Banyaknya contoh penggunaan drone (pesawat tanpa awak ini) dalam perang yang mengakibatkan banyaknya korban, seharunya dibuat pengaturan mengenai pelegalitasan penggunaan drone dalam perang tersebut. BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Pada dasarnya perang dan konflik bersenjata tidak asing lagi dan sudah
merupakan hal yang biasa bagi peradaban manusia. Perang menjadi tidak asing lagi bagi manusia hal ini dikarenakan perang memiliki sejarah yang sangat panjang sama halnya dengan peradaban manusia. Hal tersebut dapat dilihat dari kalimat “Armed conflict is as old as humankind itself ” . † Hal ini menunjukan bahwa perang ada selama manusia ada.Adanya perbedaan dan pendapat inilah yang menjadi salah satu pemicu terjadinya perang dan konflik bersenjata. Oleh karena itu selama masih ada perbedaan maka perang dan konflik akan tetap ada. S ejarah kehidupan politik manusia, peristiwa yang banyak dicatat adalah perang dan damai.Peristiwa-peristiwa besar yang menjadi tema utama dalam literatur politik juga hubungan hukum internasional berkisar antara dua macam interaksi tersebut.Ungkapan bahwa peace to be merely a respite between war menunjukan situasi perang dan damai terus silih berganti dalam interaksi manusia. ‡
†
“War and International Humanitarian Law”, dimuat dalam http://www.icrc.org/eng/war- andlaw/overview-war-and-law.htm , diakses pada 5 Maret 2015 pukul 08.00 WIB ‡ Ambarwati, dkk., Hukum Humanite Internasional dalam Studi Hubungan Internasional, Cetakan Pertama: Rajawali Pers, Jakarta, 2009, hlm2
Perang tidak akan pernah terelakan, pendapat ini dibuktikan dari beberapa studi yang menyebutkan bahwa manusia memiliki naluri untuk melukai dan atau menyerang. § Secara definitif perang adalah suatu kondisi tertinggi dari bentuk konflik antar manusia.Studi Hubungan Internasional perang secara tradisional adalah penggunaan kekerasan yang terorganisasi oleh unit-unit politik dalam sistem internasional. Perang akan terjadi apabila negara-negara dalam situasi konflik dan saling bertentangan merasa bahwa tujuan-tujuan eksklusif mereka tidak bisa dicapai, kecuali melalui caracara kekerasan. ** Perang adalah sebuah aksi fisik dan non fisik (dalam arti sempit) adalah kondisi permusuhan denganmenggunakan kekerasan antara dua atau lebih kelompok manusia untuk melakukan dominasi diwilayah yang dipertentangkan. ††Perang secara purba dimaknai sebagai pertikaian bersenjata. Era modern perang lebih mengarah pada superioritas teknologi dan industri. Hal ini tercermin dari doktrin angkatan perang yang menyebutkan bahwa :“Barangsiapa menguasai ketinggian maka menguasai dunia”. Hal ini menunjukan bahwa penguasaan ketinggian harus dicapai oleh teknologi. Penyebab terjadinya perang antara lain : 1. Perbedaan ideologi 2. Keinginan untuk memperluas kekuasaannya §
Ambarwati, dkk, Ibid, hlm 4 Graham Evans and Jeffrey Newham, The Penguin Dictionary of International Relations, London: Penguin Books, 1998, hlm. 565 †† Saidiman Surohadiprojo, Pengantar Ilmu Perang, Pustaka Intermasa, 2008, ISBN: 978979-3791-33-3 **
3. Perbedaan kepentingan 4. Perampasan sumber daya alam Hal-hal tersebut yang menjadi faktor mereka berperang.Namun pada saat masuknya ajaran Romawi alasan manusia untuk berperang kian bertambah dan serta merta menciptakan metode-metode perang yang baru dimana menyangkut aturan yang sudah menjadi kebiasaan pada saat berperang. Perang dianggap sebagai kontak bersenjata yang melibatkan dua negara atau lebih, maka ada beberapa kecenderungan perang yang terjadi, antara lain: Pertama, keengganan negara-negara untuk mendeklarasikan perang secara terbuka terhadap pihak yang dianggap musuh.Keterlibatan suatu negara secara diamdiam dalam suatu perang semakin meningkat pada masa Perang Dingin.Amerika Serikat dan Uni Soviet terbukti melakukan tindakan terselubung (convert action) dalam konflik-konflik di Nikaragua, Afganistan, konflik Israel-Palestina. ‡‡ Kedua, berkembangnya senjata-senjata penghancur massal (mass destructions weapons/WMD).Senjata nuklir salah satu bagian dari jenis WMD telah menjadi bagian dari strategi perang. Ketiga, semakin banyaknya aktor-aktor non-negara yang muncul dan terlibat dalam perang-perang domestik maupun perang internasional. Keempat, situasi perang menjadi sangat berbeda dengan berkembangnya teknologi komunikasi dan transportasi.Ketika situasi perang bisa disiarkan ke seluruh
‡‡
Daniel S.Papp, Contemporary International Relations, Frameworks for Understanding, New York: Macmillan Publishing Company, 1988, hlm 502
dunia melalui satelit yang ditayangkan ke seluruh dunua, opini masyarakat internasional menjadi bagian pentingdalam strategi perang. Perang tidak dapat dihindari maka terbentuklah peraturan hukum yang mencoba mengatur perang dengan melihat dan melandaskan prinsip-prinsip kemanusiaan maka terbentuklah hukum Humaniter Internasional. §§ Pada umumnya aturan tentang perang itu termuat dalam tingkah laku, moral dan agama.Peradaban bangsa Romawi dikenal konsep Perang Adil (just war).Kelompok orang tertentu ini meliputi penduduk sipil, anak-anak perempuan, kombatan yang meletakkan senjata dan tawanan perang. Mochtar Kusumaatmadja memberikan pembagian hukum perang yaitu sebagai berikut : 1. Jus as bellum, yaitu hukum tentang perang, yaitu hukum yang mengatur tentang perang yang berkaitan dengan legitimasi mengenai penggunaan alat-alat tertentu angkatan bersenjata *** hanya diizinkan dalam kaitan dengan pasal 51 Piagam PBB sebagai suatu pengecualian terhadap larangan umum atas penggunaan aat-alat tertentu oleh angkatan bersenjata yang termuat dalam Pasal 2 ayat (4)
§§
Kalimat tersebut didukung dengan kutipan kalimat “There have always been customary practices in war, but only in the last 150 years have States made international rules to limit the effects of armed conflict for humanitarian reason.” yang dimuat dalam “ War and International Humanitarian Law”, http://www.icrc.org/eng/war-and-law/overview-war-and-law.html, diakses pada5 Maret 2015 pukul 08.52 WIB” *** Haryomataram, Pengaantar Hukum Humaniter, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2012, hlm 6
2. Jus in bello, yaitu hukum yang berlaku dalam perang ††† berisi syarat-syarat yang harus dipatuhi dan harus ditekankan lagi rezim yang terlibat dalam persengketaan senjata. Syarat-syarat ini keseluruhnnya harus dilaksanakan dengan ketaatan tanpa pandang bulu oleh para pihak yang bersengketa. Jus in bello sendiri memiliki 2 asas yang konvensional, digolongkan sebagai “Hukum Jenewa” dan “Hukum Den Haaq”. Hukum ini dibagi menjadi 2 (dua) lagi yaitu ‡‡‡ : 1. Hukum yang mengatur cara dilakukannya perang (conduct of war) dan menentukan hak dan kewajiban negara-negara yang berperang tentang perilaku pada waktu operasi militer dan membatasi alat yang digunakan untuk menyerang musuh yang biasa disebut Hukum Den Haaq §§§ 2. Hukum yang mengatur perlindungan personil militer yang tidak dapat lagi terlibat dalam pertempuran dan orang-orang yang tidak aktif dalam permusuhan dengan penduduk sipil dan orang-orang yang menjadi korban perang yang biasa disebut Hukum Jenewa **** Perhatian hukum internasional bagi perlindungan hukum individu untuk waktu yang lama hampir semata-mata dipusatkan pada perlakuan yang harus diberikan negara
kepada
internasionalnya.
†††
warganegara Menurut
lain
hukum
yang
berada
internasional,
dalam negara
yurisdiksi dimana
hukum
seseorang
Ibid, hlm 6-7 Haryomataram, Sekelumit tentang Hukum Humaniter, Sebelas Maret University Press, Surakarta,1944, hlm 4 §§§ Haryomataram, Pengaantar Hukum Humaniter, Ibid, hlm 7 **** Ibid, hlm 7 ‡‡‡
warganegara asing berada harus diberikan apa yang dimaksud standar minimum, yang mengandung batas minimum dari hak-hak pribadi dan perlindungan hukum. Hukum Humaniter merupakan cabang Hukum Internasional publik dan merupakan hukum baru sehingga istilah tersebut masih banyak orang yang belum mengenalnya. Pengertian Hukum Humaniter Internasional menurut Mochtar Kusumaatmadja adalah bagian dari hukum yang mengatur ketentuan-ketentuan perlindungan korban perang, berlainan dengan hukum yang mengatur perang itu sendiri. †††† Batasan Hukum Internasional adalah hukum yang mengatur ketentuan yang memberikan perlindungan terhadap korban perang yang berbeda dengan hukum perang yang mengatur tentang perang tersebut. Sementara itu Esbojrn Rosenbland melihat hukum humaniter internasional dengan melihat pada pembedannya yaitu ‡‡‡‡ : a. The Law of Armed Conflict, yang berkaitan dengan : 1. Mulai dan berakhir perang 2. Pendudukan wilayah lawan 3. Hubungan antara para pihak yang bertikai dengan negara yang netral b. Law of Lawfare yang mencakupi : 1. Metoda dan sarana perang 2. Status kombatan 3. Perlindungan terhadap yang sakit, tawanan perang dan orang sipil ††††
Mochtar Kusumaatmadja, Hukum Internasional Humaniter dalam Pelaksanaan dan Penerapannya di Indonesia,1980, hlm 5. ‡‡‡‡ Ambarwati, op cit, hlm 8
Hukum humaniter internasional adalah bagian dari hukum tentang konflik bersenjata yang mempunyai kepedulian terhadap perlindungan korban dari konflik bersenjata yaitu mereka yang karena sesuatu terluka, sakit atau terperangkap dan juga orang-orang sipil (orang yang tidak terlibat dalam konflik bersenjata) sebagai akibat hors de combat.Hukum ini dibangun dari pemikiran bahwa lingkup dari suatu aksi militer adalah tidak dapat dibatasi dan mereka yang tergolong non-kombatan (orang yang tidak ikut berperang) dimasing-masing pihak yang bersengketa berhak untuk mendapat perlindungan dan perlakuan mengenai kepedulian terhadap nilai kemanusiaan yang tidak memihak, mereka wajib dipelihara dan dirawat, mereka tidak boleh dijadikan sasaran dalam kekerasan konflik. Prinsip ini sangat mudah dapat dinyatakan namun untuk diwujudkan sebagai norma-norma legal yang masuk akal dan mampu dilaksanakan dalam keadaan yang ekstrim dalam suatu konflik bersenjata inilah yang merupakan salah satu masalah utama dalam wilayah hukum untuk dapat dikembangkan. Tujuan Hukum Humaniter Internasional ada beberapa yaitu §§§§ 1. Melindungi baik kombatan (ikut aktif dalam permusuhan) maupun non kombatan dari penderitaan yang tidak perlu 2. Menjamin hak-hak asasi tertentu dari orang yang jatuh ke tangan musuh 3. Memungkinkan kembalinya perdamaian 4. Membatasi kekuasaan pihak yang berperang Hukum Humaniter Internasional awalnya tumbuh dari Laws of
War yang
kemudian berkembang menjadi Hukum Sengketa Bersenjata dan akhirnya dikenal §§§§
Haryomataram, op.cit hlm 7
dengan Hukum Humaniter. Hal tersebut dikarenakan orang tidak menyenangi tercantumnya kata war (perang) sebagai akibat timbulnya korban manusia yang begitu besar selama Perang Dunia Kedua.Hukum perang sebagian besar dapat ditemukan
dalam
berbagai
Treaties
dan
Convention.Mengingat
banyaknya
Convention ada beberapa yang penting yaitu ***** : 1. Declaration of Paris, 1856, yang mengatur perang di laut 2. Red Cross Convention, 1864, yang memperbaiki kondisi prajurit yang luka-luka dimedan pertempuran. Konvensi selanjutnya yang dihasilkan dalam Konferensi Perdamaian di Den Haaq tahun 1907 yaitu sebagai berikut ††††† 1. Konvensi mengenai Penyelesaian Sengketa Internasional dengan cara Damai (Konvensi I) 2. Konvensi mengenai cara mengawali permusuhan (Konvensi II) 3. Konvensi mengenai hukum dan kebiasaan peperangan di darat (Konvensi IV) Konvensi ini sangat penting karena mengatur segi dari peperangan di darat. Konvensi ini mempunyai suatu annex yang dikenal dengan namaHaque Regulation. 4. Konvensi mengenai hak dan kewajiban Negara dan orang netral dalam perang didarat (Konvensi V)
*****
Ibid, hlm 7 Ibid, hlm 8
†††††
Konvensi VI sampai dengan Konvensi XII pada umumnya mengatur masalah kapal, kapal perang.Jadi, konvensi tersebut membahas permasalahan yang menyangkut perang dilaut. Ada beberapa konvensi yang secara khusus melarang pemakaian senjata tertentu, misalnya ‡‡‡‡‡ : a. Declaration of St. Petersburg, 1868 (Declaration Renouncing the use in war of certain explosive projectiles), yang melarang any projectile of less weight than four hundred grammes, which is explosive b. Declaration the Haque IV, 2-1899 (Prohibition of expending bullets (dum-dum) c. Declaration the Haque IV, 3-1907 (Prohibiting use of gases) d. Declaration the Haque XIV-1907 (Prohibiting discharge of projektiles and explosive from ballons) e. Protocol Jenewa, 1925 (Protocol for the prohibition of poisonous gases and bacteriological method of war fare) Konvensi Jenewa 1949 merupakan konvensi yang penerimaanya paling luas karena seluruh dunia menjadi pihak yang terikat dalam konvensi ini. Konferensi internasional di Jenewa yang merupakan realisasi dari gagasan Henry Dunant §§§§§, yang telah berlangsung beberapa kali dan puncaknya adalah lahirnya Konvensi
Ibid, hlm 8 Hendry Dunant adalah salah satu pendiri ICRC (International Committee of the Red Cross) dimana dalam bukunya “A Memory of Solferino” ia menggambarkan pengalamannya menyaksikan penderitaan para tentara yang menjadi korban dan tidak memperoleh pertolongan di medan perang Solferino. Hal ini yang menjadi awal pembentukan Konvensi Jenewa. ‡‡‡‡‡ §§§§§
Jenewa 1949 Tentang Perlindungan Korban Perang (International Convention for the Protection of Victims of War) yang berjumlah empat yaitu ****** : 1. Konvensi untuk perbaikan keadaan yang luka dan sakit dalam angkatan perang dimedan pertempuran darat 2. Konvensi perbaikan keadaan anggota angkatan perang di laut yang luka, sakit, dan korban karam 3. Konvensi tentang perlakuan terhadap tawanan perang 4. Konvensi tentang perlindungan orang sipil di waktu perang Pada tahun 1977 telah disepakati dua protokol yaitu Protocol additional to the Geneva Convention 1949.Kedua protokol itu berjudul †††††† : 1. Protocol I :Protocol relating to the protection of victims of International Armed Conflict 2. Protocol II :Protocol relating to the protection of victims of Non-International Armed Conflict Konvensi selanjutnya dihasilkan dalam tahun 1980. Konvensi tersebut mempunyai judul Convention on prohibitions or restrictions on the use of certain conventional weapons, which may be deem to be excessively injurious or to have indiscriminate effect. ‡‡‡‡‡‡ Konvensi tersebut disertai dengan tiga protokol yaitu §§§§§§ : 1. Protocol I
******
= Protocol on non- detectable fragments
Haryomataran, Op cit, hlm 9 Ibid, hlm 9 ‡‡‡‡‡‡ Ibid, hlm 9 §§§§§§ Ibid, hlm 10 ††††††
2. Protocol II
= Protocol on prohibitions or restrictions on the use of mines,
booby trap and other device 3. Protocol III
= Protocol or prohibitions or restrictions on the use of
incendiary weapons Perang Dunia Pertama ternyata membawa kesengsaraan yang luar biasa pada umat manusia.Berjuta-juta orang baik militer maupun sipil, menjadi korban.Kerugian yang berwujud harta kekayaan sangat sulit dihitung, maka tidaklah mengherankan apabila umat manusia berusaha sekuat-kuatnya menghapuskan perang ataupun memperkecil kemungkinan terjadinya perang. Telah dilakukan upaya-upaya untuk menghindari perang antara lain ******* : a. Pembentukan Leaque of Nations (Liga Bangsa-Bangsa), dimana para negara anggotanya sepakat untuk menghindari memilih perang bilamana mereka terlibat dalam suatu perselisihan dan menjamin perdamaian serta keamanan. Selanjutnya pada Pasal 12 Piagam tersebut menentukan bahwa negara-negara peserta sepakat aapabila ada kemungkinan timbulnya perselisihan mereka akan mengusahakan penyelesaian melalui jalur arbitrase, judicial settlement, dan tidak akan memulai perang sebelum lewat tiga bulan setelah keputusan arbiter atau keputusan hukum diterima. b. Pembentukan Pakta Kellog-Briand (Kellog Briand Pact) yang dikenal sebagai Paris Pact 1928, dimana para anggota pakta tersebut menolak mengakui perang sebagai suatu penyelesaian politik dan memilih mengambil jalan damai bilamana *******
ada
Ibid, hlm 10
pertentangan
diantara para
anggotanya.
Perjanjian
ini
ditandatangani oleh Jerman, Amerika Serikat, Belgia, Inggris, Prancis, Italia, Jepang, Polandia dan Ceska. Di dalam preambul dinyatakan bahwa mereka menolak atau tidak mengakui perang sebagai alat politik nasional, dan mereka sepakat akan mengubah hubungan antara mereka hanya dengan damai. Pernyataan tersebut dipertegas lagi dalam Pasal 1 dan 2. ††††††† Menurut ahli, Kellog-Briand Pact tidak menghapus perang. Lauterpcht berpendapat bahwa the effect of the Pact is not abolish, even for its signatories the intitutions of war. Sarjana lain yaitu Kunz mengatakan bahwa The Pact of Paris doesn’t outlaw or abolish war: It only contains a renunciation of war as an instrument of national policy a phrase which never has been interpreted satisfactorily. ‡‡‡‡‡‡‡ Suasana antiperang ini mempunyai dampak pada beberapa bidang.Salah satu diantaranya adalah hukum perang.Orang tidak menginginkam adanya perang, istilah perang sejauh mungkin dihindari.Hal tersebut yang membuat istilah perang juga tidak disukai dan akibatnya adalah ditinggalkannya usaha untuk mempelajari dan menyempurnakan perang. §§§§§§§ Bidang lain suasana tersebut juga berpengaruh besar. Meskipun pada waktu terjadi berbagai pertikaian bersenjata yang dilihat dari segi militer sudah pantas †††††††
Pasal 1 The High Contracting Parties solemnly declare, in the names of their respective peoples, that they condemn recourse to war for the solution of international cobtroversies and renounce it as an instrument of national policy in their relations with one another Pasal 2 The High Contracting Parties agree with the settlement or solution of all dispute or conflict, of whatever nature or whatever origin they may be, which arise among them, shall never be sought exceptby pasific means ‡‡‡‡‡‡‡ Joseph Kunz,1968:845 §§§§§§§ Haryomataram, op cit, hlm 12
disebut perang, namun pihak yang bertikai tidak mau menyebutnya dengan perang karena mereka takut di cap sebagai agresor. Mereka yang menentang pengkajian hukum perang mengajukan alasan berbagai alasan berikut ini. ******** 1. Hukum perang tidak mungkin disusun sebab perang tidak dapat diatur, perang hanya dapat ditiadakan 2. Hukum orang tidak perlu ada karena ada praktik pasti akan dilanggar 3. Perang sudah ditiadakan. Hukum perang sudah tiada lagi 4. Perang sudah dinyatakan bertentangan dengan hukum (outlawed), pembahasan hukum perang tidak logis, dan seolah-olah kita tidak percaya kepada kamajuan yang telah dicapai dalam usaha untuk menghapus perang. Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa pengertian perang dan hukum perang tidak disukai lagi.Dan pada saat itu muncul istilah baru yaitu Laws of Armed Conflict.Istilah armed conflict sebagai pengganti war banyak dipakai, baik dalam konsepsi-konsepsi internasional maupun dalam resolusi-resolusi. †††††††† Dalam Geneva Conventions 1949, artikel 2 disebutkan sebagai berikut “In addition to the privisions which shall be implemented in peace time, the present Convention shall apply to all cases of declared war or of any armed conflict.”
********
Ibid, hlm 13 Ibid, hlm 14
††††††††
Penggantian atau perubahan istilah ini memberikan beberapa keuntungan yaitu sebagai berikut ‡‡‡‡‡‡‡‡ 1. Secara psikologis, dengan perubahan itu kata perang atau hukum perang yang tidak disukai lagi telah dihapus 2. Ruang lingkup berlakunya hukum tersebut sangat diperluas, karena hukum tersebut berlaku baik apabila pecah perang, atau terjadi suatu pertiakaian bersenjata. Demikian istilah laws of war atau hukum perang berubah menjadi laws of armed conflict atau hukum pertikaian senjata. Pada permulaan abad ke-20 hukum perang berusaha untuk mengatur cara berperang. Salah satu konvensi yang sangat terkenal pada waktu itu ialah Haque Convention IV, dengan Annexnya yang terkenal berjudul Regulation respecting the laws and customs of war on land. Annex ini biasanya disebut Haque Regulation yang berusaha mengatur perang. §§§§§§§§ Sesudah Perang Dunia Kedua usaha untuk mengatur tentang perang terdesak oleh suatu usaha untuk melindungi orang dari kekejaman perang.Pada penyusunan konsepsi-konsepsi berikut asas perikemanusiaan mempunyai pengaruh yang sangat besar. Besarnya pengaruh tersebut dapat dilihat dari resolusi-resolusi PBB, berikut contohnya ********* : 1. Resolusi Majelis Umum No. 2444 tahun 1968, Majelis mengakui perlunya menerapkan asas-asas humaniter dalam semua pertikaian bersenjata. Adanya
‡‡‡‡‡‡‡‡
`
Ibid, hlm 15 Ibid, hlm 15-16 ********* Ibid, hlm 16 §§§§§§§§
resolusi ini diakui bahwa asas kemanusiaan itu harus dihormati baik dalam waktu damai maupun apabila timbul pertikaian senjata 2. Sidang tahun 1969, Majelis Umum mencantumkan dalam agendanya sebagai salah satu topik, yaitu Respect for Human Right in Armed Conflict. 3. Resolusi no. 2675 tahun 1970 Recalling further its Resolution 2444 (XXIII) of 19th December 1968, on respect for human rights in armed conflict, bearing in mind the need for measures to ensure the better protection for human rights in armed conflict in all types, Dan selanjutnya dinyatakan sebagai berikut Fundamental human rights, as accepted in international law and laid down in international instruments, continue to apply fully in situation of armed conflicts ††††††††† Mengenai pendapat para ahli dapat dikemukakan beberapa contoh berikut ini ‡‡‡‡‡‡‡‡‡ 1. Rosenbland menyatakan : “this humanitarian approach has turned out to be highly essensial when drafting new treaty rules applicable in future armed conflict.” §§§§§§§§§ 2. Mengenai hal ini, Starke mengemukakan bahwa salah satu perkembangan yang menonjol dalam dasawarsa terakhir ini adalah : “the importation of human rights rules standart into the law of armed conflict.” **********
†††††††††
Mushtaq Hussein, 1977 hal 11-12 Ibid, hlm 17 §§§§§§§§§ Esbjorn Rosenbland,1979:4 ********** J.G.Starke, 1977:587 ‡‡‡‡‡‡‡‡‡
Berkaitan dengan itu maka tidak heran apabila istilah laws of armed conflict juga mengalami perubahan. Beberapa resolusi dan konferensi ditampilkaan istilah baru, yaitu International Humanitarian Law Applicable in Armed Conflict Pada tahun 1971 diadakan suatu Conference of Government Expert on the Reaffirmation and Development of International Humanitarian Law Applicable in Armed Conflict. Tahun 1974, 1975, 1976, 1977 diadakan konferensi yang nama resminya adalah Diplomatic Conference on theReaffirmation and Development of International Humanitarian Law Applicable in Armed Conflict. Istilah ini dianggap terlalu panjang sehingga sering disingkat menjadi International Humanitarian Law. Istilah yang dianggap singkat ini di dalam bahasa Indonesia biasanya disingkat lagi menjadi Hukum Humaniter. †††††††††† Asas Hukum Humaniter Internasional adalah ‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡ a) Asas Kepentingan Militer Berdasarkan asas ini maka pihak yang bersengketa diperbolehkan atau dibenarkan menggunakan kekerasaan untuk menundukkan lawan demi tercapainya tujuan dan keberhasilan perang. Asas ini dalam pelaksaannya sering pula dijabarkan dengan adanya penerapan prisip-prinsip sebagai berikut : 1. Prinsip pembatasan (Limitation Principle) adalah suatu prinsip yang menghendaki adanya pembatasan terhadap sarana atau alat serta cara atau metode berperang yang dilakukan pihak yang bersengketa.
††††††††††
Ibid, hlm 18 FardihusVartry,”Hukum Humaniter Internasional”, Gudang Ilmu Hukum, diakses http://bahankuliyah.blogspot.com/2014/05/hukum-humaniter-internasional.html?m=1dikutip dari pada tanggal 3 Maret 2015 ‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡
2. Prinsip proporsionalitas (Proportionality Principle) yang menyatakan bahwa kerusakan yang akan diderita oleh penduduk sipil atau objek sipil harus proporsional sifatnya b) Asas Keperikemanusiaan (Humanity) Menurut
asas
ini
pihak
yang
bersengketa
harus
memperhatikan
perikemanusiaan, dimana mereka dilarang untuk menggunakan kekerasan yang dapat menimbulkan luka berlebihan atau penderitaan yang tidak perlu.
c) Asas Kesatriaan (Chivalry) Berdasarkan
asas
ini
bahwa
dalam
perang,
kejujuran
harus
diutamakan.Pengaturan alat-alat yang tidak terhormat, berbagai tipu daya dan muslihat dan cara-cara yang bersifat khianat dilarang. d) Prinsip Pembeda (distinction principle) Suatu prinsip yang membedakan atau membagi penduduk dari suatu negara yang sedang berperang atau sedang terlibat dalam konflik bersenjata kedalam dua golongan yaitu kombatan dan penduduk sipil (civilian).Kombatan adalah golongan penduduk yang secara aktif turut serta dalam permusuhan (hostilities), sedangkan penduduk sipil adalah golongan penduduk yang tidak turut serta dalam permusuhan.Perlunya prinsip pembeda ini adalah untuk mengetahui mana yang boleh dijadikan sasaran atau objek kekerasaan dan mana yang tidak boleh dijadikan objek sasaran kekerasan. Dalam pelaksanaan prinsip
ini memerlukann penjabaran lebih jauh lagi dalam sebuah asas pelaksanaan (principles of application) yaitu : a. Pihak-pihak yang bersengketa setiap saat harus bisa membedakan antara kombatan dan penduduk sipil untuk menyelamatkan penduduk sipil dan objek-objek sipil b. Penduduk sipil tidak boleh dijadikan objek serangan walaupun untuk membalas serangan c. Tindakan maupun ancaman yang bertujuan untuk menyebarkan teror terhadap penduduk sipil dilarang d. Pihak yang bersengketa harus mengambil langkah pencegahan yang memungkinkan untuk menyelamatkan penduduk sipil atau setidaknya untuk menekan kerugian atau kerusakan yang tidak sengaja menjadi kecil e. Hanya angkatan bersenjata yang berhak menyerang dan menahan musuh f. Rule of Engagement (ROE) Situasi sengketa bersenjata pihak lawan diperbolehkan untuk menggunakan berbagai strategi untuk menundukkaan lawannya supaya kemenangan berada dipihaknya.Tetapi harus memperhatikan asas perikemanusiaan dan asas kesatriaan yaitu perang harus dilaksanakan dengan jujur dan harus memperhatikan aspek kemanusiaan. Perkembangannya, Hukum Humaniter Internasional banyak memberikan konstribusi untuk adanya perang yang manusiawi.Perang yang menjunjung tinggi prinsip kemanusiaan dan hak asasi setiap manusia untuk dilindungi.Hal ini menyebabkan adanya aturan aturan dari hukum kebiasaan maupun sumber-sumber
Hukum Internasioanal lainnya untuk mencegah terjadinya perang yang lebih besar karena dengan adanya kemajuan zaman memberikan konstibusi yang sangat besar terhadap besarnya dampak perang yang terjadi yang dihasilkan oleh penggunaan senjata yang terus diperbaharui. Semenjak diadopsinya Konvensi-konvensi Jenewa 1949, umat manusia mengalami konflik bersenjata dalam jumlah yang sangat mencemaskan.Konflikkonflik bersenjata ini terjadi hampir disetiap belahan dunia. Keempat Konvensi Jenewa 1949 beserta Kedua Protokol Tambahan 1977 menyediakan perlindungan hukum bagi orang-orang yang tidak maupun yang tidak lagi ikut serta langsung dalam permusuhan dan perselisihan (yaitu korban sakit, luka, korban karam, orang yang ditahan sehubungan dengan konflik bersenjata dan orang-orang sipil). Meskipun demikian,
masih
banyak
sekali
pelanggaran
terhadap
perjanjian-perjanjian
internasional tersebut, sehingga timbul penderitaan dan korban tewas yang mungkin dapat dihindari seandainya Hukum Humaniter Internasional lebih dihormati. Seiring dengan perkembangan zaman dan teknologi, manusia berusaha menciptakan dan mengembangkan alat-alat pembunuh. Mulai dari alat-alat yang berupa kayu, hingga yang jauh lebih canggih seperti sekarang ini misalnya semjata api, senjata biologis, senjata kimia dll. Penerapannya dapat dilihat dalam Perang Salib I dan II dimana perlindungan terhadap tawanan perang sudah menjadi kebiasaan juga berusaha mngembangkan senjata-senjata yang mampu membunuh secara masal contohnya Trebuchet atau yang lebih dikenal sebagai alteri kuno abad pertengahan yang digunakan untuk mengantam kota-kota negara yang berperang bahkan negara Turki pada saat Perang Salib mampu membuat senjata penyembur api.
Penggunaan senjata-senjata tersebut juga digunakan untuk menjatuhkan mental tentara musuh, hal tersebut terus berkembang pada sampai saat ini, dimana perlombaan senjata yang digunakan untuk menjatuhkan mental tentara musuh.Ada dan dibuatnya suatu hukum perang untuk menjaga agar jatuhnya korban tidak banyak dalam perang.Saat itu telah ada hukum perang dan saat itu sudah diatur dalam Hukum Humaniter Internasional dan Statuta Roma. Unmanned Aerial Vehicle (UAV) atau yang lebih dikenal dengan Drone merupakan kendaraan udara tanpa awak yang dikendalikan dari jarak jauh oleh manusia sebagai pilotnya atau melalui program yang telah ditentukan §§§§§§§§§§. Penggunaan drone (pesawat tanpa awak) dalam konflik bersenjata telah meningkat secara signifikan dalam beberapa tahun belakangan ini. Menimbulkan perhatian terhadap isu kemanusiaan, hukum dan lainnya. Drone adalah sebuah mesin terbang atau pesawat yang berfungsi dengan dikendalikan jarak jauh oleh pilot atau mampu mengendalikan dirinya sendiri, menggunakan aerodinamikaa untuk mengangkat dirinya, bisa digunakan kembali dan mampu membawa muatan baik senjata maupun muatan lainnya. Salah satu fungsi dan kegunaan dari drone adalah sebagai senjata dalam perang. Secara umum drone terbagi menjadi dua yaitu untuk pengintaian/ pengawasan dan untuk tujuan militer. Kemudian dipersenjatai dan bisa digunakan untuk meluncurkan misil dan bom.
§§§§§§§§§§
Diakses dari http://m.metrotvnews.com/read/2014/06/256739/drone-pesawat-tempurandalan-amerika-serikat dikutip pada tanggal 3 Maret 2015 pukul 10.10 WIB
Seiring berkembangnya pemanfaatan drone tidak hanya terbatas pada hal militer saja, namun kini juga sudah digunakan untuk berbagai kebutuhan yang lebih beragam. Drone pertama kali digunakan sebagai senjata dalam perang adalah pada tahun 1912 sampai dengan tahun 1913 yang sering disebut juga dengan Perang Balkan. Perang Balkan adalah suatu rangkaian pertempuran yang berlangsung pada tahun 8 Oktober
1912
sampai
dengan
18
Mei
1913
antara
Liga
Balkan
(Serbia,Montenegro,Yunani dan Bulgari) melawan Kekaisaran Ottoman Turki. Setelah itu diikuti pada Perang Dunia Kedua. Penggunaan drone semakin meningkat secara drastis pada saat terjadi pertikaian di Afganistan, Irak, dan Pakistan oleh Amerika.Meski memiliki beberapa keunggulan dalam penggunaanya, penggunaan drone juga menuai protes dari banyak kalangan.Perkembangan senjata berbahaya telah terjadi pada masa Perang Dingin, dengan tanpa ada pengawasan yang tegas dari PBB dimana ditandai dengan munculnya bom-bom gas, bakteriologi dan nuklir serta senjata-senjata kontroversial lainnya yang menyebabkan penderitaan yang berkepanjangan.Meski telah ada peraturan-peraturan tentang penggunaan senjata tersebut seperti yang tercantum dalam konvensi-konvensi dan traktat-traktat yang telah ada. Penggunaan senjata yang berbahaya ini juga bahkan digunakan oleh negara adidaya seperti Amerika yang menggunakan senjata kimia dan biologis maupun kimia dalam Perang Vietnam dan juga dalam dalam penyerangannya ke Pakistan pada tahun 2004-2009 yang menggunakan UAV atau drone.Amerika dalam hal ini melanggar aturan tentang penyalahgunaan senjata berbahaya yang dilarang dalam
perang.Amerika memakai pesawat tanpa awak atau drone.Kasus ini banyak korban yang mati karena penggunaan senjata tersebut.Korban yang berjatuhan tidak secara khusus ditujukan kepada kombatan namun juga mengenai non kombatan dalam hal ini penduduk sipil.Dengan terjadinya hal ini, Amerika dikecam oleh banyak negara karena penggunaan drone tersebut. Konvensi lain yang dihasilkan menyangkut penggunaan alat/senjata perang adalah Konvensi 1980 yang mempunyai judul Convention on prohibitions or restrictions on the use of certain conventional weapons, which may be deem to be excessively injurious or have indiscriminate effect. Konvensi tersebut disertai dengan tiga protokol, yaitu ***********: 1. Protokol I tentang non-detectable fragments (kepingan logam yang tidak dapat terdeteksi) 2. Ptotokol II tentang prohibition on restiction on use of mines bobby trap and other (larangan dan pembatasan penggunaan ranjau darat dan lainnya) Device 1. Protokol III tentang prohibition on restiction on us of incendiary weapons (larangan dan pembatasan pengunaan senjata-senjata pembakar) Protokol ini menyatakan secara tegas menentang penggunaan didalam kategori protokol tersebut dan pada poin III juga menambahkan larangan penggunaan senjata dan metode peperangan atau angkatan bersenjata yang menyebabkan kerusakan hebat dan tidak selayaknya dan menambahkan suatu larangan tersebut penggunaan metode-
***********
Haryomataram, op.cit hlm 10
metode atau cara yang akan menimbulkan kerusakan luas berjangka waktu lama dan dahsyat terhadap lingkungan alam (pasal 35). Dengan ini maka penggunaan senjata tidak dapat dilakukan secara sewenangwenang dan semakin terus diperhatikan karena kembali lagi dengan menjunjung kemanusiaan untuk menciptakan perang yang manusiawi, walaupun pada prakteknya saat ini penggunaan drone sebagai senjata perang masih dapat kita temui sampai saat ini. Contoh yang paling bisa kita ingat adalah serangan drone yang bertubi-tubi terhadap Palestina yang menyebabkan banyaknya korban berjatuhan baik yang kombatan maupun yang non-kombatan
B.
Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengaturan penggunaan senjata dalam perang menurut hukum humaniter internasional ? 2. Bagaimana legalitas penggunaan drone ditinjau dari hukum humaniter internasional ? 3. Bagaimana sanksi pelanggaran hukum humaniter internasional? C.
Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk membantu dalam mengetahui mengenai
pembahasan tentang apa yang menjadi pokok masalah dalam penelitian ini. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Untuk mengenai pengaturan penggunaan senjata dalam perang yang diatur dalam hukum humaniter internasional
2. Untuk mengetahui legal atau tidak penggunaan drone dalam perang oleh hukum humaniter internasional 3. Untuk mengetahui saksi hukum bagi pelanggar hukum humaniter internasional Selain tujuan dari penelitian ini, juga perlu diketahui mengenai manfaat dari penelitian ini yang diharapkan dapat diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Secara teoritis Penelitian ini dapat membantu menambah bahan pengetahuan Hukum Humaniter Internasional secara umum maupun hukum Humaniter Internasional secara khusus. Dapat pula dijadikan dasar bagi penelitian selanjutnya pada bidang yang sama. b. Secara praktis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan tentang tinjauan yuridis atas Hukum Humaniter Internasional terkait dengan legalitas penggunaan drone dalam perang. D.
Keaslian Penulisan Penelitian ini merupakan karya tulis asli, sebagai refleksi dan pemahaman
selama duduk dibangku kuliah terlebih setelah berada di Jurusan Hukum Internasional. Penelitian ini berupaya untuk menuangkan ide atau gagasan dari sudut pandangan Hukum Humaniter Internasional terhadap legalitas penggunaan drone dalam perang. Sepanjang penelusuran dalam ruang lingkup FH USU bahwa penulisan tentang “Legalitas Penggunaan Drone (Pesawat Tanpa Awak) Dalam Perang Ditinjau Dari Hukum Humaniter Internasional” belum pernah ditulis sebelumnya. Namun
demikian, dalam beberapa literatur penulisan sebelumnya dalam lingkup FH USU khususnya Departemen Hukum Internasional dapat dijumpai persamaan dalam hal substansi seperti dasarmengenai Hukum Humaniter Internasional, Konvensi Den Haaq 1907, Konvensi Jenewa 1949. E.
Tinjauan Yuridis Penelitian ini memperoleh bahan tulisan dari buku-buku yang berkaitan dengan
penelitian laporan-laporan dan informasi dari internet. Untuk menghindari penafsiran ganda, maka diberikan penegasan batasan pengertian dari judul penelitian yang diambil dari sudut ilmu hukum, penafsiran secara etimologi, maupun pendapat dari para satjana terhadap beberapa pokok pembahasan maupun materi yang akan dijabarkan dalam skripsi ini antara lain : a. Hukum Humaniter Internasional : adalah hukum yang mengatur mengenai konflik bersenjata baik yang bersifat internasional (international armed conflict) maupun yang bersifat non internasional (non international armed conflict) b. Senjata : adalah suatu alat yang digunakan untuk melukai, membunuh atau menghancurkan suatu benda. Senjata dapat digunakan untuk menyerang maupun untuk mempertahankan diri dan juga untuk mengancam dan melindungi. Adapun yang dapat digunakan untuk merusak (bahkan psikologi dan tubuh manusia) dapat dikatakan senjata †††††††††††
†††††††††††
Diakses dari Wikipedia, hhtp://id.m.wikipedia.org/wiki/Senjata dikutip pada tanggal
3 Maret 2015
c. Senjata konvensional : senjata yang lazin (umum,biasa) digunakan (tidak termasuk senjata atom, nuklir, kuman, dan senjata-senjata inkonvensional lainnya) d. Drone/UAV ‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡ (pesawat tanpa awak): adalah sebuah mesin terbang atau pesawat yang berfungsi dengan dikendallikan jarak jauh oleh pilot atau mampu mengendalikan dirinya sendiri, menggunakan aerodinamika untuk mengangkat dirinya, bisa digunakan kembali dan mampu membawa muatan baik senjata maupun muatan lainnya. e. Sanksi hukum : perlakuan tertentu yang sifatnya tidak mengenakkan atau menimbulkan penderitaan yang diberikan oleh pihak yang berperilaku menyimpang. F.
Metode Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptifanalisis yang merupakan suatu penelitian yang
menggambarkan, menelaah, menjelaskan dan menganalisis suatu peraturan hukum. Penelitian yang dilakukan adalah penelitian yuridis normatif maka sumber data yang digunakan merupakan sumber data sekunder yang dapat di verifikasi sebagai berikut : a. Bahan Hukum Primer Bahan Hukum Primer adalah hukum yang terdiri dari aturan hukum yang terdapat pada berbagai perangkat hukum atau aturan peraturan perundangundangan. Peraturan perundang-undangan yang terkait objek penelitian antara lain :
‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡
UAV adalah singkatan dari Unmanned Aerial Vehicle yang merupaka nama lain dari drone atau pesawat tanpa awak
1. Konvensi Den Haaq 1907 2. Konvensi Jenewa 1949 beserta Protokol Tambahan I dan II 3. Lieber Code 4. St. Petersburg Declaration b. Bahan Hukum Sekunder Bahan hukum sekunder adalah bahan yang diperoleh dari buku-buku terkait, jurnal-jurnal, pendapat para sarjana dan hasil- hasil penelitian sebelumnya. c. Bahan Hukum Tersier Bahan hukum tersier adalah bahan hukum pelengkap yang memberikan petunjuk atau penjelasan lebih terhadap bahan hukum primer dan sekunder ensiklopedia dan lain-lain.
d. Metode Analisis Data Berdasarkan sifat penelitian yang menggunakan metode penelitian yang bersifat deskriptif analitis, maka analisis data yang dipergunakan adalah analisis secarapendekatan kualitatif terhadap data sekunder. G.
Sistematika Penulisan Sebagai gambaran umum untuk mempermudah memahami materi yang
disampaikan, penelitian ini dibagi menjadi 5 (lima) bab yang berhubungan erat satu sama lain, dengan perincian sebagai berikut : Bab pertama merupakan dasar bagi pembuatan penelitian ini, dan juga didalamnya membahas tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan manfaat
penulisan penelitian, tinjauan kepustakaan, metode penelitian apakah yang digunakan dalam menyelesaikan penelitian ini serta sistematika penulisan. Bab kedua menjabarkan tentang pengaturan dan penggunaan senjata dalam perang menurut hukum humaniter yang juga berisi mengenai pengertian senjata, pengaturan alat-alat/senjata perang serta penggunaan senjata dalam perang menurut hukum humaniter Bab ketiga menjelaskan mengenaiaspek historis dan yuridis penggunaan drone dilihat dari hukum humaniteryang berisi mengenai pengertian drone beserta sejarah lahirnya drone, alasan penggunaan drone sebagai senjata dalam perang serta dampak buruknya juga menjelaskan legalitas penggunaan drone dalam perang ditinjau dari hukum humaniter internasional Bab
keempat
menjelaskan
mengenai
penyelesaian
damai
sengketa
internasional, mekanisme pelaksaan penegakan hukum humaniter internasional serta sanksi pelanggaran hukum humaniter internasional Bab kelima merupakan kesimpulan dan saran yang memberikan semua kesimpulan jawaban atas rumusan masalah serta saran yang berupa masukanmasukan untuk hukum humaniter internasional.