BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah Kewajiban setiap warga negara adalah untuk membela dan menjunjung
tinggi harkat dan martabat negerinya. Salah satu wujud membela negara yang dapat dilakukan oleh setiap warga negara yaitu dengan membayar pajak. Sesuai dengan pasal 1 ayat 1 UU KUP No.28 tahun 2007, bahwa “Pajak merupakan kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapat timbal balik secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesarbesarnya kemakmuran rakyat”. Oleh negara, pajak digunakan untuk membiayai pelayanan publik dan pembangunan seperti jalan, jembatan dan fasilitas umum lainnya sampai belanja untuk alat pertahanan negara. Demi terlaksananya pembangunan, rakyat diwajibkan membayarkan pajak yang dipilah-pilah khusus sesuai dengan tanggungannya masing-masing. Kondisi perpajakan di Indonesia, adalah pada saat ini pajak menyumbang 75% porsi penerimaan negara. Sejak tahun 2005 Wajib Pajak yang memiliki NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak) baru sekitar 7 juta orang. Bandingkan dengan jumlah penduduknya yang mencapai 230 juta orang, itu artinya baru 3% penduduk Indonesia yang memiliki kesadaran membayar pajak. Dari jumlah itu mungkin yang benar-benar melaporkan pajaknya dengan jujur dan sesuai dengan
1
kenyataannya hanya 50% nya saja. Jadi hanya 1,5% penduduk Indonesia yang memang benar-benar sadar akan kepentingan pajak bagi negara (Juliyantin, 2009). Langkah pemerintah untuk meningkatkan penerimaan dari sektor perpajakan dimulai dengan melakukan reformasi perpajakan secara menyeluruh pada tahun 1983, dan mengganti official assessment system menjadi self assessment system. Self assessment system menuntut adanya peran aktif dari masyarakat dalam pemenuhan kewajiban perpajakannya seperti menghitung, memperhitungkan, membayar, dan melaporkan sendiri jumlah pajak terutangnya kepada Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Darmayanti (2004) dalam Elia Mustikasari (2007) menyatakan penerapan self assesment system akan efektif apabila kondisi kepatuhan sukarela (voluntary compliance) pada masyarakat telah terbentuk. Kenyataan yang ada di Indonesia menunjukkan tingkat kepatuhan masih rendah, hal ini bisa dilihat dari belum optimalnya penerimaan pajak yang tercermin dari tax gap dan tax ratio. Tax ratio Indonesia paling rendah di kawasan ASEAN yaitu hanya rata-rata sebesar 12,2 - 13,5 % untuk tahun 2001 – 2006 (Berita Pajak, 1 September 2005 dalam Elia Mustikasari (2007)). Sementara itu, tax ratio negara-negara ASEAN sebesar: Malaysia (20,17%), Singapura (21,4%), Brunai (18,8%), dan Thailand (17,28%). Angka tax gap yang signifikan dan tax ratio yang masih rendah ini menunjukkan usaha memungut pajak (tax effort) Indonesia rendah (Gunadi dalam Elia Mustikasari (2007)). Zainie (2001) dalam Yadnyana (2010) menyebutkan bahwa faktor yang menyebabkan rendahnya tax ratio adalah rendahnya pendapatan perkapita, masih rendahnya tingkat kepatuhan
2
wajib pajak (kesadaran masyarakat akan kewajiban perpajakan masih sangat rendah), belum transparannya laporan peredaran usaha dan penghasilan wajib pajak, dan belum maksimalnya tingkat efisiensi administrasi perpajakan. Kepatuhan Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajiban di bidang perpajakan akan sangat mendorong peningkatan penerimaan negara dari sektor pajak baik secara langsung maupun tak langsung. Kepatuhan Wajib Pajak dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah kesadaran Wajib Pajak. Kesadaran Wajib Pajak dapat dilihat dari kesungguhan dan keinginan Wajib Pajak untuk memenuhi kewajiban pajaknya yang ditunjukkan dalam pemahaman Wajib Pajak terhadap fungsi pajak dan kesungguhan Wajib Pajak dalam membayar dan melaporkan pajaknya. Ketidakmampuan Wajib Pajak terhadap berbagai fungsi dan ketentuan perpajakan yang ada dapat menjadikan Wajib Pajak tidak memiliki kesadaran pentingnya membayar dan melaporkan pajak. Dengan meningkatnya pengetahuan perpajakan masyarakat melalui pendidikan perpajakan baik formal maupun non formal akan berdampak positif terhadap kesadaran Wajib Pajak untuk membayar pajak (Suryadi, 2006:108). Tinggi rendahnya tingkat kepatuhan Wajib Pajak juga dipengaruhi oleh kualitas pelayanan yang diberikan kepada Wajib Pajak. Untuk meningkatkan pelayanan tersebut DJP melakukan modernisasi perpajakan di KPP Pratama Denpasar Barat. Modernisasi ini dilakukan dengan menyediakan sarana, prasarana maupun sistem informasi baru agar kualitas pelayanan kepada masyarakat lebih baik. Perubahan yang paling utama dari modernisasi ini adalah pembentukan perilaku pegawai yang berdasarkan prinsip budaya kerja dengan rambu-rambu
3
kode etik pegawai, yang siap melayani masyarakat selaku Wajib Pajak. Jamaluddin dalam Gunawan Setiyaji (2005:9) menyebutkan bahwa kepatuhan masyarakat untuk membayar pajak dapat ditingkatkan apabila seluruh aparat pemerintah meningkatkan dan memperbaiki mutu pelayanan. Karanta et. al 2000 dalam Suryadi (2006:107) menyatakan bahwa kualitas aparat (SDM) perpajakan dalam memberikan pelayanan kepada Wajib Pajak merupakan hal yang penting. Variabel lain yang menentukan tinggi rendahnya tingkat kepatuhan wajib pajak dalam rangka pemenuhan kewajiban pajak adalah jumlah biaya-biaya yang harus dikeluarkan oleh Wajib Pajak diluar pajak terutang atau yang sering disebut dengan compliance cost (Ardinur, 2005:2). Idealnya, biaya-biaya yang harus dikeluarkan oleh Wajib Pajak dalam rangka pemenuhan kewajiban pajak tersebut tidak memberatkan dan menghambat Wajib Pajak dalam melakukan pemenuhan kewajiban pajaknya. Cedric Sandford dalam Ardinur (2005:3) membagi compliance cost dalam tiga jenis biaya, yakni direct money cost, time cost, dan psychic atau psychological cost. Menurut Sandford, direct money cost adalah biaya-biaya cash money (uang tunai) yang dikeluarkan Wajib Pajak dalam rangka pemenuhan kewajiban pajak, seperti pembayaran kepada konsultan pajak dan biaya perjalanan ke bank untuk melakukan penyetoran pajak; Time cost adalah waktu yang terpakai oleh Wajib Pajak dalam melakukan pemenuhan kewajiban pajak, antara lain waktu yang digunakan untuk membaca formulir surat pemberitahuan pajak (SPT) dan buku petunjuknya, waktu yang digunakan untuk berkonsultasi dengan akuntan atau konsultan pajak dalam mengisi SPT, dan waktu yang digunakan untuk pergi dan pulang ke kantor pajak; Sedangkan,
4
psychic cost adalah rasa stress dan berbagai rasa takut atau cemas karena melakukan tax evasion. Kantor Pelayanan Pajak Pratama Denpasar Barat merupakan instansi vertikal yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Kepala Kantor Direktorat Jendral Pajak Wilayah Bali. Fungsi dari kantor pelayanan pajak yaitu melakukan pengumpulan dan pengolahan data, penyajian informasi perpajakan, pengamatan potensi perpajakan dan efektivitas wajib pajak, penelitian dan penatausahaan surat pemberitahuan pajak tahunan, surat pemberitahuan pajak masa serta berkas wajib pajak, penerimaan pajak, penagihan, pemeriksaan, penerapan sanksi perpajakan dan pelaksanaan administrasi kantor pelayanan pajak. Dengan demikian kantor pelayanan pajak mempunyai peranan yang sangat penting dalam pelaksanaan administrasi perpajakan nasional. Pada KPP Pratama Denpasar Barat gambaran jumlah Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Wajib Pajak orang pribadi yang masuk disajikan pada Tabel 1.1
Tabel 1.1 Laporan SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Orang Pribadi yang masuk dari Tahun 2005-2008 Uraian
Tahun 2005
2006
2007
WP Orang Pribadi : WP Efektif 15.496 16.817 WP Non Efektif 807 813 SPT Masuk 6.259 6.989 SPT Tidak Masuk 9.237 9.828 Kepatuhan (%) 40,39 41,56 Sumber : KPP Pratama Denpasar Barat, 2010 (data diolah)
5
34.383 1.169 12.892 21.491 37,50
2008 48.472 1.275 26.827 21.645 55,35
Berdasarkan Tabel 1.1 dapat dilihat jumlah Wajib Pajak Orang Pribadi (WPOP) yang terdaftar mengalami peningkatan dari tahun ketahun. Persentase tingkat kepatuhan dari tahun ke tahun cenderung mengalami peningkatan terlihat dari peningkatan antara jumlah SPT yang dilaporkan dengan jumlah Wajib Pajak yang terdaftar. Persentase tingkat kepatuhan yang dimaksud adalah jumlah SPT Tahunan yang masuk tahun bersangkutan dibandingkan dengan jumlah Wajib Pajak yang efektif. Pada tahun 2005 tingkat kepatuhan pelaporan WPOP sebesar 40,39%, dan di tahun 2006 mengalami peningkatan menjadi 41,56%. Sedangkan ditahun 2007 mengalami penurunan menjadi 37,50%, dan di tahun 2008 kembali mengalami peningkatan menjadi 55,35%. Tingkat kepatuhan wajib pajak di KPP Pratama Denpasar Barat ini menunjukkan peningkatan yang baik walaupun persentase tingkat kepatuhan yang ditunjukan masih rendah. Untuk itu dalam penelitian ini perlu dikaji lebih dalam faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kepatuhan wajib pajak di KPP Pratama Denpasar Barat. Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka pokok permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah “Apakah kesadaran Wajib Pajak, kualitas pelayanan, dan biaya kepatuhan pajak berpengaruh pada kepatuhan pelaporan Wajib Pajak Orang Pribadi di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Denpasar Barat?”
1.2
Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1.2.1 Tujuan Penelitian Sesuai dengan pokok permasalahan diatas, maka yang menjadi tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah kesadaran Wajib Pajak, kualitas
6
pelayanan, dan biaya kepatuhan pajak berpengaruh pada kepatuhan pelaporan Wajib Pajak orang pribadi di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Denpasar Barat.
1.2.2 Kegunaan Penelitian Dari tujuan penelitian yang telah disampaikan di atas maka diharapkan penelitian ini dapat memberikan manfaat dan kegunaan sebagai berikut. 1) Kegunaan Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan wawasan yang lebih luas, serta referensi di lingkungan akademis serta bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan bermanfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan. 2)
Kegunaan Praktis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dan tambahan referensi kepada aparat kantor pelayanan pajak untuk menelaah lebih lanjut mengenai kesadaran Wajib Pajak, kualitas pelayanan, dan biaya kepatuhan yang dapat mempengaruhi kepatuhan Wajib Pajak orang pribadi, khususnya yang terdaftar di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Denpasar Barat.
1.3
Sistematika Penulisan Secara garis besar, penelitian ini disusun ke dalam lima bab yang
diuraikan sebagai berikut.
7
Bab I
:
Pendahuluan Bab pendahuluan ini menguraikan latar belakang masalah dan pokok permasalahan, tujuan dan kegunaan penelitian serta sistematika penulisan.
Bab II
:
Kajian Pustaka dan Rumusan Hipotesis Bab ini menguraikan landasan teori yang mendukung penelitian, hasil penelitian sebelumnya yang terkait dan digunakan sebagai acuan dengan penelitian yang dilaksanakan sekarang, serta rumusan hipotesis.
Bab III
:
Metode Penelitian Bab ini menguraikan identifikasi variabel, definisi operasional, jenis data, metode pengumpulan data, serta teknik analisis data.
Bab IV
:
Pembahasan Hasil Penelitian Bab ini menguraikan tentang karakteristik populasi, analisis data yang mencangkup hasil perhitungan dan deskripsi hasil penelitian serta pembahasan dari permasalahan yang ada.
Bab V
:
Simpulan dan Saran Bab ini menguraikan simpulan yang diperoleh dari hasil analisis dalam pembahasan, saran-saran yang diberikan sesuai dengan simpulan yang diperoleh dari penelitian serta keterbatasan penelitian.
8