BAB I PENDAHULUAN
A. Alasan Pemilihan Judul 1. Aktualitas Indonesia merupakan salah satu negara yang berada tepat di bawah garis khatulistiwa, yang membuatnya menjadi negara beriklim tropis. Hal ini menyebabkan negara Indonesia berpotensi untuk mengembangkan sektor pertanian dengan berbagai keaneka-ragaman hayati. Hasil pertanian yang melimpah dapat memberikan kontribusi yang positif terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia. Pada permulaan tahun 1970-an, pemerintah Indonesia meluncurkan suatu program pembangunan pertanian yang dikenal sebagai program revolusi hijau. Teknologi modern terpilih sebagai perwujudan revolusi hijau untuk memaksimalkan hasil pertanian, khususnya sub-sektor pertanian pangan. Sampai pada tahun 1980-an, sektor pertanian berfungsi sebagai strategi pembangunan nasional. Terbukti pada tahun 1985, Indonesia berhasil mencapai swasembada beras. Peningkatan produksi bahan pangan mampu memecahkan masalah kemiskinan dan kelaparan di Indonesia. Akan tetapi, pada tahun 1990-an terjadi suatu perubahan paradigma pembangunan di Indonesia yang lebih fokus terhadap sektor industri dan jasa. Hal ini menyebabkan perhatian pemerintah terhadap sektor pertanian semakin berkurang. Dalam sejarah pertanian Indonesia, sektor pertanian merupakan sektor penting dalam membuka lapangan pekerjaan. Banyak masyarakat yang memilih
1
mata pencaharian utamanya sebagai petani untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Namun, penghasilan yang diperoleh sangat bergantung terhadap produktivitas petani yang berkaitan erat dengan luas lahan, kualitas sumberdaya petani (usia, pendidikan, keterampilan dan pengalaman kerja), pengembangan IPTEK dan kebijakan pemerintah. Saat ini, sektor pertanian di Indonesia sangat bergantung terhadap teknologi modern. Terjadi perubahan sikap pada petani dalam mengelola pertanian yang semula tradisional menjadi lebih modern. Adanya teknologi modern semakin memudahkan dan mempercepat pekerjaan petani mulai dari proses tanam, proses pemeliharaan, proses panen sampai proses pasca panen. Akan
tetapi,
ketergantungan
petani
terhadap
teknologi
modern
sering
menimbulkan kerentanan yang dapat mengganggu proses produksi. Contohnya, bila harga pupuk atau pestisida naik, petani terpaksa membeli pupuk atau pestisida yang mahal, jika tidak produksinya akan menurun. Selain itu, penggunaan teknologi modern secara berlebihan akan berdampak negatif terhadap lingkungan seperti menurunnya kualitas tanah. Selama ini, masalah produktivitas petani di Indonesia banyak diselesaikan dengan cara pendekatan ekonomi, seperti kredit usaha tani serta pemberian pupuk dan benih padi bersubsidi. Akan tetapi, peningkatan produktivitas petani relatif kecil. Peningkatan produktivitas petani yang relatif kecil ini disebabkan oleh rendahnya kualitas sumber daya petani dalam mengelola pertanian dan mengakses informasi di berbagai lembaga usaha. Selain itu, terdapat kelemahan insentif politik petani dalam proses pengambilan keputusan. Dewasa ini, pemberdayaan
2
petani sudah banyak dilakukan melalui pendekatan kelompok, salah satunya adalah Gapoktan (Gabungan Kelompok Tani). Pada dasarnya, kelompok tani merupakan organisasi non formal yang dibentuk oleh petani, dari petani dan untuk petani itu sendiri. Kelompok tani dianggap lebih mengetahui permasalahan dan kebutuhan petani, sehingga organisasi ini lebih berpotensi untuk melaksanakan pemberdayaan. Dibentuknya kelompok tani sebagai tempat mengakses informasi, pasar, teknologi, permodalan dan sumber daya lainnya untuk mempermudah petani dalam meningkatkan produktivitasnya. Selain itu, pembinaan dan pendampingan yang diberikan dapat membantu setiap anggotanya dalam menggali potensi dan memecahkan semua masalah usaha tani secara efektif dan efisien.
2. Orisinalitas Penelitian dengan tema pemberdayaan petani sudah banyak dilakukan oleh peneliti lain dari berbagai bidang, baik sosial, ekonomi, budaya, pertanian maupun pendidikan. Sebelumnya telah dilakukan penelitian oleh Ardini Nuruliyah, mahasiswa Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan (PSdK), Universitas Gadjah Mada tentang “Gapoktan sebagai Institusi Mediasi dalam Pemberdayaan Petani”, dengan fokus penelitian yaitu untuk mengetahui bagaimana peran Gapoktan sebagai institusi mediasi dalam pemberdayaan petani. Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Dyah Puspita Ratna, program studi Pendidikan Luar Sekolah, Universitas Negeri Yogyakarta tentang “Pemberdayaan Petani melalui Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) di Desa Jendi Kecamatan Selogiri Kabupaten
3
Wonogiri Jawa Tengah”, dengan fokus penelitian yaitu untuk mengetahui bagaimana mekanisme kerja Gapoktan dalam meningkatkan pengetahuan anggotanya, mengubah pola pikir petani dan sebagai mediator dalam memenuhi kebutuhan modal untuk usaha pertanian anggotanya serta bagaimana usaha Gapoktan dalam mengkoordinasi hasil pertanian untuk mendapatkan nilai jual yang lebih tinggi. Meskipun memiliki kesamaan judul dan tema, penelitian ini mempunyai fokus penelitian yang berbeda, yaitu untuk menganalisis strategi yang dilakukan
oleh
Gapoktan
dalam
memberdayakan
anggotanya
serta
menggambarkan kapasitas Gapoktan sebagai media untuk memberdayakan anggotanya.
3. Relevansi dengan Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan Jurusan Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan (PSdK) memiliki tiga konsentrasi yaitu : social policy, community empowerment dan corporate social responsibility. Pemberdayaan masyarakat sebagai sebuah strategi pembangunan nasional sudah banyak diterima oleh masyarakat Indonesia, begitu juga dengan petani. Dalam konsep pemberdayaan, posisi masyarakat bukan hanya sebagai objek semata yang bergantung terhadap pihak luar, melainkan sebagai subjek yang berbuat secara mandiri. Partisipasi masyarakat sangat penting dalam menentukan keberhasilan suatu proses pemberdayaan. Selain itu, ada strategi dan upaya yang dilakukan untuk mencapai tujuan dari pemberdayaan. Tema penelitian ini adalah “pemberdayaan petani”, dengan fokus penelitian pada strategi yang dilakukan Gapoktan untuk memberdayakan anggotanya. Dengan demikian,
4
penelitian ini memiliki relevansi dengan Jurusan PSdK terutama pada kosentrasi community empowerment.
B. Latar Belakang Sejak awal perkembangannya, konsep pertanian bertujuan untuk memenuhi kebutuhan pangan manusia. Untuk menghasilkan bahan pangan, manusia memanfaatkan sumber daya hayati yang ada dengan cara bercocok tanam. Pertumbuhan penduduk yang semakin tahun semakin bertambah diiringi juga dengan permintaan atas bahan pangan yang semakin meningkat. Keadaan seperti inilah yang mendorong manusia untuk memilih pertanian sebagai mata pencahariannya. Selain untuk dikonsumsi sendiri, bahan pangan yang dihasilkan dapat didistribusikan ke masyarakat lain yang membutuhkannya. Letak negara Indonesia yang dilewati oleh garis khatuliswa menyebabkan negara tersebut memiliki iklim tropis. Iklim tropis yang ada di Indonesia sangat mendukung berkembangnya sektor pertanian dengan berbagai keanekaragaman hayati. Hasil pertanian yang melimpah dapat memberikan kontribusi yang positif terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia. Pada permulaan tahun 1970-an, pemerintah Indonesia meluncurkan suatu program pembangunan pertanian yang dikenal secara luas dengan program Revolusi Hijau, yang di masyarakat petani dikenal dengan program BIMAS.1 Program Revolusi Hijau ini bertujuan untuk memaksimalkan hasil pertanian, khususnya sub-sektor pertanian pangan. Teknologi pertanian modern terpilih
1
Soetrisno, L. 2002. Paradigma Baru Pembangunan Pertanian. Yogyakarta: Kanisius.
5
sebagai perwujudan Revolusi Hijau. Tersedianya pupuk dan obat-obatan pelindung tanaman yang berbahan kimia, bibit padi unggul, teknologi modern seperti traktor tangan dan mesin penggiling, sistem irigasi serta kredit usaha tani merupakan sarana dan prasarana dari moderniasi pertanian. Dengan kata lain, sistem pertanian yang semula bersifat tradisional berubah menjadi sistem pertanian yang lebih modern. Sampai pada tahun 1980-an, sektor pertanian berfungsi sebagai strategi pembangunan nasional serta berperan penting dalam perekonomian Indonesia. Terbukti pada tahun 1985, Indonesia berhasil mencapai swasembada beras. Peningkatan produksi bahan pangan yang dicapai melalui program revolusi hijau mampu memecahkan masalah kemiskinan dan kelaparan di Indonesia. Seiring berkembangnya zaman, pada tahun 1990-an terjadi suatu perubahan paradigma pembangunan di Indonesia yang lebih fokus terhadap sektor industri dan jasa. Hal ini justru berimbas kepada sektor pertanian yang semakin tidak diperhatikan oleh pemerintah. Sektor industri dan jasa dianggap lebih mampu meningkatkan kesejahteraan penduduk Indonesia. Namun, pada tahun 1998 semua ini berubah menjadi angan-angan saja akibat terjadinya krisis moneter yang menimpa Indonesia. Meningkatnya biaya produksi karena menurunnya nilai mata uang rupiah mengakibatkan ratusan industri dari berbagai jenis di Indonesia terpaksa menggulung tikar. Di lain sisi, hal yang mengejutkan terjadi pada sektor pertanian khususnya sub-sektor perkebunan. Dimana nilai jual hasil pertanian sub-sektor perkebunan mengalami kenaikan di pasar internasional. Hal ini menunjukkan bahwa beberapa sub-sektor dari pertanian mampu bertahan
6
menghadapi krisis ekonomi yang terjadi. Akan tetapi, untuk menjadikan sektor pertanian sebagai landasan pembangunan nasional bukanlah hal yang mudah. Indonesia harus memperbaiki dan memecahkan masalah-masalah pertanian yang ada sehingga mampu bersaing dengan pertanian di negara-negara lain. Kondisi sosial budaya petani merupakan masalah utama dalam fungsi sektor pertanian di dalam pembangunan nasional dan kemampuan sektor tersebut untuk bersaing pada abad yang akan datang.2 Dalam sejarah pertanian Indonesia, sektor pertanian merupakan sektor penting dalam membuka lapangan pekerjaan serta perannya dalam pembangunan ekonomi nasional. Data Badan Pusat Statistik menyebutkan bahwa pada tahun 2011 sektor pertanian menyerap tenaga kerja sebanyak 24% dari jumlah total penduduk di D.I. Yogyakarta. Sementara itu, pemanfaatan lahan untuk pertanian di Provinsi D.I. Yogyakarta sebesar 70,9% atau 225.868 hektar, terdiri dari lahan sawah (25,01 % atau 56.491 hektar) dan lahan bukan sawah (74,98 % atau 169.377 hektar).3 Sebanyak 836.959 jiwa penduduk di Provinsi D.I. Yogyakarta bekerja dan menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian. Setiap petani berharap
mendapatkan
penghasilan
yang
dapat
mencukupi
kebutuhan
keluarganya. Namun, penghasilan yang diperoleh sangat bergantung terhadap produktivitas petani yang berkaitan erat dengan luas lahan, kualitas sumber daya manusia (usia, pendidikan, keterampilan dan pengalaman kerja), pengembangan IPTEK (Ilmu Pengetahuan dan Teknologi) serta kebijakan pemerintah. Whitmore dikutip oleh Sedarmayanti mengemukakan: 2
Ibid. Badan Pusat Statistik. “Tenaga Kerja tahun 2012” dalam http://yogyakarta.bps.go.id/ diakses 30 Mei 2013.
3
7
“productivity is a measure of the use resources of an organization and is usually expressed as a ratio of the output obtained by the uses resources 4
to the amount of resources employed”.
Seiring dengan pertumbuhan penduduk yang setiap tahun semakin bertambah, maka fokus utama dari pembangunan pertanian adalah meningkatkan hasil produksi khususnya beras, sehingga dapat menyediakan bahan pangan beras bagi hampir semua masyarakat Indonesia. Berbagai kendala telah dihadapi oleh petani dalam upaya peningkatan produksi tanaman pangan. Keadaan cuaca dan musim yang sudah tidak menentu sering mengakibatkan kekeringan atau kebanjiran di lahan pertanian. Selain itu, perkembangan hama penyakit tanaman dan semakin menurunnya produktivitas lahan pertanian merupakan kendala yang harus dipecahkan agar dapat meningkatkan hasil produksi pertanian. Data Badan Pusat Statistik menyebutkan bahwa pada tahun 2011, luas panen padi sawah di Provinsi D.I. Yogyakarta mengalami peningkatan sebesar 1,01% menjadi 107.990 hektar, diikuti dengan kenaikan produksinya sebesar 1,02% menjadi 653.434 ton.5 Apabila dilihat dari aspek luas panen, Kabupaten Bantul dan Kabupaten Sleman sangat potensial dalam penanaman tanaman padi sawah. Data Badan Pusat Statistik menyebutkan bahwa pada tahun 2011, Kabupaten Bantul mempunyai luas panen padi sawah seluas 30.559 hektar atau 28,33 % dan menghasilkan produksi sebanyak 184.909 ton atau 28,29 %. Sedangkan Kabupaten Sleman mempunyai luas panen tanaman padi sawah seluas 40.641 hektar atau 37,63 % dan menghasilkan produksi sebanyak 245.914 ton atau 37,63 %.6 Masing-masing
4
Sedarmayanti. 2001. Sumber Daya Manusia dan Produktivitas Kerja. Bandung : Mandar Maju. Badan Pusat Statistik. 2011. Statistik Pertanian. Yogyakarta : Badan Pusat Statistik. 6 Ibid.
5
8
wilayah memberikan sumbangan sebesar 28,29% (Bantul) dan 37,63% (Sleman) terhadap hasil produksi padi sawah di Provinsi D.I. Yogyakarta. Untuk menjamin ketersediaan dan kestabilan harga beras, maka pendistribusian beras dilaksanakan secara efektif, efisien serta merata di seluruh pasar. Kelangkaan dan kenaikan harga bahan pangan mengakibatkan daya beli masyarakat terhadap bahan pangan menjadi menurun. Selain mencukupi kebutuhan masyarakat akan bahan pangan, peningkatan produksi pangan berdampak terhadap kesejahteraan petani. Penghasilan yang diperoleh petani digunakan kembali untuk biaya produksi serta memenuhi kebutuhan lain seperti pendidikan, kesehatan, pangan dan lain sebagainya. Dalam hal ini, penghasilan yang diperoleh petani seimbang dengan pengeluaran. Nilai tukar petani merupakan sebuah konsep untuk mengukur tingkat kesejahteraan petani yang dipublikasikan oleh Badan Pusat Statistik. Nilai tukar petani adalah tingkat hubungan antara indeks harga yang diterima dengan indeks harga yang dibayar oleh petani. Data Badan Pusat Statistik menyebutkan bahwa nilai tukar petani pada tahun 2010 di Provinsi D.I. Yogyakarta mencapai angka 112,64 atau mengalami kenaikan sebesar 4,4% dibandingkan tahun 2009 yang tercatat sebesar 107,84.7 Hal ini disebabkan karena terjadi kenaikan indeks harga yang diterima petani sebesar 9,41% dan pada saat yang sama terjadi kenaikan indeks harga yang dibayar petani sebesar 4,74%. Pencapain tertinggi dari nilai tukar petani sepanjang dekade 2000-an terjadi pada tahun 2007. Pada tahun 2007, petani di Provinsi D.I. Yogyakarta merangkup keuntungan yang sangat besar atas hasil produksinya, 7
Badan Pusat Statistik. “Nilai Tukar Petani tahun 2010” http://yogyakarta.bps.go.id/ diakses 30 Mei 2013.
9
akan tetapi pada tahun yang sama pengeluaran petani untuk biaya produksi serta biaya pemenuhan kebutuhan juga cukup besar. Terlihat dari persentase yang disajikan oleh Badan Pusat Statistik, menyebutkan bahwa indeks harga yang diterima petani pada tahun 2007 sebesar 816,82, sementara indeks harga yang dibayar petani sebesar 639,78.8 Seiring dengan perkembangan zaman, pertanian di Indonesia saat ini banyak menggunakan teknologi modern dalam pengelolaannya. Kecanggihan teknologi modern telah menyediakan peralatan/mesin untuk membantu petani mulai dari proses tanam, proses pemeliharaan, proses panen serta proses pasca panen. Selain meringankan pekerjaan petani, teknologi modern tersebut dapat mempercepat waktu yang dibutuhkan petani untuk mengolah lahan dan hasil pertanian. Akan tetapi, penggunaan peralatan/mesin dari teknologi modern berpengaruh terhadap indeks harga yang dibayar petani. Data Badan Pusat Statistik menyebutkan bahwa penggunaan alat pengolah lahan di D.I. Yogyakarta pada tahun 2011 mengalami kenaikan sebesar 14,46% dibandingkan tahun sebelumnya.9 Peningkatan penggunaan alat pengolah lahan ini diikuti dengan peningkatan hasil produksi pertanian di Provinsi D.I. Yogyakarta. Tercapainya peningkatan produktivitas pertanian merupakan tujuan utama dari penggunaan teknologi modern (revolusi hijau), akan tetapi pada tingkat yang lebih kecil telah menimbulkan berbagai masalah. Terjadi perubahan sikap dan perilaku pada petani dalam mengelola pertanian yang semula tradisional menjadi lebih modern. Petani lebih bergantung terhadap kecanggihan teknologi modern dan melupakan 8 9
Ibid. Ibid.
10
pengetahun-pengetahuan lokal yang telah ada dan digunakan sejak dulu. Ketergantungan petani pada teknologi modern menimbulkan kerentanan yang dapat mengganggu proses produksi. Contohnya, bila harga pupuk atau pestisida naik, petani terpaksa membeli pupuk atau pestisida yang mahal, jika tidak produksinya akan menurun. Selain itu, penggunaan teknologi modern secara berlebihan berdampak negatif terhadap lingkungan. Wahono menyebutkan bahwa semuanya itu merupakan Revolusi Hijau dan perangkatnya yang bagaimanapun membawa pengaruh perubahan pada para petani dalam hubungannya dengan petani lain, alam, teknologi, pemerintah, bahkan perusahaan-perusahaan besar baik dalam maupun luar negeri.10 Selama ini, masalah produktivitas petani di Indonesia banyak diselesaikan dengan pendekatan ekonomi. Program-program yang telah dilakukan oleh pemerintah dengan cara pendekatan ekonomi adalah kredit usaha tani serta pemberian pupuk dan benih padi bersubsidi. Akan tetapi, peningkatan produktivitas petani relatif kecil. Peningkatan produktivitas petani yang relatif kecil ini disebabkan oleh kurangnya kemampuan dan pengetahuan petani dalam mengelola usaha tani maupun agribisnisnya ; kurangnya insentif politik petani dalam proses pengambilan keputusan ; serta kelemahan petani dalam mengakses informasi di berbagai lembaga usaha, seperti: lembaga keuangan, pemasaran serta penyedia sarana produksi pertanian. Untuk mengatasi hal tersebut, pemerintah menyelenggarakan penyuluhan di bidang pertanian yang telah disusun dalam UU No. 16 Tahun 2006 tentang “Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan 10
Wahono, F. 1999. “Revolusi Hijau: Dari Perangkap Involusi ke Perangkap Globalisasi.” Jurnal Ilmu Sosial Transformatif, No. IV (1), pp. 9-38.
11
Kehutanan”. Salah satu strategi dalam pelaksanaan penyuluhan pertanian tersebut adalah memberdayakan petani atau kelompok tani melalui Gapoktan (Gabungan Kelompok Tani). Dewasa ini, banyak petani yang tergabung ke dalam sebuah kelompok ataupun organisasi, salah satunya adalah kelompok tani. Kelompok tani adalah kumpulan
petani/peternak/pekebun
yang
dibentuk
atas
dasar
kesamaan
kepentingan, kesamaan kondisi lingkungan (sosial, ekonomi, sumberdaya) dan keakraban untuk meningkatkan dan mengembangkan usaha anggota (Permentan Nomor: 273/Kpts/OT.160/4/2007). Kelompok tani memiliki tiga fungsi yaitu sebagai kelas belajar, wahana kerja bersama dan unit produksi. Sebagai kelas belajar, kelompok tani merupakan tempat belajar mangajar guna meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan sikap serta kemandirian dalam berusaha tani. Sebagai wahana kerja sama, memandang usaha tani yang dikerjakan oleh setiap anggota kelompok sebagai satu kesatuan, sehingga dapat dikembangkan secara bersama-sama untuk mencapai skala ekonomi. Sebagai unit produksi, kelompok tani mengambil keputusan dalam menentukan pengembangan produksi yang menguntungkan berdasarkan informasi yang tersedia dalam bidang teknologi, sosial, permodalan, sarana produksi dan sumber daya lainnya. Untuk memperjuangkan kepentingan bersama secara kooperatif terkait dengan munculnya berbagai masalah dan peluang yang ada, maka kelompok tani dikembangkan menjadi satu organisasi yang jauh lebih besar. Organisasi tersebut adalah Gapoktan (Gabungan Kelompok Tani). Di Desa Sumbermulyo telah didirikan Gapoktan bernama Sumber Harapan dengan jumlah anggota 17
12
kelompok tani. Sebagai sebuah organisasi, Gapoktan Sumber Harapan berfungsi sebagai wadah/tempat bagi anggotanya dalam menjalankan kegiatan administrasi seperti struktur organisasi, rapat/pertemuan, tamu dan buku kegiatan. Gapoktan Sumber Harapan melakukan segala rangkaian hierarki untuk menata peran ataupun pembagian kerja bagi setiap anggotanya serta adanya interaksi antar individu atau kelompok, baik di dalam maupun di luar Gapoktan Sumber Harapan. Pembentukan Gapoktan Sumber Harapan merupakan langkah awal untuk meningkatkan kemampuan setiap anggotanya dalam melaksanakan fungsinya, mengembangkan agribisnis serta menguatkan kelompok tani menjadi organisasi yang kuat dan mandiri. Peningkatan kemampuan dan keterampilan petani dalam mengembangkan agribisnis pada hakikatnya adalah sebuah pemberdayaan. Dalam proses pemberdayaan masyarakat diarahkan pada pengembangan sumber daya manusia (di pedesaan), penciptaan peluang berusaha yang sesuai dengan keinginan mereka.11 Pemberdayaan petani diupayakan melalui peningkatan SDM agar petani semakin berdaya. Berdaya dalam artian bahwa petani memiliki upayaupaya yang memungkinkan mereka untuk bertahan dan mengembangkan diri demi mencapai kemajuan, kemandirian dan kesejahteraan. Oleh karena itu, Gapoktan Sumber Harapan melaksanakan pemberdayaan untuk meningkatkan potensi dan daya yang dimiliki oleh anggotanya. Selain itu, Dinas Pertanian D.I. Yogyakarta telah menyusun rencana strategis dalam meningkatkan kemampuan dan ketrampilan petani sebagai tujuan
11
Mubyarto. 1986. Pengantar Ekonomi Pertanian. Jakarta : LP3ES.
13
dari pemberdayaan petani dalam kurun waktu 2009-2013. Strategi-strategi yang telah disusun dalam meningkatkan kemampuan dan keterampilan petani antara lain : (1) Pemberdayaan petani dalam melakukan agribisnis produk unggul pertanian melalui penguatan kelembagaan dan usahanya, (2) Peningkatan kemampuan petani melalui pelatihan, kursus, magang, sekolah lapang, (3) Peningkatan aplikasi teknologi pertanian oleh masyarakat, (4) Pelaksanaan pembinaan petani dalam menjalankan usaha taninya oleh petugas, (5) Pengembangan kemitraan antar poktan / Gapoktan / lembaga petani dengan pihak ketiga dalam membangun rantai pasokan.12 Pendekatan
pemberdayaan
dalam
pembangunan
pertanian
lebih
ditekankan pada berkembangnya prakarsa dan kreativitas petani sebagai sumber daya utama. Adapun strategi yang dilakukan dalam proses pemberdayaan petani adalah memberikan kewenangan dan mengembangkan kapasitas petani. Kewenangan tersebut meliputi keseluruhan proses pembangunan sejak identifikasi masalah dan kebutuhan, perencanaan, pelaksanaan, evaluasi dan menarik manfaat hasil pembangunan.13 Agar petani dapat menjalankan wewenang tersebut dengan baik diperlukan kapasitas dan kemampuan. Oleh sebab itu, pemberian wewenang dan pengembangan kapasitas tidak dapat dipisahkan dalam proses pemberdayaan. Pemberdayaan petani dapat terlaksana dengan baik jika didukung oleh tingkat partisipasi yang tinggi. Pemberdayaan petani merupakan target atau tujuan yang hendak dicapai, sedangkan partisipasi petani merupakan alat untuk mencapai target atau tujuan tersebut. 12
Dinas Pertanian. “Rencana Strategi : Meningkatkan Kemampuan dan Keterampilan Petani” dalam http://distan.pemda-diy.go.id/ diakses 7 Juni 2013. 13 Soetomo. 2011. Pemberdayaan Masyarakat. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
14
Proses penguatan dan kemandirian pada petani ataupun kelompok tani ternyata tidak semudah yang diperkirakan. Hal ini disebabkan oleh pola pikir petani yang masih sama seperti dulu, yaitu mengharapkan bantuan. Petani beranggapan bahwa pembentukan Gapoktan adalah alternatif lain untuk mendapatkan bantuan. Sampai saat ini, doktrin “pemberian bantuan” bagi petani sudah melekat dengan sangat kuat, sehingga petani menjadi ketergantungan dan tidak partisipatif dalam melaksanakan pembangunan pertanian. Pola pikir seperti inilah yang secara perlahan atau bertahap diubah sejalan dengan pengembangan Gapoktan.
C. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka fokus penelitian atau rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : 1. Bagaimana strategi yang dilakukan oleh Gapoktan untuk memberdayakan anggotanya? 2. Bagaimana kapasitas yang dimiliki oleh Gapoktan untuk memberdayakan anggotanya?
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian a. Untuk menganalisis strategi yang dilakukan oleh Gapoktan dalam memberdayakan anggotanya.
15
b. Untuk menggambarkan kapasitas yang dimiliki oleh Gapoktan dalam memberdayakan anggotanya. 2. Manfaat Penelitian a. Teoritis Untuk memperkaya informasi ilmiah tentang dinamika strategi kelompok tani dalam perubahan-perubahan organisasi dan adaptasi terhadap dinamika kelompok. b. Praktis Untuk memberikan alternatif solusi terhadap penguatan kelompok tani sebagai organisasi berbasis lokal di dalam pengelolaan usaha tani.
E. Tinjauan Pustaka Pemberdayaan berasal dari kata daya. Kata “Daya” dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) berarti “kemampuan untuk melakukan sesuatu atau bertindak;
kekuatan;
akal;
ikhtiar;
upaya”.
Jika
diterjemahkan
untuk
mendefinisikan makna dari “pemberdayaan”, maka pemberdayaan adalah segala usaha atau kegiatan yang bertujuan untuk meningkatkan kekuatan, kemampuan serta daya guna dalam mengambil keputusan dan menentukan tindakan yang akan dilakukan. Shardlow dikutip oleh Isbandi menyebutkan bahwa berbagai pengertian yang ada mengenai pemberdayaan pada intinya membahas bagaimana individu, kelompok ataupun komunitas berusaha mengontrol kehidupan mereka
16
sendiri dan mengusahakan untuk membentuk masa depan sesuai dengan keinginan mereka.14 Mengutip pendapat Ife : “Empowerment is a process of helping disadvantaged groups and individual to compete more effectively with other interests, by helping them to learn and use in lobbying, using the media, engaging in political action, understanding how to ‘work the sistem’, and so on”.15
Dalam konsep pemberdayaan, posisi masyarakat bukan hanya sebagai objek semata atau penerima manfaat yang bergantung terhadap pihak luar, melainkan sebagai subjek yang berbuat secara mandiri. Partisipasi masyarakat sangat penting dalam menentukan keberhasilan suatu proses pemberdayaan. Priyono dan Pranarka menyebutkan bahwa proses pemberdayaan ditekankan pada proses memberikan kemampuan kepada masyarakat agar menjadi berdaya, mendorong atau memotivasi individu agar mempunyai kemampuan atau keberdayaan untuk menentukan pilihan hidupnya.16 Pemberdayaan masyarakat merupakan upaya untuk memandirikan masyarakat lewat perwujudan potensi kemampuan yang mereka miliki.17 Sementara itu, tujuan yang ingin dicapai dari pemberdayaan masyarakat menurut Sulistiyani adalah untuk membentuk individu dan masyarakat menjadi mandiri. Kemandirian tersebut meliputi kemandirian berfikir, bertindak, dan mengendalikan apa yang ingin mereka lakukan.18
14
Isbandi, R.A. 2002. Pemikiran-pemikiran Dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial. Jakarta: Lembaga Penerbit FE-UI. 15 Ife, J. 1995. Community Development: Creating Community Alternatives-Vision, Anallysis and Practice. Melbourne: Longman Australia Pty. Ltd. 16 Priyono, O.S. dan Pranarka, A.M.W. 1996. Pemberdayaan; Konsep, Kebijakan dan Implementasi. Jakarta. Centre for Strategic and International Studies. 17 Sumodiningrat, G. 1999. Pemberdayaan Masyarakat dan Jaringan Pengaman Sosial. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. 18 Sulistyani, A.T. 2004. Kemitraan dan Model-model Pemberdayaan. Jakarta: Gava Media.
17
Upaya yang dilakukan di dalam memberdayakan masyarakat dapat memiliki dimensi : 1) Menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan masyarakat berkembang (Enambling), 2) Memperkuat potensi atau daya yang dimiliki oleh masyarakat (Empowering), penguatan ini meliputi langkah-langkah nyata, dan menyangkut penyediaan berbagai masukan (input), serta pembukaan akses ke dalam berbagai peluang (opportunities) yang akan membuat masyarakat menjadi
semakin
berdaya,
3)
Memberdayakan
mengandung
pula
arti
melindungi.19 Pemberdayaan masyarakat sebagai sebuah strategi pembangunan sudah banyak diterima oleh masyarakat, begitu juga dengan petani. Ditegaskan bahwa setiap petani memiliki potensi yang dapat dikembangkan, tidak ada petani yang sama sekali tidak memiliki daya. Ife menyebutkan bahwa konsep pemberdayaan sebagai upaya memberikan otonomi, wewenang dan kepercayaan kepada setiap individu dalam suatu organisasi, serta mendorong mereka untuk kreatif agar dapat menyelesaikan tugasnya sebaik mungkin.20 Dalam penelitian ini, pelaksanaan pemberdayaan melibatkan dua kelompok yang saling terkait, yaitu petani sebagai pihak yang diberdayakan dan Gapoktan sebagai pihak yang melakukan pemberdayaan. Soetomo menyebutkan bahwa sebetulnya media yang paling tepat untuk memfasilitasi masyarakat khususnya masyarakat lokal dalam melakukan pengelolaan pembangunan secara mandiri adalah institusi lokal yang asli.21 Institusi lokal yang dimaksud adalah sebuah organisasi yang tumbuh dan berkembang melalui dinamika internal yang 19
Kartasasmita, G. 1996. Pembangunan Untuk Rakyat. Jakarta : Balai Pustaka. Ibid. 21 Ibid. 20
18
alamiah yaitu proses kehidupan masyarakat sehari-hari. Dalam melakukan pengelolaan pembangunan, institusi lokal berfungsi untuk memfasilitasi tindakan bersama yang sudah terpola berdasarkan norma dan aturan yang ada, sehingga fungsinya bukan hanya sebagai suatu organisasi saja, melainkan sebuah pranata sosial. Ada beberapa kelebihan dari institusi ini. Pertama, karena tumbuh dan berkembang melalui proses kehidupan keseharian, institusi ini cukup mengakar dalam masyarakat, sehingga eksistensinya juga lebih kuat dan mapan serta mendapat dukungan luas dari masyarakat. Kedua, institusi ini sudah lebih teruji karena diperoleh melalui proses belajar dalam merespon perkembangan lingkungan baik lingkungan alam maupun lingkungan sosial. Ketiga, karena kuatnya eksistensi dan adanya kandungan pranata di dalamnya, institusi ini lebih menjamin keberlanjutan pola aktivitasnya.22 Sementara itu, organisasi adalah suatu cara yang sistematis untuk memadukan bagian-bagian yang saling tergantung menjadi suatu kesatuan yang utuh dimana kewenangan, koordinasi dan pengawasan dilatih untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan.23 Siagian menyebutkan bahwa organisasi adalah setiap bentuk persekutuan antara dua orang atau lebih yang bekerja bersama serta secara formal terikat dalam rangka pencapaian suatu tujuan yang telah ditentukan dalam ikatan yang terdapat seorang atau beberapa orang yang disebut atasan dan seorang atau sekolompok orang yang disebut bawahan.24 Dari beberapa konsep dan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa organisasi adalah : Pertama, wadah atau tempat terselenggaranya kegiatan administrasi. Kedua, adanya 22
Ibid. Tangkilisan, H.N.S. 2005. Manajemen Publik. Jakarta : Gramedia Widia Sarana Indonesia. 24 Siagian, S.P. 2006. Filsafat Administrasi. Jakarta : Bumi Aksara. 23
19
hubungan antar individu atau kelompok, baik di dalam maupun di luar organisasi itu sendiri. Ketiga, adanya kerja sama dan pembagian tugas dalam organisasi tersebut. Muhammad
menyebutkan
bahwa
setiap
organisasi
mempunyai
karakteristik yang umum diantaranya adalah sebagai berikut : 1. Dinamis, disebabkan karena adanya perubahan kondisi sosial, ekonomi dan teknologi. 2. Memerlukan informasi. 3. Mempunyai maksud dan tujuan tertentu. 4. Terstruktur, organisasi dalam usaha mencapai tujuan biasanya membuat aturan-aturan, undang-undang dan hierarki hubungan dalam organisasi.25 Melalui Gapoktan (Gabungan Kelompok Tani), petani terhimpun ke dalam suatu organisasi yang kokoh, sehingga memperkuat posisi tawar petani. Gapoktan berfungsi sebagai wadah/tempat bagi anggotanya untuk melakukan segala rangkaian hierarki, interaksi serta menjalankan kegiatan administrasinya. Gapoktan adalah kumpulan beberapa kelompok tani yang bergabung dan bekerja sama untuk meningkatkan skala ekonomi dan efisiensi usaha (Permentan No. 273/Kpts/OT.160/4/2007). Meningkatkan skala ekonomi dan efisiensi usaha yang dimaksud
dilakukan dengan
meningkatan
kemampuan
Gapoktan
dalam
penyediaan sarana produksi pertanian, permodalan, pemasaran, pengolahan produk dan perluasan usaha tani. Peningkatan kemampuan Gapoktan ini akan menciptakan perluasan peluang pasar dengan menggabungkan kemampuan
25
Muhammad, A. 2004. Komunikasi Organisasi. Jakarta : Bumi Aksara.
20
mendapatkan laba dan daya saing. Seperti pendapat yang dikatakan oleh Diao and Hazell : “agricultural growth depends on expansion of market opportunities that 26
incorporate profitability and competitiveness”.
Sementara itu, menurut Syahyuti Gapoktan adalah gabungan dari beberapa kelompok tani yang melakukan usaha agribisnis di atas prinsip kebersamaan dan kemitraan sehingga mencapai peningkatan produksi dan pendapatan usaha tani bagi anggotanya dan petani lainnya.27 Dengan memegang teguh prinsip organisasi, kelompok tani bergabung ke dalam suatu kesatuan yang kokoh dan bekerja secara kooperatif untuk membangun pertanian yang memiliki daya saing dan berkelanjutan. Sebagai sebuah organisasi, Gapoktan memiliki fungsi sebagai instrumen pemberdayaan. Secara internal, Gapoktan berfungsi untuk memfasilitasi kapasitas petani/anggotanya dalam mengembangkan usaha agribisnis yang berkelanjutan secara mandiri, sedangkan secara eksternal Gapoktan berfungsi sebagai perwakilan organisasi dalam menjalin hubungan dengan berbagai pihak atau stakeholder. Fungsi yang pertama merupakan cerminan dari pemberdayaan sebagai upaya memberikan otonomi, wewenang dan kepercayaan kepada setiap individu dalam suatu organisasi. Pertama, Gapoktan memberikan otonomi kepada petani sebagai wujud dari kebebasan dan kemandirian yang harus dipertanggungjawabkan dalam menjalankan segala kegiatan organisasi. Kedua, Gapoktan
26
Diao, X and P. Hazell. 2004. Exploring market opportunities for African smallholders. Paper prepared for the 2020 Africa conference “assuring food security in Africa by 2020: prioritizing actions, strengthening actors, and facilitating partnerships. Kampala Uganda April 1-3, 2004. 27 Syahyuti. 2007. Kebijakan Pengembangan Gabungan Kelompok Tani (GAPOKTAN) Sebagai Kelembagaan Ekonomi Di Perdesaan. Jurnal Analisis Kebijakan Pertanian (Maret), pp. 15-35.
21
memberikan wewenang kepada petani untuk merencanakan, mengendalikan dan membuat keputusan mengenai pekerjaan yang ditekuni. Tentunya pemberian wewenang tersebut dilandasi oleh keberdayaan petani yang dihasilkan dari proses pemberdayaan, sehingga petani memiliki potensi dan daya untuk menjalankan wewenang yang diberikan. Ketiga, Gapoktan memberikan kepercayaan kepada petani agar petani dapat mengemban tanggung jawab atas apa yang mereka kerjakan serta menyumbang pada pencapaian tujuan-tujuan organisasi. Dengan demikian, pemberdayaan petani merupakan segala upaya yang dilakukan oleh Gapoktan dalam rangka meningkatkan kemampuan, kekuatan dan keterampilan petani/anggotanya untuk mengembangkan usaha tani maupun agribisnis yang berkelanjutan secara mandiri. Kebutuhan petani yang semakin beragam dan kompleks membawa konsekuensi pada Gapoktan untuk bekerja keras mengerahkan segala strategi dan kapasitas yang dimiliki untuk melaksanakan pemberdayaan. Strategi merupakan sebuah perencanaan yang telah dirancang sedemikian rupa untuk mencapai tujuan jangka pendek maupun jangka panjang. Menurut Marrus yang dikutip oleh Husein, mendefinisikan strategi sebagai proses penentuan rencana para pemimpin puncak yang berfokus pada tujuan jangka panjang organisasi, diserta penyusunan suatu cara atau upaya bagaimana tujuan tersebut dapat dicapai.28 Strategi tidak hanya berfungsi sebagai penunjuk arah, melainkan bagaimana perencanaan strategi mampu memaparkan secara rinci terkait tujuan dan pelaksanaannya. Menurut Quinn yang dikutip oleh Grant, mengartikan strategi sebagai suatu
28
Husein, U. 2001. Strategic Management in Action. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
22
bentuk atau rencana yang mengintegrasikan tujuan-tujuan utama, kebijakankebijakan dan rangkaian tindakan dalam suatu organisasi menjadi suatu kesatuan yang utuh.29 Rencana ini meliputi tujuan, kebijakan dan tindakan yang dilakukan sebuah
organisasi
untuk
mempertahankan
eksistensi
dan
keunggulan
kompetitifnya. Perencanaan strategi hampir selalu dimulai dari apa yang akan terjadi selanjutnya, bukan dimulai dari apa yang sudah terjadi. Dalam penelitian ini, Gapoktan Sumber Harapan membuat sekumpulan keputusan dan tindakan yang menghasilkan perumusan (formulasi) dan pelaksanaan (implementasi) rencana-rencana yang telah disusun untuk mencapai tujuan utama dari pemberdayaan. Menurut Coulter dikutip oleh Kuncoro, strategi merupakan sejumlah keputusan dan aksi yang ditujukan untuk mencapai tujuan (goal) dan menyesuaikan sumber daya organisasi dengan peluang dan tantangan yang dihadapi dalam lingkungan industrinya. Dengan demikian beberapa ciri strategi yang utama adalah : 1. Goal directed actions, yaitu aktivitas yang menunjukkan “apa” yang diinginkan organisasi dan “bagaimana” mengimplementasikannya. 2. Mempertimbangkan
semua
kekuatan
internal
(sumber
daya
dan
kapabilitas) serta mempertahankan peluang dan tantangan.30 Terkait dengan konsep strategi di atas, Gapoktan Sumber Harapan telah memenuhi ciri-ciri utama dari sebuah strategi, yaitu mengenai tujuan dan tindakan
29
Grant, R. M. 1999. Analisis Strategi Kontemporer, Konsep, Teknik, Aplikasi. Jakarta: Penerbit Erlangga. 30 Kuncoro. 2005. Otonomi dan Pembangunan Daerah: Reformasi, Perencanaan, Strategi dan Peluang. Jakarta: Penerbit Erlangga.
23
yang dilakukan untuk memberdayakan anggotanya. Keberdayaan petani merupakan tujuan dari sebuah pemberdayaan, sementara tindakan yang dilakukan oleh Gapoktan Sumber Harapan sebagai sebuah strategi untuk mencapai tujuan tersebut. Selain itu, Gapoktan Sumber Harapan mempertimbangkan semua sumber
daya
yang
dimiliki
untuk
memberdayakan
anggotanya,
serta
memanfaatkan segala peluang dan mengatasi segala hambatan yang ada. Rumusan yang komprehensif mengenai strategi oleh Han dan Majluf yang dikutip oleh Salusu adalah sebagai berikut : 1. Ialah suatu pola keputusan yang konsisten, menyatu dan integral. 2. Menentukan dan menampilkan tujuan organisasi dalam artian sasaran jangka panjang, program bertindak dan prioritas alokasi sumber daya. 3. Menyeleksi bidang yang akan digeluti atau akan digeluti organisasi. 4. Mencoba mendapatkan keuntungan yang mampu bertahan lama, dengan memberikan respon yang tepat terhadap peluang dan ancaman dari lingkungan eksternal organisasi, dan kekuatan serta kelemahannya. 5. Melibatkan semua tingkat hierarki dari organisasi.31 Dari definisi tersebut, dapat dikatakan bahwa strategi memiliki peranan penting untuk mencapai tujuan suatu organisasi, serta menjadi kekuatan untuk menyesuaikan diri terhadap lingkungan eksternal yang selalu berubah. Strategi menjadi siasat atau cara yang digunakan untuk menghadapi berbagai permasalahan dan tantangan yang ada dengan memperhatikan faktor pendukung dan peluang dalam suatu organisasi. 31
Salusu, J. 1996. Pengambilan Keputusan Strategik untuk Organisasi Publik dan Organisasi Non Profit. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
24
Dari konsep-konsep strategi dan pemberdayaan yang sudah dijelaskan di atas, Wrihatnolo dan Dwidjowiyoto menyimpulkan bahwa strategi pemberdayaan adalah mengenai penetapan tujuan (tujuan strategi yaitu untuk keberdayaan masyarakat) dan mengalokasikan/menyesuaikan sumber daya dengan peluang (strategi berbasis sumber daya) sehingga dapat meningkatkan keberdayaan masyarakat, dan mendorong masyarakat untuk lebih mampu merencanakan, membangun dan memelihara hasil kegiatan secara mandiri.32 Untuk mencapai tujuan yang ingin dicapai maka diperlukan strategi yang paling tepat disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan organisasi. Strategi pemberdayaan meletakkan partisipasi aktif masyarakat ke dalam efektivitas, efisiensi dan sikap kemandirian. Partisipasi petani merupakan sebuah potensi yang dapat digunakan demi kelancaran proses pemberdayaan. Dalam proses pengelolaan dan pemberdayaan masyarakat, Soesilowati memaparkan beberapa bentuk strategi yang dapat dilaksanakan sebagai berikut : 1. Strategi persuasif, merupakan suatu langkah yang diambil dalam hal bagaimana membawa langkah suatu perubahan melalui kebiasaan dalam berperilaku, dimana pesan disusun secara terstruktur dan dipresentasikan. Strategi persuasif lebih sering digunakan bila sasaran tidak sadar terhadap perubahan atau mempunyai komitmen yang rendah terhadap perubahan. 2. Strategi fasilitasi, yaitu strategi yang dipergunakan bila kelompok atau sistem yang dijadikan target mengetahui adanya suatu masalah dan membutuhkan perubahan serta adanya sikap keterbukaan terhadap bantuan 32
Wrihatnolo, R. R. dan Dwidjowijoto, R. N. 2007. Manajemen Pemberdayaan. Jakarta: Elexmedia komputindo.
25
dari luar dan keinginan pribadi yang kuat untuk terlibat. Melalui strategi ini diharapkan agen perubahan dapat bertindak sebagai fasilitator. Strategi ini dikenal sebagai kooperatif, yaitu agen perubahan bersama-sama dengan sasaran mencari penyelesaian masalah melalui kerjasama yang bisa bersifat implementatif.33 Strategi yang telah disusun oleh Gapoktan Sumber Harapan untuk memberdayakan anggotanya perlu didukung oleh kapasitas yang mumpuni. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kapasitas adalah kecakapan ; kemampuan, kekuatan dan daya tampung. McNair dan Vangermeersch mendefinisikan kapasitas sebagai kemampuan dari suatu organisasi atau perusahaan untuk menciptakan nilai, dimana kemampuan tersebut didapatkan dari berbagai jenis sumber daya yang dimiliki.34 Dari beberapa konsep di atas, dapat disimpulkan bahwa kapasitas organisasi adalah kemampuan individu dan organisasi untuk menjalankan fungsinya secara efektif, efisien dan berkelanjutan guna mencapai tujuan organisasi. Modal sosial merupakan salah satu sumber daya yang dimiliki oleh petani untuk menjalankan fungsinya di dalam organisasi atau Gapoktan. Modal sosial mengacu pada fitur organisasi sosial seperti jaringan, norma dan kepercayaan sosial yang memfasilitasi koordinasi serta kerjasama yang saling menguntungkan.35 Sebagai sumber daya, modal sosial yang tinggi
33
Soesilowati, S.E. 1997. Strategi Pemberdayaan Tenaga Kerja Wanita. Jakarta : Puslitbang Ekonomi dan Pembangunan. 34 McNair, C. J. dan Vangermeersch, R. 1998. Total Capacity Management. The IMA Foundation for Applied Research, Inc. St. Lucie Press. 35 Putnam, R. 1995. Bowling alone: America’s declining social capital. Journal of Democracy, 6(1), 65-78.
26
mendorong setiap petani untuk melakukan kerja sama, baik sesama anggota dalam kelompok tani maupun antar kelompok tani. The World Bank menempatkan penekanan besar pada penguatan modal sosial sebagai elemen penting dalam pengentasan kemiskinan serta pembangunan manusia dan ekonomi yang berkelanjutan.36 Krishna mendefinisikan modal sosial sebagai sumber daya, kecenderungan untuk melakukan tindakan kolektif yang saling menguntungkan antar masyarakat.37 Sementara Masik menyebutkan bahwa interaksi yang terjalin merupakan modal sosial yang memberikan keuntungan dalam perspektif individu maupun kelompok dengan mengakui pentingnya interaksi dan jaringan sosial sebagai aset kolektif, dimana hubungan antara interaksi sosial yang dilakukan secara individual dan norma serta nilai kepercayaan pada kelompok bersifat timbal balik.38 Terkait dengan pentingnya kelompok tani dan modal sosial bagi kolektif pemasaran, Mtenga menyebutkan bahwa kelompok tani dipandang sebagai salah satu sarana untuk memperkuat jaringan sosial dan mengurangi biaya-biaya transaksi yang terlibat dalam proses pemasaran.39 Kelompok tani juga dianggap sebagai bentuk berharga dari tindakan kolektif yang bisa memberikan kesempatan bagi petani untuk mempermudah akses terhadap kredit, input dan pasar.40
36
World Bank. n.d. “Social Capital and Development” dalam http://www.worldbank.org/ diakses 27 Juni 2013. 37 Krishna, A. 2003. Understanding, measuring and utilizing social capital: clarifying concepts and presenting a field application from India. CAPRi Working Paper No. 28. IFPRI, Washington, DC. 38 Masik, A. 2005. Hubungan Modal Sosial dan Perencanaan. Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota, Vol. 16/No.3, Desember 2005, hlm 1-23. 39 Mtenga, K. J. 2007. Comparative analysis of strategies for linking farmers to market: Discourse on gender equity, community empowerment and soil fertility management in malawi. (Order No. 3347159, University of Florida). 40 Davis, K. 2004. Technology dissemination among small-scale farmers in Meru central district of Kenya: impact of group participation. PhD Dissertation. University of Florida.
27
Melalui proses pemberdayaan, Gapoktan Sumber Harapan membangun dedikasi dan komitmen yang tinggi, sehingga organisasi tersebut menjadi efektif dalam mencapai tujuan-tujuannya dengan mutu yang tinggi. Steers menyebutkan bahwa pembinaan organisasi yang menekankan adanya perubahan yang berencana dalam organisasi yang bertujuan untuk meningkatkan efektivitas organisasi. Jadi keberhasilan pembinaan organisasi akan mengakibatkan keberhasilan organisasi.41 Keberhasilan organisasi dapat diukur dengan melihat sejauh mana kapasitas organisasi tersebut dalam mencapai tujuan yang sudah ditetapkan, termasuk realisasi visi dan misi organisasi. Jadi organisasi yang memiliki kapasitas potensial untuk meningkatkan efektivitas. Dalam penelitian ini, pembinaan organisasi yang dilakukan oleh Gapoktan Sumber Harapan mengarah kepada penumbuhan dan pengembangan kelompok tani yang kuat dan mandiri, agar setiap petani mampu mengakses informasi pasar, teknologi, permodalan dan sumber daya lainnya, sebagai upaya untuk meningkatkan efektivitas individu maupun organisasi. Efektivitas kelompok menurut Hubies adalah keberhasilan kelompok untuk mencapai tujuannya, yang dapat dilihat pada tercapainya keadaan atau perubahan-perubahan (fisik maupun non fisik) yang memuaskan anggota kelompok.42 Steers menyebutkan bahwa ada lima kriteria dalam pengukuran efektivitas organisasi yaitu: produktivitas, kemampuan adaptasi atau fleksibilitas, kepuasan kerja, kemampuan berlaba dan pencarian sumber daya.43 Sementara,
41
Steers, M. R. 1985. Efektifitas Organisasi. Jakarta : Erlangga. Hubeis, A.V.S. 2000. Suatu Pikiran Tentang Kebijakan Pemberdayaan Kelembagaan Petani. Jakarta : Deptanhut. 43 Ibid. 42
28
menurut Gibson dikutip oleh Siagian menyebutkan bahwa efektifitas organisasi dapat diukur melalui: 1. Kejelasan tujuan yang hendak dicapai 2. Kejelasan strategi pencapaian tujuan 3. Proses analisis dan perumusan kebijakan yang mantap 4. Perencanaan yang matang 5. Penyusunan program yang tepat 6. Tersedianya sarana dan prasarana 7. Sistem pengawasan dan pengendalian yang bersifat mendidik.44 Pada
dasarnya,
setiap
pembangunan
pertanian
bertujuan
untuk
meningkatkan kesejahteraan petani. Kesejahteraan ini akan tercapai jika kebijakan yang ada menempatkan petani sebagai subjek, bukan objek semata. Untuk itu dibutuhkan sumber daya manusia yang berkualitas melalui pemberdayaan dengan pendekatan kelompok yang mendukung sistem agribisnis berbasis pertanian.
44
Siagian, S.P. 1998. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta : Bumi Aksara.
29