BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu perilaku tidak sehat menurut Townsend (1994) adalah merokok. Merokok dapat mengakibatkan kanker paru-paru, penyakit jantung koroner, dan penyakit peredaran darah lainnya. Unsur utama dalam rokok adalah tembakau. Di dalam tembakau, semua bagiannya merupakan racun yang berbahaya bagi tubuh manusia. Kebiasaan merokok dapat menyebabkan berbagai macam penyakit seperti perubahan bau dan warna rambut, katarak, kanker paru, hati, jantung, impotensi, gangguan kehamilan dan nyeri kaki (Mackay, 2002). Ada beberapa pandangan tentang rokok dalam Islam, diantaranya merokok adalah perbuatan haram karena termasuk perbuatan yang boros, sia-sia dan menimbulkan kerugian (Salman & Atsari, 2007). Fatwa Syaikh Muhammad bin Jamil
Zainu menyatakan rokok
adalah sesuatu yang
membahayakan kesehatan. Ketua Umum Nahdatul Ulama (NU), Hasyim Muzadi menyatakan bahwa sejak dulu sampai sekarang, hukum merokok adalah makruh (jika dilakukan tidak apa-apa, namun sebaiknya ditinggalkan), sedangkan Ketua Muhammadiyah, Din Syamsudin
menyatakan bahwa soal rokok tidak bisa
difatwakan, karena fatwa halal atau haram mempunyai konsekuensi hukum (Satiti, 2012). Perilaku merokok penduduk 15 tahun ke atas masih belum mengalami penurunan dari tahun 2007 ke 2013, bahkan cenderung meningkat dari 34,2% pada tahun 2007 menjadi 36,3% pada tahun 2013. Diketahui, 64,9% laki-laki dan 2,1% perempuan masih menghisap rokok pada tahun 2013. Ditemukan 1,4% perokok umur 10-14 tahun, 9,9% perokok pada kelompok tidak bekerja, dan 32,3% pada kelompok kuintil indeks kepemilikan terendah, sedangkan rerata jumlah batang rokok yang dihisap adalah sekitar 12,3 batang, bervariasi dari yang terendah 10 batang di Daerah Istimewa Yogyakarta dan tertinggi di Bangka Belitung (18,3 batang) (Riskedas, 2013). Data menunjukkan adanya peningkatan jumlah perokok di dunia, yaitu sekitar 1,26 miliar jumlah perokok, dengan perokok di negara berkembang ada 800 juta. Diprediksi, akan ada peningkatan jumlah perokok apabila tidak ada upaya menghentikannya. Pada tahun 2020, jumlah perokok akan menjadi 1,6
1
2
miliar yang mengakibatkan bertambahnya jumlah perokok pasif, yaitu sebesar 770 juta anak akan terpaksa menjadi perokok pasif karena orangtua dan orang di sekitarnya merokok (Aditama, 2004). Sementara jumlah yang meninggal akibat merokok pada tahun 2000 ada 4,9 juta. Pemahaman mahasiswa kesehatan terhadap masalah rokok terlihat dalam sebuah penelitian di Kanada yang dilaporkan oleh Chalmers et al. (2002), yang menemukan bahwa dari 272 mahasiswa perawat terdapat 70 orang (22,1%) merokok. Sementara itu, penelitian Clark et al. (2004) menyebutkan bahwa dari 366 mahasiswa kesehatan di Universitas Australia 86 orang (24,1%) di antaranya merokok dan 82 orang (23,4%) sudah berhenti merokok. WHO, (2012) menyatakan bahwa pada tahun 2011 jumlah kematian akibat merokok hampir mencapai 6 juta orang dan 80% di antaranya terjadi di negara dengan pendapatan rendah dan menengah, salah satunya Indonesia, yang pada tahun 2011 telah memiliki peraturan bersama antara Menteri Kesehatan dan Menteri Dalam Negeri Nomor 188/Menkes/PB/I/2011 tentang Pedoman Pelaksanaan Kawasan Tanpa Rokok, yang merupakan implementasi dari UU Kesehatan tahun 2009. Berdasarkan peraturan tersebut, sudah sewajarnya bila setiap provinsi dan kabupaten/kota memiliki peraturan daerah tentang kawasan tanpa rokok. Sekitar 75% perokok pernah mencoba untuk berhenti merokok. Banyak keuntungan yang didapat apabila seseorang berhenti merokok. Bila seseorang dapat berhenti merokok selama 5 tahun, maka risiko terjadinya penyakit jantung koroner turun menjadi 51% dan bila 10 tahun berhenti merokok, maka risiko penyakit jantung koroner sama seperti orang yang tidak merokok, sedangkan risiko mendapat kanker paru turun menjadi 50% (Aditama, 2004). Penelitian di Australia menunjukkan apabila ada 1000 pria berhenti merokok, akan dapat menghemat dana A$ 408.000. Penghematan ini bisa dialokasikan ke sektor-sektor kesehatan yang masih membutuhkan dana seperti peningkatan kesehatan ibu dan anak (Susan dan Matthew, 2007). Di Mediterania, negara di sekitar laut tengah, di antara 1095 responden siswa SLTA pria di Teheran, 29% merokok dengan alasan coba-coba dan 5% menjadi perokok harian. Di Mesir perokok pria mencapai 20% lebih tinggi dari kelompok wanita yang 5% (Fatima, 2003). Strategi pengembangan promosi kesehatan melibatkan unsur komunitas, ras, sosial dan agama. Pengetahuan dan sikap
3
masyarakat terhadap kesehatan, tradisi dan kebudayaan terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan serta perilaku tokoh masyarakat dan tokoh agama akan berpengaruh terhadap perilaku kesehatan (Green, et al.,1980). Advokasi merupakan satu intervensi yang bisa dilakukan agar bisa berhenti merokok. Di sebuah SMA di California dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2002 dilakukan intervensi terhadap siswanya dengan hasil advokasi mempunyai hasil yang signifikan terhadap penurunan jumlah perokok dari 25,1% menjadi 20,3% (Maryln, et al., 2004). Sebuah laporan di Afrika Selatan pada tahun 1997, menunjukkan bahwa intervensi perilaku merokok dengan menaikkan pajak rokok sebesar 32% akan mempunyai kontribusi untuk menurunkan konsumsi tembakau sebesar 33% (WHO, 2003). Penurunan jumlah perokok yang berskala dunia telah dilakukan antar negara, maupun Indonesia, di antaranya adalah kegiatan pengontrolan tembakau oleh WHO serta Peringatan Hari Bebas Tembakau setiap tahunnya. Selain itu, WHO juga telah membentuk konvensi pengendalian tembakau dengan nama Framework Convention on Tobacco Control (WHO FCTC) atau Konvensi Pengendalian Masalah Tembakau (KPMT) yang bertujuan untuk melindungi generasi sekarang serta generasi yang akan datang dari kerusakan menyangkut kesehatan sosial, lingkungan, dan ekonomi sebagai akibat dari konsumsi tembakau (Achyadi, 2003). Mahasiswa sebagai bagian dari komunitas merokok rentan terpapar perilaku merokok. Mahasiswa Poltekkes Kemenkes Nangroe Aceh Darussalam yang merokok sebanyak 65,49% yang terdiri dari 48% perokok reguler dan 18% perokok coba-coba. Secara nasional, Departemen Pendidikan Nasional (2006) mencatat bahwa jumlah perokok di kalangan remaja dengan usia rata-rata antara 15-24 tahun sekitar 26,56%. Perilaku merokok mahasiswa biasanya berawal dari remaja. Remaja yang dapat menghindari rokok sebelum usia 20 tahun, umumnya tidak akan merokok di saat dewasa. Upaya mencegah munculnya perokok baru dan perubahan perilaku merokok sangat penting untuk dilakukan, yaitu melalui upaya promosi kesehatan melalui pendekatan agama. Terjadinya perubahan perilaku kesehatan seseorang dipengaruhi oleh: 1) Sejauh mana seseorang merasa kesehatannya terancam, 2) Penilaian orang tentang keuntungan dan kerugian suatu perilaku dilakukan, 3) Keyakinan orang tersebut bahwa perilaku tersebut mudah untuk dilaksanakan,
4
dan 4) Penerimaan terhadap anjuran orang lain untuk mengambil suatu keputusan dan tindakan kesehatan (Rosenstock, 1997). Proses pengambilan keputusan seseorang untuk berhenti merokok dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain; keyakinan terhadap bahaya merokok, pertimbangan untung rugi, pengetahuan yang dimiliki tentang bahaya merokok, interaksi sosial dan demografi (Stephen, et al., 1998). Perokok yang memelihara iman (faith) melalui pengontrolan kebiasaan lebih cenderung mencoba berhenti merokok, daripada orang yang melihat dirinya sebagai kecanduan (Eser cit. Abraham dan Shanley, 1992). Upaya pemerintah membuat terobosan kebijakan untuk membatasi ruang gerak industri rokok, antara lain dengan mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 81 Tahun 1999 tentang Penanggulangan Masalah Merokok bagi Kesehatan. Adanya pembatasan iklan rokok di media massa, pelaksanaan kawasan tanpa rokok dan semua upaya untuk meminimalisir konsumsi rokok belum menunjukkan hasil yang optimal. Untuk itu, diperlukan penguatan ke dalam diri sendiri untuk berhenti merokok dengan adanya dukungan dari keluarga dan lingkungan yang sehat (Satiti, 2011). Ajaran agama dalam kehidupan berfungsi untuk memberikan arahan dalam menempuh hidup serta dapat menolong dalam menghadapi kesusahan, dapat menentramkan batin, serta dapat membentengi diri seseorang dari gangguan kesehatan (Darajat, 1990). Orang yang aktif dalam menjalankan perintah agama seperti sholat, berdoa, belajar kitab suci, mendengarkan siaran agama, mempunyai hubungan yang signifikan dengan pengurangan atau berhenti merokok (Koenigh, et al., 2008). Dalam ajaran agama Islam, merokok merupakan salah satu perbuatan sia-sia. Selain itu, juga dapat menghabiskan uang secara boros dan Islam sangat melarang pemborosan. Hal ini sesuai dengan sabda Nabi Muhammad Rasulullah SAW yang dikutip oleh Sa’ad Al Kandahlawi (1998), tentang perbuatan sia-sia) yang artinya sebagai berikut:
“Sesungguhnya Allah tidak menyukai tiga perkara pada kalian yaitu: 1) banyak bicara yang tidak bermanfaat, 2) menghambur-hamburkan harta, 3) dan banyak bertanya” (H.R. Bukhari). Islam adalah agama yang di dalamnya ada aturan-aturan tentang kedokteran, pengobatan, dan kesehatan masyarakat. Syariat islam tentang kesehatan adalah sanitarian dan personal hygiene, pencegahan penyakit
5
menular, memerangi binatang melata, kesehatan makanan, kesehatan seks, kesehatan mental dan jasmani (Al Fanjari, 1996). Islam mengharamkan apapun yang membahayakan seseorang. AllahSWT berfirman dalam Al-Baqoroh ayat 195, yang artinya :”......dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan dan berbuat baiklah, karena sesungguhna Allah menyukai orangorang yang berbuat baik “ (Departemen Agama RI, 2002) Merokok telah menjadi perdebatan di kalangan umat Islam. Ada yang menganggap makruh (sebaiknya ditinggalkan) dan ada pula yang menganggap haram (terlarang). Rokok di makruhkan karena 3 hal, yaitu : membahayakan kesehatan, melenyapkan harta benda tanpa manfaat dan mendorong m,enjadi pecandu yang dapat membahayakan ibadahnya. Dengan alasan inilah, maka ada indikasi di haramkannya rokok (Al Fanjari, 1996). Prevalensi merokok di negara – negara muslim cukup tinggi. Aturan dilarang merokok di tempat umum sudah dilakukan oleh Iran, Arab Saudi, Irak, Uni Emirat arab, Kuwait dan Suriah. Sementara Aljazair, Afghanistan, Senegal, Niger, belum memiliki aturan larangan merokok. Indonesia sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia memiliki peran penting dalam kaitannya dengan perilaku merokok khususnya bagi yang beragama Islam (Ghauri, et al., 2006). Islam diajarkan di berbagai kesempatan dalam kehidupan agar nilai-nilai yang terkandung di dalamnya dapat diimplementasikan dengan baik. Salah satu tempat untuk belajar agama Islam adalah di pesantren. Pesantren mahasiswa Stikes Surya Global yang selanjutnya di sebut dengan pesantren Stikes Surya Global didirikan dalam rangka untuk mencapai visi dan misi dari Stikes Surya Global Yogyakarta, yaitu, menjadi institusi pendidikan tinggi kesehatan yang agamis, humanis, dan kompeten. Untuk menjadikan mahasiswanya agamis, mahasiswa diwajibkan untuk tinggal di pesantren. Untuk mahasiswa baru wajib selama 1 tahun, kemudian dapat melanjutkan lagi atau memilih tinggal di luar pesantren. Saat ini, pesantren mahasiswa Stikes Surya Global dihuni 100 mahasiswa putra dari Program Studi Ilmu Keperawatan, Kesehatan Masyarakat dan D3 Farmasi. Pesantren mahasiswa ini memiliki pola pembelajaran dan pembinaan sendiri yang dilakukan di luar waktu kuliah formal di Stikes Surya Global. Berdasarkan pengamatan, di pesantren ini 90% mahasiswanya tidak memiliki perilaku merokok. Dari fenomena tersebut muncul beberapa pertanyaan:
6
Bagaimanakah pengaruh
pengetahuan agama dan kesehatan tentang rokok
terhadap perilaku tidak merokok mahasiswa? Bagaimanakah pengaruh programprogram
di
pesantren
terhadap
perilaku
tidak
merokok
mahasiswa?
Bagaimanakah pengaruh interaksi sosial di pesantren terhadap perilaku tidak merokok mahasiswa? serta Bagaimanakah pengaruh keteladanan pemimpin/ amir pesantren terhadap perilaku tidak merokok mahasiswa? Hal ini menarik untuk diteliti karena dapat digunakan sebagai role model untuk mahasiswa atau remaja agar tidak memiliki perilaku merokok. B. Perumusan Masalah 1. Bagaimana pengaruh pengetahuan agama dan kesehatan tentang rokok, terhadap perilaku tidak merokok mahasiswa di Pesantren Stikes Surya Global Yogyakarta? 2. Bagaimana pengaruh program-program pesantren terhadap perilaku tidak merokok mahasiswa di Pesantren Stikes Surya Global Yogyakarta? 3. Bagaimana pengaruh interaksi sosial di pesantren terhadap perilaku tidak merokok mahasiswa? 4. Bagaimana pengaruh keteladanan pemimpin (amir) pesantren terhadap perilaku tidak merokok mahasiswa di Pesantren Stikes Surya Global Yogyakarta? C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum : Untuk mengetahui, memahami dan mengkaji secara mendalam perilaku tidak merokok mahasiswa di Pesantren Stikes Surya Global Yogyakarta. 2. Tujuan khusus : a. Untuk mengetahui faktor yang dapat dikategorikan utama dan pendukung yang mempengaruhi perilaku tidak merokok mahasiswa di pesantren Stikes Surya Global Yogyakarta. b. Untuk mengetahui pengaruh pengetahuan agama dan kesehatan tentang rokok terhadap perilaku tidak merokok mahasiswa di pesantren Stikes Surya Global.
7
c. Untuk mengetahui pengaruh program-program pesantren terhadap perilaku tidak merokok mahasiswa di pesantren Stikes Surya Global Yogyakarta. d. Untuk mengetahui pengaruh interaksi sosial di pesantren terhadap perilaku tidak merokok mahasiswa. e. Untuk mengetahui pengaruh keteladanan dari pemimpin (amir) terhadap perilaku tidak merokok mahasiswa di Pesantren Mahasiswa Stikes Surya Global Yogyakarta.
D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoritis : Untuk kajian dan pengembangan ilmu pengetahuan tentang perilaku dan promosi kesehatan 2. Manfaat praktis : a. Bagi pihak-pihak yang peduli terhadap gerakan anti rokok, dapat menggunakan model ini sebagai bukti bahwa mahasiswa bisa berperilaku tidak merokok. b. Bagi semua pihak, dapat menggunakan model pembelajaran dan pembentukan perilaku di pesantren mahasiswa. c. Bagi perokok, dapat menggunakan pendekatan pengetahuan agama dan kesehatan tentang rokok untuk berhenti merokok. d. Bagi peneliti, dapat digunakan untuk rujukan penelitian selanjutnya. E. Keaslian Penelitian Sepengetahuan penulis, belum ada penelitian yang membahas perilaku tidak merokok mahasiswa, khususnya mahasiswa di pesantren mahasiswa. Adapun penelitian yang pernah ada antara lain adalah sebagai berikut: 1. Perubahan perilaku merokok melalui dakwah pada aktivis dakwah di masjid Al-Ittihad Kabupaten Sleman Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, oleh Zulkarnaen (2006). Perubahan perilaku merokok bisa terjadi pada orang yang menjalani pelatihan dakwah. Sebelum mengikuti pelatihan dakwah, informan sulit berhenti merokok. Namun, dengan mengikuti pelatihan dakwah,
memperbanyak
kegiatan
ibadah
di
masjid,
mendengarkan
8
ceramah-ceramah dari ustadz tentang bahaya merokok, memperbanyak sholat, dzikir, dan selalu berkumpul dengan orang-orang yang tidak merokok, menjadikan informan bisa berhenti merokok. Persamaan dengan penelitian yang dilakukan ini adalah meneliti sampel yang menggunakan agama sebagai media untuk perubahan perilaku merokok. Perbedaannya adalah menggunakan kelompok dan metode kajian agama Islam yang berbeda dalam mengubah perilaku merokok. 2. Meisenhelder and Chandler (2002) melakukan penelitian berjudul Spirituality and Health Outcomes in the Eldery. Penelitian tersebut untuk mengetahui hubungan antara tindakan perilaku sikap dari spritualitas dengan kesehatan mental di warga lanjut usia. Frekuensi doa, iman dan ketergantungan pada agama menjadikan mereka memiliki kesehatan mental yang baik. Jumlah dan
waktu
ibadah,
merasakan
pentingnya
suatu
keyakinan
dan
menghubungkan segala sesuatu dengan agama ternyata memiliki hubungan kuat dengan kesehatan fisik dan mental. Persamaan dengan penelitian yang dilakukan ini adalah meneliti hubungan antara faktor keyakinan pada ajaran agama dengan status kesehatan. Perbedaannya adalah pada metode dan sampel penelitian. 3. Diskusi interaktif dengan audiovisual untuk meningkatkan pengetahuan dan sikap positif remaja terhadap perilaku tidak merokok di SMAN Kota Banda Aceh, oleh Ratnawati, (2011). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dapat tidaknya diskusi interaktif dengan pemutaran audiovisual untuk meningkatkan pengetahuan dan sikap positif remaja terhadap perilaku tidak merokok di SMAN Kota Banda Aceh. Jenis metode pada penelitian tersebut adalah quasi experiment dengan rancangan pre-test and post-test dengan control design. Kelompok eksperimen diberi perlakuan berupa diskusi interaktif dan pemutaran audiovisual. Populasi penelitian tersebut adalah siswa laki-laki yang merokok kelas I dan kelas II IPS, sedangkan besar sampel pada penelitian tersebut ditentukan berdasarkan kriteria inklusi. Analisis data dilakukan dengan uji paired t-test untuk 1 kelompok dan uji independent t-test pada kelompok berbeda dengan taraf signifikansi 5% atau p < 0,05. Kesimpulan: diskusi interaktif dengan pemutaran audiovisual dapat meningkatkan pengetahuan dan sikap positif remaja terhadap perilaku tidak merokok, dan terdapat perbedaan antara kelompok perlakuan dengan
9
kelompok kontrol. Persamaan dengan penelitian yang dilakukan ini adalah tujuan untuk meningkatkan perilaku tidak merokok. Perbedaannya adalah pada metode dan sampel penelitian. 4. Perilaku tidak merokok pada kader PKS di Kabupaten Kulonprogo DIY, oleh Jupri (2008). Proses terjadinya perilaku berhenti merokok kader PKS karena adanya niat, berbagai usaha untuk berhenti merokok, bimbingan dan teladan pembina serta interaksi sosial kader melalui kajian Islam rutin dan kegiatan PKS lain. Semua informan menyatakan bahwa interaksi sosial antar kader PKS yang tidak merokok dengan yang merokok yang didasari ukhuwah islamiyah membentuk perilaku tidak merokok di kalangan kader PKS. Kepatuhan pada ajaran agama dan interaksi sosial dalam sistem kaderisasi PKS melalui halaqoh pekanan, kegiatan insidental serta sosial yang berdasarkan pada ukhuwah islamiyah membentuk perilaku tidak merokok di kalangan kader PKS. Persamaan dengan penelitian ini menggunakan metode pembinaan halaqoh tarbiyah untuk berperilaku tidak merokok, sedangkan perbedaannya pada sampel, lokasi dan waktu penelitian.