1
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
Peningkatan akan tuntutan keselamatan pasien atau patient safety di setiap Rumah Sakit (RS), baik dalam maupun luar negeri, kini semakin meluas sejak dipublikasikannya laporan Institute of Medicine di Amerika tahun 1999 yang memproyeksikan terjadi 44.000 sampai 98. 000 kematian di rumah sakit setiap tahun akibat medical error yang sebenarnya dapat dicegah. Diikuti oleh data dari Wolrd Health Organization (WHO) pada tahun 2004 dari berbagai negara yang menyatakan bahwa dalam pelayanan kesehatan rawat inap di RS ada sekitar 3,216,6 % kejadian tidak diharapkan (KTD) ( Depkes, 2006). Data tentang KTD di Indonesia
masih terbatas dan sulit diperoleh.
Penelitian mengenai KTD juga masih sulit dilakukan karena kesalahan yang timbul dari suatu tindakan medik dianggap bukan suatu KTD sehingga tidak dilakukan pencatatan (Dwiprahasto, 2004). Ada beberapa penelitian yang dilakukan oleh Dwiprahasto (1991) di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yang menemukan bahwa sekitar 82% pemberian antibiotika pada infeksi saluran pernafasan atas (ISPA) ternyata inappropriate. Penelitian yang dilakukan oleh Hulu, et al.(2009) tentang kejadian kesalahan medis pada penatalaksanaan malaria menemukan kesalahan medis sebanyak 1,87 kali tiap pasien yang terdiri atas diagnosis error sebanyak 86,9%, treatment error sebanyak 100%, error of ommission dan 38% dan error of commission 161,9%. Kejadian tidak diharapkan (KTD) merupakan output dari error sehingga dapat dikatakan terjadinya KTD mengidentifikasi adanya error pada tindakan pelayanan kesehatan. Banyaknya jenis pemeriksaan, jenis obat dan prosedur, jumlah pasien, dan staf RS yang cukup besar merupakan hal yang potensial bagi terjadinya error sehingga sekarang keamanan menjadi prinsip yang paling utama di setiap pelayanan kesehatan di setiap unit RS (Depkes, 2006).
2
Definisi error menurut Kohn et al.,(2000) adalah kegagalan melaksanakan
rencana
tindakan
dalam
yang sudah ditetapkan atau menggunakan
rencana yang salah dalam melakukan tindakan. Secara garis besar, error terbagi menjadi 2, yaitu: human error dan organizational error. Human error dapat berasal dari faktor pasien atau dari faktor tenaga kesehatan. Organizational error sebagai sistem error atau dalam konteks pelayanan kesehatan di RS sebagai hospital error (Idris , 2007). Setiap tindakan di RS pada umumnya mengandung risiko tetapi tingkatannya berbeda-beda dari risiko ringan hingga berat. Risiko dalam penatalaksanaan asuhan gizi dapat dikatakan sebagai error jika dalam prosesnya terdapat kejadian yang dapat mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan harm pada pasien. Sebagian error pada asuhan gizi berisiko ringan atau hampir tidak berarti secara klinis. Namun, tidak sedikit pula yang berisiko berat sehingga memberi ancaman terhadap peningkatan angka kesakitan, memperburuk keadaan, lama sembuh, biaya pengobatan, bahkan kematian (Hiesmayr et al., 2009). Beberapa hasil penelitian yang memperkuat pendapat tersebut seperti penelitian Isabel et al. (2003) menunjukkan dampak status gizi pada morbiditas, mortalitas, length of stay (LOS) dan biaya rumah sakit. Secara signifikan pada pasien malnutrisi sering mengalami kejadian komplikasi (27,%) dibandingkan dengan yang tidak malnutrisi (16,8%), angka kematian (12,4%) lebih tinggi dibandingkan dengan yang bergizi baik (4,7%) dan pasien malnutrisi tinggal di rumah sakit lebih lama dengan rerata LOS 16,7 hari dibandingkan pasien yang bergizi baik dengan rerata LOS 10,1 hari, serta meningkatkan biaya rumah sakit hingga 308,9%. Braunschweig et al.,(2000) menemukan bahwa subjek yang mengalami penurunan status gizi dari sedang menjadi buruk mempunyai rata-rata lama rawat inap sebesar 19 hari dibandingkan dengan 14 hari. Demikian pula penelitian Chima (1997) yang menemukan bahwa secara statistic rata-rata lama rawat inap pasien yang mengalami penurunan status gizi 2 hari lebih panjang daripada yang tidak berisiko malnutrisi.
3
Beberapa penelitian yang membahas faktor-faktor risiko
terjadinya
penurunan status gizi dan dampaknya terhadap lama rawat inap dan besarnya biaya, telah dilakukan di Indonesia antara lain penelitian yang dilakukan di 3 RS terbesar di Indonesia ( Budiningsari dan Hadi, 2004) tentang pengaruh perubahan status gizi dibandingkan dengan lama rawat inap dan biaya rawat inap. Hasil penelitian menunjukkan penurunan status gizi selama di RS dapat meningkat sekitar 6,32-11,94 kali, memperpanjang lama rawat inap 7,9 kali dan meningkatkan biaya rawat 1,76-3,27 kali dibandingkan dengan yang status gizinya normal. Salah satu faktor yang berkontribusi terhadap menurunnya status gizi pasien adalah pelayanan gizi yang tidak tepat dalam arti tidak sesuai dengan yang seharusnya diberikan (error) dan berpotensi meningkatkan malnutrisi di RS. Konsdrup et al., (2002) melakukan observasi
terhadap pelayanan gizi yang
hasilnya menyatakan terdapat aktivitas klinis yang tidak sesuai dengan standar, 41% pasien tidak diskrining saat masuk rumah sakit, 53% tidak dilakukan rencana intervensi gizi, dan 67% tidak dimonitor. Berdasarkan beberapa penelitian di RS di dalam dan di luar negeri yang terkait dengan adanya error dalam pelayanan gizi tersebut terlihat jelas betapa pentingnya peran ahli gizi dalam menentukan bentuk pelayanan diit yang diberikan sebab status gizi pasien rawat inap yang baik dapat meningkatkan respon pasien terhadap terapi yang dilakukan oleh tenaga medis dan dapat menurunkan insiden infeksi, komplikasi, dan mempersingkat waktu pemulihan kesehatan setelah sakit (Braunschweig et al., 2000). Hal ini sejalan dengan penelitian Smith dan Smith (1997) yang menyimpulkan bahwa pelayanan gizi yang berkualitas tinggi bagi pasien-pasien yang mempunyai risiko malnutrisi dapat meningkatkan outcome klinis dan menghemat biaya rumah sakit sebesar $ 1.064 per pasien. Kesalahan dalam memutuskan suatu tindakan hampir terjadi di setiap proses pelayanan kesehatan tanpa terkecuali pada pelayanan asuhan gizi pasien rawat
4
inap. Untuk memastikan mutu pelayanan gizi berjalan baik, sejak tahun 2008 instalasi gizi di RSUD dr. R.Goeteng Taroenadibrata Purbalingga membuat suatu mekanisme pelaporan kesalahan, keluhan atau kejadian yang tidak diharapkan yang berisi kumpulan informasi tentang suatu kejadian. Dari data laporan komplain pelayanan gizi ruang rawat inap yang didapatkan melalui keluhan pasien dan observasi lapangan oleh ahli gizi selama thn 2010-2011 tercatat sebanyak 28 kali error. Kejadian tersebut terdiri dari diit yang tertukar (36%), diit tidak sesuai dengan kebutuhan (14%), salah menetapkan diit (7%), faktor distribusi (39%) dan faktor produksi (4%). Hal ini mencerminkan pelayanan asuhan gizi di ruang rawat inap masih belum maksimal ( RSUD Purbalingga, 2011). Data kunjungan ahli gizi/dietisien tahun 2011 baru mencapai rata-rata 343 pasien/bulan atau rata-rata 7% dari jumlah paien rawat inap (RSUD Purbalingga, 2011). Dengan jumlah ahli gizi sebanyak 12 orang, jumlah pasien yang perlu ditangani oleh ahli gizi rata-rata 4.800 pasien per bulan atau rata-rata 160 orang perhari. Artinya 1 orang ahli gizi, menangani pasien rata-rata sebanyak 13-15 orang. Secara kualitas, jumlah tersebut tentu saja tidak dapat menjangkau semua pasien rawat inap dapat terlayani dengan baik, sehingga pelaksanaan asuhan gizi sehari-hari banyak dibantu oleh profesi lain seperti dokter dan perawat terutama dalam menentukan diit awal pasien menjalani rawat inap. Untuk mengurangi jumlah error pada penatalaksanaan asuhan gizi diruang rawat inap, pada tahun 2012 pihak manajemen rumah sakit melakukan beberapa upaya perbaikan pelayanan gizi rawat inap berupa pelatihan pengetahuan gizi dasar bagi semua tenaga pramusaji dan pelatihan-pelatihan asuhan gizi rawat inap bagi tenaga ahli gizi. Walaupun jumlah kasus error pada pelaksanaan asuhan gizi sudah berkurang tetapi upaya perbaikan dari sisi petugas belum sepenuhnya tergali sehingga masih terdapat kejadian-kejadian error pada pelaksanaan asuhan gizi.
5
Masalah-masalah error yang terjadi pada pelaksanaan asuhan gizi ini tidak terlepas dari kurangnya komunikasi antartenaga kesehatan (dokter, perawat, ahli gizi, pramusaji), prosedur kerja yang belum sepenuhnya dijalankan, evaluasi diet yang jarang dikomunikasikan antarpetugas, dan adanya perbedaan pendapat antarahli gizi di dalam menentukan diagnosis gizi (RSUD Purbalingga, 2011). Dapat disimpulkan bahwa faktor petugas (manusia) paling banyak penyebab langsung
menjadi
terjadinya error. Organisasi dan kondisi lingkungan
pekerjaan merupakan faktor-faktor yang turut menyumbang terjadinya error.
B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan sebelumnya maka perumusan masalah penelitian ini adalah: 1. Error apa sajakah yang terjadi pada penatalaksanaan asuhan gizi bagi pasien rawat inap di RSUD dr. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga? 2. Faktor-faktor apa sajakah yang mempengaruhi terjadinya error pada pelaksanaan asuhan gizi diruang rawat inap RSUD dr.R Goeteng Taroenadibrata Purbalingga? 3. Apakah petugas melakukan koreksi untuk perbaikan setelah melakukan error dalam melaksanakan tugasnya? 4. Perbaikan apa saja yang diharapkan petugas asuhan gizi rawat inap agar tidak terjadi error ? C. Tujuan Penelitian 1. Mengidentifikasi terjadinya error dalam pelaksanaan asuhan gizi pasien rawat inap di RSUD dr.R Goeteng Taroenadibrata Purbalingga 2. Mengidentifikasi faktor–faktor yang mempengaruhi terjadinya error pada asuhan gizi pasien rawat inap di RSUD dr.R Goeteng Taroenadibrata Purbalingga
6
3. Mengetahui ada tidaknya koreksi oleh petugas
untuk perbaikan setelah
melakukan error dalam melaksanakan tugasnya. 4. Mengidentifikasi upaya tindakan perbaikan yang diharapkan petugas, supaya tidak terjadi error pada pelaksanaan asuhan gizi pasien rawat inap di RSUD dr.R Goeteng Taroenadibrata Purbalingga. 5. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat bagi rumah sakit. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi bagi manajemen RS tentang error dalam penatalaksanaan asuhan gizi sehingga dapat memperkuat kebijakan manajemen dalam pengelolaan error di pelayanan gizi rawat inap. 2. Manfaat bagi Instalasi Gizi. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan dasar ilmiah bahwa kejadian error bisa terjadi pada penatalaksanaan asuhan gizi diruang rawat inap mulai dari pasien masuk sampai pasien pulang dan bisa menjadi bahan perbaikan di masa mendatang 3. Manfaat bagi Mahasiswa lainnya. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi peneliti lain untuk mengembangkan penelitian selanjutnya.
E. Keaslian Penelitian Penelitian yng sudah pernah dilakukan, diantaranya 1. Kondrup et al.(2002) melakukan penelitian dengan judul
“Incidence of
nutritional risk and causes of inadequate nutritional care in hospitals” penelitan tersebut bertujuan untuk memperoleh gambaran yang jelas tentang penyebab kejadian kurang gizi di rumah sakit.
7
Persamaan : a) Mencari faktor penyebab pelayanan gizi yang tidak dilakukan berdasarkan standar b) Melakukan pengamatan terhadap tindakan petugas dalam melakukan perawawatan gizi di ruang rawat inap. c) Data yang digunakan terdiri dari data kualitatif dan kuantitatif Perbedaan : a) Metode yang digunakan adalah mixmethod sedangkan dalam penelitian ini adalah studi kasus. b) Faktor penyebab dilihat dari sisi prilaku dan pengetahuan petugas, sedangkan dalam penelitian ini dilihat dari faktor pengetahuan petugas, faktor organisasi dan factor kondisi kerja. 2. Lassen et al.(2006) dengan judul penelitian “Nutritional care of medical inpatients: a health technology assessment” penelitan tersebut bertujuan untuk memperoleh gambaran yang jelas tentang permasalahan yang ada dalam perawatan gizi pasien rawat inap. Persamaan : a) Mengidentifikasi
masalah-masalah yang terjadi dalam pelayanan gizi
pada pasien rawat inap b) Data yang digunakan terdiri dari data kualitatif dan kuantitatif Perbedaan: a) Metode yang digunakan adalah mixmethod sedangkan dalam penelitian ini adalah studi kasus. b) Pengumpulan data di peroleh dari empat aspek yaitu tehnologi, organisasi (petugas), pasien dan aspek ekonomi (biaya rawat inap), sedangkan dalam penelitian ini dilihat dari aspek pengetahuan petugas, organisasi dan aspek kondisi kerja petugas.