1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang beriklim tropis. Masyarakat Indonesia mayoritas mempunyai mata pencaharian di bidang pertanian, terutama bagi masyarakat yang tinggal di wilayah pedesaan. Pekerjaan utama masyarakat adalah petani sehingga seluruh kegiatan sangat tergantung pada alam, dan setiap daerah mempunyai komoditi yang berbeda, tergantung pada kondisi alam meliputi kelembaban, curah hujan, iklim, keadaan tanah maupun volume air. Petani memperoleh pendapatan dari mengolah lahan agar dapat melangsungkan kehidupan. Serta dapat meningkatkan kesejahteraan melalui mata pencaharian sebagai petani. Salah satu komoditi pertanian yang dikembangkan petani yaitu hortikultura. Hortikultura tumbuh dengan baik pada lahan dataran tinggi, meliputi sayur-sayuran dan buah - buahan. Hortikultura merupakan komoditi yang dapat tumbuh dengan baik pada suhu lebih rendah atau pada daerah dataran tinggi. Petani berupaya meningkatkan pendapatan dengan mengusahakan komoditi ini sehingga dapat memenuhi kebutuhan pokoknya. Namun masih ada petani yang belum mampu mencukupi kebutuhan sehingga dapat digolongkan kedalam tingkat pendapatan petani rendah. Hal tersebut terjadi di beberapa daerah di indonesia termasuk Bali. Bali yang terkenal dengan daerah tujuan wisata juga masih terdapat petani dengan pendapatan rendah, terutama petani di daerah pedesaan. Berdasarkan data BPS Bali (2012)
tercatat 168. 800 orang penduduk miskin di Bali, dengan
1
2
sebaran 91.400 orang bermukim di perkotaan dan 77.400 orang di kawasan perdesaan. Mereka yang tergolong masyarakat berpendapatan rendah umumnya menggeluti kegiatan non formal seperti petani, nelayan, pedagang acung, pedagang asongan dan lain-lain. Pemerintah, pihak swasta, termasuk lembaga masyarakat harus melaksanakan berbagai program untuk membantu masyarakat kurang mampu tersebut. Program-program tersebut dapat bersifat perbaikan fisik pemukiman/bangunan ataupun bantuan jangka pendek seperti bantuan langsung tunai atau pembagian sembako sehingga kegiatan tersebut belum
memberi
dampak jangka panjang untuk membantu masyarakat berpendapatan rendah keluar dari lingkaran setan kemiskinan. Kondisi dan permasalahan dalam pembangunan usaha pertanian di perdesaan secara umum dapat digambarkan antara lain (1) belum tergarapnya potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia secara optimal; (2) belum berkembangnya diversifikasi usaha, baik intern sektor pertanian maupun antar sektor pertanian dan sektor lainnya sesuai dengan potensi setiap wilayah; (3) belum terfokus dan terpadunya kegiatan, baik antar subsektor pertanian maupun dengan sektor pendukungnya dan; (4) masih rendahnya insentif berusahatani karena belum diterapkannya rekomendasi teknologi dan sistem usahatani yang terintegrasi, efektif, dan efisien (Wisnuardhana, 2009). Pemerintah berupaya membantu masyarakat berpendapatan rendah keluar dari lingkaran kemiskinan.Upaya pemberdayaan masyarakat mutlak dilakukan, salah satunya
menjadi
melalui Simtem Pertanian Terintregrasi
(SIMANTRI). SIMANTRI dicanangkan sejak tahun 2009 sebagai salah satu
3
program prioritas pemerintah Provinsi Bali dalam mewujudkan Bali organik dan visi Bali Mandara (maju, aman, damai, dan sejahtera) (Wisnuardhana, 2009). Program SIMANTRI diluncurkan pemerintah daerah sebagai koreksi atas kelemahan
kebijakan
pembangunan
pertanian
selama
ini
yang
lebih
mengedepankan pendekatan sektoral. Dalam artian, program pertanian tanaman pangan tidak terkoordinasi dengan program peternakan atau perikanan sehingga pengelolaan sumber daya alam dan juga sumber daya manusia cendrung tidak efisien. Ketidakefisienan tersebut, akibat limbah dari kegiatan yang satu tidak dimanfaatkan untuk kegiatan lain. Misalnya, air kencing sapi terbuang begitu saja, padahal dengan teknologi tepat guna bisa dimanfaatkan sebagai bio urine bagi tanaman hortikultura atau yang lainnya. SIMANTRI merupakan usaha mengintegrasikan seluruh komponen usaha pertanian baik secara horisontal maupun secara vertikal, sehingga tidak ada limbah yang terbuang. Sistem ini sangat ramah lingkungan, mampu memperluas sumber pendapatan petani, dan pengelola usahatani. Pengembangan pertanian
organik
SIMANTRI yang
dilaksanakan
merupakan
sistem
untuk
produksi
mengembangkan pertanian
yang
menghindarkan penggunaan senyawa sintetik baik pupuk kimia zat tumbuh, maupun pestisida. Pertanian organik diterapkan dengan pendekatan pembangunan pertanian berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. SIMANTRI merupakan upaya pemberdayaan masyarakat yang menggunakan pendekatan usaha kelompok yang mendukung usaha budidaya pertanian tanaman pangan, peternakan, hortikultura.
4
Sejak tahun 2009 sampai dengan 2014 Pemerintah Provinsi Bali telah melaksanakan sebanyak 506 gapoktan) SIMANTRI yang tersebar di sembilan kabupaten/kota se-Bali. Adapun sasaran SIMANTRI adalah kelompok masyarakat perdesaan yang mengusahakan lahan pertanian (dalam arti luas) dan perikanan khususnya perikanan darat. Sistem usahatani terintegrasi (integrated farming system atau croplivestock system/CLS) merekomendasikan intensifikasi sistem produksi tanamanternak secara terintegrasi (crop-livestock system), melalui pendaur ulangan hara tanaman dalam bentuk pupuk kandang untuk memelihara kesuburan tanah (Budiasa, 2011). Program SIMANTRI dimaksudkan untuk meningkatkan pola integrasi dan kemitraan, baik internal sektor pertanian, maupun antara sektor pertanian dan sektor non pertanian; memfokuskan kegiatan pada satu kawasan secara terpadu, mewujudkan pembangunan yang ramah lingkungan dalam mendukung Bali organik, adanya aktifitas petani belajar hal baru. Dengan adanya SIMANTRI ini petani dapat memanfaatkan limbah ternak sebagai pupuk sehingga pembelian pupuk kimia bisa dikurangi, sehingga dapat meningkatkan pendapatan petani. Untuk mempertahankan keberlanjutan usahatani campuran antara tanaman ternak dalam kaitan dengan sistem integrasi dalam pertanian perlu diketahui kondisi optimal pelaksanaan integrasi antara tanaman dan ternak. Salah satu kelompok yang menerapkan sistem pertanian terintegrasi antara tanaman hortikultura dengan ternak sapi yaitu gapoktan Budi Luhur. Petani dalam usahanya menerapkan SIMANTRI, maka perlu dilakukan evaluasi apakah petani telah memperoleh pendapatan secara optimal dari integrasi tanaman hortikultura
5
dengan ternak sapi yang telah dilaksakan selama kurang lebih dua tahun terhitung sejak dimulainya program SIMANTRI tahun 2011. 1.2 Rumusan masalah Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut. 1. Bagaimanakah pola integrasi usahatani, ternak dan tanaman pada Simantri 116 di Desa Katung, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli ? 2. Bagaimanakah pendapatan usahatani
pada
SIMANTRI 116 di Desa
Katung, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli ? 3. Bagaimankah pengaruh faktor resiko terhadap keuntungan kotor usahatani pada Simantri 116 di Desa Katung, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli ?
1.3 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui : 1. Pola integrasi tanaman ternak pada Simantri 116 di Desa Katung, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli 2. Pendapatan usahatani
pada
SIMANTRI 116 di Desa Katung, Kecamatan
Kintamani, Kabupaten Bangli. 3. Besarnya faktor resiko usahatani pada Simantri 116 di Desa Katung, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli.
6
1.4 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi: 1. Pemerintah Daerah Bali penelitian
ini memberikan gambaran pendapatan
usahatani lahan kering dalam pengelolaan SIMANTRI untuk menjamin keberlanjutan pertanian agar dapat direkomendasikan kepada petani sebagai arahan untuk melakukan proses produksi tanaman dan ternak secara efisien sehingga komoditas yang dihasilkan mampu bersaing global. 2. Petani dapat meningkatkan ketahanan pangan terutama di level rumah tangga petani karena adanya peningkatan produktifitas tanaman-ternak. 3. Secara akademis dapat memperkaya khasanah ilmu pengetahuan khususnya tentang pola usahatani campuran dengan program Simatri.
7
BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Pola Sistem Pertanian Terintegrasi (SIMANTRI) SIMANTRI adalah upaya terobosan dalam mempercepat adopsi alih teknologi pertanian kepada masyarakat perdesaan. SIMANTRI mengintegrasikan kegiatan sektor pertanian dengan sektor pendukungnya, baik secara vertikal maupun horizontal, sesuai dengan potensi setiap wilayah dengan mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya lokal yang ada. Inovasi teknologi yang diintroduksikan berorientasi untuk menghasilkan produk pertanian organik dengan pendekatan ”pertanian tekno ekologis”. Kegiatan integrasi yang dilaksanakan juga berorientasi pada pengembangan usaha pertanian tanpa limbah (zero waste) dan menghasilkan empat F (food = pangan, feed = pakan,
fertilizer = pupuk, dan
fuel = bahan bakar). Kegiatan utama adalah mengintegrasikan usaha budi daya tanaman dan ternak, yaitu limbah tanaman diolah untuk pakan bermutu (makanan ternak) dan cadangan pakan pada musim kemarau dan limbah ternak (faeces, urine) diolah menjadi biogas, pupuk organik, dan biopestisida (Wisnuardhana, 2009). 2.2 Usahatani Usahatani adalah kegiatan usaha manusia untuk mengusahakan tanahnya dengan
maksud
untuk
memperoleh
hasil
tanaman atau
hewan
tanpa
mengakibatkan berkurangnya kemampuan tanah yang bersangkutan untuk memperoleh hasil selanjutnya (Adiwilaga, 1992). Menurut Mubyarto (1986) dan Soekartawi (1986), biaya usahatani dibedakan menjadi: Biaya tetap (fixed cost): 7
8
biaya yang relatif tetap jumlahnya, dan terus dikeluarkan walaupun produksi yang diperoleh banyak atau sedikit. Yang termasuk biaya tetap adalah sewa tanah, pajak, alat pertanian, dan iuran irigasi; Biaya tidak tetap (variable cost): biaya yang besar kecilnya dipengaruhi oleh produksi yang diperoleh, seperti biaya saprodi (tenaga kerja, pupuk, pestisida, dan bibit). Pendapatan kotor usahatani atau penerimaan usahatani sebagai nilai produksi total usahatani dalam jangka waktu tertentu baik yang dijual maupun yang tidak dijual. Untuk menaksir komoditi atau produk yang tidak dijual, digunakan nilai berdasarkan harga pasar yaitu dengan cara mengalikan produksi dengan harga pasar (Soekartawi,dkk,1986). Soeharjo dan Patong (1973) dan Hernanto (1989) menyatakan penerimaan usahatani dapat berupa: (1) hasil penjualan tanaman, ternak, ikan, atau produk yang akan dijual; (2) produk yang dikonsumsi pengusaha dan keluarganya selama melakukan kegiatan; dan 3) kenaikan nilai investasi. Mubyarto (1986) mengatakan bahwa berusahatani sebagai suatu kegiatan untuk memperoleh produksi di lapangan akan dinilai dari penerimaan yang diperoleh dan biaya yang dikeluarkan. Selisih antara penerimaan yang diperoleh dan biaya yang dikeluarkan merupakan pendapatan usahatani.
2.2.1 Unsur-unsur usahatani Soekartawi (1986) menjelaskan bahwa tersedianya sarana atau faktor produksi (input) belum berarti produktifitas yang diperoleh petani akan tinggi. Namun bagaimana petani melakukan Usahanya secara efisien adalah upaya yang sangat penting. Efisiensi teknis akan tercapai bila petani mampu mengalokasikan faktor produksi sedemikian rupa sehingga produksi tinggi dapat tercapai. Bila petani mendapat keuntungan besar dalam sahataninya dikatakan bahwa alokasi
9
faktor produksi efisien secara alokatif. Cara ini dapat ditempuh dengan membeli faktor produksi pada harga murah dan menjual hasil pada harga relatif tinggi. Bila petani mampu meningkatkan produksinya dengan harga sarana produksi dapat ditekan tetapi harga jual tinggi, maka petani tersebut melakukan efisiensi teknis dan efisiensi harga atau melakukan efisiensi ekonomi (Agustina,2011). 2.2.2 Biaya usahatani Biaya merupakan nilai korbanan yang dikeluarkan untuk memperoleh hasil. Biaya yang dikeluarkan dalam usahatani terdiri dari dua jenis biaya yaitu biaya tunai dan biaya yang diperhitungkan. Biaya dapat dibedakan menjadi biaya jangka pendek dan biaya jangka panjang. Biaya jangka pendek terdiri dari biaya tetap (fixed cost) dan biaya jangka panjang meliputi biaya variabel (Variable cost) Menurut Raharjo, 2006 definisi biaya yaitu : 1.Biaya tetap (Fixed cost) merupakan biaya secara total tidak mengalami perubahan, meskipun ada perubahan volume produksi atau penjualan. Biaya ini tidak tergantung pada besar kecilnya kuantitas produksi yang dihasilkan.yang termasuk biaya tetap gaji yang dibayar tetap, sewa tanah, pajak tanah, alat, mesin, bangunan. 2.Biaya variabel (variable cost) merupakan biaya yang bisa berubah-ubah sesuai dengan perubahan volume produksi. Biaya variabel bisa berubah menurut tingggi rendahnya produksi yang dihasilkan. Meliputi biaya bibit, biaya pupuk, biaya obat-obatan, ongkos tenaga kerja yang harus dibayar berdasarkan volume produksi.
10
2.2.3 Penerimaan usahatani Menurut Rahim dan Diah (2008), penerimaan usahatani adalah perkalian antara produksi yang diperoleh dengan harga jual. Sedangkan menurut Hernanto (1988), menyatakan bahwa penerimaan usahatani adalah penerimaan dari semua usahatani meliputi jumlah penambahan inventaris, nilai penjualan hasil, dan nilai yang dikonsumsi. Penerimaan usahatani merupakan total penerimaan dari kegiatan usahatani yang diterima pada akhir proses produksi. Penerimaan usahatani dapat pula diartikan sebagai keuntungan material yang diperoleh seorang petani atau bentuk imbalan jasa petani maupun keluarganya sebagai pengelola usahatani maupun akibat pemakaian barang modal yang dimilikinya. Penerimaan usahatani dapat dibedakan menjadi dua, yaitu penerimaan bersih usahatani dan penerimaan kotor usahatani (gross income). Penerimaan bersih usahatani merupakan selisih antara penerimaan kotor usahatani dengan pengeluaran total usahatani. Pengeluaran total usahatani adalah nilai semua masukan yang habis terpakai dalam proses produksi, tidak termasuk tenaga kerja dalam keluarga petani. Sedangkan penerimaan kotor usahatani adalah nilai total produksi usahatani dalam jangka waktu tertentu baik yang dijual maupun tidak dijual (Soekartawi,1986) Penerimaan usahatani dipengaruhi oleh produksi fisik yang dihasilkan, dimana produksi fisik adalah hasil fisik yang diperoleh dalam suatu proses produksi dalam kegiatan usahatani selama satu musim tanam. Penerimaan usahatani akan meningkat jika produksi yang dihasilkan bertambah dan sebaliknya akan menurun bila produksi yang dihasilkan berkurang. Disamping itu,
11
bertambah atau berkurangnya produksi juga dipengaruhi oleh tingkat penggunaan input pertanian.
2.2.4 Pendapatan usahatani Pendapatan usahatani adalah total pendapatan bersih yang diperoleh dari seluruh aktivitas usahatani yang merupakan selisih antara total penerimaan dengan total biaya yang dikeluarkan (Hadisapoetra,1979). Menurut Soekartawi (1986) menguraikan dan membagi pendapatan usahatani menjadi dua, yaitu : pendapatan kotor usahatani (gross farm income) dan pendapatan bersih usahatani (net farm income). Pendapatan kotor usahatani yaitu nilai produk total usahatani dalam jangka waktu tertentu yang meliputi seluruh produk yang dihasilkan baik yang (1) dijual, (2) dikonsumsi rumah tangga petani, (3) digunakan dalam usahatani seperti untuk bibit atau makanan ternak, (4) digunakan untuk pembayaran, dan (5) untuk disimpan. Untuk menghitung nilai produk tersebut, harus dikalikan dengan harga pasar yang berlaku, yaitu harga jual bersih ditingkat petani. Sementara pendapatan bersih usahatani adalah selisih antara pendapatan kotor usahatani dengan pengeluaran total usahatani. Pendapatan usahatani dipengaruhi oleh penerimaan usahatani dan biaya produksi. Pendapatan usahatani ditentukan oleh harga jual produk yang diterima ditingkat petani maupun harga-harga faktor produksi yang dikeluarkan petani sebagai biaya produksi. Jika harga produk atau harga faktor produksi berubah, maka pendapatan usahatani juga akan mengalami perubahan.
2.3 Analisis Gross Margin Sebagai pendekatan untuk mencari pendapatan usahatani di tingkat rumah tangga dalam penelitian ini digunakan analisis gross margin. Analisis gross
12
margin merupakan selisih antara total nilai output/total income usahatani dengan total biaya variabel (Ringwood, 1988). Semakin besar nilai gross margin, maka usahatani tersebut dikatakan semakin menguntungkan. Apabila tambahan biaya (marginal cost) lebih kecil dari tambahan nilai produksi (marginal revenue), maka gross margin yang diperoleh petani dari usahataninya dapat meningkat. Jika petani dapat meningkatkan gross margin pada usahataninya secara otomatis profit dari usahatani akan meningkat juga. Besar kecilnya keuntungan yang diterima petani dari usahataninya akan dipengaruhi oleh nilai penerimaan dan biaya usahataninya dalam suatu periode produksi dan jumlah cabang usaha yang dikelola.Untuk analisis pendapatan aktual, digunakan metode analisis gross margin. Analisis pendapatan dihitung dengan rumus: GM = TR – VC Keterangan: GM = Gross margin (Rp) TR = Total Penerimaan (Rp) VC = Variable Cost (Rp)
2.4 Teori Risiko Usahatani Menurut Siregar dalam Soekartawi (1993), risiko dalam pertanian mencakup kemungkinan kerugian dan keuntungan dimana tingkat risiko tersebut ditentukan sebelum suatu tindakan diambil berdasarkan ekspektasi atau perkiraan petani sebagai pengambil keputusan. Risiko dapat menunjukkan kerapatan distribusi probabilitas. Salah satu ukurannya adalah dengan menggunakan deviasi standar yang diberi simbol σ (sigma). Semakin kecil deviasi standar, semakin rapat distribusi probabilitas dengan demikian semakin rendah risikonya. Namun dalam penggunaannya terdapat beberapa masalah ketika deviasi standar
13
digunakan sebagai ukuran risiko. Misalnya jika suatu usahatani memiliki biaya lebih besar, usahatani tersebut dapat secara normal memiliki standar deviasi yang lebih besar tanpa perlu menjadi lebih berisiko. Untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan menghitung ukuran risiko relative dengan membagi deviasi standar dengan nilai rata-ratanya : CV = σ / Y Keterangan : CV = Koefisien variasi σ = Standar deviasi ÿ = Rata- rata pendapatan
Kegiatan pada sektor pertanian yang menyangkut proses produksi selalu dihadapkan dengan situasi risiko (risk) dan ketidakpastian (uncertainty). Risiko adalah peluang terjadinya kemungkinan merugi dapat diketahui terlebih dahulu. Ketidakpastian adalah sesuatu yang tidak bisa diramalkan sebelumnya, dan karenanya peluang terjadinya merugi belum diketahui sebelumnya ( Soekartawi,1986). Sumber ketidakpastian yang penting di sektor pertanian adalah fluktuasi hasil pertanian dan fluktuasi harga. Ketidakpastian hasil pertanian disebabkan oleh faktor alam seperti iklim, hama dan penyakit serta kekeringan. Jadi produksi menjadi gagal dan berpengaruh terhadap keputusan petani untuk berusahatani berikutnya. Selain itu, ketidakpastian harga meyebabkan fluktuasi harga dimana keinginan pedagang memperoleh keuntungan besar dan rantai pemasaran yang panjang sehingga terjadi turun naiknya harga (Soekartawi, 1993).
14
Soekartawi, 1993, menyatakan bahwa sumber penyebab risiko dapat diklasifikasikan sebagai berikut : (1) Risiko Sosial; (2) Risiko Fisik; (3) Risiko Ekonomi. Sedangkan menurut Kadarsan (1993) sumber penyebab risiko adalah : (1) Risiko Produksi; (2) Risiko Harga; (3) Risiko Teknologi; (4) Risiko karena tindakan pihak lain; (5) Risiko Sakit. Menurut Darmawi (1997) risiko dihubungkan dengan kemungkinan terjadinya akibat buruk (kerugian) yang tidak diinginkan atau tidak terduga yang mengacu pada ketidakpastian.
Ketidakpastian merupakan kondisi yang
menyebabkan tumbuhnya risiko. Pengukuran risiko secara statistik dilakukan dengan menggunakan ukuran ragam (variance) atau simpangan baku (standard deviation).
Kedua cara ini
menjelaskan risiko dalam arti kemungkinan penyimpangan pengamatan sebenarnya disekitar nilai rata-rata yang diharapkan. Besarnya keuntungan yang diharapkan (E) menggambarkan jumlah rata-rata keuntungan yang diperoleh petani, sedangkan simpangan baku (V) merupakan besarnya fluktuasi keuntungan yang mungkin diperoleh atau merupakan risiko yang ditanggung petani. Selain itu penentuan batas bawah sangat penting dalam pengambilan keputusan petani untuk mengetahui jumlah hasil terbawah di bawah tingkat hasil yang diharapkan. Batas bawah keuntungan (L) menunjukkan nilai nominal keuntungan terendah yang mungkin diterima oleh petani (Kadarsan, 1993). 2.5 Sistem Usahatani Campuran Sistem usahatani campuran merupakan sistem produksi tanaman dan hewan yang terintegrasi. Budiasa, 2011 mendefinisikan sistem usahatani terpadu sebagai sebuah sistem yang terintegrasi berdasar pendekatan holistik terhadap
15
penggunaan tanah untuk produksi pertanian, yang bertujuan untuk mengurangi penggunaan input luar agribisnis (energi dan input kimia) dan sepenuhnya didasarkan pada penggunaan sumberdaya alam dan memaksimalkan proses pengendalian alam. Teknologi ini disamping secara teknis dapat memperkecil laju erosi tanah, diharapkan juga secara ekonomis bermanfaat dalam meningkatkan produktivitas dan pendapatan petani.
Produksi Tanaman
Pupuk Kandang
Tanaman Pakan Ternak dalam Sistem Rotasi
Crops by- product
Produksi Ternak
Gambar 1. Integrasi produksi tanaman dan ternak (Budiasa, 2011),
Dalam sistem usahatani terintegrasi (Gambar 1), hewan dipelihara untuk dipekerjakan, menghasilkan pupuk kandang, menghasilkan daging, dan produk lainnya; sedangkan proses produksi tanaman untuk menghasilkan bahan makanan dan serat serta limbahnya (by-products) digunakan untuk bahan pakan ternak dan pupuk kompos. Pupuk kandang dan kompos dari limbah tanaman digunakan dalam proses produksi tanaman. Sistem rotasi tanaman memberikan manfaat dalam pengelolaan struktur, kesuburan, dan erosi tanah sekaligus meningkatkan pengendalian terhadap hama melalui pemutusan siklus hidup hama (Budiasa, 2011).
16
2.6 Tanaman Hortikultura
Hortikultura meliputi pembenihan, pembibitan, kultur jaringan, produksi tanaman, hama dan penyakit, panen, pengemasan dan distribusi. Hortikultura merupakan salah satu metode budidaya pertanian modern (Suracman, 2006). Hortikultura merupakan cabang dari agronomi. Berbeda dengan agronomi, hortikultura memfokuskan pada budidaya tanaman buah (pomologi/frutikultur), tanaman bunga (florikultura), tanaman sayuran (olerikultura), tanaman obatobatan (biofarmaka), dan taman (lanscape). Salah satu ciri khas produk hortikultura adalah perisabel atau mudah rusak karena segar (Surachman, 2006). Ditinjau dari fungsinya, tanaman hortikultura dapat memenuhi kebutuhan jasmani sebagai sumber vitamin, mineral dan protein (dari buah dan sayur) serta memenuhi kebutuhan rohani, karena dapat memberikan rasa tenteram, ketenangan hidup dan estetika (dari tanaman hias/bunga). Peranan hortikultura adalah : a). Memperbaiki gizi masyarakat, b) memperbesar devisa negara, c) memperluas kesempatan kerja, d) meningkatkan pendapatan petani, dan e) pemenuhan kebutuhan keindahan dan kelestarian lingkungan. Dalam membahas masalah hortikultura perlu diperhatikan pula mengenai sifat khas dari hasil hortikultura, yaitu : a). Tidak dapat disimpan lama, b) perlu tempat lapang (voluminous), c) mudah rusak (perishable) dalam pengangkutan, d) melimpah/meruah pada suatu musim dan langka pada musim yang lain dan e) fluktuasi harganya tajam (Notodimedjo, 1997). Hortikultura adalah komoditas yang masih memiliki masa depan relatif cerah ditilik dari keunggulan komparatif dan kompetitif yang dimilikinya dalam pemulihan perekonomian Indonesia pada waktu mendatang, perlu mulai
17
mengembangkannya sejak saat ini, sebagaimana
negara-negara lain yang
mengandalkan devisanya dari hasil hortikultura, antara lain : Thailand dengan berbagai komoditas hortikultura yang serba Bangkok, Belanda dengan bunga Tulipnya, Nikaragua dengan pisangnya, bahkan Israel dari gurun pasirnya kini telah mengekspor Apel, Jeruk dan Anggur (Surachman, 2006). Pengembangan hortikultura di Indonesia pada umumnya masih dalam skala perkebunan rakyat yang tumbuh dan dipelihara secara alami dan tradisional, sedangkan jenis komoditas hortikultura yang diusahakan masih terbatas. Petani hortikultura merupakan petani yang responsif terhadap inovasi teknologi berupa : penerapan teknologi budidaya, penggunaan sarana produksi dan pemakaian benih/bibit yang bermutu. Komoditas hortikultura memiliki potensi untuk menjadi salah satu pertumbuhan baru di sektor pertanian. Oleh karena itu pada masa yang akan datang perlu ditingkatkan lagi penanganannya terutama dalam era pasar bebas abad 21 ( Semangun, 2000). 2.6.1 Komoditas Hortikultura Indonesia yang terletak di tropis membuat Indonesia menjadi surga biodiversitas komoditas hortikultura. 1.
Pomologi / Frutikultur : Manggis, Mangga, Apel, Durian, Salak, dll
2.
Florikultura : Melati, Mawar, Krisan, Anyelir, Begonia, Bugenvil, dll
3.
Olerikultura : Tomat, Selada, Bayam, Wortel, Kentang, (Melon & Semangka: termasuk kelompok tanaman sayuran yang di panen buahnya) dll
4.
Biofarmaka : Purwoceng, Rosela, Kunyit, dll
5.
Landscape : Taman Bali, Taman Jawa, dll (Semangun, 2000). Komoditas utama hortikultura dibagi menjadi 3 (tiga) aspek komoditas :
18
1.
Komoditas prioritas : jeruk,pisang,mangga,manggis,durian,anggrek,cabai merah,bawang merah,dan kentang
2.
Komoditas unggulan : pepaya,salak,nenas,apel,anggur,tomat,kubis,kacang panjang,buncis,mawar,anyelir,lili,krisan,sedap malam,dan dracaena.
3.
Komoditas prosfektif tanaman ini meliputi semangka, melon, markisa, jambu, rambutan, kesemek, apokat, lengkeng, sayuran asli Indosesia dan tanaman hias tropik (Semangun, 2000).
2.6.2. Undang-Undang Hortikultura Pada hari selasa 26 oktober 2010 di Rapat Paripurna DPR RI ditetapkan Undang - Undang No. 13 tahun 2010 tentang Hortikultura. Undang-undang Hortikultura ditujukan untuk memuat norma strategis dan kedalaman teknis yang memadai agar mendorong penciptaan iklim yang kondusif bagi penyelenggaraan dan pengembangan usaha hortikultura ke depan. Aplikasi Undang-Undang Hortikultura melalui peraturan pelaksanaan dan perangkat manajerial yang tepat, diharapkan dapat mendorong perubahan paradigma, menciptakan dukungan kebijakan, serta mendorong terobosan dan percepatan dalam pembangunan hortikultura. Sasaran Stategis Penelitian dan Pengembangan Hortikultura antara lain (Deptan, 2010) : 1.
Tersediannya varietas unggul baru hortikultura
2.
Tersediannya benih sumber hortikultura
3.
Tersediannya teknologi budidaya produksi hortikultura ramah lingkungan
4.
Tersediannya sumberdaya genetik hortikultura
5.
Terselenggaranya diseminasi inovasi hortikultura
6.
Tersediannya rumusan kebijakan penelitian dan pengembangan hortikultura
19
7.
Terwujudnya kerjasama bidang hortikultura
8.
Meningkatnya pemanfaatan teknologi hortikultura
2.6.3 Komoditas usahatani hortikultura Desa Katung. Hortikultura merupakan usahatani pokok yang dibudidayakan di Desa Katung, karena daerah di lokasi itu adalah jenis lahan kering dan jenis tanah berpasir sehingga sangat cocok dengan jeruk siem sebagai komoditas andalan Desa Katung. Komoditas lain yang banyak di budidayakan antara lai pisang kubis dan lain- lain, hanya saja komoditas ini hanya di tanam sebagai tanaman sela yang di budidayakan di ruang kosong sekitar jeruk atau pinggiran lahan jeruk. Pengembangan komoditas hortikultura sebagai berikut: a. Jeruk Siem Jeruk siem memiliki ciri khas yang tidak dimiliki jeruk keprok lainnya. Dilihat sekilas memang tidak jauh berbeda. Perbedaannya terletak pada kulitnya ada yang tipis licin
tetapi pada jenis jeruk siem yang ada di Desa Katung
mempunyai jenis kulit yang lebih tebal dengan pori-pori kulit yang jelas, jika dibuka
terdapat ruang pemisah yang lebih jelas antara daging dan kulitnya
(Setiawan, 1992). Jeruk siem hanya merupakan sebagain kecil dari sekian banyak spesies dan varietas jeruk yang sudah di budidayakan. Jeruk tergolong dalam rumpun citriae dan subtribe citriae, dari subtribe inilah berbagai tanaman jeruk berasal, termasuk di dalamnya jeruk siem ( Djoemaijah,1984). Secara sistematis klasifikasi jeruk siem sebagai berikut. Famili
: Rutaceae
Sub Famili
: Aurantioidae
20
Subtribe
: Citriae
Genus
: Citrus
Spesies
: Citrus nobilis Mulanya jeruk siem mempunyai batang yang agak tinggi. Selanjutnya
tanaman ini berubah menjadi lebih pendek karena perkembangan sistem budidaya. Hal ini memberikan keuntungan memudahkan pemeliharaan dan pemanenannya. Batang pohon jeruk siem mempunyai tinggi 2,5 – 3 m. Pohon tersebut biasanya berasal dari cangkokan atau okulasi. Ukuran daun sekitar 7,5cm x 3,9 cm. Antara batang dengan daun dihubungkan oleh tangkai daun dengan panjang sekitar 1,3cm ( Djoemaijah, 1984). Jeruk siem mempunyai pertumbuhan yang baik pada ketinggian 900m dpl, jenis tanah yang cocok untuk jeruk siem yaitu tanah yang gembur mengandung pasir, banyak mengandung oksigen dan bahan prganik. Jeruk siem membutuhkan pH tanah antara 5-7,5. iklim yang cocok pada iklim curah hujan optimal 1500mm/tahun. Jeruk siem memerlukan banyak sinar matahari ( Setiawan, 1992) Pemilihan bibit yang baik ditandai dengan daun-daun yanh hijau segar dan tampak rimbun, batangnya kuat dan kokoh serta pertumbuhan cabangnya seimbang. Bibit cukup umur untuk ditanam berumur tiga sampai empat bulan setelah dipotong dari dahan untuk bibit cangkokan, satu tahun untuk bibit yang berasal dari biji (Larasati, 1987). Jarak tanam tanaman jeruk siem beragam ada 6x6m, 7x7m, 8x8m. Pola barisa tanam segi empat atau sesuai selera. Setelah ditentunkan jarak tanam selanjutnya penanaman pada lobang tanam yang telah dibuat. Dilanjutkan dengan pemeliharaan meliputi pelebaran terumbuk, pembuatan drainase, penyiraman,
21
penyiangan,
pemupukan
serta
pemangkasan.
Pemangkasan
bertujuan
mendapatkan bentuk tanaman yang diinginkan (Setiawan, 1992). Pada tanaman jeruk siem mulai berproduksi umur tiga sampai empat tahun. Buah pertama tersebut sebaiknya dibuang. Jika ingin memeliharanya sebaiknya cukup 40% saja. Pembuangan buah pertama adalah mempersiapkan pohan agar benar-benar kuat pada musim berikutnya. Tanaman muda yang dibiarkan berbuah lebat akan menjadi lemah sehingga mudah terserang hama dan penyakit ( Larasati, 1987). Jeruk siem dapat dipanen pada umur enam sapai delapan bulan setelah bunganya mekar. Ciri-ciri buah dapat dipanen yaitu kulit buah kekuningkuningan, buah tidak keras jika dipegang, bagian bawah buah empuk. Untuk mendapat kualitas buah yang baik pemanenan jeruk siem dilakukan secara berhati-hati. Beberapa hal yang diperhatikan dalam memanen jeruk siem yaitu waktu pemetikan buah hendaknya dilakukan pada saat matahari sudah bersinar, tangkai buah dikerat dengan gunting aekitar 1-2 cm (Setiawan,1992). b. Pisang Menurut ahli sejarah pisang buah secara botani umumnya berasal dari kawasan Asia Tenggara ( termasuk Indonesia). Selanjutnya menyebar ke berbagai negara baik tropis maupun negara sub tropis. Terutama pisang raja termasuk nama asli Indonesia dan banyak ditemukan di pulai Jawa (Zuhairini, 1997). Pisang raja merukan salah satu tanaman sela yang banyak dibudidayakan oleh petani di Desa Katung karena pisang raja mempunyai pertumbuhan dan buah yang baik. Dan pisang raja jarang diserang penyakit. Pisang raja dalam satu tandan terdapat mencapai 13 sisir, buahnya lurus dan panjang 7,8 cm berat 80
22
gram. Umur tanaman hingga berbungan sekitar tujuh belas bukan sejak anakan dan buahnya akan masak lima bulan sejak bunga keluar ( Zuhairini, 1997). Tanaman pisang pada umumnya mempunyai ekonomis yang cukup tinggi karena tanaman pisang tidak mengenal musim. Maksudnya dapat berproduksi sepanjang tahun, pertumbuhannya cepat, dapat berkembang biak. Sehingga bila induknya telah berbuah akan segera disusul anaknya. Harga pisang stabil di pasaran sehingga pisang mempunyai propek yang cerah (Zuhairini, 1997). Tanaman pisang idel tumbuh pada tanah yang banyak humus. Pisang raja banyak ditanam secara tradisional dilakukan dengan perbanyakan vegetatif yaitu memisahkan anakan dari induknya (Zuhairini, 1997). Penanaman pisang dapat dilakukan pada jarak tanam 6 x 6 m atau 5 x 5 meter. Penanaman yang baik dilakukan pada saat mulai turun hujan. Pada saat penanaman lubang tanaman sedalam kurang lebih 25cm atau disesuaikan dengan bonggol bibit yang ditanam. Selanjutnya tanah disekitar tanaman dipadatkan (Zuharini, 1997). c. Kubis Kubis termasuk species Brassica oleracea, famili Cruciferae. Batang kubis kadang-kadang bercabang dan panjang batang dapat mencapai satu meter atau lebih, warna daun hijau biru, yang sering membentuk reset. Daun besar, panjang dapat mencapai lebih dari 50 cm tebal dan berdaging. Macam-macam kubis yang telah dibudidayakan cukup banyak, sehingga perlu diadakan penggolongan. Dalam mengadakan penggolongan orang sering mengalami kesulitan. Beberapa ahli botani ada yang menggolongkan kubis savoy dan kubis tunas Brussels dalam satu varietas Brassica oleracea var, sehingga ada dugaan kubis tunas Brussels aslinya dari kubis savoy. Pada waktu ini kubis savoy digolongkan dalam varietas
23
Brassica oleracea var. sabauda L. Ada kubis savoy yang kuning warnanya, yang hanya berbeda sedikit dengan kubis putih, sehingga dianggap sebagai golongan kubis putih (Pracaya, 1999). Kubis dapat ditanam hampir di semua jenis tanah. Tanah yang ideal yaitu liat berpasir yang cukup bahan organis. Memerlukan cukup air tetapi tidak berlebihan. Di tanah ringan dapat ditanam pada waktu musim hujan karena tanah tersebut dapat meresap dan melewatkan air sedang untuk tanah yang sedikit berat pada waktu musim kemarau karena tanah tersebut dapat menahan lebih banyak. Untuk tanaman musim hujan drainase harus cukup baik karena karena berlebihan air, tanaman mudah terkena penyakit dan mati. Sedang untuk tanam musim kemarau harus dipikirkan soal pemberian air karena kalau sampai kekurangan air, tanaman menjadi kerdil atau mati (Pracaya, 1999). Kubis tidak dapat tumbuh baik di tanah yang sangat asam. Pada pH antara 5,5 dan 6,5, kubis tumbuh dengan baik.
Umumnya ketahanan kubis terhadap
garam adalah sedang. Untuk ukuran kandungan garam disebut index—C, yang menunjukkan jumlah gram per liter cairan tanah. Untuk kubis putih dan savoy batasnya sekitar C6. Sedang kubis merah lebih sensitif dengan batas normal C4, apabila batas menjadi C8 hasil akan berkurang empat puluh persen. Tanaman yang tumbuh di tanah bergaram, sering daunnya berwama tua dan tepi daun dapat kering. Juga tanaman lebih mudah terserang
penyakit kaki hitam (blackleg)
daripada tanaman yang tumbuh di tanah yang tak bergaram. Penanaman pada tanah yang bergaram C8-C10 lebih baik ditanam lang- sung dari biji, karena kalau dipindah dari pesemaian akar tidak segera tumbuh. Apabila menanam kubis pada waktu musim kemarau di tanah yang bergaram, hasil panenan tidak baik karena
24
kandungan garam akan bertambah pada waktu mengalami
kekeringan dan
temperatur tinggi. Pencangkulan pada tanah bergaram tidak perlu
dalam
(Pracaya, 1999). Semai kubis mempunyai akar tunggang dengan akar serabut. Makin tua percabangan akar makin banyak, sehingga akar tunggang sukar dibedakan dengan akar
lainnya. Garis tengah akar umumnya kurang dari 0,5 mm. tetapi ada
beberapa akar yang lebih dari satu centimeter. Akar serabut panjangnya dapat mencapai 1 meter dari
tanaman. Sesudah umur satu sampai tiga bulan akar
serabut menuju ke bawah, apabila tanah gembur, beberapa akar dapat mencapai sedalam 1,5 sampai 2 meter. Pada umumnya 70 sampai 80 persen akar tumbuh di bagian lapisan atas tanah sedalam 20 sampai 30 cm. Di lapisan paling atas sedalam kurang lebih 5 cm banyak tumbuh perakaran, tetapi pada waktu musim kemarau akan terjadi kekeringan dan mati, kecuali di bagian yang dekat pokok tanaman kubis yang terlindung daun kubis, karena di bagian yang terlindung kelembaban air masih cukup banyak, sehingga pertumbuhan akar masih tetap kelihatan baik di bagian permukaan tanah. Dari keterangan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa untuk mendapat kubis yang subur perlu pencangkulan yang cukup dalam ( Pracaya, 1999). Pertumbuhan kubis paling baik didaerah yang hawanya dingin. Temperatur optimum pertumbuhan terletak antara 15°C, sedang di atas temperatur 25°C pertumbuhan kubis terhambat. Temperatur minimum pertumbuhan mungkin di atas 0° C. Bila temperatur turun sampai di bawah -10° C dan tetap bertahan untuk waktu yang lama akibatnya tanaman menjadi sangat rusak. Kubis dapat bertahan
25
pada temperatur rendah apabila penurunan berlangsung dengan perlahan-lahan dan tanaman dalam keadaan setengah tumbuh ( Pracaya, 1999). 2.7. Sistem Pertanian Terintegrasi (SIMANTRI) SIMANTRI adalah upaya terobosan dalam mempercepat adopsi alih teknologi pertanian kepada masyarakat perdesaan. SIMANTRI mengintegrasikan kegiatan sektor pertanian dengan sektor pendukungnya, baik secara vertikal maupun horizontal sesuai dengan potensi setiap wilayah dengan mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya lokal yang ada. Inovasi teknologi yang diintroduksikan berorientasi untuk menghasilkan produk pertanian organik dengan pendekatan ”pertanian tekno ekologis”. Kegiatan integrasi yang dilaksanakan juga berorientasi pada pengembangan usaha pertanian tanpa limbah (zero waste) dan menghasilkan empat F (food = pangan, feed = pakan,
fertilizer = pupuk, dan
fuel = bahan bakar). Kegiatan utama adalah mengintegrasikan usaha budidaya tanaman dan ternak, yaitu limbah tanaman diolah untuk pakan bermutu (makanan ternak) dan cadangan pakan pada musim kemarau dan limbah ternak (faeces, urine) diolah menjadi biogas, pupuk organik dan biopestisida (Wisnuardhana, 2009). Usaha tani yang diterapkan dalam SIMANTRI yaitu adalah tanaman, ternak (sapi, kambing) dan ikan sesuai dengan potensi wilayah penerima paket. Dengan beternak sapi diharapkan populasi sapi bibit betina meningkat, terbangunnya fasilitas seperti kandang sapi, instalasi biogas, tempat pengolah pakan, tempat pengolah kompos, serta termanfaatkan, terawat dan terkelolanya seluruh ternak dengan baik, limbah ternak bisa dimanfaatkan bagi tanaman. Pelaksanaan program SIMANTRI ini merupakan pembiayaan dari dana bantuan
26
sosial (Bansos) APBD Provinsi Bali dan pembinaan serta pendampingan petugas teknis di lapangan. Dalam hal ini petani yang bersedia tergabung di dalamnya telah diberikan modal serta selama pelaksanaannya petani didampingi oleh pihak terkait sehingga teknologi dan informasi yang diperlukan petani dapat diperoleh secara optimal. Dilihat secara teknis hal tersebut merupakan keunggulan dari program SIMANTRI sehingga dalam penerapannya, baik pihak petani maupun petugas, bisa saling bertukar pengetahuan. 2.8 Indikator Keberhasilan SIMANTRI Beberapa indikator keberhasilan SIMANTRI yang diharapkan dapat terwujud dalam jangka pendek antara tiga sampai empat tahun antara lain (1) berkembangnya kelembagaan dan SDM, baik petugas pertanian maupun petani; (2) terciptanya lapangan kerja melalui pengembangan diversifikasi usaha pertanian dan industri rumah tangga; (3) berkembangnya intensifikasi dan ekstensifikasi usahatani; (4) meningkatnya insentif berusahatani melalui peningkatan produksi dan efisiensi usahatani (pupuk, pakan, biogas, biourine, bio pestisida diproduksi sendiri = in situ); (5) tercipta dan berkembangnya pertanian organik (green economic); (6) berkembangnya lembaga usaha ekonomi perdesaan; (7) peningkatan pendapatan petani (minimal dua kali lipat). Indikator keberhasilan SIMANTRI diharapkan terjadinya penambahan populasi sapi bibit betina yang siap dikawinkan minimal sebanyak 840 ekor, terbangunnya fasilitas seperti kandang sapi bibit betina dan pejantan, instalasi biogas, tempat untuk mengolah pakan ternak, tempat pengolah kompos maupun tempat pengolah bio urine, sehingga termanfaatkan terawat dan terkelolanya
27
dengan baik seluruh ternak dan fasilitas yang diadakan untuk kepentingan kegiatan pertanian terintegrasi bagi seluruh anggota kelompok tani pelaksana. 2.9 Paket Kegiatan Utama SIMANTRI Paket kegiatan utama SIMANTRI pada tahap awal meliputi halhal berikut. (1) Pengembangan komoditas tanaman pangan, peternakan, perikanan, dan intensifikasi perkebunan sesuai dengan potensi wilayah. (2) Pengembangan ternak sapi atau kambing dan kandang koloni (20 ekor). (3) Bangunan instalasi biogas sebanyak dua unit ; kapasitas 11 m3 sebanyak satu unit dan kapasitas 5 m3 masing-masing satu unit dilengkapi dengan kompor gas khusus sebanyak lima unit. (4) Bangunan instalasi bio urine sebanyak satu unit. (5) Bangunan pengolah kompos dan pengolah pakan masing-masing sebanyak satu unit (6) Pengembangan tanaman kehutanan sesuai dengan kondisi dan potensi setiap wilayah. (Wisnuardhana, 2009). Paket utama SIMANTRI dibiayai
dari dana Bantuan Sosial (Bansos)
APBD provinsi. Untuk kegiatan penunjang termasuk dalam pengembangan infrastruktur perdesaan dibiayai dari kegiatan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) terkait sesuai dengan ketersediaan dana dan kegiatan masing-masing. Dalam jangka panjang juga diharapkan peran swasta dalam bentuk Coorperate Social Responsibility (CSR). Dukungan pembinaan teknis dan pembiayaan juga dilaksanakan oleh Balai (Wisnuardhana, 2009).
Pengkajian Teknologi
Pertanian (BPTP) Bali
28
2.10 Sasaran SIMANTRI Sasaran SIMANTRI yang diharapkan dapat terwujud diantaranya adalah : (1) Peningkatan luas tanam, peningkatan kuantitas dan kualitas hasil pertanian dan perikanan, (2) Peningkatan populasi ternak, (3) Tersedianya pakan ternak yang berkualitas sepanjang tahun, (4) Tersedianya pupuk dan pestisida organik, (5) Berkembangnya kelembagaan petani dan meningkatnya kualitas SDM, (6) Berkembangnya diversifikasi usaha dan terciptanya lapangan kerja, (7) Berkembangnya pemanfaatan biogas (mengurangi emisi gas metan = CH 4 penyebab efek rumah kaca dan mengurangi ketergantungan terhadap minyak tanah dan PLN), (8) Terlaksananya konservasi lahan (pengelolaan Daerah Aliran Sungai = DAS), (9) Berkembangnya lembaga usaha ekonomi di perdesaan, dan (10) Berkembangnya infrastruktur perdesaan, (Wisnuardhana, 2009).
2.11 Penelitian Terdahulu Dalam penelitian ini terdapat beberapa hal yang terkait dengan penelitian sebelumnya. Hasil-hasil penelitian terdahulu tentu sangat relevan sebagai referensi ataupun pembanding, karena terdapat kesamaan prinsip, meskipun dalam beberapa hal terdapat perbedaan seperti pendapatan, lokasi penelitian, dan responden. Penelitian sebelumnya dimaksudkan untuk memberikan gambaran yang lebih jelas dalam kerangka dan kajian penelitian ini.
29
Penelitian Yanti, 2010 menunjukkan bahwa sistem pemeliharaan usaha ternak sapi potong di daerah penelitian masih tergolong sederhana atau tradisional. Kontribusi pendapatan usaha ternak sapi potong terhadap pendapatan keluarga adalah sebesar 69,3 %. Masalah-masalah yang dihadapi oleh peternak sapi potong di daerah penelitian pada umumnya adalah kurangnya pengetahuan masyarakat tentang sistem pemeliharaan ternak sapi potong yang lebih baik. Hasil penelitian Antarini, 2006 menunjukan bahwa penerapan sistem integrasi termasuk pola integrasi sederhana tradisional. Artinya telah terjadi siklus pemanfaatan sumber daya lokal di dalam lahan tanam kopi secara optimal sehingga tidak ada limbah yang terbuang. Telah terjadi pola integrasi antara tanaman kopi dengan ternak kambing dan ternak sapi yang telah dikelola petani. Astawan, 2012 menunjukan bahwa pembiakan sapi Bali di Desa Kelating dilakukan dengan memanfaatkan lahan milik warga yang ada, pendapatan usaha Poktan Nandini Asri setiap poktan sebesar 155.000 unit untuk satu siklus pembibitan, sedangkan peternakan usaha rakyat
dengan pendapatan 150.396
untuk satu siklus pembibitan. Sumarini, 2012 dalam tesis berjudul “Optimalisasi Sistem Pertanian Terdiversifikasi untuk memaksimalkan pendapatan usahatani di Kota Denpasar” menyebutkan bahwa pendapatan usahatani maksimum yang diperoleh petani sampel sebesar Rp 29.567.970, meningkat dibanding pendapatan sebelumnya Rp 22.545.468 dengan mengkombinasikan usahatani padi, sayur hijau, bunga teratai. untuk meningkatkan pendapatan usahataninya, petani disarankan menambah batas lahan usaha lele untuk memperoleh pendapatan maksimum sebesar Rp 40.916.290 per tahun.
30
Sukanteri,
2013, pendapatan usahatani terintegrasi yang optimal
menunjukkan nilai lebih tinggi dari pada pendapatan riil usahatani yang diperoleh petani. Selisih pendapatan optimal dengan pendapatan riil sebesar Rp 3.535.458,45 atau selisih pendapatan ini sebesar 1,07% dibandingkan dengan pendapatan riil. Hal ini disebabkan oleh petani yang seharusnya mengeluarkan biaya sewa tenaga kerja luar keluarga dalam mengelola usahataninya tidak perlu karena sudah cukup dengan memaksimalkan penggunaan tenaga kerja yang diperoleh dari anggota keluarga petani. Putrana 2010, pemilihan investasi usahatani rumput laut melalui analisis investasi, maka usaha rumput laut sistem long line modifikasi lebih menguntungkan dari pada usahatani rumput laut dengan sistem long line generik pada usahatani rumput laut di Desa Sumberkima, Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng.
31
BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN
Melalui kegiatan usahatani terintegrasi SIMANTRI diharapkan dapat merangsang terjadinya pertumbuhan ekonomi yang menyebabkan peningkatan pendapatan masyarakat setempat. Pendapatan yang meningkat akan menciptakan masyarakat tani yang sejahtera secara ekonomi yang dimulai dari skala keluarga. Sehingga
peran
sektor
pertanian
sangat
strategis
untuk
meningkatkan
kesejahteraan masyarakat pertanian dalam kapasitas yang lebih luas. Sektor
pertanian mampu menyerap tenaga kerja yang banyak. Untuk
menjamin kesinambungan sektor pertanian dibutuhkan adanya perubahan pertanian dari pertanian yang konvensional menuju sistem pertanian yang lebih maju. Untuk hal itu, petani melaksanakan program pertanian terintegrasi (tani– ternak). Di antara sekian sistem pertanian yang ada di Indonesia saat ini, salah satu sistem yang banyak digunakan oleh masyarakat Indonesia adalah sistem usahatani campuran di mana sistem tersebut mengintegrasikan antara tanaman usahatani dengan hewan ternak petani. Program pertanian terintegrasi (tani–ternak) adalah suatu upaya untuk memberdayakan petani melalui sistem yang dapat mengadopsi, mencoba dan memodifikasi, menerima tanaman dan hewan atau teknologi produksi baru Input menunjukkan sumberdaya fisik dan lingkungan yang secara relatif tetap keadaanya bila penggunaannya tidak menimbulkan degradasi. input juga menunjukan sumberdaya yang dimiliki keluarga tani yang secara individu atau kelompok menempati lahan tersebut, input menunjukkan peranan kebijakan dan
31
32
kelembagaan untuk mempengaruhi, mendorong melalui pemberian insentif atau mengarahkan dan mengatur antara input untuk menghasilkan output berupa meningkatkan produksi, pendapatan petani, mencegah degradasi sumberdaya alam dan lingkungan (Budiasa, 2011). Kelompok tani di Bali yang masih aktif dalam menerapkan sistem usahatani campuran yaitu kelompok tani Ternak Budi Luhur Desa Katung, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli. Kelompok ini mengusahakan Jeruk Siem dan usahatani pembibitan sapi. Adapun tujuan dari penelitian menghitung pendapatan usahatani, untuk menganalisis besarnya faktor resiko usahatani dan menganalisis pola integrasi tanaman ternak pada Simantri 116 di Desa Katung, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli SIMANTRI
1. Pola integrasi usahatani, 2. pendapatan usahatani, 3. faktor resiko terhadap keuntungan X1 Ternak Sapi
X2 Hortikultura
X1.1 Biaya X1.1.1 Biaya Pakan X1.1.2 Biaya Bakalan X1.1.3 B.Tenaga Kerja X1.1.4 B.Obat-obatan X1.1.5 Biaya Kawin
X2.1 Biaya Analisis Usahatani Anggaran yang Berisiko
X1.2 Penerimaan X1.2.1 Penjualan Pedet X1.2.2 Penjualan Pupuk X1.2.3 Penjualan Urine
KESIMPULAN
X2.1.1 Biaya bibit X2.1.2 B.Tenaga kerja X2.1.3 B.pupuk X2.1.4 B.Obat-obatan X2.1.5 Biaya panen X2.1.5 B.Pengangkutan X2.1.7 B Pemasaran
X2.1 Penerimaan REKOMENDASI
X2.2.1 Penjualan Jeruk X2.2.2 Penjualan Kool X2.2.3 Penjualan Pisang
Gambar 3.1. Kerangka konsep/optimalisasi sistem integrasi tanaman-ternak
33
BAB IV METODE PENELITIAN
4.1 Rancangan Penelitian Penelitian dirancang (design) dengan deskriptif kuantitatif, menggunakan metode survei. Sampel penelitian diambil berdasarkan teknik sensus sampling yaitu seluruh populasi digunakan sebagai sampel. Penelitian ini termasuk penelitian deskriptif kuantitatif, yaitu menguraikan dan menginterpretasikan hasil analisis kuantitatif berdasarkan survey usahatani pada sistem pertanian terintegrasi. 4.2 Lokasi Penelitian Lokasi penelitian adalah pada Simantri 116 pada gapoktan Budi Luhur di Desa Katung, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli yang dipilih secara purposive sampling dengan pertimbangan : 1.
Lokasi penelitian termasuk wilayah dataran tinggi lahan kering dengan suhu yang rendah sangat cocok budidaya jeruk siem dan jenis hortikultura yang tidak memerlukan air sepanjang hari.
2.
Limbah hortikultura berlimpah sepanjang tahun, sehingga sangat tepat bila dimanfaatan untuk pakan ternak sapi.
3.
Produksi holtikultura yang dihasilkan tidak menggunakan pestisida sangat aman bagi kesehatan
4.
SIMANTRI 116 merupakan salah satu SIMANTRI yang telah berhasil dengan baik dalam pelaksanaan integrasi tanaman jeruk dengan ternak sapi.
33
34
5.
Simantri 116 telah berjalan dari tahun 2011 dan belum ada penelitian sejenis di daerah lokasi penelitian.
4.3 Jenis Data dan Sumber Data 4.3.1 Jenis data Penelitian ini menggunakan data kualitatif dan data kuantitatif. Menurut Kuncoro (2003:124) data kuantitatif dan data kualitatif sebagai berikut. 1. Data kuantitatif adalah daya yang dapat diukur dalam suatu skala numerik. Penelitian ini menggunakan data kuantitatif meliputi data usahatani tanaman dan ternak terdiri atas: karakteristik petani, rata-rata luas usahatani lahan kering, rata-rata produktifitas dan nilai produksi, rata-rata jumlah dan nilai input (benih, pupuk anorganik dan pupuk organik, serta pestisida organik dan anorganik, rata-rata suplai tenaga kerja dalam sistem usahatani terintegrasi antara tanaman dan ternak sapi. 2. Data kualitatif dalam penelitian ini, yaitu data yang mempresentasikan realitas secara deskriptif melalui kata- kata, kalimat uraian. 4.3.2 Sumber data Penelitian ini menggunakan sumber data sebagai berikut : 1. Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari sumber aslinya dan dikumpulkan secara khusus untuk menjawab pertanyaan dalam suatu penelitian (Antara, 2011).
35
Penelitian ini menggunakan metode wawancara secara langsung meliputi data usahatani tanaman dan ternak meliputi karakteristik petani, rata-rata luas usahatani lahan basah, rata-rata produktivitas dan nilai produksi, rata-rata jumlah dan nilai input (benih, pupuk anorganik dan pupuk organik, serta pestisida organik dan anorganik, rata-rata suplai tenaga kerja dalam sistem usahatani terintegrasi antara tanaman dan ternak sapi. 2. Data skunder adalah data yang diperoleh dalam bentuk sudah jadi yang diperoleh dari sumber pustaka, dan catatan dari pustaka ilmiah dan dokumendokumen yang berhubungan dengan penelitian yang dilakukan. Penelitian ini menggunakan data skunder meliputi : (a) data lokasi pelaksanaan SIMANTRI 116 tahun 2011 dari Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Bali, (b) Data potensi desa dari Kantor Kepala Desa, Kantor Kepala Desa lokasi SIMANTRI yang terpilih dalam penelitian ini. 4.4 Metode Pengumpulan Data Penelitian ini menggunakan metode pengumpulan data seperti : 1.Wawancara langsung dengan menggunakan daftar pertanyaan terstruktur yang telah
disiapkan sebelumnya untuk petani yang bergabung dalam program
SIMANTRI 116. 2. Observasi, yaitu melihat langsung kegiatan petani ke lokasi SIMANTRI 116 untuk mengetahui hasil produksi usahatani terintegrasi yang dilakukan oleh petani. 3. Dokumentasi dengan cara mendokumentasikan kegiatan yang berhubungan dengan petani yang bergabung dengan program SIMANTRI 116 yang terkait dengan penelitian.
36
4.5 Populasi dan Sampel Penelitian ini menggunakan populasi seluruh petani yang bergabung dalam program SIMANTRI 116 di Desa Katung, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli. Pengambilan sampel penelitian menggunakan teknik sensus sampling yaitu semua anggota kelompok tani diambil sebagai sampel. Sampel berjumlah 23 orang dari SIMATRI 116, Gapoktan Budi Luhur di di Desa Katung, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli 4.6 Instrumen Penelitian Menurut Suharsimi (2000), instrumen pengumpulan data adalah alat bantu yang dipilih dan digunakan oleh peneliti dalam kegiatan mengumpulkan data menyangkut informasi kuantitatif tentang variabel yang sedang diteliti. Jenis instrumen yang digunakan dalam penelitian ini yaitu angket atau kuesioner. Kuesioner adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari petani mengenai optimasi sistem usahatani terintegrasi untuk memaksimalkan pendapatan petani. 4.7 Metode Analisis Data Data dalam kuisioner yang dikumpulkan melalui survei usahatani kemudian ditabulasi dalam worksheet excel 2003. Tujuannya adalah untuk mendapatkan nilai rata-rata survei yang akan digunakan untuk menentukan matriks koefisien teknis dan nilai yang diperlukan dalam analisis data.
37
1. Analisis gross margin Analisis gross margin merupakan selisih antara total nilai output/total income usahatani dengan total biaya variabel (Ringwood, 1988). Semakin besar nilai gross margin, maka usahatani tersebut dikatakan semakin menguntungkan. Besar kecilnya keuntungan yang diterima petani dari usahataninya akan dipengaruhi oleh nilai penerimaan dan biaya usahataninya dalam suatu periode produksi dan jumlah cabang usaha yang dikelola. Analisis gross margin, untuk analisis pendapatan aktual, digunakan metode analisis gross margin. Analisis pendapatan dihitung dengan rumus: GM = TR – VC Keterangan: GM TR VC
= Gross margin (Rp) = Total Penerimaan (Rp) = Variable Cost (Rp)
2. Analisis anggaran usahatani yang beresiko Analisis ini merupakan bentuk analisis anggaran parametrik dengan memperhatikan faktor yang tidak dapat diramal secara pasti sebelumnya misalnya produksi, harga produk pertanian (Soekartawi, 1986). Analisis anggaran usahatani yang berisiko ini dapat dirumuskan :
G = y (p) –U –V Keterangan: G y p U V
= Keuntungan kotor per tahun (Rp/th) = produksi /ha (ton/ha) = harga produk ( Rp/ton) = biaya sarana produksi (Rp/ton) = biaya lain-lain yang digunakan dalam proses produksi (max 10% dari biaya total)
38
Untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan menghitung ukuran risiko relative dengan membagi standar deviasi dengan nilai rata-ratanya : CV = σ / y Keterangan : CV = koefisien variasi
σ = standar deviasi Y = rata- rata pendapatan
4.8. Variabel Penelitian Jenis variabel yang diamati dalam penelitian tergantung jenis analisis yang digunakan, Variabel yang diamati dalam penelitian ini adalah kriteria kelayakan ekonomi dilihat dari pendapatan maksimal dari hasil optimasi SIMANTRI dari setiap aktivitas dan kendala usahatani terintegrasi petani sampel.Variabel dalam penelitian ini pada Tabel 4.1.
39
Tabel 4.1 Variabel Penelitian Variabel Indikator Y Pendapatan Petani X1 Ternak Sapi X1.1 Biaya X1.1.1 Biaya Pakan X1.1.2 Biaya Bakalan
X1.2
X2 X2.1
Perameter Rata-rata harga output
Pengukuran Rp/unit
Rata-rata harga output Rata-rata biaya pakan Rata-rata biaya bakalan Rata-rata biaya tenaga kerja Rata-rata biaya obat Rata-rata biaya kawin Rata-rata harga output Rata-rata jumlah output Rata-rata jumlah output Rata-rata jumlah output
Rp/unit Rp/unit Rp/unit
Rp/unit
X2.1.6 Biaya Pengangkutan X2.1.7 Biaya Pemasaran
Rata-rata biaya bibit Rata-rata biaya tenaga kerja Rata-rata biaya pupuk Rata-rata biaya obat-obata Rata-rata biaya panen Rata-rata biaya pengangkutan Rata-rata biaya pemasaran
Penerimaan X2.2.1 Pejualan Jeruk Siem X2.2.2 Penjualan Kool X2.2.3 Penjualan Pisang
Rata-rata harga output Rata-rata jumlah output Rata-rata jumlah output Rata-rata jumlah output
Rp/unit Rp/unit Rp/unit Rp/unit
X1.1.3 Biaya Tenaga Kerja X1.1.4 Biaya Obat-obatan X1.1.5 Biaya Kawin Penerimaan X1.2.1 Penjualan Pedet X1.2.2 Penjualan Pupuk X1.2.3 Penjualan Urine Hortikultura Biaya X2.1.1 Biaya Bibit X2.1.2 Biaya Tenaga Kerja X2.1.3 Biaya Pupuk X2.1.4 Biaya Obat-obatan X2.1.5 Biaya Panen
X2.2
Rp/unit Rp/unit Rp/unit Rp/unit Rp/unit Rp/unit Rp/unit
Rp/unit Rp/unit Rp/unit Rp/unit Rp/unit Rp/unit
40
4.9 Batasan Operasional Variabel Beberapa batasan operasional variabel dalam penelitian ini adalah (1) Pendapatan adalah pendapatan kotor (gross margin) maksimal yang diperoleh yang dihitung dalam rupiah per tahun. Pendapatan kotor ini dihitung dengan menggunakan semua biaya variable dari nilai penerimaan total. (2) Biaya variabel adalah biaya yang nilainya tergantung pada besar kecilnya skala usaha dalam SIMANTRI. (3) Penerimaan total adalah akumulasi penerimaan yang diperoleh dari semua aktivitas on-farm dalam SIMANTRI. (4) Pertanian dalam penelitian ini adalah SIMANTRI 116 di lahan perkebunan yang dipandang holistik dan memenuhi kriteria-kriteria : menguntungkan secara ekonomi, ramah lingkungan, dapat diterima oleh masyarakat dan berkeadilan, menggunakan teknologi yang sepadan serta selaras dengan budaya setempat. (5) Petani adalah orang yang berusaha dalam bidang hortikultura dan ternak sapi yang mendapat bantuan dari Program SIMANTRI. (6) Produksi hortikulturan adalah seluruh hasil hortikultura yang dihasilkan dari luas lahan tertentu yang diukur dengan satuan kilogram. (7) Produksi ternak sapi adalah seluruh anak sapi yang dihasilkan dari awal terbentuknya SIMANTRI 116 dengan satuan ekor.
41
(8) Harga produk adalah harga jual hortikultura maupun anak sapi yang diukur dengan satuan rupiah per kilogram. (9) Penerimaan usahatani adalah hasil perkalian antara produksi
dan harga
produk, dalam satuan rupiah. (10) Biaya tunai adalah pengeluaran yang dibayar dengan uang dalam satuan rupiah. (11) Pendapatan tunai adalah penerimaan usahatani dikurangi biaya tunai, dinyatakan dalam satuan rupiah.
42
43
4.3 Jenis Data dan Sumber Data 4.3.1 Jenis data Data utama yang dibutuhkan adalah data usahatani yang berupaya mengintegrasikan antara tanaman dan ternak dalam periode waktu satu tahun. Data pendukung yang dibutuhkan berupa data potensi pertanian dan karakteristik petani sampel pelaksana simantri. Data utama dan sekunder tersebut bersifat primer dan/atau sekunder.
44
4.3.2 Sumber data 1. Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari sumber aslinya dan dikumpulkan secara khusus untuk menjawab pertanyaan dalam suatu penelitian (Antara, 2011). Biasanya data primer dikumpulkan dengan menggunakan metode wawancara aecara langsung meliputi data usahatani tanaman dan ternak meliputi karakteristik petani, rata-rata luas usahatani lahan basah, rata-rata produktifitas dan nilai produksi, rata-rata jumlah dan nilai input (benih, pupuk anorganik dan pupuk organik, serta pestisida organik dan anorganik, rata-rata suplai tenaga kerja dalam sistem usahatani terintegrasi antara tanaman dan ternak sapi. 2. Data skunder adalah data yang diperoleh dalam bentuk sudah jadi yang diperoleh dari sumber pustaka, dan catatan dari pustaka ilmiah maupun dokumendokumen yang berhubungan dengan penelitian yang dilakukan. Adapun data skunder dalam penelitian ini
misalnya (a) data lokasi
pelaksanaan SIMANTRI tahun 2011 dari Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Bali, (b) Data potensi desa dari kantor Kepala Desa dari Kantor Kepala Desa lokasi SIMANTRI yang terpilih dalam penelitian ini. 4.4 Metode Pengumpulan Data Penelitian ini menggunakan metode pengumpulan data seperti di bawah ini. 4.Wawancara langsung dengan menggunakan daftar pertanyaan terstruktur yang telah
disiapkan sebelumnya untuk petani yang bergabung dalam program
SIMANTRI 116 5. Observasi, yaitu melihat langsung kegiatan petani ke lokasi SIMANTRI 116
45
untuk mengetahui hasil produksi usahatani terintegrasi yang dilakukan oleh petani. 6. Dokumentasi dengan cara mendokumentasikan kegiatan yang berhubungan dengan petani yang bergabung dengan SIMANTRI 116 yang terkait dengan penelitian ini.
4.6 Populasi dan Sampel 4.6.1 Populasi Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek dan subjek yang menjadi kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik suatu kesimpulan (Sugiyono, 2010). Dalam penelitian ini yang menjadi populasi penelitian adalah seluruh petani yang bergabung dalam program SIMANTRI 116 di Desa Katung, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli. 4.6.2 Sampel Sampel adalah bagian dari populasi yang diambil atau ditentukan mewakili populasi untuk di amati dan dikaji (Sugiono, 2010). Dalam penelitian ini menggunakan metode sensus sampling yaitu apabila semua anggota kelompok tani diambil sebagai sampel pada petani yang bergabung dalam program SIMANTRI 116 Sampel berjumlah 20 orang dari SIMATRI 116, Gapoktan Budi Luhur di Desa Katung, Kecamatan, Kintamani, Kabupaten Bangli. 4.6. Instrumen Penelitian Menurut Suharsimi Arikunto (2000:134), instrumen pengumpulan data adalah alat bantu yang dipilih dan digunakan oleh peneliti dalam kegiatannya
46
mengumpulkan data menyangkut informasi kuantitatif tentang variabel yang sedang diteliti. Jenis instrumen yang digunakan dalam penelitian ini yaitu angket atau kuesioner. Kuesioner adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari petani mengenai optimasi sistem usahatani terintegrasi untuk memaksimalkan pendapatan petani. 4. 7. Metode Analisis Data Data-data dalam kuisioner yang dikumpulkan melalui survei usahatani kemudian ditabulasi dalam worksheet exel 2003 untuk mendapatkan nilai rata-rata survei yang akan digunakan untuk menentukan matriks koefisien teknis dan nilai yang diperlukan dalam analisis data. Analisis gross margin
merupakan selisih antara total nilai output/total
income usahatani dengan total biaya variabel (Ringwood, 1988). Semakin besar nilai gross margin, maka usahatani tersebut dikatakan semakin menguntungkan. Besar kecilnya keuntungan yang diterima petani dari usahataninya akan dipengaruhi oleh nilai penerimaan dan biaya usahataninya dalam suatu periode produksi dan jumlah cabang usaha yang dikelola. Analisis gross margin dapat dirumuskan sebagai berikut. GM = O –Iv dimana: GM = Gross Margin(keuntungan kotor) O = Total output (total income) Iv = Total biaya variabel Untuk analisis pendapatan aktual, digunakan metode analisis gross margin. Analisis pendapatan dihitung dengan rumus: GM = TR – VC (1) Keterangan:
47
GM = Gross margin (Rp) TR = Total Penerimaan (Rp) VC = Variable Cost (Rp) Analisis data dalam penelitian ini berupan Analisis Linier Programing (LP) yang diselesaikan dengan bantuan software BPLX88.
Analisis ini
menggunakan dasar pertimbangan atas pendapat Hartono (Antara, 2011) bahwa petani dengan modal yang terbatas sering dihadapkan dengan fungsi produksi linier (Budiasa,2012) Penelitian
ini
dipergunakan
untuk
mengetahui
tingkat
optimal
pemanfaatan lahan sawah dan input lainnya di desa Penarukan dan memperoleh pendapatan maksimal usahatani dalam kondisi keterbatasan sumberdaya yang tersedia. Pendekatan LP merupakan sebuah teknik matematik formal yang menyeleksi kombinasi dan tingkat aktivitas, dari semua aktivitas yang layak, untuk mencapai fungsi tujuan tanpa mengabaikan ketersediaan sumberdaya dan kendala lainnya yang dispesifikasi (Barlow et al., 1977; Gonzales, 1983). mendefinsikan programasi linier sebagai sebuah prosedur berbasis computer yang dapat mengarahkan seleksi kombinasi aktivitas untuk mencapai fungsi tujuan dengan kendala yang ada. Adapun Spesifikasi dalam program linier ini adalah : 1.Fungsi tujuan : untuk memaksimalkan pendapatan usahatani campuran anatara tanaman padi, tanaman jagung dan ternak sapi 2.Kendala : luas lahan, stok input, stok output, maksimum tenaga kerja yang disewa, kas masuk, kas keluar.
48
3.Untuk memaksimalkan pendapatan usahatani melalui pelaksanaan berbagai aktifitas usahatani antara lain produksi tanaman (padi, jagung) dan ternak sapi dalam satu tahun, pembelian input, sewa tenaga kerja, penjualan output, alokasi dan transfer. Secara matematis, masalah programasi linier umumnya dinyatakan sebagai berikut (Cohen dan Cyert, 1976): n
maksimal : z c j x j ……………………………………………………….. (1) j 1
n
dengan kendala: aij x j bi ; i = 1, 2, …, m ….……………………………. j 1
(2) x j 0 ; j = 1, 2, …, n. ………….……………………………
(3) dimana z pada persamaan (1) adalah fungsi tujuan; xj’s adalah aktivitas atau variabel keputusan; cj’s adalah kontribusi dari aktivitas jth terhadap nilai fungsi tujuan; aj’s adalah unit sumberdaya ke-i yang digunakan atau unit output ke-i yang diproduksi per unit aktivitas jth; dan bi’s adalah tingkat sumberdaya yang tersedia atau kebutuhan minimal untuk setiap kendala. Persamaan (2) dan (3) masing-masing adalah set kendala dan kondisi non-negatif yang harus dipenuhi dalam proses optimasi. 4.8. Variabel Penelitian Jenis variabel yang diamati dalam penelitian tergantung jenis analisis yang digunakan, Variabel yang diamati dalam penelitian ini kriteria kelayakan ekonomi dilihat dari pendapatan maksimal dari hasil optimasi SIMANTRI dari setiap
49
aktivitas dan kendala usahatani terintegrasi petani sampel. Adapun variabel dalam penelitian ini pada Tabel 2.
Tabel 2.Variabel penelitian Variabel Pendapatan
Indikator a. Penerimaan Harga output Jumlah Output b. Biaya Variabel Bibit Pupuk Obat-obatab Pakan Tenaga Kerja
Perameter
Pengukuran
Rata-rata harga output Rata-rata jumlah output
Rp/unit Rp/unit
Rata-rata biaya bibit Rata-rata biaya pupuk Rata-rata obat-obatan Rata-rata biaya pakan Rata-rata biaya tenaga kerja
Rp/unit Rp/unit Rp/unit Rp/unit Rp/unit
4.9 Batasan Operasional Variabel Beberapa batasan operasional variable dalam penelitian ini adalah (a) Pertanian dalam penelitian ini adalah SIMANTRI 116 di lahan perkebunan yang dipandang holistik dan memenuhi kriteria-kriteria : menguntungkan secara ekonomi, ramah lingkungan, dapat diterima oleh masyarakat dan berkeadilan, menggunakan teknologi yang sepadan serta selaras dengan budaya setempat. (b) Pendapatan adalah pendapatan kotor (gross margin) maksimal yang diperoleh dari hasil optimasi SIMANTRI yang dihitung dalam rupiah per tahun. Pendapatan kotor ini dihitung dengan menggunakan semua biaya variable dari nilai penerimaan total.
50
(c) Biaya variable adalah biaya yang nilainya tergantung pada besar kecilnya skala usaha dalam SIMANTRI. (d) Penerimaan total adalah akumulasi penerimaan yang diperoleh dari semua aktivitas on-farm dalam SIMANTRI. (d) Petani adalah petani yang berusaha dalam bidang hortikultura dan ternak sapi yang mendapat bantuan dari Program SIMANTRI. (e) Produksi hortikulturan adalah seluruh hasil hortikultura yang dihasilkan dari luas lahan tertentu yang diukur dengan satuan kilogram. Produksi ternak sapi adalah seluruh anak sapi yang dihasilkan dari awal terbentuknya SIMANTRI 116 dengan satuan ekor. (f) Harga produk adalah harga jual hortikultura maupun anak sapi yang diukur dengan satuan rupiah per kilogram. (g) Penerimaan usahatani adalah hasil perkalian antara produksi dan harga produk, dalam satuan rupiah. (h) Biaya tunai adalah pengeluaran yang dibayar dengan uang dalam satuan rupiah. (i) Pendapatan tunai adalah penerimaan usahatani dikurangi biaya tunai, dinyatakan dalam satuan rupiah. (j) Biaya diperhitungkan adalah pengeluaran untuk pemakaian input milik sendiri dan tenaga kerja keluarga berdasarkan tingkat upah yang berlaku.
51
DAFTAR PUSTAKA
Bali dalam angka.2008-2012. Badan pusat statistik provinsi Bali. Budiasa, I Wayan. 2011. Pertanian Berkelanjutan: Teori dan Pemodelan. Udayana University Press, Denpasar Gunawan dan M. Soejono. 1992. Analisi Ekonomi Suplementasi Konsentrat. Penebar Swadaya. Jakarta. Guntoro. 2002. Membudi dayakan Sapi Bali. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. Hermanto, F. 1989. Ilmu Usahatani. Penebar Swadaya. Jakarta Jaya, U. 1976. Sapi Potong Menjanjikan Keuntungan. Cetakan ketiga. Penebar Swadaya. Jakarta. Kuncoro, M. 2003. Metode Riset untuk bisnis dan ekonomi. Bagaimana Meneliti dan Menulis Tesis. PT. Gelora Aksara Pratama. Penerbit Erlangga. Milles dan Huberman. (1992) Analisis Data Kualitatif (tentang metode-metode baru), Jakarta: UI-Press. Moleong, J. 2000. Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: PT. Rosdakarya
52
Nasution. (2003). Metode Research. Penelitian Ilmiah. Thesis. Bandung, Jemmars. Rangkuti. 1976. Pengaruh Pengebirian dan Pemberian Konsentrat pada Pertumbuhan Sapi. Buletin LPP No. 15. Bogor. Riduwan, 2004. Metode &Teknik Menyusun Tesis.Alfabeta. Bandung Riduwan. (2006). Dasar-dasar Statistika. Bandung: Penerbit Alfabeta Sariubang, M. 1992. Sistem Penggemukan Sapi. Balai Penelitian Ternak. Grati. Siregar, S.S. 1996. Penggemukan Sapi. Penebar Swadaya. Jakarta. Siregar,S. B. Dan Tambing. 1995. Analisis Penggemukan Sapi Potong di Desa Gebang. Kabupaten Wonogiri. Jawa Tengah. Pusat Pengembangan Penelitian. Bogor. Soekartawi, 1995. Prinsip Dasar Ekonomi Pertanian. Teori dan Aplikasinya. CV Rajawali Jakarta Soekartawi , A. 1986. Ilmu Usahatani dan Penelitian untuk Pengembangan Petani Kecil. Jakarta: Universitas Indonesia. Sugeng, B. 1992. Sapi Potong. Penebar Swadaya. Jakarta. Sugiyono. 2008 Metode Penelitian pendidikan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Alfabeta. Bandung. Sutarminingsih, L. 2004. Peluang Usaha Penggemukan Sapi. Kanisius. Yogyakarta Tjakrawiralaksana, A.1986. Ilmu Usahatani. Institut Pertanian Bogor, Bogor Tawaf R. 1993. Strategi Pengembangan Industri Peternakan Sapi Potong Berskala Kecil dan Menengah. Makalah Seminar. Jakarta: CIDES Wiyono, DB. 2007. Petunjuk Teknis Sistem Perbibitan Sapi Potong. Bogor. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan
53
Kuisioner Penelitian Nama Responden/Tlp/HP Gapoktan/Poktan Alamat
: : :
……………………………….. (SIMANTRI ……) Desa ……………., Kec. …………….., Kab.………………
I. KARAKTERISTIK RUMAH TANGGA PETANI DAN PENGUASAAN ASSET PRODUKTIF
No
1 2 3 4 5
1.1 Anggota rumah tangga (termasuk kepala keluarga) Nama Status †) Jenis Kelamin (L/ P)
Umur (tahun)
Pendidikan terakhir Jenjang/ Tingkat ††)
Keteranga n 1 =Tamat 2 = tidak tamat
1
Keterangan : †) Di kolom status, tulis 1 = Kepala Keluarga; 2 = Istri; 3 = Anak; 4 = Cucu; 5 = Orangtua; 6 = Mertua; 9 = hubungan keluarga lainnya (sebutkan) ††) Di kolom Jenjang/tingkat : tulis 0 = tidak pernah sekolah ; 1 = TK; 2 = SD; 3 = SMP; 4 = SMA; 5 = Diploma ; 6 = Sarjana ;
1.2 Penguasaan Lahan dan Status Lahan Garapan Jenis lahan Tahun 2010 2011 (setelah menerima Simantri) Lahan kering (tegalan/ladang)—ha Lahan sawah—ha
Status lahan †)
54
†) Status lahan: 1=milik; 2=menyewa; 3=bagi hasil dengan perbandingan (Hasil: ......%.:......%.; biaya:.....%:......%); 4=gadai
1.3 Penguasaan Ternak dan Status ternak yang Dipelihara Tahun Sendiri 2010 2011 Jenis Ternak (saat menerima Simantri)
Total 2012 (setahun setelah menerima Simantri) Jumlah Estimasi Jumlah Estimasi Jumlah Estimasi (ekor) Nilai (ekor) Nilai (ekor) Nilai (Rp) (Rp) (Rp)
Status ternak †)
SAPI BALI a. Anak sapi b. Sapi Dewasa c. Induk Sapi d. Pejantan †) Status lahan: 1=milik; 2=bagi hasil dengan perbandingan (Hasil: ......%.:......%.; biaya:.....%:......%)
II. PENDAPATAN RUMAH TANGGA PETANI (ON-FARM) A. TANAMAN DI LAHAN SAWAH 1. PADI 2012 a. Pola tanam, produksi, dan penjualan Uraian Waktu tanam Umur panen (hari) Luas lahan yang ditanami (are) Cara penanaman (1=disebar; 2=jarak tanam m x n ) Jumlah bibit (kg), varietas ..................................
Musim tanam terakhir Bulan……… tahun ……….
Rata-rata upah tenaga kerja/hari (8 jam kerja): Pria : Rp…………../org Wanita: Rp…………../org
Catatan: 1 HOK = 8 jam kerja setara pria per hari
55
Jumlah produksi (kg)/1 kali panen Frekuensi panen padi (berapa kali dalam setahun) dengan pola tanam: ...........................................-................... Harga produksi di lahan bila ditebaskan (Rp/are) Harga/nilai produksi (Rp/kg) bila dipanen/dikonsumsi sendiri b. Penggunaan dan biaya tenaga kerja usahatani Uraian
Bulan
TK Keluarga Pria Wanit (HO a K) (HOK )
Pengolahan lahan Penanaman Penyiangan Pemupukan Pengairan/irigasi Penyemprotan Penyulaman Panen Pengangkutan Pasca panen (pengeringan/jemur dan penyimpanan) c. Penggunaan input dan besarnya biaya usahatani lainnya Uraian Jumlah Harga satuan (Rp) Benih (kg) Sumber benih yang digunakan (1=hasil sendiri; 2=beli dari kios pertanian) Pupuk (kg): 1. Urea 1…………. 1…………. 2. KCL 2…………. 2…………. 3. NPK 3…………. 3…………. 4. Pupuk kandang 4…………. 4…………. sapi 5…………. 5…………. 5. Kompos 6................ 6................ 6. …………..
TK Upahan Pria Wanita (HO (HOK) K)
Bulan
1…………. 2…………. 3…………. 4…………. 5…………. 6................
56
Pestisida: Cair (ml) jenisnya …………………… Powder (kg) jenisnya ………………. Bi-ourine (liter) Biaya angkut: * Lahan – ke rumah (Rp/kwt) * Rumah – ke pasar (Rp/kwt) * Lahan – ke pasar (Rp/kwt) Alat (unit): * Sabit * Cangkul * Keranjang PBB per ha/tahun 1. PALAWIJA 2012, Jenis: ............................................... a. Pola tanam, produksi, dan penjualan Uraian Waktu tanam
Musim tanam terakhir Bulan……… tahun ……….
Umur panen (hari) Luas lahan yang ditanami (are) Cara penanaman (1=disebar; 2=jarak tanam m x n ) Jumlah bibit (kg), varietas .................................. Jumlah produksi (kg)/1 kali panen Frekuensi panen palawija (berapa kali dalam setahun) dengan pola tanam: ...........................................-................... Harga produksi di lahan bila ditebaskan (Rp/are) Harga/nilai produksi (Rp/kg) bila dipanen/dikonsumsi sendiri b. Penggunaan dan biaya tenaga kerja usahatani
Rata-rata upah tenaga kerja/hari (8 jam kerja): Pria : Rp…………../org Wanita: Rp…………../org
Catatan: 1 HOK = 8 jam kerja setara pria per hari
57
Uraian
Bulan
TK Keluarga Pria Wanit (HO a K) (HOK )
Pengolahan lahan Penanaman Penyiangan Pemupukan Pengairan/irigasi Penyemprotan Penyulaman Panen Pengangkutan Pasca panen (pengeringan/jemur dan penyimpanan) c. Penggunaan input dan besarnya biaya usahatani lainnya Uraian Jumlah Harga satuan (Rp) Benih (kg) Sumber benih yang digunakan (1=hasil sendiri; 2=beli dari kios pertanian) Pupuk (kg): 1. Urea 1…………. 1…………. 2. KCL 2…………. 2…………. 3. NPK 3…………. 3…………. 4. Pupuk kandang 4…………. 4…………. sapi 5…………. 5…………. 5. Kompos 6................ 6................ 6. ………….. Pestisida: Cair (ml) jenisnya …………………… Powder (kg) jenisnya ………………. Bi-ourine (liter) Biaya angkut: * Lahan – ke rumah (Rp/kwt) * Rumah – ke pasar (Rp/kwt) * Lahan –
TK Upahan Pria Wanita (HO (HOK) K)
Bulan
1…………. 2…………. 3…………. 4…………. 5…………. 6................
58
ke pasar (Rp/kwt) Alat (unit): * Sabit * Cangkul * Keranjang PBB per ha/tahun
1. RUMPUT GAJAH 2012, Jenis: ............................................... a. Pola tanam, produksi, dan penjualan Uraian Waktu tanam
Musim tanam terakhir Bulan……… tahun ……….
Rata-rata upah tenaga kerja/hari (8 jam kerja): Pria : Rp…………../org Wanita: Rp…………../org
Umur panen (hari) Luas lahan yang ditanami (are) Cara penanaman (1=disebar; 2=jarak tanam m x n ) Jumlah bibit (stek), varietas .................................. Jumlah produksi (ikat/are atau kg basah/are) Frekuensi panen rumput pad rumpun yang sama (berapa kali dalam setahun) Harga/nilai produksi (Rp/ikat atau Rp/kg) bila dipanen/dikonsumsi untuk pakan ternak sendiri sendiri
Catatan: 1 HOK = 8 jam kerja setara pria per hari
b. Penggunaan dan biaya tenaga kerja usahatani Uraian
Pengolahan lahan Penanaman Pemupukan Pengairan/irigasi
Bulan
TK Keluarga Pria Wanit (HO a K) (HOK )
TK Upahan Pria Wanita (HO (HOK) K)
59
Penyemprotan Panen
c. Penggunaan input dan besarnya biaya usahatani lainnya Uraian Jumlah Harga satuan (Rp) Benih (stek) Sumber benih yang digunakan (1=hasil sendiri; 2=minta pada tetangga) Pupuk (kg): 1. Urea 1…………. 1…………. 2. KCL 2…………. 2…………. 3. NPK 3…………. 3…………. 4. Pupuk kandang 4…………. 4…………. sapi 5…………. 5…………. 5. Kompos 6................ 6................ 6. ………….. Pestisida: Cair (ml) jenisnya …………………… Powder (kg) jenisnya ………………. Bi-ourine (liter) Alat (unit): * Sabit * Cangkul * Keranjang PBB per ha/tahun
B. PETERNAKAN 1. Jenis ternak : SAPI 2. Luas lahan untuk kandang koloni (...........are)
Bulan
1…………. 2…………. 3…………. 4…………. 5…………. 6................
60
3. Status lahan untuk kandang koloni: (1). Sewa Rp............../th; (2). Bagi hasil ..........% dari hasil penjualan sapi, pupuk, dan biourine 4. Pmeliharaan ternak sapi SIMANTRI oleh seorang petani (ekor) Tahun 2011 2012 Mei 2013 Jenis Ternak (saat menerima (setahun setelah Simantri) menerima Simantri) Jumlah Estimasi Jumlah Estimasi Jumlah Estimasi (ekor) Nilai (ekor) Nilai (ekor) Nilai (Rp) (Rp) (Rp) SAPI BALI a. Anak sapi b. Sapi Dewasa c. Induk Sapi d. Sapi Pejantan Sistem pembagian hasil penjualan: (a) Anak sapi I: .........% pemelihara; .........% poktan; ......% gapoktan; .......% pemilik tanah untuk kandang koloni (b) Anak sapi II: .........% pemelihara; .........% poktan; ......% gapoktan; .......% pemilik tanah untuk kandang koloni (c) Anak sapi II: .........% pemelihara; .........% poktan; ......% gapoktan; .......% pemilik tanah untuk kandang koloni (d) Dst....... 5. Manajemen pakan Jenis pakan Pemberian Harga pakan pakan (kg/hari) (Rp/kg) atau ikat per hari Rumput gajah Limbah pertanian (jerami padi/palawija) Difermentasi Non-fermentasi Dedak padi 6. Jenis penyakit ternak yang sedang diderita ternak sapi SIMANTRI Jenis penyakit Ternak yang diserang Jumlah kematian tahun 2011-Mei 2013 Dewasa Muda Anak Dewasa Muda Anak
61
Biaya vaksinasi (Rp) 7. Penggunaan dan biaya tenaga kerja usaha ternak per hari Uraian TK.Keluarga TK.Upahan Pria Wanit Pria Wanit (jam a (jam a ) (jam) ) (jam) Mengumpulkan pakan Memberi pakan Memandikan ternak Membersihkan kandang Catatan: curahan TK untuk usaha ternak direkam dalam satuan jam/hari.