik yang paling tinggi (BkkbN,2007).
Universitas Sumatera Utara
Data BkkbN propinsi Sumatera Utara tentang pencapaian peserta KB Aktif terhadap 2.152.585 PUS yang diantaranya diputuskan oleh suami hingga bulan Desember tahun 2012, metode KB yang paling rendah digunakan akseptor adalah MOP 0,4% dan diikuti oleh metode MOW 4,9%, kondom 5,0%, IUD 7,2%, implant 7,2%, pil 21,1% dan yang paling banyak adalah akseptor KB suntik yakni 22,2%. Selanjutnya di Kabupaten Deli Serdang dari pencapaian peserta KB aktif terhadap 326,331 PUS, Deli Serdang memiliki persentasi pencapaian 66,3%. Dimana pencapaian MOP hanya 0,4% sedangkan MOW 3,7% diikuti Kondom 6,8%, Implant 7,7%, IUD 8,0%, Suntik 18,8% dan yang terbanyak adalah akseptor metode Pil yakni 20,7%. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa akseptor kontrasepsi terbanyak adalah akseptor metode kontrasepsi wanita. Tingginya dominasi suami dalam pengambilan keputusan perencanaan jumlah dan jarak kelahiran anak juga ikut mempengaruhi rendahnya penggunaan metode kontrasepsi pria ini. Berdasarkan survey pendahuluan yang dilakukan pada 10 pasangan usia subur yang berKB di desa simalingkar didapat bahwa 5 PUS berKB atas keputusan suami dengan alasan tidak ingin punya anak lagi dan memilih metode KB dengan mempertimbangkan kenyamanan suami dan menurut suami metode itulah yang aman untuknya, 3 PUS berKB atas keputusan bersama dan memilih metode KB dengan alasan cocok dengan metode KB tersebut, sementara 2 PUS lainnya berKB tanpa ijin suami karena takut suami tidak suka dan memilih metode KB atas keputusan sendiri.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka ingin dilakukan penelitian dengan judul “Peran Suami Istri dalam Pengambilan Keputusan Berkeluarga Berencana Terhadap Metode Kontrasepsi yang Digunakan di Desa Simalingkar Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang Tahun 2013” 1.2 Rumusan Masalah Masih tingginya dominasi suami di desa simalingkar terhadap pengambilan keputusan berkeluarga berencana sehingga ingin diteliti untuk mengetahui Peran Suami atau Istri dalam Pengambilan Keputusan Berkeluarga Berencana Terhadap Metode Kontrasepsi yang Digunakan di Desa Simalingkar Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang Tahun 2013. 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Untuk mengetahui Peran Suami Istri dalam Pengambilan Keputusan Berkeluarga Berencana Terhadap Metode Kontrasepsi yang Digunakan di Desa Simalingkar Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang. 1.3.2 Tujuan Khusus 1. Untuk mengetahui yang paling dominan diantara suami istri dalam pengambilan keputusan berkeluarga berencana Alat Kontrasepsi yang Digunakan. 2. Untuk mengetahui peran suami dalam pengambilan keputusan berkeluarga berencana terhadap metode kontrasepsi yang digunakan.
Universitas Sumatera Utara
3. Untuk mengetahui peran istri dalam pengambilan keputusan berkeluarga berencana terhadap metode kontrasepsi yang digunakan.
a.
Manfaat Penelitian
1. Sebagai sarana edukasi bagi responden dalam memberikan gambaran bagaimana gender berperan dalam pengambilan keputusan alat kontrasepsi yang digunakan rerponden. 2. Sebagai gambaran untuk evaluasi ataupun desain sosialisasi penataan KB berikutnya bagi petugas kesehatan yang berada di Puskesmas Desa Perumnas Simalingkar. 3. Sebagai bahan bacaan dan informasi bagi institusi pendidikan dalam kegiatan proses belajar dan sebagai bahan masukan bagi penelitian selanjutnya.
Universitas Sumatera Utara