I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Perubahan warna gigi dapat diperbaiki dengan dua cara yaitu dengan pemutihan gigi (bleaching) dan cara restoratif yaitu pembuatan mahkota jaket / pelapisan (veneer). Pemutihan gigi merupakan cara yang lebih konservatif dibanding pembuatan mahkota jaket atau pelapisan karena dilakukan tanpa menghilangkan struktur gigi (Uysal dkk., 2010). Teknik ini memiliki beberapa keuntungan, antara lain lebih baik dari segi estetik, lebih konservatif karena tidak mengambil jaringan keras gigi dan teknik perawatan relatif lebih murah dibandingkan dengan pembuatan mahkota tiruan. Keberhasilan perawatan pemutihan gigi tergantung pada jenis pewarnaan yang terdapat dalam struktur gigi, lokasi dan seberapa dalam kemampuan agen aktif bahan pemutih gigi untuk berpenetrasi ke dalam email dan dentin. Berdasarkan lokasinya, pewarnaan gigi dibagi menjadi pewarnaan intrinsik dan pewarnaan ekstrinsik. Pewarnaan intrinsik terdapat di dalam struktur gigi dan tidak dapat hilang dengan skeling ataupun pemolesan gigi (Roberson dkk., 2006). Pewarnaan intrinsik dapat terjadi sebelum erupsi gigi dan setelah erupsi. Penyebab pewarnaan intrinsik yang terjadi sebelum erupsi gigi adalah (1) kondisi sistemik seperti alkaptonurea, (2) penyakit hematologis (Erythroblastosis foetalis, porfiria kongenital dan anemia sel sabit), (3) defek pada email dan dentin (Amelogenesis imperfekta dan dentinogenesis imperfekta), (4) konsumsi medikasi sistemik (Tetrasiklin) serta (5) paparan fluor yang berlebihan. Pewarnaan intrinsik yang terjadi setelah gigi erupsi adalah perubahan pada pulpa, trauma, karies, bahan 1
restorasi, medikamen endodontik serta usia. Pewarnaan ekstrinsik adalah perubahan warna pada permukaan luar gigi yang dapat hilang hanya dengan menyikat gigi dan skeling. Penyebab pewarnaan ekstrinsik yang sering ditemukan adalah karena adanya plak gigi, makanan dan minuman yang berwarna dan penggunaan tembakau (Garg dan Garg, 2007). Teknik pemutihan gigi dapat diklasifikasikan menurut keadaan gigi (vital atau non vital) dan menurut prosedur yang diberikan (in-office bleaching atau home bleaching). Teknik in office bleaching di antaranya adalah teknik pemutihan gigi secara ektrakoronal untuk gigi vital serta teknik termokatalitik dan walking bleach untuk gigi nonvital (Cavalli dkk., 2009). Sodium perborat merupakan salah satu bahan pemutih gigi yang dilaporkan sangat efektif ketika digunakan untuk pemutihan gigi intrakoronal pada gigi pasca perawatan saluran akar. Beberapa penelitian melaporkan tingkat kesuksesan pemutihan gigi menggunakan sodium perborat mencapai 93% - 100% dengan follow up 1 – 6 tahun, walaupun penelitian lainnya menyebutkan tingkat kesuksesan yang rendah yaitu 50% - 79% (Yoon dkk., 2013). Sodium perborat dapat dikombinasikan dengan hidrogen peroksida 30% atau akuabides ketika digunakan untuk walking bleach. Sodium perborat sebaiknya dikombinasikan dengan akuabides karena dapat mengurangi risiko terjadinya resorpsi eksternal akar pasca pemutihan gigi. Selain itu, kombinasi sodium perborat dan akuades juga memiliki perbedaan kesuksesan yang tidak signifikan dibandingkan kombinasi dengan hidrogen peroksida (Ari dan Ungor, 2002). Efek negatif dari bahan pemutih gigi adalah adanya pelepasan radikal bebas (residu oksigen) yang dapat menyebabkan peningkatan perubahan permeabilitas dentin, penurunan kapasitas adhesi dari bahan restorasi (Pessarello dkk., 2012) dan 2
peningkatan kebocoran mikro pada restorasi resin komposit (Briso dkk., 2013). Residu oksigen ini merupakan elemen kimia yang sangat reaktif yang mengurangi pigmentasi namun juga bereaksi dengan radikal bebas pada bahan resin. Reaksi tersebut dapat menghambat polimerisasi resin sehingga polimer yang dihasilkan merupakan polimer dengan kekuatan mekanis yang rendah (da Silva dkk., 2011; Kunt dkk., 2011; Briso dkk., 2013). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa jumlah residu oksigen pasca pemutihan gigi sebanding dengan penurunan kekuatan adhesif dan panjang resin tag dan lapisan hibrid (Briso dkk., 2013). Proses polimerisasi yang tidak sempurna dapat menyebabkan kegagalan pelekatan (Demarco dkk., 2001). Pasca pemutihan gigi intrakoronal, akses kavitas harus direstorasi kembali dengan bahan tumpatan sewarna gigi seperti resin komposit untuk mencegah kontaminasi ulang dari bakteri dan zat warna yang dapat menyebabkan warna gigi yang telah dilakukan pemutihan berubah kembali (Moosavi dkk., 2010; Park dkk., 2013). Selain itu, pasien seringkali membutuhkan intervensi estetik lanjutan seperti penggantian restorasi lama atau penumpatan resin komposit untuk memperbaiki bentuk atau susunan dari gigi tersebut (Kunt dkk., 2011). Oleh karena itu, setelah dilakukan proses pemutihan gigi, sebaiknya dilakukan penundaan penumpatan resin komposit minimal 24 jam sampai 1 bulan untuk menghilangkan efek radikal bebas dari bahan pemutih pada permukaan gigi (Briso dkk, 2013; Park dkk., 2013). Kebocoran mikro menyebabkan terjadinya diskolorasi marginal, sensitivitas pasca perawatan, karies sekunder dan kerusakan pulpa (Sensi dkk., 2005) karena adanya cairan, asam, enzim, ion dan produk bakteri melalui celah restorasi ke dalam gigi. Selain itu, penutupan koronal yang tidak adekuat dapat menyebabkan 3
pergerakan mikroorganisme dan toksinnya melewati celah mikro melewati rongga antara bahan pengisi saluran akar dan ke jaringan periapikal sehingga menyebabkan kegagalan terapi endodontik (Teixeira dkk., 2003; Turkun dan Turkun, 2004; Park dkk., 2013). Penggunaan agen antioksidan pasca pemutihan gigi merupakan salah satu cara untuk mengurangi waktu penundaan setelah prosedur pemutihan gigi dengan prosedur penumpatan dengan cara menghilangkan oksigen reaktif dari struktur gigi (Bulut dkk., 2005; da Silva dkk., 2011; Park dkk., 2013). Asam askorbat dan garamnya adalah antioksidan yang memiliki kemampuan untuk mengurangi bahan oksidatif terutama radikal bebas melalui reaksi redoks (da Silva dkk., 2011; Kunt dkk., 2011). Faktor-faktor yang berpengaruh untuk meningkatkan kemampuan penutupan tepi resin komposit pasca pemutihan gigi adalah tipe, konsentrasi, bentuk serta durasi aplikasi bahan antioksidan yang digunakan (Briso dkk., 2013). Telah banyak dilakukan penelitian tentang pengaruh aplikasi sodium askorbat terhadap kebocoran mikro restorasi resin komposit pasca pemutihan gigi. Dabas dkk (2011) meneliti perbedaan kekuatan geser resin komposit pasca pemutihan gigi menggunakan karbamid peroksida pada kelompok aplikasi SA 10% dan 20%. Konsentrasi SA 10% merupakan konsentrasi minimum yang efektif yang banyak digunakan pada beberapa penelitian, sedangkan konsentrasi 25% diuji untuk melihat efek dari konsentrasi sodium askorbat yang lebih tinggi terhadap kekuatan bonding resin komposit (Thapa dkk., 2013). Kimyai dkk. (2009) melaporkan bahwa tidak terdapat perbedaan kebocoran mikro yang signifikan di antara gigi pasca pemutihan gigi yang diberi aplikasi sodium askorbat dengan gigi yang tidak dilakukan prosedur pemutihan gigi. Park dkk. (2013) juga meneliti 4
tentang lama aplikasi sodium askorbat 10% pada gigi pasca dilakukan pemutihan gigi intrakoronal menggunakan sodium perborat dan hidrogen peroksida 30%. Pada penelitiannya, Park dkk membutuhkan waktu minimal 3 hari untuk dapat mengembalikan kekuatan adhesif resin komposit pada gigi pasca walking bleach. Dari uraian di atas, masih terdapat kontroversi mengenai konsentrasi dan lama aplikasi yang tepat untuk mengurangi tingkat kebocoran mikro pada restorasi resin komposit pasca pemutihan gigi.
B. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat diajukan permasalahan: 1. Apakah tumpatan resin komposit yang diberi aplikasi SA 25% memiliki tingkat kebocoran mikro yang lebih rendah dibandingkan yang diberi aplikasi SA 10%? 2. Apakah tumpatan resin komposit yang diberi aplikasi SA selama 3 hari memiliki tingkat kebocoran mikro yang lebih rendah dibandingkan yang diberi aplikasi SA 1 hari?
C. Keaslian Penelitian Sepengetahuan penulis, sejauh ini belum ada penelitian mengenai pengaruh konsentrasi dan lama waktu aplikasi sodium askorbat pada kebocoran mikro tumpatan resin komposit pada gigi pasca dilakukan pemutihan gigi intrakoronal menggunakan sodium perborat. Penelitian yang sebelumnya pernah dilakukan yaitu mengenai pengaruh sodium askorbat pernah dilakukan oleh Thapa dkk. (2013) yang membandingkan pengaruh sodium askorbat 10% dan 25% terhadap kekuatan adhesif pada gigi pasca dilakukan pemutihan gigi menggunakan karbamid 5
peroksida 10%. Selain itu, Park dkk. (2013) juga meneliti tentang lama aplikasi sodium askorbat 10% pada gigi pasca dilakukan pemutihan gigi intrakoronal menggunakan sodium perborat dan hidrogen peroksida 30%.
D. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk meneliti pengaruh konsentrasi dan lama aplikasi sodium askorbat terhadap kebocoran mikro tumpatan resin komposit pada gigi pasca walking bleach menggunakan sodium perborat.
E. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang Konservasi Gigi tentang pengaruh konsentrasi dan lama aplikasi sodium askorbat terhadap kebocoran mikro tumpatan resin komposit pada gigi pasca walking bleach menggunakan sodium perborat.
6