BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Ketela pohon merupakan tanaman yang sudah tidak asing lagi bagi masyarakat di Indonesia. Tanaman ini dapat tumbuh di berbagai tempat dan kondisi, baik di daerah bersuhu dingin, sedang maupun panas. Ketela pohon dapat digunakan sebagai pengganti makanan pokok sehari-hari. Bahkan di daerah tertentu dijadikan sebagai makanan pokok seperti nasi. Ketela pohon memiliki beberapa kandungan gizi yaitu: karbohidrat 36.8%, protein 1.0%, lemak 0.3%, serat 0.9%, abu 0.5%, air 61.4% dan lain-lain (Zulaikah, 2002). Para petani banyak yang menemui kendala pada saat penanganan pasca panen ketela pohon yaitu harga yang tidak menentu memaksa petani menjual dengan harga rendah atau membiarkan ketela pohon tersebut membusuk di kebun karena ongkos panen lebih tinggi dibandingkan dengan harga jualnya. Pengkonsumsian ketela pohon sebagai bahan pangan masih terbatas pada kalangan tertentu saja. Hal ini disebabkan karena adanya anggapan bahwa orang yang menggunakan ketela pohon sebagai makanan pokoknya dianggap berstatus ekonomi rendah meskipun kandungan gizinya cukup tinggi (Rukmana, 1997). Selama ini ketela pohon banyak dimanfaatkan untuk pembuatan
tepung
kanji,
di
mana
proses
tersebut
menghasilkan
ampas/onggok. Onggok biasanya diberikan pada ternak sapi dan babi sebagai komposisi ransumnya. Ampas ketela pohon ini masih berguna sebagai sumber
karbohidrat untuk stimulasi dalam pembuatan silase. Analisa nutrisi: 18.3% air, 0.8% protein, 78% bahan ekstrak tanpa N, 2.2% serat kasar, 0.2% lemak dan 2.5% abu serta nilai MP adalah 76 (Anonim, 2006). Ketela pohon adalah umbi-umbian yang mempunyai kandungan karbohidrat cukup tinggi. Semua bahan yang mengandung karbohidrat dapat digunakan sebagai bahan baku penghasil alkohol. Karbohidrat diubah menjadi gula oleh enzim yang terdapat pada ragi, kemudian gula diubah oleh mikroorganisme menjadi alkohol (Rukmana dan Yuniarsih, 2001). Salah satu produk dari hasil fermentasi yang menghasilkan alkohol dan gula adalah tape. Sebagai hasil proses fermentasi, dalam pembuatannya menggunakan ragi sebagai sumber mikrobanya. Di dalam ragi, terdapat 3 golongan mikroba yaitu: jamur, bakteri dan yeast. Ragi merupakan campuran populasi
yang
terdiri
atas
spesies-spesies
dari
genus
Aspergillus,
Saccharomyces, Candida dan Hansenulla serta Acetobacter (Tarigan, 1988). Saccharomyces cerevisiae, merupakan khamir yang banyak digunakan dalam industri fermentasi alkohol sebagai industri modern, khamir tersebut dalam bioteknologi konvensional telah di gunakan untuk memproduksi beberapa pangan tradisional seperti, bir, anggur, wiski, sake, pengembangan roti, tape dan sebagainya. Dalam bioteknologi modern khamir tersebut telah digunakan sebagai jasad inang eukariotik untuk memproduksi protein-protein heterolog seperti: vaksin hepatitis B yang telah ada di pasaran, hemoglobin, serum albumin dan glisin betain (Rahmawati, 2004).
Selain digunakan sebagai bahan pembuatan tapioka, ketela pohon dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan etil alkohol. Beberapa manfaat yang dapat diperoleh dari alkohol yaitu: 1) sebagai bahan baku dalam pembuatan senyawa-senyawa organik misalnya
asam asetat, eter dan
khloroform, 2) pelarut dalam pembuatan pernis dan sebagai pelarut bahan organik lainnya seperti minyak wangi, 3) bahan bakar setelah didenaturasikan terlebih
dahulu,
dan
4)
salah
satu
komponen
dalam
kosmetik
(Restiani, 2005). Menurut penelitian yang dilakukan oleh Hartono (2004), bahwa ketela pohon dimanfaatkan sebagai bahan baku dalam proses fermentasi etanol karena mengandung karbohidrat sebanyak 36.89 % dan dihasilkan alkohol atau etanol sebesar 4.22 %. Bahan makanan dengan kandungan karbohidrat yang banyak, maka akan menghasilkan alkohol atau etanol yang banyak juga. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Sriyanti (2003), bahwa tinggi rendahnya kadar gula dan kadar alkohol pada ketela pohon setiap gramnya dipengaruhi oleh banyak sedikitnya kandungan pati atau amilum. Hal tersebut menunjukkan bahwa kadar pati yang lebih tinggi mempengaruhi kadar alkohol yang dihasilkan dalam proses fermentasi karbohidrat. Untuk mengetahui banyaknya kadar alkohol pada hasil fermentasi ampas umbi ketela pohon, maka diadakan suatu pra penelitian dan hasilnya adalah sebagai berikut: (perlakuan dosis ragi : lama fermentasi = hasil) 1) 2gr: 3hr= 7.4%, 2) 2gr: 6hr= 6.7%, 3) 2gr: 9hr= 11.5%, 4) 5gr: 3hr= 17.5 %
5) 5gr: 6hr= 18.9% , 6) 5gr: 9hr= 18.7%, 7) 8gr: 3hr= 8.3%, 8) 8gr: 6hr= 13.3 %, 9) 8gr: 9hr= 14.4%. Ampas ketela pohon sebagai sisa pembuatan tepung kanji dianggap kurang berguna bagi masyarakat tetapi dengan masih adanya beberapa kandungan nutrisi di dalamnya, maka perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai pemanfaatan ampas umbi ketela pohon yaitu salah satunya sebagai bahan alternatif pembuatan alkohol. Oleh karena itu, peneliti mengambil judul RAGI TERHADAP KADAR ALKOHOL PADA FERMENTASI AMPAS UMBI KETELA POHON (Manihot utilissima B. Pembatasan Masalah Agar permasalahan yang ada tidak melebar dan rancu maka perlu adanya pembatasan masalah yaitu sebagai berikut : 1. Subyek Penelitian adalah waktu fermentasi (9hr, 12hr, dan 15hr) dan dosis ragi (2gr, 5gr, dan 8gr). 2. Obyek Penelitian adalah kadar alkohol pada fermentasi ampas umbi ketela pohon. 3. Parameter penelitian adalah kadar alkohol. C. Perumusan Masalah Berdasarkan pembatasan masalah di atas. Maka dapat dibuat perumusan masalah yaitu sebagai berikut : 1. Bagaimanakah pengaruh waktu fermentasi dan dosis ragi terhadap kadar alkohol pada fermentasi ampas umbi ketela pohon?
2. Berapakah kadar alkohol optimum yang dapat diperoleh dari hasil perbandingan waktu fermentasi dan dosis ragi pada fermentasi ampas umbi ketela pohon ? D. Tujuan Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah : 1. Mengetahui pengaruh waktu fermentasi dan dosis ragi terhadap kadar alkohol pada fermentasi ampas umbi ketela pohon. 2. Mengetahui perbandingan waktu fermentasi dan dosis ragi yang efektif untuk memperoleh kadar alkohol yang optimum. E. Manfaat Manfaat yang ingin diharapkan dari penelitian ini adalah : 1. Memberikan
informasi mengenai keefektifan
perbandingan
waktu
fermentasi dan dosis ragi yang dapat digunakan untuk memperoleh kadar alkohol pada fermentasi ampas umbi ketela pohon yang optimum. 2. Memberikan sumbangan ilmu pengetahuan tentang pemanfaatan ampas umbi ketela pohon untuk digunakan sebagai bahan alternatif industri pembuatan alkohol. 3. Meningkatkan nilai ekonomis ampas umbi ketela pohon.