Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2010
YOGYAKARTA
VISI BANK INDONESIA “Menjadi Bank Sentral yang kredibel secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis serta pencapaian inflasi yang rendah dan stabil”
MISI BANK INDONESIA “Mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah melalui pemeliharaan kestabilan moneter dan sistem keuangan untuk mendukung pembangunan nasional yang berkesinambungan”
NILAI STRATEGIS BANK INDONESIA “Kompetensi - Integritas - Transparansi - Akuntabilitas - Kebersamaan.”
VISI KANTOR BANK INDONESIA “Menjadi Kantor Bank Indonesia yang dapat dipercaya di daerah melalui peningkatan peran dalam menjalankan tugas-tugas Bank Indonesia yang diberikan.”
MISI KANTOR BANK INDONESIA “Mendukung pencapaian kebijakan Bank Indonesia di bidang moneter, perbankan dan sistem pembayaran secara efisien dan optimal serta memberikan saran kepada Pemda dan lembaga terkait lainnya di daerah dalam rangka mendukung pembangunan ekonomi daerah.”
...Memberikan saran kepada pemerintah daerah mengenai kebijakan ekonomi daerah, yang didukung dengan penyediaan informasi berdasarkan hasil kajian yang akurat... (Salah satu dari lima tugas pokok Kantor Bank Indonesia)
Bank Indonesia Yogyakarta mendukung pembangunan ekonomi tanpa meninggalkan budaya “adiluhung” yang ada.
“”
Untuk informasi lebih lanjut hubungi: Bank Indonesia Yogyakarta Kelompok Kajian Ekonomi Jl. P. Senopati No.4-6, Yogyakarta Telp.0274-377755 Fax.0274-371707 Softcopy laporan ini dapat diunduh pada menu Data Informasi Bank Indonesia (DIBI) pada website Bank Indonesia: http://www.bi.go.id
Kata Pengantar Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Ilahi Robbi karena atas rakhmat dan karunia-Nya, penyusunan dan penerbitan “Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2010” dapat diselesaikan. Laporan tahunan ini diterbitkan untuk melengkapi diseminasi informasi perkembangan perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Penyusunan dan penerbitan laporan ini merupakan salah satu wujud akuntabilitas dan pelaksanaan tugas Bank Indonesia di daerah, sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang No.23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia yang telah di ubah terakhir dengan Undangundang No. 6 Tahun 2009. Secara lebih khusus, penerbitan laporan ini juga sejalan dengan salah satu sasaran strategis Kantor Bank Indonesia Yogyakarta, yaitu: “Mengoptimalkan hasil kajian dan penyediaan informasi ekonomi di wilayah kerja”. Tujuan penerbitan buku ini memberikan informasi yang komprehensif tentang perkembangan beberapa indikator perekonomian di DIY, antara lain: pertumbuhan ekonomi, perkembangan harga (inflasi), kesejahteraan, perbankan dan sistem pembayaran serta keuangan pemerintah daerah. Secara khusus disajikan juga beberapa informasi spesifik berupa ringkasan hasil penelitian dan survei yang dilakukan oleh Bank Indonesia Yogyakarta ataupun informasi lainnya dalam bentuk boks. Bagi Bank Indonesia informasi yang disajikan dapat dijadikan sebagai salah satu sumber informasi dalam pengambilan kebijakan moneter. Sementara itu, bagi stakeholder eksternal, informasi yang disajikan dapat dimanfaatkan oleh Pemda dalam pengambilan kebijakan, investor, peneliti, akademisi serta pihak lain sesuai keperluan masingmasing. Kami menyadari bahwa tanpa adanya dukungan semua pihak, maka buku ini tidak mungkin terwujud. Untuk itu pada kesempatan ini kami sampaikan penghargaan yang setinggitingginya kepada Bapak/Ibu semuanya. Kami juga menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam buku ini, sehingga kritik dan saran juga sangat kami harapkan. Yogyakarta, Agustus 2011 BANK INDONESIA YOGYAKARTA
Dewi Setyowati Pemimpin
TANDA-TANDA, SUMBER DATA, DAN ISTILAH Tanda-tanda : r
Angka-angka diperbaiki
*
Angka-angka sementara
**
Angka-angka sangat sementara
...
Angka-angka belum tersedia
--
Nol atau lebih kecil dari digit terakhir
-
Angka tidak ada
Sumber Data : Angka-angka
bersumber dari Bank
Indonesia, kecuali dinyatakan lain
Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta
Indikator Terpilih Indikator PDRB - Harga Konstan (miliar Rp)1 Pertumbuhan PDRB (yoy %) Laju Inflasi Tahunan (yoy%)
2009 III
I
II
5.045 4,15 7,91
4.832 4,80 4,50
IV
5.094 2,59 3,22
Total
5.093 6,28 2,93
20.064 4,43 2,93
2010 III
I
II
5.230 3,67 3,35
5.071 4,94 4,93
5.453 7,04 5,98
IV
II 119,75 4,93 5.071 722 34 695 48 475 1.110 557 484 944 4,94
2010 III 123,24 5,98 5.453 951 36 716 49 519 1.168 585 527 901 7,04
5.288 3,84 7,38
Total1 21.042 4,87 7,38
Keterangan : 1) Angka sangat sementara Sumber : BPS DIY, diolah
Indikator Indeks Harga Konsumen Laju Inflasi Tahunan (yoy %) PDRB - Harga Konstan (miliar Rp) - Pertanian - Penggalian - Industri Pengolahan - Listrik, Gas dan Air Bersih - Konstruksi - Perdagangan, Hotel dan Restoran - Pengangkutan dan Komunikasi - Keuangan, Real Estat dan Jasa Perusahaan - Jasa-jasa Pertumbuhan PDRB (yoy %) Nilai Ekspor Nonmigas (USD juta) Volume Ekspor Nonmigas (ton) Nilai Impor Nonmigas (USD juta) Volume Impor Nonmigas (ton)
I 113,99 7,91 5.045 1.202 32 636 44 419 984 495 456 778 4,15
II 114,12 4,50 4.832 751 33 651 47 443 1.019 521 469 898 4,80
2009 III 116,29 3,22 5.094 923 36 668 47 484 1.080 553 478 825 2,59
IV 116,64 2,93 5.093 766 38 657 47 578 1.079 559 500 869 6,28 108,70
Total 116,64 2,93 20.064 3.643 139 2.611 186 1.924 4.162 2.129 1.903 3.369 4,43
I 117,81 3,35 5.230 1.171 33 667 47 426 1.045 525 486 830 3,67
IV 125,25 7,38 5.288 773 36 716 49 620 1.050 578 556 910 3,84 140,23 34.527,75 1,78 216,04
Total 125,25 7,38 21.042 3.617 140 2.794 193 2.040 4.374 2.246 2.053 3.586 4,87
Keterangan : 1) Angka sangat sementara Sumber : BPS DIY, Disperindagkop DIY, diolah Indikator Bank Umum Total Aset (miliar Rp) DPK (miliar Rp) - Giro (miliar Rp) - Tabungan (miliar Rp) - Deposito (miliar Rp) Kredit - berdasarkan lokasi kantor (miliar Rp) - Modal Kerja - Investasi - Konsumsi Loan to Deposit Ratio (%) NPL Kredit - berdasarkan lokasi kantor - Gross (%) Kredit UMKM (miliar Rp) Kredit Mikro (<50 juta) (miliar Rp) - Modal Kerja - Investasi - Konsumsi Kredit Kecil (Rp50 juta < X < Rp500 juta) (miliar Rp) - Modal Kerja - Investasi - Konsumsi Kredit Menengah (Rp500 juta < X < Rp5 miliar) (miliar Rp) - Modal Kerja - Investasi - Konsumsi NPL Kredit UMKM Gross (%) Bank Perkreditan Rakyat Total Aset (miliar Rp) DPK (miliar Rp) - Tabungan (miliar Rp) - Deposito (miliar Rp) Kredit (miliar Rp) - Modal Kerja - Investasi - Konsumsi Loan to Deposit Ratio (%) NPL Gross (%)
2009 I
II
2010 III
IV
I
II
III
IV
19.703 17.502 2.949 8.365 6.188 9.300 3.931 1.171 4.197 53,13 2,50 8.140 3.048 657 221 2.170 2.955 1.206 245 1.503 2.137 1.328 322 487 2,59
19.993 18.039 2.863 8.765 6.411 9.584 4.002 1.217 4.365 53,13 3,50 8.471 3.135 678 252 2.206 3.117 1.244 241 1.632 2.219 1.393 321 505 3,00
21.356 19.132 3.144 9.058 6.930 9.767 3.912 1.323 4.532 51,05 3,99 8.743 3.175 721 251 2.204 3.236 1.238 240 1.757 2.332 1.456 328 548 3,39
22.587 19.679 2.798 10.029 6.852 10.162 4.010 1.360 4.792 51,64 2,86 9.071 3.218 693 261 2.265 3.394 1.253 237 1.904 2.458 1.504 366 588 2,62
23.643 20.022 3.219 9.541 7.262 10.883 3.995 1.598 5.290 54,35 3,05 9.365 3.124 749 212 2.162 3.761 1.177 304 2.280 2.481 1.465 393 623 2,66
24.059 21.119 3.226 10.120 7.773 11.253 4.167 1.638 5.449 53,28 3,09 9.976 3.141 719 243 2.178 4.082 1.183 408 2.491 2.753 1.627 415 712 2,85
24.477 21.464 3.076 10.746 7.642 11.675 4.586 1.537 5.552 54,39 3,04 10.392 3.206 847 234 2.125 4.362 1.344 414 2.604 2.824 1.702 381 741 2,85
26.737 22.919 3.100 11.795 8.024 12.708 4.879 2.033 5.796 55,45 2,68 10.872 3.238 822 237 2.180 4.571 1.371 428 2.772 3.064 1.786 421 857 2,69
1.735 1.230 395 834 1.374 569 120 685 111,72 7,36
1.803 1.262 399 863 1.445 600 121 725 114,48 6,90
1.832 1.304 409 896 1.519 618 123 778 116,48 6,86
1.985 1.354 450 904 1.561 632 126 803 115,27 5,46
2.060 1.406 436 971 1.620 665 135 820 115,21 6,39
2.172 1.454 437 1.017 1.743 724 180 839 119,92 6,20
2.293 1.519 452 1.066 1.830 754 190 887 120,50 6,42
2.453 1.605 510 1.095 1.872 736 184 953 116,66 5,79
Indikator Terpilih
vii
Halaman ini sengaja dikosongkan
Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta
Daftar Isi INDIKATOR TERPILIH ..................................................................................................... v KETERANGAN TANDA-TANDA ........................................................................................ viii KATA PENGANTAR .......................................................................................................... i x UCAPAN TERIMA KASIH ................................................................................................. x DAFTAR ISI .............................................................................................................. xi DAFTAR TABEL .............................................................................................................. xi DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................................ xi DAFTAR GRAFIK ............................................................................................................. xii RINGKASAN EKSEKUTIF .................................................................................................
1
BAB 1 PERKEMBANGAN MAKROEKONOMI ................................................................. 1. PDRB Sisi Permintaan ..................................................................................... 1.1 Konsumsi Rumah Tangga ........................................................................ 1.2 Konsumsi Pemerintah ............................................................................. 1.3 Investasi ................................................................................................. 1.4 Lainnya .................................................................................................. 2. PDRB Sisi Penawaran ..................................................................................... 2.1. Sektor Jasa-jasa ...................................................................................... 2.2. Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran ................................................ 2.3. Sektor ndustri Pengolahan ...................................................................... 2.4. Sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan ................................ 2.5. Sektor Bangunan .................................................................................... 2.6. Sektor Pengangkutan dan Komunikasi .................................................... 2.7. Sektor Listrik, Gas & Air Bersih ............................................................... 2.8. Sektor Penggalian .................................................................................. 2.9. Sektor Pertanian .....................................................................................
5 6 7 8 8 10 10 11 12 13 14 15 16 16 17 17
Boks : Jogjakarta Incorporated .................................................................................. Dampak ACFTA terhadap Perekonomian DIY ............................................... Perdagangan Internasional ............................................................................ Perkembangan Investasi di DIY ......................................................................
19 22 25 28
BAB 2 PERKEMBANGAN INFLASI ................................................................................. 33 1. Inflasi Tahunan .............................................................................................. 33
Daftar Isi
ix
Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta
Daftar Isi 2. Inflasi Bulanan ............................................................................................... 38 3. Inflasi Inti dan Non Inti ................................................................................... 41 Boks : Respon Pengusaha terhadap Inflasi Kota Yogyakarta ...................................... 43 BAB 3 PERKEMBANGAN PERBANKAN .......................................................................... 1. Aset .............................................................................................................. 2. Intermediasi Perbankan ................................................................................. 3. Penghimpunan Dana ..................................................................................... 4. Penyaluran Kredit .......................................................................................... 5. Kredit Properti ............................................................................................... 6. Stabilitas Sistem Perbankan ........................................................................... a. Risiko Kredit .............................................................................................. b. Risiko Likuiditas ......................................................................................... 7. Perbankan Syariah ......................................................................................... a. Aset Perbankan Syariah ............................................................................ b. Intermediasi Perbankan Syariah ................................................................. c. Penghimpunan Dana ................................................................................. d. Penyaluran dan Kualitas Pembiayaan .........................................................
47 47 48 49 51 53 54 54 55 56 56 56 57 57
Boks : Peranan Perbankan dalam Pemulihan Ekonomi Pasca Bencana Merapi .......... 58 BAB 4 PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN .......................................................... 1. Sistem Pembayaran Tunai .............................................................................. a. Aliran Uang Masuk dan Aliran Uang Keluar .............................................. b. Penukaran Uang ....................................................................................... c. Pemberian Tanda Tidak Berharga (PTTB) .................................................... d. Temuan Uang Palsu ................................................................................... 2. Sistem Pembayaran Non Tunai ...................................................................... a. Transaksi Kliring ......................................................................................... b. Transaksi Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement (BI-RTGS) ................
61 61 61 62 63 64 65 65 66
BAB 5 KEUANGAN PEMERINTAHDAERAH .................................................................... 69 1. Pendapatan Daerah ....................................................................................... 69
x
Daftar Isi
Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta
Daftar Isi 2. Belanja Daerah .............................................................................................. 71 3. Sumber Pembiayaan Daerah .......................................................................... 72 BAB 6 KESEJAHTERAAN MASYARAKAT ....................................................................... 1. PDRB per Kapita ............................................................................................ 2. Ketenagakerjaan ........................................................................................... 3. Upah Minimum Provinsi ................................................................................. 4. Kemiskinan ................................................................................................... 5. Indeks Kesengsaraan ..................................................................................... 6. Indeks Pembangunan Manusia ......................................................................
73 73 74 76 77 78 79
BAB 7 OUTLOOK KONDISI PEREKONOMIAN ............................................................... 1. Prospek Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi ..................................................... 2. Prospek Perbankan ........................................................................................ 3. Prospek Keuangan Daerah ............................................................................
81 81 84 86
Daftar Isi
xi
Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta
Daftar Lampiran Lampiran 1. Lampiran 2. Lampiran 3. Lampiran 4. Lampiran 5. Lampiran 6. Lampiran 7. Lampiran 8. Lampiran 9. Lampiran 10. Lampiran 11. Lampiran 12. Lampiran 13. Lampiran 14. Lampiran 15. Lampiran 16. Lampiran 17.
xii
PDRB DIY Menurut Sektor Atas Dasar Harga Konstan ............................. 90 PDRB DIY Menurut Sektor Atas Dasar Harga Berlaku .............................. 91 Indeks Harga Konsumen Kota Yogyakarta ............................................... 92 Indikator Perbankan - Propinsi DIY .......................................................... 93 Indikator Bank Umum - Propinsi DIY ....................................................... 95 Indikator Bank Umum - Kabupaten Bantul .............................................. 96 Indikator Bank Umum - Kabupaten Gunungkidul .................................... 97 Indikator Bank Umum - Kabupaten Kulonprogo ...................................... 98 Indikator Bank Umum - Kabupaten Sleman ............................................ 99 Indikator Bank Umum - Kota Yogyakarta ................................................ 100 Indikator BPR - Propinsi DIY .................................................................... 101 Indikator BPR - Kabupaten Bantul ........................................................... 101 Indikator BPR - Kabupaten Gunungkidul .................................................. 102 Indikator BPR - Kabupaten Kulonprogo .................................................... 102 Indikator BPR - Kabupaten Sleman .......................................................... 103 Indikator BPR - Kota Yogyakarta ............................................................. 103 Realisasi APBD Pemerintah Propinsi/Kabupaten/Kota ............................... 104
Daftar Lampiran
Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta
Daftar Tabel Tabel Tabel Tabel Tabel Tabel Tabel Tabel Tabel Tabel Tabel Tabel Tabel Tabel Tabel Tabel Tabel Tabel Tabel Tabel Tabel Tabel Tabel Tabel Tabel Tabel Tabel Tabel
1.1. 1.2. 1.3. 2.1. 2.2. 3.1. 3.2. 3.3. 4.1. 4.2. 4.3. 4.4. 4.5. 5.1. 5.2. 5.3. 6.1. 6.2. 6.3. 6.4. 6.5. 6.5. 7.1. 7.2. 7.3. 7.4. 7.5.
Pertumbuhan PDRB Sisi Permintaan. .............................................................. Pertumbuhan PDRB Sisi Penawaran ............................................................... Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Padi - Palawija .................................. Inflasi Tahunan .............................................................................................. Inflasi Bulanan ............................................................................................... Indikator Perbankan ...................................................................................... Kredit Properti Bank Umum ........................................................................... Indikator Perbankan Syariah .......................................................................... Indikator Sistem Pembayaran Tunai ............................................................... Penukaran Uang Pecahan Kecil ..................................................................... Pemberian Tanda Tidak Berharga (PTTB) ........................................................ Temuan Uang Palsu yang Dilaporkan ............................................................. Indikator Sistem Pembayaran Non Tunai ........................................................ Pendapatan Daerah ....................................................................................... Belanja Daerah .............................................................................................. Sumber Pembiayaan Daerah .......................................................................... PDRB Per Kapita ............................................................................................ Angkatan Kerja ............................................................................................. Penduduk Bekerja Berdasarkan Lapangan Pekerjaan Utama .......................... Indikator Status Ketenagakerjaan .................................................................. Pengangguran ............................................................................................... Indeks Pembangunan Indonesia ..................................................................... Perkiraan Pertumbuhan Ekonomi (Sisi Penawaran) ......................................... Perkiraan Pertumbuhan Ekonomi (Sisi Permintaan) ........................................ Perkiraan Inflasi ............................................................................................. Perkiraan Keuangan Daerah (Sisi Pendapatan) .............................................. Perkiraan Keuangan Daerah (Sisi Belanja) .....................................................
6 11 18 35 41 47 53 56 61 63 64 64 66 70 71 72 73 74 75 76 79 81 83 83 84 86 87
Daftar Tabel
xiii
Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta
Daftar Grafik Grafik 1.1. Pertumbuhan Ekonomi ................................................................................... Grafik 1.2. Komposisi PDRB Sisi Permintaan ..................................................................... Grafik 1.3. Survei Konsumen ........................................................................................... Grafik 1.4. Survei Penjualan Eceran ................................................................................. Grafik 1.5. Pertumbuhan Jumlah Kendaraan Bermotor di DIY ........................................... Grafik 1.6. Pertumbuhan Perolehan Pajak di DIY ............................................................. Grafik 1.7. Ekspektasi Kegiatan Usaha di DIY .................................................................. Grafik 1.8. Survei Penjualan Eceran Bahan Konstruksi di DIY ............................................ Grafik 1.9. Pertumbuhan Jumlah Mobil di DIY .................................................................. Grafik 1.10. Pertumbuhan Kredit Investasi di DIY ............................................................. Grafik 1.11. Komposisi PDRB Sisi Penawaran ................................................................... Grafik 1.12. Kontribusi Sektoral PDRB Sisi Penawaran ...................................................... Grafik 1.13. Outstanding & NPLs Kredit Sektor Jasa .......................................................... Grafik 1.14. Perkembangan Wisatawan Nusantara ........................................................... Grafik 1.15. Perkembangan Wisatawan Manca Negara ................................................... Grafik 1.16. Tingkat Hunian Hotel ................................................................................... Grafik 1.17. Lama Tinggal Wisatawan .............................................................................. Grafik 1.18. Outstanding & NPLs Kredit Sektor Perdagangan ............................................ Grafik 1.19. Outstanding & NPLs Kredit Sektor Industri ..................................................... Grafik 1.20. Perkembangan Kredit Bank UmumKonsumsi BBM ......................................... Grafik 1.21. Perkembangan Aset dan DPK Bank Umum ................................................... Grafik 1.22. Konsumsi Semen .......................................................................................... Grafik 1.23. Outstanding & NPLs Kredit Sektor Bangunan ................................................. Grafik 1.24. Arus Penumpang Adisutjipto ......................................................................... Grafik 1.25. Outstanding & NPLs Kredit Sektor Transportasi .............................................. Grafik 1.26. Outstanding & NPLs Kredit Sektor Penggalian ............................................... Grafik 1.27. Perkembangan Nilai Tukar Petani ................................................................. Grafik 1.28. Outstanding & NPLs Kredit Sektor Pertanian ................................................. Grafik 2.1. Inflasi Ibukota Provinsi di Pulau Jawa .............................................................. Grafik 2.2. Inflasi Kota Yogyakarta ................................................................................... Grafik 2.3. Inflasi Kota Yogyakarta & Nasional ................................................................. Grafik 2.4. Inflasi Kelompok Bahan Makanan dan Makanan Jadi ..................................... Grafik 2.5. Inflasi Kelompok Perumahan dan Sandang ..................................................... Grafik 2.6. Inflasi Kelompok Kesehatan dan Pendidikan ................................................... Grafik 2.7. Inflasi Kelompok Transportasi .......................................................................... Grafik 2.8. Laju Inflasi Subkelompok Syaur-sayuran dan Bumbu-bumbuan ........................ Grafik 2.9. Harga Bawang Merah (rata-rata per bulan) .....................................................
xiv
Daftar Grafik
5 6 7 7 7 7 9 9 9 9 11 11 12 12 12 13 13 13 14 15 15 15 15 16 16 17 18 18 34 35 35 36 36 36 36 36 37
Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta
Daftar Grafik Grafik 2.10. Harga Beras (rata-rata per bulan) .................................................................. Grafik 2.11. Harga Gula (rata-rata per bulan) ................................................................... Grafik 2.12. Harga Kedelai Lokal (rata-rata per bulan) ..................................................... Grafik 2.13. Ekspektasi Harga 3 Bulan Yang Akan Datang ............................................... Grafik 2.14. Perkembangan Nilai Tukar Rupiah ................................................................ Grafik 2.15. Perkembangan harga CPO Internasional ....................................................... Grafik 2.16. Perkembangan harga gula Internasional ....................................................... Grafik 2.17. Perkembangan harga beras Internasional ...................................................... Grafik 2.18. Perkembangan harga emas Internasional ...................................................... Grafik 3.1. LDR DIY ......................................................................................................... Grafik 3.2. LDR DIY & Nasional ........................................................................................ Grafik 3.3. Kredit Baru Bank Umum ................................................................................. Grafik 3.4. Undisbursed Loan Bank Umum DIY ................................................................ Grafik 3.5. DPK Perbankan .............................................................................................. Grafik 3.6. BI Rate, Inflasi & DPK Perbankan .................................................................... Grafik 3.7. Pertumbuhan Komponen DPK Perbankan ....................................................... Grafik 3.8. Komposisi DPK Perbankan .............................................................................. Grafik 3.9. Komposisi Deposito Bank Umum .................................................................... Grafik 3.10. Kredit Perbankan .......................................................................................... Grafik 3.11. Kredit Modal Kerja ....................................................................................... Grafik 3.12. Kredit Investasi ............................................................................................. Grafik 3.13. Kredit Konsumsi ........................................................................................... Grafik 3.14. Kredit Sektor Tradable .................................................................................. Grafik 3.15. Kredit Sektor Non Tradable ........................................................................... Grafik 3.16. Kredit Properti Kepada Pengembang ............................................................ Grafik 3.17. Kredit Properti Kepada Konsumen ................................................................ Grafik 3.18. Non Performing Loans DIY ............................................................................ Grafik 3.19. NPL Bank Umum per Jenis Penggunaan ........................................................ Grafik 3.20. NPL Bank Umum - Sektor Ekonomi Utama ................................................... Grafik 3.21. NPL Bank Umum - Sektor Ekonomi Lainnya .................................................. Grafik 3.22. Ekses Likuiditas ............................................................................................ Grafik 4.1. Aliran Kas dan PTTB ....................................................................................... Grafik 4.2. Transaksi Kliring ............................................................................................. Grafik 4.3. Transaksi BI-RTGS ........................................................................................... Grafik 6.1. Perbandingan Tikat pengangguran Terbuka Nasional dan DIY .........................
37 37 37 42 42 42 42 42 42 48 48 49 49 50 50 50 50 51 51 52 52 52 53 53 54 54 55 55 55 55 56 62 65 67 75
Grafik 6.2. Upah Minimum Provinsi DIY ........................................................................... 77
Daftar Grafik
xv
Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta
Daftar Grafik Grafik 6.3. Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin di DIY ............................................. Grafik 6.4. Indeks Kesengsaraan ...................................................................................... Grafik 7.1. Perkembangan Boom Bust Pertumbuhan PDRB Riil Provinsi DIY ....................... Grafik 7.2. Proyeksi Kredit Bank Umum 2011 ................................................................... Grafik 7.3. Proyeksi Aset Bank Umum 2011 ..................................................................... Grafik 7.4. Proyeksi DPK Bank Umum 2011 ..................................................................... Grafik 7.5. Proyeksi LDR Bank Umum 2011 ......................................................................
xvi
Daftar Grafik
78 78 82 85 85 85 85
RINGKASAN EKSEKUTIF Kinerja perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) pada tahun 2010 menunjukkan perkembangan yang menggembirakan khususnya pada triwulan I – III 2010, namun agak terganggu memasuki triwulan IV karena erupsi Merapi. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) 2010 tumbuh 4,87% yoy, lebih tinggi dibandingkan laju pertumbuhan ekonomi tahun 2009 sebesar 4,39% yoy. Di sisi permintaan, peningkatan pertumbuhan ekonomi didorong oleh konsumsi rumah tangga dan investasi. Peningkatan konsumsi rumah tangga didukung oleh daya beli yang masih terjaga dan dukungan pembiayaan yang meningkat. Sedangkan peningkatan investasi didukung oleh tingginya
kepercayaan
pengusaha
terhadap
prospek
ekonomi
dan
sudah
dimulai
pembangunan beberapa proyek besar. Di sisi sektoral, percepatan pertumbuhan didukung oleh sektor Perdagangan Hotel & Restoran dan sektor Jasa-jasa. Tingginya kegiatan Meeting, Incentive, Conference dan Exhibition (MICE) yang diselenggarakan di DIY mendorong kinerja sektor PHR dan juga sektor Pengangkutan & Komunikasi tumbuh lebih tinggi. Pertumbuhan di sektor ini juga berpengaruh pada pertumbuhan di sektor Jasa dan sektor Pengangkutan dan Komunikasi. Sementara itu, membaiknya permintaan eksternal dan domestik mendorong perkembangan di sektor Industri Pengolahan. Inflasi tahunan Kota Yogyakarta pada tahun 2010 mencapai 7,38% yoy, meningkat dibandingkan tahun sebelumnya 2,93%, dan lebih tinggi dibanding inflasi Nasional sebesar 6,33% yoy. Tingginya laju inflasi tersebut terutama disebabkan oleh beberapa faktor, seperti: meningkatnya tekanan dari sisi penawaran terutama untuk komoditas volatile, kenaikan beberapa administered price (TDL dan biaya perpanjangan STNK), kenaikan upah buruh bangunan bukan mandor, dan juga imported inflation sejalan dengan kenaikan harga pada beberapa komoditas di pasar internasional. Produksi untuk komoditas volatile yang secara nasional terganggu menyebabkan pasokan barang, terutama pada kelompok bahan makanan agak tertekan. Khusus di kota Yogyakarta, kondisi diperparah oleh erupsi Merapi pada triwulan IV-2010 yang mengakibatkan terganggunya produksi komoditas holtikultura di sekitar wilayah Gunung Merapi. Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi pada tahun 2010 dibanding tahun 2009 berdampak positif pada meningkatnya kinerja sektor perbankan. Percepatan pertumbuhan ekonomi DIY memberikan dampak pada peningkatan kegiatan perbankan di DIY yang juga tumbuh lebih tinggi dibandingkan tahun 2009. Secara tahunan, aset dan dana
1
Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2010
pihak ketiga (DPK) perbankan di DIY tumbuh masing-masing 18,89% dan 16,59%. Penyaluran kredit perbankan DIY tumbuh 20,19%(yoy) sehingga Loan to Deposit Ratio (LDR) perbankan DIY menjadi 57,45%(yoy). Sementara itu, kegiatan perbankan syariah tumbuh lebih pesat, aset tumbuh 37,48% (yoy), penghimpunan dana tumbuh 49,34%(yoy) dan pembiayaan tumbuh 38,26%. Secara keseluruhan kinerja perbankan di DIY masih cukup baik, tercermin pada NPLs yang sebesar 3,19%. Sejalan dengan perkembangan perekonomian di DIY, transaksi pembayaran tunai dan non tunai meningkat. Di tahun 2010, aktivitas aliran uang Kantor Bank Indonesia (KBI) Yogyakarta mengalami peningkatan seiring kondisi perekonomian yang mulai pulih sehingga perputaran uang meningkat. Di sisi pembayaran nontunai, secara umum aktivitas transaksi tahun 2010 mengalami peningkatan baik pada transaksi kliring maupun RTGS. Faktor utama yang mendorong peningkatan aktivitas transaksi tersebut adalah mulai meningkatnya perdagangan sejalan dengan perekonomian yang membaik Kinerja gabungan keuangan pemerintah Provinsi, Kota dan Kabupaten se-DIY tahun 2010, mengalami peningkatan baik di sisi penerimaan maupun sisi pengeluaran. Ketergantungan pemerintah di DIY terhadap pemerintah pusat masih dominan, tercermin dari kontribusi Dana Perimbangan di sisi penerimaan mencapai Rp3.661 miliar (68,21%), sedangkan Pendapatan Asli Daerah sebesar Rp1.285 miliar (23,05%). Sementara, alokasi belanja daerah masih terkonsentrasi kepada belanja pegawai dan belanja barang dan jasa. Sejalan dengan perekembangan perekonomian DIY, beberapa indikator kesejahteraan di Daerah Istimewa Yogyakarta pada tahun 2010 mengalami perbaikan. Indikator kesejahteraan tersebut antara lain adalah pendapatan per kapita, ketenagakerjaan, angka kemiskinan, indeks kesengsaraan (misery index) dan kualitas hidup sebagaimana tercermin pada indeks pembangunan manusia (IPM). Pendapatan per kapita masyarakat di Daerah Istimewa Yogyakarta atas dasar harga berlaku tahun 2010 tercatat Rp13,18 juta, naik dari tahun 2009 Rp12,10 juta. Persentase tingkat kemiskinan sedikit mengalami perbaikan, yaitu turun dari 17,23% menjadi 16,83%; tingkat pengangguran terbuka di daerah Istimewa Yogyakarta yang meningkat dari 6,00% di tahun 2008 menjadi 5,69% pada tahun 2010; nilai IPM tahun 2009 tercatat sebesar 75,23 meningkat dibandingkan indeks pada tahun sebelumnya sebesar 74,88. Sedangkan, satu-satunya indikator yang menurun adalah Indeks kesengsaraan yang meningkat dari 8,93% menjadi 13,07%.
2
Ringkasan Eksekutif
Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2010
Perekonomian DIY pada tahun 2011 diperkirakan akan tumbuh positif dan lebih tinggi dibanding tahun 2010. Pertumbuhan ekonomi dunia pada tahun 2011 yang walaupun lambat dan pertumbuhan nasional yang cukup tinggi diperkirakan memberikan dampak pada pertumbuhan ekonomi DIY. Permintaan internasional dan konsumsi domestik yang membaik tidak saja mempengaruhi kinerja sektoral, namun juga perbaikan di sisi permintaan. Tanda-tanda membaiknya perekonomian dunia sudah mulai dirasakan oleh eksportir di DIY yang sejak awal tahun sudah mulai kedatangan order dari Amerika dan Eropa yang merupakan tujuan utama ekspor DIY. Hal ini mengindikasikan mulai menggeliatnya konsumsi swasta di Negara-negara maju baik di zona Euro maupun Amerika Serikat walaupu pada triwulan II agak melambat. Bencana tsunami yang melanda Jepang diperkirakan tidak akan berpengaruh besar terhadap permintaan ekspor DIY dikarenakan Jepang hanya menyerap sekitar
5% ekspor DIY. Selain
itu, perekonomian di DIY lebih didorong oleh
permintaan domestik. Dari sisi permintaan, konsumsi rumah tangga diperkirakan masih akan menjadi mesin penggerak utama ekonomi DIY yang pada gilirannya akan mendorong investasi. Sebagai gambaran, dalam struktur PDRB DIY, konsumsi rumah tangga pada tahun 2010 memiliki pangsa sebesar 44,5% sementara konsumsi pemerintah hanya sebesar 20,9%. Pada tahun 2011, pangsa konsumsi rumah tangga dalam PDRB DIY diperkirakan mencapai 47,5%.
Ringkasan Eksekutif
3
Halaman ini sengaja dikosongkan
4
Bab 1 Perkembangan Makroekonomi Kinerja perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) pada tahun 2010 menunjukkan perkembangan yang menggembirakan khususnya pada triwulan I – III 2010, namun agak terganggu memasuki triwulan IV karena erupsi Merapi. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) 2010 tumbuh 4,87% yoy, lebih tinggi dibandingkan laju pertumbuhan ekonomi tahun 2009 sebesar 4,39% yoy. Di sisi permintaan, peningkatan pertumbuhan ekonomi didorong oleh konsumsi rumah tangga dan investasi. Peningkatan konsumsi rumah tangga didukung oleh daya beli yang masih terjaga dan dukungan pembiayaan yang meningkat. Sedangkan peningkatan investasi didukung oleh tingginya kepercayaan pengusaha terhadap prospek ekonomi dan sudah dimulai pembangunan beberapa proyek besar. Di sisi sektoral, percepatan pertumbuhan didukung oleh sektor Perdagangan Hotel & Restoran dan sektor Jasa-jasa. Tingginya kegiatan Meeting, Incentive, Conference dan Exhibition (MICE) yang diselenggarakan di DIY mendorong kinerja sektor PHR dan juga sektor Pengangkutan & Komunikasi tumbuh lebih tinggi. Pertumbuhan di sektor ini juga berpengaruh pada pertumbuhan di sektor Jasa dan sektor Pengangkutan dan Komunikasi. Sementara itu, membaiknya permintaan eksternal dan domestik mendorong perkembangan di sektor Industri Pengolahan.
% (yoy)
Miliar Rp
24.000
6,5
20.000
6,0 5,5
16.000
5,0 12.000 4,5 8.000
4,0
4.000
3,5
0
3,0 2006
Sumber: BPS DIY
2007 PDRB Harga Konstan Pertumbuhan PDRB DIY
2008
2009
2010
Pertumbuhan PDB Nasional
Grafik 1.1 Pertumbuhan Ekonomi
5
Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2010
PDRB Sisi Permintaan Dari sisi permintaan, peningkatan pertumbuhan ekonomi terutama didorong oleh konsumsi rumah tangga dan investasi. Hal ini tercermin dari andil konsumsi rumah tangga dan investasi terhadap pertumbuhan ekonomi yaitu masing-masing sebesar 3,34% yoy dan 0,91% yoy. Pertumbuhan Investasi mengalami peningkatan sejalan dengan dimulainya pembangunan proyek investasi baik oleh swasta maupun pemerintah di DIY, antara lain dimulainya pembangunan flyover, underpass, waterbom, Industrial Estate di Piyungan dan Sentolo, Inland Port, pembangunan 5 hotel berbintang, dan lain-lain. Permintaan ekspor juga mulai membaik walaupun belum sepenuhnya pulih dan ikut memicu tambahnya investasi. Sedangkan, perdagangan antar daerah DIY diperkirakan masih akan mengalami defisit, mengingat DIY bukan merupakan daerah industri sehingga banyak mendatangkan barang manufaktur dari luar daerah. Tabel 1.1 Pertumbuhan PDRB Sisi Permintaan1)
No
Jenis Penggunaan
2007 2008 (miliar Rp) (miliar Rp)
2009* Nilai
Pangsa2
(miliar Rp)
(%)
2010** Ptumb2 Andil2 (%,yoy)
(%)
Nilai (miliar Rp)
(%)
(%,yoy)
(%)
1
Konsumsi Rumah Tangga
8,132
8,629
9,211
45.91
6.75
3.03
9,882
46.96
7.28
2
Konsumsi Pemerintah
3,538
3,812
4,100
20.43
7.55
1.50
4,215
20.03
2.82
0.58
3
Investasi
4,997
5,211
5,378
26.80
3.21
0.87
5,561
26.43
3.41
0.91
4
Lainnya
2
Total
3.34
1,624
1,561
1,375
6.85
-11.91
-0.97
1,384
6.58
0.63
0.04
18,292
19,212
20,064
100.00
4.43
4.43
21,042
100.00
4.87
4.87
Keterangan: 1) PDRB Harga Konstan Tahun Dasar 2000 (miliar Rp). 2) Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) Sumber: BPS Provinsi DIY
Lainnya 6,58% PMTB (Investasi) 26,43%
Konsumsi Rumah Tangga 46,96% Konsumsi Pemerintah 20,03%
Grafik 1.2 Komposisi PDRB Sisi Permintaan Tahun 2010
6
Pangsa2 Ptumb2 Andil2
Bab 1 - Perkembangan Makro Ekonomi
Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2010
Konsumsi Rumah Tangga Pada tahun 2010 nilai riil Konsumsi Rumah Tangga tercatat sebesar Rp9.882 miliar, atau tumbuh 7,28% yoy, lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan tahun 2009 sebesar 6,75% yoy. Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan konsumsi adalah pendapatan masyarakat yang membaik dan disisi lain dukungan pembiayaan meningkat. Beberapa survei mendukung adanya peningkatan konsumsi pada tahun 2010. Hasil Survei Konsumen yang menunjukkan 1
bahwa nilai Indeks Keyakinan Konsumen selama tahun 2010 berada dalam zona optimis walaupun pada akhir tahun menurun akibat erupsi Merapi. Survei penjualan eceran juga menunjukkan masih terdapatnya kecenderungan masyarakat umum untuk menaikkan konsumsi terhadap hampir semua kelompok komoditi.
140,00
180
120,00
160
Chart Title
8 7
140
100,00
6
120
5
80,00 100
4
60,00
80
40,00
60
20,00
40
3 2 1
20
I
II
III
IV
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
0
0 I
2009
II
III
IV
I
II
III
IV
2010 2009
Indeks Keyakinan Konsumen
Indeks Konsumsi Saat Ini
2010
Indeks Penjualan Eceran
Indeks Ekspektasi Konsumsi
Grafik 1.3 Survei Konsumen
gPDRB Konsumsi (%, yoy/rhs)
Grafik 1.4 Survei Penjualan Eceran
Chart Title
Chart Title
% (yoy)
% (yoy)
%
8,00
25,00
40,00 35,00
7,00 20,00
6,00 5,00
15,00
30,00 25,00 20,00
4,00 10,00
3,00
15,00 10,00
2,00
5,00 5,00
1,00 ‐
0,00 2006
2007
2008
2009
2010
‐ 2007
2008 PPh
gPDRB Konsumsi
gMobil (rhs)
PPN
2009 PBB
2010 BPHTB
gSepeda Motor (rhs)
Grafik 1.5 Pertumbuhan Jumlah Kendaraan Bermotor
Grafik 1.6 Pertumbuhan Perolehan Pajak
1
Indeks Keyakinan Konsumen adalah tingkat optimisme konsumen terhadap kondisi perekonomian.
Bab 1 - Perkembangan Makro Ekonomi
7
Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2010
2
Indeks Penjualan Eceran selama tahun laporan meningkat, yaitu dari 151,26 pada tahun 2009 menjadi 160,98 pada tahun 2010. Selain itu, dari sisi prompt indicator, beberapa indikator konsumsi menunjukkan peningkatan jumlah kendaraan bermotor baik mobil maupun sepeda motor meningkat, penerimaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN), dan Pajak Penghasilan (PPh) juga meningkat. Selain itu penjualan semen juga menunjukkan peningkatan. Konsumsi Pemerintah Disisi Konsumsi Pemerintah, nilai riil konsumsi pemerintah hanya tumbuh 2,82%, lebih rendah dibandingkan pertumbuhan tahun 2009 sebesar 7,55%. Perlambatan peningkatan nilai riil konsumsi dipengaruhi oleh inflasi di tahun 2010 yang meningkat cukup tinggi. Investasi (PMTDB) Nilai investasi yang ditanamkan di DIY pada tahun 2010 tercatat sebesar Rp5.561 miliar atau tumbuh sebesar 3,41% yoy, lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya (3,21%). Faktor yang mempengaruhi peningkatan investasi adalah membaiknya kepercayaan pengusaha terhadap prospek ekonomi DIY. Beberapa proyek juga direalisasikan pada tahun 2010 antara lain pembangunan beberapa hotel baru sehingga jumlah kamar mengalami peningkatan, dan juga proyek-proyek property residensial maupun komersial. Selain itu, beberapa proyek infrastruktur juga sedang dikerjakan seperti pembangunan Pelabuhan Tanjung Adikarta di Kecamatan Temon sudah mencapai 85% dan beberapa infrastruktur yang mendukung pelabuhan tersebut antara lain tempat pelelangan ikan (TPI), shelter nelayan, pabrik es, docking atau tempat perbaikan kapal dan pemecah ombak.
2
Indeks Penjualan Eceran merupakan salah satu indikator yang digunakan untuk mengetahui sumber tekanan inflasi dari sisi permintaan dan memperoleh gambaran mengenai kecenderungan perkembangan penjualan eceran dan konsumsi masyarakat umumnya.
8
Bab 1 - Perkembangan Makro Ekonomi
Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2010
Chart Title
%, SBT
Chart Title
250
9
40
8 200
30
7 6
150
20
5 4
10
100
3 2
0 I
II
III
IV
I
II
III
IV
I
II
III
50
IV
1 0
-10
2008
2009
2010
0
-1 I
-20
II
III
IV
I
II
III
2009
IV
2010
-30 Perkiraan
Realisasi
Indeks Bahan Konstruksi SPE
Grafik 1.7 Ekspektasi Kegiatan Usaha
Grafik 1.8 SPE Komoditi Bahan Konstruksi
6
20
15
5
Chart Title 1.800.000
40
1.600.000
35
1.400.000
10 4
30
1.200.000
25
1.000.000
5
20 3
0
800.000 15
600.000 1
-5
gPDRB Investasi (%, yoy/rhs)
2
3
4
5
6
7
8
9
10 11 12 1
2
3
4
5
2008
6
7
8
9
10 11 12
2
2009
5
200.000 1
-10
10
400.000
0
0 1
-15
0 gPDRB Investasi
gMP (rhs)
3
5
7
9
11
1
3
2008
7
9
11
1
3
5
2009 Kredit Investasi
Grafik 1.9 Perkembangan Jumlah Mobil Barang di DIY
5
7
9
11
2010
growth (yoy,rhs)
Grafik 1.10 Pertumbuhan Kredit Investasi
Peningkatan investasi pada tahun laporan dikonfirmasi hasil survei SKDU dan SPE. 3
Indeks Saldo Bersih Tertimbang ekspektasi dunia usaha terhadap kegiatan usaha maupun situasi bisnis (SKDU) dan indeks penjualan bahan konstruksi menunjukkan pertumbuhan yang membaik grafik (1.7 – 1.9). Dari sisi pembiayaan, dukungan pembiayaan yang berasal dari kredit perbankan mengalami peningkatan. Pada triwulan laporan, kredit investasi yang berlokasi di DIY naik 19,53% yoy, lebih cepat dibandingkan dengan peningkatan kredit pada periode yang sama tahun sebelumnya 17,01% yoy. Peningkatan kredit investasi sifatnya melengkapi karena investasi pemerintah relatif tumbuh tidak terlalu tinggi karena belanja investasi oleh swasta sebagian besar dibiayai dari dana sendiri. Sementara itu, investasi pemrintah tumbuh tidak terlalu tinggi. 3
Indeks Saldo Bersih Terimbang adalah hasil perkalian saldo bersih sektor/subsektor yang bersangkutan (selisih antara persentase jumlah responden yang memberikan jawaban “meningkat” dengan persentase jumlah responden yang memberikan jawaban “menurun” dan mengabaikan jawaban “sama”) dengan bobot sektor/subsektor yang bersangkutan sebagai penimbangnya.
Bab 1 - Perkembangan Makro Ekonomi
9
Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2010
Lainnya Pertumbuhan komponen Lainnya, termasuk di dalamnya ekspor-impor, perdagangan antar wilayah dan perubahan stok, mengalami pertumbuhan 0,63% yoy, lebih baik dibandingkan tahun sebelumnya yang tumbuh -11,91%. Nilai riil komponen ini meningkat dari Rp1.375 miliar menjadi Rp1.384 miliar pada tahun laporan. Sementara itu, andil Komponen Lainnya meningkat dibandingkan dengan periode sebelumnya, yaitu dari -0,97% pada tahun 2009 menjadi 0,04% pada tahun laporan. Kinerja ekspor DIY meningkat dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Ekspor DIY tahun 2010 sebesar US$267 juta ribu, meningkat 34,42% dari periode yang sama tahun sebelumnya (US$199 juta). Adapun faktor yang mempengaruhi peningkatan ekspor adalah membaiknya permintaan dari negara-negara tujuan ekspor utama sejalan dengan membaiknya perekonomian global, khususnya ekspor terbesar hasil industri berupa kerajinan, meubel dan produk berbahan baku kulit. Sejalan dengan peningkatan ekspor, impor DIY dalam rangka perdagangan luar negeri juga mengalami peningkatan baik secara nilai maupun volume. Nilai impor DIY tahun 2010 US$26 juta, meningkat 27,73% dibandingkan periode yang sama tahun 2009 (US$21 juta). Faktor utama yang mempengaruhi peningkatan impor antara lain peningkatan kegiatan produksi, khususnya industri tekstil yang bahan bakunya masih banyak yang diimpor. PDRB Sisi Penawaran Peningkatan pertumbuhan di sisi permintaan juga tercermin pada peningkatan pertumbuhan di sektor ekonomi utama, seperti sektor perdagangan, hotel, dan restoran dan sektor jasa-jasa. Seperti yang terjadi pada tahun-tahun sebelumnya kontribusi sektor Tersier
(sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran, sektor Pengangkutan dan Komunikasi, sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan dan sektor Jasa-jasa) masih tetap mendominasi PDRB DIY tahun 2010, sebesar 58,26%. Selanjutnya diikuti kelompok sektor Sekunder (sektor Industri Pengolahan, sektor Listrik, Gas dan Air Bersih dan sektor Bangunan) sebesar 23,89% dan kelompok sektor Primer (sektor Pertanian dan sektor Pertambangan dan Penggalian) sebesar 17,85%.
10
Bab 1 - Perkembangan Makro Ekonomi
Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2010
Tabel 1.2 Pertumbuhan PDRB Sisi Penawaran1)
No
Jenis Penggunaan
1
Pertanian
2
Penggalian
3
Industri Pengolahan
2009* 2010** 2008 (miliar Nilai Pangsa2 Ptumb2 Andil2 Nilai Pangsa2 Ptumb2 Andil2 Rp) (miliar Rp) (%) (%,yoy) (%) (miliar Rp) (%) (%,yoy) (%)
2007 (miliar Rp) 3,333
3,524
3,643
18.16
3.37
0.62
3,617
17.19
-0.70
138
138
139
0.69
0.30
0.00
140
0.67
0.88
-0.13 0.01
2,528
2,563
2,611
13.01
1.88
0.25
2,794
13.28
7.00
0.91
4
Listrik, Gas dan Air Bersih
166
175
186
0.93
6.10
0.06
193
0.92
4.00
0.04
5
Bangunan
1,733
1,838
1,924
9.59
4.64
0.44
2,040
9.70
6.06
0.58
6
Perdagangan, Hotel dan Restoran
3,750
3,948
4,162
20.74
5.43
1.12
4,374
20.79
5.09
1.06
7
Pengangkutan dan Komunikasi
1,875
2,009
2,129
10.61
5.96
0.62
2,246
10.67
5.50
0.58
8
Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan
1,695
1,794
1,903
9.49
6.11
0.57
2,053
9.76
7.87
0.75
9
Jasa-jasa
3,072
3,224
3,369
16.79
4.49
0.75
3,586
17.04
6.44
1.08
18,292
19,212
20,064
100.00
4.43
4.43
21,042
100.00
4.87
4.87
Total Keterangan: 1) PDRB Harga Konstan Tahun Dasar 2000 (miliar Rp). Sumber: BPS Propinsi DIY
% 1,20
Jasa‐jasa 17%
Pertanian 17%
0,91 0,75
0,80 0,58
0,60
Penggalian 0% Industri Pengolahan 13%
Keuangan, Persewa an & Jasa Perusahaan 10%
0,20 0,01
Bangunan 10% Perdagangan,Hotel & Restoran 21%
Grafik 1.11 Komposisi PDRB Sisi Penawaran Tahun 2010
0,58
0,40
Listrik, Gas & Air Bersih 1%
Pengangkutan & Komunikasi 11%
1,08
1,06
1,00
0,04
‐ (0,20)
(0,13) Pertanian
Penggalian
Industri Pengolahan
Listrik, Gas & Air Bersih
Bangunan
Perdagangan,Hotel & Restoran
Pengangkutan & Komunikasi
Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan
Jasa‐jasa
Grafik 1.12 Kontribusi Sektoral PDRB Sisi Penawaran Tahun 2010
Sektor Jasa-jasa Pertumbuhan sektor Jasa-jasa pada tahun 2010 meningkat dari 4,49% pada tahun 2009 menjadi 6,44% pada tahun 2010. Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan di sektor ini antara lain adalah banyaknya liburan panjang dan juga event-event sepanjang tahun 2010, termasuk Muktamar 100 tahun Muhammadiyah. Pertumbuhan disektor ini didukung oleh pembiayaan bank yang hingga Desember 2010 mencapai Rp1.279 miliar, tumbuh 20,67% yoy.
Bab 1 - Perkembangan Makro Ekonomi
11
Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2010
% (yoy)
miliar Rp.
1.400
5
1.200 4 1.000 3
800 600
2
400 1 200 0
1
3
5
7
9
11
1
3
5
2008
7
9
11
1
3
5
2009 Kredit Jasa
7
9
11
2010 NPL Jasa (rhs)
Grafik 1.13 Oustanding & NPL Kredit Sektor Jasa
Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran Sektor Perdagangan Hotel dan Restoran (PHR) pada tahun 2010 mengalami pertumbuhan 5,09% yoy, sedikit lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya (5,43%). Pertumbuhan di sektor PHR didorong oleh pendapatan masyarakat yang membaik dan banyaknya kegiatan di DIY sepanjang tahun 2010, termasuk kegiatan MICE. Pertumbuhan di sektor ini terpantau dari beberapa prompt indikator dan hasil survei. Jumlah kunjungan wisatawan, khususnya wisman dan hasil survei penjualan eceran menunjukkan pertumbuhan dan angka indeks yang meningkat, walaupun pada triwulan IV mengalami koreksi karena adanya erupsi Merapi.
Chart Title
orang
% (yoy)
Chart Title
orang
% (yoy)
100
25000 350.000
60 80
50
300.000
40
20000
60
30
250.000
20 200.000
15000
40
10000
0
10
20
-
150.000
(10) 100.000
(20) (30)
50.000
-20
5000
(40)
-40
(50)
-
2009 Wisnu
-60
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1
2
3
2010
5
6
7
8
9 10 11 12 1
2
3
4
2009
Growth (yoy,rhs)
Sumber : BPS Provinsi DIY
Sumber : BPS Provinsi DIY
4
Grafik 1.14 Perkembangan Wisnu
5
6
7
8
9 10 11 12
2010 Wisman
Growth (yoy,rhs)
Grafik 1.15 Perkembangan Wisman
Sub sektor Hotel dan Restoran tumbuh masih cukup baik, antara lain tercermin pada jumlah kunjungan wisatawan dan tingkat hunian hotel. Jumlah wisatawan yang datang ke Yogyakarta sampai dengan triwulan III masih cukup tinggi, demikian pula tingkat hunian hotel di wilayah DIY. Namun demikian, memasuki triwulan IV pertumbuhan di subsektor ini
12
Bab 1 - Perkembangan Makro Ekonomi
Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2010
terganggu oleh erupsi Merapi. Letusan Merapi telah menyebabkan bandara ditutup dalam jangka waktu yang cukup lama sehingga kegiatan MICE maupun kunjungan wisatawan banyak yang dibatalkan atau ditunda.
%
Chart Title
Malam 2,5
70
60
2 50
1,5
40
30
1
20
0,5 10
0
0 1
2
3
4
5
6
7
8
9 10 11 12 1
2
3
4
5
2009 Sumber : BPS Provinsi DIY
6
7
8
1
9 10 11 12
2
3
Bintang
4
5
6
7
8
9 10 11 12 1
2
3
4
2009
2010 Non Bintang
6
7
8
9 10 11 12
2010 Bintang
Sumber : BPS Provinsi DIY
Grafik 1.16 Tingkat Hunian Hotel
5
Non Bintang
Grafik 1.17 Lama Tinggal Wisatawan
Sementara itu, dukungan pembiayaan perbankan ke sektor ini masih tinggi. Outstanding kredit yang disalurkan di sektor ini pada posisi akhir tahun 2010 mencapai Rp2.927 miliar. Sementara itu, risiko kredit mengalami kenaikan yang ditandai dengan naiknya NPL dari 3,21% pada tahun 2009 menjadi 3,90% pada tahun 2010. miliar Rp.
% (yoy)
3.500
70
3.000
60 50
2.500
40 2.000 30 1.500 20 1.000
10
500
0
-
-10 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 2008
2009 Kredit Perdagangan
2010 NPL Perdagangan (rhs)
Grafik 1.18 Oustanding & NPLs Kredit Sektor Perdagangan
Sektor Industri Pengolahan Tahun 2010 menjadi tahun kebangkitan bagi sektor industri pengolahan. Setelah sempat tertekan oleh krisis finansial global yang terjadi pada tahun 2009, permintaan ekspor meningkat seiring dengan pemulihan ekonomi dunia. Kinerja sektor Industri Pengolahan
Bab 1 - Perkembangan Makro Ekonomi
13
Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2010
tumbuh 7,005 yoy, meningkat dibandingkan tahun 2009 yang hanya tumbuh 1,88%. Andil sektor ini terhadap pertumbuhan ekonomi meningkat dari 0,25% menjadi 0,91%. Peningkatan kinerja di sektor industri juga diindikasikan oleh peningkatan pembiayaan dari perbankan. Outstanding kredit sektor Industri Pengolahan pada posisi akhir bulan Desember berjumlah Rp770,66 miliar atau meningkat 11,42%yoy.
Chart Title
miliar Rp.
% (yoy)
900
16
800
14
700
12
600
10
500 8 400 6
300
4
200
2
100 -
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 2008
2009 Kredit Industri
2010 NPL Industri (rhs)
Grafik 1.19 Oustanding & NPL Kredit Industri
Sektor Keuangan Persewaan dan Jasa Perusahaan Pada tahun 2010, sektor keuangan, persewaan dan jasa tumbuh 7,87% yoy, meningkat dibandingkan tahun sebelumnya (6,11 %). Di subsektor keuangan, pertumbuhan penyaluran kredit yang tinggi dan disisi lain kinerja yang terjaga menjadi salah satu penyebab nilai tambah di subsektor keuangan meningkat.
Chart Title
miliar Rp.
% (yoy)
14.000
6
% (yoy)
miliar Rp.
30.000 12.000
5
10.000
25
25.000
4
20.000
3
15.000
20 15
8.000 6.000
10 2
4.000
10.000 5
5.000 1
2.000
0 -
0
0 1
3
5
7
9
11
1
3
5
7
9
11
1
3
5
7
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112
2008 2008
2009 Kredit
NPL
Grafik 1.20 Perkembangan Kredit Bank Umum
14
2009
2010
2010
Bab 1 - Perkembangan Makro Ekonomi
Aset
DPK
gAset
gDPK
Grafik 1.21 Perkembangan Aset dan DPK Bank Umum
9
11
Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2010
Peningkatan diperkirakan juga terjadi pada subsektor Persewaan dan Jasa sejalan dengan aktifitas ekonomi yang masih tumbuh di DIY, khususnya di sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran. Sektor Bangunan Sektor Bangunan pada tahun tumbuh 6,06%yoy, tumbuh lebih cepat dibandingkan tahun sebelumnya (4,64%). Faktor yang mempengaruhi percepatan pertumbuhan di sektor bangunan adalah permintaan properti baik komersial maupun residensial masih tinggi, didukung oleh pembiayaan bank yang masih menarik. Indikator yang mendukung antara lain adalah peningkatan penjualan semen dan penyaluran kredit di sektor Bangunan. Berlanjutnya
pembangunan
proyek
pemerintah
dan
swasta
di
DIY
memberikan kontribusi positif kinerja sektor Bangunan pada tahun 2010. Beberapa proyek yang sedang dilaksanakan antara lain pembangunan beberapa hotel, properti residensial maupun komersial, pembangunan flyover Jombor, penyelesaian Pelabuhan Tanjung Adikarto, dan beberapa proyek lainnya. Dari sisi pembiayaan, dukungan pembiayaan perbankan ke sektor Bangunan di DIY relatif meningkat. Outstanding kredit untuk membiayai sektor bangunan di DIY pada posisi Desember 2010 sebesar Rp204,23 miliar, atau naik 35,84% yoy.
%
ton 90
30
80
20
70
10
60
0
50
-10
40
-20
30
-30
20
-40
10
-50
-
-60 1
3
5
7
9
11
1
3
2008
5
7
9
11
1
3
2009 Konsumsi Semen
5
7
9
11
2010 gKonsumsi Semen (rhs)
Grafik 1.22 Konsumsi Semen
miliar Rp.
% (yoy)
300
70
250
60 50
200
40 150 30 100
20
50
10
-
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 2008
2009 Kredit Bangunan
2010 NPL Bangunan (rhs)
Grafik 1.23 Oustanding & NPLs Kredit Sektor Bangunan
Sektor Pengangkutan dan Komunikasi Pada tahun 2010, sektor Pengangkutan dan Komunikasi tumbuh 5,50%yoy, sedikit lebih lambat dibandingkan dengan tahun 2009 (5,96%). Di subsektor
Bab 1 - Perkembangan Makro Ekonomi
15
Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2010
komunikasi, peningkatan dipengaruhi oleh tingginya penggunaan telepon seluler. Subsektor komunikasi, khususnya seluler bagi sebagian masyarakat sudah menjadi kebutuhan pokok sehingga penggunaannya dari waktu ke waktu masih terus meningkat. Persaingan yang ketat dari operator juga berkontribusi pada peningkatan konsumsi disubsektor ini mengingat tarif semakin murah. Sub sektor pengangkutan pada triwulan laporan tumbuh positif yang tercermin pada perkembangan beberapa prompt indikator, namun melambat dibandingkan tahun sebelumnya karena pada triwulan IV 2010 terganggu oleh letusan Merapi. Perkembangan indicator yang mendukung perkembangan di subsektor ini antara lain tercermin pada jumlah penumpang pesawat yang sampai dengan triwulan III 2010 tumbuh tinggi, namun terkoreksi pada bulan November karena untuk beberapa waktu bandara ditutup operasionalnya dengan alasan keamanan perkembangan.
orang
%, yoy
80
250.000
60 200.000
Chart Title
miliar Rp.
% (yoy)
250
7 6
200
40 20
150.000
5 150
4
0 100.000
-20
3
100
2
-40
50.000
50
-60 -80
0 1
2
3
4
5
6
7
8
9 10 11 12 1
2
3
4
2009 Datang
Berangkat
5
6
7
8
9 10 11 12
2010 gDatang (yoy,rhs)
1 0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 2008
gBerangkat (yoy,rhs)
Grafik 1.24 Arus Penumpang Adisutjipto
2009 Kredit Transportasi
2010 NPL Transportasi (rhs)
Grafik 1.25 Oustanding & NPLs Kredit Sektor Transportasi
Dukungan pembiayaan perbankan terhadap sektor ini sedikit menurun. Outstanding kredit yang disalurkan perbankan pada posisi akhir bulan Desember 2010 tercatat sebesar Rp100,76 miliar, tumbuh -0,36% yoy. Penurunan kredit ini diikuti dengan peningkatan risiko kredit yang ditunjukkan dengan NPL sebesar 1,58% dibandingkan periode sebelumnya (1,02%). Sektor Listrik, Gas dan Air Bersih Pada tahun laporan, nilai tambah sektor Listrik, Gas dan Air Bersih tercatat sebesar Rp193 miliar, atau naik sebesar 4,00% dibanding tahun 2009. Pertumbuhan ini lebih rendah dibanding tahun sebelumnya sebesar 6,10%, sedangkan andilnya juga turun dari 0,06% menjadi 0,04%. Peningkatan ini relatif wajar, sejalan dengan penambahan kapasitas ekonomi
16
Bab 1 - Perkembangan Makro Ekonomi
Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2010
di DIY yang tumbuh pada kisaran yang sama. Pertumbuhan yang cukup signifikan terutama terjadi pada komponen gas. Sektor Penggalian Sektor penggalian hanya meningkat 0,88% menjadi Rp140 miliar. Peningkatan yang relative rendah disebabkan tersebut disebabkan kapasitas di sektor ini potensinya belum diolah secara optimal, seperti penambangan pasir besi di pantai selatan. Sektor Penggalian di DIY lebih banyak didukung oleh bahan galian golongan C, terutama pasir bahan bangunan, batu, dan tanah liat. Di sisi pembiayaan, searah dengan pangsa sektor ini dalam pertumbuhan PDRB juga relatif rendah. Pembiayaan Bank Umum ke sektor ini hanya memiliki outstanding menjadi Rp8,07 miliar, turun 9,78% dari tahun sebelumnya. miliar Rp.
% (yoy)
35
12
30
10
25 8
20
6
15 10
4
5 2
0
-
-5 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 2008
2009 Kredit Penggalian
2010 NPL Penggalian (rhs)
Grafik 1.26 Oustanding & NPLs Kredit Sektor Penggalian
Sektor Pertanian Pada tahun laporan, kinerja sektor Pertanian tumbuh negatif 0,70% yoy, lebih rendah dibandingkan dengan tahun sebelumnya (3,379). Perlambatan pertumbuhan ini disebabkan oleh penurunan produktivitas dan memasuki triwulan IV sektor ini terganggu oleh kerusakan lahan sebagai akibat erupsi Merapi. Nilai riil PDRB sektor Pertanian pada tahun laporan sebesar Rp3.617 miliar dengan pangsa terhadap total PDRB DIY sebesar 17,10%, turun dari tahun sebelumnya Rp3.643 miliar. Namun demikian, tingkat kesejahteraan petani relatif meningkat, tercermin dari Indeks Nilai Tukar Petani (NTP) yang meningkat dari 108,87 pada tahun 2009 menjadi 113,70 pada tahun 2010, atau tumbuh sebesar 4,44%.
Bab 1 - Perkembangan Makro Ekonomi
17
Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2010
Terganggunya produktivitas mempengaruhi pasokan yang mendorong harga di tingkat petani naik. Tabel 1.3 Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Padi dan Palawija Produktivitas (ku/ha)
Luas Panen (ha)
Uraian Padi Sawah Padi Ladang PADI Jagung Kedelai Kacang Tanah Kacang Hijau Ubi Kayu Ubi Jalar
20091 105.613 39.811 145.424 74.563 31.666 62.539 745 63.275 574
20102 106.097 40.151 146.248 86.387 33.572 58.780 1.024 62.563 599
20091 62,72 44,10 57,62 42,24 12,72 10,54 6,35 165,58 116,50
20102 60,50 44,10 56,02 39,80 11,39 10,02 5,96 178,17 108,25
Produksi (ton) 20091 662.368 175.562 837.930 314.937 40.278 65.893 473 1.047.684 6.687
20102 646.816 177.071 823.887 345.576 38.244 58.918 610 1.114.665 6.484
Keterangan: 1) Angka Tetap 2) Angka Sementara Sumber : BPS Provinsi DIY
Di sisi pembiayaan, kredit yang berasal dari bank untuk sektor Pertanian relatif rendah. Pembiayaan kredit bank umum pada posisi Desember 2010 Rp274 miliar, atau hanya 2,69% dari total outstanding kredit. Relatif rendahnya outstanding kredit di sektor pertanian ini antara lain dipengaruhi oleh skala usaha per masing-masing petani yang relatif kecil. Sementara risiko kredit pertanian relatif tinggi, walaupun dari yang sudah diberikan angka NPL hanya 2,00%.
NTP
Nilai Tukar Petani
% 20 18 16 14 12 10 8 6 4 2 0 ‐2
160 140 120 100 80 60 40 20 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112
miliar Rp.
% (yoy)
500
5
450 400
4
350 300
3
250 200
2
150 100
1
50 -
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112
2008
2009 NTP
2010
gNTP(yoy,rhs)
Grafik 1.27 Perkembangan Nilai Tukar Petani
18
Bab 1 - Perkembangan Makro Ekonomi
2008
2009 Kredit Pertanian
2010 NPL Pertanian (rhs)
Grafik 1.28 Oustanding & NPLs Kredit Sektor Pertanian
Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2010
BOKS PENELITIAN JOGJAKARTA INCORPORATED Perkembangan kegiatan ekonomi Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) selama lima tahun terakhir ini menunjukkan peningkatan yang cukup baik tetapi masih dibawah pertumbuhan ekonomi nasional. Struktur ekonomi yang lebih didominasi oleh sektor PHR dan jasa-jasa memberikan ruang untuk penambahan kapasitas ekonomi agak terbatas. Infrastruktur perlu ditingkatkan, khususnya bandara yang saat ini sudah overload. Demikian juga infrastruktur menuju wisata pantai. Pengembangan industry kreatif perlu ditingkatkan, khususnya yang memberikan nilai tambah tinggi. Untuk mencapai pertumbuhan yang lebih tinggi diperlukan koordinasi antara swasta, pemerintah dan Perguruan Tinggi. Mereplikasi apa yang telah dilakukan Jepang, Singapura, India dan Malaysia, maka gagasan untuk membentuk Jogja Incorporated perlu dihidupkan lagi yang pada tahap awal dilakukan penelitian bekerjasama dengan Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada. Dari hasil penelitian, sebanyak 69,5 persen responden menganggap bahwa saat ini perekonomian Provinsi DIY secara makro berada pada kondisi yang cukup baik, namun kurang optimal. Bahkan, sebanyak 40,7 persen responden memperkirakan kondisi yang sama akan masih dialami oleh Provinsi DIY pada lima tahun mendatang. Sebagian besar responden (71 persen) menyatakan bahwa permasalahan yang menjadi kendala dalam percepatan pertumbuhan ekonomi, antara lain: buruknya fasilitas infrastruktur publik, rendahnya kualitas birokrasi, dan peraturan yang tidak jelas. Untuk mengatasi permasalahan tersebut di atas, maka responden mengajukan usulan beberapa langkah sehingga percepatan pembangunan ekonomi Provinsi DIY dapat tercapai. Langkah-Iangkah tersebut dibagi menjadi dua rencana strategi, antara lain: I.
Rencana Jangka Pendek: a. Perbaikan sistem birokrasi dan administrasi ijin usaha & investasi. b. Pengembangan infrastruktur: airport, seaport, jalan raya. c. Pemberian paket insentif: pemotongan pajak, kemudahan pemberian kredit, kemudahan dalam melakukan kegiatan ekspor. d. Pengembangan
UMKM:
modal,
pelatihan
SDM
dan
manajemen
pemasaran.
Bab 1 - Perkembangan Makro Ekonomi
19
Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2010
II.
Rencana Strategis Jangka Panjang: a. Pembentukan lembaga/forum yang memfasilitasi komunikasi stakeholders, yaitu antara pemerintah, entitas bisnis, dan kalangan akademisi. b. Pengembangan kegiatan ekonomi, yaitu: menberikan dorongan kepada para UMKM dan sektor pariwisata - Pengembangan sistem informasi terpadu. c. Pengembangan master plan perekonomian Provinsi DIY. d. Pengembangan database terkait dengan indikator-indikator makro dan mikro ekonomi agar dapat memproyeksi perkembangan ekonomi dimasa depan. Pengembangan industri berbasis potensi Sumber Daya yang ada di Provinsi DIY e. Pembangunan daerah spesial ekonomi (Special Economy Zone, SEZ). f. Pengembangan ekonomi kerakyatan . g. Pengentasan kemiskinan. Berdasarkan observasi hasil FGD, maka dapat disimpulkan solusi terkait permasalahan-
permasalahan tersebut di atas adalah implementasi konsep Jogjakarta Incorporated dengan membentuk sebuah lembaga resmi. Hal ini didasarkan adanya semangat untuk mensinergikan dan mengintegrasikan koordinasi seluruh pihak terkait dalam satu "komando". Kelembagaan Jogjakarta Incorporated dapat diawali dengan membentuk sebuah forum yang terdiri dari representasi seluruh stakeholders (birokrat, pelaku usaha, akademisi). Forum tersebut ditujukan sebagai starting point untuk mensinergikan langkah dan menyatukan pandangan, sehingga dapat menumbuhkan "rasa saling memiliki" antar dinas satu daerah dan dinas antar daerah. Selain itu, ekspektasi adanya manfaat-manfaat yang diharapkan dapat dicapai melalui pembentukan kelembagaan Jogjakarta Incorporated antara lain: a.
Terjadinya sinergi kebijakan dan koordinasi, sehingga fokus kegiatan untuk mempercepat pembangunan ekonomi dapat segera terwujud. Sebagai contoh: mendorong terjadinya pembangunan sektor UMKM melalui perencanaan kluster industri berdasarkan product based.
b.
Sebagai wadah/fasilitas dalam merencanakan pembentukan beberapa event besar yang memiliki potensi untuk dijadikan sebagai benchmark Provinsi DIY. Terkait permasalahan yang tidak dapat diselesaikan ditingkat kabupaten dan kota,
diharapkan melalui forum ini pemerintah Provinsi DIY dapat mengambil alih permasalahan tersebut menjadi kewenangan pemerintah Provinsi. Sebagai contoh: permasalahan pemasaran
20
Bab 1 - Perkembangan Makro Ekonomi
Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2010
pariwisata di kabupaten Gunung Kidul yang terkendala masalah koordinasi dan dana yang terbatas, maka rnelalui komunikasi yang terjadi dalam forum ini pemerintah Provinsi dapat mengambil alih permasalahan tersebut. Secara konseptual, Jogjakarta Incorporated dibangun sebagai jaringan kerja atau satu entitas bisnis yang bersifat maya dan berskala besar, di mana aparat birokrasi, akademisi, pelaku usaha dan masyarakat secara keseluruhan bergabung den bekerjasama dengan semangat Yogyakarta dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat. Dalam konteks tersebut, konsep Jogjakarta Incorporated dianggap sebagai software yang menjadi bagian dari proses produksi sebuah barang atau jasa dalam masyarakat. Berdasarkan observasi yang dilakukan, hasil kesimpulan pada 2 kegiatan observasi (kuisioner dan FGD) memiliki kesamaan temuan yaitu perlu dibangun kelembagaan Jogjakarta Incorporated. Berikut merupakan beberapa pokok penjelasan terkait kesimpulan hasil observasi. a.
Kondisi perekonomian Provinsi DIY dapat dikatakan cenderung stabil, memiliki pertumbuhan ekonomi yang lamban. Hal ini disebabkan karena fasilitas publik dan peraturan yang ada memang kurang mendukung percepatan pembangunan ekonomi DIY.
b.
Konsep Jogjakarta Incorporated yang diharapkan oleh responden dan stakeholders secara keseluruhan adalah lembaga formal pemerintah yang dipimpin oleh unsur pemerintah dari struktur jabatan yang tertinggi. Dalam hal ini yang dimaksud adalah Gubernur Provinsi DIY (Sultan HB X). Diharapkan akan terbentuk sinergi dari unsur pemerintah, akademisi dan entitas bisnis.
c.
Membangun Konsep rancang bangun Jogjakarta Incorporated sesuai dengan kebutuhan stakeholders dan kondisi perekonomian Provinsi DIY. Studi ini menawarkan konsep yang diadopsi dari gabungan model strategi Incorporated dari Cina, Singapura dan Malaysia, namun dengan melakukan penyesuaian terhadap beberapa kebijakan.
d.
Tiga aspek yang perlu mendapat perhatian khusus dalam rangka membangun kelembagaan Jogjakarta Incorporated adalah sektor pendidikan, ekonomi dan sistem administrasi dan pelayanan publik. Tiga aspek tersebut merupakan sektor yang paling fundamental menentukan keberhasilan pembangunan dan percepatan perekonomian suatu kawasan, sehingga diperlukan reformasi di tiga sektor tersebut.
Bab 1 - Perkembangan Makro Ekonomi
21
Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2010
BOKS DAMPAK ASEAN CHINA FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN DIY Pada tahun 2002, para kepala pemerintahan negara-negara ASEAN dan China menandatangani kesepakatan kerjasama perdagangan antara ASEAN dan China dalam bentuk Framework Agreement on Comprehensive Economic Cooperation between the ASEAN and People’s Republic of China. Kesepakatan tersebut menandai dimulainya kerjasama FTA antara ASEAN dan China yaitu ASEAN-China Free Trade Area (ACFTA). Implementasi perjanjian tersebut adalah diberlakukannya tarif perdagangan hingga 0 persen untuk produk dengan muatan ASEAN-China sebesar 40 persen pada tahun 2010. Pemberlakuan ACFTA juga akan berdampak pada perekonomian regional. Bagi Daerah Istimewa Yogyakarta pemberlakuan ACFTA dikhawatirkan akan semakin memperbesar defisit perdagangan dengan China apabila produk yang dihasilkan tidak mampu bersaing. Melihat kondisi perdagangan ekspor impor selama lima tahun terakhir, kekhawatiran tersebut pantas (layak) dikemukakan. Impor DIY dari China selama lima tahun meningkat cukup pesat dari US$ 983ribu pada tahun 2005 menjadi US$ 10.008ribu pada tahun 2009 (naik sebesar 918%). Di sisi lain, ekspor DIY ke China mengalami penurunan dari US$ 7.788ribu pada tahun 2005 menjadi US$ 4.987ribu (turun sebesar 36%). Selama dua tahun terakhir terjadi defisit perdagangan DIY-China yang semakin meningkat. Pada tahun 2008 terjadi defisit perdagangan sebesar US$ -751ribu, pada tahun 2009 defisit perdagangan meningkat menjadi US$ -5.021ribu.
Dampak ACFTA terhadap Perekonomian di DIY Menurut persepsi responden, tiga sektor yang terkena dampak paling besar dengan adanya ACFTA adalah sektor industri pengolahan; sektor perdagangan, hotel dan restoran; dan sektor pertanian. Mulai dari hasil industri pengolahan seperti barang elektronik, makanan olahan, mainan, peralatan rumah tangga, dan lain-lain. Buah-buahan impor turut mengancam produksi pertanian lokal. Harga buah impor lebih murah dibandingkan dengan buah lokal. Beberapa kelompok barang lainnya masih menunjukkan pertumbuhan ekspor yang positif. Namun demikian, beberapa kelompok barang tersebut pertumbuhan nilai impornya
22
Bab 1 - Perkembangan Makro Ekonomi
Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2010
lebih besar daripada pertumbuhan ekspor. Pertumbuhan impor kelompok barang tekstil dan barang dari tekstil cukup fantastis, yaitu sebesar 427 persen. Kelompok barang produk nabati pertumbuhan impornya sebesar 298 persen, jauh lebih tinggi dari pada pertumbuhan ekspor sebesar 18 persen. Pertumbuhan impor kelompok barang produk industri kimia dan industri sejenis sebesar 298 persen, sementara itu ekspornya justru turun 1 persen. Pertumbuhan impor kelompok barang kulit dan barang dari kulit juga lebih besar dari pertumbuhan ekspor. Dampak dari ACFTA dapat terlihat dari peningkatan impor yang cukup fantastif pada beberapa kelompok barang di DIY. Peningkatan impor yang cukup fantastis tersebut sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya terjadi pada kelompok barang: 1) tekstil dan barang dari tekstil, 2) produk nabati, 3) produk industri kimia dan industri sejenis, 4) kulit dan barang dari kulit, dan 5) berbagai barang hasil pabrik. Adanya ACFTA juga berdampak pada kesempatan kerja. Hasil survei menunjukkan bahwa sebagian besar responden (85 persen) meskipun mengalami penurunan kinerja usaha, tidak melakukan pengurangan jumlah tenaga kerja. Berdasarkan hasil survei, ACFTA ternyata berdampak negatif terhadap kinerja UMKM dan perekonomian di DIY. Namun demikian, masih ada peluang bagi pelaku UMKM untuk memanfaatkan ACFTA dengan meningkatkan ekspor pada beberapa kelompok barang yang memiliki keunggulan komparatif dengan China. Berdasarkan hasil perhitungan menggunakan RCA (Revealed Competitive Advantage), ada beberapa kelompok barang DIY yang memiliki keunggulan komparatif atau daya saing relatif untuk ekspor. Kelompok barang tersebut adalah: 1) kulit dan barang dari kulit, 2) berbagai barang hasil pabrik, 3) kayu, barang dari kayu dan barang anyaman, dan 3) tekstil dan barang dari tekstil. Kesimpulan dan Saran Meskipun pilihan barang lebih banyak dan harga juga lebih murah, tidak semua konsumen beralih membeli produk China. Alasan utamanya adalah masalah kualitas yang tidak sebaik produk buatan Jepang dan Eropa. Rumah tangga yang beralih preferensinya ke produk buatan China memiliki alasan tersendiri, yaitu karena harga produk China lebih murah. Barang-barang produk China yang paling banyak diminati adalah barang elektronik. ASEAN China Free Trade Area berdampak besar pada tiga sektor perekonomian di DIY, yaitu sektor industri pengolahan, sektor perdagangan, hotel dan restoran, dan sektor pertanian. Beberapa pelaku UMKM di sektor-sektor tersebut mengalami penurunan omset dan
Bab 1 - Perkembangan Makro Ekonomi
23
Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2010
laba. Akibatnya beberapa pelaku UMKM telah mengurangi jumlah tenaga kerja mereka untuk melakukan efisiensi produksi. Impor komoditas beberapa kelompok barang selama enam bulan terakhir juga cukup tinggi. Pertumbuhan impor lebih besar daripada pertumbuhan ekspor. Pemerintah diharapkan dapat memberikan bantuan guna meningkatkan daya saing pelaku UMKM di DIY. Peningkatan daya saing dapat dilakukan dengan cara meningkatkan produktivitas usaha melalui pelatihan-pelatihan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan peningkatan teknologi industri. Tanpa adanya dukungan yang kuat dari pemerintah, maka pelaku UMKM di DIY bisa kalah bersaing dengan pelaku usaha dari luar negeri. Banjir impor barang murah dari negara-negara lain akan semakin banyak. Sosialisasi terus menerus dari pemerintah dan bantuan fasilitasi peningkatan daya saing bagi UMKM sangat dibutuhkan untuk memperkuat daya saing dan daya tahan pelaku UMKM di DIY. Terkait dengan masih kurangnya peran pemerintah dalam membantu UMKM, ada beberapa harapan yang dikemukakan untuk membantu mereka. Harapan terhadap pemerintah pusat adalah: 1)
mengeluarkan regulasi kebijakan perdagangan luar negeri yang berpihak pada UMKM di Indonesia,
2)
memperluas kesempatan kerja,
3)
meningkatkan akses permodalan pada UMKM,
4)
meningkatkan daya saing produk lokal.
Harapan responden UMKM terhadap pemerintah daerah: 1)
fasilitasi peningkatan ekspor, melalui: pelatihan, promosi dan pameran,
2)
membatasi impor,
3)
meningkatkan akses permodalan,
4)
mempermudah perijinan usaha,
5)
memberikan motivasi usaha dan menyediakan fasilitas pendukung,
6)
menjadi jembatan antara kepentingan UMKM dengan pemerintah pusat.
Harapan terhadap Bank Indonesia: 1)
mendorong terwujudnya pinjaman murah: bunga rendah, tanpa agunan, jangka waktu lama,
2)
menjaga stabilitas nilai tukar rupiah,
3)
menjaga stabilitas harga,
4)
berperan aktif dalam membantu UMKM.
24
Bab 1 - Perkembangan Makro Ekonomi
Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2010
BOKS : PERDAGANGAN INTERNASIONAL Pemulihan perekonomian dunia menyebabkan kinerja perdagangan internasional Provinsi DIY tahun 2010 meningkat. Nilai Ekspor DIY mengalami pertumbuhan 29,01%, sementara nilai impor turun 1,56%. Komoditas ekspor utama DIY masih didominasi oleh Pakaian Jadi Tekstil dan Mebel Kayu. Sedangkan komoditas Sarung Tangan Kulit mencatat pertumbuhan yang cukup tinggi sebesar 416,70%. Amerika Serikat, Jerman dan Korea Selatan menjadi negara tujuan ekspor utama produk asal DIY, tetapi
untuk pasar India
mengalami peningkatan nilai ekspor yang cukup tinggi, yaitu 87,80%. Ekspor Nilai ekspor DIY pada tahun 2010 mencapai US$140,23 juta, naik 29,01%. Adapun faktor yang mempengaruhi peningkatan ekspor adalah membaiknya permintaan dari negaranegara tujuan ekspor utama sejalan dengan membaiknya perekonomian global. Nilai ekspor DIY cenderung meningkat sepanjang tahun 2007-2010, hanya sedikit terganggu pada tahun 2009 sebagai akibat krisis finansial global.
Nilai Ekspor Menurut Komoditas No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Komoditas Pakaian jadi tekstil Mebel kayu Sarung tangan kulit (STK) Kulit disamak Kerajinan kayu Sarung tangan kulit sintesis Kerajinan kertas Kerajinan batu Minyak atsiri daun cengkeh STK kombinasi poliurethan Teh hijau/hitam Komoditas Lainnya Total
2006 Nilai 44.232.793,26 32.305.402,96 13.408.719,08 4.880.096,20 5.611.902,27 1.923.466,10 3.604.404,13 2.604.484,95 2.037.273,50 318.335,25 476.374,10 27.069.290,08 138.472.541,88
2007 Nilai 34.406.155,71 26.104.335,55 10.559.755,51 7.116.242,02 4.847.772,26 6.686.524,09 4.553.663,52 3.136.738,74 3.580.520,36 628.502,56 1.046.757,80 22.894.522,30 125.561.490,42
2008 Pangsa1 Ptumbh1 Nilai 33.897.190,31 26,02 -1,5 24.279.099,04 18,64 -7,0 16.931.101,56 13,00 60,3 6.685.294,17 5,13 -6,1 5.142.996,57 3,95 6,1 6.944.388,25 5,33 3,9 4.204.055,62 3,23 -7,7 3.473.871,16 2,67 10,7 2.641.254,72 2,03 -26,2 2.704.822,41 2,08 330,4 1.749.745,75 1,34 67,2 21.598.612,98 16,58 -5,7 130.252.432,54 100,00 3,7
Nilai : US$ 2009 Pangsa1 Ptumbh1 Nilai 27.701.953,52 25,49 -18,3 18.674.156,87 17,18 -23,1 3.336.904,60 3,07 -80,3 11.352.703,17 10,44 69,8 4.963.776,56 4,57 -3,5 9.181.744,87 8,45 32,2 3.468.502,70 3,19 -17,5 3.741.900,01 3,44 7,7 2.895.908,22 2,66 9,6 2.854.128,42 2,63 5,5 2.630.349,00 2,42 50,3 17.826.436,93 16,40 -17,5 108.695.754,99 100,00 -16,5
Keterangan 1) % Sumber: Disperindagkop Prop. DIY-Sie Fasilitasi Ekspor&Impor, tahun 2009, data diolah
Komoditas dengan nilai ekspor tertinggi adalah Pakaian jadi tekstil sebesar US$42,16 juta dengan pangsa 30,07% dari total ekspor DIY. Disusul Mebel Kayu sebesar nilai US$18,19 juta dengan pangsa 12,97% dan Sarung Tangan Kulit sebesar US$17,24 juta dengan pangsa 12,30%. Pemulihan ekonomi dinegara-negara maju menjadi faktor utama peningkatan ekspor karena peningkatan permintaan.
Bab 1 - Perkembangan Makro Ekonomi
25
Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2010
Nilai Ekspor Menurut Negara Tujuan No Negara Tujuan 1 Amerika Serikat 2 Perancis 3 Jepang 4 Spanyol 5 Italia 6 Inggris 7 Belanda 8 Australia 9 Jerman 10 Korea Selatan 11 Belgia 12 India 13 Negara Lainnya Total
2006 Nilai 69.474.082,72 8.014.165,04 6.238.748,49 6.102.252,43 5.173.880,22 4.528.785,30 4.455.955,54 3.216.156,22 4.301.255,69 762.940,68 2.002.199,32 496.068,13 23.706.052,10 138.472.541,88
2007 Nilai 55.289.770,20 7.435.180,88 6.068.109,83 5.223.496,91 5.205.484,78 3.817.376,80 3.540.362,43 4.600.620,30 2.837.671,17 2.414.118,80 2.469.783,77 460.286,21 26.199.228,34 125.561.490,42
2008 Pangsa1 Ptumbh1 Nilai 54.711.551,41 42,00 -1,05 7.957.058,78 6,11 7,02 7.098.657,28 5,45 16,98 3.575.751,80 2,75 -31,54 3.255.825,16 2,50 -37,45 5.207.363,77 4,00 36,41 3.108.870,68 2,39 -12,19 4.326.274,76 3,32 -5,96 4.439.544,57 3,41 56,45 8.202.504,43 6,30 239,77 4.087.583,33 3,14 65,50 1.073.730,08 0,82 133,27 23.207.716,49 17,82 -11,42 130.252.432,54 100,00 3,74
Nilai : US$ 2009 Pangsa1 Ptumbh1 Nilai 38.075.905,35 35,03 -30,41 5.910.539,77 5,44 -25,72 7.036.849,89 6,47 -0,87 3.461.445,59 3,18 -3,20 2.486.300,32 2,29 -23,64 3.572.057,19 3,29 -31,40 3.312.880,93 3,05 6,56 3.069.995,11 2,82 -29,04 8.629.330,64 7,94 94,37 7.337.402,62 6,75 -10,55 3.282.185,90 3,02 -19,70 2.233.784,95 2,06 108,04 20.287.076,73 18,66 -12,58 108.695.754,99 100,00 -16,55
Keterangan 1) % Sumber: Disperindagkop Prop. DIY-Sie Fasilitasi Ekspor&Impor, tahun 2009, data diolah
Berdasarkan Negara Tujuan, Amerika masih menempati peringkat tertinggi dengan pangsa 33,68% dari dari total ekspor atau senilai US$47,23 juta. Disusul Jerman dan Korea Selatan masing-masing senilai US$15,86 juta dan US$10,67 juta. Peningkatan ekspor terbesar pada India yang mengalami kenaikan 87,80%. Hal ini menunjukkan bahwa langkah para eksportir DIY untuk mengembangkan pasar ekspor ke beberapa negara tujuan lain selain Amerika Serikat sudah mulai menampakkan hasil. Walaupun secara umum terjadi peningkatan nilai ekspor, tetapi terdapat beberapa negara tujuan ekspor dari DIY yang mengalami penurunan, diantaranya adalah Australia, Perancis, dan Belgia.
Nilai Ekspor Menurut Pelabuhan Muat No
Pelabuhan Muat
1 Sukarno Hatta 2 Adisutjipto 3 Tanjung Emas 4 Tanjung Priok 5 Tanjung Perak 6 Ngurah Rai 7 Juanda 8 Adisumarmo 9 Tanjung Pinang 10 Halim Perdanksma 11 Kantor Pos Yk. 12 Benoa 13 A. Yani Jumlah
Nilai : US$ 2008 2009 2006 2007 1 1 1 1 Nilai Nilai Nilai Pangsa Ptumbh Nilai Pangsa Ptumbh 14.805.975,61 12.134.338,84 15.297.664,90 11,74 26,07 14.688.518,87 13,51 -3,98 3.024.372,37 3.208.810,37 3.581.887,40 2,75 11,63 2.977.260,76 2,74 -16,88 93.625.023,44 80.854.921,83 69.534.106,24 53,38 -14,00 60.848.748,53 55,98 -12,49 21.530.928,41 23.500.080,88 31.655.144,55 24,30 34,70 22.132.751,82 20,36 -30,08 3.128.032,74 3.796.466,36 7.731.070,04 5,94 103,64 5.368.467,70 4,94 -30,56 55.011,35 154.168,89 48.161,36 0,04 -68,76 2.455,71 0,00 -94,90 2.176.807,19 1.833.683,83 2.188.072,15 1,68 19,33 2.175.360,07 2,00 -0,58 50.526,20 6.249,16 0,00 0,00 -100,00 4.813,00 0,00 N/A 0,00 0,00 3.996,00 0,00 N/A 0,00 0,00 -100,00 15.404,30 5.959,49 186.943,48 0,14 3.036,90 481.835,31 0,44 157,74 48.897,17 14.074,33 25.386,42 0,02 80,37 11.394,32 0,01 -55,12 11.563,10 52.736,44 0,00 0,00 -100,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 4.148,90 0,00 N/A 138.472.541,88 125.561.490,42 130.252.432,54 100,00 3,74 108.695.754,99 100,00 -16,55
Keterangan 1) % Sumber: Disperindagkop Prop. DIY-Sie Fasilitasi Ekspor&Impor, tahun 2008, data diolah
Pada tahun Laporan nilai Ekspor pengiriman ekspor terbesar dari Provinsi DIY dilakukan melalui pelabuhan Tanjung Emas Semarang dengan nilai sebesar US$78,30 juta atau 55,84%
26
Bab 1 - Perkembangan Makro Ekonomi
Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2010
dari seluruh total ekspor DIY. Alternatif pengiriman ekspor DIY juga dilakukan melalui Pelabuhan Tanjung Priok dan Bandara Soekarno Hatta dengan pangsa masing-masing sebesar 17,38% dan 16,78%. Impor Perkembangan impor DIY pada tahun laporan mengalami penurunan 1,56%, atau mencapai US$25,95 juta. Faktor yang mempengaruhi antara lain adalah masih tersedianya stok bahan baku. Berdasarkan jenis barang yang diimpor, baik di sisi nilai maupun volumenya masih didominasi oleh impor bahan baku. Komoditas dengan impor terbesar baik dari sisi nilai maupun volume adalah Tekstil, dengan pangsa 61,68% dan tumbuh 29,73%. Hal ini disebabkan karena produk yang berbahan baku komoditas tersebut sebagian besar merupakan order dari luar negeri yang pembelinya pada umumnya memiliki kekuatan untuk menentukan bahan bakunya. Sementara itu, dua komoditas impor utama DIY yaitu bahan baku susu dan mesin pertanian masing-masing mengalami penurunan sebesar 79,54% dan 74,56%.
Nilai Impor Menurut Komoditas No 1 2 3 4 5 6 7
Komoditas Bahan Baku Susu Mesin Tekstil Kapas Kulit Disamak Label Komoditas Lainnya Total
2006 Nilai 38.953.112,01 6.928.263,65 7.310.754,75 3.857.427,06 6.392,05 2.473.492,15 59.529.441,67
2007 Nilai 3.654.721,50 23.508.217,82 4.575.210,67 3.726.979,53 1.470.147,19 239.380,37 5.448.571,67 42.623.228,75
Nilai 10.020.457,42 15.773.053,55 9.703.474,02 3.086.611,08 2.125.299,01 11.671,30 9.988.006,20 50.708.572,58
2008 1 Pangsa 19,76 31,11 19,14 6,09 4,19 0,02 19,70 100,00
1
Ptumbh 174,18 -32,90 112,09 -17,18 44,56 -95,12 83,31 18,97
Nilai 5.849.490,49 1.854.013,60 12.336.305,19 1.491.146,87 2.385.010,35 1.073.396,64 1.369.189,30 26.358.552,44
Nilai : US$ 2009 1 1 Pangsa Ptumbh 22,19 -41,62 7,03 -88,25 46,80 27,13 5,66 -51,69 9,05 12,22 4,07 9.096,89 5,19 -86,29 100,00 -48,02
Keterangan 1) %
Sumber: Disperindagkop Prop. DIY-Sie Fasilitasi Ekspor&Impor, tahun 2009, data diolah
Berdasarkan negara asal, pangsa terbesar impor DIY pada periode laporan berasal dari RRC dengan pangsa 28,10%. Diikuti impor dari Korea Selatan 22,44% dan Taiwan 13,57%.
Nilai Impor Menurut Negara Asal No 1 2 3 4 5 6
Negara Asal RRC New Zealand Korea Selatan Taiwan Hongkong Negara Lainnya Total
2006 Nilai 8.579.437,63 17.724.970,95 3.290.487,46 2.449.872,82 1.128.669,13 7.631.032,73 58.529.441,67
2007 Nilai 25.779.380,47 3.598.253,50 3.889.384,08 2.458.802,69 907.549,38 5.989.858,63 42.623.228,75
2008 1 1 Nilai Pangsa Ptumbh 6.535.669,51 12,89 -74,65 9.353.404,48 18,45 159,94 4.178.562,61 8,24 7,44 1.207.633,31 2,38 -50,89 1.530.023,57 3,02 68,59 27.903.279,10 55,03 365,84 50.708.572,58 100,00 18,97
Nilai : US$ 2009 1 1 Nilai Pangsa Ptumbh 6.540.650,81 24,81 0,08 5.765.490,48 21,87 -38,36 5.789.215,34 21,96 38,55 1.779.519,36 6,75 47,36 2.099.065,17 7,96 37,19 4.384.611,28 16,63 -84,29 26.358.552,44 100,00 -48,02
Keterangan 1) % Sumber: Disperindagkop Prop. DIY-Sie Fasilitasi Ekspor&Impor, tahun 2009, data diolah
Bab 1 - Perkembangan Makro Ekonomi
27
Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2010
BOKS : Perkembangan Investasi di DIY Iklim investasi sepanjang tahun 2010 menunjukkan tingkat pertumbuhan yang relatif stabil dari tahun sebelumnya. Kegiatan penanaman modal masih terpusat di wilayah Kota Yogyakarta dan Kabupaten Sleman. Namun, saat ini perencanaan peluang investasi mulai dikembangkan ke daerah Kulonprogo dan Gunungkidul meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat. Penanaman Modal Dalam Negeri Persentase Realisasi Penanaman Modal Dalam Negeri di tahun 2010 mengalami peningkatan 0,66%, yaitu dari Rp1.872 miliar di tahun 2009 menjadi Rp1.885 miliar. Sementara itu, pada periode waktu yang sama rencana PMDN yang disetujui pemerintah naik 2,80% menjadi 2.599 miliar. Peningkatan dalam rencana dan realisasi PMDN di tahun 2010 menandakan kondisi perekonomian DIY masih prospektif dan peluang investasi masih terbuka. Sektor industri masih menjadi sektor yang paling diminati oleh investor untuk menanamkan modal dengan pangsa 47,13%. Industri yang paling diminati adalah industri tekstil. Peringkat berikutnya adalah sektor perhotelan sebesar 34,15%, dan sektor jasa lainnya sebesar 15,37% Rencana dan Realisasi Penanaman Modal Dalam Negeri secara Kumulatif Menurut Sektor Ekonomi Juta Rp No 1
2 3
4 5 6 7 8
Sektor Pertanian, Kehutanan dan Perikanan a. Pertanian b. Kehutanan c. Perikanan Pertambangan Industri a. Makanan b. Tekstil c. Kayu d. Kertas e. Kimia dan Farmasi f. Mineral bukan logam g. Logam dasar h. Barang barang logam i. Lain-lain Konstruksi Perhotelan Pengangkutan Perumahan dan Perkantoran Jasa lainnya Total
2007 Rencana
2008 Realisasi
Rencana
2009 Realisasi
57.224 0 1.500 750
26.423 0 400 750
57.224 0 1.500 750
26.423
114.900 341.661 0 218 32.042 0 2.832 17.828 357.768 13.000 609.256 42.529 0 867.100 2.458.608
72.747 630.931 0 444 232 0 1.548 14.279 111.502 0 643.773 34.630 0 263.876 1.801.535
114.900 341.661 0 218 32.042 0 2.832 17.828 416.414 13.000 609.256 42.529 0 868.300 2.518.454
Rencana
2010 Realisasi
Rencana
Realisasi
400 750
57.224 0 1.500 750
26.423 0 400 750
57.224 0 1.500 750
26.423 0 400 750
72.747 630.931 0 444 232 0 1.548 14.279 114.765 0 643.773 36.260 0 263.876 1.806.428
114.900 341.661 0 218 32.042 0 2.832 17.828 416.414 13.000 609.256 42.529 0 877.788 2.527.941
72.747 630.931 0 444 232 0 1.548 14.279 171.365 0 643.773 36.260 0 273.364 1.872.516
114.900 341.661 0 218 32.042 0 2.832 17.828 476.914 13.000 609.256 42.529 0 888.178 2.598.831
72.747 642.641 0 444 232 0 1.548 14.279 156.430 0 643.773 35.530 0 289.730 1.884.927
Keterangan: 1. Perhitungan investasi dimulai tahun 1967/1968
Tidak jauh berbeda dari tahun sebelumnya, pusat persebaran wilayah PMDN tahun 2010 terdapat di Kota Yogyakarta dan Kabupaten Sleman sebagai pusat persebaran PMDN.
28
Bab 1 - Perkembangan Makro Ekonomi
Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2010
Rencana PMDN yang disetujui terbesar dimiliki oleh Kota Yogyakarta sebesar Rp1.181 miliar, diikuti dengan Kabupaten Sleman dengan rencana investasi yang disetujui sebesar Rp922 miliar. Sementara itu, realisasi PMDN terbesar pada tahun 2010 terdapat di Kabupaten Sleman sebesar Rp962 miliar dan diikuti Kota Yogyakarta dengan realisasi sebesar 756 miliar. Rencana dan Realisasi Penanaman Modal Dalam Negeri Secara Kumulatif Menurut Kabupaten/Kota No 1 2 3 4 5
2007 Rencana Realisasi 112.751 86.952 921.809 921.971 58.379 19.586 255.112 28.559 1.110.556 744.466 2.458.607 1.801.534
Kabupaten/Kota Bantul Sleman Gunung kidul Kulonprogo Yogyakarta Total
2008 Rencana Realisasi 112.751 86.952 921.809 926.863 58.379 19.586 255.112 28.559 1.170.402 744.466 2.518.453 1.806.426
2009 Rencana Realisasi 112.751 86.952 921.809 936.155 67.867 29.074 255.112 28.559 1.170.402 744.466 2.527.941 1.825.206
Juta Rp 2010 Rencana Realisasi 173.251 96.952 921.809 962.340 67.867 35.440 255.112 34.018 1.180.791 756.176 2.598.830 1.884.926
Keterangan : 1 US$ = Rp.9.000,Perhitungan investasi dimulai tahun 1967/1968
Penanaman Modal Asing Realisasi PMA tahun 2009 meningkat sebesar 8,49%, yaitu dari Rp2.485 miliar di tahun 2009 menjadi Rp2.696 miliar. Namun, rencana investasi PMA yang disetujui oleh pemerintah mengalami tumbuh negatif 1,3% menjadi Rp3.787 miliar. Rencana dan Realisasi Penanaman Modal Asing Secara Kumulatif yang Disetujui Pemerintah Menurut Sektor Ekonomi di DIY Juta Rp No 1
2 3
4 5 6 7 8
Sektor Pertanian, Kehutanan dan Perikanan a. Pertanian b. Kehutanan c. Perikanan Pertambangan Industri a. Makanan b. Tekstil c. Kayu d. Kertas e. Kimia dan Farmasi f. Mineral bukan logam g. Logam dasar h. Barang barang logam i. Lain-lain Konstruksi Perhotelan Pengangkutan Perumahan dan Perkantoran Jasa lainnya Total
2007 Rencana
2008 Realisasi
Rencana
2009 Realisasi
Rencana
2010 Realisasi
Rencana
Realisasi
18.900 1.800 100.898 13.050
10.805 0 16.048 0
32.142 1.800 100.898 13.050
10.805 0 16.048 0
120.171 1.800 12.869 13.050
26.178 0 675 0
106.929 1.800 12.869 13.050
35.178 0 675 0
19.146 75.278 0 0 0 0 24.571 2.070 674.663 0 702.024 5.700 0 2.052.123 3.690.223
19.146 32.734 0 0 0 0 9.715 0 281.855 0 521.370 1.792 0 1.384.701 2.278.166
19.146 104.123 0 0 11.292 0 24.571 2.070 754.988 0 699.913 5.700 0 1.969.677 3.739.370
19.146 68.059 0 0 0 0 9.715 0 287.565 0 542.638 1.404 0 1.460.082 2.415.462
19.821 104.123 0 0 11.292 0 24.571 2.070 758.588 0 726.013 7.480 0 2.035.800 3.837.648
19.146 68.059 0 0 11.292 0 9.715 0 291.696 0 601.438 1.404 0 1.455.494 2.485.097
25.896 104.123 0 0 11.292 0 24.571 2.070 775.103 0 728.713 7.480 0 1.973.439 3.787.335
19.145 111.947 0 0 23.291 0 9.715 0 311.506 0 605.424 3.187 0 1.575.978 2.696.046
Keterangan: 1 US$ = Rp. 9.000,Perhitungan investasi dimulai tahun 1967/1968
Sektor jasa lainnya menempati peringkat tertinggi dalam realisasi PMA, yaitu sebesar Rp1.576 miliar atau 58,46% dari total realisasi. Sektor perhotelan menduduki peringkat selanjutnya sebesar Rp605 miliar (22,46%), diikuti oleh sektor industri sebesar Rp476 miliar (11,55%), sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan sebesar Rp36 miliar, serta sektor pengangkutan sebesar Rp3 miliar.
Bab 1 - Perkembangan Makro Ekonomi
29
Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2010
Rencana PMA terbesar terdapat di Kota Yogyakarta sebesar Rp1.732 miliar diikuti dengan Kabupaten Sleman sebesar Rp1.687 miliar. Sedangkan realisasi PMA terbesar dilaksanakan oleh Kota Yogyakarta dengan nilai realisasi sebesar Rp1.381 miliar dan realisasi terbesar kedua dimiliki oleh Kabupaten Sleman, yaitu realisasi sebesar Rp1.093 miliar. Realisasi PMA selanjutnya dimiliki oleh Bantul sebesar Rp147 miliar, Gunungkidul sebesar Rp71 miliar, dan Kulonprogo dengan realisasi terendah sebesar Rp3 miliar. Rencana dan Realisasi Penanaman Modal Asing Secara Kumulatif yang Disetujui Pemerintah Menurut Dati II di DIY Juta Rp No 1 2 3 4 5
Kabupaten/Kota Bantul Sleman Gunung kidul Kulonprogo Yogyakarta Total
2007 Rencana 123.077 1.645.667 146.593 62.291 1.705.594 3.683.222
2008 Realisasi 77.953 825.955 57.937 1.316.322 2.278.167
Rencana 141.752 1.689.474 131.065 62.291 1.707.787 3.732.369
2010
2009 Realisasi 96.909 921.767 57.937 1.260 1.337.589 2.415.462
Rencana 143.102 1.700.224 139.577 69.291 1.785.453 3.837.647
Realisasi 98.709 980.567 59.741 2.241 1.343.839 2.485.097
Rencana 149.177 1.686.982 150.376 69.291 1.731.507 3.787.333
Realisasi 147.198 1.093.328 71.739 2.916 1.380.863 2.696.044
Keterangan : 1 US$ = Rp.9.000,Perhitungan investasi dimulai tahun 1967/1968
Potensi dan Peluang Investasi Sebagai salah satu tujuan utama wisatawan domestik maupun asing, pemerintah DIY berusaha mengembangkan sarana dan prasarana yang mendukung pariwisata. Mulai tahun 2009, perencanaan peluang investasi mulai dikembangkan ke daerah selain Kota Yogyakarta dan Kabupaten Sleman. Penyebaran perencanaan investasi di Kulonprogo dan Gunungkidul dimaksudkan untuk memeratakan distribusi pekerjaan dan pendapatan masyarakat setempat. Pembangunan objek pariwisata di Kabupaten Gunungkidul lebih memanfaatkan potensi alam berupa kawasan pesisir pantai dan hutan, sehingga peluang investasi oleh pemerintah dan swasta dapat dicapai. Kabupaten Kulonprogo diharapkan dapat dijadikan sebagai daerah yang memiliki peluang investasi para investor karena masih banyak objek yang belum dikelola dan memiliki berpotensi di beberapa sektor ekonomi. Pengembangan
infrastruktur
merupakan
kekuatan
utama
pertumbuhan
perekonomian. Usaha peningkatan dan pengembangan fasilitas-fasilitas fisik ini dilakukan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang merata di setiap wilayah di Yogyakarta. Pembangunan sarana fisik seperti Pelabuhan Tanjung Adikarto yang dilengkapi dengan tempat pelelangan ikan (TPI), shelter nelayan, pabrik es, docking dan tempat perbaikan kapal serta pemecah ombak untuk memudahkan kapal bersandar. Untuk meningkatkan pelayanan kepada wisatawan, pada tahun 2010 telah dilakukan pembangunan beberapa hotel baru sehingga jumlah kamar mengalami peningkatan yang diperkirakan mencapai 1.000-1.500 kamar. Hal ini juga didukung oleh pengembangan beberapa kawasan wisata baru. Disamping
30
Bab 1 - Perkembangan Makro Ekonomi
Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2010
itu, terdapat beberapa proyek besar yang masih akan dilaksanakan antara lain pembangkit listrik, pembangunan bandara, pelabuhan serta unsur penunjang lainnya, seperti jalur jalan lingkar selatan (JJLS), pembangunan cold storage, jaringan kereta api (KA), industri penambangan dan pengolahan pasir besi, serta Markas Komando Angkatan Laut (Markamal). Seiring rencana pembangunan prasarana fisik, ketersediaan lapangan pekerjaan akan meningkatkan taraf ekonomi masyarakat lokal. Peluang Investasi Beberapa Proyek/Komoditas Potensial Sektor Pariwisata
Telekomunikasi
Infrastruktur
Industri
Pertanian
Pertambangan Energi
Yogyakarta - Pembangunan Kawasan Malioboro - Pasar Terban - Pasar Kerajinan dan Seni (Xter Square) - Sportainment
Sleman - Taman Air - Taman Gunung Merapi - Stadion Internasional Maguwoharjo
Kabupaten/Kota Bantul - Pengembangan Pantai Samas - Depok Aerosport Base - Pengembangan Kawasan Wisata Pantai
Gunungkidul - Taman Hutan Bunder - Pengembangan Pantai Sepanjang - Hunian Turis Eksklusif
Kulonprogo - Pengembangan Area Peristirahatan - Wisata Pantai - Pengembangan Pantai Trisik - Pengembangan Pantai Glagah - Pengembangan Kawasan Wisata Clereng - Pengembangan Kawasan Wisata Waduk Sermo - Pengembangan Kawasan Wisata Puncak Suroloyo - Pengembangan Kawasan Wisata Ancol - Pengembangan Kawasan Wisata Sendangsari - Pengembangan Kawasan Wisata Gua Kiskendo
- Teknologi Informasi
- Pembangunan Kawasan Bisnis - Pengembangan Bandara Adisutjipto - Pembangunan Transportasi Massal - Jalan Tol Yogyakarta-Bawen - Urban Mass Transportation - Industri Perhiasan
- Pengembangan Pelabuhan
- Pelabuhan Perikanan Glagah - Pembangunan Terminal Tipe A - Sentolo Dry Port - Pelabuhan Tanjung Adikarto - Pembangunan Bandara Internasional
- Industri Suku Cadang dan Perakitan Sepeda Motor - Industri Pengepakan - Industri Garmen - Industri Furniture
- Kawasan Industri Piyungan - Industri Perhiasan - Industri Pengepakan - Industri Garmen - Industri Furniture - Industri Gula
- Pemrosesan Batu Andesite - Industri Marmer - Kawasan Industri Sentolo - Industri Pengolahan Obat Herbal
- Pengembangan Chrysanthemum - Penggemukan Sapi
- Pabrik Pupuk Organik
- Pertanian Bio Fuel - Pertanian Ubi Kayu - Pemuliaan dan Penggemukan Sapi - Penanaman Hijauan Makanan Ternak - Pengembangan Kawasan Minapolitan Ponjong - Pengembangan Kebun Buah Nglanggeran
- Pemuliaan Kambing Ettawa - Pemuliaan dan Penggemukan Sapi - Industri Kelapa Terintegrasi - Pengembangan Pelabuhan Perikanan - Tambak Udang/Ikan Bandeng
- Pertambangan Pasir Besi - Pembangkit Listrik
Sumber : BKPM Provinsi DIY
Sektor perdagangan merupakan sektor yang memiliki kontribusi terbesar bagi perekonomian DIY. Pengembangan sektor perdagangan yang difokuskan di wilayah Kulonprogo ini tidak lepas dari tujuan untuk mempertahankan stabilitas perdagangan pasar domestik dan meningkatkan daya beli terhadap produk lokal. Produk-produk yang memiliki prospek baik untuk dijadikan komoditi adalah produk garmen dan furnitur yang memiliki nilai seni dan kreativitas tinggi. Perencanaan peningkatan produksi garmen dan furniture diiringi oleh pendirian pusat perdagangan guna mendukung kelancaran transaksi perdagangan.
Bab 1 - Perkembangan Makro Ekonomi
31
Halaman ini sengaja dikosongkan
4
Bab 2 Perkembangan Inflasi Inflasi tahunan Kota Yogyakarta pada tahun 2010 mencapai 7,38% yoy, meningkat dibandingkan tahun sebelumnya 2,93%, dan lebih tinggi dibanding inflasi Nasional sebesar 6,33% yoy. Tingginya laju inflasi tersebut terutama disebabkan oleh beberapa faktor, seperti: meningkatnya tekanan dari sisi penawaran terutama untuk komoditas volatile, kenaikan beberapa administered price (TDL dan biaya perpanjangan STNK), kenaikan upah buruh bangunan bukan mandor, dan juga imported inflation sejalan dengan kenaikan harga pada beberapa komoditas di pasar internasional. Produksi untuk komoditas volatile yang secara nasional terganggu menyebabkan pasokan barang, terutama pada kelompok bahan makanan agak tertekan. Khusus di kota Yogyakarta, kondisi diperparah oleh erupsi Merapi pada triwulan IV-2010 yang mengakibatkan terganggunya produksi komoditas holtikultura di sekitar wilayah Gunung Merapi.
Inflasi tahunan Kota Yogyakarta pada tahun 2010 mencapai 7,38% yoy, meningkat dibandingkan tahun sebelumnya 2,93%, dan lebih tinggi dibanding inflasi Nasional sebesar 6,33% yoy. Tingginya laju inflasi tersebut terutama disebabkan oleh beberapa faktor, seperti: meningkatnya tekanan dari sisi penawaran terutama untuk komoditas volatile, kenaikan beberapa administered price (TDL dan biaya perpanjangan STNK), kenaikan upah buruh bangunan bukan mandor, dan juga imported inflation sejalan dengan kenaikan harga pada beberapa komoditas di pasar internasional. Produksi untuk komoditas volatile yang secara nasional terganggu menyebabkan pasokan barang, terutama pada kelompok bahan makanan agak tertekan. Khusus di kota Yogyakarta, kondisi diperparah oleh erupsi Merapi pada triwulan IV-2010 yang mengakibatkan terganggunya produksi komoditas holtikultura di sekitar wilayah Gunung Merapi. INFLASI TAHUNAN Dibandingkan dengan ibu kota propinsi lain di pulau Jawa, Laju inflasi tahunan Kota Yogyakarta tahun 2010 merupakan yang tertinggi. Selain Kota Yogyakarta, pada tahun 2010 di pulau Jawa terdapat 2 ibu kota provinsi yang juga mengalami lanju inflasi di atas 7% yaitu Surabaya (7,33%) dan Semarang (7,10%). Kondisi ini mirip dengan kondisi tahun 2007 dimana pada waktu itu Yogyakarta mengalami laju inflasi tahunan sebesar 7,99% yoy
33
Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2010
sementara ibu kota propinsi lain di pulau Jawa laju inflasi tahunannya kurang dari 7,00%. Perbedaanya, jika pada tahun 2007 laju inflasi terjadi hampir pada semua kelompok bareng dikarenakan tingginya permintaan barang-barang konsumsi untuk keperluan rehabilitasi pasca gempa tahun 2006, maka pada tahun 2010 laju inflasi didominasi oleh Kelompok Bahan Makanan sebagai akibat dari terganggunya produksi. Selanjutnya diikuti oleh kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar; dan kelompok makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau.
%
14 12 10 8 6 4 2 2007
2008 Jakarta
Surabaya
Semarang
2010 Serang
Bandung
Yogyakarta
Sumber: BPS DIY, diolah
Grafik 2.1 Inflasi Ibukota Provinsi di Pulau Jawa
Laju inflasi tahunan Kota Yogyakarta sebesar 7,38% terutama berasal dari Kelompok Bahan Makanan yang mengalami kenaikan harga sebesar 18,8% yoy dan memberikan andil terhadap inflasi sebesar 3,8%, sementara pada kelompok lainnya sebagian besar mengalami laju inflasi kurang dari 6,0% yoy. Penyumbang andil inflasi terbesar selanjutnya berasal dari kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar yaitu sebesar 2,13%, walaupun laju inflasi tahunannya hanya sebesar 5,5% namun nilai konsumsi (bobot) kelompok ini dalam perhitungan inflasi Kota Yogyakarta mencapai 28,0%, jauh di atas bobot kelompok bahan makanan (17,7%). Kelompok lainnya yang juga mengalami laju inflasi cukup tinggi adalah Kelompok makanan jadi, Minuman, rokok dan Tembakau yang mengalami inflasi 5,57%yoy dan memberikan andil 1,15%.
34
Bab 2 - Perkembangan Inflasi
Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2010
Tabel 2.1 Inflasi Tahunan % No
2006
Kelompok
Inflasi
2007 Andil
Inflasi
2008 Andil
Inflasi
2009 Andil
Inflasi
2010 Andil
Inflasi
Andil
1
Bahan Makanan
15,61
2,80
13,31
2,50
14,87
2,93
3,91
0,80
18,86
3,89
2
Makanan Jadi, Minuman, Rokok & Tembakau
13,84
2,75
7,33
1,50
9,40
1,91
7,50
1,50
5,47
1,15
3
Perumahan, Air, Listrik, Gas & Bahan Bakar
6,68
1,67
6,18
1,49
13,60
3,22
1,40
0,34
5,49
2,13
4
Sandang
8,04
0,42
9,33
0,48
8,36
0,44
5,81
0,30
5,41
0,29
5
Kesehatan
16,09
1,00
4,36
0,29
8,23
0,52
1,86
0,12
1,97
0,12
6
Pendidikan, Rekreasi & Olahraga
15,36
1,52
12,58
1,30
5,77
0,62
2,26
0,23
4,25
0,43
7
Transpor, Komunikasi & Jasa Keuangan
1,50
0,24
2,99
0,44
2,97
0,41
(1,23)
(0,16)
5,57
0,71
Inflasi Kota Yogyakarta
10,41
10,41
7,99
7,99
9,88
9,88
2,93
2,93
7,38
7,38
Inflasi Nasional
6,60
6,59
11,68
2,78
6,96
Sumber: BPS Propinsi DIY, diolah.
18
18
16
16
14
14
12
12
10
10
8
8
6
6
4
4
2
2
0 -2
I
II
III IV
2005
I
II
III IV
I
2006
II
III IV
I
2007 mtm (%)
II
III IV
I
2008 yoy (%)
II
III IV
2009
I
II
III IV
2010
0 I
II
III
IV
2005
I
II
III IV
2006
ytd (%)
I
II
III IV
2007
I
II
III
2008
Kota Yogyakarta (yoy)
IV
I
II
III
IV
2009
I
II
III
IV
2010
Nasional (yoy)
Sumber : BPS DIY
Sumber: BPS DIY, diolah
Grafik 2.2 Inflasi Kota Yogyakarta
Grafik 2.3 Inflasi Kota Yogyakarta & Nasional
Inflasi tahunan pada Kelompok Bahan Makanan mulai menunjukkan akselerasinya sejak bulan April 2010. Jika pada bulan Mei 2009 hingga bulan Maret 2010, laju inflasi tahunan Kelompok Bahan Makanan ini selalu kurang dari 5% yoy. Memasuki bulan April 2010, laju inflasi tahunan Kelompok Bahan Makanan naik menjadi 6,96%yoy, berlanjut pada bulan berikutnya menjadi 7,39%yoy dan memasuki bulan Juni hingga Desember 2010 laju inflasi tahunan Kelompok Bahan Makanan selalu berada di atas 10%yoy. Peningkatan tersebut terutama dipicu oleh kenaikan harga pada kelompok bumbu-bumbuan dan sayursayuran, walaupun pada dasarnya hampir sebagian besar komoditas pada kelompok bahan makanan, termasuk beras mengalami kenaikan. Dari 11 subkelompok yang terdapat pada Kelompok Bahan Makanan, subkelompok Sayur-sayuran dan Subkelompok Bumbu-bumbuan inflasinya paling tinggi. Setelah sempat mengalami deflasi pada Bulan Desember 2009 dan Januari 2010, Subkelompok Sayur-sayuran mulai mengalami kenaikan harga pada bulan April hingga Desember 2010 dengan rata-rata laju inflasi tahunan sebesar 31,6%yoy. Sementara itu, pada Subkelompok Bumbu-bumbuan
Bab 2 - Perkembangan Inflasi
35
Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2010
pada periode yang sama dan puncaknya pada bulan Juli 2010 mengalami inflasi 85,8%. Selama periode April hingga Desember 2010 rata-rata laju inflasi tahunan subkelompok Bumbu-bumbuan mencapai 53,6%yoy.
%, yoy
%, yoy 30
Bahan Makanan Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau
25
18 Perumahan
16
Sandang
14 12
20
10
15
8
10
6 4
5
2
0
0 1
3
0506
5
7
9 11 1
3
2007
5
7
9 11 1
3
2008
5
7
9 11 1
3
2009
5
7
1
9 11
3
0506
2010
Sumber: BPS DIY, diolah
5
7
9 11 1
3
2007
5
7
9 11 1
3
2008
5
7
9 11 1
3
2009
5
7
9 11
2010
Sumber: BPS DIY, diolah
Grafik 2.4 Inflasi Kelompok Bahan Makanan dan Makanan jadi (yoy) %, yoy
Grafik 2.5 Inflasi Kelompok Perumahan dan Sandang (yoy) %, yoy
18
35 Kesehatan
16
Pendidikan
30
14
25
12
20
10
15
8
10
6
5
4
0
2
‐5
0
‐10 1 0506
3
5
7
2007
9 11 1
3
5
7
9 11 1
2008
3
5
7
9 11 1
2009
3
5
7
9 11
1
2010
Sumber: BPS DIY, diolah
0506
3
5
7
9 11 1
2007
3
5
7
9 11 1
3
2008
7
9 11 1
3
2009
Sumber: BPS DIY, diolah
Grafik 2.6 Inflasi Kelompok Kesehatan dan Pendidikan (yoy)
Grafik 2.7 Inflasi Kelompok Transportasi (yoy)
(%, yoy) 100 80 60 40 20 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 ‐20 ‐40
2008
2009 Sayur‐sayuran
2010 Bumbu‐bumbuan
Sumber: BPS DIY Diolah
Grafik 2.8 Laju Inflasi Subkelompok Sayur-sayuran dan Bumbu-bumbuan
36
5
Bab 2 - Perkembangan Inflasi
5
7
2010
9 11
Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2010
Pada Subkelompok Sayur-sayuran komoditas yang kenaikan harganya cukup tinggi diantaranya terong panjang, kembang kol, kol putih/kubis, buncis, jagung manis dan cabe hijau sedangkan pada subkelompok bumbu-bumbuan komoditas yang kenaikan harganya cukup tinggi adalah cabai merah, cabai rawit, bawang merah dan bawang putih. Berdasarkan pemantauan yang dilakukan oleh TPID, sepanjang tahun 2010 terdapat beberapa komoditas yang mengalami fluktuasi harga dan akhirnya meningkat tinggi di penghujung tahun yaitu bawang merah, beras, gula, cabai rawit merah dan cabai rawit hijau. Sementara itu, harga kedele lokal menunjukkan kecenderungan sebaliknya dan cenderung turun hingga di penghujung tahun 2010.
Rp/Kg
Rp/Kg
20.000
7.200 7.000 6.800 6.600 6.400 6.200 6.000 5.800 5.600 5.400 5.200 5.000 4.800 4.600 4.400 4.200 4.000
18.000 16.000 14.000 12.000 10.000 8.000 6.000 4.000
1
3
5
7
9
11
1
3
5
7
9
11
1
3
5
7
9
11
9
11
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 2008
2008
2009
2009
2010
2010 Beras IR-I
Beras IR-II
Grafik 2.10 Harga Beras (rata-rata per bulan)
Grafik 2.9 Harga Bawang Merah (rata-rata per bulan) Rp/Kg
Rp/Kg
11.000 8.000
10.000 7.000
9.000
8.000
6.000
7.000 5.000
6.000
5.000
4.000 1
3
5
7 2008
9
11
1
3
5
7 2009
9
11
1
3
5
7 2010
Grafik 2.11 Harga Gula (rata-rata per bulan)
9
11
1
3
5
7 2008
9
11
1
3
5
7
9
11
1
3
5
2009
7 2010
Grafik 2.12 Harga Kedelai Lokal (rata-rata per bulan)
Pada kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar kenaikan harga terutama bersumber dari kenaikan sub kelompok biaya tempat tinggal dan sub kelompok biaya bahan bakar, penerangan dan air. Kenaikan biaya upah bukan mandor yang memiliki bobot inflasi tinggi menjadi penyebab utama kenaikan biaya sub kelompok tempat tinggal. Sementara itu,
Bab 2 - Perkembangan Inflasi
37
Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2010
kenaikan TDL dan tarif air minum menjadi penyebab utama kenaikan biaya bahan bakar, penerangan dan air. Selanjutnya kenaikan harga yang terjadi pada kelompok makanan jadi, terjadi dipengaruhi oleh kenaikaan harga bahan makanan, kenaikan cukai rokok, dan juga kenaikan harga gula yang terganggu produksinya. Namun demikian secara keseluruhan kenaikan harga di kelompok ini masih normal. INFLASI BULANAN Angka rata-rata inflasi bulanan (mtm) Kota Yogyakarta selama tahun 2010 lebih tinggi dibandingkan dengan angka rata-rata pada tahun 2009. Inflasi tertinggi terjadi pada bulan Juli dan Juni dimana bulan-bulan tersebut merupakan musim libur anak sekolah dan saat pendaftaran siswa baru sehingga menimbulkan tekanan dari sisi permintaan. Pada bulan Januari 2010, Inflasi Kota Yogyakarta tercatat 0,57% (mtm), lebih tinggi dari Desember 2009 sebesar 0,24%. Kelompok pengeluaran yang mengalami kenaikan harga yang cukup tinggi adalah kelompok Bahan Makanan (1,6%), kelompok Makanan jadi, Minuman, Rokok & Tembakau (0,92%), kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas & Bahan Bakar (0,42%). Sementara itu terdapat 2 kelompok yang mengalami deflasi yaitu kelompok Sandang (-0,69%) dan kelompok Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga (-0,01). Beberapa komoditas yang mengalami kenaikan harga dan memberikan andil positif terhadap angka inflasi Januari 2010 adalah Beras (naik 9,35% andil 0,3%), Cabe Merah (naik 23,85% andil 0,04%), nangka muda (naik 38,95% andil 0,01%). Sebaliknya komoditas yang mengalami penurunan harga pada kelompok ini adalah Jeruk (turun 15,75% andil -0,08%), telur ayam (turun 6,37% andil -0,05%), kacang panjang (turun 16,99% andil -0,02%) dan buncis (turun 17,88% andil -0,01%). Pada bulan Februari 2010, Inflasi Kota Yogyakarta tercatat 0,31% (mtm), turun dibanding Januari 2010. Kelompok pengeluaran yang mengalami kenaikan tertinggi adalah kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok & Tembakau (0,69%) dan kelompok Bahan Makanan (0,66%). Pada bulan Februari ini, kelompok Sandang kembali mengalami deflasi sebesar -0,41%. Pada kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok & Tembakau komoditas yang mengalami kenaikan adalaha roti manis (14,26% andil 0,09%), gula pasir (3,25% andil 0,04%), biskuit (2,74% andil 0,01%). Adapun pada kelompok Bahan Makanan komoditas yang mengalami kenaikan adalah beras (1,06% andil 0,04%), pisang (9,24% andil 0,03%),
38
Bab 2 - Perkembangan Inflasi
Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2010
cabe rawit (39,82% andil 0,03%), serta nangka muda dan sawi hijau masing-masing sebesar 43,94% dan 30,33% dengan andil 0,02%. Sementara itu, dalam kelompok ini terdapat juga beberapa komoditas yang mengalami penurunan harga yaitu daging ayam ras, kentang, telur ayam ras, cabe merah, tomat sayur, bawang putih dan minyak goreng. Pada bulan Maret 2010, Inflasi Kota Yogyakarta tercatat 0,13% (mtm), lebih rendah dari Februari 2010. Inflasi tertinggi dialami oleh kelompok Sandang (0,42%) yang selama 2 bulan sebelumnya mengalami deflasi. Kelompok lainnya yang mengalami inflasi cukup tinggi adalah kelompok Perumahan (0,29%) dan kelompok Transpor dan Komunikasi (0,27%). Sementara itu, terdapat 3 kelompok yang mengalami deflasi yaitu kelompok Bahan Makanan (-0,17%), kelompok Pendidikan, Rekreasi dan Olah Raga (-0,12%) dan kelompok Kesehatan (-0,01%). Pada kelompok Sandang, beberapa jenis barang dan jasa yang mengalami kenaikan harga antara lain ongkos jahit (7,30% andil 0,01%), emas perhiasan (0,42%), sepatu laki-laki dewasa (0,67%), kaos oblong laki-laki dewasa (1,59%), sepatu wanita dewasa dan kemeja panjang batik laki-laki dewasa masing-masing naik sebesar 0,53% dan 1,15%. Pada kelompok Perumahan barang dan jasa yang mengalami kenaikan adalah upah tukang bukan mandor (2,09%), jasa pembuangan sampah, kayu balokan dan pasir masingmasing naik sebesar 8,33%. Sementara pada kelompok ini tercatat beberapa komoditas mengalami penurunan harga diantaranya besi beton (-4,77%), semen (-0,48%), batu (1,91%), batako (1,93%) dan genteng (0,39%). Pada bulan April 2010 Kota Yogyakarta mengalami inflasi sebesar 0,25% (mtm), meningkat dari bulan Maret 2010 yang mengalami inflasi sebesar 0,13%. Inflasi pada bulan ini terutama disebabkan peningkatan harga bawang dan beberapa sayuran. Produksi yang tidak optimal menyebabkan pasokan komoditas dimaksud terganggu. Pada bulan Mei 2010 tekanan inflasi Kota Yogyakarta sedikit melemah, ditandai dengan penurunan angka inflasi bulanan menjadi 0,14% (mtm). Kelompok Sandang memberikan andil tertinggi, khususnya untuk harga emas perhiasan di pasar domestik yang memberikan andil 0,60%. Kenaikan ini lebih disebabkan oleh kenaikan harga emas di pasar internasional. Pada bulan Juni 2010, tekanan harga barang dan jasa di Kota Yogyakarta semakin menguat yang tercermin dari angka inflasi bulanan yang tercatat 1,26% (mtm). Peningkatan inflasi pada bulan Juni karena permintaan yang naik sejalan dengan
Bab 2 - Perkembangan Inflasi
39
Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2010
banyaknya hajatan. Di sisi lain, produksi dan pasokan beberapa komoditas hortikultura agak terganggu seperti cabe dan komoditas sayuran. Tekanan permintaan tidak hanya terjadi pada komoditas bahan pangan melainkan juga pada jasa angkutan udara yang mengalami inflasi sebesar 25,69% dan memberikan andil inflasi 0,21%. Pada bulan Juli 2010 Kota Yogyakarta mengalami inflasi sebesar 1,40% (mtm), meningkat dari bulan Juni 2010 yang mengalami inflasi sebesar 1,26%. Inflasi pada bulan ini terutama disebabkan oleh peningkatan harga beras, daging ayam ras dan beberapa sayuran, serta kenaikan biaya jasa perpanjangan STNK. Produksi yang tidak optimal karena cuaca yang tidak menentu menyebabkan pasokan komoditas dimaksud terganggu. Pada bulan Agustus 2010 tekanan inflasi Kota Yogyakarta sedikit melemah, ditandai dengan penurunan angka inflasi bulanan menjadi 0,43% (mtm). Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar memberikan andil tertinggi, khususnya untuk kenaikan di sektor Tarif Dasar Listrik. Keputusan Pemerintah menetapkan kenaikan TDL mulai 1 Juli 2010, memberikan andil inflasi sebesar 0,40%. Pada bulan September 2010, tekanan harga barang dan jasa di Kota Yogyakarta menguat kembali yang tercermin dari angka inflasi bulanan 1,06% (mtm). Peningkatan inflasi pada bulan September karena upah tukang bukan mandor meningkat 7,14% memberi andil terhadap inflasi 0,26%. Tekanan Permintaan yang terjadi bersamaan dengan perayaan hari besar keagamaan juga terjadi pada angkutan udara yang harganya naik 8,50% dengan andil sebesar 0,08%. Tabel 2.2 Inflasi Bulanan No 1 2 3 4 5 6 7
Kelompok Bahan Makanan Makanan Jadi, Minuman, Rokok & Tembakau Perumahan, Air, Listrik, Gas & Bahan Bakar Sandang Kesehatan Pendidikan, Rekreasi & Olahraga Transpor, Komunikasi & Jasa Keuangan UMUM
Jan 1,60 0,92 0,42 -0,69 0,05 -0,01 0,17 0,57
I-2010 Feb 0,66 0,69 0,16 -0,41 0,10 0,00 0,20 0,31
Mar -0,17 0,11 0,29 0,42 -0,01 -0,12 0,27 0,13
Apr 0,85 0,16 0,13 0,09 0,31 -0,04 0,10 0,25
II-2010 Mei 0,10 0,10 0,06 1,27 0,03 -0,01 0,14 0,14
Jun 4,77 0,26 0,25 1,21 0,38 0,60 1,39 1,26
Jul 4,61 0,22 0,38 -0,39 0,11 0,20 3,05 1,40
III-2010 Agt -1,27 0,32 1,75 -0,30 0,51 1,12 -0,04 0,43
Sep 0,96 0,88 1,07 1,13 0,23 1,75 1,22 1,06
Okt 0,37 0,79 0,25 1,40 0,18 0,78 -1,08 0,28
% (mtm) IV-2010 Nov Des 2,48 2,62 0,42 0,48 0,18 0,44 0,76 0,81 0,24 -0,19 -0,07 -0,01 0,03 0,06 0,62 0,72
Sumber: BPS Propinsi DIY.
Pada bulan Oktober 2010 Kota Yogyakarta mengalami inflasi sebesar 0,28% (mtm), lebih rendah dibanding bulan September 2010 yang mencapai 1,06%. Inflasi pada bulan ini terutama disebabkan oleh peningkatan harga bawang merah dan nasi (putih)
40
Bab 2 - Perkembangan Inflasi
Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2010
serta kenaikan tarif rekreasi di beberapa tempat. Selain itu, harga gula pasir dan beras juga mengalami peningkatan sejalan dengan terganggunya produksi dan pasokan. Pada bulan November 2010 tekanan inflasi Kota Yogyakarta menguat, ditandai dengan angka inflasi bulanan menjadi 0,62% (mtm). Bencana erupsi Merapi yang terjadi di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dan sebagian daerah Jawa Tengah pada akhir Oktober dan selama bulan November 2010 membawa dampak siginifikan bagi perekonomian daerah, khususnya daerah sentra produksi pertanian di DIY. Kelompok bahan makanan mengalami kenaikan paling tinggi dibandingkan kelompok pengeluaran lainnya. Walaupun begitu, pada bulan November, komoditas yang memiliki andil paling tinggi adalah jeruk, yang tidak diproduksi secara lokal. Hal ini diperkirakan terjadi karena pasokan dari luar daerah terganggu, sementara permintaan jeruk di Yogyakarta tetap stabil, sehingga harga mengalami peningkatan. Pada bulan Desember 2010, tekanan harga barang dan jasa di Kota Yogyakarta semakin menguat, tercermin dari angka inflasi bulanan yang tercatat 0,72 (mtm). Peningkatan inflasi pada bulan Desember 2010 disebabkan oleh gejolak harga cabai yang tinggi. Fenomena cabai ini merupakan salah satu komoditas yang dominan mempengaruhi naiknya angka inflasi baik di kota Yogyakarta maupun nasional. INFLASI INTI DAN NON INTI Selama
tahun
2010, secara nasional inflasi inti menunjukkan trend
peningkatan tercermin pada ekspektasi dan kenaikan harga beberapa komoditas dunia (imported inflation), namun agak tertahan oleh kenaikan nilai tukar rupiah. Survei Konsumen (SK) selama tahun 2010 menunjukkan ekspektasi responden terhadap kenaikan harga 3 bulan yang akan datang meningkat pada triwulan II dan triwulan III 2010 dan menurun pada kuartal IV, namun secara rata-rata masih di atas tahun 2009. Sementara itu, beberapa komoditas di pasar Internasional, trend harganya cenderung meningkat, seperti emas, gula, CPO, dan beras. Kondisi tersebut agak tertahan oleh penguatan nilai tukar Rupiah terhadap USD yang masih bertahan stabil dan cenderung menguat.
Bab 2 - Perkembangan Inflasi
41
Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2010
190
Rp.
Nilai Tukar Rupiah thd USD
13,000
180 170
12,000
160
11,000
150
10,000
140
9,000
130
8,000 120
7,000
110
6,000
100 I
II
III
IV
1
2
3
4
5
2009
6
7
8
9
10
11
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
12
2010
2009
2010 Nilai Tukar Rupiah thd USD
Sumber: Survei Konsumen
Grafik 2.13. Ekspektasi Harga 3 Bulan yad US$/MT
Grafik 2.14. Perkembangan Nilai Tukar Rupiah cts/lb
1100 1050 1000 950 900 850 800 750 700 650 600
22 20 18 16 14 12 10 2008
2009
Q2_2010
Q3_2010
Q4_2010
Sumber: InternationalMonetary Fund
2008
2009
Q2_2010
Q3_2010
Sumber: InternationalMonetary Fund
Grafik 2.15. Perkembangan harga CPO internasional
Grafik 2.16. Perkembangan harga gula internasional
US$/MT 750 700 650 600 550 500 450 400 2008
2009
Q2_2010
Q3_2010
Q4_2010
Sumber: International Monetary Fund
Grafik 2.17. Perkembangan harga beras internasional
42
Bab 2 - Perkembangan Inflasi
Sumber: Goldprices.com
Grafik 2.18. Perkembangan harga emas internasional (USD/oz)
Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2010
Boks Respon Pengusaha Yogyakarta
Terhadap
Inflasi
Kota
Di samping faktor kesenjangan produksi, secara simultan inflasi yang terjadi juga dipengaruhi oleh ekspektasi masyarakat terhadap inflasi yang akan terjadi pada periode berikutnya.
Apabila
ekspektasi
masyarakat
mengenai
inflasi
mendatang
akan
meningkat, maka kondisi tersebut akan diikuti oleh perubahan perilaku yang cenderung untuk membeli barang dan jasa secara berlebihan. Hal ini selanjutnya akan berdampak pada peningkatan inflasi yang terjadi pada periode berikutnya. Sebaliknya, apabila masyarakat
berekspektasi
bahwa
inflasi
ke
depan
lebih
rendah,
maka
ada
kecenderungan perubahan perilaku untuk menahan keinginan membeli barang. Hal ini akan menyebabkan inflasi yang terjadi ke depan menjadi relatif lebih rendah. Tidak dipungkiri bahwa ekspektasi pelaku ekonomi seringkali berperan penting dalam menentukan besarnya inflasi. Terdapat kecenderungan kuat bahwa harga di pasar seringkali telah meningkat lebih awal dibandingkan peningkatan harga input maupun peningkatan permintaan. Hal ini tentunya tidak terlepas dari bagaimana pelaku ekonomi menilai informasi yang diterimanya dan mentransformasikannya ke dalam pembentukan harga. Untuk itu perlu dilakukan Penelitian Respon Pengusaha Terhadap Inflasi Kota Yogyakarta untuk mengkaji preferensi faktor-faktor/informasi yang tepat bagi pedagang dalam menentukan kenaikan harga atau penurunan harga terhadap pembentukan inflasi daerah ditinjau dari sisi biaya produksi (cost push) dan faktorfaktor/informasi yang tepat bagi pedagang dalam menentukan kenaikan harga atau penurunan harga terhadap pembentukan inflasi daerah ditinjau dari sisi tarikan permintaan (demand pull). Selain itu juga akan dikaji perilaku masyarakat (penggerak sektor riil) terhadap pilihan yang beresiko. Metodologi Penelitian ini menggunakan metoda eksperimen untuk mengkaji perilaku pedagang di DIY. Experimental economics adalah cabang Ekonomika yang mempelajari perilaku pelaku ekonomi dengan metoda eksperimen. Data pada penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari subyek eksperimen, tidak saja
Bab 2 - Perkembangan Inflasi
43
Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2010
mencakup pengambilan keputusan mereka namun juga identitas mereka. Data sekunder diperlukan untuk memperoleh gambaran laju inflasi di daerah Yogyakarta. Eskperimen akan dilakukan dengan melibatkan 100 subyek yang merupakan pedagang/pengusaha skala menengah ke bawah di Yogyakarta. Eksperimen dalam studi ini akan dilakukan dalam dua tahap. Pada eksperimen sesi pertama, subyek akan dihadapkan pada pertanyaan-pertanyaan tentang informasi apa yang berpengaruh dalam penentuan harga. Semua pertanyaan di sini merupakan pertanyaan hipotesis dan semuanya terkait dengan gosip atau isyu tentang suatu peristiwa yang akan terjadi yang mungkin berpengaruh terhadap keputusan penentuan harga. Pada tahap kedua, subyek akan dihadapkan pada pilihan antara dua prospek. Pada sesi kedua pertama ini akan dilakukan dengan menjawab 40 pertanyaan. Diharapkan dengan menjawab pertanyaan pada sesi kedua ini, jenis expected utility yang dipergunakan masing-masing subyek bisa ditentukan. Kesimpulan 1.
Berita adanya kemungkinan kelangkaan pasokan merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap kebijakan peningkatan harga yang dilakukan oleh pedagang. Sedangkan pengumuman peningkatan tingkat bunga Bank Indonesia menjadi pertimbangan pedagang yang terakhir dalam meningkatkan harga komoditasnya.
2.
Adanya informasi bahwa panen akan berhasil dan produksi melimpah merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap kebijakan penurunan harga yang dilakukan oleh pedagang. Sementara itu, informasi mengenai penurunan suku bunga bank umum maupun suku bunga Bank Indonesia menempati posisi ke enam dalam penentuan kebijakan penurunan harga bagi pedagang.
3.
Eksperimen pilihan individu terhadap pilihan berisiko menunjukkan bahwa perilaku individu tidak sesuai dengan expected utility theory (von Neumann dan Morgenstern, 1944). Pendekatan prospect theory dinilai tidak mampu menjelaskan seluruh perilaku responden. Namun, perilaku individu terhadap pilihan berisiko dapat dijelaskan oleh regret theory (Loomes dan Sudgent, 1982). Individu dinilai lebih memilih pilihan yang memberikan probabilitas lebih besar untuk menghindari penyesalan akibat gagalnya realisasi ekspektasi atas pilihan yang telah dibuat (expost feeling).
44
Bab 2 - Perkembangan Inflasi
Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2010
Saran 1.
Penentuan kebijakan moneter yang dilakukan oleh Bank Indonesia sebagai otoritas moneter terkait dengan permasalahan persistensi inflasi terutama yang berasal dari perilaku mikro pengusaha (pedagang) perlu ditinjau kembali. Hal ini disebabkan karena perubahan kebijakan pada sektor moneter ternyata tidak langsung berdampak pada preferensi pengambilan keputusan di sektor riil.
2.
Penelitian ini memfokuskan pada analisis terhadap perilaku kelompok pedagang di tingkat pengecer (retail) sebagai respondennya dalam pengambilan keputusan ekonomi. Oleh karena itu, diharapkan adanya penelitian yang lebih mendalam dengan melibatkan sampel yang lebih besar, mencakup kelompok pedagang distributor besar sehingga dapat memahami perilaku kelompok pedagang distributor besar dalam pengambilan keputusan ekonomi. Hal ini nantinya dapat digunakan sebagai bahan kajian dalam pengambilan kebijakan moneter yang lebih efektif.
Bab 2 - Perkembangan Inflasi
45
Halaman ini sengaja dikosongkan
4
Bab 3 Perkembangan Perbankan Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi pada tahun 2010 dibanding tahun 2009 berdampak positif pada meningkatnya kinerja sektor perbankan. Percepatan pertumbuhan ekonomi DIY memberikan dampak pada peningkatan kegiatan perbankan di DIY yang juga tumbuh lebih tinggi dibandingkan tahun 2009. Secara tahunan, aset dan dana pihak ketiga (DPK) perbankan di DIY tumbuh masing-masing 18,89% dan 16,59%. Penyaluran kredit perbankan DIY tumbuh 20,19% yoy sehingga Loan to Deposit Ratio (LDR) perbankan DIY menjadi 57,45% yoy. Sementara itu, kegiatan perbankan syariah tumbuh lebih pesat, aset tumbuh 37,48% yoy, penghimpunan dana tumbuh 49,34% yoy dan pembiayaan tumbuh 38,26%. Secara keseluruhan kinerja perbankan di DIY masih cukup baik, tercermin pada NPLs yang sebesar 3,19%. ASET Kinerja Perbankan DIY tahun 2010 membaik ditandai dengan tumbuh positifnya total aset, kredit dan penghimpunan dana sejalan dengan cukup tingginya pertumbuhan ekonomi DIY. Aset perbankan tumbuh 18,89% yoy lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan tahun sebelumnya sebesar 17,46% yoy. Pertumbuhan aset tersebut ditopang oleh pertumbuhan kredit sebesar 20,19% yoy dan pertumbuhan DPK sebesar 16,60% yoy. Tabel 3.1 Indikator Perbankan No 1 2 3
3
4
Uraian Aset Pertumbuhan Dana Pihak Ketiga Pertumbuhan Kredit a. Berdasarkan Lokasi Bank Pertumbuhan b. Berdasarkan Lokasi Proyek Pertumbuhan Loan to Deposit Ratio a. Lokasi Bank b. Lokasi Proyek Non Performing Loans (Gross)
Satuan
2005
2006
2007
2008
2009
2010
Miliar Rp % (yoy) Miliar Rp % (yoy)
13,397 13.05 12,190 12.39
16,407 22.47 14,729 20.83
18,959 15.55 16,450 11.68
20,919 10.34 18,017 9.53
24,572 17.46 21,034 16.74
29,212 18.89 24,524 16.60
Miliar Rp % (yoy) Miliar Rp % (yoy)
6,684 30.30 5,723 30.63
7,478 11.88 6,487 13.35
9,059 21.14 8,764 35.11
10,475 15.64 10,736 22.50
11,723 11.91 10,161 15.93
14,090 20.19 12,218 13.80
% % %
54.83 46.95 3.40
50.77 44.04 4.49
55.07 53.28 5.05
58.14 59.59 2.54
55.74 48.31 3.20
57.45 53.31 3.19
47
Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2010
INTERMEDIASI PERBANKAN Fungsi intermediasi perbankan di DIY yang tercermin dari rasio LDR kembali meningkat setelah sempat menurun tahun sebelumnya. LDR perbankan di Propinsi DIY pada akhir tahun 2010 mencapai 57,45% meningkat dibanding tahun 2009 sebesar 55,74% namun masih lebih rendah dibanding tahun 2008 sebesar 58,14%. Walaupun laju pertumbuhan kredit yang disalurkan perbankan pada tahun 2010 lebih tinggi dibanding laju pertumbuhan penghimpunan dana pihak ke III, namun kecepatan tersebut tetap tidak mampu mengimbangi jumlah DPK yang pada akhir tahun 2010 mencapai Rp 24,5 triliun dibanding kredit sebesar Rp 14,1 triliun. %
%
70
80
65
75
60
70
55
65
50
60
45
55
40
50
35
45 40
30 2005
2006
2007 LDR Lokasi Bank
2008
2009
2010
LDR Lokasi Proyek
Grafik 3.1 LDR DIY
2005
2006
2007 LDR DIY
2008
2009
2010
LDR Nasional
Grafik 3.2 LDR DIY dan Nasional
Perkembangan tersebut menunjukkan bahwa walaupun Bank Indonesia telah mengeluarkan ketentuan mengenai LDR minimal 78% (PBI 12/19/2010), perbankan di DIY masih belum dapat memenuhinya. Cukup banyaknya perusahaan yang memilih menggunakan dana miliknya sendiri diduga kuat menjadi slah satu kendala bagi perbankan untuk menggenjot kreditnya. Sementara itu, banyaknya pelajar dan mahasiswa dari berbagai daerah yang datang dan tinggal di DIY untuk menuntut ilmu membuat DIY menjadi “kota singgah” dari dana kiriman untuk pelajar/mahasiswa sehingga pertumbuhan dananya sejak dulu selalu tinggi. LDR DIY tersebut masih jauh jika dibandingkan dengan LDR nasional sebesar 77,58%. Rendahnya penyerapan kredit oleh masyarakat tampak juga dari rendahnya realisasi kredit baru yang hanya sebesar 54,7% dari plafon kredit baru yang disetujui. Pada tahun 2010 kredit baru yang disetujui perbankan sebesar Rp 5,4 triliun. Dari jumlah tersebut, yang berhasil direalisasikan hanya sebesar Rp2,98 triliun. Kondisi tersebut amat
48
Bab 3 - Perkembangan Perbankan
Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2010
berbeda dengan kondisi tahun sebelumnya dimana plafon kredit baru yang disetujui mencapai Rp 5,8 triliun sedangkan realisasi penarikan mencapau Rp 5,4 triliun (92%). Rendahnya
realisasi
penarikan
kredit
baru
menyebabkan
terjadinya
peningkatan Undisbursed Loan. Sejalan dengan rendahnya realisasi penarikan kredit baru undisbursed loan ikut mengalami peningkatan dari Rp1,08 triliun pada tahun 2009 menjadi Rp1,30 triliun pada tahun 2010. Dengan perkembangan tersebut, terindikasi bahwa rendahnya rasio LDR perbankan di DIY lebih disebabkan oleh faktor demand karena perbankan telah menyetujui plafon kredit baru yang cukup tinggi sementara realisasinya rendah. miliar Rp
%
Miliar Rp
7.000
50
20.000
10
40
18.000
9
30
16.000
8
20
14.000
7
10
12.000
6
-
10.000
5
(10)
8.000
4
(20)
6.000
3
(30)
4.000
2
(40)
2.000
1
(50)
0
6.000 5.000 4.000 3.000 2.000 1.000 2005
2006 Plafon
2007 Realisasi
2008 gPlafon
2009
2010
gRealisasi
Grafik 3.3 Kredit Baru Bank Umum
%
0 2005
2006
Undisbursed Loan (UL)
2007 Plafon Kredit
2008
2009 Proporsi UL thd Plafon Kredit
Grafik 3.4 Undisbursed Loan Bank Umum
PENGHIMPUNAN DANA Pertumbuhan penghimpunan dana masyarakat oleh perbankan DIY pada tahun 2010 meningkat tipis dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Dana yang berhasil dihimpun perbankan pada akhir tahun 2010 mencapai Rp 24,5 triliun atau tumbuh sebesar 16,64% yoy. Pertumbuhan tersebut relatif tidak berubah dibanding periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 16,70% yoy. Peningkatan penghimpunan dana perbankan berasal dari seluruh komponen DPK. Menurut jenisnya, pertumbuhan tertinggi dana yang dihimpun terjadi pada deposito 17,56% yoy lebih rendah dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 20,77% yoy. Cukup rendahnya pertumbuhan deposito diduga antara lain karena kurang menariknya suku bunga yang ditawarkan perbankan sejalan dengan tidak berubahnya BI rate sebesar 6,75% sepanjang tahun 2010. Sementara itu pada jenis tabungan mengalami pertumbuhan 17,43% yoy dan giro 10,80% yoy.
Bab 3 – Perkembangan Perbankan
49
Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2010
Miliar Rp
30.000
40
%
30.000
30
25.000
25
20.000
20
15.000
15
10.000
10
35
25.000
30 20.000
25
15.000
20 15
10.000
10 5.000
5
-
0 2005
2006
2007 DPK
2008
2009
5.000
5
0
0 2005
2010
2006
gDPK
2007 DPK
2008
2009
BI Rate
2010
Inflasi
Grafik 3.6 BI Rate, Inflasi & DPK Perbankan
Grafik 3.5 DPK Perbankan
%
Miliar Rp
50
30.000
40
25.000
30
20.000
20
15.000 10
10.000 0 2005
2006
2007
2008
2009
2010
5.000
-10
-20
2005 Deposito
Giro
Tabungan
Grafik 3.7 Pertumbuhan Komponen DPK Perbankan
2006
2007 Tabungan
2008 Giro
2009
2010
Deposito
Grafik 3.8 Komposisi DPK Perbankan
Tabungan masih mendominasi struktur dana pihak ketiga perbankan. Berdasarkan jenisnya, pangsa terbesar DPK perbankan di DIY masih didominasi oleh tabungan yaitu sebesar 50,18% diikuti oleh deposito 37,18% dan giro 12,64%. Banyaknya fasilitas yang diberikan kepada penabung baik untuk penarikan maupun transaksi dan juga fleksibilitasnya untuk berbagai keperluan dengan fasilitas ATM bersama, phone banking, sms banking, internet banking, dsb, membuat produk tabungan kian diminati oleh masyarakat. Hal ini ditopang pula oleh kehadiran pelajar dan mahasiswa dari seluruh Indonesia yang menuntut ilmu di Yogyakarta yang menggunakan sarana tabungan untuk penerimaan transfer uang dari daerah asalnya. Menurut jangka waktunya, sebagian besar deposito didominasi oleh Deposito berjangka waktu 1 bulan dengan porsi sebesar 50,75%. Porsi Deposito 1 bulan ini menurun dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (58,93%). Penurunan porsi deposito dengan jangka waktu 1 bulanan dikarenakan adanya pergeseran jangka waktu
50
Bab 3 - Perkembangan Perbankan
Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2010
deposito, menjadi 3 bulanan atau lebih. Dari data yang ada, diketahui bahwa secara lambat laun terjadi perpindahan jangka waktu dari deposito jangka pendek ke jangka menengah dan panjang. Hal ini ditunjukkan oleh data tahun 2007 dengan porsi deposito jangka waktu 1 bulan sekitar 70,00% menurun menjadi kisaran 50,75% pada akhir tahun 2010. Miliar Rp
Miliar Rp
%
4.500
16.000
40
14.000
35
12.000
30
10.000
25
8.000
20
4.000 3.500 3.000 2.500 2.000
6.000
15
1.000
4.000
10
500
2.000
5
1.500
0
0
2005
2006
2007 1 bln
3 bln
2008 6 bln
12 bln
2009
2010
2005
2006
2007
2008
Kredit
>12 bln
Grafik 3.9 Komposisi Deposito Bank Umum
2009
2010
gKredit
Grafik 3.10 Kredit Perbankan
PENYALURAN KREDIT Penyaluran kredit bank umum meningkat tajam dibandingkan tahun sebelumnya. Pertumbuhan kredit bank umum pada tahun 2010 mencapai 20,19% yoy jauh lebih tinggi dibanding periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 11,91% yoy. Tingginya laju pertumbuhan kredit tersebut sejalan dengan tingginya laju pertumbuhan ekonomi DiY yang mencapai 4,87% yoy. Pertumbuhan tertinggi dialami oleh Kredit Investasi 21,74% yoy diikuti Kredit Konsumsi 21,4% yoy dan Kredit Modal Kerja 18,23% yoy. Tingginya realisasi kredit Investasi ini didorong oleh masih terus berlanjutnya kegiatan investasi di sektor Perdagangan, Hotel dan Restauran (PHR) dan Industri pengolahan dan ekspektasi dunia usaha yang masih positif. Berdasarkan jenis penggunaannya, sebagian besar kredit perbankan disalurkan untuk kredit konsumsi (45,61%), kemudian diikuti oleh modal kerja (38,39%) dan sisanya untuk investasi (16,00%). 1
Secara sektoral, sebagian besar kredit perbankan DIY disalurkan kepada 2
sektor unggulan khususnya yang non tradable . Sektor yang mendominasi kredit perbankan adalah sektor Lain-lain (54,49%) yang sebagian besar kredit bersifat konsumtif. 1 2
Diwakili oleh kredit Bank Umum dengan pangsa 86,715% dari total kredit perbankan DIY. Sektor non tradable: sektor Listrik, Gas & Air, sektor Konstruksi, sektor PHR, sektor Pengangkutan & Pergudangan, sektor Jasa-jasa Dunia Usaha, sektor Jasa-jasa Sosial Masyarakat dan sektor Lain-lain. Sektor tradable: sektor Pertanian, sektor Pertambangan dan sektor Industri Pengolahan.
Bab 3 – Perkembangan Perbankan
51
Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2010
Selanjutnya diikuti oleh kredit di sektor Perdagangan, Hotel & Restoran (23,96%), Jasa Dunia Usaha (7,10%) dan Industri Pengolahan (6,31%). Sedangkan yang paling kecil memperoleh kredit adalah sektor Pertambangan (0,07%), Listrik, Gas & Air Bersih (0,34%) dan Pengangkutan dan komunikasi (0,82%). Miliar Rp
%
Miliar Rp
%
6.000
30
2.000
45
1.800
40
5.000
25
1.600
35
4.000
20
1.400
30
1.200 3.000
15
2.000
10
1.000
5
25
1.000 20
800
-
0 2005
2006
2007 KMK
2008
2009
15
600 400
10
200
5
-
2010
0 2005
gKMK
2006
2007 KI
Grafik 3.11 Kredit Modal Kerja
2008
2009
2010
gKI
Grafik 3.12 Kredit Investasi
Miliar Rp
%
8.000
50 45
7.000
40 6.000 35 5.000
30
4.000
25 20
3.000
15 2.000 10 1.000
5
-
0 2005
2006
2007 KK
2008
2009
2010
gKK
Grafik 3.13 Kredit Konsumsi
Sementara itu, dilihat dari percepatan pertumbuhannya, sektor yang paling besar mengalami percepatan pertumbuhan adalah sektor Jasa Sosial 69,83% yoy, diikuti sektor Lain-lain 36,51% yoy, Sektor Konstruksi 35,84% yoy Sektor Listrik, Gas dan Air 22,19% yoy, dan Sektor perindustrian 11,42% yoy. Sebaliknya sektor yang mengalami perlambatan pertumbuhan kreditnya adalah sektor Pertanian -16,56% yoy.
52
Bab 3 - Perkembangan Perbankan
Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2010
1.200
1.000
14
14.000
70
12
12.000
60
10
10.000
50
8
8.000
40
6
6.000
30
4
4.000
20
2
2.000
10
0
-
800
600
400
200
2006
2007
2008 Tradable
2009
0
2010
2006
2007
2008 Non Tradable
gTradable
Grafik 3.14 Kredit Sektor Tradable
2009
2010
gNon Tradable
Grafik 3.15 Kredit Sektor Non Tradable
Kredit Properti Kredit properti pada tahun 2010 mengalami pertumbuhan 26,4% yoy jauh lebih tinggi dibanding tahun sebelumnya sebesar 6,15% yoy. Pertumbuhan tertinggi dialami oleh kredit rumah & apartemen s.d tipe 70 sebesar 44,92% yoy sementara kredit rumah & apartemen > tipe 70 mengalami pertumbuhan negatif sebesar -24,78%. Menurut pangsanya, kredit properti masih didominasi oleh kredit kepada konsumen untuk kepemilikan rumah & apartemen, ruko dan rukan. Adapun pangsa kredit properti yang diberikan kepada pengembang pada tahun 2010 sebesar 18,3%. Walaupun pangsanya masih kecil, namun pertumbuhannya pada tahun 2010 sangat tinggi yaitu 396,51% yoy dari Rp 81 miliar pada tahun 2009 menjadi Rp 402 miliar pada tahun 2010. Tabel 3.3 Kredit Properti Bank Umum Miliar Rp No A 1 2 B 1 2 3 C D D 1
2
3 4
Uraian Kredit Properti kepada Pengembang Modal Kerja Investasi Kredit Properti kepada Konsumen Kredit Rumah & Apartemen s.d Tipe 70 Kredit Rumah & Apartemen > Tipe 70 Kredit Ruko & Rukan Total Kredit Properti Total Kredit Rasio Non Performing Loans Kredit Properti kepada Pengembang a. Modal Kerja b. Investasi Kredit Properti kepada Konsumen a. Kredit Rumah & Apartemen s.d Tipe 70 b. Kredit Rumah & Apartemen > Tipe 70 c. Kredit Ruko & Rukan Total Kredit Properti Total Kredit
2006
2007
178 59 119 955 442 495 18 1,133 6,616
80 69 12 1,239 585 617 37 1,319 7,989
9.73 10.02 9.58 5.30 5.10 5.49 4.79 5.99 3.72
15.17 4.31 79.81 2.27 2.22 2.27 3.04 3.05 4.67
2008 Ptumb Posisi % 87 7.91 74 7.37 13 11.10 1,548 24.97 721 23.23 781 26.64 46 24.59 1,635 23.93 9,138 14.39 16.24 9.88 52.80 2.32 2.17 2.54 0.98 3.06 4.61
2009 Posisi 81 75 6 1,655 763 847 45 1,736 10,162 4.46 4.80 0.53 2.54 1.97 3.00 3.54 2.63 2.86
2010 Ptumb % -6.45 1.07 -49.68 6.85 5.79 8.46 -3.57 6.15 11.20
Posisi 402 244 158 1,792 1,106 637 49 2,194 12,218 8.17 13.26 0.32 4.23 2.42 3.07 60.08 4.95 2.79
Bab 3 – Perkembangan Perbankan
Ptumb % 396.51 227.45 2349.61 8.30 44.92 -24.78 9.71 26.41 20.23
53
Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2010
NPL kredit properti mengalami peningkatan. Pada tahun 2010, NPL kredit properti mencapai 4,95% meningkat dibanding tahun 2009 sebesar 2,63%. Peningkatan tersebut terutama dialami oleh kredit konsumsi untuk pemilikan Ruko dan Rukan dengan NPL mencapai 60,08%. Walaupun pangsa skim kredit properti kepemilikan ruko dan rukan sangat kecil (hanya 2,2%) namun hal ini mengindikasikan adanya potensi resiko yang dihadapi oleh bank yang berasal dari kredit pemilikan ruko dan rukan. %
Miliar Rp
300
90
%
Miliar Rp
1.200
7
80 250
70 60
200
6
1.000
5 800
50 150
40
4 600 3
30 100
20
400 2
10
50
200
1
0 -10
2006
2007 KMK
2008 KI
NPL KMK
2009
2010
NPL KI
Grafik 3.16 Kredit Properti Kepada Pengembang
0
2006 S.d Tipe 70
2007 > Tipe 70
2008 NPL > Tipe 70
2009
2010 NPL Ruko&Rukan
Grafik 3.17 Kredit Properti Kepada Konsumen
STABILITAS SISTEM PERBANKAN Risiko Kredit Peningkatan Kredit pada periode laporan dibarengi dengan penurunan NPL. Perekonomian DIY yang mulai membaik dan disisi lain suku bunga kredit yang cenderung turun diperkirakan menjadi pendorong peningkatan penyaluran kredit perbankan. Dengan komitmen perbankan untuk senantiasa menjaga dan memperbaiki kualitas kreditnya, maka NPL perbankan turun menjadi sebesar Rp449 miliar. Rasio NPL relatif tetap dari 3,2% pada akhir tahun 2009 menjadi 3,19% pada akhir tahun 2010. Dari sisi penggunaan kredit Bank Umum, penurunan rasio NPL dialami oleh kredit modal kerja penggunaan kredit. NPL kredit Konsumsi 1,74%, kredit investasi 2,34% lebih tinggi dari periode yang sama tahun 2009 masing-masing 1,46%, 2,25%, sedangkan NPL kredit modal kerja 4,23%, turun dibanding periode yang sama tahun sebelumnya 4,74%. Sementara itu berdasarkan sektor ekonominya, rasio NPL tertinggi terdapat pada sektor Konstruksi dan sektor Industri, masing-masing sebesar 14,74% dan 5,23%. Sedangkan untuk sektor ekonomi lainnya berada di bawah 5,0%. NPL sektor konstruksi utamanya disebabkan
54
Bab 3 - Perkembangan Perbankan
Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2010
karena meningkatnya harga material dan siklus proyek konstruksi sedangkan untuk NPL sektor Industri diduga karena adanya dampak merapi. Miliar Rp
%
500
%
6
450 5
400
12 10 8
350
4
300
6
250
3 4
200 2
150 100
1
2 0
50
1
-
3
0 2006
2007
2008 Nominal
2009
%
14
60
12
50
10
40
8
30
6
20
4
10
2
0
0
-10
9 11 1
3
5
2007 Pertanian
7
9 11 1
2008 PHR
Jasa Dunia Usaha
3
5
7
9 11 1
5
7
9 11 1
2009 Jasa Sosial Masyarakat
3
2008
5
7
9 11 1
3
2009
Modal Kerja
70
7
3
Investasi
5
7
9 11
2010
Konsumsi
Grafik 3.19 NPL Bank Umum per Jenis Penggunaan
%
5
9 11 1
2007
2010
16
3
7
Rasio
Grafik 3.18 Non Performing Loans DIY
1
5
3
5
7
9 11
1
3
5
7
9 11 1
2007
3
5
7
9 11 1
2008
3
5
7
9 11 1
3
2009
5
7
9 11
2010
2010 Industri
Grafik 3.20 NPL Bank Umum - Sektor Ekonomi Utama
Pertambangan
Konstruksi
Transportasi
Lain2
Grafik 3.21 NPL Bank Umum - Sektor Ekonomi Lainnya
Risiko Likuiditas Pada triwulan laporan risiko likuiditas perbankan DIY secara umum masih terkendali. Bank di DIY mengalami kelebihan likuiditas sebagaimana tercermin pada LDR yang relatif rendah. Kelebihan likuiditas tersebut antara lain ditempatkan pada rekening antar kantor, SBI, penempatan pada bank lain, surat berharga dan penempatan pada Bank Indonesia (selain Giro dan SBI).
Bab 3 – Perkembangan Perbankan
55
Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2010
Miliar Rp
Miliar Rp
1.600
25.000
1.400 20.000
1.200 1.000
15.000
800 10.000
600 400
5.000
200 -
I
II
III
2007
IV
I
II
III
IV
2008
Antar Kantor Penempatan Lain pd BI selain SBI+Giro Surat Berharga
I
II
III
IV
2009
I
II
III
IV
2010
SBI Penempatan pd Bank Lain
Grafik 3.22 Ekses Likuiditas
PERBANKAN SYARIAH Aset Perbankan Syariah Volume usaha Perbankan Syariah tumbuh 37,48% yoy, yaitu dari Rp1.287 miliar pada akhir tahun 2009 menjadi Rp1.769 miliar akhir tahun 2010. Dari sisi aktiva peningkatan kinerja Perbankan Syariah terutama bersumber dari peningkatan pembiayaan 49,34%, sementara dari sisi pasiva DPK naik 38,26%. Dengan demikian, pangsa aset perbankan syariah terhadap total aset perbankan di DIY meningkat dari 6,06% (2009) menjadi 6,06% pada 2010. Pangsa tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan pangsa volume usaha perbankan syariah secara nasional (3,02%). Intermediasi Perbankan Syariah Fungsi intermediasi perbankan Syariah yang tercermin dalam Financing to Deposit Ratio (FDR) mengalami penurunan. FDR tahun 2010 tercatat sebesar 73,16%, lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (79,02%). Penurunan FDR disebabkan pertumbuhan pembiayaan yang lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan penghimpunan dananya. Sementara itu, jika dirinci berdasarkan kelompok bank, Pembiayaan Bank Rakyat Syariah (BPRS) memiliki FDR 113,46%, lebih tinggi dibanding FDR Bank Umum hanya 70,09%. FDR BPRS lebih besar dibandingkan dengan total DPK yang dihimpun dan melakukan pembiayaan dengan modal sendiri.
56
Bab 3 - Perkembangan Perbankan
Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2010
Tabel 3.4 Indikator Perbankan Syariah Miliar Rp No I 1 2 II A 1 2 B 1 2 3 III A 1 2 B 1 2 3 IV 1 2 V 1 2
Uraian Aset Bank Umum Syariah Bank Pembiayaan Rakyat Syariah Penghimpunan Dana (Deposit) Jenis Bank Bank Umum Syariah Bank Pembiayaan Rakyat Syariah Jenis Simpanan Giro Tabungan Deposito Penyaluran Dana (Financing) Jenis Bank Bank Umum Syariah Bank Pembiayaan Rakyat Syariah Jenis Penggunaan Modal Kerja Investasi Konsumsi Non Performing Financing (NPF) Bank Umum Syariah Bank Pembiayaan Rakyat Syariah 1 Financing to Deposit Ratio (FDR) Bank Umum Syariah Bank Pembiayaan Rakyat Syariah
2006
2007
376 356 21 327 327 312 15 327 31 173 122 415 415 399 16 415 106 87 222 1.93 1.76 6.04 127.19 128.08 108.48
528 494 34 455 455 430 24 455 31 239 185 474 474 449 25 474 148 83 243 2.31 2.18 4.69 104.28 104.40 102.14
Posisi 856 800 56 622 622 582 41 622 47 328 247 559 559 511 49 559 288 99 172 2.06 1.39 9.11 89.86 87.81 119.09
2008 Pangsa % 100.00 93.41 6.59 100.00 100.00 93.44 6.56 100.00 7.54 52.76 39.70 100.00 100.00 91.31 8.69 100.00 51.47 17.79 30.74
Ptumb % 62.22 61.80 68.44 36.90 36.90 35.17 67.37 36.90 51.40 37.61 33.54 17.97 17.97 13.69 95.15 17.97 94.54 20.21 -29.36
Posisi 1,287 1,194 93 886 886 823 63 886 66 428 392 700 700 627 73 700 395 109 196 2.05 1.56 6.31 79.02 76.17 116.16
2009 Pangsa % 100.00 92.75 7.25 100.00 100.00 92.88 7.12 100.00 7.44 48.37 44.19 100.00 100.00 89.54 10.46 100.00 56.36 15.64 28.00
Ptumb % 50.33 49.27 65.35 42.33 42.33 41.48 54.43 42.33 40.36 30.49 58.44 25.15 25.15 22.73 50.63 25.15 37.04 10.04 8.06
Posisi 1,769 1,643 127 1,323 1,323 1,229 94 1,323 87 595 641 968 968 862 106 968 460 123 385 3.96 3.77 5.56 73.16 70.09 113.46
2010 Pangsa % 100.00 92.85 7.15 100.00 100.00 92.92 7.08 100.00 6.60 44.95 48.45 100.00 100.00 89.02 10.98 100.00 47.54 12.72 39.74
Ptumb % 37.48 37.63 35.59 49.34 49.34 49.40 48.53 49.34 32.49 38.80 63.70 38.26 38.26 37.47 45.07 38.26 16.62 12.44 96.26
Penghimpunan Dana Dana masyarakat yang berhasil dihimpun oleh Perbankan Syariah pada akhir tahun 2010 Rp1.323 miliar, tumbuh lebih tinggi dibanding periode sebelumnya 2009. Sedikit berbeda dengan Perbankan secara umum, komposisi DPK Perbankan Syariah didominasi oleh Deposito sebesar 48,45% atau Rp641 miliar, sedangkan Tabungan memiliki pangsa 44,95% atau Rp595 miliar dan Giro dengan pangsa terkecil sebesar 6,60% atau Rp87 miliar. Penyaluran dan Kualitas Pembiayaan Pembiayaan yang telah disalurkan oleh Perbankan Syariah pada tahun 2010 tumbuh 38,26%yoy, lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan tahun 2009 (25,15%). Tingginya pertumbuhan pembiayaan perbankan syariah tidak terlepas dari pasar yang cukup besar. Hal ini juga tercermin dari tingginya deposan di bank ini. Fakta juga menunjukkan bahwa share Perbankan Syariah secara nasional sudah hampir mencapai 3%. Sementara itu, kualitas pembiayaan perbankan Syariah yang tercermin dari rasio Non Performing Financing (NPF) relatif stabil. Kualitas pembiayaan yang bermasalah masih berada di dalam batas aman (di bawah 5,00%). Pada triwulan laporan NPF perbankan syariah tercatat sebesar 3,96%. Berdasarkan jenisnya, NPF Bank Umum Syariah tercatat sebesar 3,77%, sedangkan NPF BPRS tercatat sebesar 5,56%.
Bab 3 – Perkembangan Perbankan
57
Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2010
Boks Peranan Perbankan dalam Ekonomi Pasca Bencana Merapi
Pemulihan
Bencana Letusan Gunung Merapi di Kabupaten Sleman telah menyisakan pilu yang sangat mendalam bagi masyarakat di wilayah yang langsung maupun tidak langsung terkena bencana tersebut. Para penduduk yang mencari nafkah disekitar lereng Merapi Banyak yang kehilangan mata pencaharian karena tempat bekerjanya rusak, sedangkan para pengusaha kehabisan modal karena tempat usahanya rusak akibat erupsi Merapi. Untuk membangkitkan perekonomian di daerah yang terkena dampak erupsi Merapi, beberapa bank mengeluarkan skema kredit berbunga lunak untuk membangkitkan debitur yang terkena bencana Merapi antara lain:
1.
BPD Syariah bekerjasama dengan P2EB FEB UGM & Harian Republika menyalurkan pembiayaan melalui BMT kepada UMKM di lereng Merapi terutama petani salak pondoh di Dusun Candi, Desa Bangunkerto, Turi Sleman. Dalam hal ini, BI bertindak sebabagai fasilitator P2EB FEB UGM dengan BPD DIY yang kemudian melakukan linkage dengan 6 (enam) BMT di sekitar gunung Merapi dengan plafon pembiayaan sebesar Rp1,5 miliar. Dana tersebut akan disalurkan kepada 467 anggota (debitur) atau rata-rata Rp3,2 juta/debitur yang akan dipergunakan untuk rehabilitasi kebun salak sebagai penopang utama ekonomi anggota BMT. Bunga yang dikenakan BPD DIY kepada BMT/koperasi sebesar 2% flat per tahun, sedangkan untuk perorangan 3% flat per tahun. BMT selanjutnya menyalurkan pembiayaan ke masyarakat yang menjadi korban erupsi Gunung Merapi dengan bunga 4% untuk tahun pertama dan maksimal 6% untuk tahun berikutnya. Jangka waktu linkage selama 4 tahun. Tidak ada pembatasan sektor-sektor yang dibiayai namun sebagian besar yang telah dibiayai yaitu sektor perdagangan, perikanan dan pertanian.
2.
BRI meluncurkan program PKBL BRI untuk recovery paska Erupsi Merapi sebesar Rp20 miliar (DIY Rp13,2 miliar dan Jateng Rp6,8miliar). Plafon per debitur maksimal Rp25 juta tanpa agunan dengan suku bunga 3% per tahun. Calon debitur berasal dari nasabah BRI atau dari bank lainnya. Tidak ada pembatasan sektor yang
58
Bab 3 - Perkembangan Perbankan
Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2010
dibiayai. Jangka waktu kemitraan selama 3 (tiga) tahun dan dapat diperpanjang 2 (dua) tahun.
3.
Perbarindo DIY meluncurkan program kredit bersama yang dinamakan kredit MEKAR (Membangun Ekonomi Rakyat). Kredit ini ditujukan untuk modal kerja dengan plafon maksimal Rp20 juta, jangka waktu maksimal 2 tahun dan suku bunga 9%. Suku bunga yang dikenakan relatif terjangkau dan lebih murah dibandingkan dengan suku bunga Kredit yang pada Desember 2010 tercatat ratarata sebesar 13,45%. Jika setiap BPR dapat mengalokasikan dana sekitar Rp200 juta, maka secara akumulasi jumlah Kredit MEKAR akan mencapai Rp10 miliar dan dapat membantu minimal 1.000 debitur dengan plafon rata-rata Rp10 juta. Upaya ini dimaksudkan untuk meningkatkan peran BPR/BPRS di DIY dalam membangun ekonomi di daerah utamanya di daerah yang terkena dampak Erupsi Merapi dalam bentuk pemberian fasilitas kredit murah dengan suku bunga maksimal 9%, masingmasing bank diharapkan berkomitmen untuk menyalurkan kredit tersebut sampai dengan 200 juta.
Bab 3 – Perkembangan Perbankan
59
Halaman ini sengaja dikosongkan
Bab 2 - Perkembangan Inflasi
60
BAB 4 PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN Di tahun 2010, aktivitas aliran uang Kantor Bank Indonesia (KBI) Yogyakarta mengalami peningkatan seiring kondisi perekonomian yang mulai pulih sehingga perputaran uang meningkat. Di sisi pembayaran nontunai, secara umum aktivitas transaksi tahun 2010 mengalami peningkatan baik pada transaksi kliring maupun RTGS. Faktor utama yang mendorong peningkatan aktivitas transaksi tersebut adalah mulai meningkatnya perdagangan sejalan dengan perekonomian yang membaik SISTEM PEMBAYARAN TUNAI Aliran Uang Masuk (Inflow) dan Aliran Uang Keluar (Outflow) Pada tahun 2010, perkembangan transaksi tunai antara perbankan dan Kantor Bank Indonesia (KBI) Yogyakarta dibandingkan dengan tahun 2009 mengalami peningkatan dari sisi uang masuk dan uang keluar. Rata-rata inflow per bulan pada tahun 2010 tercatat sebesar Rp469 miliar per bulan, naik 40,67% dari posisi tahun 2009 yang tercatat sebesar Rp334 miliar per bulan. Sedangkan rata-rata outflow pada tahun 2010 tercatat sebesar Rp344 miliar per bulan, meningkat 40,74% dari tahun sebelumnya yang tercatat sebesar Rp244 miliar per bulan. Tabel 4.1 Indikator Sistem Pembayaran Tunai Miliar Rp No
Uraian
2007
2008
2009
2010 Trw-I
Trw-II Trw-III Trw-IV Total 546
546
Ptumb1 (2009-10)
1
Posisi Kas
807
505
659
969
919
1,291
-17.08
2
Rata-rata Inflow/Bulan
416
359
334
248
239
1,003
387
469
40.67
3
Rata-rata Outflow/Bulan
229
287
244
152
155
677
391
344
40.75
4
Net Flow (2)-(3)
187
72
89
97
84
326
-4
126
40.47
Keterangan: 1)
%.
Karena rata-rata inflow lebih besar jika dibandingkan dengan rata-rata outflownya, maka pada tahun 2010 terjadi net inflow sebesar Rp126 miliar per bulan, naik 40,47% dari net inflow pada tahun 2009 sebesar Rp89 miliar per bulan. Peningkatan aliran uang tersebut
61
Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2010
disebabkan peningkatan aktivitas perekonomian sehingga kebutuhan uang tunai untuk pembayaran juga meningkat.
1.000
1.750
800
1.250 600 1.000 400 750 200 500
Net Inflow/PTTB (Miliar Rp)
Inflow/Outflow (Miliar Rp)
1.500
0
250
-200
0 I-08
II-08 III-08 IV-08 I-09 Aliran Masuk
II-09 III-09 IV-09 I-10
Aliran Keluar
II-10 III-10 IV-10
Net Aliran Masuk
PTTB
Grafik 4.1 Aliran Kas dan PTTB
Posisi kas di KBI Yogyakarta mengalami penurunan 17,08% yoy dari Rp659 miliar menjadi Rp546 miliar. Penurunan posisi kas KBI Yogyakarta ini, antara lain disebabkan oleh penetapan Surat Edaran Bank Indonesia No.9/37/DPU tanggal 27 Desember 2007 tentang Penyetoran dan Penarikan Uang Rupiah oleh Bank Umum di Bank Indonesia, setoran dari Bank Umum hanya boleh dilakukan untuk uang lusuh saja. Sementara itu, untuk penarikan hanya dilakukan antar sesama perbankan saja yang teknis pelaksanaanya diatur oleh focus group. Penukaran Uang Penukaran uang pecahan kecil maupun uang tidak layak edar di loket KBI Yogyakarta selama tahun 2010 tercatat sebesar Rp122 miliar, atau naik 49,52% jika dibandingkan dengan tahun 2009 yang tercatat sebesar Rp81 miliar. Peningkatan kegiatan penukaran uang pecahan kecil di loket KBI Yogyakarta didorong oleh penurunan penukaran uang kertas sebesar 49,14% dari Rp80 miliar menjadi Rp119 miliar, sedangkan penukaran uang logam mengalami peningkatan lebih tinggi, yakni 72,14% dari Rp1,3 miliar menjadi Rp2,3 miliar. Peningkatan kegiatan penukaran uang pecahan kecil ini antara lain disebabkan oleh mulai pulihnya kegiatan dunia usaha.
62
Bab 4 – Perkembangan Sistem Pembayaran
Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan I-2011
Tabel 4.2 Penukaran Uang Pecahan Kecil Juta Rp Pecahan Uang Kertas 1 10.000 2 5.000 3 2.000 4 1.000 Uang Logam 1 500 2 200 3 100 Total
2007 164,619 89,751 59,974 0 14,895 1,630 489 802 321 166,249
2008 143,595 72,541 59,041 0 12,014 607 229 351 26 144,201
2009 80,077 37,007 25,767 13,307 3,996 1,339 998 249 92 81,416
Trw-I Trw-II 11,952 16,938 6,279 8,545 3,499 5,483 2,012 2,638 162 272 240 251 55 5 117 144 69 102 12,192 17,189
2010 Trw-III Trw-IV 78,553 11,981 42,876 5,743 21,317 3,524 12,998 1,226 1,362 1,488 1,509 305 0 3 243 103 206 90 80,062 12,286
Total 119,424 63,443 33,822 18,874 3,285 2,305 62 608 467 121,729
Ptumb1 (2009-10) 49.14 71.44 31.26 41.83 -17.80 72.14 -93.79 143.86 406.63 49.52
Keterangan: 1)
%.
Jika dilihat dari jenisnya, peningkatan kegiatan penukaran uang terutama terjadi pada uang logam dengan pertumbuhan 72,14% dan diikuti kegiatan penukaran uang kertas 49,14%. Tingginya peningkatan kegiatan penukaran pada uang logam tersebut menunjukkan bahwa harga-harga barang kebutuhan pokok di DIY relatif stabil sehingga nilai uang dengan denominasi kecil masih banyak digunakan untuk transaksi. Pemberian Tanda Tidak Berharga (PTTB) Dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat terhadap uang kartal yang layak edar, KBI Yogyakarta secara rutin melakukan penyortiran dan peracikan menggunakan Mesin Sortir Uang Kertas (MSUK) dan Mesin Racik Uang Kertas (MRUK). Uang yang termasuk dalam kategori tidak layak edar dicatat sebagai Pemberian Tanda Tidak Berharga (PTTB) yang untuk selanjutnya dimusnahkan. Jumlah PTTB atas uang lusuh dan uang yang ditarik dari peredaran pada tahun 2010 meningkat jika dibandingkan dengan tahun 2009 sebesar 159,89%. Peningkatan PTTB ini menunjukkan bahwa preferensi masyarakat untuk memegang uang Hasil Cetak Sempurna tinggi. Berdasarkan denominasinya, peningkatan jumlah lembar PTTB terbesar dialami oleh denominasi Rp2.000. Hal yang wajar mengingat perputaran uang tunai, khususnya uang pecahan kecil lebih cepat karena banyak digunakan untuk melakukan
Bab 4 – Perkembangan Sistem Pembayaran
63
Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2010
transaksi, sehingga lebih cepat lusuh. Selain itu, kualitas bahannya juga tidak sebaik uang dengan denominasi besar, seperti Rp100.000 dan Rp50.000. Tabel 4.3 Pemberian Tanda Tidak Berharga Juta Rp Pecahan
2008
2007
100,000 379,542 50,000 600,716 20,000 150,675 10,000 108,757 5,000 62,898 2,000 1,000 23,808 500 107 100 9 Total 1,326,511
2009
403,644 464,705 124,197 103,520 66,517 23,647 29 4 1,186,263
220,094 216,373 142,531 81,818 65,957 0 16,477 29 3 743,282
Trw-I 62,117 121,556 35,153 18,874 17,682 5 5,740 3 1 261,131
Trw-II 108,900 132,812 24,796 15,183 15,629 252 4,462 3 1 302,038
2010 Trw-III 305,861 255,969 21,100 10,576 9,884 325 2,790 4 2 606,510
Trw-IV Total 313,514 790,391 328,517 838,854 43,269 124,318 39,212 83,845 25,860 69,055 6,176 6,759 5,482 18,473 3 13 1 3 762,033 1,931,711
Ptumb1 (2009-10) 259.11 287.69 (12.78) 2.48 4.70 1,508,525.45 12.12 (54.21) 1.34 159.89
Keterangan: 1) %.
Temuan Uang Palsu Sepanjang tahun 2010, laporan temuan uang palsu ke KBI Yogyakarta mengalami peningkatan di sisi nominal maupun di sisi jumlah lembarnya. Uang palsu yang dilaporkan adalah sebanyak 1.847 lembar, naik 119,51% dari tahun 2009 yang tercatat sebanyak 901 lembar. Jika dilihat secara nominal, uang palsu yang dilaporkan adalah sebesar Rp170.035.000,00, naik 119,51% dari tahun 2009 yang tercatat sebesar Rp77.460.000,00. Tabel 4.4 Temuan Uang Palsu yang Dilaporkan1 Lembar Pecahan
Tahun Emisi
100,000 2004 100,000 1999 50,000 2005 50,000 1999 50,000 1995 50,000 1993 20,000 2004 20,000 1998 20,000 1992 10,000 2005 10,000 1998 10,000 1992 5,000 2001 5,000 1992 Total (Rp)
2007
2008
2009
69 285 665 31 17 4 23 67 192 30 33 6 0 0 0 7 17 2 7 5 20 6 11 1 4 2 4 7 12 4 14 6 0 25 17 1 5 2 0 2 0 2 13,835,000 36,770,000 77,460,000
Trw-I 7 1 95 17 0 1 7 18 0 0 6 4 0 2 7,060,000
Trw-II 10 0 10 2 0 0 2 0 0 4 0 0 0 0 1,680,000
2010 Trw-III
Trw-IV Total 78 1,509 1,604 0 1 2 11 9 125 0 17 36 0 0 0 0 3 4 4 8 21 0 5 23 0 0 0 0 1 5 0 5 11 1 8 13 0 1 1 0 0 2 8,440,000 152,855,000 170,035,000
Keterangan: 1) Data uang pecahan Rp50.000,00 emisi 2005, Rp20.000 emisi 2004, Rp10.000,00 emisi 2005 dan Rp5.000,00 emisi 2001 adalah sejak tahun 2007.
64
Bab 4 – Perkembangan Sistem Pembayaran
Ptumb2 (2009-10)
119.51
Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan I-2011
Hal ini disebabkan pecahan uang yang banyak dipalsu adalah pecahan besar, yaitu pecahan Rp100.000 tahun emisi 2004 dan Rp50.000 tahun emisi 2005 masing-masing sebesar 1.604 lembar dan 125 lembar. Kecanggihan teknologi yang semakin berkembang dewasa ini rupanya telah digunakan oleh oknum yang tidak bertanggungjawab dengan membuat uang palsu. Namun demikian, Bank Indonesia telah melakukan upaya preventif dengan menambahkan security feature setiap mencetak uang dengan emisi baru. Upaya lainnya dilakukan dengan memberikan sosialisasi secara berkala kepada masyarakat mengenai ciri-ciri keaslian uang rupiah. Dengan demikian, diharapkan ruang gerak para pemalsu uang semakin terbatas. SISTEM PEMBAYARAN NON TUNAI Transaksi Kliring Pada tahun 2010 penyelesaian rata-rata transaksi harian melalui kliring mengalami peningkatan, baik dilihat dari sisi rata-rata warkat per hari maupun rata-rata nominal per hari. Rata-rata warkat kliring per hari pada tahun 2010 tercatat sebanyak 1.587 warkat per hari, tumbuh -3,39% dari tahun 2009 yang tercatat sebanyak 1.643 warkat per hari. Sedangkan rata-rata nominal kliring pada tahun 2010 sebesar Rp35 miliar per hari, meningkat 0,83% dari tahun 2009 sebesar Rp34 miliar per hari.
45
3.500
40
3.000
30
2.500
25
2.000
Lembar
Miliar Rp
35
20 1.500
15 10
1.000 I-08
II-08 III-08 IV-08 I-09
II-09 III-09 IV-09 I-10
Nominal Kliring
II-10 III-10 IV-10
Warkat Kliring
Grafik 4.2 Transaksi Kliring
Bab 4 – Perkembangan Sistem Pembayaran
65
Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2010
Akan tetapi rata-rata kliring yang ditolak pada tahun 2010 juga mengalami peningkatan, masing-masing sebesar 18,84% untuk rata-rata warkat ditolak per hari, yaitu dari 24 lembar per hari pada tahun 2009 menjadi 28 lembar per hari pada tahun 2010, dan sebesar 13,15% untuk rata-rata nominal ditolak per hari, yaitu dari Rp0,58 miliar per hari pada tahun 2009 menjadi Rp0,65 miliar per hari pada tahun 2010. Sejumlah alasan dapat melatarbelakangi penolakan kliring, antara lain tidak dipenuhinya syarat-syarat administrasi bank penerima pada fisik warkat. Alasan lainnya adalah rekening tutup dan saldo tidak cukup yang selanjutnya akan diadministrasikan oleh Bank Indonesia pada Tata Usaha Cek Kosong (TUCK) dan Tata Usaha Daftar Hitam (TUDH). Tabel 4.5 Indikator Sistem Pembayaran Non Tunai Miliar Rp No
Uraian
2007
2008
2009
2010 Trw-I
Trw-II
Trw-III
Trw-IV
Total
Ptumb1 (2009-10)
KLIRING 1
Rata-rata Warkat Kliring/Hari (lembar)
1,545
1,628
1,643
1,670
1,639
1,674
1,366
1,587
-3.39
2
Rata-rata Warkat Ditolak/Hari (lembar)
17
17
24
28
28
29
28
28
18.84
1.77
3
Rasio (2)/(1) dalam %
1.09
1.05
1.44
1.66
1.68
1.75
2.05
4
Rata-rata Nominal Kliring/Hari
28
34
34
34
35
39
30
35
0.83
5
Rata-rata Nominal Ditolak/Hari
0.349
0.397
0.575
0.571
0.677
0.779
0.574
0.650
13.15
6
Rasio (5)/(4) dalam %
1.23
1.18
1.67
1.66
1.92
2.01
1.89
1.87
RTGS 1
Rata-rata Warkat Keluar/Bulan (lembar)
2,483
2,917
3,577
3,561
3,774
3,987
4,346
3,917
9.50
2
Rata-rata Warkat Masuk/Bulan (lembar)
3,256
3,875
4,306
4,959
5,208
5,396
5,745
5,327
23.72
3
Rata-rata Outgoing Transfer/Bulan
3,569
2,747
3,193
3,177
3,937
3,935
4,549
3,900
22.12
4
Rata-rata Incoming Transfer/Bulan
5,946
5,178
4,608
5,430
5,626
5,507
9,346
6,477
40.58
5
Net Transfer (4)-(3)
2,376
2,431
1,414
2,253
1,689
1,572
4,797
2,578
82.27
Keterangan: 1)
%.
Transaksi Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement (BI-RTGS)
1
Aktivitas sistem pembayaran non tunai pada Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement (BI-RTGS) melalui KBI Yogyakarta pada tahun 2010 mengalami peningkatan dari sisi warkat maupun dari sisi nominalnya. Hal ini dicerminkan melalui rata-rata transfer masuk dan keluar yang merupakan transaksi antara wilayah DIY dan luar DIY. Laporan transaksi sudah mengeluarkan transaksi antar bank yang sama-sama berada di wilayah DIY.
1
BI-RTGS adalah sistem transfer dana elektronik yang penyelesaian setiap transaksinya dilakukan dalam waktu seketika. BI-RTGS berperan penting dalam pemrosesan aktivitas transaksi pembayaran, khususnya untuk memproses transaksi pembayaran yang termasuk High Value Payment System (HVPS) atau transaksi bernilai besar yaitu transaksi bernilai Rp.100 juta atau lebih.
66
Bab 4 – Perkembangan Sistem Pembayaran
Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan I-2011
Di sisi warkat, rata-rata warkat masuk per bulan naik 23,72% menjadi 5.327 warkat per bulan pada tahun 2010 dari 4.306 warkat per bulan pada tahun sebelumnya. Sedangkan rata-rata warkat keluar per bulan naik 9,50% dari 3.577 warkat per bulan pada tahun 2009 menjadi 3.917 warkat per bulan pada tahun 2010. Dari sisi nominal, rata-rata transfer masuk (incoming transfer) per bulan naik 40,58% dari Rp4.608 miliar per bulan pada tahun 2009 menjadi Rp6.447 miliar per bulan pada tahun 2010. Sedangkan rata-rata transfer keluar (outgoing transfer) per bulan meningkat 22,12% dari Rp3.193 miliar per bulan pada tahun 2009 menjadi Rp3.900 miliar per bulan pada tahun 2010. Dengan demikian maka transfer masuk bersih (net-incoming transfer) ke sistem perbankan di wilayah DIY mengalami peningkatan 82,27% dari Rp1.414 miliar menjadi
6.000
9.000
5.500
8.000
5.000
7.000
4.500
6.000
4.000
5.000
3.500
4.000
3.000
3.000
2.500
Miliar Rp
10.000
2.000
Lembar
Rp2.578 miliar.
2.000 I-08
II-08 III-08 IV-08 I-09
II-09 III-09 IV-09 I-10
II-10 III-10 IV-10
Nominal Incoming Transfer
Nominal Outgoing Transfer
Warkat Incoming Transfer
Warkat Outgoing Transfer
Grafik 4.3 Transaksi BI-RTGS
Peningkatan aktivitas BI-RTGS pada tahun 2010 diduga disebabkan oleh peningkatan aktivitas aktivitas ekonomi seiring dengan pemulihan ekonomi global. Di samping itu, pada saat terjadi Erupsi Merapi, banyak dana bantuan untuk korban Merapi yang masuk DIY. Sedangkan peningkatan di sisi warkatnya menunjukkan bahwa sebagian besar masyarakat yang bertransaksi dengan jumlah relatif kecil masih menggunakan BI-RTGS sebagai alat transfer karena lebih cepat karena penyelesaian yang seketika sekaligus aman karena risiko settlement-nya kecil. Dua hal ini merupakan prasyarat penting dalam penyelesaian transaksi pembayaran dalam mendukung kegiatan ekonomi yang bergerak cepat.
Bab 4 – Perkembangan Sistem Pembayaran
67
Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2010
Bank Indonesia terus mendorong masyarakat lebih banyak melakukan transaksi non tunai (less cash society). Peningkatan penggunaan transaksi non tunai juga dapat dijadikan sebagai cerminan kemajuan suatu daerah, terutama dalam menilai efisiensi dan intensitas aktivitas perekonomian.
68
Bab 4 – Perkembangan Sistem Pembayaran
BAB 5 KEUANGAN PEMERINTAH Kinerja gabungan keuangan pemerintah Provinsi, Kota dan Kabupaten se-DIY tahun 2010, mengalami peningkatan baik di sisi penerimaan maupun sisi pengeluaran. Secara umum, pos penerimaan APBD Gabungan Rp5.734,2 miliar, naik 9,79% dari tahun sebelumnya dan melebihi rencan awal (102,2%). Ketergantungan APBD di DIY terhadap pemerintah pusat masih dominan, tercermin dari kontribusi Dana Perimbangan mencapai Rp3.661 miliar (68,21%), sedangkan Pendapatan Asli Daerah hanya sebesar Rp1.285 miliar (23,05%). Di sisi pengeluaran realisasinya Rp5.689,0 miliar, naik 10,19% dari tahun sebelumnya, namun lebih rendah dari rencana awal (91,39%). Sementara itu, alokasi belanja daerah masih terkonsentrasi kepada belanja pegawai dan belanja barang dan jasa.
Peningkatan kinerja perekonomian DIY di tahun 2010 memberi dampak pada kinerja keuangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) gabungan di DIY di sisi Pendapatan maupun belanja daerah yang relatif lebih baik dibanding tahun 2009 masingmasing naik sebesar 9,79% dan 10,19%. Berdasarkan wilayah, pendapatan Pemerintah Provinsi, Kabupaten dan Kota dibanding tahun sebelumnya seluruhnya meningkat dengan realisasi penerimaannya di atas 100%. Sedangkan di sisi pengeluaran, belanja seluruh pemerintahan daerah di DIY meningkat, tetapi persentase realisasi belanja masih dibawah 100%. Wilayah yang mengalami surplus dalam realisasi APBD 2010 adalah Pemerintah Provinsi DIY, Kabupaten Gunungkidul dan Kabupaten Kulonprogo masing-masing sebesar Rp55 miliar, 33 miliar dan Rp20 miliar. Wilayah yang mengalami surplus dalam realisasi APBD terutama disebabkan oleh pertumbuhan pendapatannya lebih besar dari pertumbuhan belanja.
PENDAPATAN
APBD
GABUNGAN
PEMERINTAH
PROVINSI
DAN
KABUPATEN/KOTA Secara gabungan peningkatan realisasi pendapatan pemerintah daerah di DIY pada tahun 2010 didorong oleh tingginya peningkatan realisasi Lain-lain Pendapatan yang sah
69
Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2010
89,07%, diikuti dengan peningkatan Pandapatan Asli Daerah (13,06%) dan Dana Perimbangan (0,62%). Pos Dana Perimbangan dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) masih memiliki share terbesar yakni masing-masing sebesar 68,21% dan 23,05%. Peningkatan pos PAD pada APBD 2010 didorong oleh peningkatan pendapatan dari pos Lain-lain Pendapatan daerah Yang Sah sebesar 32,94%, diikuti Hasil Pajak Daerah dan Hasil Pengelolaan Kekayaan daerah yang Dipisahkan yang masing-masing tumbuh 15,80% dan 10,69% dibanding realisasi tahun sebelumnya. Sementara itu pos Hasil Retribusi daerah terkontraksi 13,09%. Peningkatan pos Lain-lain Pendapatan yang Sah terutama berasal dari pendapatan hibah yang meningkat 791,60%, diantaranya berasal dari bantuan untuk bencana Merapi, sedangkan Pajak Daerah terutama berasal dari peningkatan penerimaan pajak kendaraan bermotor.
Tabel 5.1 APBD Provinsi, Kabupaten, Kota Se Wilayah Propinsi DIY - Sisi Pendapatan Juta Rp.
APBD TOTAL No 1 A
B
C
Uraian Pendapatan Daerah Pendapatan Asli Daerah Hasil Pajak Daerah Hasil Retribusi Daerah Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah Dana Perimbangan Bagi Hasil Pajak/ Bagi Hasil Bukan Pajak Dana Alokasi Umum Dana Alokasi Khusus Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam Lain-lain Pendapatan yang Sah Pendapatan Hibah Pendapatan Dana Darurat Bagi Hasil Pajak dari Provinsi dan Pemda lainnya Dana Penyesuaian dan Otonomi Khusus Bantuan Keuangan dari Provinsi atau Pemda lainnya Pendapatan Lainnya Pendapatan Tanpa Kode Rekening Jumlah Pendapatan
RAPBD 5.041.440,34 1.008.078,73 641.752,92 178.345,59 58.344,79 129.635,44 3.644.558,71 339.205,56 3.015.919,15 289.434,00 353.699,27 10.144,26 198.385,86 66.299,07 78.870,08 35.103,62 5.041.440,34
2009 REALISASI %-RAPBD 5.223.489,39 103,61 1.136.821,89 112,77 708.641,47 110,42 198.976,82 111,57 58.208,85 99,77 170.994,75 131,90 3.638.207,04 99,83 332.848,69 98,13 3.015.924,35 100,00 289.434,00 100,00 417.060,11 117,91 9.026,21 88,98 68.062,05 146.815,81 74,01 75.970,02 114,59 77.272,53 97,97 39.913,50 31.400,34 89,45 5.223.489,39 103,61
RAPBD 5.608.734,84 1.153.763,59 718.168,49 166.348,59 65.357,70 203.888,81 3.656.733,47 389.813,31 2.992.335,86 274.584,30 798.237,78 80.895,95 73.863,38 152.429,61 312.150,13 177.898,70 1.000,00 5.608.734,84
2010 REALISASI 5.734.610,90 1.285.298,19 820.604,25 172.938,86 64.432,08 227.322,99 3.660.776,84 393.856,68 2.992.335,86 274.584,30 788.535,87 80.477,56 73.868,81 152.165,60 308.844,48 172.279,42 900,00 5.734.610,90
Growth % %-RAPBD APBD 09-10 102,24 9,79 111,40 13,06 114,26 15,80 103,96 (13,09) 98,58 10,69 111,49 32,94 100,11 0,62 101,04 18,33 100,00 (0,78) 100,00 (5,13) 98,78 89,07 99,48 791,60 8,53 99,83 3,64 98,94 306,53 96,84 122,95 (100,00) 102,24 9,79
Keterangan: Sumber: Pemda Propinsi, Kabupaten dan Kota se DIY, diolah.
Berdasarkan wilayah, pertumbuhan realisasi PAD tertinggi di Kulonprogo yang tumbuh 21,31%, diikuti Provinsi 18,26%, Kota Yogyakarta 13,14%, Sleman 3,96%, dan Bantul 2,66%. Sebaliknya PAD Kabupaten Bantul mengalami penurunan 7,95%. Faktor yang mempengaruhi peningkatan pendapatan PAD antara lain adalah pertumbuhan ekonomi yang lebih baik sehingga berdampak pada peningkatan penerimaan pendapatan pajak daerah.
70
Bab 5 – Keuangan Pemerintah
Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2010
Sementara itu, pertumbuhan realisasi Dana Perimbangan bersumber dari peningkatan pos Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak sejalan dengan peningkatan perolehan pajak di DIY pada tahun 2010. Namun demikian share komponen terbesar dalam pos Dana Perimbangan masih bersumber dari Dana Alokasi Umum sebesar 59,08%. Berdasarkan wilayahnya, pertumbuhan Dana Perimbangan tertinggi adalah Kabupaten Gunungkidul 4,29%, diikuti Sleman 3,13%, dan Bantul 3,02%. Sedangkan Provinsi DIY, Kabupaten Kulonprogo dan Kota Yogyakarta tumbuh
negatif
masing-masing -0,69%, -1,86% dan -6,33%. Sementara itu, Dana
Perimbangan yang realisasinya di tahun 2010 tidak mencapai 100% hanya Provinsi DIY dan Kota Yogyakarta.
BELANJA PEMERINTAH Struktur pengeluaran Belanja APBD Gabungan Pemerintah Provinsi, Kabupaten/Kota di DIY didominasi oleh pos Belanja Tidak Langsung 64,56%. Peningkatan realisasi Belanja terutama bersumber dari pos Belanja Tidak Langsung sebesar 13,44% dan Belanja Langsung sebesar 3,79% dibanding tahun sebelumnya.
Tabel 5.2 APBD Provinsi, Kabupaten, Kota Se Wilayah Propinsi DIY - Sisi Belanja Juta Rp.
APBD TOTAL No 2 A
B
Uraian Belanja Daerah Belanja Tidak Langsung Belanja Pegawai Belanja Bunga Belanja Subsidi Belanja Hibah Belanja Bantuan Sosial Belanja Bagi Hasil Kepada Prov/Kab/Kota/Desa Belanja Bantuan Keuangan Kepada Prov/Kab/Kota/Desa Belanja Tidak Terduga Belanja Langsung Belanja Pegawai Belanja Barang dan Jasa Belanja Modal Jumlah Belanja Surplus/ (Defisit)
RAPBD 5.756.407,40 3.657.140,10 2.701.827,46 925,10 10.970,00 161.335,86 314.166,81 227.028,73 187.222,36 53.663,79 2.099.267,30 388.469,05 1.006.666,71 704.131,54 5.756.407,40 (714.967,06)
2009 REALISASI %-RAPBD 5.162.812,22 89,69 3.423.475,52 93,61 2.568.400,24 95,06 819,76 88,61 10.310,35 93,99 157.705,13 97,75 274.603,18 87,41 227.019,79 100,00 180.831,57 96,59 3.785,49 7,05 1.739.336,70 82,85 303.971,33 78,25 834.811,20 82,93 600.554,17 85,29 5.162.812,22 89,69 60.677,17 (8,49)
RAPBD 6.224.878,07 4.075.649,31 3.234.079,72 994,10 176.946,08 236.800,28 240.341,37 169.682,18 16.805,58 2.149.228,76 385.055,81 1.080.477,03 683.695,92 6.224.878,07 (616.143,23)
2010 REALISASI 5.689.035,99 3.883.724,97 3.076.070,85 656,51 171.720,71 216.496,86 241.085,12 165.180,69 12.514,23 1.805.311,03 348.258,08 963.194,27 493.858,68 5.689.035,99 45.574,91
Growth % %-RAPBD APBD 09-10 91,39 10,19 95,29 13,44 95,11 19,77 66,04 (19,91) (100,00) 97,05 8,89 91,43 (21,16) 100,31 6,20 97,35 (8,65) 74,46 230,58 84,00 3,79 90,44 14,57 89,15 15,38 72,23 (17,77) 91,39 10,19 (7,40) (24,89)
Keterangan: Sumber: Pemda Propinsi, Kabupaten dan Kota se DIY, diolah.
Belanja Pegawai langsung dan tidak langsung meningkat 19,22% dan memiliki share 60,19% dari total Belanja. Realisasi Belanja Barang-Jasa naik 15,38% dibanding tahun sebelumnya. Sedangkan realisasi Belanja Modal turun 17,77% dibanding tahun 2009, namun penurunan ini tidak menggambarkan penurunan belanja modal sebenarnya karena terdapat sebagian belanja modal juga terdapat pada belanja bantuan sosial, hibah, dan bantuan
Bab 5 – Keuangan Pemerintah
71
Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2010
keuangan kepada Kab/Kota/Desa. Belanja Modal dalam arti luas, yang meliputi belanja modal, bantuan sosial, hibah, dan bantuan keuangan kepada Kab/Kota/Desa memiliki share 18,41% dari total Belanja. Realisasi belanja tertinggi terjadi di Kabupaten Bantul sebesar 96,12%, diikuti oleh Kota Yogyakarta (91,61%), Kulonprogo (91,24%), Provinsi DIY (90,97%), Gunungkidul (89,52) dan Sleman (89,10%). Dengan melihat cerminan realisasi belanja tersebut, tampaknya masih ada ruang untuk mengoptimalkan belanja di daerah, khususnya untuk pembelanjaan yang dapat meningkatkan nilai tambah.
SUMBER PEMBIAYAAN PEMERINTAH Realisasi angka gabungan APBD tahun 2010 Pemerintah Provinsi, Kabupaten dan Kota surplus Rp45 miliar. Sementara itu, sumber penerimaan pembiayaan masih didominasi oleh Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Tahun Sebelumnya (95,52%), dan sumber pengeluaran pembiayaan terbesar adalah Penyertaan Modal (Investasi) Pemerintah Daerah (53,61%). Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Tahun Sebelumnya meningkat 1,57% dibanding tahun sebelumnya.
Tabel 5.3 APBD Provinsi, Kabupaten, Kota Se Wilayah Propinsi DIY - Sisi Pembiayaan Juta Rp.
APBD TOTAL No
Uraian
3 A
Pembiayaan Daerah Penerimaan Pembiayaan Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Tahun Sebelumnya Pencairan Dana Cadangan Hasil Penjualan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan Penerimaan Penjualan Daerah dan Obligasi Daerah Penerimaan Kembali Pemberian Pinjaman Daerah Penerimaan Piutang Daerah Penerimaan Lainnya Jumlah Penerimaan Pembiayaan B Pengeluaran Pembiayaan Pembentukan Dana Cadangan Penyertaan Modal (investasi) Pemerintah Daerah Pembayaran Pokok Utang Pemberian Pinjaman Daerah Penyelesaian Kegiatan DPA-L Pengeluaran Pembiayaan Lainnya Jumlah Pengeluaran Pembiayaan Pembiayaan Netto Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran Tahun Berjalan (SILPA)
RAPBD 913.935,66 1.038.561,66 1.023.070,06 1.912,75 12.462,77 1.116,07 1.038.561,66 124.626,00 6.575,00 100.089,73 6.037,91 6.600,50 4.921,67 401,20 124.626,00 913.935,66 -
Keterangan: Sumber: Pemda Propinsi, Kabupaten dan Kota se DIY, diolah.
72
Bab 5 – Keuangan Pemerintah
2009 REALISASI %-RAPBD 948.048,45 103,73 1.053.649,63 101,45 1.042.043,24 101,85 1.477,85 77,26 9.500,58 76,23 627,96 56,27 1.053.649,63 101,45 105.601,18 84,73 6.575,00 100,00 82.914,73 82,84 4.464,29 73,94 6.600,50 100,00 4.653,29 94,55 393,37 98,05 105.601,18 84,73 948.048,45 103,73 1.008.725,62 -
RAPBD 616.143,03 690.823,15 657.901,88 18.311,20 13.494,00 1.116,07 690.823,15 74.680,12 38.951,05 1.663,57 34.065,50 74.680,12 616.143,03 -
2010 REALISASI 622.635,06 688.762,58 657.901,88 27.261,66 2.467,54 1.131,51 688.762,58 66.127,52 35.448,71 1.663,31 29.015,50 66.127,52 622.635,06 668.209,96
Growth % %-RAPBD APBD 09-10 101,05 (34,32) 99,70 (34,63) 100,00 (36,86) 148,88 1.744,69 18,29 (74,03) 101,38 80,19 99,70 (34,63) 88,55 (37,38) (100,00) 91,01 (57,25) 99,98 (62,74) 85,18 339,60 (100,00) (100,00) 88,55 (37,38) 101,05 (34,32) (33,76)
BAB 6 KETENAGAKERJAAN Sejalan dengan perekembangan perekonomian DIY, beberapa indikator kesejahteraan di Daerah Istimewa Yogyakarta pada tahun 2010 mengalami perbaikan. Indikator kesejahteraan yang membaik tersebut antara lain adalah pendapatan per kapita, ketenagakerjaan, angka kemiskinan, dan kualitas hidup sebagaimana tercermin pada indeks pembangunan manusia (IPM). Pendapatan per kapita masyarakat di Daerah Istimewa Yogyakarta atas dasar harga berlaku tercatat Rp13,18 juta, naik dari tahun 2009 Rp12,10 juta. Persentase tingkat kemiskinan sedikit mengalami perbaikan, yaitu turun dari 17,23% menjadi 16,83%; tingkat pengangguran terbuka di daerah Istimewa Yogyakarta turun dari 6,00% di tahun 2009 menjadi 5,69% pada tahun 2010; nilai IPM tahun 2009 tercatat sebesar 75,23 meningkat dibandingkan indeks pada tahun sebelumnya sebesar 74,88. Sedangkan, satu-satunya indikator yang menurun adalah Indeks kesengsaraan yang meningkat dari 8,93% menjadi 13,07%. PDRB per Kapita PDRB perkapita penduduk DIY tahun 2009 tercatat Rp13,18 juta perkapita per tahun, meningkat sekitar 8,97% dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang sebesar Rp 12,10. Walaupun pendekatan ini relatif kasar, namun angka PDRB perkapita banyak digunakan sebagai pendekatan. Dengan asumsi distribusi pendapatan cenderung membaik maka dapat diartikan tingkat kesejahteraan penduduk mengalami perbaikan pada tahun 2009, karena ada kelebihan kenaikan barang dan jasa yang dapat dikonsumsi. Tabel 6.1 PDRB Perkapita Rupiah Tahun 2006 2007 2008* 2009** 2010***
PDRB Perkapita (Ad. Harga Konstan 2000) 5.276.688 5.450.071 5.668.790 5.863.054 6.085.284
Perubahan (%) 2,66 3,29 4,01 3,43 3,79
PDRB Perkapita (Ad. Harga Berlaku) 8.851.985 9.807.749 11.242.194 12.099.714 13.184.861
Perubahan (%) 14,94 10,80 14,63 7,63 8,97
Keterangan *) Angka sementara **) Angka sangat sementara ***) Angka sangat-sangat sementara Sumber : BPS Provinsi DIY
73
Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2010
Tenaga Kerja Jumlah penduduk usia kerja di DIY pada Agustus 2010 sebanyak 2,70 juta orang atau turun sebesar 6,04% jika dibandingkan dengan Agustus 2009. 1,88 juta orang atau 69,76% tergolong sebagai angkatan kerja, sedangkan sisanya bukan angkatan kerja karena sedang mengikuti sekolah, menjadi ibu rumah tangga, atau kegiatan lainnya. Jumlah penduduk yang bekerja pada Agustus 2010 sebanyak 1,775 juta orang, turun sebesar 120,50 ribu orang bila dibandingkan dengan keadaan pada Agustus 2009 (1,896 juta orang). Tabel 6.2 Angkatan Kerja Ribu Orang
No A 1 2 B C D E
Uraian Angkatan Kerja Bekerja Pengangguran Terbuka Bukan Angkatan Kerja Penduduk Usia Kerja Tingkat Pengangguran Terbuka Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja
2008 Feb 1.983 1.864 120 852 2.836 6,04% 69,95%
2009 Agt 2.000 1.892 108 836 2.836 5,38% 70,51%
Feb 2.049 1.926 123 809 2.857 6,00% 71,70%
2010 Agt 2.017 1.896 121 855 2.872 6,00% 70,23%
1
Agt 1.882 1.775 107 816 2.698 5,69% 69,76%
Sumber : BPSProvinsi DIY
TPAK
Feb 2.067 1.943 124 827 2.895 6,02% 71,41%
di Provinsi DIY pada Agustus 2010 sebesar 69,76% turun jika
dibandingkan Agustus 2009 (70,23%). Angkatan kerja DIY pada Agustus 2010 sebanyak 1,88 juta orang, 94,31% diantaranya atau sebanyak 1,775 juta orang bekerja dan sisanya 5,69% atau 107 ribu orang merupakan angkatan kerja yang sedang mencari pekerjaan (pengangguran terbuka). Presentase ini mengalami penurunan jika dibandingkan keadaan Agustus 2009 (6,00%) seiring dengan pertumbuhan angkatan kerja dan penyerapan tenaga kerja yang melambat. Sementara itu, dibandingkan dengan angka pengangguran nasional (7,14%) presentase pengangguran di DIY lebih kecil. Di antara penduduk yang sudah bekerja, terdapat pekerja setengah pengangguran atau pengangguran terselubung, yakni pekerja dengan waktu kerja kurang dari 35 jam seminggu. Pada posisi Agustus 2010, jumlah setengah pengangguran sebesar 28% dari jumlah pekerja atau berjumlah sekitar 497 ribu orang, meningkat 61 ribu orang jika dibandingkan posisi Agustus 2009 sebanyak 436 ribu orang.
1
TPAK adalah Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja
74
Bab 6 – Ketenagakerjaan
Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2010
12
10
9,75 9,11 8,46
8,39
8,14
7,87
7,41
8 6,08
%
6,1
6,04
7,14
6,00
6,00
6,02
Feb 09
Agst 09
Feb 10
5,69
5,38
6
4
2
0 Feb 07
Agst 07
Feb 08
Agst 08 Nasional
Agst 10
DIY
Sumber : BPS Provinsi DIY
Grafik 6.1 Perbandingan Tingkat Pengangguran Terbuka Nasional dan DIY
Secara sektoral, sektor Pertanian dan sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran menyerap pekerja paling banyak di Provinsi DIY yaitu masing-masing sebesar 30,4% dan 24,7% pada Agustus 2010. Sektor lain yang peranannya cukup berarti adalah sektor jasa-jasa (17,9%) dan industri pengolahan (13,9%). Sebaran tenaga kerja tersebut searah dengan struktur ekonomi di DIY yang disominasi sektor PHR dan pertanian Tabel 6.3 Penduduk Bekerja Berdasarkan Lapangan Pekerjaan Utama No
Lapangan Usaha
Sektor Tradeable A Pertanian B Pertambangan, Listrik, Gas, Air Bersih C Industri Pengolahan Sektor Non-Tradeable D Bangunan E Perdagangan, Hotel dan Restoran F Pengangkutan dan Komunikasi G Keuangan Persewaan dan Jasa Perusahaan H Jasa Jumlah
2008 Feb
2009 Agt
Feb
2010 Agt
Feb
Agt
35,3% 1,1% 13,2%
29,6% 1,1% 13,2%
35,7% 1,3% 12,9%
30,1% 1,1% 12,5%
32,2% 1,0% 15,1%
30,4% 0,9% 13,9%
5,6% 23,0% 3,2% 2,3% 16,3% 100,0%
8,0% 24,1% 4,7% 2,2% 17,0% 100,0%
4,7% 22,3% 4,2% 1,6% 17,3% 100,0%
7,7% 24,0% 4,4% 2,6% 17,7% 100,0%
4,7% 22,9% 4,4% 2,2% 17,4% 100,0%
6,2% 24,7% 3,8% 2,2% 17,9% 100,0%
Sumber : BPS DIY
Ditinjau dari sisi status ketenagakerjaan, maka tenaga kerja di DIY lebih didominasi oleh tenaga kerja informal sebagaimana porsi tenaga kerja informal di Indonesia yang mencapai sebesar ± 67%. Di DIY porsi tenaga kerja informal juga
Bab 6 – Ketenagakerjaan
75
Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2010
mendominasi, yaitu mencapai 65,5%. Berdasarkan assesmen, pertumbuhan nilai tambah di sektor Industri, Perdagangan dan Jasa mampu menyerap tambahan tenaga kerja lebih tinggi namun sebagian besar merupakan sektor informal. Sementara itu, pertumbuhan di sektor Pertanian memiliki dampak penyerapan tenaga kerja yang relatif melambat antara lain karena kapasitas produksi yang relatif sulit untuk ditingkatkan karena keterbatasan lahan. Tabel 6.4 Indikator Status Ketenagakerjaan % No A
B
Status Pekerjaan Utama Formal Berusaha dibantu Buruh Tetap Buruh/Karyawan/Pegawai Informal Berusaha Sendiri Dibantu Buruh Tidak Tetap/Buruh Tidak Dibayar Pekerja Bebas di Pertanian Pekerja Bebas di Non Pertanian Pekerja Keluarga/tak Dibayar
2008 Februari Agustus 35,7 34,8 3,9 4,0 31,8 30,8 64,2 65,2 12,6 16,5 24,6 22,8 2,9 3,0 5,2 6,5 18,9 16,4
2009 Feb 34,4 3,7 30,7 65,8 15,3 23,8 2,8 4,9 19,0
2010 Agt 35,4 3,0 32,4 64,6 14,3 23,8 2,9 7,7 15,9
Feb 34,7 3,5 31,2 65,2 14,5 24,5 2,3 5,2 18,7
Agt 34,5 3,9 30,6 65,5 13,8 24,4 2,0 6,5 18,9
Keterangan : *) Persentase Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Bekerja menurut Status Pekerjaan Utama Februari 2008 - Agustus 2010 Sumber : BPS Propinsi DIY
Upah Minimum Provinsi (UMP)
2
Gubernur DIY melalui Keputusan Nomor 270/KEP/2010 tanggal 22 November 2010 menetapkan UMP 2011 sebesar Rp808.000,-. Jumlah tersebut lebih tinggi dari yang diusulkan oleh Dewan Pengupahan DIY sebesar Rp802.338,-, namun lebih rendah dari perhitungan rata-rata upah buruh di Yogyakarta yang dilakukan oleh Aliansi Buruh Yogyakarta (ABY), yakni sebesar Rp837.319,-. UMP 2011 yang ditetapkan mengalami kenaikan sebesar 8,36% dari UMP 2010 sebesar Rp745.694,-. Sampai dengan akhir tahun 2010 terdapat 5 perusahaan yang mengajukan penangguhan penundaan UMP 2011. Namun demikian hanya 2 perusahaan yang memenuhi persyaratan untuk melakukan penangguhan UMP tersebut.
2
UMP adalah jaring pengaman sosial yang diperuntukkan bagi pekerja lajang dengan 0 tahun masa kerja.
76
Bab 6 – Ketenagakerjaan
Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2010
Ribu Rp 1800 1600
746 700
1400
586
1200
460
1000 800
500
399 674
751
820
687 600
657
400
400 200 0 2005
2006
2007 KHL/KHM
2008
2009
2010
UMP
Grafik 6.2 Upah Minimum Provinsi
Kemiskinan Nilai Garis Kemiskinan Provinsi DIY pada Maret 2010 sebesar Rp224.258,- per kapita per bulan. Dibandingkan dengan angka bulan Maret 2009 yang besarnya 3
Rp211.978,- per kapita per bulan, maka nilai garis kemiskinan meningkat sebesar 5,79%. Walaupun angka garis kemiskinan naik, namun jumlah penduduk miskin di Provinsi DIY dari tahun ke tahun cenderung menurun. Jumlah penduduk miskin pada tahun 2007 tercatat 663,5 ribu orang dan pada tahun 2010 menjadi 577,3 ribu orang. Penurunan jumlah penduduk miskin tersebut terjadi baik di kota maupun desa. Persentase penduduk miskin di daerah perkotaan pada Maret 2010 adalah 53,41% atau 308,36 ribu orang, berkurang dari keadaan Maret 2009 yang mencapai 311,47 ribu orang. Sementara itu, persentase penduduk miskin di daerah pedesaan pada bulan Maret 2010 adalah 46,59% atau 268,94 ribu orang, turun dari keadaan Maret 2009 yang mencapai 274,31 ribu orang. Penurunan jumlah penduduk miskin ini tidak lepas dari upaya-upaya pemerintah melalui beberapa program yang dilaksanakan, seperti Bantuan Langsung Tunai (BLT), pembagian beras raskin, pembebasan bea SPP, Jamkesra dan lain-lain yang cukup efektif menurunkan tingkat kemiskinan dimaksud.
3
Garis kemiskinan merupakan ambang batas kebutuhan dasar baik untuk makanan maupun non makanan, yang memisahkan seseorang tergolong miskin atau tidak. Terjadinya pertumbuhan garis kemiskinan ini antara lain sejalan dengan terjadinya kenaikan harga barang akibat inflasi.
Bab 6 – Ketenagakerjaan
77
Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2010
Chart Title
ribu orang
%
19,5
640 18,99
630
19
620
18,32
18,5
610 18
600 590
17,5
17,23
633,5
580
16,83
616,3
17
570 16,5
585,8
560
577,3 16
550 540
15,5 2007
2008
2009
Jumlah
2010
Persentase (%)
Grafik 6.3 Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin di DIY
Indeks Kesengsaraan Dipengaruhi oleh tingkat inflasi yang meningkat, angka indeks kesengsaraan di DIY tahun 2010 secara keseluruhan lebih buruk dari tahun sebelumnya (Grafik 6.3). Indeks kesengsaraan yang dihitung dengan cara menjumlahkan persentase tingkat pengangguran terbuka dengan tingkat inflasi pertama kali dikenalkan oleh Arthur Okun. Angka indeks kesengsaraan tahun 2010 sebesar 13,07%, naik dari tahun 2009 8,93% namun lebih baik dari angka nasional 14,10%. % 25,00 19,45
20,00 15,70 15,00
15,26
10,65
14,09
14,10 13,07
10,00 8,93 5,00
0,00 2007
2008
DIY
2009
Nasional
Grafik 6.4 Indeks Kesengsaraan
78
Bab 6 – Ketenagakerjaan
2010
Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2010
Indeks ini mengasumsikan bahwa tingkat pengangguran yang tinggi dan tingkat inflasi yang memburuk akan menciptakan biaya sosial dan ekonomi suatu negara. Berdasarkan indikator indeks kesengsaraan, kondisi kesejahteraan masyarakat pada tahun 2010 lebih rendah dari tahun sebelumnya karena peningkatan laju inflasi sebagai akibat dari gejolak harga komditas komoditas volatile foods. Indeks Pembangunan Manusia Indeks Pembangunan Manusia (IPM) merupakan indeks komposit yang menggambarkan pencapaian kualitas pembangunan manusia. Indeks ini mewakili komponen yang diperlukan manusia untuk dapat hidup secara lebih berkualitas, yakni aspek kesehatan, pendidikan dan aspek ekonomi. Tiga aspek ini menunjukkan tingkat pembangunan manusia suatu wilayah melalui pengukuran. penduduk yang sehat dan berumur panjang, berpendidikan dan berketrampilan, serta memiliki pendapatan yang memungkinkan untuk hidup layak. Nilai IPM tahun 2009 tercatat sebesar 75,28 meningkat dibandingkan indeks pada tahun sebelumnya yang sebesar 74,88. Dengan pencapaian ini, posisi pembangunan manusia di Provinsi DIY masuk dalam kategori kelompok ‘menengah atas’, yakni nilai IPM yang berkisar antara 66 hingga 79. Kenaikan indeks IPM didukung oleh meningkatnya angka seluruh indikator, yakni angka harapan hidup meningkat dari 73,11 pada tahun 2008 menjadi 73,16 pada tahun 2009. Dari segi pendidikan, angka melek huruf meningkat dari 89,46 menjadi 90,18 selama periode yang sama dan rata-rata lama sekolah juga meningkat dari 8,71 tahun menjadi 8,78 tahun pada periode yang sama. Adapun konsumsi riil per kapita yang mewakili daya beli penduduk juga meningkat dari Rp643.250,- pada tahun 2008 menjadi Rp644.670,- pada tahun 2009. Tabel 6.5 Indeks Pembangunan Manusia Indikator Nilai 1. Angka Harapan Hidup (tahun) 2. Angka Melek Huruf (%) 3. Rata-rata Lama Sekolah (tahun) 4. Konsumsi riil perkapita (Rp000) IPM Reduction Shortfall
2004
2005
2006
2007
2008
2009
72,6 85,8 8,2 636,7
72,9 86,7 8,4 638,7
73 86,7 8,5 638,8
73,1 87,78 8,59 639,88
73,11 89,46 8,71 643,25
73,16 90,18 8,78 644,67
72,9 2,71
73,57 2,16
73,71 0,76
74,15 1,72
74,88 2,81
75,23 1,39
Sumber : BPS Provinsi DIY
Bab 6 – Ketenagakerjaan
79
Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2010
Secara umum, pencapaian kualitas pembangunan manusia tahun 2009 lebih rendah dibandingkan dengan tahun 2008 yang tercermin dari nilai reduction shortfall pada tahun 2009 yang lebih besar dibandingkan tahun 2008. Meningkatnya pendapatan masyarakat dan peningkatan pertumbuhan ekonomi menyebabkan meningkatnya kualitas hidup masyarakat DIY.
80
Bab 6 – Ketenagakerjaan
Bab 7 Prospek Perekonomian PROSPEK PERTUMBUHAN EKONOMI DAN INFLASI Pertumbuhan ekonomi dunia pada tahun 2011 diperkirakan tumbuh masih cukup baik, terutama didorong oleh masih tingginya pertumbuhan ekonomi di negara-negara berkembang utama. Perekonomian di emerging market juga masih menikmati tingginya arus modal masuk. Sebaliknya pertumbuhan ekonomi di Amerika Serikat, Eropa dan Jepang masih belum optimal karena masih belum lepas dari krisis keuangan, dan di Jepang perekonomian agak terganggu karena bencana tsunami.
Pertumbuhan ekonomi
1
dunia pada tahun 2011 diperkirakan mencapai 4,3% . Sejalan dengan itu, pertumbuhan ekonomi Indonesia diperkirakan masih akan tumbuh cukup tinggi dengan didukung oleh permintaan domestik yang membaik dan penguatan kinerja ekspor, disisi lain stabilitas ekonomi terjaga. Membaiknya rating investasi Indonesia, selain mendorong investasi portfolio juga mendorong peningkatan Direct Investment, dan berdampak pada peningkatan surplus neraca pembayaran Indonesia. Dalam rangka pengendalian harga, pemerintah akan mengamankan stok dan pasokan komoditas pokok. Dari sisi fiskal, pemerintah akan menerapakan prinsip kehatihatian dalam pengeloaan APBN dan akan terus melakukan penurunan rasio utang terhadap PDB, diversifikasi profil utang pemerintah dan menurunkan ketergantungan terhadap utang luar negeri. Perekonomian DIY pada tahun 2011 diperkirakan akan tumbuh lebih tinggi dibanding tahun 2011. Pertumbuhan ekonomi DIY masih didorong oleh konsumsi rumah tangga yang pada gilirannya akan mendorong investasi. pada tahun 2011 Yogyakarta termasuk dalam evaluasi Promosi Investasi Global yang difasilitasi International Finance Corporation (IFC) World Bank atau yang dikenal sebagai Global Investment Promotion Benchmark yang merupakan penilaian terhadap prestasi promosi investasi dari 120 negara dan 70 daerah di dunia. Dengan masuknya Yogyakarta dalam Global Investment Promotion Benchmark tersebut, akan semakin membuka peluang bagi datangnya investor ke Yogyakarta.
1
World Economic Outlook Update, IMF, Juni 2011
81
Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2010
Walaupun belum jelas kapan realisasinya, beberapa proyek besar diharapkan juga akan segera diwujudkan. Proyek-proyek besar yang sudah dibidik antara lain adalah pengolahan biji besi di Kulonprogo yang diperkirakan menelan biaya USD 600 juta, pembangunan bandara baru pengganti bandara Adisutjipto yang akan dikerjakan oleh investor asal India dengan biaya sekitar USD 1 miliar. Secara total kedua proyek tersebut diperkirakan membutuhkan investasi lebih dari Rp 13,9 triliun. Disamping menyerap tenaga kerja, proyek-proyek tersebut tersebut akan membawa dampak ganda yaitu terkait dengan pembangunan infrastruktur pendukung maupun kegiatan ekonomi lainnya. Di tahun 2011 sendiri, Pemerintah juga akan mulai melaksanakan proyek-proyek terkait infrastruktur yang rusak akibat bencana erupsi merapi. Pemerintah juga terus mendorong pihak swasta untuk melakukan investasi di sektor property, baik komersial maupun residensial guna mendukung sektor perkembangan pariwisata DIY. Sementara itu, berdasarkan analisis siklus ekonomi dengan menggunakan Algoritma Bry-Boschan neftci sequensial probability recursion, pada tahun 2011 perekonomian DIY akan mulai memasuki titik balik dari dari fase kontraksi menuju fase ekspansi, sebagaimana tampak pada grafik berikut. 15
1
10
5
0 0.5 ‐5
‐10
‐15
0
‐20
P_T
Posterior Prob of Trough in Near Term
Threshold
Grafik 7.1. Perkembangan Boom Bust Pertumbuhan PDRB Riil Provinsi DIY
Dari grafik tersebut dapat dijelaskan bahwa sejak Januari 2008 hingga akhir tahun 2010 perekonomian DIY pada dasarnya masih berada dalam fase kontraksi (tergambar dari gambar Peak – Trough berwarna merah). Berdasarkan grafik tersebut juga tampak bahwa fase
82
Bab 7 – Prospek Perekonomian
Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2010
titik balik diperkirakan akan mulai terjadi pada tahun 2011 tergambar dari posterior probability of trough in near term yang menunjukkan pembalikan. Dengan perkembangan tersebut pertumbuhan ekonomi DIY pada tahun 2011 diperkirakan akan berada pada kisaran 5% 6%, lebih tinggi dibanding tahun 2010 sebesar 4,8%. Tabel 7.1 Produk Domestik Regional Bruto DIY (Juta Rp - %)
No Sektor A. Tradable 1 Pertanian 2 Pertambangan & Penggalian 3 Industri Pengolahan B. Non-Tradable 4 Listrik, Gas, & Air Bersih 5 Bangunan 6 Perdagangan, Hotel, & Restoran 7 Pengangkutan & Komunikasi 8 Keuangan, Persewaan, & Jasa Prsh 9 Jasa-jasa PDRB
2009 2010* Andil 2,7% 2,5% 0,79 3,4% -0,7% (0,13) 0,3% 0,9% 0,01 1,9% 7,0% 0,91 5,3% 6,0% 4,08 6,1% 4,0% 0,04 4,6% 6,1% 0,58 5,4% 5,1% 1,06 6,0% 5,5% 0,58 6,1% 7,9% 0,75 4,5% 6,4% 1,08 4,4% 4,9% 4,87
F
2011 6.735.000,04 3.656.415,33 158.200,75 2.920.383,96 15.458.660,08 196.503,27 2.121.145,44 4.519.853,95 2.441.210,25 2.414.908,62 3.765.038,56 22.193.660,12
2,8% 1,1% 13,0% 4,5% 6,7% 1,8% 4,0% 3,3% 8,7% 17,6% 5,0% 5,5%
Andil 0,88 0,19 0,09 0,60 4,60 0,02 0,38 0,69 0,93 1,72 0,85 5,47
Keterangan: *)
Angka sementara.
**)
Angka sangat sementara.
f
Angka perkiraan.
Sumber: BPS Propinsi DIY, diolah.
Secara sektoral, pangsa terbesar ekonomi DIY pada tahun 2011 masih akan didominasi oleh 4 sektor dengan pangsa sekitar 70% dalam PDRB yaitu sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran (PHR), sektor Pertanian, sektor Jasa-jasa dan sektor industri pengolahan. Namun demikian, sebagaimana pada tahun sebelumnya, kontribusi pertumbuhan ekonomi DIY 2011 diperkirakan masih didominasi oleh sektor PHR, sektor Keuangan, Real Estate dan Jasa Perusahaan, sektor Pengangkutan dan Komunikasi dan sektor Konstruksi. Tabel 7.2 Produk Domestik Regional Bruto DIY (Juta Rp - %)
No 1 2 3 4
Jenis Penggunaan Konsumsi Rumahtangga Konsumsi Pemerintah Pembentukan Modal tetap Domestik Bruto Lainnya PDRB
2009 2010* Andil 6.7% 7.3% 3.34 7.6% 2.8% 0.58 3.2% 3.4% 0.91 -11.9% 0.6% 0.04 4.4% 4.9% 4.87
F
2011 10,668,886.70 4,500,069.10 5,634,575.64 1,390,128.70 22,193,660.14
8.0% 6.8% 1.3% 0.5% 5.5%
Andil 3.74 1.35 0.35 0.03 5.47
Keterangan: *) Angka sementara. **) f
Angka sangat sementara. Angka perkiraan.
Sumber: BPS Propinsi DIY, diolah.
Bab 7 – Prospek Perekonomian
83
Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2010
Sektor PHR diperkirakan masih akan menjadi motor utama perekonomian DIY. Masih cukup menariknya DIY sebagai salah satu destinasi wisata mengundang minat pelaku usaha untuk mendirikan hotel dan restoran yang merupakan penunjang utama pariwisata. Menjamurnya rumah makan dan restoran juga turut mendorong peningkatan produksi di sektor lainnya seperti pertanian, transportasi dan komunikasi. Inflasi diperkirakan pada kisaran 5,5±1%. Pada tahun 2011 produksi padi diperkirakan bakal melimpah sehingga ketersedian pasokan beras akan terjamin dan pada gilirannya akan menghambat kenaikan harga beras yang merupakan kebutuhan utama masyarakat. Disamping itu stok kebutuhan pokok lainnya seperti jagung dan kedele diperkirakan juga akan terjaga. Faktor-faktor lain yang diperkirakan juga dapat menghambat kenaikan harga-harga antara lain adalah: (1) menguatnya nilai tukar Rupiah yang dapat berpengaruh pada peningkatan impor dan pada gilirannya akan meningkatkan ketersediaan pasokan, (2) masih ditundanya pencabutan subsidi BBM premium. Tabel 7.3 Inflasi Kota Yogyakarta (tahun dasar 2007) No 1 2 3 4 5 6 7
Kelompok Bahan Makanan Makanan Jadi, Minuman, Rokok & Tembakau Perumahan, Air, Listrik, Gas & Bahan Bakar Sandang Kesehatan Pendidikan, Rekreasi & Olahraga Transpor, Komunikasi & Jasa Keuangan UMUM
2007 13.31 7.33 6.18 9.33 4.36 12.58 2.99
2008 14.87 9.40 13.60 8.36 8.23 5.77 2.97
8.00
9.88
2009 3.91 7.50 1.40 5.81 1.86 2.26 (1.23) 2.93
F
2010 18.86 5.47 5.49 5.41 1.97 4.25 5.57
2011 11.96 4.99 4.25 6.01 1.89 4.39 9.16
7.38
6.50
Keterangan: Dalam % Sumber: BPS Propinsi DIY, diolah.
Sementara itu beberapa faktor yang kemungkinan dapat mendorong inflasi di tahun 2011 antara lain adalah adanya : (a) masih terus meningkatnya harga pangan di pasar internasional terkait dengan iklim, (b) tingginya harga minyak dunia yang nantinya dapat menyebabkan kian tingginya subsidi yang harus dikeluarkan pemerintah dan pada akhirnya dapat memaksa pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi, (c) ekspektasi inflasi terkait cukup tingginya capaian inflasi pada tahun sebelumnya.
PROSPEK PERBANKAN Kinerja Perbankan DIY tahun 2011 diperkirakan masih tumbuh cukup baik sejalan dengan masih optimisnya perkiraan pertumbuhan ekonomi DIY. Potensi
84
Bab 7 – Prospek Perekonomian
Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2010
penyaluran kredit oleh perbankan DIY masih terbuka lebar mengingat masih cukup rendahnya LDR perbankan DIY dan sku bunga acuan juga relatif stabil. Ketentuan mengenai LDR minimal 78% (PBI 12/19/2010) diharapkan juga turut mendorong peningkatan penyaluran kredit. Pada tahun 2011, pertumbuhan kredit perbankan diperkirakan mencapai 17% - 22%. Dengan perkembangan kredit tersebut aset perbankan DIY pada tahun 2011 diperkirakan meningkat dalam kisaran 14% – 19%. %
23,0
25.0 23.0
21,0 19,0
20,83
21.0 16,60 16,74
15,0
16,60
15,00
18.89
17.46
13.0 11,0
12,00
9,0
19.00
18.89
15.55
17.0 15.0
11,68
13,0
22.34
19.0
17,0
14.00
11.0 9.0
9,53
7,0
10.34
7.0
5,0
5.0 2006
2007
2008
2009
2010
2011
Grafik 7.2. Proyeksi Kredit Bank Umum 2011
2006
2007
2008
2009
2010
2011
Grafik 7.3. Proyeksi Aset Bank Umum 2011
Sementara itu, penghimpunan dana masyarakat oleh perbankan diperkirakan tumbuh 12%-15%. Peningkatan pendapatan masyarakat sejalan dengan meningkatnya aktifitas ekonomi, dan juga meningkatnya remitence akan menambah kemampuan masyarakat untuk menabung. Dengan kondisi tersebut, angka Loan to Deposit Ratio (LDR) diperkirakan berada pada kisaran 58,17%-64,17%. %
%
23.0
70.0
21.0 19.0
64.17
65.0 20.83 16.60
17.00
17.0 16.74
15.0
55.07
55.0
58.14
16.60
55.74
57.45
58.17
2010
2011
50.0
11.68
13.0
57.45
60.0
14.00
11.0
50.77 45.0 40.0
9.0
9.53
35.0
7.0 5.0
30.0 2006
2007
2008
2009
2010
2011
Grafik 7.4. Proyeksi DPK Bank Umum Tahun 2011
2006
2007
2008
2009
Grafik 7.5. Proyeksi LDR Bank Umum 2011
PROSPEK KEUANGAN DAERAH Rencana Anggaran Pendapatan Daerah (RAPBD) gabungan
Pemerintah
Provinsi, Kabupaten dan Kota tahun 2011 diprakirakan tidak mengalami perubahan signifikan dibandingkan angka realisasi tahun sebelumnya. Rencana Pendapatan Daerah mengalami penurunan sebesar 1,68%. Penurunan tersebut terutama disebabkan oleh
Bab 7 – Prospek Perekonomian
85
Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2010
menurunnya lain-lain pendapatan yang sah yang menurun sebesar 37,56%. Sebagaimana diketahui, pada tahun 2010 Propinsi DIY dilanda letusan gunung Merapi sehingga cukup banyak bantuan mengalir ke rekening Pemda khususnya pada pos pendapatan dana darurat. Sejalan dengan telah mulai pulihnya kehidupan masyarakat pasca erupsi merapi, bantuan dari luar dipastikan akan menurun. Sementara itu secara keseluruhan, sumber utama pendapatan daerah Propinsi DIY masih berasal dari Dana Perimbangan sebesar 68%. Dari pos Dana Perimbangan tersebut, DAU merupakan pos terbesar yang mencapai 60% dari total pendapatan. Pada tahun 2011, penerimaan dari pos DAU diperkirakan mengalami peningkatan sebesar 11,3%. Tabel 7.4 APBD Provinsi, Kabupaten, Kota Se Wilayah Propinsi DIY - Sisi Pendapatan Juta Rp
No 1 A
B
C
Uraian Pendapatan Daerah Pendapatan Asli Daerah Hasil Pajak Daerah Hasil Retribusi Daerah Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah Dana Perimbangan Bagi Hasil Pajak/ Bagi Hasil Bukan Pajak Dana Alokasi Umum Dana Alokasi Khusus Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam Lain-lain Pendapatan yang Sah Pendapatan Hibah Pendapatan Dana Darurat Bagi Hasil Pajak dari Provinsi dan Pemda lainnya Dana Penyesuaian dan Otonomi Khusus Bantuan Keuangan dari Provinsi atau Pemda lainnya Pendapatan Lainnya Pendapatan Tanpa Kode Rekening Jumlah Pendapatan
2010 REALISASI 5,734,610.90 1,285,298.19 820,604.25 172,938.86 64,432.08 227,322.99 3,660,776.84 393,856.68 2,992,335.86 274,584.30 788,535.87 80,477.56 73,868.81 152,165.60 308,844.48 172,279.42 900.00 5,734,610.90
APBD TOTAL 2011 Growth % RAPBD* Real'10-Renc'11 5,638,034.54 (1.68) 1,299,778.56 1.13 846,001.36 3.09 167,421.59 (3.19) 70,193.05 8.94 216,162.56 (4.91) 3,845,920.55 5.06 297,350.34 (24.50) 3,331,230.52 11.33 217,339.70 (20.85) 492,335.42 (37.56) 12,197.91 (84.84) (100.00) 172,336.89 13.26 241,630.20 (21.76) 66,170.43 (61.59) (100.00) 5,638,034.54 (1.68)
Keterangan: Sumber: Pemda Propinsi, Kabupaten dan Kota se DIY, diolah.
Sementara itu, Pendapatan Asli daerah (PAD) propinsi DIY masih relatif kecil yaitu sekitar 23,05% dari total penerimaan APBD. PAD yang bersumber dari hasil pajak daerah diperkirakan hanya akan naik tipis dan sebagian besar tergantung dari penerimaan pajak kendaraan bermotor. Diperlukan upaya-upaya intensif untuk menaikkan pajak ini, diantaranya yang diusulkan adalah mengenakan pajak tambahan bagi kendaraan non plat AB, maupun
86
Bab 7 – Prospek Perekonomian
Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2010
upaya-upaya lain seperti pemberian keringanan pembebasan biaya mutasi. Upaya lain adalah mendorong peningkatan retribusi dan ekstensifikasi pajak secara tepat. Tabel 7.5 APBD Provinsi, Kabupaten, Kota Se Wilayah Propinsi DIY - Sisi Belanja & Pembiayaan Juta Rp
No
Uraian
2 A
Belanja Daerah Belanja Tidak Langsung Belanja Pegawai Belanja Bunga Belanja Subsidi Belanja Hibah Belanja Bantuan Sosial Belanja Bagi Hasil Kepada Prov/Kab/Kota/Desa Belanja Bantuan Keuangan Kepada Prov/Kab/Kota/Desa Belanja Tidak Terduga B Belanja Langsung Belanja Pegawai Belanja Barang dan Jasa Belanja Modal Jumlah Belanja Surplus/ (Defisit) 3 Pembiayaan Daerah A Penerimaan Pembiayaan Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Tahun Sebelumnya Pencairan Dana Cadangan Hasil Penjualan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan Penerimaan Penjualan Daerah dan Obligasi Daerah Penerimaan Kembali Pemberian Pinjaman Daerah Penerimaan Piutang Daerah Penerimaan Lainnya Jumlah Penerimaan Pembiayaan B Pengeluaran Pembiayaan Pembentukan Dana Cadangan Penyertaan Modal (investasi) Pemerintah Daerah Pembayaran Pokok Utang Pemberian Pinjaman Daerah Penyelesaian Kegiatan DPA-L Pengeluaran Pembiayaan Lainnya Jumlah Pengeluaran Pembiayaan Pembiayaan Netto Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran Tahun Berjalan (SILPA)
2010 REALISASI 5,689,035.99 3,883,724.97 3,076,070.85 656.51 171,720.71 216,496.86 241,085.12 165,180.69 12,514.23 1,805,311.03 348,258.08 963,194.27 493,858.68 5,689,035.99 45,574.91 622,635.06 688,762.58 657,901.88 27,261.66 2,467.54 1,131.51 688,762.58 66,127.52 35,448.71 1,663.31 29,015.50 66,127.52 622,635.06 668,209.96
APBD TOTAL 2011 RAPBD* 6,119,775.46 3,950,777.30 3,166,335.11 621.98 106,100.72 237,635.95 238,088.23 174,941.71 27,053.60 2,168,998.16 375,736.82 1,146,864.15 646,397.19 6,119,775.46 (481,740.92) 433,950.02 502,155.85 479,429.91 19,661.20 1,948.67 1,116.07 502,155.85 68,205.83 29,434.96 975.67 37,795.20 68,205.83 433,950.02 (47,790.90)
Growth % RAPBD 10-11 7.57 1.73 2.93 (5.26) (38.21) 9.76 (1.24) 5.91 116.18 20.15 7.89 19.07 30.89 7.57 (1,157.03) (30.30) (27.09) (27.13) (27.88) (21.03) (1.36) (27.09) 3.14 (16.96) (41.34) 30.26 3.14 (30.30) (107.15)
Keterangan: Sumber: Pemda Propinsi, Kabupaten dan Kota se DIY, diolah.
Bab 7 – Prospek Perekonomian
87
Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2010
Disisi belanja, rencana Belanja diperkirakan mengalami peningkatan sebesar 7,57%. Peningkatan ini terutama bersumber dari peningkatan Belanja Langsung yang meningkat sebesar 20,15%, sementara belanja tidak langsung hanya meningkat sebesar 1,73%. Peningkatan belanja langsung yang cukup tinggi tersebut telah mengakibatkan bergesernya komposisi belanja tidak langsung dan langsung Pemerintah dari yang semula 68,3% : 31,7% menjadi 64,6% : 35,4%.
88
Bab 7 – Prospek Perekonomian
[Type text]
Lampiran
89
Lampiran
PDRB DIY Menurut Sektor Atas Dasar Harga Berlaku LAPANGAN USAHA
2006 Jumlah 4.574,16 3.438,46 99,49 1.036,21 218,17
2007 Jumlah 4.941,80 3.610,61 120,49 1.210,71 258,76 258,76 4.475,68 4.475,68 423,37 398,57 24,80 3.470,71 6.326,70 2.701,53 549,13 3.076,04 3.318,45 2.416,33 84,77 2.042,21 197,84 91,51 902,12 3.188,43 491,85 2.219,81 476,77 6.512,83 4.598,17 1.914,66 32.916,74
1. PERTANIAN a. Tanaman Bahan Makanan b. Perikanan c. Lainnya1 2. PERTAMBANGAN & PENGGALIAN a. Minyak dan Gas Bumi b. Pertambangan tanpa Migas c. Penggalian 218,17 3. INDUSTRI PENGOLAHAN 4.078,21 a. Industri Migas b. Industri Tanpa Migas 4.078,21 4. LISTRIK, GAS & AIR BERSIH 377,00 a. Listrik 355,81 b. Gas c. Air Bersih 21,19 5. KONSTRUKSI 2.866,92 6. PERDAGANGAN, HOTEL & RESTORAN 5.597,60 a. Perdagangan Besar & Eceran 2.379,56 b. Hotel 454,95 c. Restoran 2.763,09 7. PENGANGKUTAN & KOMUNIKASI 3.050,04 a. Pengangkutan 2.240,25 1. Angkutan Rel 79,53 2. Angkutan Jalan Raya 1.905,13 3. Angkutan Laut 4. Angk. Sungai, Danau & Penyeberangan 5. Angkutan Udara 174,97 6. Jasa Penunjang Angkutan 80,61 b. Komunikasi 809,78 8. KEUANGAN, REAL ESTAT, & JASA PERUSAHAAN 2.755,73 a. Bank 340,28 b. Real Estat 1.954,17 c. Lainnya2 461,29 9. JASA-JASA 5.899,50 a. Pemerintahan Umum 4.213,64 b. Swasta 1.685,87 PDRB 29.417,35 Keterangan: Sumber BPS 1 : Perkebunan, peternakan, dan kehutanan 2 : Lembaga keuangan bukan bank, Jasa penunjang keuangan, dan Jasa perusahaan
2008 Jumlah 5.987,74 4.422,71 147,50 1.417,54 292,49 292,49 5.069,41 5.069,41 488,33 461,85 26,48 4.075,61 7.362,64 3.150,43 717,18 3.495,03 3.730,53 2.806,85 101,33 2.339,47 255,87 110,19 923,68 3.712,03 695,72 2.461,85 554,46 7.383,35 5.238,29 2.145,06 38.102,13
I 2.104,77 1.681,82 48,76 374,19 67,69 67,69 1.334,88 1.334,88 131,72 124,97 6,74 963,79 1.903,82 831,56 173,99 898,27 886,44 659,00 26,37 544,36 60,66 27,61 227,44 979,15 167,15 658,98 153,03 1.855,63 1.292,14 563,49 10.227,90
II 1.331,73 917,24 35,19 379,29 70,13 70,13 1.360,74 1.360,74 141,13 134,08 7,05 1.017,77 1.985,44 859,62 194,33 931,49 928,17 686,78 27,36 563,37 65,22 30,82 241,39 1.006,85 193,68 667,44 145,73 2.153,23 1.582,88 570,35 9.995,20
2009 III 1.648,49 1.190,34 44,61 413,54 75,92 75,92 1.426,27 0 1.426,27 143,75 136,26 7,49 1.112,92 2.126,46 916,77 205,03 1.004,67 989,14 729,89 27,93 596,93 71,91 33,12 259,25 1.027,28 182,69 691,68 152,90 2.016,39 1.395,68 620,71 10.566,63
IV 1.281,78 862,85 38,75 380,18 80,24 80,24 1.406,97 1.406,97 143,71 136,13 7,59 1.336,93 2.149,89 889,08 228,52 1.032,28 1.005,34 764,37 26,61 621,33 81,97 34,47 240,97 1.077,40 191,76 724,38 161,25 2.135,07 1.491,92 643,15 10.617,33
Jumlah 6.366,77 4.652,26 167,32 1.547,19 293,98 293,98 5.528,86 5.528,86 560,32 531,45 28,87 4.431,41 8.165,61 3.497,03 801,87 3.866,71 3.809,09 2.840,05 108,27 2.325,99 279,76 126,02 969,05 4.090,67 735,28 2.742,48 612,92 8.160,33 5.762,62 2.397,71 41.407,05
I 2.071,04 1.690,87 52,29 327,89 71,39 71,39 1.437,01 1.437,01 144,57 137,08 7,49 993,82 2.110,39 896,22 199,88 1.014,29 955,04 712,55 24,57 586,87 69,27 31,83 242,50 1.062,33 220,40 673,66 168,27 2.074,70 1.441,71 632,99 10.920,31
II 1.258,12 814,87 48,22 395,03 73,86 73,86 1.539,44 1.539,44 145,57 138,08 7,50 1.104,84 2.259,60 968,33 245,26 1.046,01 1.013,57 753,46 27,70 609,85 80,52 35,39 260,11 1.066,24 210,74 691,98 163,52 2.379,93 1.729,04 650,89 10.841,17
2010 III 1.775,26 1.279,44 37,79 458,03 78,47 78,47 1.688,07 0 1.688,07 155,47 147,69 7,78 1.234,36 2.423,83 1.071,37 223,35 1.129,12 1.079,80 799,45 28,41 636,36 89,10 45,58 280,35 1.172,65 214,73 789,16 168,75 2.321,90 1.636,52 685,37 11.929,81
IV 1.507,29 1.032,81 35,77 438,70 80,93 80,93 1.732,12 1.732,12 161,46 153,40 8,06 1.500,39 2.214,36 948,80 199,43 1.066,12 1.069,01 784,51 23,26 646,38 68,50 46,37 284,50 1.253,25 254,17 825,84 173,24 2.381,75 1.683,13 698,62 11.900,55
Jumlah 6.611,71 4.817,98 174,06 1.619,66 304,66 304,66 6.396,64 6.396,64 607,07 576,25 30,82 4.833,42 9.008,18 3.884,72 867,92 4.255,54 4.117,42 3.049,97 103,94 2.479,47 307,39 159,17 1.067,45 4.554,47 900,03 2.980,65 673,79 9.158,28 6.490,41 2.667,87 45.591,85
PDRB DIY Menurut Penggunaan Atas Dasar Harga Berlaku 2006 2007 2008 2009 Jenis Penggunaan Jumlah Jumlah Jumlah Tw1 Tw2 Tw3 Tw4 14.303,80 15.674,78 18.100,62 5.015,55 5.024,79 5.312,86 5.257,59 1. Konsumsi Rumahtangga a. Makanan 6.735,96 7.431,55 8.567,76 2.313,42 2.363,24 2.491,87 2.440,33 b. Bukan Makanan 7.567,84 8.243,23 9.532,86 2.702,13 2.661,56 2.820,99 2.817,26 2. Konsumsi Pemerintah 6.671,52 7.980,67 9.727,10 2.255,91 2.784,37 2.673,43 3.075,65 3. PMTDB 9.178,97 10.834,67 12.983,26 2.960,99 3.207,39 3.611,97 4.183,96 (736,94) (1.573,39) (2.708,86) (4,55) (1.021,36) (1.031,63) (1.899,88) 4. Lainnya *) PDRB 29.417,35 32.916,74 38.102,13 10.227,90 9.995,20 10.566,63 10.617,33 Keterangan: Sumber BPS *) Konsumsi Lembaga Nirlaba, Ekspor, Impor, Perubahan inventori dan Diskrepansi Statistik (Residual) PMTDB : Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto
90
2010 Jumlah Tw1 Tw2 Tw3 Tw4 20.610,79 5.407,64 5.619,35 6.016,85 6.155,03 9.608,85 2.525,05 2.652,25 2.824,76 2.934,08 11.001,93 2.882,59 2.967,09 3.192,09 3.220,95 10.789,37 2.632,45 3.139,92 2.800,55 3.137,01 13.964,32 3.289,64 3.518,31 3.838,90 4.380,98 (3.957,42) (409,41) (1.436,40) (726,49) (1.772,47) 41.407,05 10.920,31 10.841,17 11.929,81 11.900,55
Jumlah 23.198,86 10.936,14 12.262,72 11.709,93 15.027,84 (4.344,77) 45.591,85
Lampiran
PDRB DIY Menurut Sektor Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 LAPANGAN USAHA
2006 Jumlah 3.306,93 2.528,70 70,15 708,08 126,14 126,14 2.481,17 2.481,17 152,86 140,19 12,28 1.580,31 3.569,62 1.534,97 259,90 1.774,75 1.761,67 1.235,20 35,93 996,81 156,49 45,96 526,47 1.591,89 187,81 1.130,30 273,77 2.965,16 2.049,43 915,73 17.535,75
2007 Jumlah 3.333,38 2.492,37 84,03 756,98 138,36 138,36 2.528,02 2.528,02 165,77 152,78 12,99 1.732,94 3.750,36 1.613,88 287,90 1.848,58 1.875,31 1.286,54 36,85 1.041,60 159,11 48,98 588,77 1.695,16 250,72 1.181,98 262,46 3.072,20 2.121,21 950,99 18.291,51
1. PERTANIAN a. Tanaman Bahan Makanan b. Perikanan c. Lainnya1 2. PERTAMBANGAN & PENGGALIAN a. Minyak dan Gas Bumi b. Pertambangan tanpa Migas c. Penggalian 3. INDUSTRI PENGOLAHAN a. Industri Migas b. Industri Tanpa Migas 4. LISTRIK, GAS & AIR BERSIH a. Listrik b. Gas c. Air Bersih 5. KONSTRUKSI 6. PERDAGANGAN, HOTEL & RESTORAN a. Perdagangan Besar & Eceran b. Hotel c. Restoran 7. PENGANGKUTAN & KOMUNIKASI a. Pengangkutan 1. Angkutan Rel 2. Angkutan Jalan Raya 3. Angkutan Laut 4. Angk. Sungai, Danau & Penyeberangan 5. Angkutan Udara 6. Jasa Penunjang Angkutan b. Komunikasi 8. KEUANGAN, REAL ESTAT, & JASA PERUSAHAAN a. Bank b. Real Estat c. Lainnya2 9. JASA-JASA a. Pemerintahan Umum b. Swasta PDRB Keterangan: Sumber BPS 1 : Perkebunan, peternakan, dan kehutanan 2 : Lembaga keuangan bukan bank, Jasa penunjang keuangan, dan Jasa perusahaan
2008 Jumlah 3.519,77 2.675,64 85,79 758,34 144,77 144,77 2.566,42 2.566,42 174,93 162,22 12,71 1.838,43 3.965,38 1.693,64 342,33 1.929,41 1.999,33 1.357,63 39,84 1.079,01 185,36 53,43 641,70 1.790,56 318,86 1.210,45 261,25 3.209,34 2.230,82 978,52 19.208,94
I 1.202,46 990,96 26,82 184,68 31,96 31,96 635,69 635,69 43,90 40,89 3,01 418,66 983,85 430,37 79,85 473,62 494,69 330,60 10,81 260,57 45,83 13,39 164,09 456,14 74,97 308,56 72,62 777,56 528,56 249,00 5.044,91
II 751,06 538,73 19,95 192,39 33,18 33,18 650,95 650,95 47,02 43,87 3,15 442,99 1.019,18 444,33 89,07 485,79 521,33 345,03 11,21 269,69 49,28 14,85 176,30 469,09 86,87 313,14 69,08 897,55 646,66 250,90 4.832,36
2009 III 923,35 690,77 24,44 208,15 35,88 35,88 667,52 0 667,52 47,49 44,17 3,32 483,90 1.080,21 467,68 92,75 519,79 553,41 361,79 11,28 281,75 53,57 15,19 191,62 477,93 81,68 324,18 72,07 824,57 559,37 265,20 5.094,27
IV 765,82 552,83 21,33 191,66 37,72 37,72 656,60 656,60 47,19 43,85 3,34 578,17 1.078,87 449,51 102,45 526,90 559,16 379,42 10,72 292,47 60,90 15,34 179,74 500,26 85,60 338,86 75,80 868,94 597,97 270,97 5.092,72
Jumlah 3.642,70 2.773,29 92,54 776,86 138,75 138,75 2.610,76 2.610,76 185,60 172,77 12,83 1.923,72 4.162,12 1.791,89 364,12 2.006,10 2.128,59 1.416,84 44,03 1.104,48 209,57 58,76 711,75 1.903,41 329,11 1.284,73 289,56 3.368,61 2.332,56 1.036,06 20.064,26
I 1.170,60 982,33 28,38 159,89 33,32 33,32 666,66 666,66 47,39 44,10 3,29 426,46 1.045,01 446,43 88,72 509,86 524,80 345,99 9,79 271,32 50,88 14,00 178,81 485,51 98,38 308,59 78,54 830,33 567,07 263,26 5.230,08
II 722,35 503,02 26,77 192,57 34,31 34,31 694,66 694,66 47,68 44,39 3,29 475,40 1.110,38 479,33 108,18 522,87 557,41 365,06 10,97 280,19 58,76 15,14 192,36 484,50 94,07 314,16 76,27 944,37 675,79 268,59 5.071,06
2010 III 951,39 720,18 19,54 211,67 35,93 35,93 715,88 0 715,88 48,62 45,35 3,27 518,87 1.168,49 515,13 95,69 557,67 585,22 376,81 11,02 286,39 63,70 15,71 208,41 527,26 95,85 353,17 78,24 901,37 621,33 280,05 5.453,04
IV 772,74 551,64 18,48 202,62 36,40 36,40 716,38 716,38 49,34 46,03 3,31 619,58 1.049,96 448,18 83,95 517,83 578,26 366,00 9,05 291,85 49,13 15,97 212,27 555,89 113,45 362,91 79,52 909,52 627,78 281,74 5.288,09
Jumlah 3.617,08 2.757,17 93,17 766,75 139,97 139,97 2.793,58 2.793,58 193,03 179,87 13,16 2.040,31 4.373,85 1.889,08 376,54 2.108,23 2.245,70 1.453,85 40,82 1.129,74 222,47 60,82 791,84 2.053,16 401,76 1.338,83 312,57 3.585,60 2.491,96 1.093,63 21.042,27
PDRB DIY Menurut Penggunaan Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 2006 2007 2008 2009 Jenis Penggunaan Jumlah Jumlah Jumlah Tw1 Tw2 Tw3 7.959,53 8.132,03 8.396,64 2.225,99 2.260,59 2.378,76 1. Konsumsi Rumahtangga a. Makanan 4.071,37 4.108,53 4.171,45 1.083,34 1.091,03 1.140,53 b. Bukan Makanan 3.888,17 4.023,50 4.225,18 1.142,65 1.169,57 1.238,23 2. Konsumsi Pemerintah 3.290,77 3.537,96 3.811,94 900,47 1.078,41 998,88 3. PMTDB 4.864,18 4.997,31 5.210,71 1.156,02 1.247,72 1.384,36 1.421,27 1.624,21 1.789,65 762,43 245,64 332,26 4. Lainnya *) PDRB 17.535,75 18.291,51 19.208,94 5.044,91 4.832,36 5.094,27 Keterangan: Sumber BPS *) Konsumsi Lembaga Nirlaba, Ekspor, Impor, Perubahan inventori dan Diskrepansi Statistik (Residual) PMTDB : Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto
Tw4 2.345,81 1.117,33 1.228,48 1.122,07 1.590,00 34,85 5.092,72
Jumlah 9.211,15 4.432,21 4.778,93 4.099,84 5.378,10 1.375,17 20.064,26
Tw1 2.384,55 1.132,20 1.252,35 954,34 1.238,49 652,68 5.230,08
Tw2 2.426,94 1.152,99 1.273,95 1.133,39 1.310,57 200,16 5.071,06
2010 Tw3 2.532,73 1.193,97 1.338,76 1.006,74 1.414,77 498,80 5.453,04
Tw4 2.537,41 1.196,73 1.340,67 1.120,83 1.597,61 32,24 5.288,09
Jumlah 9.881,63 4.675,90 5.205,74 4.215,31 5.561,44 1.383,88 21.042,27
91
Lampiran
Indeks Harga Konsumen Kota Yogyakarta
Bahan Makanan
Makanan Jadi, Minuman, Rokok & Tembakau
Perumahan, Air, Listrik, Gas & Bahan Bakar
Sandang
Kesehatan
107,36 102,85 111,67 127,42 147,32 166,92
106,06 111,08 117,43 132,38 150,71 161,76
105,14 119,54 127,44 143,68 153,28 162,75
102,06 107,47 114,56 123,69 133,63 146,10
107,82 121,94 129,82 141,35 164,10 171,25
107,04 116,02 128,29 142,24 164,09 184,73
102,68 103,03 108,31 143,41 145,56 149,91
105,55 111,20 118,93 136,75 150,97 163,04
122,45
111,97
116,71
112,65
110,22
111,96
103,30
113,32
Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember
123,33 124,30 123,81 122,35 122,13 122,76 125,19 126,46 129,27 129,11 127,64 127,24
112,96 114,08 114,73 114,92 116,38 116,69 116,81 117,47 118,60 118,67 119,96 120,37
117,10 117,20 117,33 117,16 117,19 117,23 117,12 117,74 117,87 118,13 118,25 118,34
113,55 117,31 118,36 115,48 114,99 115,37 114,97 114,90 116,06 116,45 118,01 119,19
110,75 110,79 110,90 110,90 111,23 111,69 111,77 111,68 112,02 111,97 112,06 112,27
112,01 112,06 112,09 112,14 112,19 112,17 112,25 114,34 114,46 114,51 114,52 114,49
100,86 99,46 99,74 99,64 99,91 99,93 100,04 101,21 102,07 101,38 101,03 102,03
113,42 113,78 113,99 113,60 113,91 114,12 114,49 115,37 116,29 116,26 116,36 116,64
Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember
129,28 130,13 129,91 131,02 131,15 137,41 143,74 141,92 143,28 143,81 147,38 151,24
121,48 122,32 122,45 122,65 122,77 123,09 123,36 123,75 124,84 125,82 126,35 126,96
118,84 119,03 119,37 119,52 119,59 119,89 120,34 122,45 123,76 124,07 124,29 124,84
118,37 117,89 118,38 118,49 120,00 121,45 120,98 120,62 121,98 123,69 124,63 125,64
112,33 112,44 112,43 112,78 112,81 113,24 113,37 113,95 114,21 114,42 114,70 114,48
114,48 114,48 114,34 114,29 114,28 114,96 115,19 116,48 118,52 119,45 119,37 119,36
102,20 102,40 102,68 102,78 102,92 104,35 107,53 107,49 108,80 107,62 107,65 107,71
117,30 117,66 117,81 118,10 118,26 119,75 121,43 121,95 123,24 123,58 124,35 125,25
Akhir Periodea
2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008b
Pendidikan, Transportasi Rekreasi & & Komunikasi Olahraga
Umum
2009
2010
Keterangan: a)
Angka tahunan adalah angka akhir periode yang bersangkutan.
b)
Sejak Juni 2008 dihitung dengan menggunakan tahun dasar 2007 = 100
Sumber: BPS Provinsi DIY
92
Lampiran
Indikator Perbankan - Provinsi DIY Miliar Rp
No I.
Uraian
ASET Jenis Bank 1. Bank Umum 2. Bank Perkreditan Rakyat Jenis Usaha Bank 1. Konvensional 2. Syariah II. DANA PIHAK KETIGA Jenis Bank 1. Giro a. Bank Umum 2. Tabungan a. Bank Umum b. Bank Perkreditan Rakyat 3. Deposito a. Bank Umum b. Bank Perkreditan Rakyat Jenis Usaha Bank 1. Giro a. Konvensional b. Syariah 2. Tabungan a. Konvensional b. Syariah 3. Deposito a. Konvensional b. Syariah III. KREDIT 1. Jenis Penggunaan Jenis Bank a. Modal Kerja 1) Bank Umum 2) Bank Perkreditan Rakyat b. Investasi 1) Bank Umum 2) Bank Perkreditan Rakyat c. Konsumsi 1) Bank Umum 2) Bank Perkreditan Rakyat Jenis Usaha Bank a. Modal Kerja 1) Konvensional 2) Syariah b. Investasi 1) Konvensional 2) Syariah c. Konsumsi 1) Konvensional 2) Syariah
2006
2007
2008
2009
2010
16.407 16.407 15.279 1.128 16.407 16.030 376 14.729 14.729 2.595 2.595 6.932 6.692 240 5.203 4.621 581 14.729 2.595 2.563 31 6.932 6.758 173 5.203 5.081 122 7.478 7.478 7.478 2.974 2.596 378 1.120 1.063 56 3.384 2.957 427 7.478 2.974 2.868 106 1.120 1.032 87 3.384 3.162 222
18.959 18.959 17.505 1.454 18.959 18.431 528 16.450 16.450 2.886 2.886 8.153 7.800 353 5.411 4.697 715 16.450 2.886 2.855 31 8.153 7.914 239 5.411 5.226 185 9.059 9.059 9.059 3.723 3.258 465 1.219 1.132 87 4.116 3.599 518 9.059 3.723 3.575 148 1.219 1.136 83 4.116 3.873 243
20.919 20.919 19.207 1.712 20.919 20.062 856 18.017 18.017 2.637 2.637 8.957 8.567 391 6.423 5.631 792 18.017 2.637 2.590 47 8.957 8.629 328 6.423 6.176 247 10.475 10.475 10.475 4.450 3.878 572 1.280 1.162 118 4.745 4.098 647 10.475 4.450 4.162 288 1.280 1.180 99 4.745 4.574 172
24.572 24.572 22.587 1.985 24.572 23.285 1.287 21.034 21.034 2.798 2.798 10.479 10.029 450 7.757 6.852 904 21.034 2.798 2.732 66 10.479 10.050 428 7.757 7.365 392 11.723 11.723 11.723 4.642 4.010 632 1.486 1.360 126 5.595 4.792 803 11.723 4.642 4.247 395 1.486 1.377 109 5.595 5.400 195
29.212 29.212 26.759 2.453 29.212 27.443 1.769 24.524 24.524 3.100 3.100 12.305 11.796 510 9.119 8.024 1.095 24.524 3.100 3.013 87 12.305 11.748 558 9.119 8.535 584 14.090 14.090 14.090 5.488 4.752 736 1.809 1.625 184 6.793 5.840 953 14.090 5.488 5.028 460 1.809 1.686 123 6.793 6.408 385
93
Lampiran
No
Uraian
2. Kolektibilitas Jenis Bank a. Lancar 1) Bank Umum 2) Bank Perkreditan Rakyat b. Dalam Perhatian Khusus 1) Bank Umum c. Kurang Lancar 1) Bank Umum 2) Bank Perkreditan Rakyat d. Diragukan 1) Bank Umum 2) Bank Perkreditan Rakyat e. Macet 1) Bank Umum 2) Bank Perkreditan Rakyat Jenis Usaha Bank a. Lancar 1) Konvensional 2) Syariah b. Dalam Perhatian Khusus 1) Konvensional 2) Syariah c. Kurang Lancar 1) Konvensional 2) Syariah d. Diragukan 1) Konvensional 2) Syariah e. Macet 1) Konvensional 2) Syariah IV. RASIO 1. Loan to Deposit Ratio (%) Jenis Bank a. Bank Umum b. Bank Perkreditan Rakyat Jenis Usaha Bank a. Konvensional b. Syariah 2. Non Performing Loans a. Nominal (Miliar Rp) Jenis Bank 1) Bank Umum 2) Bank Perkreditan Rakyat Jenis Usaha Bank 1) Konvensional 2) Syariah b. Rasio (%) Jenis Bank 1) Bank Umum 2) Bank Perkreditan Rakyat Jenis Usaha Bank 1) Konvensional 2) Syariah
94
2006
2007
2008
2009
2010
7.478 6.825 6.053 772 317 317 98 72 26 51 27 24 187 148 39 7.478 6.825 6.440 385 317 295 23 98 95 3 51 49 2 187 184 3
9.059 8.206 7.220 986 396 396 48 23 25 43 27 16 366 323 43 9.059 8.206 7.766 440 396 372 23 48 44 4 43 41 2 366 362 5
10.475 9.602 8.349 1.253 607 607 63 40 23 48 31 17 154 110 45 10.475 9.602 9.077 526 607 585 22 63 59 4 48 45 3 154 151 4
11.723 10.789 9.313 1.476 558 558 64 40 24 63 48 16 248 203 45 11.723 10.789 10.142 648 558 521 37 64 54 10 63 61 2 248 246 2
14.090 13.075 11.311 1.764 566 566 97 66 32 90 67 23 262 208 54 14.090 13.075 12.185 890 566 527 39 97 79 18 90 85 5 262 246 15
50,77 47,57 104,93 50,77 49,04 127,19
55,07 51,93 100,26 55,07 53,67 104,28
58,14 54,28 113,05 58,14 57,01 89,86
55,74 51,64 115,27 55,74 54,72 78,93
57,45 53,31 116,66 57,45 56,33 78,73
336 246 90 336 328 8
457 373 84 457 446 11
266 181 85 266 254 12
376 290 85 376 361 14
449 340 108 449 410 38
4,49 3,72 10,41 4,49 4,64 1,93
5,05 4,67 7,86 5,05 5,20 2,31
2,54 1,98 6,33 2,54 2,56 2,06
3,20 2,86 5,46 3,20 3,28 2,06
3,19 2,79 5,79 3,19 3,13 3,96
Lampiran
Indikator Bank Umum - DIY Miliar Rp
No I
II III
Uraian KANTOR PELAYANAN 1. Kantor Pusat 2. Kantor Cabang 3. Kantor Cabang Pembantu 4. Kantor Kas 5. Kas Mobil 6. Payment Point 7. Anjungan Tunai Mandiri 8. Jumlah Karyawan ASET DANA PIHAK KETIGA 1. Giro 2. Tabungan 3. Deposito
IV KREDIT 1. Jenis Penggunaan a. Modal Kerja b. Investasi c. Konsumsi 2. Sektor Ekonomi a. Pertanian b. Pertambangan c. Industri d. Listrik, Gas & Air e. Konstruksi f. Perdagangan g. Angkutan h. Jasa Dunia i. Jasa Sosial j. Lainnya 3. Kolektibilitas a. Lancar b. Dalam Perhatian Khusus c. Kurang Lancar d. Diragukan e. Macet V RASIO 1. Non Performing Loans a. Nominal b. Rasio (%) 2. Loan to Deposit Ratio (%)
2006
2007
2008
2009
2010
757 1 42 102 159 5 24 424 4.339 15.279 13.908 2.595 6.692 4.621
808 1 43 105 175 3 33 448 4.434 17.505 15.382 2.886 7.800 4.697
894 1 46 138 172 3 34 500 4.806 19.207 16.834 2.637 8.567 5.631
1.038 1 50 155 189 4 42 597 5.018 22.587 19.679 2.798 10.029 6.852
1.306 1 52 277 122 13 80 761 4.822 26.759 22.919 3.100 11.796 8.024
6.616 6.616 2.596 1.063 2.957 6.616 207 21 597 1 234 1.666 78 605 187 3.021 6.616 6.053 317 72 27 148
7.989 7.989 3.258 1.132 3.599 7.989 242 6 676 1 219 2.094 82 826 166 3.677 7.989 7.220 396 23 27 323
9.138 9.138 3.878 1.162 4.098 9.138 269 7 758 11 142 2.539 110 850 227 4.227 9.138 8.349 607 40 31 110
10.162 10.162 4.010 1.360 4.792 10.162 274 9 692 34 150 2.965 101 818 242 4.876 10.162 9.313 558 40 48 203
12.218 12.218 4.752 1.625 5.840 12.218 228 8 771 42 204 2.927 101 868 411 6.657 12.218 11.311 566 66 67 208
246 3,72 47,57
373 4,67 51,93
181 1,98 54,28
290 2,86 51,64
340 2,79 53,31
95
Lampiran
Indikator Bank Umum - Kabupaten Bantul Miliar Rp
No I II
III
Uraian ASET DANA PIHAK KETIGA 1. Giro 2. Tabungan 3. Deposito
KREDIT 1. Jenis Penggunaan a. Modal Kerja b. Investasi c. Konsumsi 2. Sektor Ekonomi a. Pertanian b. Pertambangan c. Industri d. Listrik, Gas & Air e. Konstruksi f. Perdagangan g. Angkutan h. Jasa Dunia i. Jasa Sosial j. Lainnya 3. Kolektibilitas a. Lancar b. Dalam Perhatian Khusus c. Kurang Lancar d. Diragukan e. Macet IV RASIO 1. Non Performing Loans a. Nominal b. Rasio (%) 2. Loan to Deposit Ratio (%)
96
2006
2007
2008
2009
2010
754 679 64 533 82
802 733 82 543 109
761 697 72 549 76
807 755 75 597 84
975 893 66 706 121
422 422 185 51 186 422 54 0 10 0 1 101 0 59 1 196 422 399 18 2 1 3
506 506 234 45 227 506 68 0 13 0 1 145 0 25 2 251 506 484 18 1 1 3
602 602 300 39 263 602 77 0 26 0 1 194 1 10 2 291 602 562 32 3 2 4
671 671 347 44 280 671 64 1 19 0 2 258 1 8 1 316 671 612 39 4 4 12
766 766 403 49 314 766 42 0 37 0 2 181 1 3 6 493 766 703 44 3 2 14
6 1,37 62,18
4 0,88 69,04
8 1,38 86,38
20 2,97 88,79
19 2,43 85,76
Lampiran
Indikator Bank Umum - Kabupaten Gunungkidul Miliar Rp
No I II
III
Uraian ASET DANA PIHAK KETIGA 1. Giro 2. Tabungan 3. Deposito
KREDIT 1. Jenis Penggunaan a. Modal Kerja b. Investasi c. Konsumsi 2. Sektor Ekonomi a. Pertanian b. Pertambangan c. Industri d. Listrik, Gas & Air e. Konstruksi f. Perdagangan g. Angkutan h. Jasa Dunia i. Jasa Sosial j. Lainnya 3. Kolektibilitas a. Lancar b. Dalam Perhatian Khusus c. Kurang Lancar d. Diragukan e. Macet IV RASIO 1. Non Performing Loans a. Nominal b. Rasio (%) 2. Loan to Deposit Ratio (%)
2006
2007
2008
2009
2010
412 368 119 228 21
468 388 100 262 25
563 380 57 292 30
710 445 60 336 48
841 531 51 382 98
330 330 104 37 189 330 11 1 3 0 1 114 1 8 2 190 330 315 8 1 1 4
397 397 127 37 233 397 24 1 6 0 1 120 1 8 2 235 397 380 10 1 2 4
513 513 171 42 299 513 43 1 9 0 1 146 1 9 3 301 513 493 14 0 1 5
663 663 234 48 381 663 34 0 9 0 1 227 1 7 2 381 663 626 29 2 2 4
786 786 280 47 459 786 26 0 8 0 1 171 2 1 11 566 786 745 27 2 4 9
7 1,98 89,67
7 1,83 102,55
6 1,17 135,00
8 1,17 149,06
14 1,81 148,05
97
Lampiran
Indikator Bank Umum - Kabupaten Kulonprogo Miliar Rp
No I II
III
Uraian ASET DANA PIHAK KETIGA 1. Giro 2. Tabungan 3. Deposito
KREDIT 1. Jenis Penggunaan a. Modal Kerja b. Investasi c. Konsumsi 2. Sektor Ekonomi a. Pertanian b. Pertambangan c. Industri d. Listrik, Gas & Air e. Konstruksi f. Perdagangan g. Angkutan h. Jasa Dunia i. Jasa Sosial j. Lainnya 3. Kolektibilitas a. Lancar b. Dalam Perhatian Khusus c. Kurang Lancar d. Diragukan e. Macet IV RASIO 1. Non Performing Loans a. Nominal b. Rasio (%) 2. Loan to Deposit Ratio (%)
98
2006
2007
2008
2009
2010
461 434 68 329 37
485 444 48 362 34
540 482 49 396 38
626 542 67 431 44
724 640 89 479 72
309 309 96 29 184 309 22 0 2 0 2 63 12 2 1 203 309 294 6 0 1 6
345 345 108 26 211 345 25 0 3 0 2 74 8 2 0 231 345 334 7 1 1 3
408 408 135 33 241 408 30 0 3 0 1 95 5 3 1 270 408 394 10 1 1 3
484 484 169 43 272 484 57 0 4 0 6 118 5 4 1 290 484 458 19 1 1 4
569 569 206 49 313 569 37 0 5 0 7 96 6 1 5 413 569 546 16 1 1 4
8 2,64 71,09
5 1,30 77,78
5 1,12 84,63
7 1,41 89,29
7 1,17 88,82
Lampiran
Indikator Bank Umum - Kabupaten Sleman Miliar Rp
No I II
III
Uraian ASET DANA PIHAK KETIGA 1. Giro 2. Tabungan 3. Deposito
KREDIT 1. Jenis Penggunaan a. Modal Kerja b. Investasi c. Konsumsi 2. Sektor Ekonomi a. Pertanian b. Pertambangan c. Industri d. Listrik, Gas & Air e. Konstruksi f. Perdagangan g. Angkutan h. Jasa Dunia i. Jasa Sosial j. Lainnya 3. Kolektibilitas a. Lancar b. Dalam Perhatian Khusus c. Kurang Lancar d. Diragukan e. Macet IV RASIO 1. Non Performing Loans a. Nominal b. Rasio (%) 2. Loan to Deposit Ratio (%)
2006
2007
2008
2009
2010
2.446 2.379 335 1.454 590
2.594 2.483 422 1.480 581
3.010 2.845 457 1.629 759
3.334 3.103 517 1.838 748
3.837 3.676 557 2.305 813
1.031 1.031 482 142 406 1.031 32 18 92 0 136 255 1 59 12 425 1.031 980 32 6 2 10
1.229 1.229 585 137 508 1.229 40 4 102 0 141 316 2 87 12 526 1.229 944 42 3 2 239
1.252 1.252 544 115 593 1.252 38 4 86 0 12 350 6 112 18 627 1.252 1.145 80 5 4 18
1.538 1.538 620 109 809 1.538 32 2 82 0 12 444 5 124 20 815 1.538 1.433 76 4 12 14
1.749 1.749 674 146 928 1.749 24 0 91 0 22 342 6 109 64 1.091 1.749 1.593 99 10 13 33
18 1,78 43,31
244 19,85 49,51
27 2,14 43,99
29 1,90 49,55
56 3,22 47,58
99
Lampiran
Indikator Bank Umum - Kota Yogyakarta Miliar Rp
No I II
III
Uraian ASET DANA PIHAK KETIGA 1. Giro 2. Tabungan 3. Deposito
KREDIT 1. Jenis Penggunaan a. Modal Kerja b. Investasi c. Konsumsi 2. Sektor Ekonomi a. Pertanian b. Pertambangan c. Industri d. Listrik, Gas & Air e. Konstruksi f. Perdagangan g. Angkutan h. Jasa Dunia i. Jasa Sosial j. Lainnya 3. Kolektibilitas a. Lancar b. Dalam Perhatian Khusus c. Kurang Lancar d. Diragukan e. Macet IV RASIO 1. Non Performing Loans a. Nominal b. Rasio (%) 2. Loan to Deposit Ratio (%)
100
2006
2007
2008
2009
2010
11.206 10.047 2.007 4.149 3.891
13.155 11.335 2.234 5.153 3.948
14.333 12.429 2.001 5.700 4.728
17.110 14.834 2.078 6.826 5.929
20.382 17.180 2.337 7.923 6.920
4.525 4.525 1.729 804 1.992 4.525 88 2 490 1 94 1.132 63 477 171 2.006 4.525 4.065 253 62 21 124
5.510 5.510 2.204 888 2.419 5.510 85 1 552 1 74 1.439 71 704 149 2.434 5.510 5.078 320 17 21 75
6.363 6.363 2.727 933 2.702 6.363 80 2 634 11 127 1.754 97 716 204 2.738 6.363 5.755 472 32 24 80
6.807 6.807 2.641 1.116 3.050 6.807 86 5 577 34 130 1.918 89 675 218 3.074 6.807 6.185 395 29 28 169
8.349 8.349 3.189 1.335 3.825 8.349 100 8 629 42 173 2.137 87 754 326 4.093 8.349 7.724 380 50 47 148
207 4,58 45,03
113 2,05 48,61
136 2,13 51,19
227 3,33 45,89
245 2,93 48,60
Lampiran
Indikator BPR - Provinsi DIY Miliar Rp
No
Uraian
I II
ASET DANA PIHAK KETIGA 1. Tabungan 2. Deposito III KREDIT 1. Jenis Penggunaan a. Modal Kerja b. Investasi c. Konsumsi 2. Sektor Ekonomi a. Pertanian b. Industri c. Perdagangan d. Jasa-jasa e. Lain-lain 3. Kolektibilitas a. Lancar b. Kurang Lancar c. Diragukan d. Macet IV RASIO 1. Loan to Deposit Ratio (%) 2. Non Performing Loans a. Nominal b. Rasio (%)
2006
2007
2008
2009
2010
1.128 821 240 581 861 861 378 56 427 861 18 16 278 98 452 861 772 26 24 39
1.454 1.067 353 715 1.070 1.070 465 87 518 1.070 23 21 351 123 552 1.070 986 25 16 43
1.712 1.183 391 792 1.337 1.337 572 118 647 1.337 28 26 413 162 709 1.337 1.253 23 17 45
1.985 1.354 450 904 1.561 1.561 632 126 803 1.561 35 32 554 208 733 1.561 1.476 24 16 45
2.453 1.605 510 1.095 1.872 1.872 736 184 953 1.872 34 28 564 223 1.024 1.872 1.764 32 23 54
104,93
100,26
113,05
115,27
116,66
90 10,41
84 7,86
85 6,33
85 5,46
108 5,79
Indikator BPR - Kabupaten Bantul Miliar Rp
No I II
Uraian
ASET DANA PIHAK KETIGA 1. Tabungan 2. Deposito III KREDIT 1. Jenis Penggunaan a. Modal Kerja b. Investasi c. Konsumsi 2. Sektor Ekonomi a. Pertanian b. Industri c. Perdagangan d. Jasa-jasa e. Lain-lain 3. Kolektibilitas a. Lancar b. Kurang Lancar c. Diragukan d. Macet IV RASIO 1. Loan to Deposit Ratio (%) 2. Non Performing Loan a. Nominal b. Rasio (%)
2006
2007
2008
2009
2010
252 184 62 122 176 176 86 13 78 176 3 5 67 22 80 176 143 5 7 21
319 245 91 154 216 216 94 21 100 216 4 6 76 28 102 216 191 5 3 17
375 284 99 185 282 282 117 34 132 282 5 10 93 39 135 282 257 6 4 16
429 316 113 203 330 330 148 36 147 330 7 12 104 55 153 330 305 7 4 15
488 357 123 235 375 375 172 37 166 375 4 11 129 57 174 375 344 9 6 16
95,99
88,18
99,29
104,67
105,02
34 19,13
25 11,53
26 9,06
26 7,76
31 8,34
101
Lampiran
Indikator BPR - Kabupaten Gunungkidul Miliar Rp
No
Uraian
I II
ASET DANA PIHAK KETIGA 1. Tabungan 2. Deposito III KREDIT 1. Jenis Penggunaan a. Modal Kerja b. Investasi c. Konsumsi 2. Sektor Ekonomi a. Pertanian b. Industri c. Perdagangan d. Jasa-jasa e. Lain-lain 3. Kolektibilitas a. Lancar b. Kurang Lancar c. Diragukan d. Macet IV RASIO 1. Loan To Deposit Ratio (%) 2. Non Performing Loan a. Nominal b. Rasio (%)
2006
2007
2008
2009
2010
48 22 9 13 37 37 18 2 18 37 0 0 16 2 19 37 35 1 1 0
65 34 14 20 46 46 21 5 20 46 1 1 16 8 21 46 43 1 1 1
86 43 17 26 68 68 31 12 25 68 1 1 32 9 25 68 65 1 1 2
120 56 21 35 101 101 52 12 37 101 1 1 46 15 38 101 97 1 1 2
169 70 27 43 136 136 76 9 50 136 2 2 68 13 51 136 129 2 2 2
168,18
137,47
157,88
181,55
194,10
3 7,55
3 7,00
3 5,05
4 4,00
7 4,95
Indikator BPR - Kabupaten Kulonprogo Miliar Rp
No I II
Uraian
ASET DANA PIHAK KETIGA 1. Tabungan 2. Deposito III KREDIT 1. Jenis Penggunaan a. Modal Kerja b. Investasi c. Konsumsi 2. Sektor Ekonomi a. Pertanian b. Industri c. Perdagangan d. Jasa-jasa e. Lain-lain 3. Kolektibilitas a. Lancar b. Kurang Lancar c. Diragukan d. Macet IV RASIO 1. Loan To Deposit Ratio (%) 2. Non Performing Loan a. Nominal b. Rasio (%)
102
2006
2007
2008
2009
2010
116 80 16 64 92 92 49 4 39 92 4 2 25 20 41 92 87 1 4 0
167 106 44 62 139 139 84 17 38 139 7 4 68 21 38 139 134 1 2 2
175 63 37 26 155 155 84 21 49 155 9 4 69 23 50 155 146 1 2 5
153 61 36 25 134 134 73 18 44 134 9 3 58 19 46 134 126 3 1 3
180 101 67 34 136 136 69 27 40 136 9 4 58 25 40 136 128 2 2 4
114,10
131,08
246,96
220,70
134,18
5 5,31
5 3,73
8 5,29
8 5,68
8 5,84
Lampiran
Indikator BPR - Kabupaten Sleman Miliar Rp
No
Uraian
I II
ASET DANA PIHAK KETIGA 1. Tabungan 2. Deposito III KREDIT 1. Jenis Penggunaan a. Modal Kerja b. Investasi c. Konsumsi 2. Sektor Ekonomi a. Pertanian b. Industri c. Perdagangan d. Jasa-jasa e. Lain-lain 3. Kolektibilitas a. Lancar b. Kurang Lancar c. Diragukan d. Macet IV RASIO 1. Loan To Deposit Ratio (%) 2. Non Performing Loan a. Nominal b. Rasio (%)
2006
2007
2008
2009
2010
605 466 140 326 467 467 188 33 247 467 10 6 139 52 261 467 429 13 10 16
739 563 183 380 537 537 200 37 300 537 9 7 150 59 312 537 496 13 8 20
854 641 208 432 661 661 245 45 372 661 12 9 186 78 377 661 624 10 7 20
1.001 742 233 509 766 766 288 52 425 766 16 10 201 105 433 766 726 10 7 22
1.243 851 235 616 916 916 323 55 538 916 18 9 213 82 595 916 865 15 10 27
100,34
95,51
103,16
103,17
107,67
39 8,31
41 7,68
37 5,66
39 5,15
52 5,65
Indikator BPR - Kota Yogyakarta Miliar Rp
No I II
Uraian
ASET DANA PIHAK KETIGA 1. Tabungan 2. Deposito III KREDIT 1. Jenis Penggunaan a. Modal Kerja b. Investasi c. Konsumsi 2. Sektor Ekonomi a. Pertanian b. Industri c. Perdagangan d. Jasa-jasa e. Lain-lain 3. Kolektibilitas a. Lancar b. Kurang Lancar c. Diragukan d. Macet IV RASIO 1. Loan To Deposit Ratio (%) 2. Non Performing Loan a. Nominal b. Rasio (%)
2006
2007
2008
2009
2010
107 69 12 56 88 88 38 5 45 88 1 2 31 2 52 88 79 6 2 2
164 120 21 99 131 131 67 5 59 131 2 3 41 7 79 131 122 5 2 2
220 152 29 123 171 171 96 6 69 171 1 3 33 12 122 171 161 5 3 3
282 180 48 133 230 230 71 9 151 230 2 5 146 15 62 230 222 3 2 4
373 225 58 167 309 309 95 55 158 309 1 1 96 46 164 309 298 3 3 4
128,58
109,59
112,68
127,78
137,19
9 10,60
9 7,21
10 5,85
8 3,67
11 3,45
103
Lampiran
APBD Provinsi, Kabupaten, Kota Se Wilayah Propinsi DIY Juta Rp
Provinsi No
Uraian
1 A
Pendapatan Daerah Pendapatan Asli Daerah Hasil Pajak Daerah Hasil Retribusi Daerah Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah B Dana Perimbangan Bagi Hasil Pajak/ Bagi Hasil Bukan Pajak Dana Alokasi Umum Dana Alokasi Khusus Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam C Lain-lain Pendapatan yang Sah Pendapatan Hibah Pendapatan Dana Darurat Bagi Hasil Pajak dari Provinsi dan Pemda lainnya Dana Penyesuaian dan Otonomi Khusus Bantuan Keuangan dari Provinsi atau Pemda lainnya Pendapatan Lainnya Pendapatan Tanpa Kode Rekening Jumlah Pendapatan 2 Belanja Daerah A Belanja Tidak Langsung Belanja Pegawai Belanja Bunga Belanja Subsidi Belanja Hibah Belanja Bantuan Sosial Belanja Bagi Hasil Kepada Prov/Kab/Kota/Desa Belanja Bantuan Keuangan Kepada Prov/Kab/Kota/Desa Belanja Tidak Terduga B Belanja Langsung Belanja Pegawai Belanja Barang dan Jasa Belanja Modal Jumlah Belanja Surplus/ (Defisit) 3 Pembiayaan Daerah A Penerimaan Pembiayaan Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Tahun Sebelumnya Pencairan Dana Cadangan Hasil Penjualan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan Penerimaan Penjualan Daerah dan Obligasi Daerah Penerimaan Kembali Pemberian Pinjaman Daerah Penerimaan Piutang Daerah Penerimaan Lainnya Jumlah Penerimaan Pembiayaan B Pengeluaran Pembiayaan Pembentukan Dana Cadangan Penyertaan Modal (investasi) Pemerintah Daerah Pembayaran Pokok Utang Pemberian Pinjaman Daerah Penyelesaian Kegiatan DPA-L Pengeluaran Pembiayaan Lainnya Jumlah Pengeluaran Pembiayaan Pembiayaan Netto Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran Tahun Berjalan (SILPA) Keterangan: Sumber: Pemda Propinsi, Kabupaten dan Kota se DIY, diolah.
104
2010 Realisasi 1.404.715,38 769.882,41 634.710,02 32.836,50 26.333,87 76.002,02 626.677,34 87.821,99 527.471,25 11.384,10 8.155,63 5.232,63 2.923,00 1.404.715,38 1.349.814,49 788.491,85 335.693,92 19,46 89.895,29 88.513,10 214.667,40 56.967,00 2.735,67 561.322,64 86.250,27 351.933,82 123.138,56 1.349.814,49 54.900,89 212.559,18 256.662,04 231.499,09 24.031,43 1.131,51 256.662,04 44.102,85 21.187,85 50,00 22.865,00 44.102,85 212.559,18 267.460,07
2011 RAPBD 1.419.475,10 700.339,19 592.498,87 37.709,42 30.557,39 39.573,51 714.542,34 74.240,41 620.812,33 19.489,60 4.593,57 4.593,57 1.419.475,10 1.590.785,71 849.118,42 443.439,50 7.618,83 105.752,39 215.127,69 67.180,00 10.000,00 741.667,29 90.164,08 501.329,70 150.173,52 1.590.785,71 (171.310,61) 171.310,61 203.425,61 184.394,54 17.915,00 1.116,07 203.425,61 32.115,00 2.000,00 30.115,00 32.115,00 171.310,61 (0,00)
Bantul 2010 Realisasi 986.876,64 81.646,84 16.541,25 15.978,42 7.424,93 41.702,24 688.676,57 54.598,73 573.512,34 60.565,50 216.553,24 17.169,48 42.558,70 18.395,63 138.429,42 986.876,64 1.012.382,28 725.509,95 640.539,29 65,23
2011 RAPBD 898.549,54 106.885,12 28.752,00 21.452,30 7.546,00 49.134,83 707.596,00 36.320,60 625.350,00 45.925,40 84.068,41 70.127,99 13.940,43 -
898.549,54 953.861,65 678.713,56 595.336,22 120,15 17.408,15 19.110,30 32.622,50 33.345,38 1.776,31 2.006,74 29.751,53 27.294,79 3.346,94 1.499,98 286.872,33 275.148,10 49.299,56 54.108,42 114.323,49 127.183,33 123.249,28 93.856,35 1.012.382,28 953.861,65 (25.505,64) (55.312,12) 60.597,69 7.521,71 61.043,92 16.336,95 61.043,92 16.336,95 61.043,92 16.336,95 446,23 8.815,23 281,00 8.700,00 115,23 115,23 50,00 446,23 8.815,23 60.597,69 7.521,71 35.092,05 (47.790,40)
Gunung Kidul 2010 2011 Realisasi RAPBD 798.228,36 843.349,76 42.521,51 41.985,41 6.176,57 7.128,00 25.071,27 8.656,64 4.731,63 4.293,41 6.542,04 21.907,35 635.502,50 664.560,73 36.634,59 33.092,03 521.293,70 572.300,00 77.574,20 59.168,70 120.204,35 136.803,62 14.430,36 25.472,39 25.003,62 64.101,60 100.000,00 16.200,00 11.800,00 798.228,36 843.349,76 765.190,19 929.749,69 620.545,04 673.744,38 547.852,09 601.385,51 51,61 43,50 9.245,56 1.709,55 19.859,30 23.531,95 3.140,00 3.240,32 39.839,28 42.484,21 557,19 1.349,34 144.645,15 256.005,31 28.519,74 27.984,93 69.124,28 84.879,57 47.001,13 143.140,81 765.190,19 929.749,69 33.038,17 (86.399,94) 57.243,00 86.399,94 59.328,16 91.349,57 57.667,21 89.753,37 1.640,44 1.596,20 20,51 59.328,16 91.349,57 2.085,16 4.949,63 1.577,86 3.300,00 507,29 69,43 1.580,20 2.085,16 4.949,63 57.243,00 86.399,94 90.281,17 -
Lampiran
APBD Provinsi, Kabupaten, Kota Se Wilayah Propinsi DIY Juta Rp
No 1 A
B
C
2 A
B
Uraian Pendapatan Daerah Pendapatan Asli Daerah Hasil Pajak Daerah Hasil Retribusi Daerah Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah Dana Perimbangan Bagi Hasil Pajak/ Bagi Hasil Bukan Pajak Dana Alokasi Umum Dana Alokasi Khusus Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam Lain-lain Pendapatan yang Sah Pendapatan Hibah Pendapatan Dana Darurat Bagi Hasil Pajak dari Provinsi dan Pemda lainnya Dana Penyesuaian dan Otonomi Khusus Bantuan Keuangan dari Provinsi atau Pemda lainnya Pendapatan Lainnya Pendapatan Tanpa Kode Rekening Jumlah Pendapatan Belanja Daerah Belanja Tidak Langsung Belanja Pegawai Belanja Bunga Belanja Subsidi Belanja Hibah Belanja Bantuan Sosial Belanja Bagi Hasil Kepada Prov/Kab/Kota/Desa Belanja Bantuan Keuangan Kepada Prov/Kab/Kota/Desa Belanja Tidak Terduga Belanja Langsung Belanja Pegawai Belanja Barang dan Jasa Belanja Modal Jumlah Belanja
Surplus/ (Defisit) Pembiayaan Daerah Penerimaan Pembiayaan Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Tahun Sebelumnya Pencairan Dana Cadangan Hasil Penjualan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan Penerimaan Penjualan Daerah dan Obligasi Daerah Penerimaan Kembali Pemberian Pinjaman Daerah Penerimaan Piutang Daerah Penerimaan Lainnya Jumlah Penerimaan Pembiayaan B Pengeluaran Pembiayaan Pembentukan Dana Cadangan Penyertaan Modal (investasi) Pemerintah Daerah Pembayaran Pokok Utang Pemberian Pinjaman Daerah Penyelesaian Kegiatan DPA-L Pengeluaran Pembiayaan Lainnya Jumlah Pengeluaran Pembiayaan Pembiayaan Netto Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran Tahun Berjalan (SILPA) 3 A
Kabupaten Kulonprogo 2010 2011 Realisasi RAPBD 633.089,18 654.775,80 48.190,80 49.588,46 4.310,29 4.221,99 7.727,51 9.519,21 4.740,52 5.411,13 31.412,48 30.436,13 485.094,13 515.782,02 32.186,41 23.190,39 411.293,62 444.247,74 41.614,10 48.343,90 99.804,25 89.405,32 9.010,51 2.435,22 23.467,89 23.776,48 57.617,26 51.502,21 9.400,00 12.000,00 633.089,18 654.775,80 612.902,63 682.291,11 473.959,88 505.191,97 435.822,71 453.881,45 62,58 78,95 8.043,90 15.441,00 8.000,50 9.969,66 1.972,85 1.338,89 19.896,53 22.982,01 160,81 1.500,00 138.942,75 177.099,14 25.666,00 28.481,99 66.694,66 71.524,45 46.582,09 77.092,70 612.902,63 682.291,11 20.186,55 42.504,57 47.497,96 45.369,30 2.128,66 47.497,96 4.993,39 4.902,00 91,39 4.993,39 42.504,57 62.691,12
(27.515,31) 27.515,31 32.541,66 30.792,99 1.748,67 32.541,66 5.026,35 4.934,96 91,39 5.026,35 27.515,31 0,00
Sleman 2010 Realisasi 1.096.205,42 163.632,98 80.611,54 59.110,50 10.169,82 13.741,11 740.198,03 107.029,84 563.320,89 69.847,30 192.374,40 20.785,30 73.868,81 11.367,00 84.453,29 1.000,00 900,00 1.096.205,42 1.108.674,12 739.753,02 648.257,06 77,98 16.597,23 32.161,76 19.528,56 18.726,35 4.404,09 368.921,09 67.262,93 201.811,71 99.846,45 1.108.674,12
2011 RAPBD 1.026.876,21 198.719,56 113.500,00 57.472,93 11.353,81 16.392,82 743.879,80 69.049,29 632.180,51 42.650,00 84.276,84 1.809,13 74.387,72 8.080,00 1.026.876,21 1.073.315,16 712.782,33 633.066,63 144,00 14.127,50 29.364,64 16.374,58 15.000,70 4.704,28 360.532,83 78.750,77 171.000,25 110.781,81 1.073.315,16
(12.468,70) 150.387,38 164.125,63 164.125,63 164.125,63 13.738,24 7.500,00 137,74 6.100,50 13.738,24 150.387,38 137.918,68
(46.438,95) 46.438,45 60.176,45 60.176,45 60.176,45 13.738,00 7.500,00 138,00 6.100,00
13.738,00 46.438,45 (0,50)
Kota Yogyakarta 2010 2011 Realisasi RAPBD 815.495,92 795.008,14 179.423,64 202.260,82 78.254,58 99.900,50 32.214,65 32.611,09 11.031,30 11.031,30 57.923,11 58.717,92 484.628,28 499.559,65 75.585,12 61.457,62 395.444,06 436.339,93 13.599,10 1.762,10 151.444,00 93.187,67 13.849,28 3.360,00 48.991,02 49.477,67 81.353,70 20.000,00 7.250,00 20.350,00 815.495,92 795.008,14 840.072,29 889.772,13 535.465,23 531.226,65 467.905,79 439.225,79 379,64 235,38 30.530,58 48.093,54 35.339,70 35.671,94 1.309,52 8.000,00 304.607,06 358.545,48 91.259,57 96.246,64 159.306,32 190.946,85 54.041,17 71.351,99 840.072,29 889.772,13 (24.576,36) 99.343,23 100.104,88 98.196,73 1.589,78 318,36 100.104,88 761,65 761,65 761,65 99.343,23 74.766,86
(94.763,99) 94.763,99 98.325,62 97.975,62 150,00 200,00 98.325,62 3.561,63 3.000,00 561,63 3.561,63 94.763,99 -
Keterangan: Sumber: Pemda Propinsi, Kabupaten dan Kota se DIY, diolah.
105