BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Perekonomian suatu dan transportasi daerah adalah satu kesatuan yang berjalan beriringan, terlebih di Daerah Istimewa Yogyakarta. Arus perekonomian di daerah-daerah berkembang sehingga arus pertumbuhan cepat berubah. Pertambahan jumlah kendaraan secara fantastis tidak dibarengi oleh peningkatan infrastruktur jalan raya yang berdampak pada kemacetan disetiap titik yang dilewati oleh pengguna kendaraan pribadi. Disisi lain, buruknya budaya berlalu lintas masyarakat serta penggunaan kendaraan angkutan pribadi secara massif. Sistem angkutan umum saat ini belum memberikan daya tarik dan kepuasan bagi masyarakat untuk beralih dari penggunaan kendaraan pribadi (mobil atau sepeda motor) ke moda transportasi umum (angkot dan bus). Daerah Istimewa Yogyakarta yang dikenal sebagai Kota Pendidikan dan Kota Budaya, kini telah berubah menjadi kota yang padat dan semrawut. Berbagai permasalahan sosial ekonomi menumpuk menjadi satu. Salah satu permasalahan yang cukup kompleks dan memerlukan perhatian semua pihak terlebih dari pemerintah adalah mengenai masalah transportasi. Diketahui bahwa mayoritas wilayah di Yogyakarta merupakan wilayah daratan (jalan), sehingga transportasi yang dominan digunakan yaitu transportasi jalan. Salah satu permasalahan yang paling menonjol di DIY adalah kemacetan lalu yang mulai dirasa semakin padat dari tahun ke tahun. Kondisi jalanan yang
1
2
macet di mana terdapat berbagai jenis kendaraan yang memadati jalan. Hal ini secara langsung juga akan menimbulkan polusi udara hasil dari gas pembuangan kendaraan yang nantinya akan mempengaruhi kualitas udara di suatu daerah. Tidak dapat dipungkiri, transportasi menjadi salah satu sarana yang sangat penting untuk masyarakat melakukan mobilitas yang sangat tinggi. Berbagai jenis kendaraan baik kendaraan pribadi maupun kendaraan umum pun bermunculan. Tabel 1 menunjukkan jumlah kendaraan bermotor di DIY dalam kurun waktu tahun 2007-2011: Tabel 1. Jumlah Kendaraan Bermotor di Provinsi DIY Tahun 2007-2011 Tahun Jumlah Kendaraan 2007 1.065.571 2008 1.276.309 2009 1.374.202 2010 1.488.033 2011 1.618.457 Sumber: Daerah Dalam Angka, BPS Provinsi DIY (2011)
Berdasarkan Tabel 1 dapat dilihat bahwa dari tahun ke tahun jumlah kendaraan bermotor di DIY terus mengalami peningkatan. Menurut Asikin (2011: 10) mengatakan bahwa sebagai kawasan perkotaan, jumlah kendaraan bermotor yang relatif tinggi, maka Kota Yogyakarta secara umum akan menghadapi permasalahan transportasi perkotaan sebagai berikut: 1. Pertumbuhan kebutuhan transportasi sering tidak seimbang dengan penyedia prasarana. 2. Kualitas dan jumlah angkutan umum yang belum memadai sarana dan prasarana, jaringan jalan dan jaringan trayek, terminal, sistem pengendalian dan pelayanan angkutan umum belum berhasil ditata secara konsepsional. 3. Makin jauh jarak perjalanan harian masyarakat.
3
4. Penggunaan kendaraan pribadi yang kurang efisien. 5. Di daerah perkotaan timbul kemacetan, kesemrawutan, dan pencemaran lingkungan. Transportasi di Yogyakarta mengalami perubahan seiring dengan perkembangan waktu dan jaman. Pertama transportasi massal yang muncul adalah colt kampus dan KOPATA yang menjadi tonggak awal pertransportasian massal di DIY. Keputusan itu adalah kebijakan colt kampus (tahun 1975-1979) dan KOPATA (1979-1998). Keputusan transportasi massal colt kampus adalah keputusan pertama kali moda transportasi massal di Yogyakarta. Keputusan ini muncul atas inisiatif sekelompok mahasiswa Universitas Gajah Mada (UGM) yang bergabung dalam Biro Kesejahteraan Mahasiswa (BIKEMA UGM) yang bekerja sama dengan pengusaha angkutan. Colt kampus tidak berlangsung lama karena kapasitas muatan hanya cukup untuk 8-10 orang, tidak mampu mencukupi dan melayani jumlah penumpang yang semakin bertambah. Kemudian dengan adanya bus perkotaan KOPATA dari segi kapasitas lebih besar dan diharapkan mampu mencukupi kebutuhan pengguna jasa transportasi massal saat itu hingga tahun 1998. Terdapat beberapa kekurangan yang dirasa pada waktu itu, antara lain kapasitas bus yang cenderung kecil, sehingga tidak dapat menampung penumpang dalam jumlah banyak. Aspek kenyamanan dan keamanan di dalam bus yang kurang diperhatikan. Sarana dan prasarana yang tidak didukung secara penuh, seperti tidak ada pemberhentian tetap, serta masih menggunakan model setoran yaitu dengan cara membayar jasa di atas bus. Dengan permasalahan itu akhirnya
4
muncul terobosan baru dan perbaikan dalam pertransportasian massal di DIY yaitu bus Trans Jogja yang beroperasi tahun 2008 hingga sekarang. Trans Jogja adalah sebuah sistem transportasi bus cepat, murah dan ber-AC di seputar Kota Yogyakarta. Trans Jogja merupakan salah satu bagian dari program penerapan Bus Rapid Transit (BRT). Motto pelayanannya adalah "Aman, Nyaman, Andal, Terjangkau, dan Ramah lingkungan". Landasan kebijakan Trans Jogja sendiri adalah Perda No 1 Tahun 2008 serta Undang-undang nomer 22 tahun 2009 tentang Angkutan Jalan. Trans Jogja merupakan salah satu alat transportasi umum yang hadir untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, dengan melihat semakin meningkatnya aktivitas masyarakat di wilayah Yogyakarta seperti para mahasiswa yang memilih berpergian menggunakan bus atau keluarga yang hanya sekedar jalan-jalan. Antusias adanya kebijakan Trans Jogja pun sangat besar sambutan dan dukungan dari masyarakat luas. Bus Trans Jogja ini adalah sebuah upaya Pemerintah DIY untuk meningkatkan pelayanan publik khususnya pada sektor transportasi darat di kawasan perkotaan menggantikan sistem setoran menjadi sistem pembelian pelayanan. Terdapat kelebihan lainnya dibanding transportasi pendahulunya antara lain: pintu tengah yang otomatis terbuka dan tertutup, tempat duduknya yang berhadapan dan memanjang yang lebih membuat nyaman para penggunanya serta pegangan tangan untuk yang berdiri, menggunakan air conditioning sehingga lebih sejuk dan dingin udara di dalam bus Trans Jogja sendiri, tidak ada kondektur yang menarik bayaran di dalam bus, karena tiket sudah dibeli di shelter, tidak berhenti di sembarang tempat dan hanya berhenti di shelter Trans Jogja saja
5
seperti tidak seperti bus kota lainnya, bus terjadwal dari pukul 06.00–22.00 WIB yang berhenti di shelter-shelter khusus. Dalam operasinya, UPTD Trans Jogja DIY tidak berjalan sendirian. PT. Jogja Tugu Trans (JTT) ditunjuk oleh Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta dan Dinas Perhubungan sebagai operator dalam menjalankan kebijakan Trans Jogja menerapkan metode yang sedikit berbeda salah satunya yaitu Trans Jogja tidak menggunakan jalur tersendiri yang terpisah dengan jalur kendaraan umum lainnya. Tugas utama dari PT. Jogja Tugu Trans sendiri adalah eksekutor lapangan dan operator penggelolaan sarana dan prasarana dari Trans Jogja. Dalam usahanya mewujudkan pelayanan publik transportasi umum agar lebih efisien maka dibuatlah kesepakatan pembangunan sarana dengan skema Kerjasama Pemerintah-Swasta (KPS) atau Kemitraan di wilayah DIY, khususnya di kawasan Kota Yogyakarta. Kerja sama tersebut terjalin antara Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Trans Jogja yang menjadi bagian dari Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika (Dishubkominfo) DIY dengan pihak swasta yang dalam hal ini adalah PT Jogja Tugu Trans. Kesepakatan MOU yang disepakati secara garis besar membahas tentang tugas dari masing-masing instansi, operasional teknis yang harus dipenuhi, standar operasional kendaraan (SOP), peraturan dan hukum yang diberlakukan, serta sanksi-sanksi apabila melanggar dari kesepakatan. Upaya kerjasama dan kesepakatan tersebut merupakan satu bentuk upaya untuk memperbaiki transportasi publik, serta untuk pengoptimalan dalam pelaksanaan Trans Jogja.
6
Namun setelah berjalannya kontrak dari awal hingga sekarang, penurunan kualitas pelaksanaan, operasional, serta fungsi kelembagaan kurang dirasakan. Banyak kesepakatan yang dilanggar, dan sanksinya pun oleh UPTD Trans Jogja sendiri tidak ada tanggapan serius. Armada bus yang kian buruk ditandai dengan pekatnya asap pembuangan dan kondisi shelter yang kurang memadai. Monitoring pun minim dilakukan. Terlebih kontrak PT. Jogja Tugu Trans sudah mendekati masa akhir yaitu tahun 2015 nanti. Namun kontrak ini dapat diperpanjang apabila UPTD Trans Jogja menghendaki untuk meneruskan kontraknya, namun dapat dihentikan apabila kinerja pelaksanaan dan operasional semakin menurun. Hambatan Trans Jogja pun mulai dirasakan. Hal ini disebabkan oleh perubahan perilaku dan budaya masyarakat yang menjadi lebih berkembang dan modern dengan penggunaan teknologi baru seperti sistem card. Kendala-kendala yang ada dapat dikategorikan dalam beberapa masalah yaitu kerusakan pada perangkat, masalah pada desain fisik shelter, masalah kelistrikan pada shelter, serta keengganan petugas untuk menggunakan tiket elektronik. Kendala nonteknis seperti masih ada petugas tiket yang enggan untuk menggunakan tiket smartcard dan memilih menjual layanan secara konvensional dengan alasan mereka belum menguasai betul tata cara penggunaan mesin dan cara mengatasinya apabila ada kerusakan. Jumlah armada dianggap sangat kurang apabila diukur dari kebutuhan dan permintaan pengguna jasa transportasi massal di DIY. Problematika lain muncul dari angkutan umum pendahulunya. Resistensi ditunjukkan oleh KOPATA dan KOBUTRI menyikapi kebijakan Trans Jogja ini,
7
karena para pengguna transportasi massal beralih ke Trans Jogja yang mana dianggap lebih nyaman, murah dan aman. Dari peristiwa ini juga koperasi yang menaungi KOPATA dan KOBUTRI banyak yang gulung tikar dan bus-bus beralih fungsi menjadi bus wisata. Upaya perbaikan terhadap sistem transportasi massal ini tentunya bukan perkara mudah untuk dilakukan oleh Pemerintah DIY terutama Dinas Perhubungan DIY melalui UPTD Trans Jogja selaku lembaga yang bertanggung jawab terhadap masalah transportasi massal Trans Jogja. Akan tetapi pengoptimalan transportasi massal dirasa sulit ketika mobilitas kendaraan pribadi dan ketergantungan terhadap kendaraan baik roda dua ataupun roda empat masih tinggi. Sudah selayaknya masyarakat peduli terhadap mobilitas umum dan lebih mengedepankan penggunaan transportasi massal dibandingkan kendaraan pribadi. Berdasarkan uraian tersebut maka tujuan dari evaluasi pelaksanaan kebijakan hingga terbentuknya wacana kebijakan baru moda transportasi massal Trans Jogja adalah dalam rangka peningkatan mutu dan manfaat transportasi massal. Hal ini dibuktikan dengan semakin tertatanya transportasi massal yang mana Trans Jogja menjadi salah satu moda transportasi massal itu, sehingga dengan Trans Jogja ini beserta kebijakan yang mengikutinya, peran transportasi massal dapat dimaksimalkan dan kemacetan dapat berkurang. Beranjak dari uraian diatas, saya tertarik untuk mengangkat masalah keadalam penelitian yang berjudul “Evaluasi Pelaksanaan Kebijakan Moda Transportasi Massal Trans Jogja Di Daerah Istimewa Yogyakarta”.
8
B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dikemukakan identifikasi masalah sebagai berikut: 1. Kota Yogyakarta dirasa semakin macet dan kepadatan kendaraan pribadi sudah menumpuk tidak terbendung lagi. 2. Trans Jogja sebagai ujung tombak transportasi massal DIY masih dirasa kurang memadai terlebih dalam jumlah armada. 3. Trans Jogja yang beroperasi banyak yang terkesan tidak terpelihara dan menimbulkan polusi karena uap pekat yang dikeluarkan Trans Jogja. 4. Kerja sama antara UPTD Trans Jogja dengan PT Jogja Tugu Trans dirasa kurang maksimal dan menyeluruh. 5. Penegakan hukum dan monitoring kepada pihak operator kurang tegas hingga sering ditemui bus yang kurang baik keadaannya. 6. Pelaksanaan kebijakan Trans Jogja masih dirasa kurang maksimal. 7. Adanya resistensi yang dialami tranportasi massal lainnya seperti KOPATA dan KOBUTRI dan angkutan massal lainnya terhadap moda transportasi Trans Jogja. 8. Transportasi massal di Yogyakarta dirasa belum optimal oleh masyarakat dalam fungsi dan manfaatnya. 9. Evaluasi pelaksanaan kebijakan yang dilakukan belum begitu dirasakan hasilnya di masyarakat pada umumnya.
9
C. Pembatasan Masalah Berdasarkan
identifikasi
masalah
yang
ada
didapat
beberapa
permasalahan yang ada. Namun karena keterbatasan kemampuan yang dimiliki oleh peneliti maka dalam penelitian ini fokus utama penelitian yaitu yang terkait dengan evaluasi pelaksanaan kebijakan moda transportasi massal Trans Jogja. Peneliti memilih melakukan evaluasi pelaksanaan kebijakan karena acuan dari sebuah evaluasi berdasarkan sebuah pelaksanaan yang telah terjadi dari tahun ke tahun semenjak berdirinya Trans Jogja hingga sekarang. D. Rumusan Masalah Berdasarkan pembatasan masalah yang telah diuraikan, maka rumusan masalah dari penelitian ini adalah: 1. Apakah evaluasi pelaksanaan kebijakan transportasi massal Trans Jogja di DIY telah berhasil? 2. Apa saja faktor yang mendukung pelaksanaan moda transportasi massal Trans Jogja? 3. Apa saja faktor yang menghambat pelaksanaan moda transportasi massal Trans Jogja?
10
E. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Mengetahui keberhasilan evaluasi pelaksanaan kebijakan transportasi massal Trans Jogja di DIY. 2. Mengetahui faktor yang mendukung pelaksanaan moda transportasi massal Trans Jogja. 3. Mengetahui faktor yang menghambat pelaksanaan moda transportasi massal Trans Jogja. F. Manfaat Penelitian Adanya penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: 1. Secara Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan referensi untuk mengadakan penelitian lanjutan yang sejenis dengan penelitian ini. Selain itu dapat memberikan sumbangan bagi pengembangan pada Ilmu Administrasi Negara khususnya dibidang evaluasi kebijakan untuk mengelola instansi/lembaga. 2. Secara Praktis a. Bagi Peneliti Penelitian ini dimaksudkan untuk memenuhi Tugas Akhir Skripsi sebagai persyaratan untuk mendapat Gelar Sarjana Sosial pada Jurusan Ilmu Admistrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Yogyakarta.
11
b. Bagi Pemerintah Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan kepada Dinas Perhubungan Daerah Istimewa Yogyakarta dan pemerintah tentang perlunya evaluasi pelaksanaan kebijakan moda transportasi Trans Jogja. c. Bagi masyarakat Penelitian ini dapat memberikan pengetahuan dan memberikan wawasan kepada masyarakat tentang evaluasi pelaksanaan kebijakan moda Transportasi Massal Trans Jogja.