BAB I
PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG “Negara Indonesia adalah negara hukum.” Sebuah deklarasi bahwa negara ini berdiri dan berjalan berdasar pada ketentuan hukum. Pada Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 tersebut sekaligus menegaskan bahwa hukum adalah ujung tombak kemajuan dan perjalanan negara ini. Di bidang ketenagakerjaan, UUD 1945 telah memberikan pengaturan sebagaimana termuat pada Pasal 27 ayat (2) “Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.” Bahwa hal ini berimplikasi pada sebuah kewajiban negara untuk menyediakan lapangan pekerjaan bagi warga negaranya. Serta peran aktif negara (legislatif) dalam menghasilkan suatu sumber hukum terlebih khusus yang mengatur dunia kerja dan ketenagakerjaan di Indonesia. Ketersediaan lapangan pekerjaan adalah suatu masalah yang sering dijumpai hampir di semua negara di dunia. Terlebih khusus negara-negara berkembang. Indonesia adalah salah satu negara berkembang yang juga mengalami masalah ketersediaan lapangan pekerjaan. Pemerintah sebagai pelayan masyarakat memang menjadi pihak pertama yang bertanggung jawab dalam hal ini, sebagaimana telah diamanatkan dalam UUD. Namun hal ini tidak menutup kemungkinan, bahkan dapat pula dikatakan bahwa pihak di luar pemerintahan mendapat bagian untuk menyediakan lapangan 1
pekerjaan. Pihak di luar pemerintah atau sering kita sebut swasta, dalam perkembangannya juga sangat membantu dan merekalah yang menjadi mitra pemerintah untuk menyediakan lapangan pekerjaan. Oleh karenanya, masalah ketenagakerjaan menjadi hal yang sangat penting dan perlu mendapat perhatian khusus dari Pemerintah, dalam hal ini juga Legislatif. Peraturan perundang-undangan adalah solusi tepat untuk mengatur dan membantu masyarakat dalam terciptanya sebuah kondisi ketenagakerjaan yang baik dan teratur. Hal ini telah diwujudkan oleh Pemerintah Indonesia dengan adanya berbagai macam peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang ketenagakerjaan. Selain bertumpu pada peraturan perundang-undangan, para ahli berpendapat ada beberapa sumber hukum ketenagakerjaan yang dapat menjadi pemecah masalah ketenagakerjaan di Indonesia. Budiono mengatakan bahwa sumber-sumber hukum ketenagakerjaan terdiri atas:1 1. Perundang-undangan; 2. Kebiasaan; 3. Keputusan; 4. Traktat; dan 5. Perjanjian.
1
Budiono, Abdul Racmad, Hukum Perburuhan di Indonesia, Cet. I, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1995.
2
Sedangkan Shamad berpendapat bahwa sumber hukum ketenagakerjaan terdiri atas: 1. Peraturan perundang-undangan (undang-undang dalam arti materiil dan formil); 2. Adat dan kebiasaan; 3. Keputusan pejabat atau badan pemerintah; 4. Traktat; 5. Peraturan kerja (yang dimaksud adalah peraturan perusahaan); dan 6. Perjanjian kerja, perjanjian perburuhan, atau kesepakatan kerja bersama (KKB). Disamping kedua pendapat diatas, Prinst juga berpendapat bahwa sumber hukum ketenagakerjaan terdiri atas: 1. Undang-undang; 2. Adat atau kebiasaan; 3. Yurisprudensi; 4. Doktrin; dan 5. Agama. Selain itu Abdul Hakim juga berpendapat, sumber hukum ketenagakerjaan adalah: 1. Undang-undang;
2. Adat dan kebiasaan; 3. Agama; 4. Keputusan pejabat/badan pemerintah atau lembaga ketenagakerjaan; 3
5. Doktrin; 6. Traktat; 7. Perjanjian kerja; dan 8. Peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.
Dengan adanya pengaturan dan sumber hukum yang jelas, maka segala macam permasalahan dalam bidang ketenagakerjaan diharapkan dapat terselesaikan sesuai ketentuan hukum yang berlaku. Sehingga hak warga negara untuk mendapatkan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan dapat terwujud dan terjamin. Berdasarkan pada sumber hukum ketenagakerjaan yang telah disebutkan, di mana semua ahli setuju bahwa sumber hukum utama dalam ketenagakerjaan adalah undangundang. Hal ini sejalan dengan sistem hukum yang dianut Indonesia. Mengingat Indonesia bekas jajahan Belanda, sebagaimana negara-negara Eropa Kontinental lainnya dan bekas jajahannya, Indonesia merupakan penganut civil law system. Tidak seperti Amerika Serikat dan negaranegara penganut common law lainnya, bahan-bahan hukum primer yang terutama bukanlah putusan pengadilan atau yurisprudensi, melainkan perundang-undangan. Untuk bahan hukum primer yang berupa perundangundangan, yang memiliki otoritas tertinggi adalah Undang-Undang Dasar karena semua peraturan di bawahnya baik isi ataupun jiwanya tidak boleh bertentangan UUD tersebut. Bahan hukum primer selanjutnya ialah undang-undang.
Undang-undang
4
merupakan
kesepakatan
antara
pemerintah dan rakyat, sehingga mempunyai kekuatan mengikat untuk penyelenggaraan kehidupan bernegara.2 Dalam kaitannya dengan dunia ketenagakerjaan di Indonesia, undang-undang yang mengatur salah satunya adalah Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (dan untuk selanjutnya disingkat UU Ketenagakerjaan), yang mengatur tentang bagaimana terjadinya hubungan antara pencari kerja dan pemberi kerja. Dalam Pasal 1 angka 14 “Perjanjian kerja adalah perjanjian antara pekerja/buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak, dan kewajiban para pihak.” Pada angka 15 “Hubungan kerja adalah hubungan antara pengusaha dengan pekerja/buruh berdasarkan perjanjian kerja, yang mempunyai unsur pekerjaan, upah, dan perintah.” Dan angka 16 “Hubungan industrial adalah suatu sistem hubungan yang terbentuk antara para pelaku dalam proses produksi barang dan/atau jasa yang terdiri dari unsur pengusaha, pekerja/buruh, dan pemerintah yang didasarkan pada nilai-nilai Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.” Perhatian khusus dalam Pasal 1 angka 14 sampai dengan 16 ini ialah para pihak yang terdapat di dalamnya. Dalam perjanjian kerja, pihaknya adalah pekerja/buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja. Dalam hubungan kerja, pihaknya adalah pengusaha dengan pekerja/buruh. Sedangkan dalam hubungan industrial, pihaknya adalah pengusaha, pekerja/buruh dan pemerintah. Dari penjabaran para pihak di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa yang dapat disebut sebagai 2
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Edisi Pertama, Cetakan Ke-2, Jakarta : Kencana, 2006
5
perselisihan hubungan industial adalah jika perselisihan terjadi di antara para pihak tersebut. Undang-undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (dan selanjutnya disingkat UU PPHI3) pada Pasal 1 angka 1 menyebutkan: “Perselisihan Hubungan Industrial adalah perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan antara pengusaha atau gabungan pengusaha dengan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat
buruh
karena
adanya
perselisihan mengenai
hak,
perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan.” Jelas bahwa pihak dalam perselisihan hubungan industrial adalah pengusaha atau gabungan pengusaha dengan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh. Pejabat atau badan tata usaha negara tidak disebut sebagai pihak. Jika perselisihan terjadi di mana di dalamnya tidak terdapat perjanjian kerja atau tidak ada hubungan kerja atau tidak memenuhi unsur dalam Pasal 1 angka 1 tersebut di atas, tidak dapat dibawa atau diajukan untuk diadili di PHI4. Hal ini didasarkan pula pada Pasal 1 angka 17 UU Ketenagakerjaan yang demikian: “Pengadilan Hubungan Industrial adalah pengadilan khusus yang dibentuk di lingkungan pengadilan negeri yang berwenang memeriksa, mengadili dan memberi putusan terhadap perselisihan hubungan industrial.” Bertitik tolak dari pemahaman Pasal 1 angka 17 ini penulis menemukan sebuah kasus yang dinilai dapat diteliti
3
UU PPHI ialah Undang-undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial 4 PHI adalah Pengadilan Hubungan Industrial
6
terkait dengan kewenangan mengadili Pengadilan Hubungan Industrial, seperti
yang
termuat
pada
putusan
dengan
Nomor
02/Pdt.Sus.PHI/2015/PN.Yyk antara Dr. Endi Haryono, M.Si (sebagai PENGGUGAT)
dengan
Yayasan
Kesejahteraan
Pendidikan
Dan
Perumahan (YKPP) (sebagai Tergugat I) dan Rektor Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Yogyakarta (sebagai TERGUGAT II). Latar belakang kasus ini bermula dari diangkatnya Penggugat oleh Tergugat I menjadi Dosen Tetap pada Jurusan Ilmu Hubungan Internasional - Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik di institusi Tergugat II (Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Yogyakarta) yang antara lain berdasarkan Surat Keputusan Pengangkatan Pegawai Nomor : Skep / 031 / V / 1997 Tanggal 2 Mei 1997 tentang Pengangkatan Sebagai Pegawai Edukatif Tetap. Dengan demikian Penggugat adalah Pegawai Edukatif Tetap yang bekerja di bawah Tergugat I yaitu YKPP. Tergugat II (Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Yogyakarta) memiliki hubungan kerjasama dengan lembaga pendidikan tinggi lain. Salah satunya ialah Universitas Utara Malaya Malaysia baik dalam bentuk seminar, penelitian dan visiting lecturer. Pada Bulan Mei 2010, Penggugat mengikuti program visiting lecturer di Universitas Utara Malaya Malaysia, yang keturutsertaan Penggugat dalam program tersebut sudah dilaporkan dan atas sepengetahuan Tergugat II. Namun Tergugat II menganggap bahwa keturutsertaan Penggugat dalam program visiting lecturer adalah tanpa izin tertulis dari Tergugat II. Sehingga Tergugat II 7
menerbitkan Surat Perintah Rektor Nomor: Sprint/29-0/III/2011 yang pada pokoknya memerintahkan untuk menghentikan gaji sementara Penggugat terhitung mulai tanggal 01 April 2011 dan menghentikan tunjangan fungsional terhitung mulai tanggal 01 Juni 2010. Pada bulan Februari 2012, Tergugat II meminta Penggugat untuk kembali dari Malaysia dan mengajar lagi di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik - Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Yogyakarta. Selanjutnya pada Bulan Februari 2012 itu pula Penggugat telah memenuhi panggilan dan amanat dari Tergugat II tersebut. Untuk kepentingan administrasi Penggugat untuk mengajar mata kuliah tertentu, beban SKS, honorarium dan sebagainya maka Tergugat II pun menerbitkan Surat Keputusan Nomor: SKEP/18/II/2012 tanggal 02 Februari 2012 yang pada pokoknya berisi pengangkatan sebagai dosen UPN Veteran Yogyakarta Semester Genap TA 20011/2012. Dengan demikian Penggugat telah menjalankan tugas secara aktif kembali sebagai dosen pada Jurusan Ilmu Hubungan Internasional - Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Yogyakarta. Pada bulan Februari 2013 Penggugat tidak diperbolehkan mengajar. Namun tidak dalam status diberhentikan dan tidak pula memperoleh hak sebagai pegawai. Karena merasa statusnya tidak menentu maka Penggugat menghadap Tergugat I dan disaksikan oleh BPH UPN Veteran Yogyakarta dalam penyelesaian permasalah tersebut. Dari pertemuan tersebut Tergugat I menawarkan 2 (dua) pilihan, yakni: Pertama, tetap melanjutkan karir sebagai dosen di bawah Tergugat I 8
dengan pindah tugas sebagai dosen di UPN Jakarta atau Kedua, mengajukan pilihan penyelesaian yang Penggugat inginkan dengan bertumpu pada prinsip win-win solution dan kekeluargaan. Karena memilih pilihan yang kedua, maka berdasar pada prinsip win-win solution dan
kekeluargaan
tersebut
Penggugat
mengajukan
permohonan
pengunduran diri sebagai dosen (pegawai) kepada Tergugat I, serta meminta pembayaran upah yang belum dibayarkan dan hak-hak lain yang sah sebagai pegawai seperti pengembalian dana asuransi pensiun dan tabungan hari tua pada Bank Pembangunan Daerah Yogyakarta yang dipotong setiap bulannya dari upah Pekerja, serta hak-hak normatif lainnya akibat putusnya hubungan kerja. Selanjutnya Penggugat membuat surat pernyataan kesediaan dan penerimaan untuk diberhentikan sebagai pegawai tetap oleh Tergugat I. Menanggapi surat pernyataan dari Penggugat, Tergugat I menerbitkan Surat Keputusan Nomor: SKEP/06/YKPP/II/2014 tanggal 20 Februari 2014 tentang Pemberhentian Pegawai di Lingkungan UPN Veteran Yogyakarta yang pada pokoknya memberhentikan Penggugat sebagai Pegawai Edukatif Tetap UPN Veteran Yogyakarta. Karena Penggugat merasa hak-haknya belum dipenuhi oleh Para Tergugat maka Penggugat mengajukan gugatan kepada Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Yogyakarta. Gugatan diajukan dengan beberapa pokok gugatan, yakni:
9
1. Menerima dan mengabulkan gugatan Penggugat
untuk
seluruhnya. 2. Menghukum Para Tergugat untuk membayar hak-hak normatif Penggugat sebesar Rp 123.500.000,- (seratus duapuluh tiga juta lima ratus ribu rupiah) yang terdiri sebagai berikut: a. Upah + Tunjangan Fungsional sebesarRp 101.400.000,b. Tabungan Hari Tua sebesar Rp Rp 22.100.000,Selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari kerja sejak putusan berkekuatan hukum tetap.
3. Menghukum Para Tergugat untuk mengembalikan Dana Asuransi Pensiun Penggugat pada PT. Asuransi Jiwa Manulife Indonesia Cabang Yogyakarta kepada Penggugat selambatlambatnya 14 (empat belas) hari kerja sejak putusan berkekuatan hukum tetap. 4. Menghukum
Para
Tergugat
untuk
melakukan
Perubahan/Pencabutan Nomor Induk Dosen Nasional (NIDN) atas nama Dr. Endi Haryono, M.Si. (Penggugat) sebagai dosen UPN
Veteran
Yogyakarta
sebagaimana
tercatat
pada
KOPERTIS wilayah Yogyakarta selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari kerja sejak putusan berkekuatan hukum tetap.
10
5. Menghukum Tergugat untuk menyerahkan dokumen-dokumen milik Penggugat dan surat keterangan bekerja selambatlambatnya 14 (empat belas) hari kerja sejak putusan berkekuatan hukum tetap. 6. Membebankan biaya perkara kepada Tergugat. Dari gugatan tersebut Pengadilan pun menjatuhkan putusan sebagai berikut, yakni: 1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian. 2. Menghukum para Tergugat untuk membayar hak upah dan tunjangan fungsional sebesar: Rp.4.225.000,00 x 20 bulan = Rp.84.500.000,00 (delapan puluh empat juta lima ratus ribu rupiah) selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari kerja sejak putusan berkekuatan hukum tetap. 3. Menghukum Tergugat II untuk memberikan surat keterangan kerja selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari kerja sejak putusan berkekuatan hukum tetap. 4. Menolak gugatan Penggugat selain dan selebihnya. 5. Membebankan biaya perkara ini kepada negara.
11
Menanggapi gugatan tersebut Tergugat II memberikan eksepsi berdasarkan beberapa hal. Berikut ini adalah beberapa hal dalam eksepsi yang menjadi fokus penilitian penulis. Pertama, Pengadilan Hubungan Industrial secara absolut tidak berwenang dalam memeriksa, mengadili, dan memutus perkara aquo (absolute competence). Hal ini karena pokok perkara aquo bukanlah mengenai perselisihan kepentingan, perselisihan hak, perselisihan antar serikat pekerja, maupun perselisihan pemutusan hubungan kerja. Hubungan hukum antara Penggugat in person dengan UPN Veteran Yogyakarta adalah hubungan kepegawaian, dimana Penggugat merupakan dosen tetap berdasarkan Surat Keputusan Nomor : Skep/031/V/1997 tentang Pengangkatan Pegawai tanggal 2 Mei 1997 yang secara jelas disebutkan bahwa status Penggugat adalah pegawai yang ditugaskan pada Jurusan Ilmu Hubungan Internasional FISIP UPN Veteran Yogyakarta. Sebagai pegawai yang berstatus dosen di UPN Veteran Yogyakarta, Penggugat tunduk pada ketentuan perundang-undangan yang mengatur tentang pegawai dan dosen. Kedudukan hukum Penggugat sebagai seorang dosen tidak dapat dipersamakan dengan pekerja atau tenaga kerja sebagaimana halnya buruh, karena dosen tidak wajib tunduk pada hukum ketenagakerjaan namun wajib tunduk pada keberadaan hukum publik yang mengaturnya seperti Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, serta Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi dan peraturan-peraturan internal yang khusus diberlakukan di lingkungan UPN Veteran Yogyakarta, yang
12
mana hal demikian juga berlaku bagi Tergugat II. Oleh karena itu, Tergugat II selaku Rektor tidak ada hubungan hukum ketenagakerjaan dengan Penggugat karena Rektor bukan pengusaha melainkan pejabat tata usaha negara. Perkara aquo berkaitan dengan tuntutan hak normatif pegawai berkaitan dengan pemberhentian status Penggugat sebagai pegawai yang diberhentikan berdasarkan Surat Keputusan Yayasan Kesejahteraan Pendidikan dan Perumahan (YKPP) Nomor : SKEP/06/YKPP/II/2014 tanggal 20 Februari 2014 tentang Pemberhentian Pegawai Di Lingkungan UPN
Veteran
Yogyakarta.
Surat
Keputusan
YKPP
Nomor
:
SKEP/06/YKPP/II/2014 tanggal 20 Februari 2014 tentang Pemberhentian Pegawai Di Lingkungan UPN Veteran Yogyakarta merupakan keputusan tata usaha negara (beschikking), karena memenuhi kriteria sebagai surat keputusan yang dikeluarkan oleh pejabat atau badan tata usaha negara yang bersifat individual, final, dan konkrit sebagaimana dimaksud Pasal 1 angka 9 Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Peradilan Tata Usaha negara. Tergugat II diangkat sebagai Rektor UPN Veteran Yogyakarta berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor : 221/MPK.A4/KP/2014 tanggal 13 Oktober 2014. Dengan demikian Tergugat II jelas merupakan pejabat tata usaha negara. Di samping itu, Tergugat I juga merupakan badan dan/ atau pejabat tata usaha negara dengan alasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku yaitu Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional beserta peraturan
13
pelaksana lainnya, menyatakan lembaga pendidikan tinggi swasta yang menjalankan salah satu dari urusan di bidang pemerintahan khususnya di bidang pendidikan merupakan badan tata usaha negara. Kedua, gugatan Penggugat adalah gugatan yang error in persona. Terhitung sejak tanggal 6 Oktober 2014 sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 121 Tahun 2014 tentang Pendirian Universitas Pembangunan Nasional Veteran Yogyakarta, UPN Veteran Yogyakarta menjadi perguruan tinggi negeri dengan segala konsekuensi hukumnya, khususnya yang menyangkut tentang perpindahan aset kekayaan, organisasi, sumber daya manusia, mahasiswa, pegawai, serta hak dan kewajiban UPN Veteran Yogyakarta. Maka sejak saat itu, UPN Veteran Yogyakarta sudah tidak berada di bawah naungan YKPP. gugatan Penggugat adalah gugatan yang error in persona atau salah menentukan dan menerapkan subyek Tergugatnya. Bahwa dijadikannya YKPP sebagai Tergugat I merupakan kesalahan fatal karena YKPP sudah tidak lagi membawahi UPN Veteran Yogyakarta berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 121 Tahun 2014 tentang
Pendirian
Universitas
Pembangunan
Nasional
Veteran
Yogyakarta. Dalam gugatan Penggugat tersebut pula, yang meletakkan Rektor UPN Veteran Yogyakarta selaku Tergugat II adalah gugatan yang juga dikualifikasikan sebagai gugatan yang error in persona atau salah menentukan atau meletakkan subyek Tergugatnya. Dikarenakan dalam penerbitan Surat Keputusan YKPP Nomor : SKEP/06/YKPP/II/2014 tanggal 20 Februari 2014 tentang Pemberhentian Pegawai Di Lingkungan Universitas Pembangunan Nasional Veteran Yogyakarta sama sekali tidak
14
terlibat atau melibatkan pihak Tergugat II. Dengan demikian, meletakkan Tergugat II sebagai subyek dalam perkara aquo tidak memiliki dasar hukum yang jelas, sehingga dengan demikian gugatan Penggugat dikualifikasikan sebagai gugatan error in persona atau salah menentukan subyek Tergugatnya. Ketiga, gugatan Penggugat adalah gugatan yang kabur, tidak jelas, dan tidak pasti (obscuur libel). Oleh karena gugatan Penggugat tidak dapat menjelaskan mengenai kewenangan, hubungan, dan keterkaitan hukum antara Tergugat I dan Tergugat II dalam kaitannya dengan kewajiban pemenuhan hak yang harus ditanggung oleh Tergugat II, maka gugatan Penggugat dikualifikasikan sebagai gugatan yang kabur, tidak jelas, dan tidak pasti (obscuur libel). Terhadap eksepsi dari Tergugat II hakim menyatakan bahwa gugatan Penggugat diajukan ke PHI sudah tepat. Dengan pemahaman bahwa hubungan kerja terjadi pertama kali antara Penggugat dengan Tergugat I sejak tahun 1997 sampai dengan keluarnya Perarutan Presiden No. 121 Tahun 2014 tentang Pendirian Universitas Pembangunan Nasional Veteran Yogyakarta tertanggal 6 Oktober 2014. Hakim juga beranggapan bahwa yang menjadi objek persengketaan antara kedua belah pihak adalah mengenai perselisihan hak yaitu upah yang belum dibayar, tabungan hari tua, dana pensiun serta perubahan/Pencabutan Nomor Induk Dosen Nasional atas nama Penggugat di KOPERTIS Wilayah Yogyakarta, surat keterangan kerja Penggugat dan dokumen-dokumen milik Penggugat
15
lainnya akibat pemutusan hubungan kerja oleh Tergugat I yang telah disepakati oleh Penggugat. Berdasarkan uraian kasus di atas, penulis tertarik untuk mengangkatnya dalam penelitian skripsi yang berjudul “Pertimbangan Hakim tentang Kewenangan Mengadili Pengadilan Hubungan Industrial dalam Putusan Nomor 02/Pdt.Sus.PHI/2015/PN/Yyk antara Dr. Endi Haryono, M.Si., dan YKPP dan Rektor UPN Veteran Yogyakarta.”
16
B. RUMUSAN MASALAH Berdasarkan uraian pada Latar Belakang diajukan permasalahan sebagai berikut: “Apakah pertimbangan hakim tentang kewenangan mengadili Pengadilan Hubungan Industrial sudah tepat dalam perkara antara Dr. Endi Haryono M.Si., dengan YKPP dan Rektor UPN Yogyakarta?” C. TUJUAN PENELITIAN Untuk
menganalisis
apakah
pertimbangan
hakim
tentang
kewenangan mengadili Pengadilan Hubungan Industrial sudah tepat dalam perkara antara Dr. Endi Haryono M.Si., dengan YKPP dan Rektor UPN Yogyakarta. D. MANFAAT PENELITIAN 1. Penelitian ini bermanfaat untuk membantu menganalisis serta menentukan kewenangan mengadili Pengadilan Hubungan Industrial dan Pengadilan Tata Usaha Negara dalam mengadili permasalahan hukum di Indonesia. Terlebih khusus dalam bidang Hukum Ketenagakerjaan. 2. Selain itu penelitian ini juga bermanfaat untuk melengkapi referensi karya ilmiah dalam bidang Hukum Ketenagakerjaan.
17
E. METODE PENELITIAN 1. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif. Karena yang diteliti adalah ketepatan pertimbangan hakim terhadap kewenangan mengadili dari Pengadilan Hubungan Industrial. 2. Jenis dan Teknik Pengambilan Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder berupa : a. Bahan
Hukum Primer
:
Undang-Undang Dasar 1945
Amandemen ke-4, Peraturan Perundang-undangan, UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, UU Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, UU Nomor 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas UU Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, Peraturan Presiden Nomor 121 Tahun 2014 tentang Pendirian Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta, Putusan Nomor 02/Pdt.Sus.PHI/2015/PN/Yyk. b. Bahan Hukum Sekunder : Buku Hukum (legal textbooks) dalam bidang Ketenagakerjaan; c. Bahan Hukum Tersier : Artikel Hukum, Jurnal Hukum, Doktrin-doktrin dan Pendapat Ahli Hukum.
18
Sedangkan Teknik Pengambilan Datanya ialah dengan studi pustaka. 3. Unit Amatan dan Analisis Unit Amatan dalam penelitian ini yaitu: a. UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan; b. UU Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial; c. UU Nomor 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas UU Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara; d. UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen e. Peraturan Presiden Nomor 121 Tahun 2014 tentang Pendirian Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta; f. Putusan Nomor 02/Pdt.Sus.PHI/2015/PN/Yyk. Sedangkan
Unit
Analisisnya
Pengadilan Hubungan Industrial.
19
yaitu
kewenangan
mengadili
F. SISTEMATIKA PENULISAN BAB I PENDAHULUAN. Berisi tentang Latar Belakang Masalah, Permasalahan, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, dan Metode Penelitian BAB
II
KEWENANGAN
MENGADILI
PENGADILAN
HUBUNGAN INDUSTRIAL DAN PENGADILAN TATA USAHA NEGARA DALAM TEORI DAN PRAKTIK. Berisi tentang Prinsipprinsip Kewenangan Mengadili Pengadilan Hubungan Industrial dan Pengadilan
Tata
Usaha
Negara,
02/Pdt.Sus.PHI/2015/PN/Yyk,
dan
Kasus Analisis
Posisi
Perkara
terhadap
Nomor
Kewenangan
Mengadili Pengadilan Hubungan Industrial setelah berlakunya Peraturan Presiden No. 121 Tahun 2014 tentang Pendirian Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta. BAB III PENUTUP. Berisi tentang Kesimpulan Dan Saran.
20