BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Restrukturisasi utang perusahaan debitor dalam rangka membayar utang-utangnya pada umumnya dapat dilakukan dengan cara dua hal, yaitu: 1. dengan pendekatan antara kreditor dan debitor untuk mengusahakan restrukturisasi dengan musyawarah dan mufakat, atau 2. dengan mengusulkan dan meminta Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang yang diatur dalam Undang-Undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.1 Dalam menentukan dan memilih metode yang sesuai dalam melakukan restrukturisasi utang, maka sangat tergantung pada tujuan dari pihak debitor dan kreditor. Restrukturisasi melalui musyawarah dan mufakat disusun oleh debitor dan dituangkan dalam rencana perdamaian yang isi rencana perdamaian tersebut dinilai kelayakannya oleh para kreditor, sedangkan pengadilan niaga hanya mengesahkan atau melakukan konfirmasi terhadap hasil kesepakatan antara debitor dan para kreditornya.2
1
Kartini Muljadi. “Restrukturisasi Utang, Kepailitan dalam Hubungannya dengan Perseroan Terbatas,” Makalah disampaikan pada seminar PKPU sebagai Sarana Menangkis Kepailitan dan Restrukturisasi Perusahaan, Kantor Advokat Yan Apul & Rekan, Jakarta, 26 September 1998. 2 Ibid.
1
Ada dua cara yang disediakan oleh Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang agar debitor terhindar dari ancaman harta kekayaannya dilikuidasi ketika debitor telah atau akan berada dalam keadaan insolven dalam rangka merestrukturisasi utangutangnya sehingga debitor berkemungkinan untuk melanjutkan usahanya serta dapat memberi suatu jaminan bagi pelunasan utang-utang debitor kepada seluruh kreditor. Cara yang pertama adalah dengan mengajukan penundaan kewajiban pembayaran utang disingkat PKPU (atau Surseance van Betaling menurut istilah Faillissementsverordening atau Suspension of Payment menurut istilah dalam bahasa Inggris). PKPU diatur dalam Bab ketiga Pasal 222 sampai dengan Pasal 294 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Tujuan pengajuan PKPU menurut Pasal 222 ayat (2) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang adalah untuk mengajukan rencana perdamaian yang meliputi tawaran pembayaran sebagian atau seluruh utang kepada kreditor. Menurut Penjelasan Pasal 222 ayat (2) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, yang dimaksud dengan kreditor adalah baik kreditor konkuren maupun kreditor yang didahulukan. Cara yang kedua yang dapat ditempuh oleh debitor agar harta kekayaannya terhindar dari likuidasi adalah mengadakan perdamaian antara
2
debitor dengan para kreditornya setelah debitor dinyatakan pailit oleh pengadilan.3 Pelaksanaan restrukturisasi utang melalui mekanisme pengajuan penundaan kewajiban pembayaran utang merupakan cara yang ditempuh oleh PT Saphir Yogya Super Mall selaku perusahaan debitor untuk melunasi tagihan utang-utangnya yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih kepada para kreditornya. Berdasarkan Akta Perjanjian Kredit Nomor 23 tanggal 9 Desember 2004 dan Akta Perubahan dan akta Pengakuan Utang Nomor 36 dan 37 tanggal 27 Februari 2006 serta Akta Perubahan dan akta Pengakuan Hutang Nomor 48 dan 49 tanggal 29 September 2006 yang dibuat dihadapan notaris, debitor sebagai pemohon PKPU menerima fasilitas pinjaman dengan total sebesar Rp. 75.000.000.000,(tujuh puluh lima
milyar rupiah) kepada PT Bank Bukopin Tbk. Pinjaman
tersebut telah jatuh waktu dan dapat ditagih. Selain itu debitor juga memiliki utang kepada kreditor lainnya yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih. Utang atau kewajiban PT Saphir Yogya Super Mall selaku debitor sekaligus berkedudukan sebagai pihak pemohon PKPU kepada para kreditornya adalah utang yang timbul karena perjanjian dan wajib dipenuhi oleh debitor.4
3
Sutan Remy Sjahdeini, Hukum Kepailitan: Memahami Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan, Ctk. Ketiga, Pustaka Utama Grafiti, Jakarta, 2009, hlm. 328. 4 Pasal 1 angka 6 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang menentukan bahwa utang adalah kewajiban yang dinyatakan atau dapat dinyatakan dalam uang baik dalam mata uang Indonesia maupun mata uang asing, baik secara langsung maupun yang akan timbul di kemudian hari atau kontinjen, yang timbul karena perjanjian atau undang-undang dan yang wajib dipenuhi oleh debitor dan bila tidak dipenuhi memberi hak kepada kreditor untuk mendapat pemenuhannya dari harta kekayaan debitor.
3
Berdasarkan uraian di atas jelas PT Saphir Yogya Super Mall mempunyai utang kepada PT Bank Bukopin Tbk dan kepada kreditor lainnya, dan utang tersebut telah jatuh waktu dan dapat ditagih. PT Saphir Yogya Super Mall sebagai perusahaan debitor mempunyai hak untuk mengajukan permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang ke pengadilan. Adapun mengenai syarat bagi debitor untuk dapat mengajukan PKPU menurut Pasal 222 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, yaitu: (1) (2)
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang diajukan oleh Debitor yang mempunyai lebih dari 1 (satu) Kreditor atau oleh Kreditor. Debitor yang tidak dapat atau memperkirakan tidak akan dapat melanjutkan membayar utang-utangnya yang sudah jatuh waktu dan dapat ditagih, dapat memohon penundaan kewajiban pembayaran utang, dengan maksud untuk mengajukan rencana perdamaian yang meliputi tawaran pembayaran sebagian atau seluruh utang kepada Kreditor. Sebagaimana telah dikemukakan di atas, upaya yang dapat dilakukan
oleh debitor untuk dapat menghindari kepailitan adalah dengan melakukan upaya yang disebut Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang atau PKPU. Dasar pemikiran PKPU adalah pemberian kesempatan kepada debitor untuk melakukan restrukturisasi utang-utangnya yang dapat meliputi pembayaran seluruh atau sebagian utang kepada kreditor konkuren. Jika hal tersebut dapat terlaksana
4
dengan baik, pada akhirnya debitor dapat memenuhi kewajiban-kewajibannya dan meneruskan usahanya.5 Penundaan kewajiban pembayaran utang tidak dimaksudkan untuk kepentingan debitor saja, melainkan juga untuk kepentingan para kreditornya, khususnya kreditor konkuren. Selain bertujuan agar debitor yang bersangkutan mempunyai kesempatan untuk mengajukan rencana perdamaian yang meliputi tawaran untuk melaksanakan pembayaran baik secara keseluruhan maupun sebagian
utangnya
maupun
penjadwalan
kembali
utang-utangnya
atau
merestrukturisasi utang-utangnya, PKPU juga bertujuan menjaga jangan sampai sebuah perusahaan debitor yang karena suatu keadaan semisal keadaan likuid dan sulit memperoleh kredit, dinyatakan pailit, sedangkan bila debitor diberi waktu maka besar harapannya dapat melunasi utang-utangnya. Karena itu, dengan memberi waktu dan kesempatan kepada debitor, diharapkan melalui reorganisasi usaha debitor dan atau restrukturisasi utang-utangnya, debitor dapat melanjutkan usahanya dan dengan demikian membayar lunas utang-utangnya.6 Debitor yang mempunyai lebih dari 1 (satu) kreditor serta tidak dapat atau memperkirakan tidak akan dapat melanjutkan membayar utang-utangnya yang sudah jatuh waktu dan dapat ditagih, dapat mengajukan permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang sementara selama 45 (empat puluh lima) hari ke
5
Rudy A. Lontoh, Penyelesaian Utang Piutang melalui Pailit atau Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Alumni, Bandung, 2001, hlm. 173. 6 Ibid, hlm 131.
5
pengadilan dengan maksud untuk mengajukan rencana perdamaian yang meliputi tawaran pembayaran sebagian atau seluruh utang kepada kreditor. Atas dasar hak PT Saphir Yogya Super Mall sebagai debitor untuk mengajukan permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang di atas dalam rangka merestrukturisasi utang-utangnya, maka penulis tertarik untuk mengangkat masalah restrukturisasi utang perusahaan melalui penundaan kewajiban pembayaran utang dengan judul “Restrukturisasi Utang Perusahaan Melalui Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (Studi Kasus PT Saphir Yogya Super Mall).”
B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas maka dapatlah dirumuskan permasalahan sebagai berikut: 1. Bagaimana pelaksanaan restrukturisasi utang perusahaan melalui penundaan kewajiban pembayaran utang (pada kasus PT. Saphir Yogya Super Mall) ? 2. Apa akibat hukum yang timbul dengan adanya penundaan penundaan kewajiban pembayaran utang (pada kasus PT. Saphir Yogya Super Mall) ?
C. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian yang dilakukan oleh penulis adalah:
6
1. Untuk mengkaji pelaksanaan restrukturisasi utang perusahaan melalui penundaan kewajiban pembayaran utang (pada kasus PT. Saphir Yogya Super Mall). 2. Untuk memahami akibat hukum yang timbul dengan adanya penundaan kewajiban pembayaran utang (pada kasus PT. Saphir Yogya Super Mall).
D. Tinjauan Pustaka Salah satu cara yang disediakan oleh Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, agar debitor terhindar dari ancaman harta kekayaannya dilikuidasi ketika debitor telah atau akan berada dalam keadaan insolven dalam rangka merestrukturisasi utangutangnya adalah dengan mengajukan penundaan kewajiban pembayaran utang atau disingkat PKPU. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UUK-PKPU) merupakan revisi terhadap peraturan yang lama yaitu Peraturan Pemerintah Pengganti UndangUndang (Perppu) Nomor 1 Tahun 1998 yang kemudian diundangkan berdasarkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998 tentang Kepailitan (UUK). Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 1998 merupakan “revisi” atas Peraturan Kepailitan (Faillissementsverordening) yang
7
telah ada yaitu Staatsblad Tahun 1905 Nomor 217 juncto Staatsblad Tahun 1906 Nomor 348.7 Tujuan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Pengganti UndangUndang yang selanjutnya disahkan menjadi Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998 tentang Kepailitan saat itu adalah untuk menyelesaikan utang dunia usaha dalam upaya pemulihan kegiatan usaha dan perkembangan perekonomian nasional, serta menciptakan kepastian hukum bagi kepentingan dunia usaha dalam mengatasi persoalan yang mendesak yaitu penyelesaian utang-piutang secara adil, cepat, terbuka, dan efektif. Dalam hubungan utang piutang, terutama terdapat dua pihak yaitu kreditor dan debitor. Kreditor adalah “orang yang mempunyai piutang karena perjanjian atau undang-undang yang pelunasannya dapat ditagih di muka pengadilan.”8 Sedangkan debitor adalah “orang yang mempunyai utang karena perjanjian atau undang-undang yang pelunasannya dapat ditagih di muka pengadilan.”9 Selanjutnya pengertian utang adalah: “kewajiban yang dinyatakan atau dapat dinyatakan dalam uang baik dalam mata uang Indonesia maupun mata uang asing, baik secara langsung maupun yang akan timbul di kemudian hari atau kontijen, yang timbul karena perjanjian atau undang-undang dan yang wajib dipenuhi 7
Man S. Sastrawidjaja, Hukum Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Ctk. Pertama, Alumni, Bandung, 2006, hlm. 7. 8 Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran. 9 Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran.
8
oleh debitor dan bila tidak dipenuhi memberi hak kepada kreditor untuk mendapat pemenuhannya dari harta kekayaan debitor.”10 Utang yang jatuh tempo dan dapat ditagih adalah kewajiban yang telah jatuh waktu yang memberikan hak bagi kreditor untuk menagihnya. 11 Utang harta pailit adalah utang-utang, yang memberikan tanggung jawab segera terhadap harta pailit dan yang harus, jika itu terjadi atas beban kurator yang bertindak dalam kapasitasnya, dibayar dengan segera dari harta pailit tanpa diperlukan verifikasi untuk itu.12 Pengajuan permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang dapat dilakukan baik oleh debitor maupun oleh kreditor. Debitor dapat mengajukan permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang hanya apabila debitor mempunyai lebih dari satu kreditor.13 Selain itu, syarat lain bagi debitor agar dapat mengajukan permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang, yaitu apabila debitor juga sudah dalam keadaan tidak dapat atau memperkirakan tidak akan dapat melanjutkan membayar utang-utangnya.yang sudah jatuh waktu dan dapat ditagih.14
10
Pasal 1 angka 6 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang 11 Siti Anisah, Perlindungan Kepentingan Kreditor dan Debitor dalam Hukum Kepailitan di Indonesia, ctk. Kedua, Total Media, Yogyakarta, 2008, hlm. 34. 12 J.B. Huizink, Alih Bahasa Linus Doludjawa, Insolventie, Pusat Fakultas Hukum Universitas Indonesia Studi Hukum Ekonomi, Jakarta, 2004, hlm. 81. 13 Pasal 222 ayat (1) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. 14 Pasal 222 ayat (2) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.
9
Penundaan kewajiban pembayaran utang tersebut harus diajukan oleh debitor sebelum ada putusan pernyataan pailit. Apabila putusan pernyataan pailit sudah diucapkan oleh hakim terhadap debitor tersebut, debitor tidak dapat lagi mengajukan permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang.15 Kreditor yang dapat mengajukan permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang adalah baik kreditor konkuren maupun kreditor yang didahulukan.16 Kreditor konkuren adalah kreditor yang tidak memiliki hak jaminan atau agunan atas harta debitor sebagai jaminan pelunasan utang.17 Sementara itu, kreditor yang didahulukan pelunasan piutangnya adalah kreditor pemegang hak jaminan dan kreditor istimewa. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang menentukan tidak semua debitor dapat mengajukan sendiri permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang. Dalam hal debitor adalah bank, perusahaan efek, bursa efek, lembaga kliring dan penjaminan, lembaga penyimpanan dan penyelesaian, perusahaan asuransi, perusahaan re-asuransi, dana pensiun, dan badan usaha milik negara yang bergerak di bidang kepentingan publik maka yang dapat mengajukan permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang yaitu Bank Indonesia dalam hal debitor
15
Man S. Sastrawidjaja, op.cit., hlm.202. Penjelasan Pasal 222 ayat (2) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. 17 http://hukumpedia.com/index.php?title=Kreditor_konkuren, diakses 20 Juni 2010, pukul 20.00 WIB. 16
10
adalah bank, Badan Pengawas Pasar Modal dalam hal debitor adalah perusahaan efek, bursa efek, lembaga kliring dan penjaminan, lembaga penyimpanan dan penyelesaian,18 dan Menteri Keuangan dalam hal debitor adalah perusahaan asuransi, perusahaan re-asuransi dan dana pensiun, dan badan usaha milik negara yang bergerak di bidang kepentingan publik. Dalam
proses
PKPU,
sebelum
pengadilan
memutuskan
untuk
mengadakan pemberian PKPU tetap, baik debitor maupun kreditor dapat mengajukan untuk diberikan putusan PKPU sementara.19 Dalam hal permohonan diajukan oleh debitor, pengadilan dalam waktu paling lambat 3 (tiga) hari sejak tanggal didaftarkannya permohonan harus mengabulkan penundaan kewajiban pembayaran utang sementara dan harus menunjuk seorang hakim pengawas dari hakim pengadilan serta mengangkat 1 (satu) atau lebih pengurus yang bersama dengan debitor mengurus harta debitor.20 Tugas hakim pengawas dalam
18
Lihat Surat Keputusan Menteri Keuangan Nomor 606/KMK.01/2005 tanggal 30 Desember 2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan, maka organisasi Badan Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM) dan Direktorat Jenderal Lembaga Keuangan telah dilebur menjadi BAPEPAM LK. Dengan demikian berarti yang berhak memohonkan PKPU (dan kepailitan) terhadap adalah perusahaan efek, bursa efek, lembaga kliring dan penjaminan, lembaga penyimpanan dan penyelesaian, perusahaan asuransi, perusahaan re-asuransi dan dana pensiun adalah BAPEPAM LK. Gunawan Widjaja Risiko Hukum dan Bisnis Perusahaan Pailit, ctk. Pertama, Forum Sahabat, Jakarta, 2009, hlm. 152. 19 Pengadilan menurut Pasal 1 angka 7 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang adalah Pengadilan Niaga dalam lingkungan peradilan umum. 20 Pasal 225 ayat (2) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.
11
penundaan kewajiban pembayaran utang mirip dengan tugas hakim pengawas dalam kepailitan.21 Pengurus yang diangkat harus independen dan tidak memiliki benturan kepentingan dengan debitor atau kreditor. Sejak diangkatnya seorang atau lebih pengurus, maka serta-merta kekayaan debitor berada di bawah pengawasan pengurus. Jangka waktu PKPU tetap yang diputuskan oleh pengadilan niaga berikut perpanjangannya tidak boleh melebihi 270 (dua ratus tujuh puluh) hari terhitung sejak putusan PKPU sementara diucapkan. Pihak yang berhak untuk menentukan apakah kepada debitor akan diberikan PKPU tetap adalah kreditor konkuren, sedangkan pengadilan hanya berwenang menetapkannya berdasarkan persetujuan kreditor konkuren.22 Pada umumnya permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang yang diajukan oleh debitor selalu diikuti dengan rencana perdamaian yang diajukan oleh debitor sendiri. Rencana perdamaian tersebut adalah suatu tahap final dan sangat penting dalam proses penundaan kewajiban pembayaran utang, sebab apabila rencana perdamaian tersebut tidak selesai dan dapat diterima oleh
21
Sutan Remy Sjahdeini, op. cit., hlm. 344. Penjelasan Pasal 228 ayat (6) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. 22
12
para kreditor, maka perusahaan debitor yang mengajukan rencana perdamaian tersebut menjadi pailit.23 Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya bahwa terhadap rencana perdamaian, pengadilan niaga hanya mengesahkan atau melakukan konfirmasi saja terhadap hasil kesepakatan antara debitor dan para kreditornya. Dengan kata lain, kelayakan isi rencana perdamaian tersebut sepenuhnya diserahkan kepada para pihak sendiri, yaitu debitor dan para kreditornya. Rencana perdamaian haruslah disusun sedemikian rupa oleh debitor sehingga para kreditornya akan bersedia menerima rencana perdamaian itu. Rencana perdamaian yang diajukan oleh debitor tersebut meliputi tawaran untuk melaksanakan pembayaran baik secara keseluruhan maupun sebagian utangnya maupun penjadwalan kembali utang-utangnya atau merestrukturisasi utangutangnya.24 Program-program restrukturisasi utang biasanya terdiri dari:25 1. Moratorium, yakni penundaan pembayaran yang sudah jatuh tempo. 2. Haircut, yang tidak lain merupakan pemotongan atau pengurangan pokok pinjaman dan bunga. 3. Pengurangan tingkat suku bunga.
23
Darminto Hartono, Economic Analysis of Law Atas Putusan PKPU Tetap, Ctk. Pertama, Lembaga Studi Hukum dan Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta, 2009, hlm. 67. 24 Sutan Remy Sjahdeini, op. cit., hlm. 329. 25 Munir Fuady, Hukum Pailit dalam Teori dan Praktek, Ctk. Ketiga, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2005, hlm. 200.
13
4. Perpanjangan jangka waktu pelunasan. 5. Konversi utang menjadi saham (convert debt to equity). 6. Debt forgiveness (pembebasan utang). 7. Bailout, yakni pengambilalihan utang-utang, misalnya pengambilalihan utangutang swasta oleh pemerintah. 8. Write-off, yakni penghapusbukuan utang-utang. Rencana perdamaian dalam PKPU dapat diterima apabila:26 1. Disetujui oleh lebih dari ½ (satu perdua) jumlah kreditor konkuren yang haknya diakui atau sementara diakui yang hadir pada rapat kreditor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 268 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, termasuk kreditor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 280 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, yang bersama-sama mewakili paling sedikit 2/3 (dua pertiga) bagian dari seluruh tagihan yang diakui atau sementara diakui dari kreditor konkuren atau kuasanya yang hadir dalam rapat tersebut; dan 2. Disetujui oleh lebih dari ½ (satu perdua) jumlah kreditor yang piutangnya dijamin dengan gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan, hipotek, atau hak agunan, atas kebendaan lainnya yang hadir dan mewakili paling sedikit 2/3
26
Gunawan Widjaja, op. cit., hlm. 174. Lihat Pasal 281 ayat (1) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.
14
(dua pertiga) bagian dari seluruh tagihan dari kreditor tersebut atau kuasanya yang hadir dalam rapat tersebut. Persyaratan jumlah suara untuk menerima rencana perdamaian dalam kerangka penundaan kewajiban pembayaran utang tersebut sama dengan persetujuan penundaan kewajiban pembayaran utang tetap. Putusan pengesahan perjanjian perdamaian yang telah dijatuhkan oleh pengadilan dan memperoleh kekuatan hukum tetap mengikat terhadap semua kreditor kecuali kreditor yang tidak menyetujui rencana perdamaian tersebut. Dalam hal kreditor separatis yang tidak menyetujui rencana perdamaian diberikan kompensasi sebesar nilai terendah diantara nilai jaminan atau nilai aktual pinjaman yang secara langsung dijamin dengan hak agunan atas kebendaan.27 Yang dimaksud dengan “nilai jaminan” adalah nilai jaminan yang dapat dipilih di antara nilai jaminan yang telah ditentukan dalam dokumen jaminan atau nilai objek jaminan yang ditentukan oleh penilai yang ditunjuk oleh hakim pengawas.28 Setelah putusan pengesahan perjanjian perdamaian antara perusahaan debitor dengan para kreditornya memperoleh kekuatan hukum tetap, maka demi hukum PKPU berakhir dan debitor dapat segera memulai proses pelunasan utang-utangnya.
27
Ibid., hlm. 175. Penjelasan Pasal 281 ayat (2) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang 28
15
E. Metode Penelitian 1. Fokus Penelitian Fokus penelitian adalah: a. pelaksanaan
restrukturisasi
utang
perusahaan
melalui
penundaan
kewajiban pembayaran utang (pada kasus PT. Saphir Yogya Super Mall) b. akibat hukum yang timbul dengan adanya penundaan kewajiban pembayaran utang (pada kasus PT. Saphir Yogya Super Mall) 2. Bahan Hukum Bahan hukum yang digunakan dalam penelitian adalah: a. Bahan hukum primer, yaitu bahan yang bersifat mengikat, terdiri dari: 1)
Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.
2)
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
3)
Putusan No. 02/PKPU/2009/PN.Niaga Smg jo No.13/Pailit/2009/PN. Niaga Smg.
b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang bersifat menjelaskan terhadap bahan hukum primer berupa literatur, jurnal, serta hasil penelitian terdahulu. c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder berupa kamus, berita, majalah, dan surat kabar, termasuk bahan dari internet.
16
3. Cara Pengumpulan Bahan Hukum a. Studi pustaka, yakni dengan mengkaji berbagai peraturan perundang– undangan atau literatur yang berhubungan dengan masalah penelitian. b. Studi dokumen, yakni dengan mengkaji berbagai dokumen resmi institusional yang berupa putusan sidang dan dokumen lain yang diperlukan. 4. Metode Pendekatan Dalam penelitian ini digunakan metode pendekatan yuridis normatif untuk menganalisis bahan yang diperoleh, yaitu metode yang meninjau dan membahas masalah penelitian dengan menitikberatkan pada segi-segi hukum atau peraturan perundang-undangan yang berlaku.29 5. Analisis Bahan Hukum Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif, yaitu dengan membahas dan menganalisis bahan hukum yang diperoleh yang berhubungan dengan fokus yang diteliti dan disajikan dalam bentuk deskriptif.30 Bahan hukum dianalisis dengan menggunakan metode deskriptif kuantitatif, yaitu mengambarkan suatu keadaan dari suatu peristiwa yang diperoleh dari penelitian kemudian disesuaikan dengan hukum atau peraturan yang ada kaitannya dengan fokus penelitian.
29 30
Soejono Soekanto, Metode Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, 1984, hlm 106. Ibid., hlm 92.
17
F. Kerangka Skripsi Bab I pendahuluan. Bab ini berisi tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, tinjauan pustaka, metode penelitian, sistematika penulisan. Bab II adalah tinjauan umum penundaan kewajiban pembayaran utang. Bab ini berisi tentang pengertian dan tujuan penundaan kewajiban pembayaran utang, syarat-syarat pengajuan penundaan kewajiban pembayaran utang, akibat hukum penundaan kewajiban pembayaran utang bagi kreditor dan debitor. Bab III adalah restrukturisasi utang perusahaan melalui penundaan kewajiban pembayaran utang. Bab ini menguraikan pelaksanaan restrukturisasi utang perusahaan melalui penundaan kewajiban pembayaran utang. Pembahasan selanjutnya adalah akibat hukum yang timbul dengan adanya penundaan kewajiban pembayaran utang. Bab IV adalah penutup. Bab ini berisi tentang kesimpulan dari pembahasan dan saran yang diharapkan dapat berguna dalam penerapan restrukturisasi utang perusahaan melalui penundaan kewajiban pembayaran utang.
18