BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi berjalan beriringan, demikian juga halnya dengan pembelajaran biologi yang dapat dilukiskan dalam suatu sistem. Artinya bahwa pembelajaran dipandang sebagai suatu kerja sama dari berbagai unsur atau komponen. Menurut Suhardi (2007: 1) komponen-komponen pembelajaran tersebut meliputi raw input (peserta didik),
instrumental input (masukan instrumental), environment (lingkungan), dan output (hasil keluaran) yang diarahkan untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Guru, siswa, prasarana, serta sarana (raw input) merupakan unsur yang sangat diperlukan demi terciptanya situasi pembelajaran biologi yang kondusif. Situasi pembelajaran biologi yang baik yang diharapkan ialah yang mampu menciptakan
interaksi antara guru-siswa, siswa-siswa,
siswa-objek, ataupun antara guru-siswa dan objek dengan bimbingan guru. Pada saat ini, peranan biologi tidak dapat disangsikan lagi. Namun fakta dilapangan pendidikan menunjukan bahwa pembelajaran biologi tidak sesuai dengan yang diharapkan. Pembelajaran biologi sangat miskin, kering dan tanpa ruh. Hal ini terlihat ketika mahasiswa terjun langsung ke sekolah (kegiatan PPL), dimana titik tekan pembelajaran biologi di sekolah adalah pemberian informasi sebanyak-banyaknya dari guru dalam rangka mengejar target kurikulum.
Pembelajaran biologi yang ideal sulit terwujud apabila pendidik hanya mengejar target kurikulum tanpa melibatkan siswa dalam kegiatan belajar. Salah
satu
problem
pembelajaran
biologi
saat
ini
adalah
kurang
mengoptimalkan lingkungan sebagai sumber belajar. Ditambah dengan cara belajar yang salah menyebabkan permasalahan tersebut semakin kompleks. Siswa dijejali dengan konsep-konsep yang sudah jadi
tanpa mengetahui
bagaimana dan darimana konsep tersebut berasal. Pembelajaran seperti ini merupakan membelajaran yang keliru karena hanya menekankan pada produk keilmuan saja. Padahal menurut Trianto (2010: 137) biologi dibangun dari tiga dimensi yaitu proses, produk dan sikap. Fenomena di atas menggambarkan pembelajaran biologi yang cenderung mengandalkan buku teks. Penggunaan buku teks dalam proses pembelajaran baru merupakan satu dimensi saja dalam proses pembelajaran biologi yaitu dimensi produk. Buku teks merupakan body
of knowledge dari biologi artinya buku teks merupakan akumulasi hasil upaya perintis biologi terdahulu yang umumnya telah tersusun secara lengkap dan sistematis (Hendro Darmodjo dan Jenny R.E Kaligis, 1992: 2). Buku teks memang penting, namun ada sisi lain dari biologi yang tidak kalah penting yaitu dimensi proses. Proses yang dimaksud adalah proses mendapatkan ilmu itu sendiri. Dimensi proses justru sangat penting dalam mendukung perkembangan peserta didik secara utuh karena dapat melibatkan segala aspek psikologis meliputi kognitif, afektif, dan psikomotor. Melalui dimensi proses tersebut, peserta didik tidak hanya memperoleh pengetahuan tetapi juga memperoleh kemampuan untuk menggali sendiri pengetahuan dari
alam sekitar. Efek ikutan yang diperoleh dengan mengembangkan dimensi ini adalah terbentuknya sikap ilmiah. Kurikulum yang digunakan sekarang ini adalah KTPS (kurikulum Tingkat Satuan pendidikan) yang membuka kesempatan bagi setiap satuan pendidikan (sekolah) untuk mengembangkan kurikulumnya sesuai dengan kebutuhan daerah dimana sekolah tersebut berada. KTSP menghargai adanya keragaman potensi dan karakteristik daerah dan lingkungan. KTSP yang sekarang sedang dikembangkan yakni berbasis dan memanfaatkan potensi lokal, baik di sekolah maupun di luar sekolah sebagai sumber belajar. Namun, faktanya berdasarkan penelitian Suratsih (2010: 3) menyatakan bahwa: 1. Potensi lokal yang dimiliki sekolah belum dimanfaatkan secara optimal dalam kegiatan pembelajaran biologi, sedang pemanfatan potensi sekolah merupakan salah satu karakteristik Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan atau Kurikulum 2006. 2. Penyelenggaraan pembelajaran biologi belum mencerminkan karakteristik satuan pendidikan di tiap sekolah. Pembelajaran biologi masih menggunakan acuan yang dikembangkan bersama dalam forum MGMP. 3. Belum banyak perubahan dalam pola pembelajaran biologi menggunakan kurikulum 2006 dibandingkan dengan pola pembelajaran biologi menggunakan kurikulum 1994. Artinya, pembelajaran biologi masih didominansi dengan metode ceramah, interaksi antara subyek belajar dengan objek belajar biologi masih minim, sedang hakikat pembelajaran biologi adalah terjadinya interaksi yang sesungguhnya antara subyek belajar dengan objek belajar biologi. Objek belajar biologi berupa makhluk hidup dan segala aspek kehidupannya. Produk maupun proses interaksi ini dapat menyebabkan pada diri siswa terjadi proses mental dan psikomotorik yang optimal. 4. Guru-guru biologi belum banyak berkarya untuk mengembangkan modul pembelajaran maupun LKS biologi yang berbasis potensi lokal maupun berbasis karakterisitk siswa. Guru masih banyak menggunakan sumber belajar maupun LKS yang tersedia di pasaran yang tidak cocok dengan kondisi/potensi sekolah maupun karakteristik siswa, sehingga masih harus dilakukan penyesuaian-penyesuaian.
5. Hampir di semua sekolah tidak tersedia/ tidak ada modul pembelajaran biologi berbasis potensi lokal, modul yang tersedia umumnya berisi materi umum yang sebenarnya telah banyak dikembangkan dalam buku-buku pelajaran.
Paparan
tersebut
memberikan
gambaran
pada
peneliti
untuk
mengoptimalkan potensi lingkungan untuk dijadikan sumber belajar. Sumber belajar tersebut akan dikemas dalam bahan ajar berbentuk modul. Alasan pemilihan bahan ajar dalam bentuk modul menurut Chomsin S. Widodo dan Jasmadi (2008: 43) sebagai berikut. 1. Memperjelas dan mepermudah penyajian materi mata pelajaran agar tidak bersifat sangat verbal. 2. Mengatasi keterbatasan ruang, waktu dan daya indera baik peserta didik maupun pendidik. 3. Mengembangkan kemampuan peserta didik untuk berinteraksi langsung dengan lingkungan . 4. Memberi kesempatan pada peserta didik agar lebih aktif untuk belajar mandiri sesuai dengan kemampuan. 5. Memberi kesempatan pada peserta didik untuk mengukur dan mengevaluasi sendiri hasil belajarnya.
Salah satu materi biologi yang tidak dapat lepas dari lingkungan adalah materi struktur dan fungsi jaringan. Di dalam kurikulum, materi untuk struktur dan fungsi jaringan tumbuhan tercantum dalam SK (Standar Kompetensi) nomor dua yaitu memahami keterkaitan antara struktur dan fungsi jaringan tumbuhan dan hewan, serta penerapannya dalam konteks Salingtemas (Anonim, 2006: 179). Dengan demikian, mempelajari materi struktur dan fungsi jaringan khususnya jaringan tumbuhan tidak hanya mengandalkan buku teks tetapi tidak dapat lepas dari lingkungan. Karena di dalam kurikulum sendiri menegaskan mengenai konsep salingtemas (sains, lingkungan,
teknologi dan masyarakat) secara terpadu yang diarahkan pada pengalaman belajar. Lingkungan merupakan hal yang sangat dekat dengan kehidupan makhluk hidup. Lingkungan adalah habitat berbagai makhluk hidup, salah satunya adalah tumbuhan. Tumbuhan dibedakan menjadi hidrofit, mesofit, dan xerofit berdasarkan lingkungannya. Tumbuhan memiliki bagian pokok yang terdiri dari akar, batang, dan daun. Sebagian besar tumbuhan tertutupi oleh daun, selain itu daun merupakan bagian dari tumbuhan yang terbuka yang menerima pengaruh langsung dari lingkungan yang menjadi habitatnya, khususnya atmosfer. Keberadaan stomata sebagai “mulut” daun mendukung efek atmosfer (udara bebas) pada daun. Daun merupakan tujuan terakhir pengangkutan bahan organik yang diangkut akar dari dalam tanah (Ratnawati, 1996: 2). Dengan demikan, struktur anatomi daun memegang peranan
yang penting dalam
menjaga kelangsungan hidup suatu tumbuhan. Melihat fenomena di atas, peneliti tertarik untuk mengkaji struktur anatomi daun pada berbagai habitat untuk diangkat menjadi bahan ajar berbentuk modul.
B. Identifikasi Masalah 1. Pembelajaran biologi di sekolah masih mengandalkan buku teks sebagai referensi utama, sumber belajar di lingkungan masih belum dimanfaatkan secara optimal. 2. Kegiatan belajar masih berpusat pada guru (teaching centered). 3. Cara belajar biologi yang lebih mementingkan produk daripada proses. 4. Guru belum optimal memanfaatkan potensi lingkungan, baik didalam sekolah maupun luar sekolah dengan baik. 5. Pembelajaran biologi masih menggunakan acuan MGMP. 6. Kalaupun ada modul, modul yang tersedia belum memperhatikan lingkungan tempat tinggal peserta didik. C. Batasan Masalah Adapun penelitian ini hanya dibatasi pada: 1. Karakteristik struktur anatomi daun tumbuhan halofit yang diwakili oleh
Avicennia sp. dan Rhizophora sp., xerofit yang diwakili oleh tanaman Nyamplung (Calophyllum inophyllum) dan Melinjo (Gnetum gnemon), dan hidrofit diwakili oleh tanaman Teratai (Nymphaea nouchali Brum F.) dan Eceng gondok (Eichornia crassipes). 2. Potensi hasil penelitian sebagai salah satu alternatif sumber belajar biologi untuk penyusunan modul pengayaan dalam bentuk prototype di SMA materi struktur dan fungsi jaringan tumbuhan. 3. Uji kelayakan prototype modul pengayaan untuk digunakan dalam kegiatan pembelajaran.
D. Rumusan Masalah 1. Apakah hasil penelitian tentang perbandingan
struktur anatomi daun
tumbuhan halofit, xerofit, dan hidrofit berpotensi sebagai sumber belajar biologi yang dapat digunakan untuk menyusunan prototype modul pengayaan SMA materi struktur jaringan tumbuhan? 2. Bagaimana potensi karakteristik struktur anatomi
daun
tumbuhan
tumbuhan halofit yang diwakili oleh Avicennia sp. dan Rhizophora sp., xerofit yang diwakili oleh tanaman Nyamplung (Calophyllum inophyllum), Melinjo (Gnetum gnemon), dan hidrofit diwakili oleh tanaman Teratai (Nymphaea nouchali Brum F.) dan Eceng gondok (Eichornia crassipes) dapat diangkat sebagai sumber belajar? 3. Bagaimana kelayakan prototype modul pengayaan untuk digunakan dalam kegiatan pembelajaran? E. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui potensi hasil penelitian sebagai sumber belajar biologi untuk penyusunan prototype modul pengayaan
SMA struktur jaringan
tumbuhan 2. Untuk mengetahui potensi karakteristik struktur anatomi daun tumbuhan tumbuhan halofit yang diwakili oleh Avicennia sp. dan
Rhizophora sp.,
xerofit yang diwakili oleh tanaman Nyamplung (Calophyllum inophylum) dan Melinjo (Gnetum gnemon), dan hidrofit diwakili oleh tanaman Teratai (Nymphaea nouchali Brum F.) dan Eceng gondok (Eichornia crassipes) diangkat sebagai sumber belajar
3. Untuk mengetahui kelayakan prototype modul pengayaan ketika digunakan dalam kegiatan pembelajaran. F. Manfaat Penelitian 1. Bagi siswa Marangsang ketertarikan siswa untuk meneliti objek biologi yang berasal dari lingkungan sekitar atau yang dekat dengan kehidupan sehari-hari. 2. Bagi guru Menambah informasi bahwa di lingkungan sekitar tersedia pula sumber belajar yang dapat digunakan untuk pembelajaran biologi. 3. Bagi Sekolah Sebagai sumbangan bahan ajar dalam bentuk modul materi struktur dan fungsi jaringan tumbuhan. 4. Bagi Peneliti Melatih kemampuan untuk meneliti dan mengembangkan kemampuan pedagogis untuk menyusun bahan ajar.
G. Definisi Operasional 1. Struktur anatomi dalam penelitian ini didefinisikan sebagai struktur anatomi daun bagian sebelah dalam yang hanya dapat dilihat dengan menggunakan mikroskop. 2. Daun adalah organ pada tumbuhan yang berupa helaian, umumnya pipih, melebar, dan berwarna hijau serta berfungsi untuk fotosintesis dan transpirasi. 3. Halofit dalam penelitian ini didefinisikan sebagai tumbuhan yang mampu hidup pada lingkungan yang memiliki kadar garam yang tinggi, dalam hal ini tumbuhan halofit yang digunakan untuk penelitian diwakili oleh
Avicennia sp. dan Rhizophora sp. 4. Hidrofit dalam penelitian ini didefinisikan sebagai tumbuhan yang menjalani seluruh daur hidupnya di air, dalam hal ini hanya sebagian tubuhnya terendam air yang diwakili oleh tanaman Teratai (Nymphaea
nouchali Brum F.) dan Eceng gondok (Eichornia crassipes). 5. Xerofit dalam penelitian ini didefinisikan sebagai tumbuhan yang mampu hidup pada lingkungan yang kering dan temperatur tinggi. Lingkungan kering yang dimaksud disini adalah di sekitar pantai yang diwakili oleh tumbuhan Nyamplung (Calophyllum inophyllum) dan tumbuhan Melinjo (Gnetum gnemon). 6. Sumber belajar adalah segala sesuatu baik benda maupun gejalanya yang dapat dipergunakan untuk memperoleh pengalaman dalam rangka pemecahan permasalahan biologi tertentu.
7. Modul dalam penelitian ini didefinisikan
sebagai
langkah yang harus
diikuti untuk menghasilkan satu paket yang memuat suatu dari bahan pelajaran dan merupakan suatu usaha penyelenggaraan belajar individual (selft instructional) yang memungkinkan siswa menguasai satu unit pelajaran sebelum siswa berlanjut ke unit berikutnya. Modul bertujuan agar peserta didik dapat belajar secara mandiri tanpa atau dengan bimbingan guru.