BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Angka kematian bayi yang berarti tingkat risiko kematian terhadap anak yang lahir hidup sebelum ulang tahun pertamanya merupakan suatu indikator penting dan paling sering digunakan dalam pembangunan sosial dan ekonomi masyarakat (Masuy-Stroobant, 2001). Bayi berat lahir rendah (BBLR) merupakan suatu penyebab utama kematian bayi dan merupakan suatu indikator penting dalam monitoring pencapaian tujuan MDG’s untuk menurunkan angka kematian bayi (UNICEF/WHO, 2004; Catalist consortium, 2005). Lebih dari dua per tiga (67%) dari seluruh bayi yang meninggal pada tahun 2001 adalah BBLR (Kotch, 2005). World Health Organization (WHO) melaporkan bahwa pada tahun 2000 sejumlah 20.629.000 kejadian BBLR diseluruh dunia atau 15,5% dari seluruh kelahiran hidup. Lebih dari 95% dari BBLR lahir di negara-negara berkembang dan 11,6%
di antaranya terjadi di Asia Tenggara (UNICEF/WHO, 2004).
Berdasarkan data hasil Riset Kesehatan Dasar (Rikesdas) 2007, sebanyak 16 provinsi mempunyai proporsi BBLR diatas angka nasional 11,5%, termasuk diantaranya provinsi Sulawesi Tengah dengan proporsi BBLR sebesar 16,3%. Angka tersebut lebih besar dari target BBLR yang ditetapkan pada program perbaikan gizi menuju Indonesia Sehat 2010 yakni maksimal 7% (Depkes RI, 2008). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa jarak kehamilan yang terlalu pendek
meningkatkan
risiko
untuk
kelahiran
BBLR.
Norton
(2005)
menyimpulkan bahwa jarak kelahiran sebelumnya hingga terjadi konsepsi berikutnya yang kurang dari 6 bulan, berhubungan dengan peningkatan risiko kelahiran preterm, BBLR dan bayi kecil untuk masa kehamilan (KMK). Dasuki (1991) dalam penelitiannya juga menemukan adanya risiko untuk terjadinya BBLR pada jarak kehamilan <24 bulan dibandingkan dengan jarak kehamilan > 24 bulan dan makin pendek jarak kehamilan makin tinggi risiko untuk melahirkan BBLR.
1
Beberapa penelitian
lain menunjukkan hasil yang berbeda tentang
hubungan jarak kehamilan dan BBLR, yakni jarak kehamilan yang terlalu pendek atau terlalu panjang keduanya meningkatkan risiko untuk kelahiran BBLR. Conde-Agudelo et al. (2006) menyimpulkan bahwa jarak antar kehamilan yang kurang dari 18 bulan dan lebih dari 59 bulan berhubungan erat dengan risiko yang lebih besar untuk kelahiran preterm, BBLR dan bayi kecil untuk masa kehamilan (KMK). Penelitian lain menyimpulkan bahwa risiko terendah untuk terjadinya BBLR adalah Jarak kehamilan antara 18-23 bulan, makin pendek jarak kehamilan sebelum 18 bulan dan makin panjang jarak kehamilan setelah 23 bulan makin tinggi risiko untuk melahirkan BBLR (Zhu and Le, 2003; Zhu, 2005). Berdasarkan hipotesis dan hasil penelitian yang ada maka Setty-Venugopal and Upadhyay (2002), Wilopo (2004) dan Espeut (2005) mengemukakan bahwa jarak kehamilan yang optimal untuk kelangsungan hidup ibu dan anak adalah 3-5 tahun. Peningkatan median jarak kelahiran di Indonesia
terjadi paling cepat
dibanding negara lain di dunia. Meningkat dari median 34 bulan pada tahun 1987 menjadi 45 bulan pada tahun 1997, akan tetapi masih ada 36% wanita dengan jarak kelahiran kurang dari 3 tahun (Setty-Venugopal and Upadhyay, 2002). Menurut data hasil survei demografi dan kesehatan Indonesia (SDKI) 2007, secara umum median jarak kelahiran di Indonesia adalah 54,6 bulan. Jarak kelahiran kurang dari 36 bulan sejak kelahiran anak sebelumnya sejumlah 29,5% sedangkan jarak kelahiran antara 36-59 bulan sebesar 25,6% dan yang melahirkan dengan jarak kelahiran 60 bulan keatas sebesar 44,8%. Di Propinsi Sulawesi Tengah mediannya 46,8 bulan dimana terdapat 35,5% yang melahirkan dengan jarak kurang dari 36 bulan dan sejumlah 31,9% yang melahirkan dengan jarak 36-59 bulan dan ditemukan sejumlah 32,7% wanita yang melahirkan anak 60 bulan setelah kelahiran anak sebelumnya (BPS and Macro International, 2007). Walaupun kematian adalah suatu peristiwa biologis, sebagian besar akibat suatu penyakit tertentu, kajian demografi tentang determinan terhadap kematian bayi dan anak menekankan faktor-faktor (budaya, lingkungan, sosial dan perilaku), yang dapat mempengaruhi terjadinya penyakit dan kematian pada bayi (Masuy-Stroobant, 2001). Misra et al. (2003) mengemukakan pentingnya suatu
2
pendekatan yang terintegrasi dalam menilai berbagai faktor risiko yang mempengaruhi kesehatan perinatal termasuk BBLR. Penelitian Lou et al. (2006) menunjukkan bahwa pendapatan rumah tangga yang rendah berhubungan dengan peningkatan risiko kelahiran preterm, kelahiran bayi KMK, lahir mati dan kematian bayi. Menurut SDKI 2007 sejumlah 57% wanita berstatus kawin di Indonesia dengan status sedang bekerja dan terlihat kecenderungan bahwa seorang wanita bekerja menurun seiring dengan naiknya kuantil terendah ke kuantil teratas. Hal tersebut menunjukkan bahwa kebanyakan wanita yang bekerja bertujuan untuk meningkatkan pendapatan keluarga. Padahal menurut Mantra (2003) berlainan dengan laki-laki, umumnya perempuan yang bekerja mempunyai peranan ganda sebagai ibu yang melaksanakan tugas rumah tangga, mengasuh dan membesarkan anak dan bekerja untuk menambah penghasilan keluarga. Akibat beban kerja dan jam kerja yang lama maka wanita hamil yang bekerja memiliki risiko terhadap kesehatan janin dalam kandungannya. McDonald et al. (1987) yang meneliti wanita pekerja dan dampak terhadap kehamilannya menemukan adanya hubungan antara pekerjaan dan kejadian BBLR. Hasil penelitian Anand and Garg (2000) menunjukkan bahwa 67,8% BBLR lahir dari ibu yang bekerja dibandingkan dengan Ibu rumah tangga yang hanya 22%. Begitu pula dengan penelitian Joshi et al. (2005) yang menemukan proporsi kelahiran BBLR 43,94% pada ibu yang bekerja. Beban kerja seorang wanita yang bekerja akan meningkat seiring dengan jumlah anak yang banyak akibat jarak kelahiran yang pendek. Penelitian oleh FHI Women’s Studie Project di Filipina pada tahun 1998 menunjukkan bahwa: setiap anak meningkatkan beban kerja 2 jam per hari, dimana setiap anak usia pra sekolah meningkatkan beban kerja 52 menit. Dengan kata lain setiap anak membebani 2 kali lipat setelah umur 3 tahun (Catalist consortium, 2005). Berdasarkan uraian diatas ternyata angka kejadian BBLR di Sulawesi Tengah masih tinggi dan penelitian tentang jarak kehamilan sebagai faktor risiko terhadap BBLR menunjukkan hasil yang berbeda. Sebagian penelitian menyimpulkan bahwa jarak kehamilan yang terlalu pendek merupakan faktor
3
risiko terhadap BBLR, sedangkan penelitian lain menyimpulkan bahwa jarak kehamilan yang terlalu pendek atau terlalu panjang keduanya meningkatkan risiko terjadinya BBLR. Selain itu hasil penelitian menunjukkan bahwa wanita hamil yang bekerja juga merupakan faktor risiko terhadap kejadian BBLR. Pada tahun 2009, Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) di kabupaten Banggai sebesar 73,08% dan 49% diantaranya adalah pekerja wanita. Mereka bekerja sebagai pegawai negeri, sektor industri pertambangan nikel, gas alam dan pengolahan hasil laut. Sehingga peneliti tertarik untuk meneliti hubungan antara jarak kehamilan dan status pekerjaan ibu terhadap kejadian BBLR di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Luwuk, Kabupaten Banggai. RSUD. Luwuk adalah Rumah Sakit rujukan untuk dua kabupaten di Sulawesi Tengah yaitu Kabupaten Banggai dan Kabupaten Banggai Kepulauan. Jumlah persalinan dan kejadian BBLR di rumah sakit ini setiap tahunnya cukup tinggi. Berdasarkan data yang diperoleh pada studi pendahuluan di Instalasi Rekam Medik RSUD Luwuk pada tahun 2007 terdapat 568 kelahiran dan diantaranya terdapat 60 BBLR atau 105 per 1000 kelahiran, sedangkan pada periode tahun 2009 terjadi 533 persalinan dan 56 diantaranya BBLR atau 106 per 1000 kelahiran. B. Perumusan Masalah Berdasarkan data yang ada ternyata proporsi BBLR di Sulawesi Tengah masih tinggi dibanding propinsi lain di Indonesia. Jarak kehamilan merupakan faktor yang sangat erat kaitannya dengan kejadian BBLR. Akan tetapi penelitian yang ada menunjukkan hasil yang berbeda mengenai jarak kehamilan yang berisiko terhadap BBLR. Sebagian penelitian menyimpulkan bahwa jarak kehamilan yang pendek merupakan faktor risiko untuk terjadinya BBLR, dan sebagian penelitian lainnya menyimpulkan bahwa jarak kehamilan yang terlalu pendek atau terlalu panjang meningkatkan risiko terjadinya BBLR. Faktor lain yang berpengaruh terhadap kejadian BBLR adalah status pekerjaan ibu. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa wanita yang bekerja saat hamil tanpa melihat jenis pekerjaan, berhubungan erat dengan kejadian BBLR. Berdasarkan uraian tersebut
4
maka penulis tertarik untuk meneliti pengaruh status pekerjaan ibu dan jarak kehamilan terhadap kejadian BBLR. Dengan demikian penelitian ini akan menjawab pertanyaan:”Apakah ada hubungan antara status pekerjaan ibu dan jarak kehamilan dengan BBLR?”
C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum Tujuan umum penelitian ini adalah diperolehnya informasi tentang pengaruh status pekerjaan ibu dan jarak kehamilan terhadap kejadian BBLR. 2. Tujuan Khusus Sedangkan tujuan khusus dari penelitian ini adalah untuk: 1. Diketahuinya angka kejadian BBLR dan karakteristik ibu hamil yang melahirkan BBLR di RSUD. Luwuk. 2. Diketahuinya hubungan antara status pekerjaan ibu dan jarak kehamilan dengan kejadian BBLR setelah faktor risiko lainnya dikontrol.
D. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini yaitu: 1.
Bagi pembuat kebijakan, penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan
dan
pertimbangan
untuk
pengembangan
program
yang
berhubungan dengan upaya pencegahan terjadinya BBLR. 2.
Bagi perkembangan ilmu pengetahuan secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan masukan untuk penelitian selanjutnya.
3.
Bagi peneliti, penelitian ini diharapkan meningkatkan pemahaman, daya analitis
dan
kemampuan
metodologis
dalam
melihat
kasus
yang
berhubungan dengan jarak kehamilan, status pekerjaan ibu dan kejadian BBLR. E. Keaslian Penelitian Beberapa penelitian tentang BBLR sudah banyak yang dilakukan oleh peneliti sebelumnya. Berikut ini adalah beberapa penelitian yang menjadi rujukan
5
penting dalam penelitian ini adalah: 1. Dasuki (1991) melakukan penelitian prospektif terhadap 1293 wanita hamil di Jawa Tengah untuk mengetahui hubungan antara riwayat menyusui dan jarak antar kehamilan dengan BBLR dan kelangsungan hidup perinatal. Hasilnya menunjukkan bahwa wanita yang jarak antar kehamilannya kurang dari 24 bulan berisiko untuk melahirkan BBLR dibandingkan dengan wanita yang jarak antar kehamilannya lebih dari 24 bulan. Faktor-faktor lainnya yang berhubungan dengan peningkatan risiko untuk terjadinya BBLR
adalah:
tinggi badan ibu, kadar hemoglobin, riwayat persalinan sebelumnya yang abnormal. Perbedaan dengan penelitian ini adalah: rancangan penelitian, variabel bebas yang diteliti dan lokasi penelitian. 2. Anand and Garg (2000) melakukan penelitian dengan metode cross-sectional yang bertujuan untuk mengetahui faktor sosial-ekonomi dan faktor ibu yang mempengaruhi terjadinya BBLR. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktorfaktor yang berhubungan dengan BBLR adalah: perawatan selama kehamilan (ANC), pendidikan ibu, pekerjaan ibu, pendapatan perkapita, paritas, riwayat persalinan yang buruk, berat badan ibu sebelum persalinan dan kadar hemoglobin. Perbedaan dengan penelitian ini adalah: rancangan penelitian, variabel yang diteliti dan lokasi penelitian. 3. Mansour et al. (2002) melakukan penelitian dengan metode cross-sectional terhadap wanita melahirkan selama periode tahun 1995-1997 di Mesir yang bertujuan untuk mengetahui prevalensi dan determinan terhadap faktor risiko terjadinya BBLR. Hasil penelitian ini menemukan bahwa persalinan preterm merupakan faktor risiko yang signifikan terhadap kejadian BBLR. Morbiditas ibu selama hamil dan status gizi ibu juga sangat erat hubungannya dengan melahirkan BBLR. Selain itu penelitian ini juga menemukan hubungan yang signifikan antara status ibu yang bekerja dengan peningkatan risiko terjadinya BBLR. Perbedaan dengan penelitian ini adalah: rancangan penelitian dan lokasi penelitian. 4. Zhu (2005) melakukan penelitian dengan metode cross-sectional dan
6
retrospective cohort di tiga negara bagian di Amerika Serikat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara jarak antar kehamilan dan dampaknya pada bayi yang dilahirkan BBLR, kelahiran preterm, dan KMK). Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa jarak kelahiran yang paling rendah risiko untuk terjadinya BBLR adalah 18-23 bulan dan risiko meningkat diluar dari jarak antar kehamilan tersebut. Perbedaan dengan penelitian ini adalah: rancangan penelitian, variabel yang diteliti dan lokasi penelitian. 5. Joshi et al. (2005) melakukan penelitian dengan metode cross-sectional untuk mengetahui faktor risiko yang berhubungan dengan BBLR di India. Hasil penelitian tersebut menemukan adanya hubungan antara tingkat pendidikan dan pekerjaan ibu dengan kejadian BBLR. Faktor lainnya yang menjadi faktor risiko terjadinya BBLR adalah: ANC, jarak kelahiran, Index massa tubuh (IMT) ibu hamil, dan penyakit yang diderita ibu selama masa kehamilan. Perbedaan dengan penelitian ini adalah: rancangan penelitian,variabel yang diteliti dan lokasi penelitian. 6. Yuliva (2007) melakukan penelitian dengan metode kohor retrospektif tentang hubungan status pekerjaan Ibu dengan berat lahir bayi di RSUP. DR. M. Djamil Padang. Penelitian ini menyimpulkan adanya hubungan antara status pekerjaan ibu (ibu bekerja atau tidak bekerja) dan jenis pekerjaan ibu (bekerja dengan aktifitas fisik berat atau aktifitas fisik ringan) dengan berat lahir bayi. Berat lahir bayi pada ibu yang bekerja dengan aktifitas fisik berat lebih rendah dibandingkan dengan berat lahir bayi pada ibu yang tidak bekerja dengan aktifitas berat. Perbedaan dengan penelitian ini adalah: variabel bebas yang diteliti dan lokasi.
7