BAB 3 PERUMUSAN MASALAH
3.1.
Latar Belakang Masalah Perbankan Indonesia dalam menjalankan fungsinya berasaskan demokrasi
ekonomi dan menggunakan prinsip kehati-hatian. Fungsi utama perbankan Indonesia adalah sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat serta bertujuan untuk menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya, pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nasional, kearah peningkatan taraf hidup rakyat banyak. Salah satu risiko yang selalu dihadapi oleh sektor perbankan adalah Non Performing loan (NPL) yang disebabkan oleh depresiasi nilai tukar rupiah terhadap US Dollar, tingginya suku bunga, pelanggaran terhadap prinsip kehati-hatian dimana proses pemberian kredit tidak mengikuti prosedur dan ketentuan yang seharusnya karena lebih menekankan ekspansi dan pertumbuhan daripada kualitas kredit. Berdasarkan pengalaman praktik apabila terjadi kredit macet pada sebuah bank, maka penyebabnya hanya ada dua, yaitu karena adanya error omission dan error commission. Error omission (EO) adalah timbulnya kredit macet yang diakibatkan oleh adanya unsur kesengajaan manusianya untuk melanggar kebijakan dan prosedur yang telah ditetapkan. Sedangkan error comission
(EC)
adalah timbulnya kredit
macet karena
memanfaatkan lemahnya peraturan atau ketentuan yang memang belum ada atau sudah ada, tetapi tidak jelas. Penyebab utama masalah bank yang serius adalah berkaitan langsung dengan standar pemberian kredit yang lunak atau longgar, manajemen risiko portofolio kredit yang lemah, dan karena kurang perhatian terhadap perubahan ekonomi atau kondisi lingkungan lainnya yang pada akhirnya dapat membuat sebuah kredit kepada counterparty menjadi bermasalah.
20
Gambar 3.1 NPL Ratio PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk. Periode Tahun 2000-2005
Berdasarkan hasil audit yang telah dilakukan oleh Bank Mandiri, pada akhir tahun 2004 terjadi peningkatan NPL dari 7,1 % di Kuartal 1 menjadi 17,8 % di kuartal 3. Pada kuartal ke 2 di tahun 2005 NPL stock meningkat sebanyak Rp. 25, 2 triliun. Pada Laporan keuangan audit per 31 Desember 2005, Bank Mandiri melaporkan rasio NPL (Non Performing Loan) sebesar 26,7 % yang meningkat dari 24,6 % di triwulan III 2005 atau meningkat dari 7,4 % pada posisi akhir tahun 2004. Peningkatan NPL ini disebabkan oleh penurunan kualitas kredit Bank Mandiri, penerapan regulasi baru tentang penilaian kualitas aktifa produktif Bank Mandiri, dan kondisi makro yang kurang kondusif di triwulan IV 2005.
21
Gambar 3.2 Grafik Perbandingan Non Perfoming Loan Ratio PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk dengan Bank Lain Tabel 3.1 Perbedaan NPL ratio antara Bank Mandiri dengan Bank lain
Bank Mandiri • Gross NPL ratio meningkat secara signifikan di tahun 2005 dari 7,1 % di tahun 2004 menjadi 25,3 % di tahun 2005 , hal ini terjadi akibat dari proses klasifikasi baru yang diberikan oleh Bank Indonesia dan juga lemahnya ekonomi di tahun 2005. • Net NPL ratio berada di posisi 15,3% pada tahun 2005
Bank Lain • •
Gross NPL ratio pada bank pemerintah lainnya yaitu sebesar 8.3% di tahun 2005 Pada bank swasta gross NPL ratio mengalami penurunan dari 3.0% di tahun 2004 menjadi 2.8% di tahun 2005.
Hal lain yang menyebabkan kredit bermasalah adalah kegagalan bisnis nasabah yang antara lain disebabkan kelemahan atau kekurangmampuan manajemen dalam mengelola usahanya, sebagian lagi karena adanya unsur kesengajaan atau itikad tidak baik dari nasabah yang tidak diketahui atau gagal diantisipasi pihak bank. Sampai saat ini, bisnis kredit masih merupakan sumber pendapatan yang menjadi andalan bank. Dalam menghadapi persaingan yang ketat dan kecenderungan deregulasi perbankan, bank terpaksa masuk dalam dilema berat antara kebutuhan untuk memperluas bisnis melalui ekspansi secepat mungkin, dan kekhawatiran bahwa upaya ini akan membawa permasalahan dikemudian hari. Oleh karena itu, bank semakin dituntut untuk dapat melihat secara jeli bagaimana caranya mempercepat
22
pertumbuhan tanpa meninggalkan prinsip prudensial, karena pada ujungnya penilaian kinerja yang menentukan keberhasilan manajemen dalam mengelola bank, dimana hasil kinerja harus memenuhi harapan pemegang saham. Salah satu faktor kunci pada proses pengelolaan risiko kredit adalah pemisahan yang jelas antara unit kredit dan pengelolaan risiko, dengan pedoman yang jelas mengenai batasan dan wewenang atas persetujuan kredit. Selama bank bergelut dalam bisnis pemberian pinjaman, kredit bermasalah merupakan hal yang mungkin saja terjadi. Oleh karena itu, bank harus dapat meminimalisasi risiko sekecil mungkin agar dapat mengurangi risiko yang akan terjadi yang mungkin dapat menghambat kegiatan bank tersebut. Dan juga diperlukan proses analisis risiko yang lebih efisien dan efektif agar dampak negatifnya tidak terjadi.
3.2. •
Pembatasan Masalah Pembahasan tesis ini dibatasi hanya pada sampel perusahaan yang diberikan oleh PT. Bank Mandiri ( persero ) Tbk. yaitu sebanyak 14 perusahaan dengan 6 jenis perushaan yang bergerak dibidang yang berbeda-beda, yaitu perushaan plastik, tekstil, perdagangan, kontaraktor, air minum dalam kemasan, dan properti.
•
Pembahasan tesis ini dibatasi berdasarkan sektor-sektor yang potensial di Jawa Barat dengan melihat tingkat pertumbuhan dari tahun 2003-2005.
•
Pemilihan sektor yang potensial tersebut mengacu pada operating profit dan volume bisnis dari masing-masing perusahaan dan menggunakan matriks BCG sebagai dasar pemetaan perusahaan kemudian dilakukan proses scoring risiko sederhana dengan menggunakan skala dampak dikalikan dengan skala kemungkinan.
23
3.3.
Perumusan Masalah Kredit bermasalah berimplikasi pada banyak sektor tidak hanya perbankan
dan dunia usaha, juga sektor pemerintah, oleh karenanya penanganan kredit bermasalah tidak mungkin dilakukan oleh industri perbankan sendiri namun juga oleh pelaku ekonomi lainnya. Disisi lain sektor perbankan memiliki peranan sangat penting dalam perekonomian negara karena hubungan antara perbankan dan perekonomian mengandung interaksi yang positif yaitu sehatnya sektor perbankan akan memacu kegiatan perekonomian dan sebaliknya perekonomian yang mengalami pertumbuhan akan mendorong berkembangnya sektor perbankan. Salah satu upaya pembenahan dan penyehatan sektor perbankan, pemerintah melalui Peraturan Pemerintah No. 28 tahun 1999 tentang Merger, Konsolidasi, dan Akuisisi Bank, telah menggabungkan 4 Bank BUMN menjadi Bank Mandiri dan beroperasi sejak tanggal 1 Agustus 1999. Pada Laporan keuangan audit per 31 Desember 2005, Bank Mandiri melaporkan rasio NPL (Non Performing Loan) sebesar 26,7 % yang meningkat dari 24,6 % di triwulan III 2005 atau meningkat dari 7,4 % pada posisi akhir tahun 2004. Peningkatan NPL ini disebabkan oleh penurunan kualitas kredit Bank Mandiri, penerapan regulasi baru tentang penilaian kualitas aktifa produktif Bank Mandiri, dan kondisi makro yang kurang kondusif di triwulan IV 2005. Selama bank bergelut dalam bisnis pemberian pinjaman, kredit bermasalah akan merupakan hal yang sulit untuk dapat dihindari dan dalam batas-batas tertentu kredit bermasalah merupakan hal yang lumrah karena pada dasarnya esensi lending business adalah default risk artinya risiko dimana bank gagal memperoleh kembali dana yang disalurkan sesuai dengan pinjaman yang telah disepakati dengan pihak debitur. Namun demikian bank senantiasa harus mengupayakan untuk menekan pinjaman bermasalahnya sehingga tidak menjadi material yang tentunya dapat membahayakan kelangsungan hidup dari bank itu sendiri. Kegiatan pengelolaan risiko kredit secara umum meliputi penyusunan proses dan kebijakan kredit; penentuan limit dan evaluasi berkala; pengembangan model penilaian kredit bagi tiap lini bisnis; serta evaluasi prosedur dan kebijakan stress
24
testing kredit untuk mengantisipasi seluruh risiko potensial yang mungkin timbul, termasuk pencadangan kredit yang sesuai. Dalam pemberian fasilitas kredit, Bank Mandiri menghadapi risiko kredit yang merupakan risiko kerugian yang memungkinkan terjadi akibat kegagalan debitur untuk memenuhi kewajibannya sesuai dengan perjanjian kredit, khususnya kegagalan membayar bunga dan pokok kredit. Akibat dari hal tersebut adalah tingginya Non Performing Loan (NPL) dari Bank Mandiri, sehingga dapat mengurangi nilai dari kinerja Bank Mandiri. Bank Mandiri telah mengimplementasikan suatu sistem internal credit rating untuk melakukan evaluasi terhadap perusahaan yang melakukan pinjaman kredit dan juga scoring system untuk pinjaman terhadap konsumen individual. Pengukuran risiko kredit telah dikembangkan melalui suatu metode statistik baik menggunakan data internal maupun eksternal. Bank Mandiri menilai, memonitor dan mengendalikan risiko kredit untuk setiap debitur dan juga jumlah kewajibannya. Bank Mandiri memiliki standar proses persetujuan kredit yang tersusun rapi termasuk prosedur penilaian pemberian kredit secara komprehensif. Namun demikian, dalam proses penilaian kredit, Bank Mandiri memiliki informasi yang terbatas khususnya mengenai informasi kinerja debitur yang diperoleh dari otoritas moneter/Bank Indonesia, dan Bank Mandiri juga mempunyai suatu divisi yang telah melakukan analisis mengenai sektor industri yang potensial untuk dibiayai yaitu Change Management Group. Namun referensi tersebut masih bersifat global sehingga perlu dikaji lebih dalam untuk masing-masing wilayah. Pengambilan keputusan dalam pemberian kredit memiliki risiko yang besar, sehingga sebagai suatu badan pemberi kredit, Bank Mandiri harus melakukan manajemen risiko untuk mengantisipasi kerugian-kerugian yang mungkin terjadi akan terjadi terutama pada tahap awal penyaringan calon debitur.
25
3.4.
Alasan Pemilihan Masalah Permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini didasari oleh hal-hal
berikut ini: 1. Bank sebagai lembaga keuangan atau perusahaan umumnya dalam menjalankan kegiatan guna mendapatkan hasil usaha (return) selalu dihadapkan pada risiko, untuk itu bank harus mengerti dan mengenal risikorisiko yang mungkin timbul dalam melaksanakan kegiatan usahanya. 2. Standar pemberian kredit yang lunak atau longgar, serta manajemen risiko portofolio kredit yang lemah sehingga memungkinkan terjadinya kredit bermasalah dan kredit macet, yang secara tidak langsung dapat mengikis modal bank. 3. Tuntutan konsumen yang semakin tinggi dan persaingan yang semakin tajam serta diversifikasi sehingga berdampak terhadap menipisnya margin bank yang dalam kebanyakan hal ini telah diatasi dengan ekspansi kredit dan / atau menawarkan produk atau kegiatan usaha baru. 4. Kebijakan dan strategi yang memperhatikan aspek-aspek risiko yang ada dapat memberikan nilai tambah dan fleksibilitas perusahaan dalam beradaptasi dengan perubahan-perubahan, baik itu dalam lingkungan internal maupun eksternal perusahaan.
3.5.
Posisi Permasalahan yang Dipecahkan Posisi permasalahan yang dipecahkan terletak pada proses pemilihan calon
debitur yang potensial untuk dibiayai. Dalam proses kredit Bank Mandiri berusaha untuk meminimalisasikan risiko yang dihadapi terhadap para calon debiturnya. Salah satu cara untuk melakukan seleksi awal dalam pemilihan calon debitur yaitu dengan menggunakan matriks BCG sebagai dasar acuannya. Dimana dalam matriks ini akan dipetakan posisi dari perusahaan-perusahaan yang mengajukan kredit dilihat dari operating profit dan volume bisnisnya, sehingga pada akhirnya akan terlihat perusahaan-perusahaan yang layak untuk dibiayai atau pun tidak layak untuk dibiayai. Kemudian dilakukan penyebaran kuesioner untuk mendapatkan scoring
26
berdasarkan jenis risiko – risiko yang didapat dengan cara mengkalikan skala dampak dan skala kemungkinan melalui variabel-variabel yang ada pada kuesioner kemudian dijumlahkan sehingga mendapat suatu nilai, dimana nilai ini digunakan sebagai scoring dari masing – masing jenis industri. Fokus pemecahan masalah adalah upaya untuk meminimalisasikan risiko yang timbul dari proses perkreditan, serta meningkatkan efisiensi dalam proses pemberian dan persetujuan kredit untuk meningkatkan kinerja Bank Mandiri. Dalam penulisan ini dibahas suatu metode untuk mencegah kemungkinan terjadinya kredit macet dalam proses pemberian kredit. Metode ini hanya sebagai early warning system dalam suatu proses pemberian kredit, sehingga agar kualitas kredit yang di berikan tetap lancar, Bank perlu menyadari/mengetahui gejala dini dari menurunnya kualitas suatu kredit sehingga dapat segera melakukan corrective action sebelum permasalahan menjadi semakin memburuk
Gambar 3.3. Alur Posisi Masalah yang Dipecahkan
27
3.6
Tujuan Penelitian Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengembangkan suatu
metode baru dalam pemilihan debitur yang dilakukan pada tahap awal penyaringan dalam mencari calon debitur yang potensial untuk meminimalisasi risiko yang timbul dari proses perkreditan.
28