BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah Pada umumnya siswa sekolah menengah memiliki keinginan untuk memperoleh pekerjaan yang layak bagi penunjang kemandirian dalam kehidupan mereka di masa yang akan datang. Siswa tersebut memiliki cita-cita tentang pekerjaan yang diidamkan sehingga tidak heran bila mereka membuat perencanaan karir. Salah satu langkah untuk memulainya lewat jalur pendidikan sekolah menengah yang ditempuh, karena secara langsung atau tidak langsung sekolah menengah yang dipilih siswa mengarahkannya mengembangkan tujuannya di masa yang akan datang. Menurut Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Rusman Heriawan jumlah angkatan kerja bertambah sekitar 2,5 juta/ tahun. Mereka adalah siswa yang baru lulus sekolah, mahasiswa yang baru lulus kuliah, atau siswa dan mahasiswa yang drop out. "Mereka langsung menjadi beban perekonomian karena berharap mendapatkan pekerjaan, sementara kemampuan ekonomi untuk menciptakan lapangan kerja baru masih sangat terbatas," katanya (Kompas, 4 Febuari 2008). Berdasarkan fakta tersebut maka pekerjaan merupakan hal yang sangat penting untuk direncanakan, sehingga setelah individu menyelesaikan pendidikannya mereka tidak menjadi pengangguran.
1
Universitas Kristen Maranatha
2
Salah satu cara pemerintah untuk mengurangi pengangguran adalah dengan meningkatkan kualitas dan kuantitas SMK. Menurut Direktur Pembinaan SMK, Joko Sutrisno, lulusan SMK berbeda dengan lulusan SMA. Lulusan SMA dipersiapkan untuk melanjutkan ke perguruan tinggi untuk menjadi ilmuwan, birokrat, atau teknokrat. Namun demikian, hanya 30% yang melanjutkan ke perguruan tinggi dan 70% lainnya yang tidak memiliki bekal keterampilan terjun ke pasar kerja, kebanyakan tanpa keterampilan yang memadai,'' jelasnya. Sementara, lulusan SMK dipersiapkan langsung ke industri dengan berbagai bekal keterampilan kerja. Hasilnya, sekitar 85% lulusan SMK diterima di bursa kerja dan 15% lainnya melanjutkan ke perguruan tinggi. ''SMK mampu memenuhi kebutuhan industri. Lulusan SMK itu terserap ke lapangan kerja di berbagai bidang, seperti bisnis manajemen, teknologi informasi, teknologi rekayasa, serta pariwisata dan perhotelan,'' cetusnya (Republika Online, 4 juni 2008). Sampai saat ini, Depdiknas gencar melakukan promosi dan dorongan terhadap para siswa SMP untuk melanjutkan pendidikan ke SMK. Tahun 2007 lalu, penerimaan siswa baru (PSB) hanya 1,2 juta orang, tapi tahun ini ditargetkan menjadi 1,5 juta peserta didik SMK. Menurut Direktur Pembinaan SMK, Joko Sutrisno pada 2 Juni 2008 ''SMK memang sedang didorong untuk menaikkan jumlah siswa” (Media Indonesia, 4 agustus 2008). Diungkapkan pula dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional No. 2669/C.C5/mn/2009 mengenai Langkahlangkah Strategis Untuk Mendorong Pertumbuhan Jumlah Siswa SMK tentang kebijakan penyeimbangan rasio SMK dan SMA di dalam Renstra 2009-2014
Universitas Kristen Maranatha
3
bahwa rasio yang diharapkan pada tahun 2014 adalah 67:33, dan pada tahun 2009 diharapkan telah mencapai 50:50. Disisi lain dapat dilihat juga data statistik pada Badan Pusat Statistik (Berita Resmi Statistik No. 31/05/Th. XII, 15 Mei 2009) bahwa jumlah pengangguran pada Februari 2009 mencapai 9,26 juta orang atau 8,14 % dari total angkatan kerja. Secara umum tingkat pengangguran terbuka (TPT) total cenderung menurun dibanding TPT Agustus 2008 sebesar 8,39 %, dan TPT Februari 2008 sebesar 8,46 %. Jika dibandingkan dengan keadaan Agustus 2008, TPT untuk sebagian besar tingkat pendidikan mengalami penurunan, kecuali TPT untuk pendidikan diploma dan universitas yang mengalami kenaikan. Namun pada semester ini TPT untuk pendidikan SMK adalah yang tertinggi yaitu sebesar 15,69 %. Berdasarkan data diatas diperoleh bahwa SMK masih kurang optimal dalam mengatasi masalah pengangguran karena walaupun jumlah lulusan SMK yang bekerja meningkat dari 6,76 juta orang yang bekerja di bulan Agustus 2008 menjadi 7,19 juta orang pada bulan Februari 2009, jumlah TPT SMK adalah yang tertinggi. Oleh sebab itu tidaklah menjamin bahwa dengan menuntut ilmu di bangku SMK akan langsung memperoleh pekerjaan setelah lulus. SMK “X” merupakan salah satu unit Sekolah “X” selain SMP dan SMA. SMK “X” berlokasi di Kecamatan Ciawi Kota Bogor, berdiri sejak Agustus 2003 dengan jumlah siswa + 40 orang/ kelas. SMK ini memiliki Akreditasi A dan merupakan SMK yang terkenal memiliki kualitas yang baik dari segi lulusan maupun fasilitas belajarnya oleh masyarakat daerah Ciawi dan sekitarnya.
Universitas Kristen Maranatha
4
Menurut Kepala Sekolah SMK “X”, Drs.Djajat Jatnika, mereka sering menjadi proyek percontohan bagi SMK lainnya yang akan mengadakan akreditasi. Visi SMK “X” Bogor yaitu menjadi lembaga pendidikan yang profesional dan mampu menghasilkan sumber daya manusia berkualitas, berwawasan global, yang dilandasi iman dan taqwa kepada Tuhan yang maha esa. Sementara itu misinya adalah mengedepankan iman dan taqwa serta disiplin, turut serta mencerdaskan kehidupan bangsa, berperan aktif dalam memenuhi kebutuhan zaman, berwawasan kebangsaan, dan berbasis pada profesionalisme. SMK
“X”
menawarkan
nilai
lebih
melalui
beragam
kegiatan
ekstrakurikuler dan sarana-prasarana kegiatan belajar mengajar yang mendukung. Pada mulanya SMK “X” memiliki dua program kejuruan yaitu program Administrasi Perkantoran (AP) dan program Penjualan (PJ). Kemudian pada tahun ajaran 2008/2009 dibuka lagi dua program baru yaitu Multimedia dan Otomotif, dengan pertimbangan banyaknya permintaan dari siswa dan dunia industri saat ini. Penambahan program baru tersebut juga sejalan dengan visi dan misi sekolah dalam menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas dan berwawasan global. Dalam kurun waktu tiga tahun ini SMK “X” telah menjadi SMK favorit di daerah Ciawi dan sekitarnya. Peningkatan jumlah siswa dari tahun 2003 sampai dengan tahun 2009 yaitu sebanyak 411 orang. Peningkatan jumlah siswa paling tinggi terjadi pada tahun 2009. Selain itu, SMK “X” juga diharapkan dapat menjadi sentral/ pusat Sekolah Menengah Kejuruan di Kecamatan Ciawi oleh Dinas Pendidikan kota Bogor. Pada tahun ajaran 2008/2009 yang lalu 90% siswa/i
Universitas Kristen Maranatha
5
lulusan SMK “X” telah memperoleh pekerjaan di berbagai bidang maupun membuka usaha sendiri dan siswa/i yang berprestasi juga telah ditawari pekerjaan oleh perusahaan ditempat mereka melakukan Prakerin saat kelas XI. Siswa SMK sedang berada dalam tahap perkembangan remaja akhir. Menurut Santrock (2003), masa remaja dimulai kira-kira usia 10 sampai 13 tahun dan berakhir antara usia 18 dan 22 tahun. Dibandingkan dengan anak-anak, remaja cenderung menciptakan pilihan-pilihan, menelaah situasi dari berbagai sudut pandang, memperkirakan konsekuensi dari suatu keputusan dan mempertimbangkan kredibilitas sumber (Mann, Harmoni & Power dalam Santrock, 2003). Minat pada karir, pacaran, dan eksplorasi identitas seringkali lebih nyata dalam masa remaja akhir daripada masa remaja awal (Santrock, 2003). Nurmi (1991) juga menegaskan bahwa minat dan tujuan remaja berisi tentang tugas-tugas utama perkembangan (Havighurst, 1948/1974) pada remaja akhir dan dewasa awal, seperti pendidikan lanjutan, pekerjaan, keluarga dan aspek materi dari kehidupan. Oleh karena itu masa remaja merupakan masa yang paling baik untuk membuat rencana mengenai perwujudan minat-minat remaja di masa depan. Orientasi masa depan merujuk pada bagaimana cara seseorang memandang masa depannya yang berhubungan dengan minat, harapan, dan perhatiannya (Nurmi, 1991). Orientasi masa depan merupakan proses yang mencakup 3 tahapan yaitu motivasi, perencanaan dan evaluasi. Motivasi merujuk pada hal-hal yang menjadi minat seseorang di masa yang akan datang. Aktivitas perencanaan merujuk pada bagaimana seseorang merencanakan perwujudan minat-minatnya dalam konteks masa depan (Nuttin 1974; 1984 dalam Nurmi,
Universitas Kristen Maranatha
6
1991). Evaluasi menyangkut tingkatan dari keinginan-keinginan yang diharapkan untuk diwujudkan. Ketiga proses tersebut menentukan jelas atau tidaknya orientasi masa depan seseorang. Berdasarkan hasil wawancara pada 13 orang siswa kelas XII SMK “X” Bogor mengenai minat mereka dalam bidang pekerjaan, semua responden (100%) memiliki minat untuk bekerja yang menandakan mereka memiliki motivasi yang kuat. Sebanyak 7 orang (53,8%) siswa telah mencari informasi mengenai spesifikasi pekerjaan, tugas, gaji, persyaratan, tempat bekerja dan telah menyusun langkah-langkah yang akan mereka tempuh untuk mewujudkan pekerjaan yang mereka inginkan berarti memiliki perencanaan yang terarah sedangkan 6 orang (46,2%) siswa tidak mencari informasi yang berhubungan dengan pekerjaan yang mereka inginkan ataupun belum memiliki bidang pekerjaan yang spesifik menandakan mereka memiliki perencanaan yang tidak terarah. Sebanyak 9 orang (69,2%) siswa telah melakukan penilaian terhadap kemampuan diri mereka melalui prestasinya di sekolah, peluang yang ada di masyarakat, syarat-syarat yang dapat mereka penuhi/ tidak dengan kapasitasnya sebagai siswa SMK menandakan mereka melakukan evaluasi yang realitis, sedangkan 4 orang (30,8%) lainnya yang tidak yakin akan kemampuan dirinya tetap yakin akan mendapatkan pekerjaan walaupun belum menyusun perencanaan berarti memiliki evaluasi yang tidak realistis.
Universitas Kristen Maranatha
7
Orientasi masa depan yang jelas ditandai oleh motivasi kuat yang mendorong seseorang dalam menetapkan tujuan masa depannya, perencanaan yang terarah terhadap tujuan, dan evaluasi yang realistis terhadap langkah-langkah dalam mencapai tujuan. Sebaliknya, bila seseorang mempunyai orientasi masa depan tidak jelas, maka motivasinya lemah, perencanaannya tidak terarah dan evaluasi yang dilakukannya tidak realistis. Jadi berdasarkan data hasil survey awal dapat disimpulkan bahwa sebanyak 7 orang (53,8%) siswa SMK “X” memiliki orientasi masa depan yang jelas dan 6 orang (46,2%) siswa memiliki orientasi masa depan yang tidak jelas. Menurut Nurmi (1991) bahwa konteks sosial dapat mempengaruhi orientasi masa depan. Konteks sosial yang dimaksud adalah sex-roles, socioeconomic status dan family context. Sex roles yaitu orientasi masa depan yang berhubungan dengan peran jenis kelamin seseorang. Menurut hasil wawancara terhadap siswa kelas XII SMK ”X”, baik remaja pria maupun wanita memiliki minat yang sama besar untuk bekerja setelah lulus dari SMK, yang membedakannya adalah bidang pekerjaan yang ingin mereka geluti dan juga kebanyakan remaja wanita sudah memikirkan langkah-langkah yang lebih terarah dibandingkan dengan remaja pria. Faktor kedua adalah socioeconomics status yang berpengaruh pada orientasi masa depan remaja. Sebagian besar siswa SMK “X” didominasi golongan ekonomi menengah kebawah yang mendaftar di SMK karena tidak memiliki biaya untuk melanjutkan pendidikan lanjutan ke Perguruan Tinggi (PT). Faktor ketiga adalah family context, lingkungan spesifik dimana remaja tinggal
Universitas Kristen Maranatha
8
juga mempengaruhi bagaimana pemikirannya tentang masa depan. Menurut hasil wawancara bahwa minat mereka terhadap bidang pekerjaan tertentu dipengaruhi oleh pendapat orangtua, teman, kakak atau keluarga lainnya. Hal tersebut juga dipengaruhi oleh keberhasilan orang lain yang mereka kenal dalam bidang pekerjaan tersebut. Data-data diatas menunjukkan bahwa siswa SMK “X” memiliki orientasi masa depan bidang pekerjaan yang bervariasi. Mengingat pentingnya orientasi masa depan bagi siswa SMK, hal ini membuat peneliti tertarik untuk meneliti mengenai gambaran Orientasi masa depan bidang pekerjaan pada siswa SMK “X”.
1.2 Identifikasi Masalah Dari penelitian ini ingin diketahui bagaimanakah gambaran orientasi masa depan bidang pekerjaan pada siswa kelas XII SMK “X” Bogor.
1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud Memperoleh gambaran mengenai Orientasi masa depan bidang pekerjaan siswa kelas XII SMK “X” Bogor. 1.3.2
Tujuan Mengetahui secara rinci dan mendalam Orientasi masa depan bidang
pekerjaan siswa kelas XII SMK “X” Bogor dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.
Universitas Kristen Maranatha
9
1.4 Kegunaan Penelitian 1.4.1
Kegunaan Teoretis Memberikan tambahan informasi mengenai Orientasi masa depan bidang pekerjaan yang dimiliki siswa kelas XII terhadap bidang ilmu Psikologi Pendidikan.
Memberikan masukan bagi peneliti lain yang berminat melakukan penelitian lanjutan mengenai Orientasi masa depan bidang pekerjaan.
1.4.2
Kegunaan Praktis Memberikan informasi bagi siswa kelas XII SMK “X” Bogor mengenai gambaran orientasi masa depannya. Hal ini dapat dijadikan acuan dan bahan evaluasi bagi siswa dalam memandang pekerjaannya di masa depan.
Memberikan informasi bagi SMK “X” Bogor mengenai gambaran orientasi masa depan para siswanya. Hal ini dapat digunakan untuk melakukan arahan dan bimbingan karir bagi para siswa mengenai pekerjaan di masa yang akan datang.
Universitas Kristen Maranatha
10
1.5 Kerangka Pikir Masa remaja merupakan salah satu tahapan dalam perkembangan setiap individu. Menurut Santrock (2003), masa remaja diartikan sebagai masa perkembangan transisi antara masa anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif dan sosio-emosional. Masa remaja dimulai saat individu kira-kira berusia 10 sampai 13 tahun dan berakhir antara usia 18 dan 22 tahun. Remaja tidak lagi terbatas pada pengalaman konkret aktual sebagai dasar pemikiran. Remaja mulai berpikir abstrak, idealis dan logis. Selama masa remaja, pemikiran-pemikiran remaja juga mengarah ke masa depan. Remaja mulai berpikir seperti ilmuwan, yang menyusun rencana-rencana untuk memecahkan masalah-masalah dan menguji pemecahan-pemecahan masalah secara sistematis. Hal yang serupa juga diungkapkan oleh Piaget dan Mussen (1984) dalam Nurmi (1989), bahwa remaja berada pada tahap berpikir formal operasional. Pada tahap ini remaja dapat menggunakan variasi yang lebih luas untuk strategi pemecahan masalah, fleksibilitas dalam berpikir dan bernalar serta dapat melihat suatu permasalahan dari sejumlah perspektif atau sudut pandang. Kemudian Nurmi (1989) menjelaskan bahwa pada tahap berpikir formal operasional remaja mampu mengeksplorasikan berbagai kemungkinan untuk mencapai tujuan. Tahap berpikir ini juga membuat remaja mampu memahami bukan saja keadaan yang sedang terjadi tetapi juga yang diduga akan terjadi. Kemampuan ini diharapkan dapat menolong remaja dalam menetapkan masa depan yang belum dicapainya
Universitas Kristen Maranatha
11
dan juga untuk perencanaan serta altenatif pelaksanaan dalam usaha pencapaian masa depannya. Menurut Nurmi (1989), beberapa bidang kehidupan di masa depan yang sering kali menjadi pusat perhatian remaja yaitu pekerjaan, pendidikan dan keluarga. Mereka menunjukkan sejumlah kecemasan dan perhatian yang berhubungan dengan tugas-tugas kehidupan yang normatif, seperti mendapatkan pekerjaan dan pendidikan yang berkualitas, dan membentuk keluarga. Contohnya ancaman tidak mendapat pekerjaan (Gillies et al.; Goldberg et al., 1985; Solantaus, 1987), tidak lulus sekolah (Payne, 1988), dan bercerai (Rauste-von Wright, 1987). Pekerjaan menjadi pusat perhatian penting bagi remaja karena mereka ingin lepas dari ketergantungan finansial dari orangtuanya. Keluarga menjadi konteks yang paling penting selama remaja, sekalipun teman sebaya dan lingkungan sekolah juga semakin penting sejalan dengan matangnya remaja (Jurkovic & Ulrici, 1985 dalam Nurmi 1989). Santrock (2002) juga mengungkapkan bahwa di bidang sosial, remaja akan berinteraksi dengan kondisi-kondisi sosial seperti keluarga, teman sebaya, persahabatan, berkencan dan pengalaman-pengalaman bersekolah. Di Indonesia, sebagian besar anak remaja memiliki pengalaman bersekolah melalui jalur pendidikan formal. Jalur pendidikan terdiri atas pendidikan formal, nonformal, dan informal. Jenjang pendidikan formal terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. Sementara jenis pendidikan mencakup pendidikan umum, kejuruan, akademik, profesi, vokasi, keagamaan, dan khusus.
Universitas Kristen Maranatha
12
Pendidikan menengah merupakan lanjutan pendidikan dasar. Pendidikan menengah terdiri atas: pendidikan menengah umum dan pendidikan menengah kejuruan. Pendidikan menengah berbentuk: Sekolah Menengah Atas (SMA), Madrasah Aliyah (MA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), dan Madrasah Aliyah
Kejuruan
(MAK),
atau
bentuk
lain
yang
sederajat
(http://www.depdiknas.go.id/content.php?content=file_sispen). Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) adalah salah satu bentuk satuan pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan kejuruan pada jenjang pendidikan menengah sebagai lanjutan dari SMP, MTs, atau bentuk lain yang sederajat atau lanjutan dari hasil belajar yang diakui sama/setara SMP/MTs (www.wikipedia.org). Pendidikan Menengah Kejuruan memiliki 2 kelebihan, pertama lulusan dari institusi ini dapat mengisi peluang kerja pada dunia usaha/industri, karena terkait dengan satu sertifikasi yang dimiliki oleh lulusannya melalui Uji Kemampuan Kompetensi. Sertifikasi tersebut memberikan peluang bagi mereka untuk bekerja. Kedua, lulusan Pendidikan Menengah Kejuruan dapat melanjutkan kejenjang pendidikan yang lebih tinggi, sepanjang lulusan tersebut memenuhi persyaratan, baik nilai maupun program studi atau jurusan sesuai dengan kriteria yang dipersyaratkan (Suara Pembaruan, 20 Mei 2005). SMK ”X” merupakan SMK favorit di kota Bogor yang lulusannya banyak ditawari pekerjaan oleh perusahaan industri di kota Bogor. SMK ”X” membekali siswanya dengan pelajaran dan pelatihan mengenai pekerjaan yang sesuai dengan program kejuruannya. Selain itu, pada saat siswa berada pada kelas XI, siswa diwajibkan melakukan Praktek Kerja Industri. Hal ini dilakukan agar siswa
Universitas Kristen Maranatha
13
memperoleh informasi dan pengalaman praktek kerja secara langsung dalam dunia pekerjaan. Dengan demikian, siswa SMK ”X” secara tidak langsung telah melakukan antisipasi terhadap pekerjaannya di masa depan. Antisipasi terhadap pekerjaan ini dikenal dengan sebutan orientasi masa depan dalam bidang pekerjaan. Orientasi masa depan dalam bidang pekerjaan adalah bagaimana cara seseorang memandang masa depannya yang berhubungan dengan minat, harapan, dan perhatiannya dalam bidang pekerjaan (Nurmi, 1991). Orientasi masa depan ini merupakan suatu proses yang saling berkaitan mencakup tiga tahapan yaitu: motivasi, perencanaan dan evaluasi. Siswa kelas XII SMK “X” memiliki motif dan nilai masing-masing mengenai bidang pekerjaan tertentu. Dalam rangka menyusun tujuan yang realistis, motif dan nilai umum yang dimiliki siswa kelas XII SMK “X” seharusnya dibandingkan dengan pengetahuan mereka mengenai pekerjaan-pekerjaan yang mereka minati melalui eksplorasi informasi yang mereka lakukan. Dengan melakukan eksplorasi mengenai informasi yang berhubungan dengan motif dan nilai mereka, siswa kelas XII SMK “X” mampu untuk membuat minatnya lebih spesifik. Motivasi yang kuat dari siswa kelas XII SMK “X” dapat ditunjukkan dengan minat yang jelas terhadap suatu bidang pekerjaan. Tahapan yang kedua yaitu perencanaan. Perencanaan merujuk pada bagaimana siswa kelas XII SMK “X” merencanakan perwujudan minat-minatnya dalam konteks masa depan (Nuttin 1974; 1984 dalam Nurmi, 1991). Menurut Nurmi (1989), penyusunan rencana mengenai langkah-langkah yang akan
Universitas Kristen Maranatha
14
dilakukan untuk merealisasikan tujuan yang ingin dicapai di masa depan, dapat terlihat melalui knowledge, plans dan realization. Diawali dengan knowledge yang berkaitan dengan pembentukan sub-sub tujuan. Pembentukan sub-sub tujuan adalah usaha siswa kelas XII SMK “X” untuk mewujudkan tujuan yang telah direncanakan; untuk membentuk sub-sub tujuan dibutuhkan pengetahuan yang berhubungan dengan tujuan tersebut. Seberapa banyak pengetahuan yang dimiliki siswa kelas XII SMK “X” akan mempengaruhi perencanaan yang dibuat. Siswa kelas XII SMK “X” akan mencari pengetahuan dan informasi yang berhubungan dengan tujuan masa depan bidang pekerjaan yang diharapkan. Praktek Kerja Industri yang dilaksanakan saat mereka kelas XI merupakan salah satu cara mendapatkan pengetahuan sekaligus pengalaman langsung akan satu jenis pekerjaan tertentu. Selain itu mereka juga memperoleh informasi melalui gurugurunya dan melalui materi mata diklat yang mereka pelajari di SMK. Setelah memiliki knowledge, siswa kelas XII SMK “X” membuat plans. Plans berkaitan dengan keragaman dari rencana atau strategi yang dilakukan untuk meraih tujuan. Siswa kelas XII SMK “X” dapat membuat berbagai rencana/ strategi seperti merencanakan untuk memiliki pekerjaan yang dapat dilakukan sambil menempuh pendidikan lanjut, mengirimkan surat lamaran pekerjaan, berusaha mencari koneksi untuk pekerjaan tersebut, dll. Sedangkan variabel ketiga, realization berkaitan dengan apa saja yang telah dan akan dilakukan siswa kelas XII SMK “X” dalam mewujudkan tujuan. Misalnya, sejak SMP siswa kelas XII SMK “X” bercita-cita ingin bekerja sebagai sekretaris maka langkah masuk SMK bidang minat Administrasi Perkantoran (AP) telah dilakukannya,
Universitas Kristen Maranatha
15
selanjutnya siswa kelas XII SMK “X” berencana kelak setelah lulus ingin mencoba melamar bekerja sebagai sekretaris sesuai dengan kemampuan yang telah dimiliki. Tahap terakhir dalam orientasi masa depan yaitu evaluasi. Dalam proses evaluasi ini siswa kelas XII SMK “X” akan mempertimbangkan mengenai penyebab terwujudnya suatu harapan (causal attribution), dan perasaan (affect) yang menyertainya. Dengan demikian selain evaluasi kognitif, proses ini juga melibatkan aspek emosi (emotional attribution) sebagai faktor yang berpengaruh dalam mengevaluasi hasil-hasil tingkah laku. Proses ini meliputi perasaan pengharapan dan optimisme akan keberhasilan ataupun perasaan pesimis terhadap minat dan strategi yang telah dibuat dalam bidang pekerjaan (Weiner, 1985 dalam Nurmi, 1989). Konsep diri siswa kelas XII SMK “X” Bogor juga memainkan peranan penting dalam proses evaluasi (Marsh, Cairs, Relich, Barnes, & Debus, 1984): siswa kelas XII SMK “X” Bogor mengevaluasi kesempatan-kesempatan mereka
dalam
mewujudkan
tujuan-tujuan
dan
rencana-rencana
mereka
berdasarkan kemampuan-kemampuan mereka saat ini. Sebagai contoh, siswa kelas XII SMK “X” melakukan evaluasi dengan mengatakan bahwa mereka berharap dapat bekerja di bidang pekerjaan yang diminati apabila mereka memiliki kemampuan yang dibutuhkan sebagai syarat mereka bekerja maka timbullah perasaan senang bahwa mereka dapat menggeluti bidang pekerjaan tersebut karena mereka menilai dengan pendidikan yang diperoleh kini dapat menjadi modal mereka bekerja kelak. Ketiga tahapan ini membentuk orientasi masa depan seseorang menjadi jelas atau tidak jelas.
Universitas Kristen Maranatha
16
Dari ketiga tahapan tersebut, akan diperoleh gambaran orientasi masa depan bidang pekerjaan pada siswa kelas XII SMK “X” dalam bidang pekerjaan. Siswa kelas XII SMK ”X” dengan motivasi yang kuat akan menunjukkan minat yang besar terhadap suatu bidang pekerjaan tertentu yang telah dipilih untuk digeluti kelak. Mereka memiliki rasa ingin tahu yang tinggi sehingga melakukan eksplorasi dengan mencari informasi sehubungan dengan minatnya itu. Berdasarkan informasi dan pengetahuan yang diperoleh, siswa kelas XII SMK ”X” menentukan tujuan yang ingin dicapai di masa depan sehubungan dengan bidang pekerjaan yang diminati. Kemudian pada tahap perencanaan, siswa mulai menyusun strategi yang terarah pada pencapaian tujuan yang ingin dicapai di masa depan. Langkah selanjutnya adalah, siswa mengevaluasi tujuan yang ingin dicapai dengan strategi yang telah disusun, sehingga timbul harapan dan perasaan optimis bahwa kelak ia akan berhasil mencapai tujuannya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa siswa kelas XII SMK ”X” memiliki orientasi masa depan dalam bidang pekerjaan yang jelas. Sementara itu orientasi masa depan yang tidak jelas ditunjukkan apabila siswa kelas XII SMK “X” memiliki motivasi yang lemah. Siswa belum memiliki minat dan menentukan bidang pekerjaan yang ingin dicapainya di masa depan. Mereka juga tidak tertarik untuk mencari informasi mengenai bidang pekerjaan yang akan digelutinya kelak. Kurangnya minat dan informasi yang dimiliki menghambat siswa dalam menyusun strategi, sehingga mereka tidak memiliki perencanaan untuk mencapai tujuan dalam bidang pekerjaan. Evaluasi siswa kelas XII SMK ”X” juga akan menjadi tidak akurat karena kurangnya minat dan
Universitas Kristen Maranatha
17
perencanaan dalam bidang pekerjaan (Nurmi, 1989). Oleh karena orientasi masa depan merupakan suatu proses yang saling berkaitan mencakup tiga tahapan, remaja dapat dikatakan mempunyai orientasi masa depan yang tidak jelas jika salah salah satu dari ketiga tahap tersebut lemah, tidak terarah, atau tidak akurat meskipun dua dari ketiga tahap tersebut kuat, terarah atau akurat (Nurmi, 1991). Menurut Nurmi (1991) bahwa konteks sosial dapat mempengaruhi orientasi masa depan remaja. Konteks sosial tersebut terdiri atas sex-roles, socioeconomic status dan family context. Sex roles yaitu orientasi masa depan yang berhubungan dengan peran jenis kelamin seseorang. Pada umumnya pria lebih berperan aktif dalam dunia pendidikan dan pekerjaan, sementara wanita lebih berperan dalam keluarga dan aktivitas rumah tangga. Hasil penelitian mengenai perbedaan jenis kelamin pada orientasi masa depan remaja menunjukkan bahwa pemikiran remaja pria yang cenderung lebih tertarik aspek materi dari kehidupan sedangkan remaja wanita lebih berorientasi pada keluarga di masa depan. Faktor kedua adalah socioeconomics status yang berpengaruh pada orientasi masa depan remaja. Siswa kelas XII SMK “X” Bogor yang berada dalam kelas ekonomi bawah lebih tertarik dalam dunia kerja, sebaliknya siswa kelas XII SMK “X” Bogor yang berada dalam kelas ekonomi menengah cenderung menyukai bidang pendidikan, karir, dan aktivitas luang. Lebih lanjut, Lamm dkk (1976) menemukan bahwa remaja kelas ekonomi menengah menyuarakan lebih banyak harapan yang berkaitan dengan kehidupan bermasyarakat daripada kehidupan pribadinya dibandingkan dengan remaja kelas ekonomi bawah.
Universitas Kristen Maranatha
18
Sejumlah penelitian juga menunjukkan bahwa remaja dengan status sosial ekonomi yang tinggi memikirkan masa depannya lebih jauh dibandingkan remaja yang berstatus sosial ekonomi rendah (Mehta et al., 1972; Nurmi, 1987b; O'Rand & Ellis, 1974; Trommsdorff & Lamm, 1975; Vincent dalam Nurmi 1991). Pemikiran siswa kelas XII SMK “X” Bogor yang berada pada kelas bawah lebih mencerminkan penilaian yang nyata mengenai rentang kehidupan yang diharapkannya daripada kekurangan-kekurangan dirinya dalam pemikiran mengenai masa depan Trommsdorff (1983, 1986). Kebanyakan penelitian pada tahap perencanaan terhadap masa depan menunjukkan bahwa remaja dengan status sosial ekonomi atas cenderung lebih merencanakan masa depannya dibandingkan dengan remaja yang berstatus sosial ekonomi rendah (Cameron et al., 1977-78; Trommsdorff et al., 1978; Tyszkowa, 1980). Faktor ketiga adalah family context. Lingkungan spesifik dimana remaja bertempat tinggal juga mempengaruhi bagaimana pemikirannya mengenai masa depan. Interaksi orangtua dan anak diharapkan menjadi bagian penting dalam perkembangan orientasi masa depan remaja. Pertama, orangtua menentukan standar norma, mempengaruhi perkembangan minat, harapan, dan tujuan anakanaknya. Kedua, orangtua sebagai model dalam mengatasi tugas-tugas perkembangan yang berbeda. Ketiga yaitu dukungan orang tua yang akan meningkatkan optimisme dan perhatian akan masa depan remaja.
Universitas Kristen Maranatha
19
Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada bagan kerangka pikir di bawah ini: Bagan 1.5. Bagan Kerangka Pikir
OMD bidang pekerjaan yang mencakup 3 tahapan : 1. Motivasi 2. Perencanaan a. knowledge b. plans c. realization 3. Evaluasi
Siswa Kelas XII SMK “X” Bogor
Jelas
Tidak jelas
Faktor-faktor yang mempengaruhi OMD: Sex-roles Socioeconomics status Family context
1.6 Asumsi Berdasarkan kerangka pikir, maka dapat ditarik asumsi : 1) Siswa kelas XII SMK “X” memiliki orientasi masa depan bidang pekerjaan yang bervariasi. 2) Proses orientasi masa depan berlangsung dalam 3 tahapan yaitu motivasi, perencanaan dan evaluasi. Ketiga tahapan tersebut menentukan kejelasan orientasi masa depan. 3) Orientasi Masa Depan dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor, yaitu sex role, socioeconomics status dan family context.
Universitas Kristen Maranatha