perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 1
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan karya yang imajinatif, baik berupa lisan maupun tulisan. Fenomena yang terdapat di dalam karya sastra ini merupakan gambaran suatu budaya pada suatu tempat yang disampaikan oleh pengarang dengan bahasa yang indah, menarik, dan bersifat imajinatif. Kejadian seperti ini biasanya dialami oleh masyarakat setempat dan lingkungan di mana tempat tinggal pengarang berada. Cerita yang disuguhkan oleh pengarang berupa kritik sosial terhadap budaya, agama, dan pendidikan. Wellek dan Warren (dalam Faruk, 2012: 43) merupakan teoritis yang percaya pada pengertian sastra sebagai karya inovatif, imajinatif, dan fiktif. Menurut keduanya, acuan karya sastra bukanlah dunia nyata, melainkan dunia fiksi dan imajinasi. Fenomena di dalam sastra ini mengisahkan tentang kehidupan manusia di dalam bermasyarakat dan berbudaya. Penulis melukiskan segala perjuangan yang dialami manusia dalam menjalankan kehidupannya sehari-hari. Hal inilah yang merupakan olahan pengarang dalam menggambarkan kehidupan manusia lewat ekspresi pengarang dalam sebuah karya sastra. Karya sastra disajikan dengan beragam bentuk yaitu bentuk puisi, prosa, dan prosa liris. Dalam bentuk prosa karya sastra muncul berupa cerpen, novel, biografi, dan otobiografi. Salah satu bentuk karya sastra berupa prosa adalah novel. Novel merupakan salah satu bentuk karya sastra yang mampu memberikan manfaat yang besar bagi perkembangan kemanusiaan, budaya, dan bangsa. Dari novel ini pembaca mengetahui kejadian-kejadian yang pernah terjadi pada masa lampau, karena kejadian atau masalah kemasyarakatan yang diceritakan oleh pengarang tidak lepas dari sejarah kemanusiaan di tempat tersebut. Penulisan novel ini tidak lepas dari latar belakang pengarang. Seperti yang diketahui bahwa latar belakang pengarang novel Perempuan Rusuk Dua yaitu Salman Faris berasal dari kalangan menengah ke bawah, berasal dari kampung kecil bernama Rensing Barat Kabupaten Lombok Timur Provinsi Nusa Tenggara Barat. Melihat kondisi keluarga yang sederhana, keadaan orang tua yang cukup memperhatinkan, menjadikan Salman Faris tetap semangat dalam menuntut ilmu supaya menjadi orang 1
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 2
yang berpendidikan. Orang tua dan keadaan hidup yang pas-pasan menjadi motivasi dalam perjuangan menempuh kesuksesan dalam sejarah hidupnya. Begitu juga dengan pengarang novel Perempuan Rusuk Dua yaitu Eva Nourma. Dia berasal dari kalangan masyarakat menengah ke bawah, akan tetapi dia tidak peduli dengan latar belakangnya yang terpenting bagaimana dia bisa menjadi orang yang sukses dan memiliki masa depan yang lebih baik dari sekarang. Penulisan novel ini tidak hanya menggambarkan kondisi masyarakat Lombok atau masyarakat selatan bagian Kaliantan. Akan tetapi, penulis akan membicarakan budaya-budaya yang masih ada sampai sekarang. Seperti budaya atau tradisi yang sering diadakan pada setahun sekali yaitu budaya ‘bau nyale’ (menangkap cacing laut). Tidak hanya itu, penulis juga menceritakan bagaimana perjuangan-perjuangan para perempuan Sasak yang diayomi oleh para laki-laki bangsawan, seperti apakah kaum perempuan di bawah atap laki-laki bangsawan tersebut. Setiap karya sastra lebih-lebih pada novel yang menceritakan banyak hal pasti memiliki nilai-nilai pendidikan dan pelajaran yang bisa diaplikasikan oleh para pembaca atau penikmat sastra dan pada kalangan pendidikan misalnya di sekolah. Sudah barang tentu dari hasil karya itu bisa memberikan manfaat bagi semua kalangan. Oleh karena itu, dalam penulisan novel harus menggunakan bahasa yang indah, menarik, dan mudah dimengerti sebab novel sudah banyak yang meminatinya baik dari semua kalangan. Adapun bahasa yang digunakan dalam novel ini adalah bahasa yang lugas relatif lebih mudah dimengerti isinya dibandingkan dengan karya sastra yang lainnya seperti puisi. Oleh karena itu, novel mempunyai daya tarik tersendiri bagi dunia pembaca. Novel sebagai sebuah karya sastra memberikan banyak manfaat, baik bagi pengarang, pembaca, dan masyarakat. Melalui cerita-ceritanya, novel juga banyak memberikan pelajaran tentang pembentukan karakter seseorang, pendidikan, dan pendalaman moral. Ada beberapa pendekatan yang dapat digunakan dalam menganalisis sebuah novel. Salah satu pendekatan yang bisa digunakan dalam analisis novel adalah pendekatan sosiologi sastra. Sosiologi sastra ini merupakan ilmu sastra yang mempelajari sastra pada tingkat masyarakat dari tingkat kecil, bangsawan dan masyarakat terpandang. Kenyataan sosial ini mencakup pengertian konteks pengarang dan pembaca (produksi dan resepsi) dan sosiologi karya sastra (aspek-aspek sosial
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 3
dalam teks sastra). Berhubungan dengan sosiologi sastra, Winarni (2009: 165) menyatakan bahwa sosiologi sastra ingin mengaitkan penciptaan karya sastra, keberadaan karya sastra, serta peranan karya sastra dengan realitas sosial. Sedangkan Wellek dan Warren, (1989) mengemukakan tiga sasaran pendekatan sosiologi sastra, antara lain: (a) Sosiologi pengarang yang membicarakan latar belakang status sosial pengarang, ideologi sosial pengarang, dan faktor lain tentang pengarang sebagai penghasil karya sastra, (b) Sosiologi karya sastra, yang membicarakan berbagai aspek sosial yang terdapat dalam karya sastra itu, (c) Sosiologi pembaca sastra yang mengkaji masalah pembaca dan pengaruh sosial karya sastra itu bagi pembaca. Novel Perempuan Rusuk Dua (PRD) merupakan novel yang ditulis oleh Salman Faris dan Eva Nourma. Kedua penulis ini berasal dari Lombok Nusa Tenggara Barat (NTB). Novel ini menceritakan kekuatan seorang perempuan Sasak yang terlukis bagai kekarnya gunung Rinjani yang mengangkang dan dijaga keperawanannya oleh alam Dewi Anjani, tidak bisa tangan jahil merusak keperawanannya, tidak bisa didaki oleh mereka yang tidak mempunyai niat tulus. Konon ceritanya, kalau orang mendaki dengan niat buruk maka tidak bisa sampai di puncak Rinjani, tidak bisa mandi di Segera Anak yang dipercayai mempunyai seribu macam khasiat dan pasti akan mendapat musibah, entah tersesat dalam hutan, terdapat gangguan makhluk halus, terjatuh dan tidak banyak menjadi korban keserakahan manusia. Begitulah gambaran tokoh utama yaitu Zippora Maurianti perempuan cantik yang berasal dari keluarga terdidik dan terpandang. Novel ini juga menceritakan perjodohan dua orang insan yang tidak didasarkan dengan cinta tetapi hanya kehendak orang tua saja. Zippora yang selalu menuruti keinginan orang tuanya walau seribu rasa penolakan di dalam hatinya. Pernikahan yang tidak didasari cinta akan mengakibatkan seribu macam permasalahan baik di dalam rumah tangga dan di dalam bermasyarakat. Sepuluh tahun pernikahan Zippora dengan Lalu Ginawang, dia tidak pernah merasakan manisnya kebahagiaan rumah tangga, dikarenakan seorang suami yang selalu menunjukkan sikap kebansawanannya, semua urusan rumah tangga diatur olehnya dan banyak aturan-aturan yang dibuat oleh Lalu Ginawang itu sendiri tanpa kesepakatan berdua. Adapun aturan-aturan yang dibuatnya adalah seorang perempuan tidak boleh menerima tamu bersama suami, jangan duduk nimbrung dengan laki-laki yang bersama suami, perempuan tidak boleh makan bersama
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 4
suami. Perempuan hanya sebagai penunggu dan penyatuk (pelayan) makan suami, tidak boleh mengemukakan pendapat dalam urusan penting, tidak boleh memandang mata suami, tidak boleh telanjang di depan suami yang telanjang, tidak boleh menimbal (menyanggah) kata suami, tidak boleh mengambil tempat duduk suami, apalagi di tempat yang lebih tinggi, tidak boleh melakukan apa pun tanpa seizin suami dan tidak boleh menanyakan kegiatan suami. Pada tokoh utama yaitu Zippora seorang perempuan Sasak dalam novel Perempuan Rusuk Dua ini selalu membela diri dalam kebenaran demi harkat dan martabatnya sebagai perempuan. Pengarang di sini menggambarkan ketidakadilan seorang laki-laki terhadap perempuan lebih-lebih dalam rumah tangga. Tokoh perempuan di sini seperti burung yang berada di dalam sangkar emas. Ia tidak mampu membebaskan diri karena terkurung dalam beberapa aturan budaya, dan kebangsawanan dari pihak laki-laki. Sedangkan fenomena di luar sana, masih banyak perempuanperempuan di sekelilingnya yang bernasib sama seperti dia. Permasalahan yang terjadi pada masyarakat suku Sasak ini sangatlah tragis dikarenakan sebagian besar perempuan Sasak mengalami perlakuan yang sama seperti yang digambarkan oleh tokoh Zippora. Mereka hanya menerima kehendak dari para suami mereka. Apapun yang dikatakan suami dan diperintahkan suaminya, maka mereka harus mengikuti dan tidak boleh menolak. Apabila menolak maka mereka akan dipukul dan diperlakukan tidak selayaknya diperlakukan pada manusia. Permasalahan seperti inilah yang sering terjadi pada kalangan msyarakat suku Sasak. Novel Perempuan Rusuk Dua ini juga menceritakan tentang kehidupan seorang perempuan Sasak yaitu Zippora yang masih terikat dengan budaya bangsawan. Perempuan Sasak ini tidak pernah merasakan manisnya kehidupan berumah tangga, karena terlalu banyak norma budaya kebangsawanan yang dimiliki oleh suaminya. Kesombongan dan kebiadaban suaminya ini membunuh karakter Zippora. Ia merasakan ketidakadilan atas perilaku suami pada dirinya. Ia hanyalah sebagai budak di bawah selangkangan suaminya. Penderitaan ini tidak hanya Zippora yang mengalaminya, namun perempuan-perempuan Sasak lainnya juga mengalami nasib yang sama. Oleh karena itu, dengan keberanian Zippora melawan kebiadaban suaminya, menjadikan pelajaran yang sangat berharga bagi masyarakat setempat. Gerakan-gerakan yang dilakukan oleh Zippora kepada masyarakat bertujuan untuk membebaskan para perempuan yang mengalami nasib sama, dan membangun kesejahteraan masyarakat setempat. Laki-laki dan perempuan Sasak
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 5
bangsawan itu tidak hanya pada nama, melainkan pada sikap, tindakan, dan perilaku sosial terhadap masyarakatnya sendiri. Sepanjang perjalanan kisah tokoh utama pada novel ini, tidak pernah lepas dari kegiatan masyarakat yang memperjuangkan citra perempuan Sasak. Ketidak lepasan dari kegiatan masyarakat tersebut menjadikan salah satu pilihan peneliti untuk menggunakan pendekatan sosiologi sastra. Pendekatan sosiologi sastra ini sangat sesuai digunakan dalam menganalisis novel Perempuan Rusuk Dua (PRD) karya Salman Faris dan Eva Nourma. Hal tersebut dikarenakan Novel Perempuan Rusuk Dua (PRD) mengangkat realita kehidupan masyarakat yang ada di suku Sasak yaitu Lombok Timur Nusa Tenggara Barat. Fokus dari realitas kehidupan yang diangkat adalah kehidupan masyarakat suku Sasak dalam hal pencitraan perempuan suku Sasak itu sendiri.
Ketika membahas masalah perempuan, satu konsep penting yang tidak boleh dilupakan ialah konsep gender. Hal ini menjadi masalah yang krusial karena stereotip yang dibentuk oleh gender dalam aplikasinya memiliki kecendrungan menguntungkan jenis kelamin tertentu yakni laki-laki. Keuntungan tersebut dapat dilihat dari berbagai bentuk tatanan sosial dan budaya yang berlaku pada masyarakat yang menganut budaya patriarki. Perempuan, sebagai lawan jenis laki-laki, digambarkan dengan citra-citra tertentu yang mengesankan inferioritas perempuan, baik dalam struktur sosial maupun budaya. Kesan-kesan inferioritas, salah satunya dapat ditemukan dalam sistem pembagian kerja yang menyangkut fungsi dan peran perempuan. Terdapat pemahaman yang menyatakan bahwa perempuan tidak hanya berperan sebagai istri, ibu, dan ibu rumah tangga bagi keluarga, tetapi juga secara sosial dan budaya dalam lingkup yang lebih luas. Akan tetapi, ketika peran-peran bagi anggota keluarga secara dominan dikuasai oleh laki-laki, perempuan tidak memiliki peran yang signifikan dalam menjalankan suatu fungsi tertentu karena sudah ditangani oleh laki-laki. Keterlibatan masyarakat, budaya, sosial, latar belakang pengarang dan terancamnya kedudukan wanita dalam rumah tangga yang ada pada novel Perempuan Rusuk Dua ini menjadi alas-an besar bagi peneliti untuk mengupas atau menganalisis novel tersebut. Oleh karena itu, dapat ditarik sebuah judul penelitian yang berjudul ”Citra Perempuan Sasak pada Novel Perempuan Rusuk Dua Karya Salman Faris dan Eva Nourma (Kajian Sosiologi Sastra, Gender, Nilai Pendidikan dan Relevansinya dengan Pembelajaran Sastra di SMA)”.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 6
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan di atas, maka dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Bagaimanakah latar belakang pengarang novel Perempuan Rusuk Dua karya Salman Faris dan Eva Nourma ? 2. Bagaimanakah latar belakang sosial budaya novel Perempuan Rusuk Dua karya Salman Faris dan Eva Nourma ? 3. Bagaimanakah citra perempuan Sasak pada novel Perempuan Rusuk Dua karya Salman Faris dan Eva Nourma ? 4. Bagaimanakah subordinasi wanita sasak pada novel Perempuan Rusuk Dua karya Salman Faris dan Eva Nourma ? 5. Bagaimanakah nilai pendidikan pada novel Perempuan Rusuk Dua dan relevansinya terhadap pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia di SMA ? C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian haruslah jelas supaya tepat sasaran. Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Tujuan Umum Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan budaya dalam novel Perempuan Rusuk Dua berdasarkan teori sosiologi sastra. Selain itu juga mendeskripsikan nilai-nilai pendidikan yang terdapat pada novel tersebut. 2. Tujuan Khusus Tujuan penelitian ini adalah; a. Untuk mengeksplanasikan latar belakang pengarang novel Perempuan Rusuk Dua karya Salman Faris dan Eva Nourma; b. Untuk mengeksplanasikan latar belakang sosial budaya novel Perempuan Rusuk Dua; c. Untuk mengeksplanasikan citra perempuan Sasak dalam novel Perempuan Rusuk Dua karya Salman Faris dan Eva Nourma; d. Untuk mengeksplanasikan subordinasi wanita Sasak pada novel Perempuan Rusuk Dua.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 7
e. Untuk mengeksplanasikan nilai pendidikan dan relevansinya terhadap mata pelajaran bahasa dan sastra Indonesia yang terdapat dalam novel Perempuan Rusuk Dua karya Salman Faris dan Eva Nourma. f. Untuk memperkenalkan pulau Lombok dari keindahan alam dan tempat pariwisata yang sangat eksotik. D. Manfaat Penelitian Suatu penelitian ilmiah harus memberikan manfaat secara teoritis maupun praktis, sehingga teruji kualitas penelitian yang dilakukan oleh seorang peneliti. Adapun manfaat yang dapat diberikan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Manfaat Teoritis Penelitan ini diharapkan dapat menambah pengetahuan bagi pembelajaran bidang studi Bahasa Indonesia pada umumnya, dan pada khususnya tentang penggunaan teori sosiologi sastra pada analisis karya sastra. 2. Manfaat Praktis Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat terhadap guru, siswa, pembaca, dan penikmat karya sastra untuk memahami dan mengapresiasi novel Perempuan Rusuk Dua karya Salman Faris dan Eva Nourma. a. Memberikan gambaran pada guru tentang cara menganalisis citra perempuan pada
sebuah novel dengan pendekatan sosiologi sastra. b. Siswa dapat memperoleh pegetahuan tentang kebudayaan daerah Sasak dan nilai-
nilai pendidikan, sehingga diharapkan dapat mengimplementasikannya dalam kehidupan sehari-hari. c. Para pembaca dapat memperoleh kemudahan dalam mengapresiasi dan meresepsi
karya sastra. d. Masyarakat mendapatkan pendidikan moral, agama, dan kesantunan, supaya tidak
mengulangi kejahatan tempo dulu dan dapat mengembangkan citra perempuan Sasak ke yang lebih baik.
commit to user