BAB 1 DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA 1.1 DIY Jaman Prasejarah hingga Pemerintahan Jepang Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) merupakan barometer sejarah bumi dan kegunungapian di Indonesia, karena bukti geologi yang tersingkap di DIY mewakili 70% riwayat sejarah kebumian di Pulau Jawa. Hal itu dapat dibuktikan dengan adanya singkapan batuan dan fosil. Keberadaan kehidupan dan budaya manusia prasejarah, sejak sekitar 15.000 tahun lalu, telah ditemukan pada gua-gua bukit gamping (kars) di Pegunungan Sewu, terutama di wilayah Kabupaten Gunungkidul. Sejumlah bangunan megalitik berupa patung-patung menhir maupun kubur peti batuditemukan di Playen dan Karangmojo, yang masih berada di Kabupaten Gunungkidul.
1
Sekitar abad ke-8, wilayah DIY menjadi pusat dari Kerajaan Mataram Hindu. Keberadaan pusat kerajaan Hindu ini dibuktikan dengan adanya sejumlah besar candi yang tersebar di berbagai wilayah DIY. Kompleks Candi Prambanan dan Ratu Boko hanyalah beberapa contoh peninggalan masa kejayaan kerajaan Mataram Hindu. Namun, masih ada ratusan candi lainnya yang kini telah menjadi saksi sejarah peradaban DIY, di antaranya Candi Kalasan, Sari, Sambisari, Kedulan, Banyunibo, Barong, Morangan dan Kimpulan.Bukti lain dari DIY sebagai pusat kerajaan terdapat pada Prasasti Canggal (732 M) yang menyatakan daerah Saliman (Sleman) adalah tempat berdirinya kerajaan Mataram Hindu yang diprakarsai oleh Sang Ratu Sanjaya. Pernyataan dalam prasasti itu didukung dengan keberadaan sejumlah nama tempat atau toponim di daerah Sleman yang menunjukkan adanya permukiman keluarga kerajaan, di antaranya adalah Rejadani (tempat raja), Poton (pattana = kota), Bantareja (makam raja), dan Dayakan (dayaka = keluarga raja). DIY juga berperan besar dalam percaturan sejarahkerajaan-kerajaan Islam di Indonesia. Panembahan Senopati merintis pendirian Kerajaan Mataram Islam di Kotagede, bergelar "Senapati Ing Alaga Sayidin Panatagama" artinya Panglima Perang dan Ulama Pengatur Kehidupan Beragama. Pada masa Sultan Agung Hanyokrokusumawilayah kekuasaan Mataram sangat luas, meliputi seluruh Jawa Tengah, Jawa Barat sampai Karawang, Jawa Timur sampai Jember dan
2
Madura.Sultan Agung memilih DIY sebagai pusat kerajaannya, yaitu daerah Kerta dan Pleret. Pada masa pemerintahan Sultan Agung di Pleret Kraton Mataram mencapai puncak kejayaan. Bukti sejarah tersebut dapat dijumpai dengan adanya makam para raja Mataram Islam yang berada di daerah Imogiri serta tinggalantinggalan sejarah seperti masjid, rumah tradisional, sendang, benteng, pasar, makanan khas, adat istiadat, dan upacara tradisi yang dilatarbelakangi dengan pengetahuan, filosofi, dan nilai-nilai budaya yang luhur. Berdirinya Yogyakarta berawal dari dibangunnya Keraton Yogyakarta oleh Pangeran Mangkubumi yaitu setelah ditandatanganinya Perjanjian Giyanti pada tahun 1755 antara Pangeran Mangkubumi, Paku Buwana III, dan pihak Kompeni. Setelah itu Pangeran Mangkubumi memproklamasikan bahwa separuh Kerajaan Mataram yang telah dikuasainya diberi nama Ngayogyakarta Hadiningrat dengan Ibukota Ngayogyakarta yang berarti baik dan rahayu. Perjanjian Giyanti menjadi tonggak kelahiran Kasultanan Yogyakarta. Pangeran Mangkubumi sebagai raja pertama Kasultanan Yogyakarta memakai gelar Ngarsa Dalem Sampeyan Dalem Ingkang Sinuwun Kanjeng Sultan Hamengku Buwana Senapati Ing Ngalaga, Abdurrahman Sayidin Panatagama Kalifatullah Kaping I(Sultan HamengkuBuwono I).
3
Pada masa itu wilayah Kasultanan Yogyakarta mencakup wilayah Negara Agung, yaitu Wilayah Mataram, Kedu, dan Bagelen dan daerah yang masuk dalam wilayah Mancanegara meliputi Madiun (Kota Madiun, Magetan, Caruban, sebagian Pacitan); Kediri (Kertasana, Kalangbret, Ngrawa/Tulung Agung); Surabaya (Japan/Majakerta); Rembang (Jipang, Teras Karas); Semarang (Sela, Kuwu, sebagian Grobogan). Kasultanan Yogyakarta juga mendapat wilayah dari Pantai Utara Jawa. Sebagai Ibukota kerajaan dibangun Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat di Desa Pacethokan di kawasan Hutan Beringan yang terletak di antara Sungai Code dan Sungai Winongo. Pembangunan keraton ini menggunakan berbagai pertimbangan menyangkut aspek strategis, keamanan, dan sosial budaya. Tahun 1811 ketika Inggris berhasil menduduki Pulau Jawa, yang ditandai dengan Kapitulasi Tuntang, dan berhasil menggeser kedudukan Belanda merupakan awal lahirnya Kadipaten Pakualaman.Letnan Gubernur Raffles, wakil pemerintah Inggris, mengangkat Pangeran Natakusuma
4
menjadi pangeran yang memerintah sendiri, lepas dari kekuasaan kasultanan, dan bergelar Adipati Paku Alam I. Kemudian pada tahun 1813 dilakukan penyerahan kekuasaan beserta wilayahnya kepada Paku Alam I. Lokasi pusat Kadipaten Pakualaman terletak di sebelah timur Sungai Code masih berada di wilayah dalam Kota Yogyakarta dan kekuasaannya meliputi sebagian tanah Bagelen dan tanah Panjang. Kemudian dalam perjalannya, wilayah tersebut diganti dengan daerah Adikarta (Kulon Progo Bagian Selatan). Dengan berdirinya Kadipaten Pakualaman maka wilayah Kerajaan Mataram yang satu, kuat dan kokoh pada masa pemerintahan Sultan Agung akhirnya terpecah menjadi empat, yakni: 1) Kasultanan Yogyakarta; 2) Kasunanan Surakarta; 3) Pakualaman; 4) Mangkunegaran.
5
Pada tahun 1825-1830 berlangsungPerang Diponegoro atau sering disebut Perang Jawa. Berakhirnya perang tersebutmenjadi tonggak perubahan penting bagi peta kehidupan Kasultanan Yogyakarta. Pihak Pemerintah Belanda memperkecil wilayah Kasultanan Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta karena Belanda menganggap bahwa yang harus bertanggung jawab atas perang tersebut adalah kasultanan dan kasunanan. Akibatnya, Yogyakarta kehilangan wilayah Mancanegara yang meliputi Madiun dan Kediri. Pada abad XX, peristiwa perjuangan pergerakan nasional yang mewarnai perjalanan lahirnya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) banyak terjadi di Yogyakarta. Hal ini terbukti dengan banyak organisasi kebangsaan yang lahir di Yogyakarta, seperti Taman Siswa, Muhammadiyah, Wanita Utomo, dan Wanita Katholik, serta menjadi tempat penyelenggaran kongres kebangsaan, seperti Budi Utomo, Jong Java, dan Kongres Perempuan. Sejak awal abad XX hingga berakhirnya masa Pemerintahan Hindia Belanda tahun 1942, Keraton Kasultanan Yogyakarta dan Kadipaten Pakualaman telah berperan menjadi katalisator transformasi di masyarakat dan tumbuhnya kebudayaan baru. Pada masa pendudukan Jepang ketika Kasultanan Yogyakarta dipimpin oleh Hamengku Buwana IX, salah satu monumen sejarah penting yang menggambarkan keberpihakan seorang penguasa untuk mensejahterakan rakyat Yogyakarta sekaligus membebaskannya dari kerja paksa atau romusha yang dilakukan oleh Pemerintah Jepang adalah Selokan Mataram.Selokan Mataram, saluran air yang menghubungkan Sungai Progo di barat dan Sungai Opak di timur,merupakan ide cemerlang untuk mengairi wilayah utara dan timur Yogyakarta yang kering dan mengairi lahan pertanian dengan jangkauan lebih luas yang semula hanya mengandalkan air hujan. Sri Sultan Hamengkubuwana IX berperan besar dalam keberadaan atau proses demokratisasi dan modernisasi Kraton Yogyakarta. Masa ini terjadi perubahan penting yaitu bergesernya konsep kekuasaan absolut bergeser kearah yang bersifat demokratis dari konsep keagungbinatharaan menjadi konsep kekuasaan ‘Tahta Untuk Rakyat’.
6
1.2 DIY Setelah Proklamasi Kemerdekaan Setelah Proklamasi 17 Agustus 1945, Sultan Hamengku Buwono IX dan Adipati Paku Alam VIII memutuskan untuk menjadi bagian dari NKRI dimana pilihan dan keputusan tersebut membawa konsekuensi peleburan masyarakat Yogyakarta yang homogen kedalam masyarakat Indonesia yang heterogen dan menjadikan masyarakat Yogyakarta menjadi bagian kecil dari masyarakat Indonesia. Daerah Kasultanan Ngayogyakarta bergabung menjadi satu kesatuan dengan NKRI dan dinyatakan sebagai Daerah Istimewa Yogyakarta dengan Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Sri Paku Alam VIII sebagai Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden RI. Pernyataan bergabungnya Yogyakarta dalam NKRI disebutkan dalam: 1. 2. 3.
Piagam Kedudukan Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Sri Paku Alam VIII tertanggal 19 Agustus 1945 dari Presiden RI; Amanat Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Sri Paku Alam VIII tertanggal 5 September 1945 (dibuat secara terpisah); Amanat Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Sri Paku Alam VIII tertanggal 30 Oktober 1945 (dibuat dalam satu naskah).
Setelah pernyataan menggabungkan diri di atas, pada tanggal 6 September 1945 Pemerintah Pusat menyampaikan Piagam Kedudukan yang merupakan pengakuan dan penetapan sebagai jawaban atas amanat tersebut. Dengan latar belakang tersebut, keunikan pengalaman Yogyakarta merupakan salah satu fakta yang menjadikannya sebagai Daerah Istimewa. Sejarah kedudukan keistimewaan menunjukkan bahwa sejak awal penggabungannya kedalam NKRI, DIY telah memiliki perhatian, komitmen, dan dukungan yang besar atas berdirinya Negara Republik Indonesia sebagai tonggak sejarah Indonesia secara keseluruhan. Pengalaman sejarah telah membuktikan
7
bahwa DIY merupakan pusat perjuangan dimana berbagai peristiwa penting dalam perintisan dan perjuangan mempertahankan kemerdekaan NKRI terjadi, bahkan pernah menjadi Ibukota Negara yaitu pada tanggal 4 Januari 1946 - 27 Desember 1949. Eksistensi DIY sebagai bagian yang tak terpisahkan dalam NKRI secara formal diatur dalam Undangundang Nomor 3 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah Istimewa Yogyakarta. Undang-Undang ini pada saat yang sama juga merupakan pengakuan kewenangan untuk menangani berbagai urusan dalam menjalankan pemerintahan serta urusan yang bersifat khusus. Undang-undang ini telah diubah dan ditambah, terakhir kali dengan Undang-undang Nomor 9 Tahun 1955 (Lembaran Negara Tahun 1959 Nomor 71, Tambahan Lembaran Negara Nomor 1819) yang sampai saat ini masih berlaku. Undangundang tersebut menyatakan bahwa DIY merupakan daerah setingkat provinsi dan meliputi bekas Daerah Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat dan Daerah Kadipaten Pakualaman. Berdasarkan Amandemen Kedua UUD 1945, eksistensi DIY sebagai daerah istimewa diakui dan dihormati secara tegas sebagaimana tercantum dalam Pasal 18B ayat (1) dan (2), yang berbunyi: (1) (2)
Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan Undang-undang. Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam Undang-undang.
Keistimewaan DIY juga diakui pada setiap undang-undang yang mengatur Pemerintahan Daerah, sebagaimana dinyatakan dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004, khususnya Pasal 2 ayat (8) dan (9).
8
Terkait dengan kepemimpinan di daerah, dalam hal ini kepemimpinan di tingkat provinsi, saat ini Gubernur dan Wakil Gubernur dijabat oleh Sri Sultan Hamengku Buwono X dan Sri Paduka Paku Alam IX. Sri Sultan Hamengku Buwono X pada saat ini juga merupakan pemimpin Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat sedangkan Sri Paduka Paku Alam IX adalah pemimpin Kadipaten Pakualaman. Keduanya memainkan peran yang menentukan dalam memelihara nilai-nilai budaya dan adat istiadat Jawa, serta merupakan pemersatu masyarakat Yogyakarta, dengan demikian maka keduanya merupakan dwitunggal yang menjunjung kepemimpinan hamemayu hayuning bawana. Catatan penting dalam sejarah DIY setelah masa reformasi adalah aksi perjuangan panjang rakyat Yogyakarta untuk mewujudkan Keistimewaan Yogyakarta secara utuh. Perjuangan tersebuttertuang dalam bentuk “Amanat Rakyat 5 September 2011” yang ditandatangani di Pagelaran Kraton Yogyakarta yang bertujuan agar substansi makna Keistimewaan DIY tetap tercantum dalam Undang-Undang. Amanat tersebut merupakan bentuk dukungan “Amanat 5 September 1945”. Amanat tersebut melahirkan pengakuan Pemerintah Pusat secara formal atas keistimewaan DIY dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta. 1.3 Kewenangan Keistimewaan DIY Keistimewaan adalah keistimewaan kedudukan hukum yang dimiliki oleh DIY berdasarkan sejarah dan hak asal-usul menurut UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 untuk mengatur dan mengurus kewenangan istimewa. Kewenangan Istimewa adalah wewenang tambahan tertentu yang dimiliki DIY selain wewenang sebagaimana ditentukan dalam undang-undang tentang pemerintahan daerah. Kewenangan tersebut meliputi: a. Tata cara pengisian jabatan, kedudukan, tugas, dan wewenang Gubernur dan Wakil Gubernur DIY memiliki bentuk dan susunan pemerintahan (Pemerintah Daerah DIY dan DPRD DIY) yang bersifat istimewa. Pemerintah Daerah DIY dipimpin oleh Gubernur dan dalam melaksanakan tugas
9
dan wewenangnya, Gubernur dibantu oleh Wakil Gubernur. DPRD DIY menetapkan Sultan Hamengku Buwono yang bertakhta sebagai Gubernur dan Adipati Paku Alam yang bertakhta sebagai Wakil Gubernur kemudian Presiden mengesahkan penetapan Gubernur dan Wakil Gubernur berdasarkan usulan Menteri. Masa jabatan Sultan Hamengku Buwono yang bertakhta sebagai Gubernur dan Adipati Paku Alam yang bertakhta sebagai Wakil Gubernur selama 5 (lima) tahun terhitung sejak pelantikan. Sultan Hamengku Buwono yang bertakhta sebagai Gubernur dan Adipati Paku Alam yang bertakhta sebagai Wakil Gubernur tidak terikat ketentuan 2 (dua) kali periodisasi masa jabatan sebagaimana diatur dalam undang-undang tentang pemerintahan daerah. b. Kelembagaan Pemerintah Daerah DIY Kewenangan kelembagaan Pemerintah Daerah DIY diselenggarakan untuk mencapai efektivitas dan efisiensi penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan masyarakat berdasarkan prinsip responsibilitas, akuntabilitas, transparansi, dan partisipasi dengan memperhatikan bentuk dan susunan pemerintahan asli. Pelembagaan peran dan tanggung jawab Kasultanan dan Kadipaten dalam menjaga dan mengembangkan budaya Yogyakarta yang merupakan warisan budaya bangsa diwujudkan melalui pemeliharaan, pendayagunaan, serta pengembangan dan penguatan nilai-nilai, norma, adat istiadat, dan tradisi luhur yang mengakar dalam masyarakat DIY. c. Kebudayaan Kewenangan kebudayaan diselenggarakan untuk memelihara dan mengembangkan hasil cipta, rasa, karsa, dan karya yang berupa nilai-nilai, pengetahuan, norma, adat istiadat, benda, seni, dan tradisi luhur yang mengakar dalam masyarakat DIY.
10
d. Pertanahan Dalam penyelenggaraan kewenangan pertanahan, Kasultanan dan Kadipaten dinyatakan sebagai badan hukum. Kasultanan sebagai badan hukum merupakan subjek hak yang mempunyai hak milik atas tanah Kasultanan dan Kadipaten sebagai badan hukum merupakan subjek hak yang mempunyai hak milik atas tanah Kadipaten. Tanah Kasultanan dan tanah Kadipaten meliputi tanah keprabon dan tanah bukan keprabon yang terdapat di seluruh kabupaten/kota dalam wilayah DIY. Kasultanan dan Kadipaten berwenang mengelola dan memanfaatkan tanah Kasultanan dan tanah Kadipaten ditujukan untuk sebesarbesarnya pengembangan kebudayaan, kepentingan sosial, dan kesejahteraan masyarakat. e. Tata Ruang Kewenangan Kasultanan dan Kadipaten dalam tata ruang terbatas pada pengelolaan dan pemanfaatan tanah Kasultanan dan tanah Kadipaten. Dalam pelaksanaan kewenangan, Kasultanan dan Kadipaten menetapkan kerangka umum kebijakan tata ruang tanah Kasultanan dan tanah Kadipaten sesuai dengan Keistimewaan DIY. Kerangka umum kebijakan tata ruang tanah Kasultanan dan tanah Kadipaten ditetapkan dengan memperhatikan tata ruang nasional dan tata ruang DIY. 1.4 Visi & Misi PembangunanDIY DIY sampai dengan Tahun 2025 memiliki konsep pembangunan yang termuat didalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP). Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) tersebut didalam prioritas tahapannya sampai dengan Tahun 2025 diterjemahkan kedalam dokumen perencanaan pembangunan 5 (lima) tahunan, yaitu Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD). Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) DIY diatur didalam Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2009.Untuk memberikan kerangka regulasi yang terintegrasi secara sektoral, serta memuat
11
kebijakan secara spasial yang lebih komprehensif RPJPD dan RPJMD tersebut mengacu pada kebijakan diatasnya, yaitu RPJP Nasional, RPJM Nasional, serta saling mengacu dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi. Sampai dengan Tahun 2012 DIY sudah sampai pada Tahap Pembangunan Lima Tahun ke-2. Berkaitan dengan keistimewaan yang diakui secara hukum formal oleh Pemerintah Pusat dengan disahkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 maka akhir tahun 2012 merupakan berakhirnya rencana pembangunan lima tahun ke-2 dan awal mempersiapkan rencana pembangunan lima tahun ke-3, yaitu untuk periode 2012-2017. Visi Pembangunan 2012-2017: “Daerah Istimewa Yogyakarta yang berkarakter, berbudaya, maju, mandiri, dan sejahtera menyongsong peradaban baru” Misi pembangunan daerah 2013-2017: 1.
2.
3.
4.
Membangun peradaban berbasis nilai-nilai kemanusiaan dengan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, mengembangkan pendidikan yang berkarakter didukung dengan pengetahuan budaya, pelestarian dan pengembangan hasil budaya, serta nilai-nilai budaya. Menguatkan perekonomian daerah yang didukung dengan semangat kerakyatan, inovatif dan kreatif disertai peningkatan daya saing pariwisata guna memacu pertumbuhan ekonomi daerah yang berkualitas dan berkeadilan. Meningkatkan tata kelola pemerintahan yang baik ke arah katalisator yang mampu mengelola pemerintahan secara efisien, efektif, mampu menggerakkan dan mendorong dunia usaha dan masyarakat lebih mandiri. Memantapkan prasarana dan sarana daerah dalam upaya meningkatkan pelayanan publik dengan memperhatikan kelestarian lingkungan dan kesesuaian Tata Ruang.
12
Arahan Sri Sultan Hamengku Buwono X dalam “Yogyakarta Menyongsong Peradaban Baru” disampaikan pada paparanVisi-Misi-Program Calon Gubernur DIY 2012-2017: Renaisans Yogyakarta yang dipayungi filosofi hamêmayu-hayuning bawânâ, dihidupi semangat gotong-royong yang mengacu pada konsep aworing kawulâ-gusti dan golong-gilig, serta diekspresikan oleh sikap satriyâ: sawiji, grêgêt, sêngguh, ora-mingkuh, memberikan vitalitas dan ruh baru, arah baru, nilai baru, serta kekuatan baru dari pergeseran kekuatan peradaban yang bergerak menuju ke Timur, seraya meluruskan kembali ‘rasa keTuhanan’ kita. Renaisans Yogyakarta ditujukan guna terciptanya peradaban baru unggul yang menghasilkan ‘manusia Indonesia yang utama’ (jalma kang utama), yang berasaskan ‘rasa keTuhanan, rasa kemanusiaan dan rasa keadilan’, dengan mengandalkan modal dasar ‘kebudayaan dan pendidikan’. Strategi Pencapaian Renaisans Yogyakarta : 1. Mengembalikan nilai-nilai keluhuran, keutamaan dan jatidiri berbangsa yang kini kian menipis dan tidak lagi menjadi penuntun gerak bernegara, gerak para pemimpin, gerak kerja birokrasi dan gerak kehidupan seluruh elemen bangsa, untuk menuju Indonesia yang bermartabat, mandiri, damai, adil dan makmur. 2. Membebaskan yang termarjinal serta menghilangkan belenggu penyebab ketidakmampuannya dalam membangun martabat, kemandirian, kebersamaan dan kedamaian, serta membangun keadilan dan kemakmuran dirinya. 3. Konsolidasi integrasi melalui pengakuan dan penghormatan atas keberagaman kelompok, suku, agama, ras, maupun budaya dalam kerangka Bhinneka Tunggal Ika. 4. Menghidupkan kembali visi Negara Maritim, baik dalam aspek budaya, politik, pertahanan dan keamanan, hukum, ekonomi, teknologi, kesehatan, pangan, energi, tata ruang, infrastruktur, transportasi dan komunikasi.
13
5. Menghidupkan dan menguatkan kembali nilai-nilai sejarah lokal, budaya lokal, dan produksi ekonomi lokal, sebagai upaya membangun kembali kepercayaan diri, identitas, dan jatidiri. Pembangunan Kawasan Selatan: “Dari Among Tani ke Dagang Layar” “...mengalihkan pusat pertumbuhan ekonomi dari wilayah Pantura ke Pantai Selatan (Pansel) dengan berkembangnya klaster-klaster industri kecil dan agribisnis di pedesaan, serta industri kelautan, perikanan dan pariwisata maritim di wilayah pesisir, yang didukung oleh infrastruktur jalan SelatanSelatan, menjadi pilihan Strategis yang harus diwujudkan.” 1.5
Nilai-Nilai Budaya DIY
DIY kaya akan nilai filosofi budaya yang menjadi pondasi keistimewaan dan mendasari keberadaan DIY. Nilai filosofi tersebut menjadi pemandu tumbuh dan berkembangnya peradaban masyarakat DIY yang memiliki keluhuran, keunikan, keterbukaan, kegotongroyongan yang terwujud dalam tatanan kehidupan masyarakat yang agamis, humanis, sejahtera, dan berkeadilan.Filosofi yang menjadi nilai dasar Keistimewaan DIY, antara lain: Hamemayu Hayuning Bawana Hamemayu Hayuning Bawana mengandung makna menjaga Bawana atau dunia ini tetap Hayu yang bermakna indah dan Rahayu yang bermakna lestari. Konsep ini mengandung makna sebagai kewajiban melindungi, memelihara, serta membina keselamatan dunia dan lebih mengedepankan kepentingan masyarakat daripada kepentingan pribadi maupun kelompok.Dunia yang dimaksud mencakup seluruh perikehidupan, baik dalam skala kecil (keluarga) maupun dalam skala lebih besar mencakup masyarakat dan lingkungan hidupnya, dengan mengutamakan dharma bakti untuk kehidupan orang banyak, tidak mementingkan diri sendiri.
14
Sangkan Paraning Dumadi, Manunggaling Kawula lan Gusti Konsep Sangkan Paraning Dumadi berawal dari keyakinan bahwa Tuhan ialah asal-muasal dan tempat kembali segala sesuatu. Sementara itu, konsep Manunggaling Kawula lan Gusti berdimensi vertikal dan horizontal. Manunggaling Kawula Gusti dapat dimaknai dari sisi kepemimpinan yang merakyat dan disisi lain dapat dimaknai sebagai piwulang simbol ketataruangan. Kota pusat pemerintah Mataram Yogyakarta dirancang dengan filosofi sangkan paraning dumadi manunggaling kawula gusti. Di batas selatan terdapat Panggung Krapyak yang melambangkan unsur wanita (yoni), di utara terdapat Tugu Pal Putih yang melambangkan unsur laki-laki (lingga), sedangkan di tengah terdapat kraton yaitu tempat kehidupan yang terjadi karena perpaduan unsurwanita dan laki-laki. Perjalanan dari Panggung Krapyak ke Kraton dimaknai sebagai perjalanan manusia dari lahir hingga siap bekerja, sedangkan dari Tugu Pal Putih ke Kraton dimaknai sebagai perjalanan manusia menghadap Khaliknya. Tahta Untuk Rakyat Konsep Tahta Untuk Rakyat dari segi maknanya tidak dapat dipisahkan dari konsep Manunggaling Kawula Gusti karena pada hakekatnya keduanya menyandang semangat yang sama yakni semangat keberpihakan, kebersamaan dan kemenyatuan antara penguasa dan rakyat, antara Kraton dan Rakyat. Golong Gilig, Sawiji, Greget, Sengguh, Ora Mingkuh Falsafah Golong Gilig merupakan konsep pemikiran yang awalnya berperan untuk memberikan spirit perjuangan melawan penjajahan. Konsep ini melambangkan menyatunya cipta, rasa, dan karsa yang dengan tulus ikhlas memohon hidayah kepada Tuhan untuk kemakmuran rakyat. Selain itu juga melambangkan persatuan dan kesatuan antara pemimpin dengan yang dipimpin atau manunggaling Kawula-Gusti.
15
Sawiji untuk mencapai cita-cita yang diinginkan, harus selalu ingat kepada Tuhan Yang Maha Esa dan konsentrasi harus diarahkan ke tujuan atau visi. Greget bermakna dinamik dan semangat yang harus disalurkan melalui jalan Tuhan Yang Maha Esa dan diarahkan ke tujuan melalui saluran yang wajar. Sengguh bermakna kebanggaan dan kepercayaan penuh pada pribadinya untuk mencapai tujuan namun tidak disertai kesombongan. Ora Mingkuh bermakna bertanggung jawab menghadapi halangan dan kesulitan yang timbul dalam perjalanan menuju ke tujuan (cita-cita). Konsep Golong Gilig, Sawiji, Greget, Sengguh, Ora Mingkuhbermakna kesatupaduan komunitas, etos kerja, keteguhan hati, dan tanggungjawab sosial untuk membangun bangsa dan negara dalam melawan penjajahan dan untuk menciptakan kesejahteraan bersama. Catur Gatra Tunggal Catur Gatra Tunggal merupakan filosofi dan juga konsep dasar pembentukan inti kota. Konsep Catur Gatra Tunggal yang tidak lepas dari konsep sumbu Imaginer (Gunung Merapi-Laut Selatan) dan Sumbu Filosofis (Panggung Krapyak-Kraton-Tugu) bukan hanya sekedar meletakkan dasar identitas atau keabadian saja, melainkan juga memiliki kapasitas memandu dengan tersambungnya empat elemen kota ini dengan sumbu Kraton-Tugu yang memberikan arah panduan perkembangan kota membujur ke utara sampai Tugu dan melintang ke kiri (barat) ke arah Kali Winongo serta melintang ke kanan (timur) ke arah Kali Code. Konsep ini memberikan makna teks sekaligus konteks (ruang dan waktu), dalam arti konsep ini telah memberikan “modal” awal bagi pembentukan kota dan sekaligus memberikan “bekal” pada perkembangan kota di masa depan.
16
Pathok Negara Pathok Nagara adalah salah satu konsep penting yang memberikan nilai keistimewaan tata ruang Yogyakarta, yang tidak hanya sekedar ditandai dengan dibangunnya empat sosok masjid bersejarah (Mlangi, Ploso Kuning, Babadan, dan Dongkelan), tetapi juga memberikan tuntunan teritori spasial yang didalamnya secara implisit menyandang nilai pengembangan ekonomi masyarakat, pengembangan agama Islam, dan pengembangan pengaruh politik kasultanan.Secara spasial, konsep Pathok Nagara sesungguhnya memberikan pesan dan pelajaran yang sangat berharga yakni pentingnya membatasi perkembangan fisik keruangan kota untuk melindungi fungsi-fungsi pertanian dan perdesaan yang menjadi penyangganya.
17
18
BAB 2 GAMBARAN UMUM 2.1 Kondisi Geografi & Batas Wilayah Administrasi Secara astronomi, DIY terletak antara 70.33’-80.12’ Lintang Selatan dan 1100.00’-1100.50’ Bujur Timur termasuk daerah beriklim tropis yang memiliki 2 musim, yaitu musim kemarau dan musim hujan. Wilayah DIY dengan luas 3.185,80 km2 atau 0,17% dari luas Indonesia (1.860.359,67 km²)berbatasan dengan Lautan Indonesia di sebelah Selatan, Kabupaten Klaten di sebelah Timur Laut, Kabupaten Wonogiri di sebelah Tenggara, Kabupaten Purworejo di sebelah Barat dan Kabupaten Magelang di sebelah Barat Laut. Tabel 2.1 Pembagian Wilayah DIY menurut Kabupaten/Kota, 2011 Kelurahan/ Kabupaten/Kota Ibukota Kecamatan Desa Kulonprogo Wates 12 88 Bantul Bantul 17 75 Gunungkidul Wonosari 18 144 Sleman Sleman 17 86 Kota Yogyakarta Yogyakarta 14 45 DIY Yogyakarta 78 438 Sumber: DDA 2012, BPS Provinsi DIY
Berdasarkan pembagian wilayah, secara administratif DIY terdiri dari 1 kota (Kota Yogyakarta) dan 4 kabupaten (Kabupaten Kulonprogo, Kabupaten Bantul, Kabupaten Gunungkidul, dan Kabupaten Sleman) yang mencakup 78 kecamatan dan 438 desa/kelurahan.
19
Sumber: Bappeda DIY, 2012
Gambar 2.1 Peta Administrasi DIY
20
Jika dilihat dari luas wilayahnya maka kabupaten yang memiliki wilayah terluas adalah Kabupaten Gunungkidul, yaitu seluas 1.485,36 km2 atau 46,63% dari total luas DIY. Sementara wilayah terkecil adalah Kota Yogyakarta yang memiliki luas hanya 32,5 km2 atau sebesar 1,02%.
Kulon Progo 586,27 km² 18,40 % Gunungkidul 1.485,36 km² 46,63 % Bantul 506,85 km² 15,91 %
Yogyakarta 32,5 km² 1,02 %
Sleman 574,82 km² 18,04 %
Sumber: DDA 2012, BPS Provinsi DIY
Gambar 2.2 Luas Wilayah Kabupaten/Kota di DIY, 2011
21
Sumber: Bappeda DIY, 2012
Gambar 2.3 Peta Satuan Fisiografi DIY
22
Berdasarkan bentang alam, wilayah DIY dapat dikelompokkan menjadi empat satuan fisiografi sebagai berikut: Satuan fisiografi Gunungapi Merapi, memiliki luas ± 582,81 km2 dan ketinggian 802.941m,terbentang mulai dari kerucut gunung api hingga dataran fluvial gunung api termasuk juga bentang lahan vulkanik, meliputi Sleman, Kota Yogyakarta dan sebagian Bantul. Daerah kerucut dan lereng gunung api merupakan daerah hutan lindung sebagai kawasan resapan air daerah bawahan. Satuan bentang alam ini terletak di Sleman bagian utara. Pegunungan Selatan dengan luas ± 1.656,25 km2 dan ketinggian 150-700 m. Satuan Pegunungan Selatan, yang terletak di wilayah Gunungkidul, merupakan kawasan perbukitan batu gamping (limestone) dan bentang alam karst yang tandus dan kekurangan air permukaan, dengan bagian tengah merupakan cekungan Wonosari (Wonosari Basin) yang telah mengalami pengangkatan secara tektonik sehingga terbentuk menjadi Plato Wonosari (dataran tinggi Wonosari). Satuan ini merupakan bentang alam hasil proses solusional (pelarutan), dengan bahan induk batu gamping dan mempunyai karakteristik lapisan tanah dangkal dan vegetasi penutup sangat jarang. Pegunungan Kulonprogo dan Dataran Rendah Selatan memiliki luas ± 706,25 km2 dan ketinggian 0-572 m. Satuan Pegunungan Kulonprogo, terletak di Kulonprogo bagian utara, merupakan bentang lahan struktural denudasional dengan topografi berbukit, kemiringan lereng curam dan potensi air tanah kecil. Dataran rendah antara Pegunungan Selatan dan Pegunungan Kulonprogo memiliki luas ± 215,62 km2 dan ketinggian 0-80 m. Satuan Dataran Rendah, merupakan bentang lahan fluvial (hasil proses pengendapan sungai) yang didominasi oleh dataran aluvial, membentang di bagian selatan DIY, mulai dari Kulonprogo sampai Bantul yang berbatasan dengan Pegunungan Selatan. Satuan ini merupakan daerah yang subur. Termasuk dalam satuan ini adalah bentang lahan marin dan eolin yang belum didayagunakan, merupakan wilayah pantai yang terbentang dari Kulonprogo sampai Bantul. Khusus bentang lahan marin dan eolin di Parangtritis Bantul, yang terkenal dengan gumuk pasirnya, merupakan laboratorium alam untuk kajian bentang alam pantai.
23
DIY dilewati oleh sungai-sungai, yaitu Sungai Code, Opak, Progo, Gajahwong, Winongo, Serang. Menurut sejarah, sungai-sungai ini dimanfaatkan sebagai pertahanan dalam menghadapi penjajah disamping mempunyai aspek teknis bagi perkembangan pertanian dan mempercepat peresapan air hujan. Adapun potensi sumberdaya air sungai-sungai tersebut berasal dari air hujan, air permukaan, air tanah, mata air, sungai bawah tanah, waduk, dan embung. Tabel 2.2 Gunung & Sungai di DIY Nama Gunung – Sungai
Ketinggian
Panjang Aliran
2.941
--
Sungai Code
--
32 km
Sleman, Bantul, Yogyakarta
Sungai Opak
--
39 km
Sleman, Bantul
Sungai Progo
--
43 km
Sleman, Kulonprogo
Sungai Gajahwong
--
20 km
Sleman, Bantul, Yogyakarta
Sungai Winongo
--
43 km
Sleman, Bantul, Yogyakarta
Sungai Serang
--
29 km
Kulonprogo
Gunung Api Merapi
Lokasi Sleman
Sumber: DDA 2012, BPS Provinsi DIY
Secara umum kondisi tanah di DIY tergolong cukup subur sehingga memungkinkan untuk ditanami berbagai tanaman pertanian. Hal ini disebabkan karena letak DIY yang berada di dataran lereng Gunung Api Merapi yang mengandung tanah regosol seluas 863,06km2 atau sekitar 27,09%. Tanah regosol adalah tanah berbutir kasar dan berasal dari material gunung api dan merupakan tanah aluvial yang baru
24
diendapkan. Sementara jenis tanah lain di DIY berupa tanah alluvial seluas 101,74 km2, lithosol 1.052,93km2, resina 78,83km2, grumusol 349,35km2, mediteran 345,40km2, dan lathosol 394,49km2. Lathosol 394,49km2 12,38%
Alluvial 101,74km2 3,19%
Mediteran 345,40 km2 10,84%
Lithosol 1.052,93km2 33%
Grumusol 349,35km2 10,97% Rensina 78,83km2 2,47% Regosol 863,06km2 27,09% Sumber: DDA 2012, BPS Provinsi DIY
Gambar 2.4 Luas Wilayah menurut Jenis Tanah di DIY, 2011
25
DIY beriklim tropis yang dipengaruhi oleh musim kemarau dan hujan. Tahun 2011 suhu udara rata-rata di DIY menunjukan angka 25,97ºC dengan suhu minimum 17,5ºC dan suhu maksimum 39,8ºC. Curah hujan berkisar antara 0,0mm- 404,5mm dengan hari hujan per bulan antara 0 kali – 29 kali. Sementara kelembaban udara tercatat antara 41,5% hingga 96,0%, tekanan udara antara 990,4 mb hingga 1.000,1 mb, dengan arah angin lebih banyak ke Barat dan kecepatan angin antara 0,0 m/s sampai dengan 7,2 m/s. 2.2Demografi DIY sering disebut sebagi miniatur Indonesia salah satunya karena beragam penduduk Indonesia dengan latar belakang etnis, suku bangsa, ras, dan agama yang berbeda, tinggal di DIY. Penduduk dari segala penjuru Indonesia datang ke DIY dalam rangka menuntut ilmu disamping karena faktor kenyamanan DIY sebagai tempat tinggal. DIY merupakan bentuk kecil Indonesia yang penuh dengan sikap terbuka dan toleran.
26
4.000.000 3.000.000
2.489.360
2.750.813
2.913.054 2.916.779
3.122.268
3.457.491
2.000.000 1.000.000 1971
1980
1990
1995
2000
2010
Sumber: DDA 2012, BPS Provinsi DIY
Gambar 2.5 Perkembangan Jumlah Penduduk DIY menurut Sensus Penduduk 1971, 1980, 1990, 2000, 2010 & SUPAS 1995 Menurut hasil Sensus Penduduk yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS), selama tahun 1971 hingga 2010 jumlah penduduk DIY terus mengalami peningkatan. Jumlah penduduk DIY tahun 1971 sebanyak 2.489.360 orang meningkat menjadi 3.457.491 orang pada tahun 2010 kemudian diperkirakan meningkat sebanyak 29.834 orang menjadi 3.487.325 orang pada tahun 2011.
27
Komposisi kelompok umur penduduk DIY selama kurun waktu 1971-2010 didominasi oleh penduduk usia dewasa/produktif. Penduduk kelompok umur 0-14 tahun selama kurun waktu tersebut cenderung mengalami penurunan. Sejak tahun 1990, struktur umur penduduk DIY dikatakan sebagai “penduduk usia tua” karena penduduk umur 0-14 tahun kurang dari 30% dan penduduk usia 65 tahunke atas mengalami kenaikan. Semakin meningkatnya jumlah penduduk usia lanjut mengindikasikan tingginya usia harapan hidup penduduk DIY. Tabel 2.3 Persentase Penduduk menurut Kelompok Umur di DIY, 1971-2010 Kelompok Umur
1971
1980
1990
2000
2010
0 – 14
40,90
35,06
28,28
22,38
21,96
15 – 64
54,82
59,14
64,46
69,10
68,53
65 +
4,38
5,80
7,26
8,53
9,51
Jumlah
100,00
100,00
100,00
100,00
100,00
Sumber: BPS Provinsi DIY
Kondisi tahun 2011 menunjukkan jumlah penduduk DIY sebanyak 3.487.325 orang yang sebagian besar terpusat di Kabupaten Sleman, yaitu sebanyak 1.107.304 orang. Sementara itu kabupaten Kulon Progo memiliki jumlah penduduk terendah, yaitu sebanyak 390.207 orang. Sementara itu jika dilihat dari komposisi penduduk menurut jenis kelamin, jumlah penduduk perempuan DIY (51,36%)lebih banyak dibandingkan jumlah penduduk laki-laki (48,64%). Hal tersebutjuga terlihat dari besarnya sex ratio DIY sebesar 94,71% yang berarti bahwa terdapat sekitar 94 laki-laki untuk setiap 100 perempuan.Wilayah DIY yang memiliki sex ratio tertinggi adalah Kabupaten Bantul, yaitu 100,39%
28
dan terendah adalah Gunungkidul, yaitu 89,39%. Untuk Kabupaten Bantul jumlah penduduk laki-laki lebih besar dibandingkan jumlah penduduk perempuan. Tabel 2.4 Estimasi Jumlah Penduduk, Sex Ratio, dan Laju Pertumbuhan Penduduk menurut Kabupaten/Kota di DIY, 2011 Laki-Laki Perempuan Jumlah Sex Ratio Kabupaten/Kota (orang) (orang) (orang) (%) Kulon Progo
190.761
199.446
390.207
95,65
Bantul
461.524
459.739
921.263
100,39
Gunungkidul
320.006
357.992
677.998
89,39
Sleman
534.644
572.660
1.107.304
93,36
Kota Yogyakarta
189.375
201.178
390.553
94,13
1.696.310
1.791.015
3.487.325
94,71
DIY
Sumber: DDA 2012, BPS Provinsi DIY
Pertumbuhan penduduk DIY secara umum dipengaruhi oleh tiga komponen yaitu kelahiran, kematian, dan migrasi. Kebijakan pemerintah dalam upaya menekan laju pertumbuhan penduduk berorientasi pada penurunan tingkat kelahiran dan kematian serta meningkatkan mobilitas penduduk. Upaya untuk menurunkan tingkat kelahiran dengan mendorong kegiatan sepertipenundaan usia perkawinan, penggunaan alat kontrasepsi, dan kampanye program KB. Sementara upaya menurunkan kematian dengan peningkatan derajat kesehatan masyarakat. Rata-rata laju pertumbuhan penduduk DIY relatif rendah. Pada tahun 2011, laju pertumbuhan penduduk DIY tercatat sebesar 0,86% turun dari tahun 2010 yang sebesar 1,02%. Rendahnya laju pertumbuhan
29
penduduk tak lepas dari keberhasilan gerakan Keluarga Berencana (KB) dalam mengendalikan kelahiran seiring dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Menurut wilayah, hampir seluruh kabupaten/kota di DIY mengalami pertumbuhan penduduk yang positif. Laju pertumbuhan penduduk terendah berada di Kabupaten Kulonprogo sebesar 0,34% dan tertinggi berada di Kabupaten Sleman, yaitu 1,30%. Tingginya laju pertumbuhan penduduk di Kabupaten Sleman dan Bantul dimungkinkan karena pergeseran lokasi perguruan tinggi kearah kedua kabupaten tersebut sehingga banyak pendatang baru yang datang untuk belajar di DIY yang kemudian tinggal di kedua kabupaten tersebut. Tingginya pertumbuhan di Kabupaten Sleman dan Bantul tersebut juga disebabkan Kota Yogyakarta semakin jenuh untuk dijadikan sebagai tempat pemukiman sehingga banyak penduduk yang memilih bermukim di daerah penyangga kota.
30
1,30
1,50
1,07 0,86
1,00 0,50
0,39
0,34
0,50
0,00
Laju Pertumbuhan Penduduk Sumber: DDA 2012, BPS Provinsi DIY
Gambar 2.6 Laju Pertumbuhan Penduduk DIY, 2011 (%) Sementara itu, jika dilihat dari tingkat kepadatan penduduk pada tahun 2011, Kabupaten Gunungkidul yang mempunyai wilayah terluas dengan jumlah penduduk 677.998 orang (19,44%) tercatat sebagai kabupaten berkepadatan penduduk terendah yaitu 456 orang/km2 sedangkan Kota Yogyakarta yang memiliki wilayah terkecil dengan jumlah penduduk 390.553 orang (11,20%) tercatat sebagai wilayah DIY yang berkepadatan penduduk tertinggi, yaitu 12.017 orang/km2.
31
Sumber: Bappeda DIY, 2012
Gambar 2.7 Peta Kepadatan Penduduk
32
2.3Pemerintahan 2.3.1 APBD DIY Pada tahun 2012targetpendapatan DIY ditetapkan sebesar 2,078trilyun rupiah dan target belanja daerah sebesar 2,285trilyun rupiah. Sementara, realisasi pendapatan angka sementara tercatat sebesar 2,117 trilyun rupiah atau 101,91% dari target dan realisasi belanja angka sementara tercatat sebesar 2,050 trilyun rupiah atau 89,73% dari target belanja. Tabel 2.5 Target dan Realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja DIY, 2008-2012 Uraian
Tahun 2008
2009
2010
2011
2012
Pendapatan (juta rupiah) a.
Target
1.161.986,63
1.213.220,91
1.275.220,50
1.504.464,26
2.078.185,75
b.
Realisasi
1.258.609,95
1.291.928,81
1.374.205,10
1.604.910,83
2.117.905,35
108,32
106,49
107,76
106,68
101,91
Realisasi (%) Belanja (juta rupiah) a.
Target
1.629.069,25
1.478.511,50
1.483.751,31
1.708.874,57
2.285.140,08
b.
Realisasi
1.453.286,28
1.324.983,48
1.354.594,06
1.562.268,73
2.050.408,74
Realisasi (%) 89,21 Sumber: SIPD DIY, 2012 Ket: Realisasi 2012 = Angka Sementara
89,62
91,30
91,42
89,73
33
Pendapatan DIY bersumber dari Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Perimbangan dan Lain-Lain Pendapatan Daerah yang Sah. Target pendapatan DIY pada tahun 2012 ditetapkan berasal dari PAD sebesar 917,957 milyar rupiah atau 44,17%, Dana Perimbangan sebesar 873,661 milyar rupiah, dan LainLain Pendapatan Daerah Yang Sah sebesar 286,566 milyar rupiah atau 13,79%. 60,00
50,10 49,24
51,52
47,54
44,17 42,04
PAD
40,00
Dana Perimbangan 20,00
13,79 0,66
Lain-Lain Pendapatan Daerah yang Sah
0,94
0,00 2010
2011
2012
Sumber: DPPKA DIY, 2012
Gambar 2.8 Persentase Target Besaran Pendapatan DIY menurut Sumbernya, 2010-2012
34
Jika dilihat dari struktur belanjanya, proporsi belanja DIY didominasi oleh belanja tidak langsung. Pada tahun 2011, belanja tidak langsung tercatat sebesar 60,15% dan belanja langsung sebesar 39,85%. Kemudian pada tahun 2012, belanja tidak langsung ditargetkan sebesar 1,310 trilyun rupiah atau sebesar 57,33% sedangkan belanja langsung sebesar 974,955 milyar rupiah atau 42,67%.
80,00
60,00
55,62
60,15 57,33
44,38
39,85
42,67
Belanja Tidak Langsung
40,00 Belanja Langsung 20,00
0,00 2010
2011
2012
Sumber: DPPKA DIY, 2012
Gambar 2.9 Perentase Target Belanja Langsung & Belanja Tidak Langsung DIY, 2010-2012
35
Sementara itu,target belanja langsung tahun 2012 dialokasikan untuk belanja modal sebesar 280,079 milyar rupiah atau 28,73%, belanja barang dan jasa 569,954 milyar rupiah atau 58,46%, dan belanja pegawai 124,922 milyar rupiah atau 12,81%.
2012 12,81
58,46
28,73
Belanja Pegawai 2011
13,73
62,65
23,62
Belanja Barang & Jasa Belanja Modal
2010
14,23
0,00
61,53
30,00
60,00
24,24
90,00
120,00
Sumber: DPPKA DIY, 2012
Gambar 2.10 Perentase Target Alokasi Belanja Langsung DIY, 2010-2012
36
2.3.2 Aparatur Pemerintah Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan modal utama dalam pembangunan. Kualitas SDM yang memadahi akan mendukung proses pembangunan dan memberikan hasil yang berkualitas. Dalam pemerintahan, dukungan SDM yang berkualitas diharapkan akan mampu memberikan pelayanan yang berkualitas pula terhadap masyarakat. Tabel 2.6 Jumlah PNS Pusat & Daerah menurut Tingkat Pendidikan & Daerah Penempatan di DIY, 2012 (Kwartal I) Tingkat Pendidikan
Kulonprogo
Bantul
Gunungkidul
Sleman
Yogyakarta
Provinsi
Jumlah
SD
114
165
170
133
213
189
984
SLTP Umum
273
377
502
336
340
347
2.175
--
--
--
--
2
--
2
2.703
3.121
3.514
3.586
2.260
2.903
18.087
114
129
98
184
60
20
605
1.741
2.456
2.575
2.672
992
288
10.724
D-III
914
1.228
1.029
1.295
926
650
6.042
D-IV
10
27
20
27
21
54
159
3.050
4.507
3.749
4.412
3.426
2.562
21.706
48
84
100
138
82
191
643
SLTP Kejuruan SLTA Umum D-I D-II
Sarjana Pascasarjana
37
Tingkat Pendidikan
Kulonprogo
Bantul
Gunungkidul
Sleman
Yogyakarta
Provinsi
Jumlah
Doktor
--
--
--
1
1
1
3
Jumlah
8.967
12.094
11.757
12.784
8.323
7.205
61.130
Sumber: DDA 2012, BPS Provinsi DIY
Jumlah PNS DIY yang berpendidikan sarjana baik yang ditempatkan di tingkat kabupaten/kota maupun provinsi pada kwartal I tahun 2012 tercatat sebanyak 21.706 orang atau sekitar 35,51%. Sementara yang lain berpendidikan SLTA sebesar 18.087 orang atau 29,59%, berpendidikan Diploma II sebesar 10.724 orang atau 17,54%, dan Diploma III sebesar6.042 orang atau 9,88%. Tabel 2.7 Perkembangan Jumlah Pegawai Negeri Sipil (PNS) menurut Golongan di DIY, 2010-2012 Jumlah PNS
2010
2011
2012*
Golongan I
175
175
164
Golongan II
1.603
1.486
1.328
Golongan III
4.589
4.844
4.638
Golongan IV
977
1.275
1.275
7.344
7.780
7.405
Jumlah Sumber: SIPD DIY, 2012 Ket: * Angka Sementara
38
Pelaksanaan kegiatan pemerintahan DIY pada tahun 2012 didukung oleh 7.405 orang PNS, yang terdiri dari 164 golongan I, 1.328 golongan II, 4.638 golongan III, dan 1.275 golongan IV. Jumlah PNS tahun 2012 tersebut lebih kecil dibandingkan tahun 2011 yang sebanyak 7.780. Hal tersebut dikarenakan terdapat pegawai yang purna tugas, mutasi, dan tidak ada rekrutmen pegawai untuk tahun 2012. Menurut komposisinya, jumlah PNS laki-laki di DIY lebih besar dibandingkan jumlah PNS perempuan. Pada tahun 2011, jumlah PNS laki-laki di DIY sebesar 54,53% sedangkan jumlah PNS perempuan sebesar 45,47%.
Perempua n 39.735
orang 45,47%
Laki-Laki 47.646 orang
54,53%
Sumber: DDA 2012, BPS Provinsi DIY
Gambar 2.11 Jumlah PNS Pusat & Daerah di DIY menurut Jenis Kelamin, 2011
39
2.3.3
Kelembagaan Pemerintah DIY
Kelembagaan pemerintahan daerah DIYyang ditetapkan dalam UU No.32 Tahun 2004 meliputi sekretaris daerah, sekretaris DPRD, dinas dan lembaga teknis daerah. Kemudian kelembagaan ini diperluas lagi melalui PP No.41 Tahun 2007 pasal 3 sampai dengan pasal 9, yang meliputi sekretaris daerah, sekretaris DPRD, inspektorat, badan perencanaan pembangunan daerah, dinas, lembaga teknis daerah, dan rumah sakit daerah. Kelembagaan yang sama juga ditetapkan dalam Peraturan Daerah DIY No.5 Tahun 2008, Peraturan Daerah DIY No.6 Tahun 2008, dan Peraturan Daerah No.7 Tahun 2008, perangkat Pemerintahan Daerah DIY sebagai pelaksanaan dari Peraturan Daerah DIY No.7 Tahun 2007. Pada tahun 2010, Pemerintahan Daerah DIY juga menetapkan Peraturan Daerah DIY No.10 Tahun 2010 sebagai tindak lanjut dari UU No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana dengan membentuk Badan Penanggulangan Bencana Provinsi DIY. Berdasarkan Peraturan Daerah DIY tersebut di atas, kelembagaan Pemerintahan Daerah DIY pada tahun 2012 terdiri atas Sekretariat Daerah Provinsi DIY, Sekretariat DPRD Provinsi DIY, Inspektorat Provinsi DIY, Bappeda Provinsi DIY, 13 Dinas, 9 Lembaga Teknis Daerah, 1 Rumah Sakit Daerah, Satuan Polisi Pamong Praja dan sebuah Badan Penanggulangan Bencana Provinsi DIY sebagai lembaga lain.
40
11
Biro 7
Dinas Badan 13
Rumah Sakit Ghrasia Satpol PP
62 9 1 11
Inspektorat Unit Pelaksana Teknis (UPT) Jumlah Lembaga Lain Sekretariat DPRD
Sumber: SIPD DIY, 2012
Gambar 2.12 Jumlah Lembaga OrganisasiPemerintah di DIY, 2012
41
2.3.4 Digital Goverment Service (DGS) Blueprint Jogja Cyber Province yang tertuang dalam Peraturan Gubernur DIY, Nomor 42 Tahun 2006, merupakan landasan pengembangan dari penerapan e-government sebagai bagian dari Trasformasi Birokrasi yang telah dicanangkan dilingkungan Pemda DIY sejak tahun 2002. Titik berat dari blueprint Jogja Cyber Province adalah pengembangan Program Digital Government Services (DGS) yang telah dimulai sejak tahun 2005 sebagai langkah awal untuk menuju Jogja Cyber Province sebagai inisiatif yang dikembangkan guna mendorong pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi yang seluas-luasnya bagi masyarakat dan pemerintah dalam rangka meningkatkan interaksi satu dengan yang lainnya, sehingga diharapkan dapat mengakselerasi upaya peningkatan taraf hidup dan daya saing dalam rangka mewujudkan DIY sebagai pusat pertumbuhan Jawa bagian Selatan maupun economic hub bagi provinsi lainnya di Indonesia. Kebijakan Jogja Cyber Province di Pemda DIY membawa akibat perlunya transformasi model kepemerintahan menuju konsep model kepemerintahan citizen centric atau kepemerintahan yang lebih berorientasi kepada masyarakat dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi. Berdasarkan pemahaman tersebut, maka penerapan teknologi informasi dan komunikasi penting bagi keberhasilan Jogja Cyber Province. Teknologi informasi dan komunikasi berperan sebagai pendorong atau akselerator terwujudnya tujuan pembangunan DIY.
42
Tabel 2.8 Kerangka Strategi Pengembangan TI di Pemda DIY
43
2.4 Kondisi Makro Ekonomi Kinerja perekonomian DIY selama tahun 2007-2012 mengalami pertumbuhan. Kondisi makro DIY dipengaruhi baik oleh faktor internal maupun eksternal DIY. Pada tahun 2009, laju pertumbuhan ekonomi DIY mengalami perlambatan sehingga hanya mencapai 4,43% turun dari tahun 2008 yang sebesar 5,03%. Namun pertumbuhan ekonomi DIY kembali meningkat pada tahun 2012menjadi 5,32%. 6,00 5,00 5,03
4,00 3,00
4,43
4,31
4,88
5,16
5,32
2011
2012
3,70
2,00 1,00 0,00 2006
2007
2008
2009
2010
Sumber: BPS Provinsi DIY
Gambar 2.13 Laju Pertumbuhan Ekonomi DIY, 2007-2012 (%)
44
Pada kondisi tahun 2011 secara sektoral, semua sektor ekonomi mengalami pertumbuhan kecuali sektor pertanian yang mengalami kontraksi sebesar 2,12%. Kontribusi terbesar terhadap pertumbuhan ekonomi tahun 2011 tersebut berasal dari sektor penggalian sebesar 11,96% kemudian diikuti oleh sektor pengangkutan & komunikasi sebesar 8,00%; sektor keuangan sebesar 7,95%; sektor konstruksi sebesar 7,23%; sektor industri pengolahan sebesar 6,79%; sektor jasa-jasa 6,47%; sektor perdagangan, hotel, dan restoran 5,19%; dan sektor listrik, gas, dan air bersih sebesar 4,26%. PDRB DIY atas dasar harga konstan pada tahun 2012naiksebesar 5,32% terhadap tahun 2011. Pertumbuhan tertinggi di sektor keuangan, real estat dan jasa perusahaan 9,95% dan terendah di sektor industri pengolahan -2,26%. Sumber utama pertumbuhan dari sektor perdagangan, hotel dan restoran 1,39%; diikuti sektor jasa-jasa 1,22%; sektor keuangan, real estat dan jasa perusahaan 0,98%; serta sektor pengangkutandankomunikasi0,68%.
45
60.000.000
51.782.092
50.000.000 40.000.000
38.101.684
41.407.049
32.916.736
30.000.000 20.000.000
45.625.589
18.291.512
19.212.481
20.064.257
21.044.042
22.129.707
2007
2008
2009
2010
2011
10.000.000 PDRB Harga Konstan
PDRB Harga Berlaku
Sumber: BPS Provinsi DIY, 2012
Gambar 2.14 Nilai PDRB Atas Dasar Harga Berlaku & Harga Konstan 2000 di DIY 2007-2011 (juta rupiah) Jika dilihat dari nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) selama kurun waktu 2007-2011 maka kinerja perekonomian DIY semakin membaik yang ditandai dengan meningkatnya nilai PDRB. Selama kurun lima tahun tersebut, PDRB secara nominal (ADHB) meningkat sebesar 18,86 trilyun rupiah dari sebesar 32,92 trilyun rupiah pada tahun 2007menjadi 51,78 trilyun rupiah pada tahun 2011. Sementara
46
itu, nilai PDRB secara riil (ADHK) mengalami kenaikkan sebesar 3,84 trilyun rupiahdari sebesar 18,29 trilyun rupiah pada tahun 2007 meningkatmenjadi 22,13 trilyun rupiah pada tahun 2011.Besaran PDRB DIY pada tahun 2012 atas dasar harga berlaku mencapai Rp 57,03triliun, sedangkan atas dasar harga konstan 2000 mencapai Rp 23,31 triliun. Sementara itu, peranan sektor sektor jasa-jasa yang merupakan sektor yang paling dominan di DIY meskipun pada tahun 2009 sempat tergeser oleh sektor perdagangan, hotel dan restorantetapi pada tahun 2011 kontribusinya menjadi dominan kembali, yaitu 20,05% relatif lebih tinggi dibandingkan sektor perdagangan, hotel dan restoran. Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan 9,96
Pengakutan & Komunikasi 8,83
Pertanian 14,23 Pertambangan & Penggalian 0,70 Industri Pengolahan 14,36
Jasa-Jasa 20,05
Perdagangan, Hotel & Restoran 19,79
Konstruksi 10,78
Listrik, Gas & Air Bersih 1,31
Sumber: BPS Provinsi DIY
Gambar 2.15 Distribusi Persentase PDRB ADHB menurut Lapangan Usaha di DIY, 2011 (%)
47
Komponen terbesar pembentuk PDRB DIY menurut pengeluaran adalah konsumsi rumah tangga. Relatif tingginya konsumsi rumah tangga dalam penggunaan PDRB menunjukkan bahwa komponen ini masih berperan besar untuk menggerakkan perekonomian daerah. kondisi tahun 2011 tercatat konsumsi rumah tangga sebesar 26,319 trilyun rupiah diikuti oleh Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) sebesar 16,459 trilyun rupiah dan konsumsi pemerintah sebesar 13,056 trilyun rupiah.
(7.638.869)
Ekspor - Impor
859.193
Perubahan Inventori
16.459.379
Pembentukan modal tetap…
13.056.326
konsumsi pemerintah konsumsi lembaga swasta…
1.724.961 26.319.645
konsumsi rumah tangga -10.000.000
2011
0
10.000.000
20.000.000
30.000.000
Sumber: BPS Provinsi DIY
Gambar 2.16 Nilai PDRB DIY menurut Penggunaan ADHB, 2011 (juta rupiah)
48
PMTB menggambarkan investasi fisik domestik yang telah direalisasikan pada tahun tertentu secara kumulatif. Perkembangan investasi fisik/PMTB di DIY cukup pesat didorong oleh tingginya perkembangan sektor konstruksi. Sementara, kontribusi yang cukup besar dari pengeluaran konsumsi pemerintah dalam pembentukan PDRB menunjukkan bahwa peran pemerintah melalui kebijakan fiskal masih cukup dominan untuk menggerakkan perekonomian DIY. PDRB per kapita dapat digunakan sebagai salah satu indikator tingkat kemakmuran penduduk suatu daerah/wilayah. PDRB per kapita diperoleh dari hasil bagi antara nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh sektor ekonomi di suatu daerah (PDRB) dengan jumlah penduduk pada pertengahan tahun. Oleh karena itu, besar kecilnya jumlah penduduk berpengaruh terhadap nilai PDRB per kapita. Sedangkan besar kecilnya nilai PDRB sangat tergantung pada potensi sumber daya alam dan faktor-faktor produksi yang terdapat di daerah tersebut.Nilai PDRB per kapita DIY secara riil tahun 2011 mencapai 6,345 juta rupiah naik dari tahun 2010 yang sebesar 6,086 juta rupiah. Sementara secara nominal, PDRB per kapita DIY tahun 2011 mencapai 14,848 juta rupiah naik dari tahun 2010 yang sebesar 13,196 juta rupiah. Nilai PDRB per Kapita berlaku tahun 2012 15,9 juta rupiah dan berdasar harga konstan sebesar 6,5 juta rupiah.
49
18.000.000 16.000.000 14.000.000 12.000.000 10.000.000 8.000.000
9.798.386
11.229.487
12.083.874
13.196.156
14.613.135
6.000.000 4.000.000 2.000.000
5.444.868
5.662.383
2007
2008
5.855.379
6.086.507
6.245.315
15.905.082
6.500.202
0 Sumber: BPS Provinsi DIY
2009 2010 PDRB per Kapita Berlaku
2011 2012 PDRB per Kapita Konstan
Gambar 2.17 Nilai PDRB per Kapita DIY, 2007-2012 (rupiah) ICOR (Incremental Capital Output Ratio) biasa digunakan untuk melihat tingkat efisiensi penanaman modal di suatu daerah. Indikator ini merupakan rasio antara nilai investasi dengan pertambahan output dalam periode tertentu. ICOR DIY selama kurun waktu 2007-2011 mengalami fluktuasi. Selama kurun waktu tersebut ICOR DIY selalu lebih besar dari angka ICOR Nasional. Angka ICOR DIY pada tahun 2011 tercatat sebesar 5,98 yang berarti bahwa untuk memperoleh satu unit tambahan output diperlukan 5,98 unit tambahan investasi.
50
9
8,25
8
6,79
7
4
6,33
5,98
5,33
6
5
7,28
3,76
4,2
4,22
4,18
2010
2011
3 2 1 0
2007
2008
2009
Indonesia
Sumber: BPS Provinsi DIY, 2012
DIY
Gambar 2.18 ICOR DIY, 2007-2011 Selama kurun waktu 2007 hingga 2012, inflasi di Kota Yogyakarta menunjukkan perkembangan yang fluktuatif. Selama kurun waktu tersebut, inflasi tertinggi terjadi pada tahun 2008, yaitu sebesar 9,88% sedangkan inflasi terendah terjadi pada tahun 2009, yaitu 2,93%.Inflasi tahun 2011 sebesar 3,88% turun dari tahun 2010 yang sebesar 7,38% dan tahun 2012 naik menjadi 4,31%. Kontribusi terbesar inflasi
51
tahun 2011 berasal dari kelompok pengeluaran sandang sebesar 9,40% dan kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau sebesar 7,07%. Sementara itu jika dibandingkan dengan inflasi nasional, rata-rata inflasi kota Yogyakarta berada di atas inflasi nasional, hanya pada tahun 2008 inflasi Kota Yogyakarta berada di bawah inflasi nasional. Laju Inflasi Kota Yogyakarta & Indonesia, 2007-2012 (%) 12,00
11,06
9,88
10,00 8,00
7,99
7,38 6,96
6,59
6,00 4,00
3,88 3,79
2,93 2,78
4,31 4,30
2,00 2007 Sumber: BPS Provinsi DIY
2008
2009 Kota Yogyakarta
2010
2011
Indonesia
Gambar 2.19 Laju Inflasi Kota Yogyakarta& Nasional, 2007-2012 (%)
52
2012
Perkembangan investasi di DIY menunjukkan pertumbuhan yang signifikan pada 5 tahun terakhir. Peningkatan yang paling besar terjadi pada tahun 2011, karena realisasi perusahaan baru, perluasan perusahaan yang telah merealisasikan investasinya pada tahun-tahun sebelumnya, renovasi/peremajaan/restruksturisasi perusahaan yang berimplikasi pada penambahan investasi. Pemulihan kondisi ekonomi yang cepat di DIY pasca erupsi Gunung Merapi juga memberikan dampak positif bagi peningkatan investasi. Sektor-sektor yang memberikan sumbangan pertumbuhan investasi meliputi sektor sekunder dan tersier yang berkembang cukup signifikan antara lain berupa jasa perhotelan, restoran, industri pengolahan, perdagangan, dan pengangkutan. Sampai dengan semester I 2012 pertumbuhan investasi perusahaan PMDN menunjukkan perkembangan yang cukup signifikan yakni pada bidang perhotelan dan industri konveksi sedangkan pada perusahaan PMA, sektor jasa perhotelan, restoran, industri pengolahan, perdagangan, dan pengangkutan masih memberikan nilai pertumbuhan yang signifikan.
53
Tabel 2.9 Realisasi Investasi PMA/PMDN di DIY,2008-2012 Pertumbuhan
Tahun
PMDN (Juta Rp)
PMA (Juta Rp)
PMDN + PMA (Juta Rp)
2008
1.806.426.455.845
2.415.461.744.857
4.221.888.200.702
142.187.960.933
3,37
2009
1.882.514.536.845
2.508.131.163.857
4.390.645.700.702
168.757.500.000
3,99
2010
1.884.923.869.797
2.696.046.957.447
4.580.970.827.244
190.325.126.542
4,33
2011
2.313.141.695.784
4.110.436.324.224
6.423.578.020.008
1.842.607.192.764
40,22
2012*
2.629.603.135.010
4.159.810.299.224
6.789.413.434.234
365.835.414.226
5,69
(Rp)
(%)
Sumber: BKPM DIY, 2012 Ket: * posisi s/d Juli 2012
Rekapitulasi yang telah dilakukan sampai dengan bulan Juni tahun 2012 menunjukkan bahwa pertumbuhan investasi PMA/PMDN di DIY sebesar 5,69% dengan nilai pertumbuhan 365.835.414.226 rupiah yang terdiri dari kenaikan investasi PMDN sebesar 13,68% (senilai 316.461.439.226 rupiah) dan pertumbuhan investasi PMA sebesar 1,20% (senilai 49.373.975.000 rupiah). Perkembangan penanaman modal sangat terkait dengan berbagai faktor lain, diantaranya adalah potensi sumber daya alam, infrastruktur penunjang, serta iklim penanaman modal yang kondusif. Iklim penanaman modal sendiri sangat terkait dengan kebijakan di bidang penanaman modal, baik menyangkut peraturan di bidang penanaman modal maupun peraturan pelaksanaannya, yang akan berdampak pada sistem dan prosedur pelayanan kepada investor.
54
Untuk meningkatkan investasi di DIY telah dibentuk lembaga yang bertugas memberikan pelayanan perijinan investasi, sebagai berikut: Tabel 2.10 Lembaga Perijinan Investasi di DIY Provinsi/Kabupaten/Kota
Nama Lembaga
Alamat
Kabupaten Kulonprogo
Kantor Pelayanan Terpadu Kulon Progo
Jl. KHA. Dahlan, Wates, Kulon Progo
Kabupaten Bantul
Jl. Gajah Mada No. 1, Bantul
Kabupaten Sleman
Dinas Perijinan Pemerintah Kabupaten Bantul Kantor Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Gunungkidul Kantor Pelayanan Perijinan Sleman
Kota Yogyakarta
Dinas Perijinan Kota
Provinsi DIY
Gerai Pelayanan Terpadu
Kabupaten Gunungkidul
Jl. Brigjen Katamso No.1, Wonosari Jl. KRT Pringgodiningrat, Beran, Tridadi, Sleman Jl. Kenari No. 56 Yogyakarta 55165 Jl. Brigjen Katamso, Komplek THR, Yogyakarta
Sumber: BKPM DIY
2.5 Perbankan Lembaga keuangan baik bank maupun bukan bank merupakan prasarana penunjang yang vital dalam suatu perekonomian. Perbankan merupakan lembaga intermediasi antar pihak yang mempunyai kelebihan dana dengan pihak yang membutuhkan dana. Kondisi perbankan di DIY mengalami perkembangan setiap tahunnya. Dalam beberapa waktu terakhir kontribusi perbankan DIY sangat besar dalam mendorong pertumbuhan sektor riil DIY.
55
Jumlah bank menurut kegitan usaha di bedakan menjadi bank umum konvensional, bank umum syariah, BPR konvensional, dan BPR syariah. Pada posisi November 2012 bank umum konvensional di DIY sebanyak 31 unit, bank umum syariah sebanyak 10 unit, BPR konvensional sebanyak 54 unit, dan BPR syariah sebanyak 11 unit. Sementara itu menurut kepemilikan, sampai dengan November 2012 DIY tercatat mempunyai 35 bank umum, 1 Bank Pembangunan Daerah (BPD), 4 bank persero, 65 Bank Perkreditan Rakyat (BPR), 5 bank pemerintah, dan 30 bank swasta nasional.
56
Tabel 2.11 Jumlah Bank menurut Kegiatan Usaha dan Kepemilikan di DIY, 2010-2012 (Unit) Jenis Bank Bank menurut Kegiatan Usaha
Bank menurut Kepemilikan
2010
2011
2012*
Bank Umum Konvensional
28
30
31
Bank Umum Syariah
9
10
10
BPR Kovensional
54
54
54
BPR Syariah
10
10
11
Bank Umum
33
34
35
Bank Pembangunan Daerah
1
1
1
Bank Persero
4
4
4
Bank Perkreditan Rakyat
64
64
65
Bank Pemerintah
5
5
5
Swasta Nasional
28
29
30
Bank Umum Swasta Nasional (BUSN)
28
29
30
Sumber: SIPD DIY, 2012 Ket: * November 2012
Dana Pihak Ketiga (DPK) yang dihimpun oleh bank umum dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) di DIY mengalami peningkatan. Sampai dengan posisi bulan November 2012, DPK tercatat sebesar 34.008.368
57
juta rupiah yang terdiri dari dana tabungan sebesar 17.376.347 juta rupiah atau 51,09%, deposito sebesar 11.942.250 juta rupiah atau 35,12%, dan giro sebesar 4.689.771 juta rupiah atau 13,79%. 40.000.000
30.000.000
20.000.000
10.000.000
0
2007
2008
2009
2010
2011
2012*
Tabungan
8.152.729
8.957.433
10.478.821
12.305.311
14.968.163
17.376.347
Deposito
5.411.136
6.422.713
7.756.758
9.118.816
10.162.032
11.942.250
Giro
2.885.849
2.636.692
2.797.942
3.100.080
3.644.397
4.689.771
Sumber: SIPD DIY, 2012 Ket: * November 2012
Gambar 2.20 Perkembangan Dana Pihak Ketiga di DIY, 2007-2012 (Juta Rupiah)
58
Dana yang berhasil diserap bank umum di DIY kemudian disalurkan dalam bentuk kredit disajikan padagambar2.19. Jika dilihat dari jenis penggunaannya maka kredit bank umum diklasifikasikan dalam tiga jenis, yaitu kredit modal kerja, investasi, dan konsumsi. Sampai dengan posisi bulan November 2012, kredit konsumsi tercatat sebesar 7.998.480 juta rupiah atau 42,98%, kredit modal kerja sebesar 7.696.188 juta rupiah atau 41,36%, dan kredit investasi sebesar 2.913.954 juta rupiah atau 15,66%. 7.998.480
20.000.000 7.108.284 16.000.000
5.795.783
12.000.000 3.598.646 8.000.000 4.000.000
4.098.309
7.696.188
4.791.825
3.257.675
3.877.546
4.010.210
1.132.205
1.162.086
1.359.803
2007
2008
6.464.129 4.879.357
2.033.266
2.176.274
2.913.954
0
Sumber: SIPD DIY, 2012
2009 Investasi
2010 2011 Modal Kerja
2012* Konsumsi
Gambar 2.21 Kredit Bank Umum menurut Jenis Penggunaan di DIY, 2007-2012 (Juta Rupiah)
59
Sementara itu, kredit bank umum menurut sektor ekonomi di DIY sampai dengan posisi November 2012 disalurkan pada sektor perdagangan, restoran, dan hotel sebesar 4.898.327 juta rupiah atau 26,32%; sektor jasa-jasa dunia usaha dan sosial sebesar 3.352.077 juta rupiah atau 18,01%; sektor perindustrian sebesar 1.153.473 juta rupiah atau 6,20%; sektor pertanian sebesar 494.756 juta rupiah atau 2,66%; pertambangan sebesar 16.475 juta rupiah atau 0,09%; listrik, gas, air sebesar 52.959 juta rupiah atau 0,28%; konstruksi sebesar 358.394 juta rupiah atau 1,93%; dan pengangkutan pergudangan sebesar 283.681 juta rupiah atau 1,52%. Kredit UMKM perbankan, bank umum dan BPR, selama tahun 2010-2012 mengalami peningkatan. Hal ini menunjukkan bahwa pelaku usaha UMKM di DIY semakin berkembang.
Lain-lain 283.681
Pengangkutan, Pergudangan
4.898.327
Perdagangan, Restoran & Hotel 358.394
Konstruksi
52.959
Listrik, Gas, Air
1.153.473
Perindustrian 16.475
Pertambangan
494.756
Pertanian Sumber: SIPD DIY, 2012 Ket: Posisi November 2012
7.998.480
3.352.077
Jasa-jasa Dunia Usaha&Sosial Masyarakat
0
2.000.000
4.000.000
6.000.000
8.000.000
Gambar 2.22 Kredit Bank Umum menurut Sektor Ekonomi di DIY, 2012 (Juta Rupiah)
60
Tabel 2.12 Kredit UMKM Perbankan menurut Sektor Ekonomi di DIY, 2010-2012 Sektor Pertanian Perikanan Pertambangan Industri Pengolahan Listrik, Gas & Air Konstruksi Perdgn Besar&eceran Peny. Akomodasi & Mkn Mnm Trnsprtsi, Pergudgn Perantara Keuangan Real Estate, Ush Perswan Adm. Pemrnthn, Perthnan Js. Pendidikan Js. Keshtn & Keg. Sosial Js. Kemsyrktn, SosBud Js. Perorgn RT Bdn Internasional Keg yg blm jls batasannya Jumlah Sumber: SIPD DIY, 2012 Ket: * November 2012
2010 Juta Rp 209.994 21.268 8.607 335.895 3.114 176.940 2.518.126 215.451 95.537 258.473 292.175 10.385 33.729 60.514 260.418 27.970 881.401 5.409.997
% 3,88 0,39 0,16 6,21 0,06 3,27 46,55 3,98 1,77 4,78 5,40 0,19 0,62 1,12 4,81 0,52 16,29 100
61
2011 Juta Rp 216.051 32.131 10.575 425.274 4.972 230.635 3.197.135 335.898 179.703 438.466 357.365 12.584 58.458 75.170 325.453 52.334 1.050.033 7.002.238
% 3,09 0,46 0,15 6,07 0,07 3,29 45,66 4,80 2,57 6,26 5,10 0,18 0,83 1,07 4,65 0,75 15,00 100
2012* Juta Rp 461.612 39.227 19.329 674.708 7.797 344.731 4.081.083 375.265 261.904 635.928 394.968 20.147 139.532 100.034 399.520 82.655 437.063 8.475.504
% 5,45 0,46 0,23 7,96 0,09 4,07 48,15 4,43 3,09 7,50 4,66 0,24 1,65 1,18 4,71 0,98 5,16 100
Pada posisi November 2012, kredit UMKM perbankan sebesar 8.475.504 juta rupiah yang diantaranya disalurkan pada sektor perdagangan besar dan eceran sebesar 4.081.083 juta rupiah atau 48,15%; sektor perantara keuangan sebesar 635.928juta rupiah atau 7,50%; sektor industri pengolahan 674.708juta rupiah atau 7,96%; dan sektor pertanian 461.612 juta rupiah atau 5,45%. Sementara itu, berdasarkan jenis penggunaannya disalurkan dalam bentuk modal kerja sebesar 6.424.403 juta rupiah dan investasi sebesar 2.051.101 juta rupiah. 7.000.000 6.000.000
6.424.403
5.000.000
4.000.000 3.000.000
5.416.464 4.202.164
2.000.000 1.000.000 -
1.585.773
1.207.834 2010
Sumber: SIPD DIY, 2012 Ket:*November 2012
2011 Modal Kerja
2.051.101
2012* Investasi
Gambar 2.23 Kredit UMKM Perbankan menurut Jenis Penggunaan di DIY, 2010-2012 (juta rupiah)
62
2.6
Rencana Tata Ruang
Untuk lebih mewujudkan pola pembangunan yang terintegrasi dan bersinergi, serta memiliki konsep pembangunan yang komprehensif, Yogyakarta menyusun Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang menuangkan konsep-konsep kebijakan spasial dan disahkan didalam Peraturan Daerah Provinsi DIY Nomor 2 Tahun 2010. RTRW yang telah disusun tersebut menjadi dasar perencanaan spasial di Yogyakarta sampai dengan Tahun 2029. Substansi yang termuat didalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), meliputi: a.
Rencana Struktur Ruang Rencana struktur ruang terdiri atas rencana pengembangan sistem perkotaan dan rencana pengembangan sistem jaringan prasarana wilayah yang diwujudkan untuk kebijakan pengembangan, strategi pengembangan, serta arahan pengembangan;
b.
Rencana Pola Ruang Penetapan Kawasan Lindung, meliputi Lindung Bawahan, Lindung Setempat, Suaka Alam, Suaka Margasatwa, Rawan Bencana. Penetapan Kawasan Budidaya, meliputi Kawasan Peruntukan Hutan Produksi, Kawasan Peruntukan Pertanian, Kawasan Peruntukan Pertambangan, Kawasan Peruntukan Industri, Kawasan Peruntukan Pariwisata, Kawasan Peruntukan Permukiman, Kawasan Peruntukan Pendidikan Tinggi, Kawasan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil;
Lebih dari itu Yogyakarta secara spasial sudah mengatur tentang Rencana Pengembangan Sistem Prasarana Wilayah, meliputi pengembangan jaringan jalan, jaringan jalan kereta api, jaringan prasarana transportasi laut, jaringan prasarana terasportasi udara, jaringan telematika, prasarana sumberdaya air, jaringan energi, dan prasarana lingkungan. Jogja juga sudah melakukan penetapan kawasan strategis provinsi, yaitu kawasan strategi pertumbuhan ekonomi, kawasan strategis sosial-budaya, kawasan
63
strategis pendayagunaan sumberdaya alam dan/atau teknologi, kawasan strategis lindung dan budidaya, serta kawasan strategis pengembangan pesisir, dan pengelolaan hasil laut.
Gambar 2.24 Peta Rencana Pola Ruang DIY
64
BAB 3 POTENSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA 3.1 Kebudayaan DIY mempunyai beragam potensi budaya, baik budaya yang tangible (fisik) maupun yang intangible (non fisik). Potensi budaya yang fisik antara lain kawasan cagar budaya dan benda cagar budaya sedangkan potensi budaya yang non fisik seperti gagasan, sistem nilai atau norma, karya seni, sistem sosial atau perilaku sosial yang ada dalam masyarakat. DIY memiliki 6 Kawasan Cagar Budaya dan 96 situs. Keberadaan aset-aset budaya peninggalan peradaban tinggi masa lampau, dengan Kraton sebagai institusi warisan adiluhung yang masih terlestari keberadaannya, merupakan embrio dan memberi spirit bagi tumbuhnya dinamika masyarakat dalam berkehidupan kebudayaan terutama dalam berseni budaya dan beradat tradisi. Selain itu, DIY juga mempunyai 44 Monumen Sejarah Perjuangan dan 42 museum, yang dua diantaranya yaitu museum Ullen Sentalu dan museum Sonobudoyo diproyeksikan menjadi museum internasional. Pada 2012, benda cagar budaya tidak bergeak sebanyak515 dan benda cagar budaya bergerak sebanyak 764. Yogyakarta memiliki peta kuliner yang luar biasa. Ciri-ciri kuliner tradisional Yogyakarta yang gurih, manis, dan mantap, telah dikenal secara luas. Gudeg, tiwul, sampai dengan brongkos merupakan andalan kuliner Yogyakarta. Makanan generik lainnya, seperti sate, gatot juga hadir di Yogyakarta dengan penampilan yang khas dan unik.
65
Keunikan Yogyakarta berupa seni dan budaya berupa gamelan, tari Bedhaya Harjunawijaya, upacara pernikahan putri Sultan HBX, batik, Tradisi Kuliner berupa gudeg, sate klatak, gatot tiwul, geplak, dll.
66
Lokasi Khas Tempat Makan Salah satu lokasi masakan tradisional di Jogja adalah Bale Raos yang menyajikan hidangan masakan Jawa. Selain Bale Raos juga terdapat tempat makan yang istimewa di Yogyakarta diantaranya Bumbu Desa, Gudeg Kendil (Bu Citro, Yu Jum, Bu Ahmad, Wijilan), Gudeg Manggar, Sate Klathak, dsb.
Angkringan Jogja Angkringan sebagai salah satu tempat makan khas di Yogyakarta dengan penyajian sederhana berupa warung tenda. Menu utamanya adalah nasi bungkus, serta beraneka ragam lauk pauk dan minuman. Lokasi angkringan yang terkenal di Yogyakarta adalah di Stasiun Tugu, Kali Code, dsb.
67
Pelestarian Pusaka Budaya Pelestarian Bangunan dan Kawasan Pusaka sebagai upaya untuk Mempertahankan Identitas Yogyakarta. a.
Batik Batik Jawa adalah sebuah warisan kesenian budaya orang Indonesia, khususnya daerah Jawa yang dikuasai orang Jawa dari turun temurun salah satunya Yogyakarta. Batik Jawa mempunyai motif yang berbeda-beda. Perbedaan motif ini biasa terjadi karena motif tersebut memiliki makna, bukan hanya sebuah gambar, namun mengandung makna dari leluhur, yaitu warisan penganut animisme, dinamisme atau Hindu dan Buddha.
68
b.
Keris Keris adalah senjata tikam golongan belati dengan banyak fungsi budaya yang dikenal di kawasan Nusantara bagian barat dan tengah salah satunya Yogyakarta. Bentuknya khas dan mudah dibedakan dari senjata tajam lainnya karena tidak simetris di bagian pangkal yang melebar, seringkali bilahnya berliku-liku, dan banyak di antaranya memiliki pamor, yaitu guratan-guratan logam cerah pada helai bilah.
c.
Wayang Wayang adalah seni pertunjukkan asli Indonesia yang berkembang pesat di Pulau Jawa dan Bali, salah satunya Yogyakarta.UNESCO, lembaga yang membawahi kebudayaan dari PBB, pada 7 November 2003 menetapkan wayang sebagai pertunjukkan bayangan boneka tersohor dari Indonesia, sebuah warisan mahakarya dunia yang tak ternilai dalam seni bertutur (Masterpiece of Oral and Intangible Heritage of Humanity).
69
d.
Kawasan Kotagede Kotagede atau Kutagede adalah sebuah kecamatan di Kota Yogyakarta . Kotagede berbatasan dengan Kabupaten Bantul di sebelah utara, timur, dan selatan, dan kecamatan Umbulharjo di sebelah barat.Kotagede sebelumnya merupakan pusat kerajaan Mataram Islam. Kerajaan Mataram Islam sendiri didirikan oleh Sutawijaya, yang bertahta dengan gelar Panembahan Senopati ing Alaga Sayidin Panatagama. Gelar tersebut menandakan bahwa Panembahan Senopati merupakan pemimpin Negara, pemimpin perang, sekaligus pemimpin keagamaan di wilayah Mataram. Dibandingkan dengan bagian lain dari Kota Yogyakarta, Kotagede memiliki struktur tata kota yang unik. Jalannya sempit dan nyaris tidak ada jarak antara jalan dengan bangunan. Masih terdapat banyak joglo berusia tua di kawasan tersebut dan kawasan tersebut pernah diusulkan untuk menjadi World Heritage, meskipun kemudian tidak diproses lebih lanjut. Keberadaan joglo yang masih dipertahankan oleh pemiliknya, ditambah dengan struktur tata kota yang masih asli ini menjadikan Kotagede sebagai kawasan dengan nilai kesejarahan yang tinggi sekaligus memiliki keunikan saujana budaya (cultural landscape).
70
3.2 Pariwisata Pariwisata merupakan sektor utama bagi DIY. Banyaknya obyek dan daya tarik wisata di DIY telah menyerap kunjungan wisatawan, baik wisatawan mancanegara maupun wisatawan nusantara. Keanekaragaman upacara keagamaan dan budaya dari berbagai agama serta didukung oleh kreatifitas seni dan keramahtamahan masyarakat, membuat DIY mampu menciptakan produk-produk budaya dan pariwisata yang menjanjikan. Hotel Bintang 5: 4
Hotal Bintang 1: 10 Hotel Bintang 2: 6
Hotel Bintang 4: 8 Hotel Bintang 3: 8
Sumber: Dinas Pariwisata DIY
Gambar 3.1 Jumlah Hotel Bintang di DIY, 2011 Pada 2011 tercatat kunjungan wisatawan sebanyak 1.607.694 orang, dengan rincian 169.565 dari mancanegara dan 1.438.129 orang dari nusantara. Sementara itu, Jumlah Hotel Bintang di DIY tercatat sebanyak 36 hotel dengan jumlah kamar 3.631 dan Jumlah Hotel Melati sebanyak 415 hotel dengan jumlah kamar 7.270.
71
Bentuk wisata di DIY meliputi wisata MICE (Meeting, Incentive, Convention and Exhibition), wisata budaya, wisata alam, wisata minat khusus dan berbagai fasilitas wisata lainnya, seperti resort, hotel, dan restoran. Penyelenggaraan MICE tercatat sebanyak 8.693 kali dengan rata-rata per bulan 724 kali penyelenggaran pada tahun 2011. Yogyakarta berpeluang menjadi kota tujuan wisata MICE karena memiliki fasilitas yang lengkap untuk mendukung kegiatan tersebut. Semakin banyak kegiatan yang berkaitan dengan MICE akan memperkokoh posisi Yogyakarta sebagai tujuan wisata MICE. Yogyakarta memiliki berbagai sarana pendukung berupa hotel dan gedung pertemuan yang memiliki standar MICE, dan siap menggelar berbagai kegiatan baik skala nasional maupun internasional, misalnya seminar, konvensi, serta pameran. Kegiatan MICE yang digelar di kota ini akan berdampak positif bagi pariwisata setempat. Selain itu, banyaknya kegiatan MICE akan memberikan keuntungan peningkatan penghasilan bagi masyarakat di daerah ini termasuk para pemangku kepentingan pariwisata. Misalnya, produk kerajinan, rumah makan atau restoran dan hotel akan diuntungkan dengan makin banyaknya kegiatan MICE baik nasional, regional maupun internasional. Secara geografis, DIY juga diuntungkan oleh jarak antara lokasi obyek wisata yang terjangkau dan mudah ditempuh. Sektor pariwisata sangat signifikan menjadi motor kegiatan perekonomian DIY yang secara umum bertumpu pada tiga sektor andalan yaitu: jasa-jasa; perdagangan, hotel dan restoran; serta
72
pertanian. Dalam hal ini pariwisata memberi efek pengganda (multiplier effect) yang nyata bagi sektor perdagangan disebabkan meningkatnya kunjungan wisatawan. Selain itu, penyerapan tenaga kerja dan sumbangan terhadap perekonomian daerah sangat signifikan. Tabel 3.1 Kontribusi Sektor/Sub Sektor Perdagangan, Hotel, & Restoran dan Jasa-Jasa terhadap PDRB di DIY, 2007-2011 (%) Sektor/Sub Sektor PERDAGANGAN, HOTEL & RESTORAN
2007
2008
2009
2010
2011
19,22
19,22
19,72
19,74
19,79
a. Perdagangan Besar & Eceran
8,21
8,27
8,45
8,51
8,49
b. Hotel
1,67
1,88
1,94
1,90
2,03
c. Restoran
9,34
9,06
9,34
9,33
9,27
19,79
19,46
19,71
20,07
20,05
13,97
13,75
13,92
14,23
14,25
1. Administrasi Pemerintah & Pertahanan
8,61
8,46
8,49
8,66
8,68
2. Jasa Pemerintah Lainnya
5,36
5,28
5,43
5,57
5,57
5,82
5,72
5,79
5,85
5,80
1. Jasa Sosial & Kemasyarakatan
2,88
2,83
2,84
2,84
2,81
2. Jasa Hiburan & Rekreasi
0,36
0,32
0,32
0,32
0,33
2,58
2,56
2,63
2,69
2,66
JASA-JASA a. Pemerintahan Umum
b. Swasta
3. Jasa Perorangan & Rumahtangga Sumber: BPS Provinsi DIY, 2007-2011
73
Sektor wisata menjadi andalan DIY, mengingat banyak sekali potensi wisata, seperti wisata pantai, wisata budaya, wisata kuliner, wisata sejarah, wisata spiritual, wisata pendidikan, wisata merapi, dan lain sebagainya. Lebih dari itu wisata menjadi salah satu karakteristik unik DIY. 3.2.1 Objek Wisata Religi di DIY Masjid Jami’ Mlangi Masjid Jami' Mlangi adalah bangunan paling legendaris di dusun ini karena dibangun pada masa Kyai Nur Iman, sekitar tahun 1760-an. Kyai Nur Iman yang sebenarnya adalah kerabat Hamengku Buwono I, bernama asli Pangeran Hangabehi Sandiyo.
74
Gereja Ganjuran Kompleks gereja Ganjuran mulai dibangun pada tahun 1924 atas prakarsa dua bersaudara keturunan Belanda, Joseph Smutzer dan Julius Smutzer yang dirancang oleh arsitek Belanda J.Yh van Oyen. Gereja Ganjuran terletak di Desa Sumbermulyo, Kecamatan Bambanglipuro, Kabupaten Bantul.
75
Masjid Kotagede Merupakan masjid tertua di Yogyakarta yang berdiri pada masa pemerintahan Sultan Agung Tahun 1640an. Masjid Kotagede tersebut memiliki keunikan diantaranya adalah Masjid Kotagede, Prasasti Jam Sebagai Penanda Waktu Sholat, Bedug Nyaipringgit, Pagar Paduraksa Penanda kekerabatan masyarakat Hindu & Budha membantu pembangunan masjid.
76
Sendang Sono Sendang Sono tereletak di Desa Banjaroya, Kalibawang, Kulonprogo. Sebelum tahun 1904, sendang ini lebih dikenal dengan nama Sendang Semagung, berfungsi sebagai persinggahan para bhikku yang ingin menuju daerah Boro, namun sejak 20 Mei 1904 atau kedatangan Pastur Van Lith dan pembaptisan 173 warga Kalibawang menggunakan air sendang, tempat ini mulai berubah fungsi sebagai tempat ziarah umat Katholik.
77
Sendang Sriningsih Sendang Sriningsih merupakan tempat ziarah berupa mata air abadi dan Gua Maria yang terletak di antara Kecamatan Prambanan, Kabupaten Sleman. Lokasi Sendang terletak diantara Bukit Ijo dan Mintorogo.
78
3.2.2 Wahana Edukasi Tradisional Kursus Batik Ketika berkunjungke Yogyakartawisatawan tidak hanya bisa membeli dan menikmati karya seni batik yang mengagumkan, tetapijuga berkesempatan untuk mempelajari teknik pembuatannya. Beberapa tempat yang menyediakan jasa kursus batik antara lain Sanggar Kalpika yang berada di Kampung Taman, sebelah barat Tamansari. Kursus Batik Wayang Kayu Sejak tahun 1970-an, Dusun Krebet menjadi salah satu pionir yang mengembangkan kerajinan kayu dengan mengadopsi bentuk wayang klithik. Kesenian kayu tersebut saat ini tidak hanya dapat dibeli namun juga menawarkan paket kursus singkat membatik wayang kayu. Kursus Membuat Kerajinan Perak Kotagede tak hanya menawarkan kemewahan kerajinan perak produksinya, tetapi juga kesempatan untuk mempelajari proses pembuatan peraknya. Salah satu tempat yang menawarkan paket kursus singkat membuat kerajinan perak adalah di Studio 76. 3.2.3 Wahana Edukasi Bencana Museum Gunung Merapi diresmikan dan dibuka pada tanggal 1 November 2009. Museum ini terletak di Dusun Banteng, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman. Bangunan museum yang berbentuk limasan segitiga tidak beraturan dibangun sesuai filosofi bangunan Jawa (Yogyakarta) serta wilayah Gunung Merapi yang berwujud kombinasi teknologi dan budaya yang disesuaikan dengan aturan adat (Pakem) mengikuti garis imaginer. Garis Imaginer merupakan penghubung gunung Merapi, Tugu Yogyakarta, Kraton Yogyakarta serta laut selatan.
79
Fasilitas yang terdapat di dalam Museum Gunung Merapi antara lain informasi mengenai pengetahuan kegunungapian, diorama, peralatan yang digunakan untuk mengawasi kegiatan gunung berapi, foto-foto letusan gunung berapi, dan On The Merapi Volcano Trail. Koleksi yang dipamerkan antara lain Volcano World berisi bahan-bahan pengetahuan tentang gunung merapi di dunia, perlengkapan upacara ritual penghormatan gunung Merapi, koleksi bencana gempa bumi dan Tsunami, dan koleksi puing-puing bencana letusan Gunung Merapi.
Merapi merupakan salah satu gunungberapi teraktif di Indonesia dengan karakteristik khusus, mempunyai daya tarik sebagai obyek penelitian, pendidikan, dan pariwisata. Lereng sisi selatan berada dalam administrasi Kabupaten Sleman DIY dan sisanya berada dalam wilayah Provinsi Jawa Tengah, yaitu Kabupaten Magelang di sisi barat, Kabupaten Boyolali di sisi utara dan timur, serta Kabupaten Klaten di sisi tenggara. Kawasan hutan di sekitar puncak menjadi kawasan Taman Nasional Gunung Merapi sejak tahun 2004.
80
Peningkatan status dari "normal aktif" menjadi "waspada" pada tanggal 20 September 2010 direkomendasi oleh Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian (BPPTK) Yogyakarta. Pada tanggal 21 Oktober 2010 status berubah menjadi "siaga" dan pada tanggal 25 Oktober 2010 menjadi "awas". Letusan Gunung Merapi memberikan fenomena unik yang menjadi salah satu obyek wisata berupa “Lava Tour”.
3.2.4 Wahana Edukasi Lingkungan Taman Kehati yang berada di Yogyakarta berlokasi di Kabupaten Gunungkidul seluas 15 ha, tepatnya berada di Hutan Wonosari di Dusun Duren Desa Beji Kecamatan Ngawen, Hutan Konservasi Tanaman Langka Telaga Jurug Dusun Danggolo Desa Purwodadi Kecamatan Tepus, Hutan Konservasi Tanaman Langka Bekas Telaga Sengon Desa Purwodadi Kecamatan Tepus. Lokasi Taman Kehati di Gunungkidul ini memiliki jumlah tanaman keseluruhan sebanyak 10.000 batang yang terdiri dari 71 jenis tanaman. Selain itu Taman Kehati juga terdapat di Kawasan Taman Nasional Gunung Merapi.
81
3.2.5 Wahana Edukasi Alam Gumuk Pasir yang tepatnya berada di Sepanjang Sungai Opak hingga Pantai Parangtritis Yogyakarta. Gumuk Pasir (Sand Dune) terjadi karena proses angin disebut sebagai bentang alam eolean (eolean morphology). Anging kencang yang terjadi sangat lama, membawa partikel pasir hingga menumpuk menjadi hamparan yang luas. Fenomena ini sering dijumpai di daerah gurun. Namun menariknya, hamparan gumuk pasir ini terjadi di Indonesia yang beriklim tropis serta curah hujan tinggi. Partikel pasir berasal dari material vulkanik Gunung Merapi yang terbawa arus sungai, hingga ke muara, lalu dihantam ombak Samudra dalam proses ribuan tahun, terjadilah gurun pasir tersebut. Gumuk Pasir disukai peneliti Geologi dari berbagai negara karena sebagai laboratorium alam yang luas, keberadaannya sangat unik bahkan satu-satunya di Asia Tenggara. Mirip seperti yang terjadi di Meksiko. Selain untuk penelitian, lokasi gumuk pasir sering dipakai untuk manasik haji sebelum berangkat ke tanah suci karena karakter alamnya yang mendekati keadaan di Arab Saudi, seperti cuaca ekstrim antara siang dan malam. Gumuk Pasir di daerah tropis sangat banyak macamnya dan yang paling unik adalah ditemukannya jenis barchan yang di Indonesia hanya terdapat di kawasan wisata Parangtritis, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Keberadaan gumuk pasir dengan tipe barchan di Parangtritis sangat unik dan menarik untuk diteliti, dipahami, dan dilestarikan.
82
Gumuk pasir di sebelah barat Pantai Parangkusumo merupakan laboratorium alam. Keberadaan laboratorium alam sangat diperlukan guna memahami kondisi dan gejala alam yang masih belum diketahui manusia. Kondisi alam sangat banyak ragamnya dan belum banyak dimengerti. Salah satunya adalah fenomena adanya gumuk pasir di daerah tropis.
3.2.6 Kawasan JEC Terintegrasi Pembangunan kawasan Jogja Expose Center (JEC) adalah dalam rangka peningkatan daya tarik DIY sebagai destinasi wisata utama nasional dengan mendukung aktivitas MICE (Meeting, Incentive, Convention, Exhition), dengan penciptaan suatu kawasan bisnis, jasa, dan rekreasi. Pemda DIY memiliki aset tanah dan bangunan JEC yang dapat dioptimalkan untuk dikembangkan mendukung DIY sebagai destinasi wisata utama. Didalam Perda Nomor 2 Tahun 2009 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM), telah disebutkan bahwaKawasan JEC tersebut merupakan Kawasan Pengembangan CBD (Central Business Distric) dan dalam perkembangannya saat ini sudah disusun Studi Pengembangan Kawasan CBD Wonocatur, bahwa kawasan JEC termasuk kawasan pengembangan Ring I. Arah pembangunan kawasan tersebut ke depan adalah agar terjadi keseimbangan pertumbuhan antar wilayah
83
dengan penciptaan pusat pertumbuhan baru di timur/tenggara kota Yogya, sekaligus sebagai upaya mengurangi beban aktivitas di pusat kota. Konsep Pengembangan Masa Depan: Membuat aktivitas Wisata, Rekreasi, Budaya, Olahraga dan Komersial, yang sekaligus mendukung fungsi kegiatan MICE gedung JEC.
84
3.2.7 PengembanganWisata Pengembangan kegiatan wisata di DIY termuat didalam Visi Pembangunan DIY pada Tahun 2025 yang kemudian dijabarkan didalam misi bahwa perlunya mewujudkan kepariwisataan yang kreatif dan inovatif. Misi tersebut menjadi gambaran arah pembangunan jangka panjang DIY.
85
A
K
B G
D
C
E H 86
J
F
I
Lokasi tujuan wisata DIY sebagaimana gambar di atas adalah, sebagai berikut : A. Kawasan Kaliurang Merapi dan sekitarnya. B. Kawasan Prambanan-Ratu Boko dan sekitarnya. C. Kawasan Perkotaan Malioboro dan sekitarnya. D. Kawasan Glagah-Trisik dan sekitarnya. E. Kawasan Parangtritis-Depok dan sekitarnya. F. Kawasan Karst Wonosari dan sekitarnya. G. Kawasan Kasongan-Tembi dan sekitarnya. H. Kawasan Baron-Sundak dan sekitarnya. I. Kawasan Siung-Wediombo-Sadeng dan sekitarnya. J. Kawasan Bobung-Putat dan sekitarnya. K. Kawasan Sermo-Menoreh-Suroloyo dan sekitarnya. Pengembangan Kawasan Wisata Minat Khusus Pengembangan kawasan wisata minat khusus meliputi : 1. Sheasore Resort Pengembangan resort di sepanjang pantai Gunungkidul ini bertujuan untuk mengembangkan potensi pariwisata pantai di DIY. Dengan pengembangan resort ini diharapkan akan meningkatkan jumlah wisatawan dan memperpanjang length of stay wisatawan serta dapat meningkatkan perekonomian masyarakat pesisir. 2. Bunder Forest Park Latar belakang Pengembangan Bunder Forest Park sebagai salah objek wisata dengan orientasi pendidikan dan laboratorium lapangan. Bunder Forest Park ini diharapkan akan menjadi taman hiburan yang membanggakan yang dipilih untuk dikunjungi oleh wisatawan domestik maupun mancanegara.
87
Dalam upaya meningkatkan potensi kehutanan di DIY, Pengembangan Taman Hutan Raya Bunder yang merupakan upaya untuk alih fungsi dari hutan produksi tetap menjadi hutan konservasi, dalam hal ini kondisi yang ada pada saat ini merupakan ekosistem hutan tanaman yang didominasi oleh vegetasi jenis kayu putih (Melaleuca leucadendron), Akasia (Acacia auriculiformis), Mahoni (Swietenia macrophyla), Jati (Tectona grandis), Kesambi (Schleichera oleosa), Sengon buto (Albizia sp) dan berbagai jenis tanaman agroforestry seperti Sukun (Artocarpus cummini), Jambu mete (Anacardium occidentale) dan palawija. Kawasan ini juga masih terdapat satwa liar antara lain Landak (Hystrix brachura), Ular sawah (Phyton reticulatus), Biawak (Varanus sp.), dan berbagai jenis burung seperti Cucak kutilang (Picnonotus aurigaster), Betet kelabu (Loris schach), Caladi ulam (Dendrocopus macei), Ayam hutan (Gallus gallus), Walet sapi (Collocalia esculenta). Ditinjau dari berbagai komponen lingkungan baik komponen fisik biotik, komponen fisik abiotik maupun komponen budidayanya, Taman Hutan Raya Bunder memiliki potensi alam seperti Sungai Oya, dengan adanya watu sipat yang memiliki sejarah yang bersumber dari Wali Songo. Dalam kawasan ini terdapat pula Penangkaran Rusa Timor, Areal Hutan Penelitian, Penyulingan minyak kayu putih, Sendang mole, Camping Ground, Rest Area dan potensi masyarakat adat sekitar kawasan yang masih dilestarikan. 3.
Development of Depok Aerosport. Merupakan pengembangan potensi pariwisata dan olahraga di daerah Depok, Bantul. Aerosport menjadi wisata minat kusus yang sedang digemari, pengunjung akan disugukan tantangan beraerosport dengan menikmati keindahan pantai selatan DIY.
88
Pengembangan Kawasan Puncak Suroloyo Puncak Suroloyo, merupakan lokasi tertinggi di deretan pegunungan menoreh, yaitu kurang lebih berada pada 1000 meter dari permukaan air laut. Puncak Suroloyo sendiri berada di Keceme, desa Gerbosari, Kecamatan Samigaluh, 45 km dari Yogyakarta. Yang sesungguhnya berada pada perbatasan Jawa Tengah dan Yogyakarta. Salah satu kaki bisa kita pijakkan ke wilayah Yogyakarta dan kaki yang lain bisa kita pijakkan di wilayah Kecamatan Borobudur Jawa Tengah.
Dari Puncak Suroloyo kita disuguhi pemandangan yang menakjubkan, panorama candi Borobudur, pemandangan Gunung Merbabu-Merapi, Gunung Sindoro-Sumbing yang bersanding dengan eloknya, dan pemandangan pegunungan menoreh yang berada di sekeliling Suroloyo. Di Puncak Suroloyo juga terdapat tiga buah pendopo dan dari sini kita bisa menikmati indahnya Sunrise dan Sunset yang sangat menawan.
89
Ancol Kalibawang Ancol Kalibawang terletak di perbatasan antara Jawa Tengah dan DIY, tepatnya di perbatasan anatar Kabupaten Magelang dan Kabupaten Kulonprogo. Saat ini Ancol Kalibawang menjadi obyek wisata yang banyak dikunjungi wisatawan, khususnya pada hari-hari libur. Selain melihat bendungan Selokan Mataram, pengunjung juga dapat menikmati suasana alam yang indah. Pada lokasi tersebut juga tersedia lokasi bermain. Pengunjung dapat menelusuri aliran Selokan Mataram yang membelah Kota Yogyakarta. Tentu saja hal ini merupakan sensasi petualangan yang menarik, serta menjadi peluang investasi ke depan, mengingat lokasi tersebut akan dikembangkan.
90
Penataan Pasar Ngasem Penataan kawasan Pasar Ngasem melalui penataan kegiatan pasar tradisional, kantor pengelola pasar, kios cinderamata, kantor pengelola wisata, plaza, panggung terbuka, wisata kuliner, serta area parkir.
3.2.8 Strategi Pengembangan Wisata Strategi pengembangan wisata di DIY: 1. Pengembangan Natural Merapi Volcano andTourism Village Tour Experience yang dikembangkan pada Kawasan Merapi-Kaliurang.
91
2.
Pengembangan Hindhu-Buddhist Temple Mozaic & Javanese Culture Extravaganza yang dikembangkan pada Kawasan Prambangan-Ratu Boko.
3.
Pengembangan Javanese Living Urban-Culture pada Kawasan Perkotaan Malioboro.
92
4.
Pengembangan Traditional Coastal Tourism pada Kawasan Glagah-Trisik.
5.
Pengembangan Family Nature Tourism pada Kawasan Parangtritis-Depok.
93
6.
Pengembangan Karst Cave Treasure pada Kawasan Karst Wonosari.
7.
Pengembangan Handycraft Site and Nature Tourism pada Kawasan Kasongan-Tembi.
94
8.
Pengembangan Karst Beach Diversity pada Kawasan Siung-Wediombo-Sadeng.
9.
Pengembangan Relaxin-Shoreline Wonders pada Kawasan Baron-Sundak.
95
10. Pengembangan Craft Village and Ecotourism pada Kawasan Bobung-Putat.
11. Pengembangan Homeland-Hill Vacation pada Kawasan Sermo-Menoreh-Suroloyo.
96
3.3 Industri & Perdagangan Di DIY kontribusi sektor industri terhadap perekonomian terutama untuk usaha kecil dan menengah cukup besar. Industri kecil dan menengah relatif tahan terhadap krisis ekonomi karena fleksibilitas dan kemampuan mengantisipasi perubahan. Selain itu, sektor industri ini memiliki peran penting dalam penyediaan lapangan kerja. Tabel 3.2 KontribusiSektor/Sub Sektor Industri Pengolahan terhadap PDRB DIY ADHB, 2008–2011 (%)
Sektor/Sub Sektor
2008
Industri Pengolahan
2009
2010*)
2011**)
13,29
13,35
14,02
14,36
-
-
-
-
13,29
13,35
14,02
14,36
1. Makanan, Minuman & Tembakau
6,24
6,40
7,42
8,18
2. Tekstil, Barang dari Kulit & Alas kaki
2,04
2,12
1,85
1,88
3. Kayu & Barang dari Kayu Lainnya
1,34
1,10
1,03
0,80
4. Kertas & Barang Cetakan
0,57
0,57
0,54
0,46
5. Pupuk, Kimia & Barang dari Karet
0,61
0,68
0,77
0,71
6. Semen & Barang Galian Bukan Logam
0,61
0,60
0,62
0,61
-
-
-
-
8. Alat Angkutan, Mesin & Peralatannya
0,95
0,95
0,96
0,90
9. Barang Lainnya
0,91
0,93
0,84
0,82
a. Industri Migas b. Industri Bukan Migas
7. Logam Dasar Besi & Baja
Sumber : BPS Provinsi DIY, 2011 Ket.: * Angka Sementara; **Angka Sangat Sementara
97
3.3.1 Potensi Industri dan Perdagangan Perkembangan nilai ekspor cenderung mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Dilihat dari jenis komoditi ekspor, varian produk dari tahun ke tahun masih tetap sama, bahwa potensi produk olahan kulit, tekstil dan kayu masih menjadi andalan. Namun demikian secara umum ekspor ke mancanegara didominasi oleh produk-produk yang dihasilkan dengan nilai seni dan kreatif tinggi yang padat karya (labor intensive). Dilihat dari besarnya nilai ekspor, komoditi unggulan DIY diantaranya meliputi Pakaian Jadi Tekstil, Sarung Tangan Kulit, Mebel Kayu, STK Sintetis, Atsiri Daun Cengkeh, Kerajinan Kayu, Kerajiinan Kertas.
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Tabel 3.3 Realisasi Ekspor DIY Berdasarkan Komoditas s/d Desember 2010-2011 2010 2011 KOMODITAS Vol Nilai Vol Nilai (juta kg) (juta US$) (juta kg) (juta US$) Pakaian Jadi Tekstil 3,73 42,16 1,78 47,07 Sarung Tangan Kulit 0,33 17,24 0,39 21,75 Mebel Kayu 8,58 18,19 6,97 16,38 STK Sintetis 0,38 14,64 0,46 16,21 Atsiri Daun Cengkeh 0,20 2,34 0,34 6,91 Kerajinan Kayu 1,45 4,15 4,96 4,49 Kerajiinan Kertas 1,94 6,02 1,31 3,93 Minyak Kenanga 0,38 3,37 0,22 3,85 Papan Kemas 0,00 0,00 0,98 2,48
98
No 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
KOMODITAS Kulit disamak ProdukTekstil Lain Teh hijau/hitam Kerajinan Perak Kerajinan Kulit Arang Briket Kerajinan Tanah Liat Kerajinan Bambu Lampu STK Komb.Poliuretn Kerajinan Batu Sub Total Komoditi lainnya Total
2010 Vol Nilai (juta kg) (juta US$) 0,26 2,84 0,57 3,36 2,21 3,99 0,02 1,40 0,28 1,68 4,18 2,20 0,70 0,68 0,44 0,98 0,13 0,83 0,04 1,64 6,38 4,05 32,20 131,76 3,16 8,37 35,36 140,13
2011 Vol Nilai (juta kg) (juta US$) 0,56 2,34 0,32 2,14 1,00 2,06 0,16 1,80 0,21 1,74 2,34 1,24 0,85 0,89 0,36 0,72 0,08 0,49 0,00 0,12 0,00 0,00 23,29 136,61 3,44 7,80 26,73 144,41
Sumber: Dinas Perindagkop DIY
3.3.2 Industri Kecil Menengah Perkembangan sektor industri (IKM) DIY pada tahun 2011 sebanyak 80.056 unit usaha, bila dibandingkan dengan tahun 2010 sebanyak 78.122 unit usaha, mengalami peningkatan 2,48%. Unit usaha tersebut meliputi industri pangan, sandang dan kulit, kimia dan bahan bangunan, logam dan elektronika, dan industri kerajinan, dengan jumlah unit usaha terbanyak adalah industri pangan kemudian diikuti industri kerajinan. Sektor Industri di DIY mempunyai peranan yang cukup besar dalam
99
penyerapan tenaga kerja, pada tahun 2011 dapat terserap 295.461 orang dan pada tahun 2010 dapat menyerap tenaga kerja sejumlah 292.625 orang, atau mengalami peningkatan sejumlah 0,97%
Uraian
Tabel 3.4 Potensi Industri IKM DIY, 2008-2011 2008 2009 2010
2011
76.267
77.851
78.122
80.056
273.621
291.391
292.625
295.461
Nilai Investasi (ribu rp)
769.274.520
871.110.097
878.063.496
1.003.678
Nilai Produksi (ribu rp)
2.800.904.707
2.325.582.931
2.821.218.797
3.053.031.164
Unit Usaha Tenaga Kerja (orang)
Sumber: Dinas Perindagkop DIY
3.3.3 Industri Kreatif Industri Kreatif dapat diartikan sebagai kumpulan aktivitas ekonomi yang terkait dengan penciptaan atau penggunaan pengetahuan dan informasi. Industri kreatif juga dikenal dengan nama lain Industri Budaya atau juga Ekonomi Kreatif. Kementerian Perdagangan Indonesia menyatakan bahwa Industri kreatif adalah industri yang berasal dari pemanfaatan kreativitas, keterampilan serta bakat individu untuk menciptakan kesejahteraan serta lapangan pekerjaan dengan menghasilkan dan mengeksploitasi daya kreasi dan daya cipta individu tersebut. Yogyakarta memiliki SDM yang memadai untuk mengembangkan industri kreatif dalam skala besar. Industri kreatif terus dikembangkan di DIY karena industri ini memberikan kontribusi yang cukup signifikan terhadap perekonomian, menciptakan iklim bisnis yang positif, membangun citra dan identitas
100
bangsa, menciptakan inovasi dan kreativitas sebagai keunggulan kompetitif, dan memberikan dampak sosial yang positif.
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Tabel 3.5 Industri di DIY Nama Industri Industri Kulit Industri Perhiasan Pengemasan Industri Gula Kawasan Industri Piyungan Industri Komponen & Parakitan Sepeda Motor Industri Garmen/Pakaian Furniture Pengolahan Batu Andesit Industri Marmer Kawasan Industri Sentolo Industri Pengolahan Tanaman Obat
Lokasi Piyungan Bantul Yogyakarta & Bantul Sleman & Bantul DIY Piyungan Bantul Sleman Sleman & Bantul Sleman & Bantul Kulon Progo Kulon Progo Kulon Progo Kulon Progo
Sumber: BKPM DIY
Industri kreatif di Yogyakarta banyak ragam dan jenisnya, diantaranya industri gerabah di Kasongan, industri batik jogja, industri anyaman di daerah Gunungkidul dan Kulonprogo, kerajinan perak di Kotagede, industri kerajinan kulit di Bantul, industri pembuatan wayang kulit, industri kaos DAGADU JOGJA, serta industri kerajinan tangan lainnya dalam bentuk kalung, gelang, cincin dari bahan monel, periklanan, seni rupa, serta seni desain grafis, fasyen, dan lain sebagainya.
101
3.3.4 Pengembangan Kawasan Industri Pengembanganperekonomiandiarahkanpadaperluasankesempatankerja.Perluasankesempatankerjadilak ukansalahsatunyamelaluipengembanganindustri, perdagangan, koperasidan UKM. Kulon Progo Industrial Area Industri sebagai salah satu sektor yang memberikan kontribusi besar dalam peningkatan kesempatan kerja, diantaranya dikembangkan di Kulonprogo yang mengintegrasikan dengan sistem transportasi baik itu bandar udara, pelabuhan, terminal.
KULON PROGO INDUSTRIAL AREA DEVELOPMENT
SENTOLO TERMINAL & BANGUNCIPTO ELECTRONIC INDUSTRY
1 WATES TERMINAL
DEMEN TERMINAL & RAILWAY
GLAGAH RESORT & KARANGWUNI HARBOUR/ INDUSTRIAL PARK
PANJATAN TERMINAL
5
2
TUKSONO TERMINAL
LENDAH
BUGEL AIRPORT & POWER PLANT
4 KARANGSEWU AGROINDUSTRY
102
3
GALUR TERMINAL
Kawasan Industri Sentolo 41 0 0 0 0
41 2 0 0 0
41 4 0 0 0
41 6 0 0 0
41 8 0 0 0
42 0 0 0 0
PETA BLOK PERUNTU KAN INDUSTRI KAWASAN IND USTRI SENTOLO KEC. NANGGULAN 9136000
50 0
0
500
150 0
20 0 0
M et ers
U
D
Leg end a:
Sentolo
Ja la n N e ga ra
9134000
9134000
1 00 0
B
Banguncipto
A
9136000
Ja la n Ka b u pa t e n
Kaliagung
Ja la n L ok a l
C
Ja la n Se ta p a k Ja la n L ain Ja la n Ke re ta Ap i Ba ta s Ka b u pa t e n Ba ta s Ke ca m a t a n Ba ta s D e sa Su ng a i
9132000
G1
Se nt ra Pe n ge m ba n g a n I n du s tri (e ks in d u st ri ja m u r m e ra n g )
9132000
Salamrejo
F G2 Sukoreno
KAB. BANTUL
KEC. PENGASIH 9130000
E
9130000
KECAMATAN SENTOLO
Tuksono
Srikayangan
9128000
9128000
H
I
Demangrejo KEC. PANJATAN
K
J
Ngentakrejo
9126000
9126000
KECAMATAN LENDAH Bumirejo
L
Sidorejo
Gulurejo Jatirejo
41 0 0 0 0
9124000
Wahyuharjo
9124000
Menciptakan area kawasan industri yang bebas polusi. Pengembangan kawasan industri: 1. Untuk kawasan Banguncipto : Pengolahan hasil pertanian dan peternakan, dan Jasa Pergudangan. 2. Untuk kawasan Tuksono : Tekstil, Industri Obat, Furniture, Komponen elektronik, Perakitan komputer, Teknologi Tinggi, IT, Logam, Permesinan, Elektronik, Kimia, dan Jasa Pergudangan.
41 2 0 0 0
Gambar 4.10. Peta Blok Peruntukan Industri
103
41 4 0 0 0
41 6 0 0 0
41 8 0 0 0
42 0 0 0 0
Piyungan Industrial Estate Pengembangan aktivitas industri lainnya adalah Piyungan Industrial Estate. Pengembangan aktivitas industri tersebut pada zona strategis yang dapat diakses dari beberapa lokasi strategis lainnya di DIY, diantaranya adalah Stasiun Tugu, JEC, Bandar Udara Adisucipto, serta Terminal Giwangan.
STASIUN TUGU 40 menit
JEC 25 menit BANDARA ADISUCIPTO 40 menit
North
TERMINAL GIWANGAN 25 menit
PIYUNGAN INDUSTRIAL ESTATE
104
Pengembangan kawasan industri di Piyungan Industrial Estate dilakukan dengan membagi kawasan industri tersebut kedalam 5 zona, yaitu zona 1 (17,31 Ha), zona 2 (33,86 Ha), zona 3 (21,13 Ha), zona 4 (29,54 ha), zona 5 (43,56 Ha). Total luasan lahan pengembangan adalah 250 Ha. 3.4 Pertanian Sektor Pertanian di DIY masih merupakan salah satu sektor unggulan yang berperan dalam menggerakkan perekonomian karena mampu menyerap tenaga kerja cukup banyak. Selain itu, sektor pertanian mampu memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pembentukan PDRB. Produk pertanian berperan sebagai sumber bahan baku bagi keperluan produksi sektor-sektor lainnya seperti industri manufaktur dan perdagangan. Tabel 3.6 KontribusiSektor/Sub Sektor Pertanian terhadap PDRB DIYADHB, 2008–2011 (%) Sektor/Sub Sektor 2008 2009 2010*) Pertanian
2011**)
15,73
15,38
14,56
14,23
11,60
11,24
10,56
10,32
b. Tanaman Perkebunan
0,39
0,34
0,32
0,33
c. Peternakan & Hasil-hasilnya
2,34
2,39
2,34
2,33
d. Kehutanan
1,01
1,01
0,94
0,87
e. Perikanan
0,39
0,40
0,40
0,38
a. Tanaman Bahan Makanan
Sumber : BPS Provinsi DIY, 2011 Ket.: * Angka Sementara; **Angka Sangat Sementara
105
Tingkat kesejahteraan petani dalam bidang pertanian diukur dengan Nilai Tukar Petani (NTP). Pada tahun 2011 NTP DIY tercatat sebesar 115,11 mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya, yaitu 112,64. NTP DIY nilainya di atas 100 berarti petani mengalami surplus, yaitu pendapatan yang diperoleh petani lebih besar dari pengeluarannnya sehingga dapat dikatakan tingkat kesejahteraan petani baik.
106
115,11
120 112,64
115 107,84
110 105
105,28 100
100 95 90 2007
2008
2009
2010
2011
Sumber: BPS Provinsi DIY
Gambar 3.2 Nilai Tukar Petani (NTP) di DIY, 2007-2011 Lahan pertanian di DIY pada tahun 2009 tercatat seluas 93.851 ha mengalami peningkatan menjadi seluas 226.140 hapada tahun 2010 dan mengalami penurunan sebesar 252 ha menjadi seluas 225.888 ha pada tahun 2011. Lahan pertanian dibedakan menjadi lahan sawah dan bukan sawah. Dalam perkembangannya, lahan sawah terus mengalami penurunan dari tahun 2009 seluas 56.712 ha menjadi 56.491 ha pada tahun 2011. Sebaliknya, lahan bukan sawah mengalami perluasan dimana pada tahun 2009 hanya seluas 37.139 ha menjadi seluas 169.397 ha pada tahun 2011. Lahan bukan sawah terdiri dari tegal/kebun; ladang/huma; padang rumput; tambak; kolam/empang; lahan sementara tidak diusahakan; perkebunan; dan lainnya (pekarangan tanaman pertanian).
107
250.000 200.000
226.140
225.888
2011 56.491
169.397 Sawah
150.000 2010 56.538
169.602
Bukan Sawah
100.000 93.851 50.000
2009 56.712 37.139
2009
2010
Sumber: DDA 2012, BPS Provinsi DIY Gambar 3.3 Luas Lahan Pertanian di DIY, 2009-2011 (hektar)
-
2011
100.000
200.000
300.000
Sumber: DDA 2012, BPS Provinsi DIY Gambar 3.4 Luas Penggunaan Lahan Pertanian di DIY 2009-2011 (hektar)
3.4.1 Pengembangan Agribisnis Agribisnis adalah bisnis berbasis usaha pertanian atau bidang lain yang mendukungnya, baik di sektor hulu maupun di hilir. Penyebutan "hulu" dan "hilir" mengacu pada pandangan pokok bahwa agribisnis bekerja pada rantai sektor pangan (food supply chain). Agribisnis, dapat diartikan pula sebagai cara
108
pandang ekonomi bagi usaha penyediaan pangan. Sebagai subjek akademik, agribisnis mempelajari strategi memperoleh keuntungan dengan mengelola aspek budidaya, penyediaan bahan baku, pascapanen, proses pengolahan, hingga tahap pemasaran. Pengembangan agribisnis di Yogyakarta diarahkan untuk meningkatkan daya saing produk, serta nilai tambah komoditas. Pengembangan agribisnis diantaranya komoditas cabai di lahan pasir, sapi potong simental di Gunungkidul, kebun bunga krisan di Pakem-Sleman, sapi perah di Sleman, pasar ikan di Pantai Depok Bantul, peternakan kambing etawa dan PE di Samigaluh. 3.4.2 Pengembangan Kluster Pertanian “Integrated Farming”, mengintegrasikan beberapa unit usaha dibidang pertanian, dikelola secara terpadu, berorientasi ekologis, sehingga diperoleh peningkatan nilai ekonomis, tingkat efisiensi dan produktifitas yang tinggi. Tanaman baik dari tanaman pangan maupun tanaman perkebunan, tidak hanya menghasilkan pangan sebagai produk utama, tetapi juga menghasilkan hasil samping. Hasil samping tersebut dengan cara-cara yang sederhana dapat diubah menjadi pakan dan pakan tersebut melalui ternak dapat ditransformasi menjadi pangan yang bermutu (daging, susu dan lain-lain). Ternak disamping menghasilkan produk utama juga menghasilkan hasil samping berupa feces dan urine. Feces dan urine dengan cara yang sederhana pula dapat diubah menjadi kompos yang bermutu. Kompos yang bermutu dan berdaya guna akan dimanfaatkan dalam proses produksi pertanian sehingga seluruh komponen baik pertanian, peternakan, perikanan mapupun subsektor terkait menjadi lebih efisien dan tanpa limbah (Zero Waste).
109
110
3.4.3 Kehutanan Luas hutan di DIY pada tahun 2011 tercatat seluas 18.715,06 ha atau hanya sekitar 5,87% dari total luas seluruh provinsi yaitu 3.185,18 km2, yang terdiri dari hutan produksi seluas 13.411,70 ha, hutan lindung seluas 2.312,80 ha, dan hutan konversi seluas 2.990,56 ha. Hutan konversi terdiri dari Cagar Alam 11,40 ha; Taman Wisata Alam 1.046,00 ha; Suaka Margasatwa 615,60 ha; Taman Nasional 1.729,46 ha; dan Taman Hutan Raya 634,10 ha. Hutan Hutan Lindung Konversi 2.990,56 2.312,80
Gunungkidul 14,895.50 Hutan Produksi 13.411,70
Bantul Kulon Progo Yogyakarta 1,052.60 1,037.50
Sumber: DDA 2012, BPS Provinsi DIY Gambar 3.5 Luas Hutan menurut Tata Guna Hutan di DIY 2011 (hektar)
Sleman 1.729,46
Sumber: DDA 2012, BPS Provinsi DIY Gambar 3.6 Luas Hutan menurut Kabupaten/Kota di DIY, 2011 (hektar)
Hutan di DIY tersebar di empat kabupaten dimanahutan terluas terletak di Kabupaten Gunungkidul seluas 14.895,50 ha diikuti oleh hutan di Kabupaten Sleman seluas 1.729,46 ha; hutan di Kabupaten Bantul seluas 1.052,60 ha; dan hutan di Kabupaten Kulon Progo seluas 1.037,50 ha.
111
Penutupan vegetasi pada wilayah hutan terdiri dari beberapa jenis antara lain jati, kayu putih, sonokeling, pinus, kenanga, mahoni, kemiri, gliricidea, akasia, murbei, dan bambu dengan luas yang bervariasi. Namun demikian diantara keseluruhan jenis yang ditanam, hanya jati dan kayu putih saja yang ditanam dalam luasan yang besar kerana jenis lain hanya dengan luasan kecil dan bersifat sporadis. Hal ini berarti hutan DIY memiliki potensi kayu dan non kayu yang cukup tinggi.
No
Tabel 3.7 Produksi Minyak Kayu Putih di DIY, 2008-2011 Produksi Minyak Kayu Putih (Liter) Unit Pabrik 2008 2009 2010 2011
Rerata Pertumbuhan (%) 0,04
1.
Sermo
260
251,5
260
--
2.
Kediwung
424
415
423
330
-7,39
3.
Dlingo
770
737,1
846
876
4,68
4.
Gelaran
22.267
22.325
24.207
22.490
0,53
5.
Sendangmole
17.160
17.353,60
17.616
21.261
7,78
40.881
41.082,20
43.352,00
44.957,00
3,24
Jumlah
Sumber: Dishutbun DIY, 2008-2011
Produksi hasil hutan kayu di DIY berupa kayu bulat baik jenis Jati maupun rimba belum semuanya dilakukan secara langsung dalam pengelolaan hutan. Potensi unggulan dari sub sektor kehutanan di DIY berupa produksi hasil hutan bukan kayu, yaitu minyak kayu putih.
112
Potensi tanaman kayu putih seluas 4.603,72 ha atau 28% dari luas kawasan hutan DIY. Potensi tanaman kayu putih tersebar pada lima Bagian Daerah Hutan (BDH), yaitu BDH Karangmojo dengan luas 2.267,6 ha, BDH Playen dengan luas 1.616,37 ha, BDH Paliyan seluas 403,3 ha, BDH Kulon Progo-Bantul seluas 286,45 ha, dan BDH Panggang seluas 30 ha. Tanaman kayu putih dipungut daunnya untuk bahan baku lima unit Pabrik Minyak Kayu Putih (PMKP), yaitu PMKP Sendangmole (BDH Playen), PMKP Gelaran (BDH Karangmojo), PMKP Dlingo, PMKP Kediwung, dan PMKP Sermo (BDH Kulon Progo-Bantul). Pada tahun 2011 kawasan hutan kayu putih di BDH Kulon Progo seluas 68 ha telah dialihkan menjadi Kawasan Konservasi dengan fungsi Suaka Margasatwa seluas 63 ha sehingga kayu putih pada Suaka Margasatwa ini tidak dapat dipungut. Hal ini juga berarti PMKP Sermo tidak memproduksi minyak kayu putih lagi sejak tahun 2011. Produksi minyak kayu putih pada tahun 2011 mengalami peningkatan sebesar 1.605 liter atau 3,7% dibandingkan pada tahun 2010. Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang berasal dari penjualan minyak kayu putih pada tahun 2011 juga mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2010, yaitu dari Rp. 5.028.309.000,- menjadi Rp. 6.110.306.400,- atau sebesar 21,52%. Hal ini berarti baik produksi maupun PAD mengalami kecenderungan meningkat dari tahun ke tahun. Pemanfaatan Kayu putih ini telah lama dikelola secara kemitraan dengan masyarakat sekitar kawasan hutan. Pemungutan daun kayu putih dilaksanakan oleh pesanggem penggarap tanah yang kemudian diberikan kompensasi berupa upah pungutan. Selain itu, masyarakat sekitar hutan juga diberi kesempatan untuk melakukan tumpangsari di hutan kayu putih. Pemungutan daun kayu putih ini juga dilaksanakan dengan memperhatikan kaidah konservasi.
113
3.4.4 Perkebunan Komoditas unggulan perkebunan DIY adalah Kelapa, Kakao, Kopi, Jambu Mete, dan Tebu. Sentra produksi Kelapa, Kakao, dan Jambu Mete berada di Kabupaten Kulon Progo dan Gunungkidul. Sedangkan sentra komoditas kopi berada di Kabupaten Sleman.Perkebunan tanaman Kelapa mempunyai areal yang cukup besar, yaitu 44.119,59 ha dan produksinya mencapai 56.148,83 ton pada tahun 2011. Sementara itu, produksi tanaman Kopi 362,24 ton, Jambu Mete 576,61, Kakao 1.142,63 ton, dan Tebu 15.812,18 ton. Perkebunan DIY mempunyai potensi untuk dikembangkan karena petani yang terlibat dalam usaha perkebunan DIY mempunyai kecenderungan meningkat.
No.
Tabel 3.8 Produksi Tanaman Perkebunan menurut Jenisnya di DIY, 2008-2011 Produksi(ton) Komoditas 2008 2009 2010
1.
Kelapa
2.
2011
52.792,53
53.108,22
56.754,13
56.148,83
Kopi
433,82
417,04
399,99
362,34
3.
Jambu mete
707,68
704,69
408,32
576,61
4.
Kakao
1.184,46
1.193,43
1.333,68
1.142,63
5.
Tebu
15.785,31
18.089,14
17.031,34
15.812,18
Sumber: DDA 2009-2012, BPS Provinsi DIY
114
3.4.5 Kelautan dan Perikanan Potensi perikanan dan kelautan yang dimiliki DIY cukup besar. Namun potensi tersebut belum dikelola dan dimanfaatkan secara optimal untuk kesejahteraan masyarakat. Hal ini disebabkan oleh masih kurangnya ketrampilan, pengetahuan dan teknologi perikanan. Dengan kondisi geografis DIY yang memiliki panjang garis pantai 113 km yang langsung menghadap laut meliputi Kabupaten Kulon Progo, Bantul, dan Gunungkidul merupakan potensi untuk mengembangkan perikanan tangkap di laut lepas. Kondisi ini membuka peluang pengembangan usaha perikanan tangkap melalui pengadaan sarana dan prasarana penangkapan sehingga pembangunan harus merubah dari berbasis daratan menjadi perairan dan perikanan. Yang potensinya masih melimpah belum tergarap secara maksimal dan merubah pola pikir dari pertanian ke mina bahari, sehingga diharapkan menghidupkan kondisi perekonomian di daerah pesisir. Potensi serta pemanfaatan sumberdaya melalui perikanan tangkap masih terus dioptimalkan melalui pengembangan pelabuhan perikanan di Sadeng dan Glagah yang diharapkan mampu meningkatkan produksi perikanan tangkap khususnya komoditas tuna yang menjadi produk unggulan baik untuk pasar lokal maupun pasar luar negeri. Produksi ikan konsumsi di DIY yang terdiri dari perikanan darat dan laut pada tahun 2010 sebesar 43.939,40 tonmengalami peningkatan sebesar 12,05% atau 5.296,3 ton menjadi 49.235,7 ton pada tahun 2011, yang terdiri dari perikanan darat sebanyak 45.282,8 ton dan perikanan laut sebanyak 3.952,9 ton. Sementara itu, konsumsiikan di DIY mengalamipeningkatandaritahun 2010 sebesar 22,01 kg/kapita/tahunmenjadi 23,01 kg/kapita/tahunpadatahun 2011 ataumengalamipeningkatansebesar 4,54%.
115
50.000,0 40.000,0
30.000,0 20.000,0 10.000,0 2007
2008
2009
2010
2011
Perikanan Darat
2007 12.947,2
2008 15.612,8
2009 20.967,4
2010 40.077,4
2011 45.282,8
Perikanan Laut
2.629,0
2.151,8
4.238,0
3.862,0
3.952,9
Sumber: Dinas Perikanan dan Kelautan DIY
Gambar 3.7 ProduksiIkanKonsumsi di DIY, 2007-2011 (ton) Produksi perikanan di DIY lebih didominasi oleh hasil perikanan budidaya. Perkembangan produksi Perikanan Budidaya meliputi budidaya tambak, kolam, sawah, karamba, jaring apung dan telaga. Peningkatan produksi maupun nilai produksi perikanan budidaya menggambarkan bahwa minat
116
masyarakat terhadap perikanan budidaya semakin tinggi, serta dipengaruhi oleh harga pasar. Pelaksanaan kegiatan intensifikasi dan rehabilitasi budidaya ikan air tawar dengan prioritas pada komoditas unggulan yang mempunyai nilai lebih pada sistem produksi dan pemasaran. Beberapa aliran sungai seperti Progo, Opak, dan sungai-sungai yang berhulu dari gunung Merapi merupakan potensi yang dapat dipergunakan untuk budidaya perikanan. Pengembangan perikanan budidaya di DIY sangat menjanjikan baik untuk kegiatan pemancingan, minapolitan, dan budidaya. Data perikanan tahun 2011 di DIY mencatat produksi perikanan mencapai 48.495 ton atau naik sebesar 16,69% dibandingkan dengan tahun 2010 yang tercatat sebesar 41.558,4 ton. Sekitar 91,85% dari total produksi perikanan merupakan budidaya perikanan darat dan 8,15% adalah hasil perikanan laut. Sentra-sentra perikanan budidaya ada di empat kabupaten yaitu Sleman, Bantul, Kulon Progo dan Gunung Kidul.Hasil perikanan budidaya di Yogyakarta belum dapat memenuhi permintaan masyarakat DIY. Permintaan ikan konsumsi dari tahun ke tahun di DIY semakin meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk, banyaknya wisatawan yang berkunjung dan berkumpulnya para anak muda menuntut ilmu di Yogyakarta merupakan pasar potensial bagi pengembangan usaha perikanan. Komoditas unggulan di DIY yang telah ditetapkan yaitu udang (galah, lobster tawar, vaname, windu/penaide), nila, gurami, danlele (patin, lele dumbo, lele lokal). Pembinaan dan pengembangan perikanan melalui pendekatan kelembagaan dilaksanakan dengan mengutamakan pembudidaya ikan yang tergabung dalam wadah kelompok pembudidaya ikan(Pokdakan) dan juga menumbuhkan kelompok-kelompok baru sehingga diharapkan dengan cara usaha bersama akan lebih berdaya dan lebih mampu bersaing. Dalam rangka optimalisasi produksi perikanan budidaya, DIY telah mengembangkan Kawasan Sentra Produksi Perikanan (KSPP). Pengembangan KSPP juga untuk mengakomodasi kecamatan sebagai pusat pertumbuhan. KSPP tersebut diharapkan akan menjadi tempat konsentrasi usaha, pengaturan produksi pasar, pembinaan teknis, penyediaan sarana produksi, dan pengembangan kemitraan.
117
No 1
2
3 4
Tabel 3.9 Kawasan Sentra Produksi Perikanan DIY Kabupaten/Kota Kecamatan /KSPP Komoditas Bantul Sanden Gurami Bambanglipuro Lele, Gurami Pandak Lele Bantul Ikan hias Sewon Ikan hias Imogiri Nila, lele Banguntapan Gurami, udang galah Piyungan Nila, udang galah Sedayu Gurami Kretek Gurami Jetis Lele Gunungkidul Ponjong Nila, udang galah Karangmojo Gurami Playen Lele Gedangsari Lele Semin Lele Kota Yogyakarta Umbulharjo Ikan hias Gondokusuman Ikan hias Mantrijeron Ikan hias Kulon Progo Pengasih Nila Wates Gurami Temon Udang Lendah Lele Galur Lele
118
No 5
Kabupaten/Kota Sleman
Kecamatan /KSPP Nanggulan Kalasan Ngemplak Minggir Moyudan Godean Berbah Mlati
Komoditas Gurami Nila Nila, lele Udang, Gurami Gurami, lele Udang galah, Gurami, lele Ikan hias, udang galah Ikan hias
Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan DIY, 2010
3.5 Energi dan Sumberdaya Mineral Sumber daya mineral atau tambang yang ada di DIY adalah Bahan Galian C yang meliputi, pasir, kerikil, batu gamping, kalsit, kaolin, dan zeolin serta breksi batu apung. Selain bahan galian Golongan C tersebut, terdapat bahan galian Golongan A yang berupa Batu Bara. Batu Bara ini sangat terbatas jumlahnya, begitu pula untuk bahan galian golongan B berupa Pasir Besi (Fe), Mangan (Mn), Barit (Ba), dan Emas (Au) yang terdapat di Kabupaten Kulon Progo. Dalam bidang ketenagalistrikan, khususnya listrik, minyak dan gas di DIY dipasok oleh PT. PLN dan PT Pertamina. 3.5.1 Pasir Besi Disamping berlimpah bahan material bangunan berupa pasir dan batu yang berkualitas tinggi, DIY juga menyimpan kandungan mineral tambang yang belum tergarap yaitu pasir besi yang tersimpan di sepanjang pantai selatan di Kabupaten Kulon Progo. Kandungan pasir besi di pesisir Kulon Progo
119
memiliki kelebihan lain dibanding dengan pasir besi di daerah lain sebab mengandung unsur titanium dan vanadium sehingga jenis pasir besi ini memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Lokasi: Pantai Selatan Kulon Progo, sepanjang 22 km dari muara Kali Progo sampai muara Kali Bogowonto. Cadangan adalah 605 juta ton. Prospek pengusahaan adalah Pembuatan ‘Pig Iron’ (Besi kasar), Pembuatan Baja/ Baja khusus, serta Bahan tambahan untuk pembuatan semen. 3.5.2 Proyek Bribin Gua Bribin terletak di kawasan Gunungkidul yang berbukitbukit menempati areal seluas lebih dari 64% wilayah Yogyakarta. Kawasan ini dikitari oleh Gunung Sewu dan bukit-bukit lainnya. Kawasan ini demikian kering, sehingga hingga kedalaman 250 meter belum diketemukan air. Air ditemukan kira-kira dibawah kedalaman 360 meter. Proyek Bribin adalah proyek kerjasama Indonesia-Jerman. Proyek ini dilakukan dengan uji coba sistem pengangkatan air bawah tanah. Salah satunya yang saat ini sedang dilakukan adalah di Gua Seropan sebagai tindak lanjut proyek Bribin II, dengan sistem pengangkatan air menggunakan pipa kayu untuk membangkitkan energi listrik yang dapat mengalirkan air ke pemukiman warga.
120
3.5.3 Pengembangan Energi Alternatif Pengembangan Bioethanol BIOETANOL Merupakan etanol yang terbuat dari tumbuhan, seperti Tebu dan Umbi Kayu (atau tumbuhan yang memiliki kadar karbohidrat tinggi) dengan cara di fermentasi.
121
Pengembangan Biogas BIOGAS adalah gas yang dihasilkan oleh aktivitas anaerobik atau fermentasi dari bahan-bahan organik termasuk diantaranya: kotoran manusia dan hewan, limbah domestik (rumah tangga). Kandungan utama dalam biogas adalah metana dan karbon dioksida. Biogas dapat digunakan sebagai bahan bakar kendaraan maupun untuk menghasilkan listrik untuk penerangan rumah tangga.
122
Pengembangan Biofuel BIOFUEL adalah setiap bahan bakar baik padatan, cairan ataupun gas yang dihasilkan dari bahan-bahan organik. Biofuel dapat dihasilkan secara langsung dari tanaman atau secara tidak langsung dari limbah industri, komersial, domestik atau pertanian. Pengembangan Biofuel di Jogja salah satunya adalah dengan menggunakan bahan dari buah Tanaman Jarak.
123
Pengembangan Energi Hibrid ENERGI HIBRID di Yogyakarta dikembangkan di Pantai Pandansimo, Kabupaten Bantul dengan memanfaatkan kekuatan kecepatan angin. Terdapat 35 unit turbin angin yang sudah dipasang dengan tinggi rata-rata 18 meter . Terdiri 26 turbin angin dengan kapasitas 1 kW, 6 turbin angin 2,5 kW, 2 turbin angin 10 kW, dan satu turbin angin 50 kW. Ditambah 175 unit sel surya dengan kapasitas 17,5 kWp.
124
3.6 Infrastruktur Panjang jalan nasional di DIY adalah 223,16 km dan panjang jalan provinsi 690,25 km. Panjang jalan nasional dalam kondisi baik sepanjang 104,78 km, kondisi sedang 112,25 km, dan kondisi rusak 2,75 km. Sementara, jalan provinsi dalam kondisi baik 167,45 km, kondisi sedang 411,63 km, dan kondisi rusak 111,17 km.Kondisi jalan kabupaten di Kulonprogo 763,69 km, Bantul 895,73 km, Gunungkidul 686 km, Sleman 1.085,14 km, dan Yogyakarta 248,09 km. Tabel 3.10 Kondisi Jalan di DIY Tahun 2011 Status Jalan
Panjang (km)
Kondisi
Perkerasan (km)
Baik
Sedang
Rusak
Aspal
MacAdam
Tanah
km
%
km
%
km
%
Nasional
223,16
223,16
--
--
104,78
46,95
112,25
50,30
6,13
2,75
Provinsi
690,25
690,25
--
--
167,45
24,26
411,63
59,63
111,17
16,11
Yogyakarta
248,09
248,09
99,44
40,08
104,22
42,01
44,43
17,91
Bantul
895,73
665,43
411,26
45,91
277,37
30,97
207,10
23,12
Kulonprogo
763,69
763,69
383,68
50,24
275,23
36,04
104,78
13,72
Gunungkidul
686,00
624,33
61,67
420,72
61,33
67,36
9,82
197,92
28,85
Sleman 1.085,13 885,83 Sumber : Dinas PUP-ESDM - DIY
15,45
372,63
34,34
401,49
37,00
311,01
28,66
Kabupaten/Kota 66,55
163,75
183,85
125
3.6.1 Infrastruktur Transportasi Ketersediaan sarana transportasi merupakan faktor penting dalam menggerakkan perekonomian suatu wilayah untuk mendukung mobilitas barang dan jasa. Simpul transportasi di DIY tercatat sebagai berikut:
Simpul Transportasi Terminal Bus
Stasiun Kereta Api
Tabel 3.11 Simpul Transportasi di DIY Tahun 2011 Tipe Lokasi Layanan Layanan A Giwangan, Yogyakarta AKAP, AKDP, Perkotaan Wonosari, Gunung AKAP, AKDP, Perdesaan Kidul Wates, Kulon Progo AKAP, AKDP, Perdesaan B Jombor, Sleman AKAP, AKDP, Perkotaan, Perdesaan Palbapang, Bantul AKDP, Perdesaan Besar Kelas 1 Kelas 2
Bandar Udara
Stasiun Tugu Stasiun Lempuyangan -Stasiun Wates
KA. Eksekutif KA. Bisnis dan Ekonomi
Adisutjipto
Domestik dan Luar Negeri
Sumber : Dinas Perhubungan, Kominfo – DIY Ket: AKAP = Angkutan Kota antar Provinsi AKDP = Angkutan Kota dalam Provinsi
126
KA. Ekonomi
Transportasi Darat Transportasi darat di DIY dilayani oleh angkutan jenis bus, minibus, serta Trans Jogja. Selain sarana transportasi tersebut Yogyakarta juga memiliki beberapa sarana transportasi lainnya berupa taksi, ojek, becak, dan dokar. Perlu diketahui bahwa becak dan dokar merupakan transportasi yang unik, ditata sedemikian rupa sehingga dapat menjadi sarana transportasi yang melayani kegiatan wisata, terutama di kawasan Malioboro dan Keraton Yogyakarta, serta beberapa tempat wisata lainnya. Untuk sarana transportasi luar kota dilayani oleh angkutan bus besar yang dapat diakses oleh penumpang melalui Terminal Jombor dan Terminal Giwangan, sedangkan sarana transportasi jenis Shuttle Bus dapat diakses di Joglo Semar. Yogyakarta juga menyediaan lokasi-lokasi park and ride yang diperuntukkan bagi penglaju yang akan melakukan perjalanan jarak jauh, sehingga mereka dapat berpindah moda transportasi dari sepeda motor menjadi menggunakan angkutan jenis bus, yaitu terdapat di Terminal Jombor, Terminal Giwangan, serta Joglo Semar. Transportasi Laut Jenis sarana transportasi laut berupa perahu yang secara umum baru dimanfaatkan untuk menangkap ikan. Sarana transportasi laut tersebut berlabuh di pelabuhan-pelabuhan perikanan untuk menjual dan melelang ikan, seperti di Pantai Sadeng, Pantai Parangtritis, Tanjung Adi Karto, serta beberapa lokasi pelabuhan perikanan lainnya. Transportasi Udara Sarana transportasi udara di DIY dilayani oleh pesawat yang menggunakan Bandar Udara Adisutjipto sebagai lapangan udara. Perlu diketahui bahwa Bandar Udara Adi Sutjipto merupakan bandar udara internasional yang melayani perjalanan baik domestik maupun manca negara yang kepemilikannya merupakan milik TNI Angkatan Udara. Bandar Udara Adi Sutjipto saat ini sudah mengakomodasi konsep integrasi sistem transportasi, diantaranya sudah membangun shelter Trans Jogja di kawasan bandara, serta sudah membangun pula stasiun kereta api di kawasan bandara. Bandar Udara Adi Sutjipto juga menyediakan fasilitas park and ride untuk mobil dan sepeda motor, sehingga penumpang yang akan
127
menempuh perjalanan jarak jauh dapat memarkir kendaraan untuk kemudian melakukan penerbangan baik domestik maupun manca negara.
128
Moda Transportasi Terpadu (TranJogja) Trans Jogja merupakan angkutan perkotaan wilayah aglomerasi Kar tamantul (Yogyakarta, Sleman, Bantul) yang kewenangannya di bawah Pemerintah Provinsi. Hal ini dilandasi oleh kualitas pelayanan transportasi yang buruk, menurunnya kinerja bus perkotaan, bus perkotaan yang rendah, serta meningatnya jumlah kendaraan pribadi. TransJogja memiliki 6 Trayek, dengan jumlah bus masing-masing trayek sejumlah 8 unit bus. Total lokasi tempat henti TransJogja adalah sejumlah 76 buah. Sistem TransJogja menggunakan solusi SMTS (Smart Mass Transit System). Sistem ini diterapkan pada tiap-tiap halte yang dilengkapi dengan Gate Access dan hanya dapat dimasuki oleh pengguna jasa transportasi yang memiliki Kartu JogjaPass. 3.6.2 Pembangunan Bandar Udara di Kulon Progo Rencana pengembangan adalah di Kabupaten Kulonprogo. Bandar udara baru diperkirakan akan memberikan dampak positif terhadap pembangunan wilayah Kabupaten Kulonprogo, karena daya dukung infrastruktur jaringan jalan raya (nasional/kabupaten/kota) terutama pengembangan jalan selatan-selatan, keberadaan jaringan transportasi kereta api. Lebih dari itu pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus di Kulonprogo juga akan memberikan feed-back terhadap peningkatan pertumbuhan wilayah di Kulonprogo.
129
130
3.6.3 Pembangunan Tanjung Adikarto dan Kolam Pelabuhan di Karangwuni Rencana pembangunan Pelabuhan Tanjung Adikarto Glagah dan Kolam Pelabuhan di Karangwuni. Pembangunan yang akan dilakukan, meliputi pengerukan kolam, pekerjaan dinding kolam, pembangunan groundsill, serta pendalaman kolam. Lokasi pembangunan tanjung adikarto dan pelabuhan di Karangwuni akan terintegrasi dengan pembangunan lokasi bandar udara baru DIY, serta terintegrasi pula dengan pengembangan Jalur SelatanSelatan dan Kawasan Ekonomi Khusus.
131
3.6.4 Pengembangan Kawasan Stasiun Tugu Kawasan perencanaan stasiun Tugu Kota Yogyakarta merupakan bagian dari salah satu kegiatan utama dalam konsep sumbu utama Kota Yoyakarta (Sumbu Keraton dan Tugu Pal putih). Aksesibilitas dari stasiun menuju daerah sekitar maupun sebaliknya sudah relatif baik dan hanya perlu adanya penyesuaian sesuai dengan rencana pengembangan kawasan sasiun Tugu ini, baik pejalan, kendaraan pribadi dan umum, dan sarana transportasi lain (andong dan becak).
132
3.6.5 Pengembangan Monorail Monorail adalah sebuah metro atau rel dengan jalur berupa rel tunggal. Stasiun Tugu dikembangkan sebagai Superhub atau simpul perpindahan moda. Kelebihan pengembangan monorail: 1. 2. 3. 4. 5.
Monorail menghemat ruang, karena dibuat di atas jalan dan hanya membutuhkan ruang untuk tiang penyangga. Tidak bising karena menggunakan roda karet yang berjalan diatas beton. Bisa menanjak, menurun, berbelok, dan lebih cepat dibanding kereta biasa. Lebih aman dari risiko terguling dan resiko menabrak pejalan kaki. Lebih murah pembangunan & perawatan dibanding kereta bawah tanah.
133
3.6.6 Pengembangan Kereta Api Komuter Kereta api komuter adalah sebuah layanan transportasi kereta api penumpang antara pusat kota dan pinggiran kota yang menarik sejumlah besar orang yang melakukan perjalanan setiap hari. Kereta beroperasi mengikuti sebuah jadwal, pada kecepatan yang berbeda-beda mulai dari 50 sampai 200 km/jam. Jarak biaya atau harga zona kadang digunakan. Pengembangan jalur komuter menjadi populer saat ini, dengan meningkatnya perhatian publik terhadap kemacetan, ketergantungan terhadap bahan bakar fosil, dan masalah lingkungan lain ditambah meningkatnya biaya kepemilikan kendaraan bermotor. Dibandingkan dengan rapid transit, kereta komuter memiliki frekuensi lebih rendah, mengikuti jadwal tertentu dibandingkan mengikuti interval tertentu, dan stasiun dengan jarak yang lebih jauh. Mereka melayani jalur dengan kepadatan penduduk rendah, dan seringkali berbagi jalur dengan kereta api antar kota dan barang. Beberapa jalur hanya beroperasi pada jam sibuk. Kecepatan rata-ratanya cukup tinggi, mencapai 50 km/jam (30 mph) lebih. Beberapa jalur memberikan layanan ekspres dengan tidak berhenti di beberapa stasiun untuk bergerak lebih cepat dan memisahkan pengendara jarak pendek dan jarak jauh. Kereta komuter biasanya dioptimalkan dalam menampung volume penumpang maksimal, tanpa mengorbankan terlalu banyak kenyamanan dan kapasitas bagasi, dengan tetap menyediakan fasilitas yang ada di kereta jarak jauh. Pengembangan kereta api komuter di Jogja diarahkan pada koridor Barat-Timur atau koridor TemonPrambanan. Rute pengembangan kereta api komuter di Yogyakarta, meliputi Wates-Jogja-Brambanan. Pengembangan kereta api komuter ke depan adalah dengan melakukan pengembangan jalur kereta api dan stasiun pada poros Timur-Barat, serta Utara-Selatan. Pengembangan ini dimaksudkan untuk memberikan pelayanan transportasi melalui penyediaan angkutan umum masal yang terintegrasi dengan transportasi lainnya.
134
Rute Kereta Api Komuter (Wates-Jogja-Brambanan) ol o nt e S
9,041 Km
a gj Jo
an 4,241 Km uk t Pa Le
m
p
an uy
6,140 Km
ga
n
a M
r
4,518 Km B
4,046 Km
an
R
an
las
10,145 Km
u ul ew4,579 Km
n ba m a
Ka
s at e W
wo gu
Lokasi pemberhentian kereta api (stasiun) Stasiun baru Jalur kereta api 3.6.7 Pembangunan Yogyakarta Outer Ring Road Pembangunan Yogyakarta Outer Ringroad direncanakan sepanjang 76,64 km yang dimaksudkan untuk mengurangi kepadatan lalu lintas di perkotaan dan memperlancar arus lalu lintas antar kota. Lebih dari itu dimaksudkan untuk merangsang pertumbuhan wilayah peri-peri, yaitu Bantul dan Sleman. Yogyakarta Outer Ringroad sebagai jalur transportasi menerus pada skala regional.
Rute Kabupaten Sleman, meliputi: Ruas Sedayu/Klangon-Balangan-Cebongan-PangukanDenggung-Kamdamen-Dayu-Pajangan-Babatan-Sidorejo-Selomartani-Ngangkruk-KalasanTegalsari-Sampakan.
135
Gunung Mera pi
PROPINSI JAWA TENGAH
Kaliurang
KABUPATEN MAGELANG
M KE
Rute Kabupaten Bantul, meliputi: Ruas Sedayu/Klangon-Pandak-Palbapang-Barongan-SingosarenPleret-Sampakan. 233
NG ELA AG
013
Kla ngon Pagerharjo
Batas Lokasi
Tempel
037-1
037-2
Pulowatu
Kalibawang
Samigaluh
231
230
237
Cangkringan
Pakem
045 001
045
013 008
040
47
SLEMAN 136
Dekso 138 008
KABUPATEN KLATEN
137
Kembang
013
LO
O KE S
175 036-1
036-2
038-12K
Godean
036-1
Kala san
RINGROAD 003
038-12K
040
002 003
036 036-1
212 008
Prambanan
038-11K
Ngijon
Ngapak
Nanggula n
047
PROPINSI JAWA TENGAH
47
Ngaglik
Minggir
046
JAWA TENGAH
EN PURWOREJO
037-1
Seyegan
Mlati
Tegalsari
45
46
013
236
44
Ngemplak
Besi
039
Janti
016
YOGYAKARTA
004-1
88
Berbah
88
09 004-1
Sedayu WADUK SERMO 062
Sentolo
062
Pengasih
004-2
WATES
027
027
005
Temon 007
007
047 007
Siluwok 64
137
157
150
Patuk
446
048
158
152
012
188
155
140
017-2
80
014-1
133
109
043
010
017-2
171
26
80
058
Pandak 215 Palbapang
011
Bakulan 058
Barongan
46
Sp. Ga lur
011
Sra ndakan
Singosaren
143 049
Dawung 033 Ma kam Imogiri
Ga ding 135
010
50
048-1
170 163
BANTUL
Nglipar
Sambipitu
141
224
118
044
Piyungan
009
041
Kenteng
49 77
156
Gedangsari
131 005
006
Toyan
038-13K
059
026
Congot
017-1
Milir
Kokap
ra ngnongko
151
Sampakan 015
OUTER RINGROAD
Dayaan 047
015
Kla ngon
134
Pandean 061
021
060
136 012
Playen
014-1
018 022
Gledak
042
023
019
WONOSARI 247
Bibal
Tanahabang
020-2
Kretek 061
042
030 050-2
014-2
3.6.8 Pembangunan Jalur Pansela Rencana pembangunan adalah 123,380 km. Target pembangunan saat ini adalah Ruas Congot-Srandaan dengan panjang 25,650 km dan lebar rata-rata adalah 7 meter. Nilai strategis pembangunan jalur pansela adalah adanya Rencana Pembangunan bandara baru di Kulonprgo, kawasan ekonomi khusus, dry port tanjung adikarto, industri pengolahan pasir besi, dan lain sebagainya.
Panjang Total : 123,380 Km
C O N G O T
P A R A N G T R I T I S
S R A N D A K A N P A N D A N S I M O
S A M A S
K R E T E K
T L O G O W A R A K
K L A M P O K
L E G U N D I
P L A N J A N
B A R O N
J E R U K W U D E L
D U W E T
Pembangunan jalur 11,10 km 1,323 km 5,67 km 6,70 km 5,34 km 5,62 km 5,60 km 5,05 km 23,416 km 5,20 km 17,136 km 31,225 km pansela akan megintegrasikan sistem transportasi di wilayah Yogyakarta bagian Selatan, serta memberikan peningkatan aksesibilitas dalam distribusi barang/komoditas dan penumpang. Pembangunan jalur pansela sebagai salah satu upaya pengintegrasian ruang spasial di wilayah Yogyakarta dengan wilayah lain di Jawa Tengah dan Jawa Timur.
137
3.6.9 Pembangunan Jogja Inland Port Merupakan salah satu target Jangka Menengah ke depan dalam pengembangan, serta pengendalian angkutan barang melalui pengembangan Inland Port. Lokasi pembangunan, meliputi office, cargo, shiiping agent, supporting facilities, warehouse, temporary storage, bonded warehouse, dan container yard. Diharapkan nantinya semua proses/urusan tentang ekspor akan dapat diselesaikan di lokasi Inland Port. 3.6.10 Pembangunan Flyover Jombor Flyover Jombor dibangun untuk mengurangi permasalahan lalu lintas pada simpang 4 Jombor. Simpang 4 jombor merupakan simpang 4 bersinyal yang memiliki kepadatan lalu lintas tinggi pada jam puncak, karena merupakan salah satu jalur aksesibilitas luar kota Menuju Magelang, Ambarawa, Salatiga, dan Semarang. Flyover Jombor rencananya akan dibuat dengan panjang total 1.125 meter, lebar 7 meter. Dengan rincian, dari arah Jl Solo (timur ke barat) sepanjang 675 meter, kemudian di tengah dibuat jalan ke arah Magelang sepanjang 450 meter. Selain itu juga dibangun underpass sepanjang 446,5 meter. Rencana pelaksanaan 4 Tahun anggaran (2010-2013). Alokasi dana dari APBN untuk pembangunan tahap I (Tahun 2011) sebesar Rp 12,304 miliar. Sedang kontraknya Rp 10,873 miliar untuk pengerjaan pondasi.
138
ke Magelang
Rencana Pelaksanaan
ke Purworejo
4 Tahun Anggaran [2010-2013]
UNDER-PASS DR BARAT KE TIMUR di sisi UTARA [ L=7m]
FLY OVER dr TIMUR, ke UTARA Dinaikkan sisi UTARA [L=7m]
FLY OVER dr TIMUR, ke BARAT Dinaikkan sisi SELATAN [L=7m]
ke Solo
ke Yogyakarta 139
3.6.11 Pembangunan Jalur Inspeksi di Saluran Mataram Pembangunan Ruas Jalan Selokan Mataram dimaksudkan: Mengurangi beban lalulintas di tengah kota yang saat ini dirasa telah melebihi kapasitasnya. Sebagai jalur penyangga daerah tengah (khususnya dari arah barat ke arah timur). Mengurangi beban lalulintas pada ruas jalan arteri.
Konstruksi : 2006 – 2008
Konstruksi : 2003 – 2005
140
2.344 Km
Jl. Seturan
1.675 Km
Jl. Gejayan
1.120 Km
Jl. Kaliurang
Jl. Monjali
0.825 Km
l. Magelang
1. 2. 3.
3.6.12 Stadion Internasional Sleman Luas Lahan
Bangunan
Kapasitas Stadion
Luas Kawasan Luas Lahan Stadion Luas Lantai Bangunan Bangunan Sayap Barat Bangunan Sayap Timur Bangunan Sayap Utara Bangunan Sayap Selatan Kapasitas Tribun Umum Kapasitas Tribun VIP Area Komersial
141
: 23,5 Ha : 6 Ha : 11.000 m2 : 5 lantai : 4 lantai :3 lantai : 3 lantai : 30.000 orang : 1.000 orang :sayaptimur/utara/selatan
3.6.13 Penataan Jalur Sirkulasi Kampus UGM Penyelesaian terpadu arus lalu lintas Kawasan Kampus Universitas Gadjah Mada dan Sekitarnya dengan mengalihkan arus lalu lintas menuju Jalan Lingkar Barat dan Jalan Lingkar Timur, serta melakukan penataan Ruas Jalan Kaliurang.
142
3.6.14 Rencana Pengembangan Jalan Tol Bawen-Jogja
TUNTANG (akhir TOL) Posisi : 07.29, 343 110.46,897 Elevasi : 522M
BAWEN
AMBARAWA
KE SOLO GRABAG Posisi : 07.23, 058 110.20,297 Elevasi : 745M
SECANG
KOPENG (1.420 M DPL) NGASINAN Posisi : 07.26, 848 110.18,224 Elevasi : 965M
MAGELANG
KETEP Posisi : 07.29, 891 110.22,703 Elevasi : 1.183M
MUNTILAN
PULOWATU Posisi : 07.65, 110 110.39,683 Elevasi : 473M
YOGYAKARTA
143
Pembangunan Jalan Tol Bawen-Yogyakarta direncanakan akan segera dibangun setelah proyek Jalan Tol Semarang-Solo selesai dibangun pada tahun 2013. Pembangunan Jalan Tol Bawen-Yogyakarta merupakan salah satu peluang investasi, serta memberikan peran terhadap peningkatan aksesibilitas wilayah secara regional. 3.6.15 Penataan Kawasan Ruas Jalan Malioboro Pengembangan Stasiun Tugu merupakan Proyek Mixed Use dalam rangka menyediakan prasarana bagi masyarakat yang berfungsi sebagai tempat hunian, perkantoran, bisnis, pertemuan, pusat belanja, pusat pendidikan, pusat hiburan serta pusat pelayanan. Prasarana dimaksud berupa bangunan yang akan terintegrasi menjadi satu sehingga saling bersinergi yang dapat berupa: 1) 2) 3) 4) 5) 6) 7) 8) 9) 10)
Campus Mall Central Park Station Citywalk Condotel Hotel & Convention Town House/SOHO Ruko Residential Station Concourse.
9 3
2
1
5
6
4 7 8
10 8
144
3.6.16
Penataan Kawasan Code
Kawasan Sungai Code mengalami peningkatan aktivitas penduduk yang berdampak pada semakin tingginya tekanan lingkungan, yaitu pemukiman yang padat dan kondisi kualitas air yang semakin memburuk. Penataan kawasan permukiman code perlu dilakukan melalui pelibatan peran seluruh stakeholder (community-based development). Konsep pengembangan bangunan diarahkan secara vertikal.
145
3.6.17 Baron Techno Park Baron Techno Park dikembangkan sebagai pusat penelitian dan pengembangan teknologi energi terbarukan, serta sebagai obyek kunjungan wisata. Lebih dari itu juga sebagai sarana edukasi teknologi yang bersifat rekreatif dan informatif, serta diharapkan dapat menumbuhkan dan meningkatkan, serta memperdalam pemahaman masyarakat terhadap perlunya IPTEK. Dalam pengembangannya lokasi ini akan menjadi fasilitas penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan maupun teknologi yang diperuntukkan sebagai obyek penelitian baru ataupun terapan sebagai model kawasan berteknologi yang memanfaatkan energi terbarukan. Sasaran akhir dari pelaksanaan program ini adalah : “Terbangunnya Kawasan atau Taman Pengembangan Teknologi Pemanfaatan Sumberdaya Energi Terbarukan (Baron Techno Park Renewable Energy)”.
146
3.6.18 Dry Port Dry Port yang dibangun akan merupakan suatu kawasan yang mengintegrasikan semua unsur pelayanan barang dan jasa yang memudahkan arus distribusi logistik melalui Yogyakarta dan juga akan mendukung keberadaan Industrial Estate di daerah Sentolo dan Lendah.
147
148
BAB 4 POTRET DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Angka Indeks Pembangunan Manusia (IPM) sebagai alat ukur tingkat pencapaian pembangunan manusia merupakan indeks gabungan dari tiga komponen yang mengindikasikan kualitas sumber daya manusia. Jika ketiga komponen tersebut memiliki nilai yang baik, dapat disimpulkan sumber daya manusia secara umum juga memiliki kualitas yang baik. Besaran IPM dan komponennya di DIY memperlihatkan seberapa besar tingkat pencapaian yang telah dilakukan khususnya di bidang kesehatan, pendidikan, dan ekonomi. IPM Daerah Istimewa Yogyakarta pada 2011 sebesar 76,32, meningkat bila dibandingkan dengan kondisi pada 2010 yang baru mencapai 75,77. Bila diukur berdasar skala internasional nilai IPM ini masih dalam skala menengah atas (IPM antara 66-79). Tabel 4.1 IPM antar Kabupaten/Kota di DIY, 2010-2011 IPM Peringkat di DIY Kabupaten/Kota 2010 2011 2010 2011 Kulonprogo 74,49 75,04 4 4 Bantul
74,53
75,05
3
3
Gunungkidul
70,45
70,84
5
5
Sleman
78,20
78,79
2
2
Yogyakarta
79,52
79,89
1
1
DIY
75,77
76,32
4
4
Sumber: BPS Provinsi DIY, 2012
149
Kota Yogyakarta yang merupakan ibu kota DIY, peringkat IPM-nya selalu menempati posisi pertama, atau nilainya terbesar bila dibandingkan dengan kabupaten lain di DIY. Setelah itu diikuti oleh Kabupaten Sleman, Kabupaten Bantul, Kabupaten Kulonprogo dan terakhir Kabupaten Gunungkidul. Susunan peringkat IPM kabupaten/kota di DIY pada tahun 2011 tidak berubah susunannya dari tahun 2010. 4.1 Pendidikan Salah satu keistimewaan dari DIY adalah kedudukannya sebagai tempat pendidikan. Sudah sejak lama kota Yogyakarta dikenal sebagai kota pelajar atau Kota Pendidikan. Artinya, selama ini Yogyakarta sudah diakui sebagai tempat yang baik untuk proses pendidikan. Kini predikat ini tidak hanya diberikan kepada kota Yogyakarta, tetapi hampir seluruh DIY menjadi pusat belajar atau pendidikan. Predikat kota pendidikan tidaklah berlebihan bagi DIY karena sejarah dari mulai inisiatif pendidikan bangsa sendiri yang menjadi peletak dasar pendidikan nasional dimulai di Yogyakartaoleh Ki Hajar Dewantoro dengan mendirikan Perguruan Taman Siswa. Bahkan, perguruan tinggi nasional pertama juga didirikan di Yogyakarta yang kemudian berkembang menjadi Universitas Gadjah Mada.
150
4.1.1 Kualitas Penduduk DIY Pendidikan merupakan salahsatu aspek penting dalam kehidupan masyarakat yang sangat berperan dalam peningkatan kualitas hidup. Semakin tinggi tingkat pendidikan suatu masyarakat, semakin baik pula kualitas sumber daya manusianya. Di samping itu, tingkat pendidikan juga dapat digunakan sebagai salah satu indikator untuk melihat tingkat kesejahteraan penduduk.Keberhasilan pembangunan pendidikan dalam meningkatkan sumber daya manusia salah satunya dapat dilihat dari kondisi tingkat pendidikan yang ditamatkan penduduk usia 10 tahun ke atas. Tabel 4.2 Persentase Penduduk 10 Tahun ke Atas menurut Kabupaten/Kota dan Pendidikan Tinggi yang ditamatkan di DIY, 2011 Tidak Tidak/Belum Punya Kabupaten/Kota SD/MI SLTP/MTs SLTA ke Atas Pernah Sekolah Ijazah SD Kulonprogo 5,86 22,66 21,70 33,17 16,61 Bantul
6,80
19,88
18,71
37,31
17,30
Gunungkidul
12,54
28,57
23,62
16,35
18,92
Sleman
5,17
15,11
15,82
53,61
10,29
Kota Yogyakarta
2,20
14,26
16,00
58,44
19,10
DIY
6,78
19,75
18,78
40,30
14,39
Sumber: BPS Provinsi DIY, 2012
151
Jika dilihat dari kondisi tingkat pendidikan yang ditamatkan penduduk usia 10 tahun ke atas di DIY maka 6,78% penduduk tidak/belum pernah sekolah, 14,39% tidak/belum tamat SD, 19,75% menamatkan pendidikan SD, 18,78% tamat SLTP, dan40,30% tamat SLTA ke atas. Semakin banyak penduduk yang berpendidikan tinggi menggambarkan semakin baik kualitas penduduknya. Dengan tingkat pendidikan yang baik dan berkualitas, orang akan memiliki tingkat wawasan dan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi yang lebih baik sehingga lebih mampu melihat dan memanfaatkan peluang yang ada untuk meningkatkan kualitas dan kesejahteraan hidupnya, termasuk dalam hal ini peluang atau kesempatan berkarir dalam dunia kerja. Tabel 4.3 Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Bekerja menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan dan Lapangan Pekerjaan Utama di DIY, 2011 Tingkat Pendidikan
Pertanian
Industri
Perdagangan
Jasa-Jasa
Lainnya
Tidak Pernah Sekolah
14.48
4,46
2,85
1,57
0,75
Tidak Tamat SD
22,67
10,01
8,82
2,94
9,03
Sekolah Dasar
28,93
19,59
17,26
7,43
15,79
SLTP Umum
15,95
22,96
17,18
13,71
22,84
SLTA ke Atas
17,97
42,99
53,89
74,34
51,59
100,00
100,00
100,00
100,00
100,00
Jumlah Sumber: BPS Provinsi DIY, 2012
152
Di DIY, dari 431.070 penduduk usia kerja (15 tahun ke atas) yang bekerja di sektor pertanian, lebih dari dua pertiganya hanya mengenyam pendidikan SD ke bawah. Di Sektor Industri lebih dari 60% pekerjanya berpendidikan SMP ke atas, sedangkan untuk Sektor Perdagangan, Sektor Jasa-jasa dan Lainnya, sebagian besar pekerjaanya didominasi oleh mereka yang berpendidikan SLTA ke atas. Upaya pemerintah dalam memberikan fasilitas pendidikan dasar kepada masyarakat sudah cukup baik walaupun belum semua mendapatkan kesempatan untuk bersekolah. Pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan, terlihat dengan adanya pengadaan sarana dan prasarana pendidikan yang tersebar di berbagai pelosok daerah. Untuk melihat keberhasilan upaya pemerintah di bidang pendidikan, dapat diukur dengan Angka Partisipasi Kasar (APK) dan Angka Partisipasi Murni (APM).
Tingkat Pendidikan
Tabel 4.4 APK & APM menurut Jenis Kelamin di DIY, 2011 Laki-Laki Perempuan
Jumlah
APK
APM
APK
APM
APK
APM
SD
104,04
91,80
105,07
92,19
104,52
91,98
SLTP
91,10
67,79
87,71
70,50
89,90
69,15
SLTA
87,50
60,51
85,57
58,90
86,50
59,68
Sumber: BPS Provinsi DIY, 2012
153
4.1.2 PendidikanTinggi Yogyakarta sebagai salah satu wilayah yang memiliki ikon pendidikan dan dikenal sebagai kota pelajar karena pendidikan yang sudah terjamin kualitasnya. Yogyakarta juga memiliki fasilitas sekolah dan universitas yang megah, berkualitas, terjamin mutunya, dan sudah terakreditasi di dunia pendidikan Indonesia. Sumberdaya manusia Yogyakarta sudah terbukti di dunia pendidikan, dalam hal ini kualitas pendidikan di Yogyakarta masuk dalam deretan terbaik di Indonesia. Beberapa Universitas yang ada di Yogyakarta diantaranya adalah Universitas Gajah Mada, Universitas Negeri Yogyakarta, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, Universitas Muhamadiyah Yogyakarta, Universitas Atmajaya, Universitas Islam Indonesia, Institut Seni Indonesia, serta deretan sekolah tinggi maupun universitas lainnya. Cita-cita Yogyakarta sebagai “World Class University” yang didukung oleh sarana dan prasarana pendidikan tinggi, baik Negeri dan Swasta.
154
4.1.3 Pembangunan Pendidikan Pembangunan bidang pendidikan diarahkan untuk “Meningkatkan Fasilitas Penyelenggaraan Pendidikan”, melalui peningkatan kualitas pendidikan, pengembangan kurikulum, peningkatan sarana dan prasarana pendukung pendidikan, promosi dan penghargaan bidang pendidikan, peningkatan peran masyarakat dan stakeholder, serta peningkatan pendidikan kepemudaan. Lebih dari itu pendidikan di DIY diarahkan pula pada pengembangan pendidikan bertaraf internasional, serta pemenuhan fasilitas lingkungan yang kondusif terhadap pendidikan, dan perluasan pendidikan. Kebijakan juga diarahkan pada proses pembudayaan dan pemberdayaan menuju perilaku berkarakter melalui peningkatan peran pendidik, infrastruktur, komitmen pemangku kepentingan, sumberdaya lingkungan, kebersamaan, serta nilai-nilai luhur. Pendidikan diarahkan pula pada pendidikan berkeadilan gender, life skill, rintisan sekolah berstandar internasional (RSBI), serta upaya membentuk konsep education for all. Program pemerintah dalam pengembangan pendidikan di Yogyakarta diantaranya adalah Jogja Learning Gateway dan pengembangan Internet Library Network.
155
4.1.4 Jogja Library Center Pembangunan perpustakaan Yogyakarta berlokasi di Kawasan Wonocatur yang menempati lahan seluas 15.750 m2. Perpustakaan Daerah berfungsi memberikan pelayanan informasi dari anak-anak sampai orang dewasa. Perpustakaan Daerah menjadi hub (pusat jaringan) informasi dari seluruh perpustakaan yang ada di wilayah DIY, baik itu sekolah-sekolah, perguruan tinggi, departemen, perpustakaan pemerintah kota, maupun komunitas-komunitas yang ada di masyarakat. Oleh karena itu, perpustakaan daerah harus memiliki IT (Informasi Teknologi) yang kuat dan dilengkapi dengan fasilitas yang memadai.
156
4.2
Kesehatan
4.2.1 Fasilitas Kesehatan Dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan kesehatan agar semakin terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat salah satu faktor penting yang harus diperhatikan adalah sarana dan prasarana pelayanan kesehatan. Sarana kesehatan di DIY tersebar merata di setiap kecamatan bahkan sampai tingkat desa. Sarana kesehatan mulai dari puskesmas sampai rumah sakit dapat memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Bagi masyarakat yang kesulitan dalam mengakses sarana kesehatan, disediakan puskesmas keliling yang dapat menjangkau hingga pelosok pedesaan dengan harapan masyarakat dapat terfasilitasi dengan baik dan menerima pelayanan kesehatan yang memadahi seiring dengan meningkatnya fasilitas kesehatan di masing-masing tempat pelayanan kesehatan Tabel 4.5 Jumlah Fasilitas Kesehatan dan Tenaga Medis di DIY, 2011 Dokter Kabupaten/Kota RS Umum Puskesmas Puskestu Praktek Kulonprogo 6 21 62 0
Poliklinik 8
Bantul
9
27
68
491
78
Gunungkidul
3
30
107
84
46
Sleman
17
25
71
691
26
Kota Yogyakarta
8
18
10
260
23
44
121
318
1.526
181
DIY
Sumber: DDA 2012, BPS Provinsi DIY
157
Ketersediaan tenaga kesehatan baik di puskesmas maupun rumah sakit di DIY secara umum sudah baik. Secara kuantitas dari tahun ke tahun, jumlah tenaga kesehatan di DIY meningkat. Halini berperan pada pelayanan kesehatan yang diterima oleh masyarakat yang membutuhkan upaya kesehatan. Sarana pelayanan kesehatan di DIY relatif cukup banyak baik dari segi jumlah maupun jenisnya. Sarana pelayanan kesehatan dasar milik pemerintah (Puskesmas) telah menjangkau keseluruhan Kecamatan yang ada di Kabupaten/kota bahkan jika digabungkan dengan puskesmas pembantu sebagai jaringan pelayannya, telah mampu menjangkau seluruh desa yang ada. Jumlah puskesmas terbanyak adalah di Kabupaten Gunungkidul dengan30 puskesmas disusul oleh Kabupaten Bantul dan Sleman masing-masing 27 dan 25 puskesmas. Sementara untuk Kota Yogyakarta memiliki 18 puskesmas. Dari sejumlah 121 puskesmas tersebut, sebanyak 42 diantaranya telah dikembangkan menjadi puskesmas rawat inap. Seluruh Puskesmas telah dilengkapi dengan jaringan Puskesmas Pembantu, Puskesmas Keliling dan memiliki jaringan kemitraan dengan Desa Siaga di seluruh wilayah.Sementara itu, dokter praktek tercatat sebanyak 1.526 orang. Dengan tersedianya sarana dan prasarana serta petugas medis tersebut diharapkan akan memudahkan pelayanan untuk meningkatkan derajad kesehatan masyarakat. Pada Tahun 2008, DIY memperoleh penghargaan Manggala Bhakti Husada Kartika dari Presiden yaitu sebuah penghargaan atas prestasi sebagai provinsi dengan derajad kesehatan terbaik di Indonesia. Indikator yang dinilai paling peka dan telah disepakati secara nasional sebagai ukuran derajad kesehatan suatu wilayah meliputi : (1) Umur Harapan Hidup, (2) Angka Kematian Ibu, (3) Angka Kematian Bayi, (4) Angka Kematian Balita, dan (5) Status Gizi Balita/Bayi. 4.2.2 Usia Harapan Hidup Secara umum kondisi derajat kesehatan masyarakat DIY termasuk yang paling tinggi di Indonesia. Hal ini tercermin dari fakta bahwa Usia Harapan Hidup di DIY merupakan yang terbaik bersama dengan Bali dan DKI. Dari tahun ke tahun angka Usia Harapan Hidup mengalami peningkatan. Peningkatan usia harapan
158
hidup ini dipengaruhi oleh multifaktor yang dalam hal ini kesehatan menjadi salah satu yang berperan penting didalamnya. Peran kesehatan ditunjukkan dari semakin menurunnya angka kematian, perbaikan sistem pelayanan kesehatan dan perbaikan gizi di masyarakat.Namun, transisi demografi yang ditunjukkan dengan peningkatan jumlah kelompok usia lanjut ini membawa konsekuensi meningkatnya penyakit-penyakit degeneratif di DIY. Penyakit-penyakit degeneratif tersebut dicirikan dengan adanya kebutuhan longterm caresehingga DIY sudah saatnya untuk mulai pengembangan pelayanan jangka panjang tersebut. 80 75 70 65
60 55 50
SP 1971
SP 1980
SP 1990
SP 2000
SP 2010
Laki-Laki
52
60
65
69
72
Perempuan
55
64
69
73
76
Laki-Laki+Perempuan
53
62
67
71
74
Sumber: Profil Dinas Kesehatan DIY, 2011
Gambar 4.1 Angka Harapan Hidup DIY, Sensus Penduduk 1971-2010
159
Jika dirunut sejak tahun 1971, Angka Harapan Hidup DIY telah terjadi peningkatan yang cukup signifikan selama 30 tahun. Gambaran perkembangan tersebut memperlihatkan telah terjadinya transisi demografi di DIY yang sebenarnya telah dimulai pada masa 90-an yang ditunjukkan dengan semakin meningkatnya usia lanjut. 4.2.3 Angka Kematian Ibu Angka Kematian Ibu (AKI) menunjukkan penurunan signifikan selama kurun waktu 30 tahun terakhir. Secara Nasional AKI di DIY menempati salah satu yang terbaik. Namun, angkanya masih relatif tinggi jika dibandingkan dengan AKI berbagai wilayah di Asia Tenggara. Berdasarkan data dari BPS, AKIselamaempat tahun terakhir menunjukkan penurunan yang cukup baik. Pada tahun 2008 AKI di DIY mencapai 104/100.000 kelahiran hidup menurun dari 114/100.000 kelahiran hidup pada tahun 2004. Pada tahun 2011, jumlah kasus kematian ibu yang dilaporkan kabupaten/kota mencapai 56 kasus, meningkat dibandingkan tahun 2010 yang sebanyak 43 kasus. Tabel 4.6 Jumlah Kematian Ibu & Anak Terlaporkan di DIY Tahun 2010-2011 Kematian Kematian Kematian Bayi Kematian Balita Ibu Neonatus (0-11 bulan) (0-59 bulan) (kasus) (0-28 hari) 2010
43
241
346
409
2011
56
311
419
469
Sumber: Profil Dinas Kesehatan DIY, 201
160
4.2.4 Angka Kematian Bayi Sebagaimana gambaran perkembangan angka kematian ibu, angka kematian bayi juga mengalami penurunan yang sangat signifikan jika dibandingkan dengan sebelum tahun 1990. Pola penurunan yang terjadi tersebut dipengaruhi oleh multifaktor. 110 90 70 50
30 10
SP 1971 111
SP 1980 69
SP 1990 47
SP 2000 29
SP 2010 20
Perempuan
93
55
36
21
14
Laki-Laki+Perempuan
102
62
42
25
17
Laki-Laki
Sumber: Profil Dinas Kesehatan DIY, 2011
Gambar 4.2 Angka Kematian Bayi (IMR) per 1000 kelahiran hidup di DIY Sensus Penduduk 1971-2010
161
Hasil Sensus Penduduk tahun 1971-2010yang dilakukan oleh BPS menunjukkan bahwa terjadi penurunan angka kematian bayi yang sangat signifikan dari dari tahun 1971 yang sebanyak 102 bayi per 1000 kelahiran hidup menjadi 17 bayi per 1000 kelahiran hidup pada tahun 2010. 4.2.5 Angka Kematian Balita
per 1.000 kelahiran
Angka kematian balita memiliki kecenderungan penurunan yang cukup baik. Tahun 1971 tercatat tingkat kematian balita mencapai 152/1000 kelahiran hidup. Angka tersebut secara berangsur turun, pada tahun 2002 mencapai 30/1000 kelahiran hidup kemudian pada tahun 2010 mencapai angka 19/1000 kelahiran hidup. Sementara itu pada tahun 2011, laporan kabupaten/kotamenunjukkan terjadi kasus kematian anak balita sebanyak 50 kasus. 160 140 120 100 80 60 40 20 0
152
85 54 30
SP 1971
SP 1980
SP 1990
SP 2000
19
SP 2010
Sumber: Profil Dinas Kesehatan DIY, 2011
Gambar 4.3 Angka Kematian Anak Balita (U5MR) di DIY, Sensus Penduduk 1971-2010
162
4.2.5 Balita Gizi Buruk Dari data yang tersaji, jumlah balita gizi buruk dari tahun 2007 hingga 2011 mengalami penurunan. Tahun 2007 jumlah balita gizi buruk mencapai 1734 balita atau sebesar 0,94% mengalami penurunan hingga tahun 2011 mencapai 1269 balita gizi buruk atau sebesar 0,69%. Namun meskipun mengalami penurunan, pemerintah masih terus berupaya untuk menurunkan jumlah balita gizi buruk tersebut. Salah satu sebab terjadinya balita gizi buruk adalah pola asuh dan pemberian nutrisi yang tidak benar dari orang tua. Banyak orang tua yang tidak mengerti tentang pemberian nutrisi yang benar bagi anakanaknya disamping faktor ekonomi yang menjadi kendala. Untuk itu perlu dilakukan sosialisasi dan penyuluhan bagi masyarakat tentang pola nutrisi yang baik dan benar disamping terus meningkatkan pelayanan dan sarana prasarana kesehatan. 1800
1734 (0,94%)
1600 1399 (0,80%)
1308 (0,70%)
1400
1283 (0,69%)
1200
1269 (0,69%)
1000 2007
2008
2009
2010
Sumber: Profil Dinas kesehatan DIY 2011
Gambar 4.4 Jumlah Balita Gizi Buruk di DIY, 2007-2011
163
2011
4.2.6 Pola Penyakit Di DIY penyakit menular yang selalu masuk dalam sepuluh besar penyakit di Puskesmas adalah ISPA, penyakit saluran nafas (Bronchitis, Asma, Pneumonia), dan diare. Sementara untuk Balita masih didominasi oleh penyakit-penyakit infeksi.
TBC Paru BTA (+)
487
Campak
566
Tersangka TBC Paru Diare Berdarah (Disentri) Tifus Perut Klinis
1.662 2.297 3.899
Pneumonia
6.037
Diabetes Melitus
6.612 32.555
Hipertensi
46.333
Diare
64.995
Influensa 1.000
21.000
41.000
61.000
Sumber: Profil Dinas kesehatan DIY 2011
Gambar 4.5 Distribusi 10 Besar Penyakit pada Puskesmas Kabupaten/Kota di DIY, 2011 (kasus)
164
Pola kunjungan rawat jalan Puskesmas dari tahun ke tahun menunjukkan pola yang hamper sama. Beberapa catatan penting pada kunjungan rawat jalan di Puskesmas adalah munculnya berbagai penyakit tidak menular yang semakin tinggi. Hipertensi dan Diabetes Melitus merupakan dua diantara beberapa penyakit yang memperlihatkan peningkatan signifikan dalam beberapa tahun terakhir.
Skizofrenia, Gangguan Skizotipal, Psikotik Akut dan… Faringitis Akut Penyakit Pulpa dan Periapikal
8.285 9.852 10.087
Cedera YDT lainnya, YTT dan daerah badan multiple
12.370
Dermatosis Akibat Kerja
12.615
Hipertensi Esensial (Primer)
13.394
Dispepsia
13.585 18.741
Diare dan Gastroenteritis oleh penyebab infeksi…
24.890
Demam yg Sebabnya tdk diketahui
44.961
Infeksi Saluran Nafas Bagian Atas Akut Lainnya 5.000
15.000
25.000
35.000
45.000
Sumber: Profil Dinas kesehatan DIY 2011
Gambar 4.6 10 Besar Penyakit Rawat Jalan Rumah Sakit di DIY, 2011 (kasusu)
165
Pada tahun 2011 diketahui bahwa kunjungan rawat jalan di rumah sakit masih didominasi oleh penyakit infeksi saluran pernafasan dan diikuti oleh demam. Pola penyakit rawat jalan di puskesmas maupun rumah sakit tidak jauh berbeda pada tahun-tahun sebelumnya, dimana penyakit-penyakit infeksi masih merupakan sepuluh besar penyakit yang dominan di DIY.
Demam yg Sebabnya tdk diketahui
2.819
Demam Tifoid dan Paratifoit
2.860
Dispepsia
3.050
Kecelakaan Angkutan Darat
3.120
Fraktur Tulang Anggota Gerak Lainnya
3.128
Penyakit Jantung Iskemik Lainnya
3.184
Cedera Intrakranial
3.516
Infark Serebral
3.553
Hipertensi Esensial (Primer)
3.597 11.536
Diare dan Gastroenteritis oleh penyebab infeksi… 1.000
4.000
7.000
10.000
Sumber: Profil Dinas kesehatan DIY 2011
Gambar 4.7 10 Besar Penyakit Rawat Inap di Rumah Sakit di DIY, 2011 (kasus)
166
Penyakit-penyakit infeksi, seperti diare masih mendominasi sepuluh besar penyakit rawat inap di rumah sakit pada tahun 2011. Menarik bahwa pada banyak kasus kunjungan, penyakit Hipertensi telah menjadi penyakit paling dominan kedua bagi kelompok keluarga di DIY. Pola Penyakit Menular Penyakit–penyakit yang sudah mengalami penurunan seperti tuberkulosa paru dan malaria, masih memiliki potensi untuk meningkat kembali (re-emerging) mengingat kondisi perilaku dan lingkungan (fisik, ekonomi, sosial, budaya) masyarakat yang kurang mendukung. Kondisi tersebut tergambar dari masih belum tereliminasinya penyakit tersebut dan masih tingginya faktor risiko baik perilaku maupun lingkungn di masyarakat. Di sisi lain penyakit endemis seperti DBD sampai saat ini masih tetap menjadi ancaman. Pola Penyakit Tidak Menular Seiring dengan peningkatan status ekonomi, perubahan gaya hidup dan efek samping modernisasi, maka problem penyakit tidak menular pun cenderung meningkat. Beberapa penyakit tersebut diantaranya adalah Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah (kardiovaskuler), Diabetes Mellitus, Kanker, Gangguan Jiwa. Sejak tahun 1997, pola kematian yang tercatat di rumah sakit–rumah sakit di DIY menunjukkan pergeseran,jenis penyakit penyebab kematian terbanyak dari semula penyakit-penyakit menular menjadi kematian akibat penyakit yang masuk dalam kategori penyakit tidak menular. Pola Kematian Akibat Penyakit Penyakit jantung dan stroke dalam sepuluh tahun terakhir selalu masuk dalam 10 penyakit penyebab kematian tertinggi. Analisis tiga tahun terakhir dari data di seluruh rumah sakit di DIY menunjukkan, penyakit-penyakit kardiovaskuler seperti jantung, stroke, hipertensi atau dikenal sebagai penyakit CVD (cardiovasculer disease) menempati urutan paling tinggi penyebab kematian.
167
Sampai dengan tahun 2009 menunjukkan bahwa dominasi kematian akibat penyakit tidak menular sudah mencapai lebih dari 80% kematian akibat penyakit yang ada di DIY (hospital based). CVD tidak hanya menempati urutan tertinggi penyebab kematian, tetapi jumlah kematiannya dari tahun ke tahun juga semakin meningkat.
165
Hipertensi Esensial (Primer)
182
Infark Miokard Akut
205
Diare dan Gastroenteritis oleh penyebab infeksi tertentu…
214
Diabetes Melitus YTT Penyakit Jantung Iskemik Lainnya
233
Cedera Intrakranial
237 253
Gagal Jantung
277
Stroke tak Menyebut Pendarahan atau Infark
328
Infark Serebral
468
Septisima 0
100
200
300
400
Sumber: Profil Dinas kesehatan DIY 2011
Gambar 4.8 10 Besar Penyebab kematian di Rumah Sakit di DIY, 2011 (kasus)
168
500
4.2.7 Pembangunan Kesehatan Program Jamkesta Sesuai dengan amanah UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, dan UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pancasila dan Undang-Undang DasarNegara Republik Indonesia Tahun 1945. Selain itu setiap kegiatan dalam upaya untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang dilaksanakan berdasarkan prinsip non diskriminatif, partisipatif, dan berkelanjutan dalam rangka pembentukan sumber daya manusia Indonesia, serta peningkatan ketahanan dan daya saing bangsa bagi pembangunan nasional. Berkenaan dengan hal tersebut Pemprov DIY sedang menyiapkan sistem jaminan kesehatan semesta (Jamkesta) yang bisa mencakup semua warga tanpa kecuali. Guna merealisasikan Jamkesta, maka jaminan kesehatan yang selama ini sudah berjalan, baik Jamkesos maupun Jamkesda akan diintegrasikan. Sedang warga yang belum memiliki jaminan kesehatan akan dicakup dengan sistem premi. Pada tahap awal sasaran peserta Jamkesta adalah warga DIY yang belum terkaver Jamkesos, Jamkesda maupun asuransi mandiri. Ke depan akan dikembangkan lagi, warga yang sudah punya jaminan bisa jadi peserta. Dengan adanya program ini bukan berarti Jamkesda yang sudah dilaksanakan kabupaten/kota dihapus, tetapi akan diintegrasikan. Jamkesda yang telah ada didorong untuk dikembangkan dengan paket pelayanan yang sama untuk seluruh Kabupaten/Kota. Jadi nanti tidak membedakan. Warga Bantul, Kota maupun Sleman semua dapat pelayanan sama.
169
4.3 Kemiskinan Kemiskinan di DIY merupakan kasus yang unik. Meskipun tingkat kemiskinan DIY cenderung mengalami penurunan tetapi secara nasional masih tergolong tinggi. Tingkat kemiskinan di DIY menurut data BPS (2010) merupakan yang “tertinggi” di Pulau Jawa.Tingkat kemiskinan DIY tersebut berbanding terbalik dengan capaian angka IPM dan tingkat kesejahteraan masyarakat DIY yang tercatat baik di tingkat nasional. Hal ini menjadi perhatian khusus pemerintah daerah untuk mengidentifikasi persoalan kemiskinan di DIY dan berupaya untuk menangani masalah tersebut dengan terapi yang sesuai. Tabel 4.7 Perbandingan Persentase Kemiskinan DIY dengan Nasional dan Provinsi Lain di Jawa, 2010 Provinsi
Persentase Kemiskinan
DIY
16,10
Jateng
15,80
Jatim
14,20
NASIONAL
12,36
Jabar
10,70
Banten
6,30
DKI Jakarta
3,75
Sumber: BPS Provinsi DIY
170
Jumlah penduduk miskin DIY selama periode 2005-2012 cenderung mengalami penurunan. Pada Maret 2005 jumlah penduduk miskin DIY tercatat sebanyak 625,80 ribu orang (18,95%) mengalami penurunan pada Maret 2012 menjadi sebanyak 565,32 juta orang (16,05%). Sementara itu, jumlah penduduk miskin DIY dari posisi Maret 2012 tersebut mengalami penurunan sebanyak 3,21 ribu orang menjadi 562,11 ribu orang (15,88%) pada September 2012.
Jumlah Penduduk Miskin di DIY (ribu orang) 650,00
648,70 625,80
633,50
616,28 585,78
600,00
577,30
(Sept-11) (Sept-12) 564,23 562,11 560,88
550,00
565,32
500,00 Mar-05
Mar-06
Mar-07
Mar-08
Mar-09
Mar-10
Sumber: BPS Provinsi DIY
Gambar 2.9 Jumlah Penduduk Miskin DIY, 2005-2012
171
Mar-11
Mar-12
Persentase Tingkat Kemiskinan di DIY (%) 25 16,14 15,88 (Sept-11) (Sept-12)
20 15 18,95
19,15
18,99
18,32
17,23
16,83
16,08
16,05
Mar-09
Mar-10
Mar-11
Mar-12
10 5 0 Mar-05
Mar-06
Mar-07
Mar-08
Sumber: BPS Provinsi DIY
Gambar 2.10 Persentase Tingkat Kemiskinan DIY, 2005-2012 Pemerintah Daerah DIY terus berupaya untuk mengatasi masalah kemiskinan. Namun upaya menurunkan kemiskinan tidak hanya sebatas mengurangi jumlah dan persentase penduduk miskin tetapi juga mencakup penurunan tingkat kedalaman dan keparahan dari kemiskinan.
172
4 3,52
3,47 2,89
2,85
3
2,51
2,48
2
1,14
1,04 0,73
1
0 Mar-09
Sep-09
Mar-10
Sep-10
P1
0,65
0,59
Mar-11
Sep-11
0,75
Mar-12
Sep-12
P2
Sumber:BPS Provinsi DIY
Gambar 4.11 Perkembangan Indeks Kedalaman (P1) & Indeks Keparahan (P2) di DIY (%), 2009-2012 Indeks kedalaman kemiskinan (P1) dan indeks keparahan kemiskinan (P2) di DIY selama periode 20092012 cenderung mengalami penurunan. Pada Maret 2009 P1 tercatat sebesar 3,52% menurun sampai dengan posisi September 2011 menjadi 2,48% kemudian pada Maret 2012 mengalami kenaikkan menjadi 3,47% dan turun kembali menjadi 2,89% pada September 2012. Demikian halnya dengan indeks keparahan kemiskinan DIY dari 1,04% pada periode Maret 2009 turun menjadi 0,59% pada periode September 2011 kemudian meningkat menjadi 1,14% pada Maret 2012 dan turun menjadi 0,75% pada
173
September 2012.Penurunan nilai kedua indeks tersebut mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin cenderung semakin mendekati garis kemiskinan dan ketimpangan pengeluaran penduduk miskin mengalami penurunan. Kemiskinan menurut Kabupaten/Kota di DIY Pada tahun 2011 garis kemiskinan tertinggi berada di Kota Yogyakarta yaitu sebesar 314.311 rupiah. Artinya setiap penduduk Kota Yogyakarta dengan nilai pengeluaran di bawah 314.311 rupiah selama sebulan pada tahun 2011 termasuk dalam kategori penduduk miskin. Apabila dibandingkan dengan tahun sebelumnya, garis kemiskinan tersebut mengalami kenaikan sebesar 8,28%. Angka tersebut melampaui angka inflasi Kota Yogyakarta yang mencapai 6,24% (Juli 2010-September 2011). Meskipun demikian, jumlah penduduk miskin justru berkurang 0,24% karena perbaikan perekonomian daerah yang berdampak pada perbaikan pendapatan masyarakat Kota Yogyakarta. Indikator ekonomi yang meningkat antara lain: laju pertumbuhan ekonomi mencapai 5,65%; tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) meningkat 1,88 poin dibanding tahun 2010; tingkat pengangguran terbuka (TPT) menurun dari 7,41% pada tahun 2010 menjadi 5,57% pada tahun 2011. Sebaliknya, garis kemiskinan terendah di Kabupaten Gunungkidul (220.479 rupiah), meningkat 8,15% dibanding garis kemiskinan tahun 2010. Akibat kenaikan tersebut, jumlah penduduk miskin di Kabupaten Gunungkidul meningkat sebesar 8,15%.Meskipun laju pertumbuhan ekonomi meningkat dari 4,15% pada tahun 2010 menjadi 4,33% pada tahun 2011, namun indikator perekonomian daerah yang lain relatif tidak mendukung adanya kenaikan pendapatan masyarakat. TPAK penduduk Gunungkidul menurun 4,28 poin, TPT menurun 2,07 poin namun tingkat pengangguran terselubung meningkat 5,85 poin, dari 36,80% pada tahun 2010 menjadi 42,65% pada tahun 2011. Di samping itu, ketimpangan pendapatan penduduk Gunungkidul semakin meningkat.
174
Berdasarkan data dari BPS, perkembangan jumlah penduduk miskin dan garis kemiskinan menurut kabupaten/kota di DIY tahun 2010-2011 dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 4.8 Jumlah Penduduk Miskin & Garis Kemiskinanmenurut Kabupaten/Kota di DIY, 2010-2011 Juli 2010 Penduduk Miskin
September 2011
Jumlah (000)
%
Garis Kemiskinan (Rp/Kap/bulan)
Kulon Progo
90,06
23,15
Bantul
146,89
16,09
Gunungkidul
148,73
Sleman Kota Yogyakarta
Kabupaten/Kota
DIY
Penduduk Miskin %
225.059
Jumlah (000) 92,76
Garis Kemiskinan (Rp/Kap/bulan)
23,62
240.301
245.626
159,38
17,28
264.546
22,05
203.873
157,09
23,03
220.479
117,02
10,70
247.688
117,32
10,61
267.107
37,83
9,75
290.286
37,74
9,62
314.311
540,54
15,63
234.282
564,30
16,14
257.909
Sumber: BPS Provinsi DIY, 2012
Pada 2011, jumlah penduduk miskin di DIY mengalami peningkatan dibanding kondisi 2010, yaitu dari 540,54 ribu jiwa (15,63%) pada 2010 menjadi 564,30 ribu jiwa (16,14%) pada 2011. Kenaikan penduduk miskin sebesar 4,40% ini terutama disebabkan oleh penambahan penduduk miskin di Bantul sebanyak 12.488 jiwa (8,50%). Peningkatan jumlah penduduk miskin di Bantul tidak lepas dari naiknya garis kemiskinan sekitar 7,70% yang tidak dapat diatasi oleh laju pertumbuhan ekonomi sebesar 5,27%, karena hanya didorong oleh 8 sektor selain pertanian. Sektor pertanian justru mengalami kontraksi karena penurunan produksi akibat penurunan luas panen sebagai dampak banjir lahar dingin erupsi Gunung Merapi yang melalui Sungai Code sampai ke wilayah Kabupaten Bantul. Di samping itu, tumpahan
175
material vulkanik yang mengalir ke Sungai Code, Opak, Gajah Wong dan Winongomengakibatkan ratusan ribu ikan yang dibudidayakan petani Bantul mati massal. Hal itu menyebabkan turunnya pendapatan sebagian besar petani Bantul sehingga banyak penduduk yang jatuh di bawah garis kemiskinan. Di samping itu, tingkat ketimpangan pendapatan penduduk Bantul semakin lebar, yakni koefisien Gini mengalami kenaikan dari 0,2469 pada tahun 2010 menjadi 0,2488 pada tahun 2011. Demikian pula TPAK Kabupaten Bantul mengalami penurunan dari 70,15% pada tahun 2010 menjadi 68,83% pada tahun 2011. 25
23,15
23,62
20
22,05 16,09
23,03
17,28
15
10,70
10,61
9,75
9,62
10 5 0 Kulon Progo
Bantul
Gunungkidul
2010
Sleman
Kota Yogyakarta
2011
Sumber: BPS Provinsi DIY
Gambar 4.12 Persentase Penduduk Miskin menurut Kabupaten/Kota di DIY, 2010-2011
176
Persentase penduduk miskin pada tahun 2011 terbesar tercatat di Kabupaten Kulon Progo, yakni 23,62% diikuti Kabupaten Gunungkidul yang mencapai 23,03%. Sementara itu, persentase penduduk miskin terkecil ada di Kota Yogyakarta sebesar 9,62%. Tingginya persentase penduduk miskin di Kulon Progo dan Gunungkidul menunjukkan bahwa jumlah penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan hampir mencapai 25% dari jumlah penduduk di masing-masing wilayah. Hal itu dapat terjadi karena wilayahnya terpencil secara geografis, sumber daya yang rendah, curah hujan yang rendah, dan kondisi iklim yang tidak ramah. Kondisi geografis yang kurang mendukung dapat menjadi kendalapengentasan penduduk miskin karena kesulitan akses ke pusat pemerintahan (kabupaten atau provinsi) berbanding lurus dengan pemenuhan kebutuhan pangan dan non pangan masyarakat. Keterbatasan sumber daya alam dan manusia berakibat pada keterbatasan perolehan pendapatan yang merupakan modal dalam pemenuhan kebutuhan dasar untuk hidup. Curah hujan yang rendah dan kondisi iklim yang tidak ramah menjadi kendala utama dalam upaya peningkatan produktivitas yang pada gilirannya akan menghambat perolehan pendapatan masyarakat pula. Program Pengentasan Penduduk Miskin di DIY Penanggulangan kemiskinan di DIY dilaksanakan dengan memperhatikan kelompok rumah tangga yang secara sosial ekonomi terbagi dalam beberapa kelas sosial. Kelompok rumah tangga yang tercakup dalam kelas sosial tidak miskin menjadi sasaran program penguatan ekonomi dan program tidak langsung lainnya. Pada kelompok rumah tangga yang rentan miskin, hampir miskin, dan GK2 diupayakan untuk peningkatan pendapatan dan taraf hidup melalui usaha dan bekerja sama untuk mencapai keberdayaan dan kemandiriannya.
177
Tujuan: membuka akses pemodalan bagi pelaku usaha mikro dan kecil
Tidak Miskin
Program penguatan ekonomi Program tidak langsung lainnya Tujuan: Meningkatkan pendapatan dan taraf hidup masyarakat melalui usaha dan bekerja bersama untuk mencapai keberdayaan dan kemandiriannya
Rentan Miskin
Program pemberdayaan masyarakat UEDSP, BKD, UKM, Desa Prima, UPPKS, PNPM Mandiri Pedesaan, TMMD, Bulan Bhakti Gotong-royong Masyarakat, RPJMDes, PKM, PKK, P2WKSS, KUBE, BOSDA, PKH, Bea siswa miskin
Hampir Miskin
GK 2
Tujuan: mengurangi beban pengeluaran keluarga miskin Program Utama : Raskin, Jamkesmas, Program Lainnya : bantuan sosial utk penyandang cacat, lansia,dsb
GK 1
Gambar 4.13 Skema Penanggulangan Kemiskinan di DIY Program-program pemberdayaan masyarakat yang diberikan antara lain: Usaha Ekonomi Desa Simpan Pinjam (UED-SP), Bantuan Keuangan Desa (BKD), Usaha Kecil dan Menengah (UKM), Model Desa Perempuan Indonesia Maju Mandiri (Desa Prima), Upaya Peningkatan Pendapatan Keluarga Sejahtera
178
(UPPKS), Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Pedesaan, TNI Manunggal Masuk Desa (TMMD), Bulan Bhakti Gotong-royong Masyarakat, (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDes), Pengembangan Keuangan Mikro (PKM), PKK, Peningkatan Peranan Wanita Menuju Keluarga Sehat dan Sejahtera (P2WKSS), Kelompok Usaha Bersama (KUBE), Bantuan Operasional Sekolah (BOSDA), Program Keluarga Harapan (PKH), Beasiswa miskin. Rumah tangga miskin yang berada pada GK 1 dan GK2 akan diintervensi dengan program utama Jaminan Kesehatan Semesta (jamkesmas) dan program Beras Miskin (raskin), serta bantuan lainnya seperti bantuan sosial untuk penyandang cacat, lanjut usia (lansia), dan sebagainya. Lebih lanjut, untuk rumah tangga pada GK 2 yang berusia produktif akan mendapat tambahan intervensi program pemberdayaan ekonomi produktif yang bertujuan untuk meningkatkan pendapatan. 4.4 Ketenagakerjaan Sasaran yang ingin dicapai dalam pembangunan di bidang ketenagakerjaan adalah memperluas kesempatan kerja sehingga setiap penduduk mempunyai peluang untuk meningkatkan kesejateraannya.Tenaga kerja merupakan salah satu faktor produksi yang penting dalam rangka memacu pertumbuhan ekonomi suatu wilayah. Tenaga kerja yang berkualitas adalah tenaga kerja yang dilengkapi dengan pengetahuan dan keahlian melalui pendidikan, pelatihan, dan magang/pengalaman. Tenaga kerja seperti inilah merupakan modal manusia (human capital) yang sangat diperlukan oleh dunia usaha dalam upaya meningkatkan produktivitas, yang menjadi pemicu pertumbuhan ekonomi.
179
Berdasarkan data BPS, penduduk usia kerja (15 tahun ke atas) terbagi menjadi angkatan kerja dan bukan angkatan kerja. Angkatan kerja DIY yang bekerja pada tahun 2012 tercatat sebanyak 1.867.708 orang meningkat dari tahun 2011 yang sebanyak 1.798.595 orang. Sementara jumlah pengangguran tahun 2012 tercatat sebesar 77.150 orang mengalami kenaikkan dari tahun 2011 yang tercatat sejumlah 74.317 orang. Tabel 4.9 Struktur Ketenagakerjaan DIY, 2009-2012 (Agustus) Kegiatan 2009 2010 2011
2012
Penduduk Usia 15+ (orang)
2.871.719
2.698.134
2.723.629
2.745.072
a. Angkatan Kerja (orang)
2.016.694
1.882.296
1.872.912
1.944.858
1.895.648
1.775.148
1.798.595
1.867.708
121.046
107.148
74.317
77.150
855.025
815.838
850.717
800.214
Bekerja (orang) Pengangguran (orang) b. Bukan Angkatan Kerja (orang) Sumber: BPS Provinsi DIY, 2009-2012
Perbandingan antar jumlah angkatan kerja dengan kesempatan kerja yang ada di DIY selama kurun waktu 2008-2012 menunjukkan bahwa tidak terjadi keseimbangan dimana jumlah angkatan kerja lebih besar dari jumlah kesempatan kerja yang ada. Hal ini menyebabkan munculnya pengangguran karena ada sejumlah penduduk usia kerja yang tidak tertampung dalam lapangan kerja yang tersedia.
180
2.200.000
2.000.000
1.800.000
1.600.000 Angkatan Kerja
2008 1.999.734
2009 2.016.694
2010 1.882.296
2011 1.872.912
2012 1.944.858
Kesempatan Kerja
1.892.205
1.895.648
1.775.148
1.798.595
1.867.708
Sumber: SIPD DIY, 2012
Gambar 4.14 Perkembangan Angkatan Kerja & Kesempatan Kerja di DIY, 2008-2012 (Orang) Ketersediaan angkatan kerja di antara penduduk usia kerja di DIY ditunjukkan oleh Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK). TPAK menunjukkan kemampuan penduduk dalam beraktivitas ekonomi karena mencakup jumlah penduduk yang bekerja dan penduduk yang berupaya untuk memperoleh pekerjaan. Pada tahun 2011 TPAK DIY sebesar 68,77% naik menjadi 70,85% pada tahun 2012.
181
70,85
71,1 70,23 70,2
69,76
69,3
68,77
68,4
67,5 2009
2010
2011
2012
TPAK
Sumber: BPS Provinsi DIY, 2011
Gambar 4.15 Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja DIY, 2009-2012 (%) Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) menunjukkan bagian tenaga kerja yang tidak bekerja, dalam arti sedang mencari pekerjaan, mempersiapkan usaha, sudah mendapatkan pekerjaan tetapi belum mulai bekerja, atau mereka yang merasa tidak mungkin mendapat pekerjaan. Keempat kategori angkatan kerja tersebut disebut sebagai penganggur. TPT dihitung dari penduduk usia produktif di atas 15 tahun yang memang belum memiliki pekerjaan. Penurunan TPT berdasarkan data terakhir Agustus 2012 hanya 3,97%, turun dibanding Februari 2012 sebesar 4,09%. Namun bila dibanding periode yang sama tahun lalu posisinya masih sama di angka
182
3,97%. Dibanding nasional yang mencapai angka 6,14%, tingkat pengangguran di DIY dinilai masih rendah. Sejak tahun 2009 fluktuasi TPT DIY berkisar antar 4-6% dan berada di bawah TPT nasional. 8,14
7,87
8,00 6,00
6,00
7,41 6,02
6,00
7,14
5,69
6,80
6,56
6,32
6,10
3,97
4,09
3,97
Agust-11
Feb-12
Agust-12
5,47
4,00
2,00 Feb-09
Agust-09
Feb-10
Agust-10 DIY
Feb-11
Nasional
Sumber: BPS Provinsi DIY, 2012
Gambar 4.16 Perkembangan Tingkat Pengangguran Terbuka DIY & Nasional, 2009-2012 (%) Pada tahun 2012 TPT tertinggi terjadi di Kabupaten Sleman sebesar 5,42% sedangkan TPT terendah di Kabupaten Gunungkidul 1,92%. Sementara itu, TPT Kota Yogyakarta sebesar 5,03%, Kabupaten Kulonprogo sebesar 3,91%, dan Kabupaten Bantul sebesar 3,60%. Jika dibandingkan dengan tahun 2011
183
maka TPT Kabupaten Kulon Progo dan Sleman mengalami kenaikkan sedangkan TPT Kabupaten Bantul, Gunungkidul, dan Kota Yogyakarta mengalami penurunan. TPT di daerah perkotaan DIY sekitar 4,53% dan di perdesaan 2,99%. Hal ini terjadi karena kecenderungan di daerah rural (Gunungkidul tingkat pengangguranya rendah sedangkan Sleman dan Kota Yogyakarta tinggi) kebanyakan masyarakat bekerja di sektor pertanian, meski sektor ini tidak produktif. Sementara itu, di perkotaanmasyarakat bekerja di luar sektor pertanian sehingga jika tidak ada pekerjaan maka orang akan menganggur atau benar-benar tidak bekerja. 5,03
Yogyakarta
5,42 5,25
Sleman 1,92 1,97
Gunungkidul
3,60 3,80
Bantul Kulon Progo 0,00
5,57
2,56 1,00
2,00
3,00 Agust-12
Sumber: BPS Provinsi DIY, 2012
3,91 4,00
5,00
6,00
Agust-11
Gambar 4.17 Perkembangan Tingkat Pengangguran Terbuka menurut Kabupaten/Kota di DIY Agustus 2011-2012 (%)
184