BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penelitian Pariwisata dianggap sebagai salah satu pilar pembangunan ekonomi yang berperan penting dalam pertumbuhan devisa negara dan peningkatan pendapatan daerah. Namun, hal ini menjadi pekerjaan yang tidak mudah bagi kota yang baru mengembangkan pariwisata di daerahnya, karena harus bersaing dengan kota-kota lainnya untuk memperkenalkan potensi wisata di kota tersebut kepada khalayak umum, sehingga calon wisatawan mengetahui dan tertarik untuk datang. Kota besar yang menjadi pelaku utama dalam pertumbuhan ekonomi harus memiliki nilai jual yang dapat ditawarkan kepada khalayak luas. Salah satu elemen keberhasilan suatu kota dapat dilihat dari keberhasilannya memberikan merek atau brand yang dapat membedakannya dengan kota lain. Dalam hal ini diperlukan adanya kegiatan pemasaran untuk menyampaikan informasi tentang keberadaan suatu kota serta menonjolkan karakteristik khusus di kota tersebut. Salah satu cara dalam menghadapi kompetisi dalam sektor pariwisata adalah dengan mengusung city branding. Simon Anholt dalam Moilanen dan Rainisto (2009: 7) mendefinisikan city branding sebagai manajemen citra suatu destinasi melalui inovasi strategis serta koordinasi ekonomi, komersial, sosial, kultural, dan peraturan pemerintah. City branding berfokus pada pengelolaan citra kota, tepatnya apa dan bagaimana citra
1
2
itu akan dibentuk serta aspek komunikasi yang dilakukan dalam proses pengelolaan citra. Beberapa kota di dunia yang dianggap berhasil dalam melakukan city branding, di antaranya New York dengan city brand “I ♥ NY” dan Las Vegas dengan “What Happens Here, Stays Here”. Kota-kota tersebut memiliki brand yang kuat karena mampu memunculkan karakteristik khas yang mudah di identifikasi. Seperti yang di ungkapkan oleh Winfield-Pfefferkom (2005: 23) dalam thesisnya The Branding of Cities: Exploring City Branding and the Importance of Brand Image. “In order for a city to be a good brand, it must possess defining and distinctive characteristics that can be readily identified. These are functional as well as non-functional qualities. These include city appearance, people‟s experience of the city, people‟s belief in the city, what the city stands for, and what kind of people inhabit the city” Winfield menyebutkan agar sebuah kota memiliki brand yang baik, kota tersebut harus memiliki karakteristik khas yang dapat dengan mudah di identifikasi, seperti kenampakan kota, pengalaman masyarakat di kota tersebut, kepercayaan masyarakat, serta masyarakat yang mendiami kota tersebut. Kunti Handani (2010: 17) mengatakan city branding sendiri sedang menjadi hot issue di hampir tiap pemerintahan kota. Hal itu pula-lah yang mendasari
pemerintah
kota
untuk
melakukan
branding
dalam
upaya
meningkatkan citra kota. Salah satu kota yang sudah melakukan branding adalah Solo yang mempunyai city brand “Solo, the Spirit of Java”, yang diluncurkan pada tanggal 14 Februari 2007. Pembentukan brand ini diharapkan akan memacu perkembangan perekonomian wilayah Karesidenan Solo.
3
Sebagai kota yang sudah berusia 269 tahun, Solo memiliki kekayaan warisan budaya, sejarah, kekayaan kuliner, serta keramah-tamahan masyarakat yang mampu memberikan andil besar dalam perkembangan industri pariwisata. City brand “Solo, the Spirit of Java” bertujuan untuk merefleksikan Solo sebagai kota budaya, yaitu dengan memposisikan dirinya sebagai jiwanya Jawa. Pembangunan citra kota budaya ini karena Solo menjadi pusat kebudayaan Jawa yang sarat dengan nilai-nilai sosial budaya. City branding ini dimaksudkan agar Solo menjadi salah satu destinasi penting yang sarat dengan keragaman dan kekhasan budaya yang didukung kegiatan-kegiatan kebudayaan seperti event internasional. Contohnya Solo Batik Carnival yang diadakan sebagai salah satu upaya untuk mempromosikan city brand “ Solo, the Spirit of Java ”, sehingga dapat meningkatkan jumlah wisatawan yang datang berkunjung. Kavaratzis (2007: 22), menyatakan bahwa perhelatan akbar melalui berbagai event, baik dalam skala lokal, regional, nasional dan internasional merupakan salah satu bentuk komunikasi primer dalam kegiatan city branding. Rahajeng (2007: 7) menyebutkan city brand “Solo, the Spirit of Java” merupakan slogan untuk mengkomunikasikan keunggulan kota Solo yang menjadi pembeda dengan kota lainnya dengan menunjukan identitas Kota Solo sebagai kota budaya, sehingga menjadi daya tarik yang berbeda dengan kota lainnya. Slogan itu melekat sebagai identitas wilayah Solo, dan akan menjadi merek dagang bagi setiap promosi dan usaha mengangkat produk unggulan ke dunia internasional. Untuk dapat mengkomunikasikan brand kepada konsumen, perusahaan menggunakan komunikasi internal dan eksternal yaitu antara lain dengan promosi
4
penjualan, events, public relations, pemasaran langsung (pengiriman katalog, surat, telp, fax, atau email), corporate sponsorhips yaitu penawaran produk atau jasa dengan bekerja sama dengan perusahaan lain sebagai sponsor, dan advertising yaitu cara-cara untuk memperkenalkan produk/jasa melalui segala macam iklan (Schultz dan Barnes, 1999: 45). Untuk memperkenalkan city brandnya kepada khalayak, Kota Solo gencar melakukan promosi dengan membuat produk wisata yang lebih menarik, salah satunya dengan menggelar even-even kebudayaan berskala nasional maupun internasional. Event dapat berperan sebagai pembentuk citra untuk dapat menarik orang datang ke suatu kota. Penyelenggaran event juga mampu meningkatkan profil sebuah kota, sehingga saat ini event menjadi fokus utama kota (Yeoman, 2004:117). Persepsi terhadap citra daerah tujuan wisata memengaruhi kepuasan dan niat untuk mengunjungi lokasi terkait di waktu yang akan datang, yang tentu saja tergantung pada kemampuan daerah tujuan wisata tersebut untuk memberikan pengalaman positif yang tak terlupakan yang diperoleh selama berwisata (Beerli & Martin, 2004: 623). Untuk
menunjukan
keunggulan
dan
tampil
berbeda
dari
para
kompetitornya, Kota Solo tidak hanya memunculkan logo dan slogan kota saja, namun juga dengan menawarkan sesuatu yang unik dan berbeda yang mampu menjadi identitas kuat dalam persepsi customer. Solo memilih batik sebagai warisan budaya yang dapat ditonjolkan untuk memperkuat identitasnya sebagai kota budaya. Salah satu upaya untuk lebih memposisikan Kota Solo sebagai kota budaya adalah dengan menyelenggarakan event tahunan bertemakan batik yang
5
bertajuk Solo Batik Carnival. Event ini adalah sebuah karnaval berbasis masyarakat yang mengangkat batik sebagai ide dasar yang selaras dengan city brand “Solo, the Spirit of Java”. Solo sebagai kota budaya yang terkenal dengan kegiatan-kegiatan kebudayaan tahunannya selalu mengalami peningkatan tingkat hunian kamar dan jumlah kunjungan wisata ke objek wisata unggulan dua tahun terakhir, khususnya pada bulan Juni. Pelaksanaan Solo Batik Carnival yang merupakan acara unggulan Kota Solo memberikan pengaruh terhadap kenaikan angka tersebut. Karnaval yang diselenggarakan pada bulan Juni ini juga mendorong para pengusaha agen wisata untuk membuat paket wisata khusus yang diadakan tahunan bertepatan dengan terselenggaranya Solo Batik Carnival.
1.2 Rumusan Masalah Penelitian Permasalahan yang ditemukan dalam penelitian ini adalah: 1.2.1 Bagaimana proses pencetusan city brand “Solo, the Spirit of Java” yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Solo? 1.2.2 Bagaimana langkah-langkah strategi pengembangan Solo Batik Carnival sebagai media city branding Kota Solo?
1.3 Tujuan Penelitian Sesuai dengan masalah penelitian yang dirumuskan di atas, maka yang menjadi tujuan penelitian ini adalah:
6
1.3.1 Untuk mengetahui proses pencetusan city brand “Solo, the Spirit of Java” yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Solo. 1.3.2 Untuk mengetahui langkah-langkah strategi pengembangan Solo Batik Carnival sebagai media city branding Kota Solo.
1.4 Manfaat Penelitian Beberapa manfaat yang diharapkan dari penelitian ini diantaranya: 1.4.1
Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangan pemikiran
dan
memperkaya
konsep-konsep
terhadap
ilmu
pengetahuan dari penelitian yang berkaitan dengan pengembangan city branding melalui penyelenggaraan event kebudayaan. 1.4.2
Secara praktis, penelitian ini diharapkan memberikan masukan kepada pemerintah Kota Solo untuk membuat action plan berisi target-target dari city branding dan melakukan tahapan monitoring serta evaluasi untuk mengukur keberhasilan program yang telah berjalan.
1.5 Tinjauan Pustaka Penelitian terdahulu mengenai city branding Kota Solo sudah pernah dilakukan. Hal ini dapat dilihat dari munculmya beberapa jurnal ilmiah yang mengkaji topik tersebut. Namun sebagian besar artikel tersebut berbasis ilmu ekonomi dan komunikasi. Melihat kenyataan tersebut, peneliti tertarik meneliti aktivitas city branding oleh Pemerintah Kota Solo dalam konteks kajian
7
pariwisata. Berikut adalah beberapa penelitian terdahulu yang sudah dilakukan terkait topik penelitian. Penelitian pertama dilakukan oleh Shabrina Rahajeng (2007) yang berjudul “Solo, The Spirit of Java”. Penulis menyebutkan kebijakan pencetusan slogan “Solo, The Spirit of Java” cukup baik, apalagi dilihat dari konsepnya yang mensinergikan
potensi
dan
pembangunan
antardaerah
di
kawasan
Subosukowonosraten. Namun tetap diperlukan adanya perbaikan, yaitu dengan melibatkan partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan program yang sedang berlangsung, monitoring dan evaluasi. Disebutkan pula pemerintah perlu terus mensosialisasikan city branding, sekaligus menunjukan upaya yang sungguhsungguh untuk tercapainya tujuan yang akan memajukan perekonomian Solo, yang tentunya juga akan berdampak pada peningkatan taraf kehidupan masyarakatnya. Penelitian kedua oleh Kunti Handani (2010) yang berjudul “Regional Branding “Solo The Spirit Of Java” Suatu Tinjauan Dari Aspek Hak Kekayaan Intelektual”. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis UndangUndang Nomor 15 Tahun 2001 tentang merek dapat dijadikan sebagai dasar hukum perlindungan Regional Branding “Solo, The Spirit of Java”. Penelitian ini menjelaskan beberapa pertimbangan yang mendasari munculnya Regional Branding “Solo, The Spirit of Java“ adalah kerjasama Subosukawonosraten bertujuan menciptakan sebuah kawasan dengan daya saing ekonomi yang kuat. Penulis menyimpulkan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek dapat dijadikan sebagai dasar hukum Perlindungan Regional Branding “Solo, The
8
Spirit of Java”, hal ini dikarenakan Regional Branding “Solo, The Spirit of Java” memenuhi unsur-unsur Merek yang terdapat dalam Pengertian Merek menurut Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merek, dan Regional Branding “Solo, The Spirit of Java“ bukanlah Merek yang tidak dapat didaftar dan yang ditolak sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 4 Pasal 7 Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merek. Penelitian ketiga oleh Ratu Yulya Chaerani (2011) yang berjudul “Pengaruh City Branding Terhadap City Image (Studi Pencitraan Kota Solo: „The Spirit of Java‟)”. Metode penelitian dalam riset ini adalah kuantitatif terkait dengan tujuan penelitian yang berupaya untuk memberikan generalisasi mengenai pengaruh city branding terhadap city image. Hasil penelitian yang dilakukan terhadap variabel city image yang diukur melalui dimensi kognitif, afektif, dan konatif menunjukkan branding kota telah mengubah aspek afektif, dimana mayoritas responden terbanyak menunjukkan bahwa penerimaan terhadap slogan pariwisata cukup baik. Namun, city branding Kota Solo belum bisa memotivasi untuk mengunjungi Kota Solo hingga merekomendasikan Solo sebagai destinasi wisata maupun tempat tinggal. Peneliti menyarankan perlu adanya sinergi dengan advertising, sales promotion, dan public relations agar media promosi lebih banyak dan upaya branding Kota Solo mampu memotivasi target audience untuk berkunjung dan merekomendasikan Solo sebagai destinasi wisata maupun tempat tinggal. Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Andre Noevi (2013) yang berjudul “Komunikasi Pemerintah dalam Mengkonstruksi Citra Kota Solo sebagai Kota
9
Budaya dan Pariwisata”. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui komunikasi yang dilakukan Pemerintah Kota Solo dalam membangun citra kota budaya dan pariwisata melalui proses branding. Penelitian ini menjelaskan tahapan dan aktivitas branding yang berlangsung di Kota Solo yang dilakukan dengan cara melakukan komunikasi primer yaitu penataan fisik kota dengan aksen Jawa serta melakukan kegiatan-kegiatan kebudayaan secara masif. Dalam proses internalisasi warga dan pengunjung kota menafsirkan citra kota berdasarkan pesan dari brand tersebut. Kesimpulan penelitian menyarankan beberapa hal yang dapat dilakukan Pemkot Solo untuk memperbaiki branding Kota Solo. Pertama, upaya branding perlu dilanjutkan dengan perencanaan yang baku dengan mengadopsi strategi city branding serta memperkuat koordinasi antara pemerintah dengan pelaku lainnya. Kedua yaitu perlu adanya lembaga yang mengawal implementasi branding dengan melibatkan pemangku kepentingan dalam pengambilan keputusan. Berdasarkan referensi-referensi di atas, perbedaan mendasar dari penelitian ini dengan penelitian sebelumnya terletak pada fokus penelitian, dimana penelitian
ini
menitikberatkan
pada
strategi
city
branding
melalui
penyelenggaraan event kebudayaan Solo Batik Carnival. Maka dapat disimpulkan bahwa penelitian dengan judul yang sama belum pernah dikerjakan oleh siapapun dan dibahas pada penelitian sebelumnya.
1.6 Landasan Teori Pada sub bab ini penulis telah memilih teori guna mendukung dan menjadi landasan yang membahas permasalahan yang ditemukan. Penulisan penelitian
10
yang berkaitan dengan pengembangan city brand berdasar pada teori Prophet (2006) yang mengkaji tentang delapan langkah dalam pengembangan city brand. Teori ini dijadikan sebagai landasan teori didasarkan adanya kesamaan mendasar pada substansi tujuan penelitian, yaitu menjelaskan bagaimana mengembangkan city brand melalui event kebudaayaan. Menurut
Prophet
(2006:
7),
terdapat
delapan
langkah
dalam
pengembangan merek kota atau lokasi yang dikemukakan dalam CEOs for city, yaitu: 1) Menetapkan tujuan yang jelas dari city branding Dalam membranding kota dibutuhkan aspek-apek yang harus diperhatikan yang menjadi faktor pendukung, di antaranya mengetahui konsep dan tujuan brand itu sendiri yang dibuat oleh pihak terkait. Penetapan tujuan dapat dilakukan melalui penggalian potensi terbesar di kota tersebut dan dijadikan landasan dari tujuan city branding. 2) Memahami sasaran pengunjung Setelah menetapkan tujuan dari branding maka diperlukan langkah memasarkan brand kota tersebut agar satu kota itu bisa menjadi objek yang layak dipasarkan. Proses ini dimulai dengan pikiran yang jelas tentang audiens sasaran. Audiens sasaran tersebut dapat diartikan sebagai calon pengunjung. Audiens dapat terdiri dari individu, kelompok masyarakat tertentu, atau masyarakat umum. 3) Mengidentifikasikan citra merek yang ada saat ini Tujuan utama dalam mengidentifikasi citra merek adalah untuk memahami bagaimana khalayak merasakan dan menilai tempat tersebut sehingga antara
11
kondisi faktual dan keadaan yang diinginkan tidak terjadi kesenjangan, sehingga city branding dapat membangun citra kota sesuai dengan identitas kota yang dibuat. 4) Mengatur identitas aspiratif merek Manajemen merek dimulai dengan mengembangkan identitas merek yang unik yang mewakili tujuan dan janji merek kepada pelanggan melalui sebuah citra yang aspirasional. 5) Mengembangkan langkah penilaian positioning Positioning adalah bagaimana sebuah merek dengan segala nilai-nilai yang ditawarkannya menjadi selalu nomor satu di benak konsumen. Tujuannya adalah untuk menempatkan merek dalam pikiran konsumen untuk memaksimalkan manfaat potensial. 6) Menciptakan nilai proposisi Nilai proposisi muncul karena langkah positioning yang tercipta dengan sukses. Aspek ini menjadi penting karena menyangkut alasan mengapa target audience harus membeli produk yang bersangkutan. 7) Menjalankan langkah dari strategi brand Untuk mensukseskan city branding agar brandnya dapat dikenal khalayak luas, maka diperlukan strategi salah satunya dengan merancang media promosi agar pesan yang ingin disampaikan dapat tersebar luas. Strategi tersebut bisa berupa komunikasi primer maupun sekunder.
12
8) Mengukur keberhasilan Dalam pelaksanaan strategi city branding tentunya diperlukan cara untuk mengukur keberhasilan. Indikator keberhasilan dapat dilihat dengan melakukan evaluasi, melihat banyaknya wisatawan yang datang, efek pengganda yang dihasilkan dari city branding dan lain sebagainya.
1.7 Metode Penelitian Penelitian ini berusaha menjawab dua rumusan masalah, yaitu terkait proses pencetusan city brand Kota Solo, dan strategi pengembangan city brand Kota Solo melalui media Solo Batik Carnival. Untuk menjawab rumusan masalah tersebut digunakan metode penelitian deskriptif. Sukmadinata (2006: 72) menyatakan bahwa metode penelitian deskriptif adalah sebuah metode yang berusaha mendeskripsikan, menginterpretasikan sesuatu, misalnya kondisi atau hubungan yang ada, pendapat yang berkembang, proses yang sedang berlangsung, akibat atau efek yang terjadi atau tentang kecenderungan yang sedang berlangsung”. Metode ini dipilih karena dapat memberikan gambaran mengenai proses membangun pencitraan Solo sebagai kota budaya dengan penjabaran branding “Solo, the Spirit of Java”. Berdasarkan metode tersebut, penelitian dilakukan melalui tahapan-tahapan berikut:
13
a. Pengumpulan Data Pengumpulan data berupa pengambilan data primer yang didapat melalui observasi dan wawancara dengan pihak terkait serta data sekunder dengan studi pustaka. 1. Observasi Menurut Gall (2003: 254) observasi adalah metode pengumpulan data dengan cara mengamati perilaku dan lingkungan (sosial dan atau material) individu yang sedang diamati. Observasi ini dilakukan di lingkungan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Solo di Jalan Brigjen Slamet Riyadi No. 275, Sekretariat Solo Batik Carnival serta agensi periklanan Freshblood Indonesia. Observasi dilakukan pada bulan Mei-Juni 2015, dengan melakukan pengamatan langsung terhadap logo dan city brand “Solo, the Spirit of Java”, yang mencakup desain dan filosofi logo, atraksi dan daya tarik wisata yang dapat dinikmati wisatawan serta mengamati penyelenggaraan event Solo Batik Carnival secara langsung. 2. Wawancara Wawancara adalah salah satu teknik pengumpulan data yang banyak digunakan dalam penelitian kualitatif. Wawancara memungkinkan peneliti mengumpulkan data yang beragam dari para responden dalam berbagai situasi dan konteks (Sarosa, 2012: 45). Proses wawancara dilakukan pada bulan Juni hingga Juli 2015 di Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Solo, Sekretariat Solo Batik Carnival, serta Kantor Freshblood Indonesia. Tujuan dari wawancara ini adalah untuk mendapatkan data dari informan yaitu para stakeholder terkait dengan city
14
branding Solo. Wawancara dilakukan kepada Kepala Bidang Promosi Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Solo, Direktur Freshblood Indonesia selaku pihak yang mengkreasikan slogan Solo, serta pengelola event Solo Batik Carnival. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan mengenai latar belakang munculnya city brand “Solo, the Spirit of Java”, upaya yang ditempuh oleh Pemkot Solo dalam mempublikasikan city branding Solo dalam bentuk event kebudayaan, serta beberapa pertanyaan lain yang diperlukan dalam penelitian ini. 3.
Studi Pustaka Selain wawancara dan observasi, pengumpulan data yang dilakukan dalam
penelitian ini adalah dengan menggunakan teknik studi pustaka, yaitu dengan memasukkan beberapa hasil penelitian seperti jurnal, skripsi, dan thesis mengenai strategi city branding serta efektivitasnya dalam pertumbuhan pariwisata Kota Solo. Studi pustaka dilakukan dengan mencari sumber-sumber literatur dari perpustakaan, internet, jurnal ilmiah, ebook, maupun dokumen-dokumen terkait yang dapat membantu untuk menganalisis temuan yang ada di lapangan yang dibuktikan dengan keberadaan dari data primer yang telah diperoleh sebelumnya. Studi pustaka juga berfungsi untuk mencari teori-teori yang diperlukan untuk mendukung penelitian yang dilakukan.
1.8 Metode Analisis Data Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif deskriptif. Penelitian kualitatif deskriptif adalah metode penelitian yang biasanya digunakan untuk meneliti pada kondisi objektif yang alamiah dimana
15
peneliti berperan sebagai instrumen kunci. Langkah-langkah yang ditempuh sebagai berikut (Sugiyono, 2010: 15): a. Pengumpulan data Data penelitian yang diperoleh dengan menggunakan beberapa teknik yang sesuai dengan tipe interaktif, seperti wawancara mendalam. b. Reduksi data Reduksi data dilakukan dengan membuat ringkasan dalam berbagai bentuk, menyisihkan yang tidak diperlukan dan mengelompokkan. c. Pemilihan data dan pemusatan pola data Data yang dipilih merupakan data yang relevan dengan permasalahan penelitian, seperti menyeleksi data-data yang berhubungan erat dengan penelitian agar fokus dan terarah. d. Penyajian data Menggambarkan keadaan sesuai dengan data yang telah direduksi, yaitu dengan memaparkan hasil penelitian berdasarkan kerangka teori yang telah dibuat. a. Kesimpulan Kesimpulan berisi pokok pemikiran dari keseluruhan hasil penelitian yang telah dilakukan
1.9 Sistematika Penulisan Penulisan skripsi ini dibagi menjadi empat bab yang akan diuraikan dalam sistematika sebagai berikut:
16
Bab I menguraikan sembilan sub bab, antara lain: latar belakang penelitian yang menjelaskan mengapa mengangkat Solo Batik Carnival sebagai media city branding Solo. Permasalahan penelitian yang berisi poin-poin penting yang akan diulas, tujuan penelitian yang menjadi jawaban dari permasalahan penelitian, manfaat penelitian yang meliputi manfaat praktis dan teoritis, tinjauan pustaka yang berisi penelitian terdahulu yang berkaitan dengan city branding Solo, landasan teori yang menjadi kerangka umum penelitian, metode penelitian, metode analisis data, dan sistematika penulisan yang seluruhnya disampaikan dalam satu bab pendahuluan. Bab II memaparkan tentang gambaran umum Kota Solo yang meliputi sejarah Kota Solo, profil singkat Kota Solo, visi dan misi Kota Solo, slogan dan lambang daerah, profil pariwisata Kota Solo, serta kalender event kebudayaan tahun 2015 sebagai pendukung strategi promosi Kota Solo dengan branding “Solo, the Spirit of Java”. Bab III berisi tentang proses munculnya city branding “Solo, the Spirit of Java”, dan strategi pengembangan city brand Kota Solo melalui edia Solo Batik Carnival Bab IV berisi tentang kesimpulan dan saran dari hasil penelitian mengenai analisis city branding Solo.