BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangbiakan nyamuk sangat erat kaitannya dengan beberapa faktor termasuk lingkungan, sosial dan perilaku manusia (Zuhriyah et al., 2013). Perkembangbiakan nyamuk yang sangat cepat menyebabkan timbulnya berbagai macam penyakit, salah satunya yaitu Demam Berdarah Dengue (DBD). Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit yang menyebabkan masalah kesehatan di indonesia (Sari et al., 2013). Selama periode tahun 2008-2013 jumlah kota yang terjangkit DBD cenderung meningkat. Pada tahun 2013, jumlah penderita DBD yang dilaporkan sebanyak 211.511 kasus dengan jumlah kematian 871 orang (Kemenkes RI, 2013). Nyamuk Aedes aegypti merupakan vektor penular yang harus diberantas untuk mencegah terjadinya epidemi demam berdarah (Soedarto, 2012). Salah satu upaya pencegahan yang dapat dilakukan yaitu dengan menggunakan repelan. Banyak repelan yang beredar saat ini mengandung bahan kimia berbahaya yang tidak baik untuk kesehatan. Salah satunya yaitu DEET (N,N-diethyl-mtoluamide). DEET dapat menyebabkan ruam, pembengkakan, iritasi, dan kanker (Patel et al., 2012). Sebagian orang menggunakan cara tradisional untuk mengusir nyamuk yaitu dengan menggunakan bagian tanaman seperti kulit batang, daun, dan seluruh tanaman (Ntonifor et al., 2006). Bahan alam digunakan sebagai bahan utama repelan karena penggunaannya aman pada kulit. Salah satu bahan alam yang dapat digunakan sebagai repelan adalah tanaman nilam (Pogostemon cablin B.), bahan aktif yang digunakan yaitu minyak nilam. Menurut Shinta (2012), minyak nilam memiliki potensi sebagai penolak nyamuk pada konsentrasi 55% v/v. Kandungan tertinggi pada minyak nilam yaitu patchouli alcohol (Gokulakrishnan et al., 2013) Sifat minyak atsiri mudah menguap sehingga tidak efektif apabila digunakan langsung pada kulit karena akan cepat menghilang pada kulit (Guanther, 1987). Daya repelan akan semakin rendah jika minyak atsiri mudah
1
2
menguap (Shinta, 2012). Untuk mengatasi hal tersebut maka minyak atsiri nilam diformulasikan dalam bentuk sediaan gel sehingga dapat digunakan pada kulit dan bisa digunakan untuk mengusir nyamuk dalam waktu lama. Basis atau pembawa diperlukan dalam pembuatan sediaan gel. Basis akan mempengaruhi waktu kontak dan kecepatan pelepasan zat aktif. Senyawa pembentuk gel antara lain gom alam, karbopol, dan turunan selulosa (metilselulosa, Na CMC, hidroksietilselulosa dan hidroksipropilselulosa). Pembuatan sediaan gel pada penelitian ini menggunakan karbopol sebagai basis atau gelling agent. Karbopol merupakan gelling agent yang bersifat hidrofilik sehingga mempunyai stabilitas besar, mudah dicuci air, daya sebar pada kulit baik, dapat dipakai pada bagian tubuh yang berambut dan memiliki pelepasan obat yang baik (Voigt, 1984). Karbopol mempunyai stabilitas yang baik pada viskositas tinggi. Konsentrasi gelling agent kurang dari 10% yaitu dalam kisaran 0,5% - 2% (Allen, 2002). Berdasarkan latar belakang diatas, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh gelling agent karbopol dalam sediaan gel dari minyak atsiri nilam (Pogostemon cablin B.) terhadap aktivitas nyamuk Aedes aegypti dan mendapatkan sediaan gel yang stabil dengan peningkatan konsentrasi gelling agent karbopol.
B. Perumusan Masalah Permasalahan yang dapat diangkat dalam penelitian ini adalah : 1.
Bagaimana pengaruh peningkatan konsentrasi gelling agent karbopol dalam sediaan gel dari minyak atsiri nilam (Pogostemon cablin B.) terhadap daya repelan nyamuk Aedes aegypti ?
2.
Bagaimana pengaruh peningkatan konsentrasi gelling agent karbopol terhadap sifat fisik dan stabilitas fisik gel minyak atsiri nilam (Pogostemon cablin B.) ?
3
C. Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah: 1.
Mengetahui pengaruh peningkatan gelling agent karbopol terhadap aktivitas repelan sediaan gel dari minyak atsiri nilam (Pogostemon cablin B.).
2.
Mengetahui pengaruh peningkatan konsentrasi gelling agent karbopol terhadap sifat fisik dan stabilitas fisik gel.
D. Tinjauan Pustaka Tanaman nilam disebut “patchouly” yang berasal dari kata “pacholi” yaitu sejenis tanaman yang tumbuh di tanah Hindustan. Tanaman nilam merupakan tanaman semak dan termasuk dalam famili Labiatae (Ketaren, 1985). Dari berbagai jenis tanaman nilam, yang paling banyak dibudidayakan yaitu nilam aceh karena memiliki kualitas minyak yang tinggi. Kadar minyak nilam aceh yaitu > 2,5% (Nuryani et al ., 2005). Nilam (Pogostemon cablin B.) merupakan tanaman yang menghasilkan minyak atsiri dan berbau harum yang biasanya digunakan untuk parfum (Sastrohamidjojo, 2004). Manfaat lain dari minyak atsiri nilam yaitu sebagai bahan baku pembuatan parfum, aromaterapi, wewangian, kosmetik dan produksi dupa (Ramya et al., 2013). Bentuk daun tanaman nilam dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Tanaman nilam (Pogostemon cablin B.)(Ramya, 2013)
Semua bagian tanaman nilam dapat menghasilkan minyak nilam. Minyak pada bagian akar dan batang memiliki berat jenis yang tinggi tapi memiliki
4
rendemen yang rendah dibandingkan dengan minyak pada bagian daun (Ketaren, 1985). Minyak bagian daun lebih banyak dibandingkan minyak pada bagian batang tanaman nilam (Halimah, 2011). Faktor yang mempengaruhi mutu minyak nilam yaitu tinggi tempat penanaman tanaman nilam dan intensitas cahaya. (Nuryani et al ., 2005). Tanaman nilam yang tumbuh di dataran tinggi memiliki kandungan minyak nilam yang rendah namun mangandung patchouli alkohol tinggi (Nuryani, 2006). Standar mutu minyak nilam di seluruh dunia berbeda-beda. Hal tersebut disebabkan karena setiap negara penghasil mempunyai standar mutu minyak nilam sendiri. Standar mutu minyak nilam dari Indonesia dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Standar mutu minyak nilam (SNI, 2006) Karakteristik Syarat Warna Kuning muda sampai merah kecoklatan Bobot jenis 25˚/25˚C 0,950 – 0,975 Indeks bias 1,507 – 1,515
Minyak atsiri dapat diperoleh dengan penyulingan. Penyulingan dapat dilakukan dengan 3 cara yaitu penyulingan dengan air dan uap, dengan air, dan dengan uap (Guenther, 1987). Minyak atsiri nilam didapatkan dari penyulingan air dan uap (water and steam destilation) menggunakan alat ketel (Gokulakrishnan et al., 2013). Pada penyulingan air dan uap, bahan diletakkan di atas saringan yang berlubang. Ketel diisi dengan air sampai permukaan air tidak jauh di bawah saringan. Air dipanaskan dengan uap jenuh yang basah dan bertekanan rendah (Guenther, 1987). Minyak nilam yang dihasilkan mengandung berbagai senyawa. Minyak nilam mengandung seskuiterpen dan seskuiterpen teroksigenasi (Murugan et al., 2013). Menurut penelitian Gokulakrishnan et al. (2013), minyak nilam mengandung 15 senyawa yang dianalisis menggunakan GC-MS. Kandungan utama minyak nilam yaitu β-patchoulene (12,88%), α-guaiene (15,44%), γ-patchoulene (11,72%), α-bulnesene (19,49%) dan patchouli alcohol (22,62%). Dari 15 senyawa,10 senyawa yang terkandung dalam minyak nilam memiliki konsentrasi kecil yaitu 0,22%-3,58%. Senyawa tersebut yaitu α-pinene (0,46%),
t-β-elemenone (2,74%), β-bisabolene (0,22%), δ-elemene (1,32%),
5
eremophilene (1,36%),
β- caryophillene (2,53%), α-patchoulene (3,58%),
farnesol (1,55%), aromadendrene oxide (1,57%), nonadekane (1,48%). Patchouli alcohol merupakan seskuiterpen alkohol yang diisolasi dari minyak nilam (Halimah, 2011). Senyawa-senyawa tersebut memiliki potensi sebagai penolak nyamuk. Demam berdarah merupakan penyakit yang banyak ditemukan di daerah tropis dan sub-tropis yang ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti (Ratnasari et al., 2014). Aedes aegypti juga dikenal sebagai Stegomiya aegypti. Nyamuk Aedes aegypti memiliki warna belang putih keperakan pada tubuhnya dan terdapat gelang putih pada pangkal kaki (Iskandar, 1985). Demam Berdarah Dengue disebabkan oleh virus dengue (DEN). Terdapat empat serotipe virus DEN yaitu virus dengue-1 (DEN1), virus dengue-2 (DEN2), virus dengue-3 (DEN3), dan virus dengue-4 (DEN4). Manusia merupakan sumber infeksi primer pada dengue. Manusia yang mengandung virus dengue pada darahnya (viremia) dapat menularkan virus ke nyamuk yang menghisap darahnya. Viremia terjadi 2 hari sebelum demam sampai 5 hari setelah demam. Virus yang menginfeksi nyamuk akan berkembangbiak di midgut nyamuk dan menginfeksi kelenjar ludah nyamuk. Nyamuk Aedes aegypti dapat menularkan dengue ke hospes lainnya setelah masa inkubasi 8-12 hari (Soedarto, 2012). Salah satu metode perlindungan pribadi yang diperlukan untuk menghindari dari gigitan nyamuk Aedes aegypti yaitu repelan. Durasi penggunaan repelan pada kulit yaitu 15 menit sampai 10 jam. Durasi dan efektivitas repelan tergantung pada jenis repelan (bahan aktif dan formulasi) dan sensitivitas serangga terhadap repelan. Setiap spesies serangga memiliki kepekaan yang berbeda-beda (WHO, 1997). Waktu standar repelan memberikan perlindungan yaitu > 2 jam (Phasomkusolsil et al., 2010). Repelan tradisional sudah sangat populer karena dianggap aman daripada repelan dari bahan sintesis (Maia et al., 2011). Repelan tradisional banyak digunakan karena terjangkau, mudah didapatkan, dan sangat efektif (Ntonifor et al., 2006). Minyak dari tanaman alam digunakan dengan mengoleskan pada kulit dan pakaian namun efek perlindungannya sangat singkat karena mudah menguap.
6
Repelan modern berasal dari bahan-bahan kimia. Salah satu nya yaitu DEET (N,N-diethyl-m-toluamide). DEET merupakan cairan berminyak yang tidak berwarna dan tidak terlalu bau. DEET memiliki efek perlindungan yang lebih lama yaitu 12 jam (WHO, 1997). DEET dapat menimbulkan iritasi pada kulit terutama jika terkena sinar matahari (Maia et al., 2011). Gel merupakan sistem setengah padat yang tersusun baik dari dispersi partikel anorganik kecil atau molekul organik besar yang diresapi oleh cairan (Ansel, 1989). Gel minimal terdiri dari 2 fase yaitu fase padat dan fase cair yang disebut liogel atau fase padat dan fase gas yang disebut serogel (Voight, 1984). Dasar gel dapat dibedakan menjadi 2 yaitu dasar gel hidrofobik (koloid liofobik) dan dasar gel hidrofilik (koloid liofilik). Koloid liofobik terdiri dari partikel anorganik. Bahan liofobik tidak secara spontan menyebar namun harus dirangsang dengan prosedur khusus. Koloid liofilik merupakan molekul organik besar dan dapat dilarutkan dengan molekul dari fase pendispersi. Bahan liofilik mudah tersebar setelah ditambah fase pendispersi dan membentuk dispersi koloid (Ansel, 1989). Bahan pembentuk gel yang ideal harus inert, aman dan tidak bereaksi dengan komponen lain. Gel dapat terbentuk melalui penurunan temperatur, tapi dapat juga pembentukan gel terjadi setelah pemanasan. Contoh polimer seperti MC (Metyl Cellulose) dan HPMC (Hidroxy Propyl Metyl Cellulose) dapat terlarut pada air yang dingin yang akan membentuk larutan yang kental dan pada peningkatan suhu larutan tersebut akan membentuk gel (Lachman & Kanig, 1994). Polimer sintetik seperti karbopol juga banyak digunakan dalam bidang farmasi dan kosmetik. Karbopol merupakan alil pentaeritriol, polimer asam berbasis akrilik yang mempunyai berat molekul tinggi (Allen, 2002). Pemerian dari karbopol yaitu serbuk berwarna putih, asam, higroskopis, sedikit berbau khas. Konsentrasi karbopol sebagai gelling agent yaitu 0,5%-2%. Karbopol larut dalam air, gliserin, dan etanol. Serbuk karbopol harus disimpan pada tempat yang kedap udara, wadah tahan korosi dan tidak lembab (Draganoiu et al., 2009). Struktur dari gelling agent karbopol dapat dilihat pada Gambar 2.
7
Gambar 2. Struktur karbopol (Draganoiu et al., 2009)
Penetral ditambahkan untuk mengentalkan gel setelah karbopol tersebar. Sodium hidroksida atau potassium hidroksida digunakan sebagai pengental jika dispersi karbopol mengandung kurang dari 20% etanol. Triethanolamin digunakan jika resin karbopol mengandung lebih dari 50% etanol. pH sangat penting dalam menentukan viskositas gel. Penambahan bahan penetralisasi yang berlebih menyebabkan berkurangnya viskositas yang tidak dapat dikembalikan dengan menambahkan asam. Viskositas maksimum terjadi pada pH 7, namun viskositas dapat diterima pada pH 4,5 atau 5 sampai pH 11 (Allen, 2002).
E. Landasan Teori Menurut Shinta (2012), minyak atsiri nilam pada konsentrasi 55% v/v yang diperoleh dengan menambahkan 5,5 ml minyak atsiri dengan 10 ml pelarut oleum ricini mempunyai daya repelan selama 3 jam terhadap nyamuk Aedes aegypti sebesar 97%. Daya repelan tergantung dari konsentrasi minyak atsiri yang digunakan dan lamanya pemaparan pada kulit. Kandungan tertinggi pada minyak nilam yaitu patchouli alcohol (Gokulakrishnan et al., 2013). Patchouli alkohol merupakan seskuiterpen alkohol yang diisolasi dari minyak nilam (Halimah, 2011). Menurut Yuliani (2005), formulasi gel repelan minyak atsiri akar wangi dengan variasi gelling agent karbopol akan mempengaruhi viskositas dan daya repelan gel. Semakin tinggi konsentrasi karbopol maka viskositas akan meningkat dan efek repelan gel juga meningkat. Jika gel semakin kental maka minyak atsiri akan terperangkap dalam gel sehingga gel akan melepaskan minyak atsiri perlahan-lahan dan efek repelan gel akan terjadi lebih lama. Menurut Agustina (2013), semakin tinggi viskositas emulgel maka daya sebar akan semakin rendah.
8
F. Hipotesis 1. Semakin besar konsentrasi gelling agent karbopol dalam sediaan gel dari minyak atsiri nilam menghasilkan aktivitas repelan yang semakin lama terhadap nyamuk Aedes aegypti. 2. Peningkatan konsentrasi gelling agent karbopol dalam sediaan gel minyak atsiri nilam akan menurunkan daya sebar, serta meningkatkan viskositas dan daya lekat.