BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah Akuntansi pemerintahan dan pengelolaan keuangan negara di Indonesia awalnya hanya didasarkan pada Undang-Undang Dasar Tahun 1945 Pasal 23. Kemudian dalam perjalanannya sejak tahun 1945 hingga saat ini telah mengalami banyak perubahan, tidak terkecuali dalam peraturan dan regulasi yang digunakan sebagai acuan dasar dalam pengelolaan keuangan negara. Sebelumnya, kegiatan pengelolaan keuangan negara hanya dilakukan dan menjadi tanggung jawab dari pemerintah pusat. Namun setelah adanya desentralisasi dan otonomi daerah, pemerintah daerah diberikan sebagian wewenang untuk melakukan pengelolaan keuangan daerahnya secara mandiri. Hal tersebut dilakukan terkait dengan dikeluarkannya UndangUndang No.5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah, Peraturan
Pemerintah
No.5
Tahun
1975
tentang
Pengurusan,
Pertanggungjawaban, dan Pengawasan Keuangan Daerah, dan Peraturan Pemerintah No.6 Tahun 1975 tentang Cara Penyususnan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Dasar-dasar itulah yang kemudian digunakan sebagai regulasi/acuan utama dalam pengelolaan keuangan daerah pada tahun 1974 sampai dengan tahun 1999.
1
Untuk meningkatkan dan memperkuat kedudukan Pemerintah Daerah sebagai pengelola keuangan daerah dikeluarkanlah UU No.22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah, UU No.25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, dan Peraturan Pemerintah Nomor 105 Tahun 2000 tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah. Peraturan dan UU tersebut digunakan sebagai acuan utama dalam pelaksanaan akuntansi keuangan daerah pada tahun 2000 sampai dengan tahun 2005. Reformasi pengelolaan keuangan negara masih terus diupayakan dan dilakukan secara berkelanjutan oleh pemerintah demi tercapainya pengelolaan keuangan daerah dan akuntansi keuangan daerah yang lebih baik di lingkup pemerintahan. Hal tersebut dibuktikan dengan dikeluarkannya PP No.24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan dan PP No.58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah. Kedua Peraturan Pemerintah tersebut kemudian dijadikan acuan utama dalam akuntansi keuangan daearah pada tahun 2005 sampai dengan tahun 2010 dan juga merupakan penjabaran dari UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, UU No.1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, dan UU Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. UU No.32 Tahun 2004 yang merupakan revisi dari UU No.22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah menegaskan wewenang pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan berdasarkan asas
2
otonomi. Sebagai implikasinya adalah meningkatnya peran pemerintah daerah dalam penyediaan layanan publik dan pencapaian tujuan-tujuan pembangunan nasional menjadi besar. Oleh karena itu, dibutuhkan adanya sistem pemantauan, evaluasi, dan pengukuran kinerja yang sistematis untuk mengukur kemajuan yang dicapai pemerintah daerah. Selain itu, UU No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah mewajibkan tiap Kepala Daerah yaitu Gubernur/Bupati/Walikota untuk memberikan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) kepada Pemerintah Pusat. Hal ini dimaksudkan agar tujuan yang ada dalam UndangUndang No.17 pasal 3 ayat (1) Tahun 2003 tentang Keuangan Negara yang mengharuskan keuangan negara dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan,
efisiensi,
efektif,
ekonomis,
transparan
dan
bertanggung jawab dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan dapat semakin diwujudkan. Dalam penyusunan LKPD tentunya terdapat banyak masalah yang berkaitan dengan pengelolaan keuangan daerah, sehingga perlu dilakukannya audit yang baik untuk mengurangi tingkat kecurangan/fraud. UU No.15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara menyatakan bahwa pemeriksaan adalah proses identifikasi masalah, analisis, dan evaluasi yang dilakukan secara independen, obyektif, dan profesional berdasarkan standar pemeriksaan untuk menilai kebenaran, kecermatan, kredibilitas, dan keandalan informasi mengenai pengelolaan, pertanggungjawaban keuangan negara, dan sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan yang berlaku.
3
UU No.1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara menjelaskan tentang ketentuan mengenai pengakuan dan pengukuran pendapatan dan belanja berbasis akrual. UU tersebut dilaksanakan selambat-lambatnya pada Tahun Anggaran 2008. Selama pengakuan dan pengukuran pendapatan dan belanja berbasis akrual belum dilaksanakan, maka pengakuan dan pengkuran tentang pendapatan dan belanja menggunakan basis kas. Oleh karena itu, tahun 2005 hingga tahun 2008 merupakan masa pelaporan keuangan pemerintah dengan menggunkana metode berbasis kas menuju akrual. Standar akuntansi berbasis akrual ditetapkan pada tahun 2010 dengan dikeluarkannya
PP
No.71
tahun
2010
tentang
Standar
Akuntansi
Pemerintahan pengganti PP No.24 tahun 2005, dengan batas akhir persiapan penerapan SAP berbasis akrual adalah lima tahun sejak ditetapkannya SAP terbaru yaitu sampai dengan tahun 2014. PP tersebut digunakan untuk mengatur perubahan akuntansi pemerintahan dari basis kas menuju akrual menjadi basis akrual, sehingga sejak tahun 2010 sampai dengan tahun 2014 disebut sebagai masa transisi basis akuntansi di lingkup pemerintahan. Berdasarkan Instruksi Presisiden No.4 Tahun 2011, PP No.71 Tahun 2010 diharapkan dapat mendorong perwujudan pengelolaan keuangan negara yang efektif, transparan, dan akuntabel, mendorong percepatan penyelenggaraan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP), serta mengintensifkan peran Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) di lingkungan pemerintah. Jika penerapan akuntansi berbasis kas menuju akrual masih banyak menghadapi hambatan, apalagi dengan penerapan akuntansi berbasis akrual.
4
Hambatan tersebut diantaranya adalah sistem akuntansi dan IT based, sistem komitmen dari pemimpin, ketersediaan sumber daya manusia yang berkompeten, dan kesiapan terhadap perubahan. Menurut Ritonga (2015), terdapat beberapa faktor yang menentukan keberhasilan dalam menerapkan akuntansi basis akrual di pemerintah daerah, yaitu kemampuan SDM, komitmen dan kemauan dari pemimpin, infrastruktur, dan oraganisasi dan koordinasi. Namun upaya pemerintah untuk menerapkan akuntansi berbasis akrual di lingkup pemerintahan dalam penyusunan laporan keuangan masih terus dilaksanakan hingga saat ini. Salah satunya adalah dengan memberikan sosialisasi kepada entitas akuntansi dari Pemerintah Daerah dalam hal ini yaitu level Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) tentang penerapan SAP metode basis akrual. Hal tersebut dilakukan untuk menjelaskan perbedaan dan mempersiapkan perubahan dasar akuntansi yang digunakan pemerintah yaitu dari akuntansi basis kas menuju akrual menjadi akuntansi basis akrual. Dengan ditetapkannya PP No.71 Tahun 2010 maka pemerintah mempunyai kewajiban untuk dapat segera menerapkan SAP berbasis akrual dalam pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara/daerah yang harus dilaksanakan selambat-lambatnya tahun 2014. Ritonga & Suhartono (2012) dalam bukunya menyatakan bahwa SAP dinyatakan dalam bentuk Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan. Oleh karena itu, penyusunan SAP berbasis akrual dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu: 1.
Menyusun Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) berbasis akrual seluruhnya dari awal.
5
2.
Menyesuaikan PSAP berbasis kas menuju akrual (PP No.24 Tahun 2005) menjadi PSAP berbasis akrual. Penerapan SAP berbasis akrual dalam penyusunan LKPD dilakukan
mulai dari pelaku akuntansi pada entitas akuntansi (level SKPD) selaku pengguna anggaran sampai dengan pelaku akuntansi pada entitas pelaporan (level Pemerintah Daerah) selaku pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan daerah. LKPD kemudian diserahkan kepada BPK paling lambat tiga bulan setelah tahun anggaran berakhir. Hal tersebut dilakukan terkait dengan peran BPK selaku pengendali ekstern pemerintah untuk melakukan pemeriksaan terhadap LKPD dan memberikan opini dari LKPD tersebut. Keterlibatan BPK dalam mengaudit LKPD menjadi salah satu tolak ukur prestasi dan upaya pemerintah daerah dalam menciptakan pemerintahan yang bersih, akuntabel, profesional, dan transparan. Keberhasilan penerapan SAP basis akrual dalam penyusunan laporan keuangan pemerintah sangat diperlukan dan merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan pemerintah. Oleh karena itu, diperlukan banyak penelitian terhadap penerapan akuntansi basis akrual di lingkup pemerintahan terkait dengan PP No.71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan. Beberapa penelitian terdahulu dengan topik PP No.71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan basis akrual telah banyak dilakukan, diantaranya: 1.
Hartatianti (2013), meneliti tentang faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pengungkapan laporan keuangan pada provinsi di Indonesia.
6
Hasilnya menunjukkan bahwa pengungkapan yang dilakukan pemerintah provinsi telah sesuai dengan PP No.71 Tahun 2010. 2.
Adventana (2013), meneliti tentang faktor-faktor yang mempengaruhi Pemerintah Provinsi DIY dalam implementasi SAP berbasis akrual menurut PP No.71 Tahun 2010. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel/faktor-faktor yang ditentukan berpengaruh dalam implementasi SAP basis akrual di Pemerintah Provinsi DIY.
3.
Kusuma
(2013),
meneliti
tentang
kesiapan
pemerintah
dalam
menerapkan SAP basis akrual studi kasus pada Pemerintah Kabupaten Jember. Hasilnya menunjukkan bahwa kesiapan Pemda Kabupaten Jember dilihat dari parameter integritas komitmen adalah siap, sedangkan dari parameter SDM, sarana dan prasarana, dan sistem informasi adalah cukup siap. 4.
Lelono (2014), meneliti tentang pemahaman akuntansi berbasis akrual pada penyusunan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah studi kasus pada SKPD di lingkungan Pemerintah Kota Salatiga. Hasilnya menunjukkan bahwa terdapat perbedaan tingkat pemahaman dalam penyusunan laporan keuangan berbasis akrual yang dilihat dari faktor pendidikan, pelatihan, dan pengalaman kerja. Dengan dikeluarkannya PP No.71 Tahun tentang SAP yang digunakan
sebagai acuan dalam pengelolaan keuangan daerah, Pemerintahan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta juga akan turut serta dalam menerapkan akuntansi basis akrual sesuai dengan SAP terbaru. Penerapan akuntansi basis
7
akrual dimulai dari kelima kabupaten yang berada di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, kelima kabupaten tersebut terdiri dari Kota Yogyakarta, Kabupaten Bantul, Kabupaten Kulonprogo, Kabupaten Sleman, dan Kabupaten Gunungkidul. Setiap Pemerintahan Daerah/Kabupaten yang berada
di
Provinsi
pertanggungjawaban
Daerah Istimewa terhadap
Yogyakarta
pengelolaan
keuangan
akan melakukan daerah
secara
otonom/mandiri yang diimplementasikan melalui LKPD yang dihasilkan dari tiap kabupatennya. Sebelum LKPD dari tiap kabupaten diserahkan kepada DPRD/Pemerintah Provinsi sebagai rancangan peraturan daerah tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD, LKPD tersebut akan diserahkan terlebih dahulu kepada BPK untuk dilakukan audit. Selain itu, BPK juga akan memberikan rekomendasi dan opini atas LKPD tersebut. LKPD yang telah diperiksa oleh BPK kemudian akan diserahkan kepada DPRD/Pemerintah Provinsi. Menurut Atyanta (2012), dalam memberikan opini atas hasil pemeriksaan LKPD, BPK memperhatikan beberapa faktor seperti efektivitas SPI, kepatuhan terhadap perundang-undangan, jumlah temuan, kualitas SDM, dan rekomendasi BPK tahun-tahun sebelumnya. Berdasarkan fakta dari informasi tersebut, penulis ingin melakukan penelitian terhadap penerapan SAP metode basis akrual dalam penyusunan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Gunungkidul dan juga akan meninjau tentang kesiapan dan pemahaman Pemerintah Kabupaten Gunungkidul dalam menerapkan SAP metode basis akrual.
8
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang dan fakta yang telah dipaparkan di atas, penulis dapat menentukan rumusan masalah yang akan menjadi bahan pembahasan dalam penelitian ini, rumusan masalah tersebut adalah: “Bagaimana kesiapan dan pemahaman Pemerintah Kabupaten Gunungkidul dalam menerapkan PP No.71 Tahun 2010 tentang SAP Metode Basis Akrual?”
1.3 Batasan Masalah Dalam penelitian ini penulis akan membatasi masalah terhadap topik yang akan dikaji. Hal tersebut dikarenakan topik yang diambil oleh penulis memiliki cakupan yang sangat luas yang mempunyai keterkaitan dan pengaruh terhadap topik lainnya. Penulis hanya memfokuskan kajian tentang penerapan PP No.71 Tahun 2010 tentang SAP metode basis akrual dalam penyusunan LKPD Pemerintah Kabupaten Gunungkidul. Selain itu, penulis juga akan mengkaji tentang kesiapan dan pemahaman Pemerintah Kabupaten Gunungkidul dalam menerapkan SAP metode basis akrual
1.4 Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah dijelaskan sebelumnya, maka tujuan penulis melakukan penelitian ini adalah untuk
9
mengetahui kesiapan dan pemahaman Pemerintah Kabupaten Gunungkidul dalam menerapkan PP No.71 Tahun 2010 tentang SAP metode basis akrual.
1.5 Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini, antara lain: 1.
Bagi Penulis Penelitian ini dapat membantu penulis dalam mengimplementasikan teori tentang akuntansi keuangan daerah dan menambah wawasan ilmu pengetahuan tentang penerapan SAP metode basis akrual dalam lingkup pemerintahan.
2.
Bagi Pembaca Penelitian diharapkan dapat memberikan informasi dan menambah ilmu pengetahuan tentang penerapan SAP metode basis akrual yang dilakukan Pemerintah Kabupaten Gunungkidul. Serta dapat digunakan sebagai bahan
acuan
dan
referensi
untuk
penelitian
selanjutnya
yang
berhubungan dengan SAP metode basis akrual. 3.
Bagi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul Penelitian ini dapat digunakan sebagai sumber informasi dan masukan tambahan bagi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul dalam upaya evaluasi, pengambilan kebijakan, dan peningkatan kualitas kerja Pemerintah Kabupaten Gunungkidul.
10
1.6 Kerangka Penulisan Penulisan Tugas Akhir ini akan disusun dan dibagi ke dalam lima bab dengan sistematika yang diuraikan sebagai berikut: 1.
BAB I
PENDAHULUAN Bab ini akan menjelaskan tentang latar belakang, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan kerangka penulisan.
2.
BAB II
GAMBARAN UMUM Bab ini akan menjelaskan tentang gambaran umum Pemerintah Kanupaten Gunungkidul, tinjauan pustaka, metodologi penelitian, jenis dan sumber data penelitian, dan teknik pengumpulan data.
3.
BAB III
ANALISIS DAN PEMBAHASAN Pada Bab ini akan menjelaskan tentang pengolahan terhadap data yang akan di rinci ke dalam beberapa sub bab, dan pembahasan dari data-data yang telah diperoleh.
4.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini akan menjelaskan tentang hasil dari pembahasan penelitian dan saran kepada instansi terkait dalam hal ini adalah Pemerintah Kabupaten Gunungkidul.
11