1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Hutan bagi masyarakat bukanlah hal yang baru, terutama bagi masyarakat yang masih memiliki nilai-nilai dan kultur tradisional. Sejak jaman dahulu, mereka tidak hanya melihat hutan sebagai sumberdaya potensial saja, melainkan memang merupakan sumber pangan, obat-obatan, energi, sandang, lingkungan dan sekaligus tempat tinggal mereka. Bahkan
ada
sebagian masyarakat
tradisional yang meyakini bahwa hutan memiliki nilai spiritual, yakni percaya bahwa hutan atau komponen biotik dan abiotik yang ada di dalamnya sebagai obyek yang memiliki kekuatan dan/atau pesan supranatural yang mereka patuhi. Keberadaan hutan, dalam hal ini daya dukung hutan terhadap segala aspek kehidupan manusia, satwa dan tumbuhan sangat ditentukan pada tinggi rendahnya kesadaran manusia akan arti penting hutan didalam pemanfaatan dan pengelolaan hutan. Hutan menjadi media hubungan timbal balik antara manusia dan makhluk hidup lainnya dengan faktor-faktor alam yang terdiri dari proses ekologi dan merupakan suatu kesatuan siklus yang dapat mendukung kehidupan (Reksohadiprojo, 2000). Hutan memberikan manfaat yang semakin lama semakin dapat kita rasakan, baik dilihat dari fungsi produk, sosial maupun lingkungan. Sebagai suatu sumberdaya alam yang dapat diperbarui perlu adanya penjagaan terhadap keberadaan hutan, dari berbagai tindakan yang dapat merusak ekosistemnya. Salah satu fungsi hutan yaitu fungsi ekologis sebagaimana yang dikemukakan oleh Soerjani (1992) yaitu bahwa hutan berfungsi sebagai Penyangga keseimbangan ekosistem, Perlindungan kehidupan, Proteksi daerah
2
aliran, Pengendali erosi, Penyimpan cadangan, Pemelihara kesuburan tanah dan Penyerap CO2 dan penghasil O2. Kurangnya pengetahuan masyarakat tentang fungsi hutan menjadikan masyarakat yang tidak peduli dengan lingkungan. Sehingga menyebabkan kondisi hutan di Indonesia sekarang ini keadaanya dalam kondisi yang sangat memprihatinkan. Hal tersebut disebabkan oleh aktivitas manusia yang memanfaatkan fungsi ekonomis dari hutan. Permasalahan kehutanan saat ini antara lain eksploitasi hutan secara besar-besaran oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab, kebakaran hutan yang menyebabkan degradasi hutan dan lahan serta konflik kepemilikan lahan. Salah satu upaya untuk mengatasi hal tersebut antara lain pengembangan hutan di lahan milik masyarakat yang disebut dengan istilah Hutan Rakyat. Pada awal tahun 1960-an, hutan rakyat telah berkembang di Indonesia, khususnya di Jawa dan beberapa daerah di luar Jawa dengan tujuan penghijauan, konservasi tanah dan air serta perbaikan lingkungan. Selain itu, dalam perkembangannya diarahkan pula mencapai sasaran peningkatan sosial ekonomi atau kesehjateraan masyarakat di pedesaan dan kebutuhan bahan baku indistri (Ditjen RRL Departemen kehutanan,1996). Untuk mencapai keberhasilan hutan rakyat, masyarakat seharusnya mempunyai harapan terhadap hasil dari komoditi yang dikembangkan. Pengelolaan hutan berdasarkan masyarakat telah membantu meningkatkan mata pencaharian di pedesaan dan memelihara hutan yang berkualitas, termasuk biodiversitas. Pengembangan hutan rakyat khususnya di Sumatera Selatan baik pola kemitraan maupun tradisional, mengalami stagnasi bahkan cenderung mulai ditinggalkan karena para petani umumnya lebih baik menanam tanaman yang lebih menguntungkan dibandingkan dengan hutan yang keuntungganya hanya
3
dapat dirasakan setelah 10 tahun kemudian. Bahkan program yang diinisiasi oleh pemerintah melalui Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GN_RHL) kurang menunjukan keberhasilan yang signifikan karena kegiatan tersebut tidak direncanakan melalui proses yang matang. Selain itu, Sofiyanto (2006) menyebutkan bahwa penyuluh mempunyai masalah komunikasi kepada masyarakat khususnya sikap, perilaku dan tingkat pengetahuan masyarakat. Berdasarkan hal tersebut, perlu adanya suatu pendekatan terhadap masyarakat melalui perencanaan yang matang agar program hutan rakyat dapat berjalan baik yaitu dengan adanya pembinaan terhadap masyarakat, dimana pembinaan tersebut dapat berupa pengembangan hutan rakyat. Partisipasi masyarakat dalam upaya pengembangan hutan rakyat sangat diperlukan sekali karena dengan adanya partisipasi masyarakat dalam pengembangan hutan rakyat maka akan tercipta masyarakat yang memiliki kepedulian terhadap lingkungan. Kabupaten Muara Enim terletak antara 4˚ sampai 6˚ Lintang Selatan dan 104˚ sampai
106˚ Bujur Timur. Kabupaten Muara Enim merupakan daerah
agraris dengan luas wilayah 9.140,50 Km², pada tahun 2007 dibagi menjadi 22 kecamatan, terdiri dari 301 desa definitive/desa persiapan dan 16 kelurahan. Batas-batas wilayah Kabupaten Muara Enim antara lain: Sebelah Utara dengan kabupaten Musi Banyuasin; Sebelah Selatan dengan Kabupaten OKU, Ogan Komering Ilir Timur dan Ogan Komering Ulu Selatan; Sebelah Timur Kabupaten OKI, Ogan Ilir dan Kota Palembang; Sebelah barat dengan Kabupaten Musi Rawas, Kabupaten Lahat dan Kota Pagar Alam.
4
Kondisi topografi daerah cukup beragam.Keadaan iklim ditentukan oleh tinggi rendahnya tempat tersebut terhadap permukaan laut dan jarak dari pantai. Pada tahun 2007, suhu udara rata-rata pada siang hari antara 23˚C-24˚C curah hujan berkisar antara 50-350 mm (Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Muara Enim). Luas hutan di Kabupaten Muara enim sekitar 255.531 Ha, yang dibagi masing-masing hutan Negara seluas 162.192 Ha, hutan rakyat seluas 93.319 Ha. Hutan rakyat di Kabupaten Muara Enim ada di beberapa desa salah satunya ada di Desa Seri Tanjung. Desa Seri Tanjung merupakan desa yang secara administratif terletak di Kecamatan Semende Darat Tengah Kabupaten Muara Enim. Jarak dari ibukota kabupaten relatif jauh yaitu ± 85 km yang dapat ditempuh dengan kendaraan umum selama ± 4 jam. Luas wilayah desa 507 ha, yang terdiri dari sawah irigasi setengah teknis 150 ha, pemukiman 5 ha, tanah pekebunan rakyat 140 ha, tanah kas desa 2 ha, perkantoran pemerintah 2,5 ha, hutan lindung 185 ha, dan lainnya 22,5 ha. Bentang lahan desa tersebut adalah berbukit dengan ketinggian 1.200 m dpl, suhu rata-rata harian 18˚C, curah hujannya 3.000 mm dengan bulan hujan 4 bulan (Mendagri, 2003). Wilayah ini mempunyai curah hujan yang tinggi dan daerah yang berbukit serta jumlah pohon yang mulai berkurang sehingga termasuk daerah yang rawan longsor. Jumlah penduduk di desa Seri Tanjung berdasarkan monografi Desa Seri Tanjung sebanyak 348 jiwa. Komoditas yang dikembangkan adalah padi seluas 120 ha, hasil yang lebih banyak, berasal dari perkebunan kopi yang total luasnya mencapai 60 ha dengan hasil rata-rata 500 kg/ha/panen dan cengkeh 15 ha dengan
5
hasil 200 kg/ha/panen. Jumlah rumah tangga petani (RTP) yang memiliki tanah perkebunan 70 RTP yang terdiri dari 10 RTP rata-rata 0,5 – 1 ha dan 60 RTP lebih dari 1 ha serta sebanyak 40 RTP yang tidak memiliki tanah perkebunan (Mendagri, 2003). Kerusakan hutan di desa Seri Tanjung sebagian besar disebabkan oleh kegiatan manusia, yaitu mereka sebagai pemilik lahan dan penduduk di sekitar kawasan hutan sebagai perambah hutan. Baik dengan cara penebangan, pembabatan bahkan pembakaran hutan. Hal ini menunjukan bahwa proses pengrusakan hutan sudah pada tingkat yang sangat mengkhawatirkan dan merupakan ancaman bagi kepunahannnya sehingga kawasan ini rawan sekali terjadinya longsor apabila musim hujan. Pada waktu masalah lingkungan terjadi, maka kembali manusia memerlukan hutan karena perannya yang luar biasa untuk dapat menetralisir dampak negatif perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Oleh karena itu penduduk di desa Seri Tanjung dan Balai Penelitian Kehutanan melakukan pelaksanaan penghutanan kembali lahan-lahan hutan yang rusak yaitu dengan pengembangan hutan rakyat. Pengembangan hutan rakyat di desa Seri Tanjung dilakukan di lahan seluas 1,5 ha. Lokasi tersebut merupakan lahan milik masyarakat setempat yang ditanami kopi tetapi sudah mendekati masa tidak produktif lagi. Dari latar belakang yang telah dipaparkan di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan mengambil judul ”Partisipasi Masyarakat dalam
6
Pengembangan Hutan Rakyat di Desa Seri Tanjung Kecamatan Semende Darat Tengah Kabupaten Muara Enim”.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas, maka penulis tertarik untuk meneliti fungsi hutan rakyat dalam pengembangan hutan rakyat dan bentuk partisipasi masyarakat. Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini lebih ditekankan kepada hal-hal yang menyangkut : 1. Bagaimana bentuk partisipasi masyarakat terhadap fungsi hutan rakyat di desa Seri Tanjung? 2. Berapa besar partisipasi masyarakat terhadap keberadaan hutan rakyat di desa Seri Tanjung? 3. Bagaimana hubungan antara faktor-faktor geografi dengan bentuk partisipasi yang dilakukan masyarakat sekitar dalam pengembangan hutan rakyat di desa Seri Tanjung?
C. Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini terutama ditujukan untuk : 1. Mengidentifikasi bentuk partisipasi yang masyarakat terhadap fungsi hutan rakyat menurut masyarakat sekitar di Desa Seri Tanjung Kecamatan Semende Darat Tengah. 2. Mengidentifikasi berapa besar ketergantungan masyarakat di Desa Seri Tanjung Kecamatan Semende darat Tengah.
7
3. Mengidentifikasi mengenai hubungan antara faktor-faktor geografi dengan bentuk partisipasi yang dilakukan masyarakat sekitar dalam pengembangan hutan rakyat di Desa Seri Tanjung Kabupaten Muara Enim.
D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat, diantaranya : 1. Manfaat teoritis; Penelitian ini diharapkan dapat berguna memberikan sumbangan pemikiran untuk bidang pendidikan khususnya yang berkaitan dengan lingkungan hidup. 2. Manfaat Praktis; a. Memaparkan bentuk partisipasi yang dilakukan masyarakat Seri Tanjung. b. Mengetahui berapa besar partisipasi yang dilakukan masyarakat Seri Tanjung. c. Dapat mengetahui ada tidaknya hubungan antara Partisipasi masyarakat dengan Faktor-faktor Geografi. 3. Sebagai bahan pertimbangan dan sumbangan pemikiran bagi para peneliti yang akan menggunakan penelitian yang berkaitan dengan pengembangan hutan rakyat.
E. Definisi Operasional Untuk menghindari perbedaan penafsiran dalam mengintepretasikan penelitian ini maka akan dijabarkan definisi operasionalnya sebagai berikut : 1. Partisipasi Masyarakat
8
Partispasi masyarakat adalah keterlibatan masyarakat baik secara mental, pikiran atau emosi untuk memberikan sumbangan dalam upaya mencapai tujuan yang telah ditentukan sesuai dengan kemampuan setiap orang atau anggota masyarakat dan ikut bertanggung jawab terhadap keberhasilan tujuan tersebut. 2. Hutan Rakyat Hutan rakyat adalah hutan yang dimiliki oleh rakyat dengan luas minimal 0,25 ha dengan penutupan tajuk tanaman kayu-kayuan dan atau jenis lainnya lebih dari 50% dan atau sebanyak 500 tanaman tiap hektar. 3. Desa Seri Tanjung Desa Seri Tanjung merupakan salah satu desa yang berada di Kecamatan Semende Darat Tengah Kabupaten Muara Enim. Desa Seri Tanjung mayoritas mata pencaharianya adalah bertani. 4. Pengembangan Hutan Rakyat Pengembangan hutan rakyat di Desa Seri Tanjung diawali pada tahun 2006, penyebab diadakanya hutan rakyat di Desa Seri Tanjung dikarenakan pernah terjadi longsor di daerah ini.