BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS
2.1 Tinjauan Teoritis Tinjauan teoritis berisi tentang kajian atau konsep teori yang relevan dalam penulisan ini. Tinjauan teori harus mendukung identifikasi terhadap kelanjutan bab selanjutnya. Untuk lebih detailnya dapat dilihat pada penjelasan penjabaran dibawah ini :
2.1.1 Hotel Kata hotel memilki pengertian atau definisi yang cukup banyak, masing – masing orang berbeda dalam menguraikannya. Berikut ini adalah beberapa pengertian hotel : 1. Menurut Menteri Perhubungan, hotel adalah suatu bentuk akomodasi yang dikelola secara komersial, disediakan bagi setiap orang untuk memperoleh pelayanan penginapan berikut makan dan minum (SK.Menhub.RI.No.PM 10/PW.391/PHB-77). 2. Menurut AHMA (American Hotel and Motel Associations), hotel adalah suatu tempat dimana disediakan penginapan, makanan, dan minuman, serta pelayanan lainnya, untuk disewakan bagi para tamu atau orang – orang yang tinggal untuk sementara waktu.
3. Menurut Webster, hotel adalah suatu bangunan atau lembaga yang menyediakan kamar untuk menginap, makanan dan minuman serta pelayanan lainnya untuk umum. Dengan mengacu pada pengertian diatas dan untuk menertibkan perhotelan Indonesia, pemerintah menurunkan peraturan yang dituangkan dalam Surat Keputusan Menparpostel No.KM/37/PW.340/MPPT-86, tentang peraturan usaha dan penggolongan hotel, Bab 1, Ayat (b) dalam SK tersebut menyebutkan bahwa : “ Hotel adalah suatu jenis akomodasi yang dipergunakan sebagian atau seluruh bangunan untuk menyediakan jasa penginapan, makanan dan minuman serta jasa penunjang lainnya bagi umum dan dikelola secara komersial.”
2.1.2 Jasa Pengertian jasa menurut Kotler dan Keller (2009:42) adalah a service is any act or performance that one perty can offer to another that is essentially intangible and does not result the ownership of anything. Its production may or may not be tied to a physical product. Definisi ini menjelaskan bahwa jasa adalah sesuatu tindakan yang ditawarkan oleh suatu pihak ke pihak lain yang secara fisik tidak berwujud dan tidak memberikan pemilikan sesuatu. Produksi jasa dapat terikat atau tidak terikat pada suatu produk fisik. Definisi lainnya dari jasa berorientasi pada aspek proses dan aktivitas dikemukakan oleh Gronroos (2000) dalam Tjiptono (2006), bahwa jasa adalah proses yang terdiri dari serangkaian aktivitas intangible yang biasanya terjadi pada interaksi antara pelanggan dan karyawan jasa dan atau sumber daya fisik atau
barang dan atau sistem penyedia jasa, yang disediakan sebagai solusi atas masalah pelanggan. Menurut Kotler dan Keller (2009:45) menyatakan bahwa terdapat empat karakteristik jasa yang berdampak pada desain pemasaran jasa, yaitu: 1. Tidak berwujud (tangibility) Sifat jasa yang tidak berwujud mengakibatkan suatu jasa tidak dapat mencium, melihat, mendengar, meraba dan merasakan hasilnya sebelum membelinya. Untuk mengurangi ketidakpastian tersebut konsumen akan mencoba mencari informasi tentang jasa tersebut, seperti lokasi perusahaan, rekam jejak kinerja perusahaan dan apa yang akan didapat dari perusahaan tersebut jika kita melakukan transaksi serta hal-hal lainnya. 2. Tidak dapat dipisahkan (inseparability) Jasa umumnya diproduksi dan dikonsumsi pada saat bersamaan. Jika seseorang melakukan pembelian jasa, maka penyedia jasa tersebut merupakan bagian dari jasa. Karena konsumen selalu menunggu sampai jasa tersebut diproduksi, maka interaksi penyedia jasa dan konsumen merupakan ciri utama dari pemasaran jasa. 3. Bervariasi (variabillity) Jasa tergantung kepada siapa penyedia jasa tersebut dan kapan serta dimana jasa diproduksi, mengakibatkan jasa memiliki hasil yang berbeda – beda. Misalnya sebuah hotel yang sangat ramah melayani dan tanggap terhadap keluhan-keluhan tamunnya, sedangkan hotel yang lain tidak. Hal ini mengakibatkan pembeli jasa sangat berhatihati terhadap adanya perbedaan
ini, sehingga seringkali meminta pendapat dari orang lain sebelum memilih suatu jasa. 4. Tidak tahan lama (perishabillity) Jasa tidak dapat disimpan. Karakteristik perishability ini tidak akan menjadi masalah jika permintaan tetap. Tetapi jika perusahaan berfluktuasi, maka perusahaan jasa mengalami masalah. Misalnya perusahaan transportasi harus menyediakan lebih banyak kendaraan selama jam-jam sibuk untuk memenuhi permintaan konsumen. Industri jasa sangat beragam, sehingga tidak mudah untuk menyamakan pemasarannya. Klasifikasi jasa dapat membantu memahami batasan-batasan dari industri jasa dan memanfaatkan pengalaman industri lain yang mempunyai masalah dan karakteristik yang sama untuk diterapkan pada suatu bisnis jasa. Menurut Lovelock (dalam Tjiptono dan Candra, 2005:13) secara garis besar, klasifikasi jasa dapat dilakukan berdasarkan tujuh kriteria pokok: 1. Segmen pasar Berdasarkan segmen pasar, jasa dapat dibedakan menjadi jasa yang ditunjukan pada konsumen akhir (misalnya taksi, asuransi jiwa, katering dan pendidikan), dan jasa bagi konsumen organisasional (misalnya biro periklanan, jasa akuntansi, dan perpajakan, jasa konsultasi manajemen). 2. Tingkat keberwujudan Kriteria ini berhubungan dengan tingkat keterlibatan produk fisik dengan konsumen. Berdasarkan kriteria ini, jasa dapat dibedakan menjadi tiga macam yaitu :
a. Rented goods services Konsumen menyewa dan menggunakan produk tertentu berdasarkan tarif tertentu selama jangka waktu tertentu pula. b. Owned goods services Produk yang dimiliki konsumen direparasi, dikembangkan atau ditingkatkan untuk kerjanya, dipelihara/dirawat oleh perusahaan jasa. c. Non goods service Jasa personal yang bersifat intangible (tidak berbentuk fisik) ditawarkan pada pelanggan. 3. Keterampilan penyedia jasa Jasa dibedakan menjadi dua tipe yang pertama, professional services (seperti dosen, konsultan manajemen, konsultan hukum, pengacara). Kedua, non professional services (seperti jasa supir taksi, tukang parkir, pengantar surat, penjaga toko). 4. Tujuan organisasi Jasa dapat diklasifikasikan menjadi commercial services atau profit services (misalnya jasa penerbangan, bank, penyewaan mobil, hotel, restoran) dan non profit services (seperti sekolah, yayasan dana bantuan, panti asuhan, pondok pesantren). 5. Regulasi Jasa dapat dibagi menjadi regulated services (misalnya angkutan umum, media massa) dan non regulated services (seperti jasa makelar, katering, kost).
6. Tingkat intensitas karyawan Jasa dibedakan menjadi equipment based services (seperti cuci mobil otomatis, mesin ATM) dan people based services (seperti pelatih sepak bola, bidan, dokter anak). 7. Tingkat kontak penyedia jasa dan pelanggan Jasa dibedakan menjadi high contact services (seperti universitas, konsultan bisnis) dan low contact services (misalnya bioskop, jasa PLN).
2.1.3 Perilaku Konsumen Jasa Tujuan utama pemasar adalah melayani dan memuaskan kebutuhan dan keinginan konsumen. Oleh karena itu, pemasar perlu memahami bagaimana perilaku konsumen dalam memuaskan kebutuhan dan keinginannya. Menurut Dharmmesta dan Handoko (2008:10) Perilaku konsumen (consumer behavior) adalah kegiatan – kegiatan individu yang secara langsung terlibat dalam mendapatkan dan mempergunakan barang – barang dan jasa – jasa tersebut didalamnya proses pengambilan keputusan pada persiapan dan penentuan kegiatan – kegiatan tersebut. Kotler dan Keller (2007:214) menyatakan bahwa perilaku konsumen adalah perilaku dari konsumen akhir, individu dan rumah tangga yang membeli barang dan jasa untuk konsumsi pribadi.Ada dua elemen penting dari perilaku konsumen tersebut, yaitu : 1. Proses pengambilan keputusan.
2. Kegiatan fisik, semua ini melibatkan individu dalam menilai, mendapatkan dan mempergunakan barang-barang atau jasa-jasa ekonomis. Berdasarkan pengertian - pengertian diatas dapat dilihat bahwa perilaku konsumen berkaitan erat dengan proses pengambilan keputusan untuk menggunakan barang atau jasa untuk memuaskan kebutuhannya dan selalu bertindak rasional. Para konsumen akan berusaha memaksimalkan kepuasannya selama kemampuan finansialnya memungkinkan. Mereka memilki pengetahuan tentang alternatif produk yang dapat memuaskan kebutuhan mereka. Selama utilitas marjinal yang diperoleh dari pembelian produk masih lebih besar atau sama dengan biaya yang dikorbankan, konsumen akan cenderunag membeli produk yang ditawarkan. Pada hakekatnya kebutuhan konsumen akan mengalami perubahan dalam hidupnya sejalan dengan perubahan sosial, ekonomi, dan budaya yang terjadi dimana mereka hidup. Perubahan tersebut akan mempengaruhi perilaku konsumen, yaitu dalam mengambil keputusan pembelian atau penggunaan suatu produk barang atau jasa. Tjiptono (2006) menyatakan bahwa perilaku konsumen jasa terdiri dari tiga tahap yaitu : 1. Prapembelian, konsumsi, dan evaluasi purna beli. Tahap prapembelian mencakup semua aktivitas konsumen yang terjadi sebelum terjadi transaksi pembelian dan pemakaian jasa. Tahap ini meliputi tiga proses, yaitu identifikasi kebutuhan, pencarian informasi, dan evaluasi alternatif.
2. Konsumsi Tahap konsumsi merupakan tahap proses keputusan konsumen, dimana konsumen membeli atau menggunakan produk atau jasa. 3. Evaluasi purna beli Merupakan tahap proses pembuatan konsumen sewaktu konsumen menetukan apakah konsumen sudah telah melakukan keputusan pembelian yang tepat. Gambar 1 Model Perilaku Konsumen Jasa
TAHAP PRA-PEMBELIAN
TAHAP KONSUMSI
TAHAP EVALUASI PURNA BELI
Identifikasi
Pencarian
Evaluasi
Pembelian
Evaluasi
kebutuhan :
informasi
alternatif :
& konsumsi
Purnabeli :
- Kebutuhan pelanggan - Nilai pelanggan
: -Evoked set -Sumber informasi -Persepsi terhadap resiko
- Decision rule
Sumber : Tjiptono (2006) Pemasaran Jasa
: - Emosi dan mood - Dramaturgi - Role theory dan script theory - Control theory - Customer compability
-Cognitive dissonance -Kepuasan pelanggan -Loyalitas pelanggan -Kualitas jasa
2.1.4 Kualitas Pelayanan a. Pengertian Kualitas Pelayanan Kualitas pelayanan yang baik merupakan salah satu syarat kesuksesan perusahaan jasa. Kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan yang memenuhi atau
melebihi harapan pelanggan (Tjiptono,2006). Sehingga definisi kualitas kinerja pelayanan (Service performance) dapat diartikan sebagai upaya pemenuhan kebutuhan dan keinginan konsumen serta ketepatan penyampaiannya dalam mengimbangi harapan konsumen. Hal ini berarti bahwa citra kualitas yang baik bukan berdasarkan sudut pandang atau persepsi pihak penyedia jasa yaitu perusahaan, akan tetapi sudut pandang penilaian persepsi pelanggan. Dalam hal ini, konsumen adalah pihak yang mengkonsumsi dan menikmati jasa, sehingga merekalah yang seharusnya menentukan kualitas jasa. Persepsi pelanggan terhadap kualitas jasa merupakan nilai menyeluruh atas keunggulan atau jasa. Menurut Cronin dan Taylor (1994) kinerja pelayanan adalah kinerja dari pelayanan
yang
benar-benar
mereka
rasakan.
Berbeda
dengan
yang
dikemukakan oleh Parasuraman, Zeithaml dan Berry (1988) pengukuran kinerja pelayanan diukur dengan perasaan pelanggan pada saat menerima kualitas pelayanan. Jadi bukan antara persepsi dan harapan pelanggan terhadap kualitas pelayanan yang diterima. Sehingga kinerja pelayanan (SERVPERF) lebih bisa menjawab permasalahan yang muncul dalam menentukan kualitas pelayanan karena konsumen lebih dapat merasakan layanan yang diterima dibanding dengan persepsi secara umum dan harapan atas produk yang diterima. Skala SERVPERF dinyatakan lebih tepat dalam mengukur kualitas jasa (R. Kenneth Teas, 1994) karena skala SERVQUAL yang menggunakan perbandingan
persepsi
dan
harapan
untuk
mengukur
kualitas
jasa,
mendefinisikan konsep kualitas jasa yang diterima dihubungkan dengan konsepsi (persepsi-harapan). Definisi harapan yang digunakan, bukan sebagai
apa yang akan disediakan melainkan apa yang „seharusnya‟ disediakan oleh penyedia jasa. Service performance lebih bisa menjawab permasalahan yang muncul dalam menentukan kualitas jasa karena bagaimanapun konsumen hanya akan bisa menilai kualitas yang mereka terima dari suatu produsen tertentu bukan pada persepsi mereka atas kualitas jasa pada umumnya (Bolton dan Drew, 1991; Cronin dan Taylor, 1992, 1994; Teas 1993; Gotlieb, Grewal dan Brown,1994). Dari beberapa teori diatas dapat disimpulkan bahwa Service Performance adalah penilaian menyeluruh konsumen terhadap hasil pelayanan yang dirasakan saat menerima pelayanan dari penyedia jasa, sehingga kualitas jasa / pelayanan lebih tepat dan spesifik menggunakan model SERVPERF. Aydin dan Ozer (2004) dalam Retansa (2009) menjelaskan pentingnya kualitas
pelayanan
untuk
meningkatkan
profitabilitas
dan
kesuksesan
perusahaan. Kualitas pelayanan berkaitan dengan keputusan pelanggan, kesempurnaan total atau superioritas pelayanan perusahaan. Untuk lebih memahami konsep kualitas pelayanan, adapun beberapa atribut yang harus kita mengerti terlebih dahulu yang berkaitan dengan kualitas pelayanan, yaitu: 1. Pelayanan merupakan sesuatu yang tak terlihat (intangible). 2. Pelayanan merupakan sesuatu yang heterogen, artinya dalam pengukuran kinerja suatu jasa sering bervariasi, tergantung dari sisi penyedia jasa dan pelanggan. 3. Pelayanan tidak dapat ditempatkan dalam suatu kinerja waktu tertentu, sehingga penilaiannya dilakukan sepanjang waktu.
4. Hasil pelayanan atau dalam hal ini produknya, tidak dapat dipisahkan dari konsumsi yang diperlukan. Dari atribut mengenai kualitas pelayanan di atas, dapat disimpulkan bahwa kualitas pelayanan yang dirasakan oleh satu orang dengan lainnya pasti berbeda, disesuaikan dengan perasaan psikis orang tersebut dalam merasakan pelayanan yang diberikan. b. Metode Pengukuran Kualitas Pelayanan Pengukuran hanya berkepentingan untuk mengukur apa yang penting dan relevan. Untuk itu, perlu jelas tentang apa yang dikatakan penting dan relevan sebelum menentukan ukuran apa yang harus digunakan. Hal – hal yang diukur tergantung pada apa yang dianggap penting oleh pelanggan. Pengukuran mengukur keterkaitan antara strategi berorientasi pelanggan dan tujuan dengan tindakan. Kualitas pelayanan dalam penelitian ini diukur berdasarkan skala SERVPERF dari Cronin dan Taylor (1994) dengan menggunakan pertanyaan yang dikembangkan dari persepsi konsumen terhadap kinerja yang dirasakan dan dapat dilakukan dengan cara : 1. Kebersihan dan kerapian berpakaian karyawan. 2. Pelayanan dilihat dari jam kerja yang menyenangkan, pelayanan yang sama untuk setiap pelanggan. 3. Kemauan memberikan bantuan dengan ramah bila ada kesulitan, pelayanan yang cepat.
4. Personil
terdiri
dari
Kemampuan,
kesopanan,
kejujuran
(dapat
dipercaya), keandalan, cepat tanggap dan komunikasi yang baik.
2.1.5 Fasilitas a. Pengertian Fasilitas Fasilitas adalah penyediaan perlengkapan – perlengkapan fisik untuk memberikan kemudahan kepada para tamu dalam melaksanakan aktivitas – aktivitasnya atau kegiatan – kegiatannya, sehingga kebutuhan - kebutuhan tamu dapat terpenuhi selama tinggal dihotel (Sulastiyono, 2006). Segala fasilitas yang ada yaitu kondisi fasilitas, kelengkapan, desain interior dan eksterior serta kebersihan fasilitas harus diperhatikan terutama yang berkaitan erat dengan apa yang dirasakan atau didapat konsumen secara langsung. Pelanggan memang harus dipuaskan, sebab kalau tidak puas akan meninggalkan perusahaan dan menjadi pelanggan pesaing. Hal ini akan menyebabkan penurunan penjualan dan pada gilirannya akan menurunkan laba. Fasilitas dalam penelitian ini adalah sarana yang disediakan oleh hotel. Pada dasarnya fasilitas ini merupakan faktor yang menentukan pilihan orang untuk tinggal atau menginap di suatu hotel tertentu ( Keputusan Menparpostel Nomor KM 37/PW.340/MPRT-86 ). Fasilitas–fasilitas dalam suatu hotel (Sulastiyono, 2006) adalah kamar tidur dengan segala perlengkapannya, restoran/caffe dengan pendukungnya, fasilitas tambahan ( fasilitas olahraga atau hiburan ), dan lain–lain.
b. Metode Pengukuran Fasilitas Pengukuran fasilitas dalam penelitian ini perlu dilakukan untuk mengetahui sejauh mana fasilitas yang telah disediakan dapat memenuhi harapan serta memberikan kepuasan terhadap pelanggan. Menurut Tjiptono (2006:51) ada beberapa unsur – unsur yang perlu dipertimbangkan dalam menentukan fasilitas jasa, yaitu : 1. Pertimbangan atau perencanaan parsial Aspek-aspek seperti proposi, tekstur, warna, dan lain–lain perlu dipertimbangkan, dikombinasikan, dan dikembangkan untuk memancing respon intelektual maupun emosional dari pemakai atau orang yang melihatnya. 2. Perancang ruang Unsur ini mencakup perencanaan interior dan arsitektur seperti penempatan perabotan dan perlengkapan dalam ruangan, desain aliran sirkulasi dan lain– lain.seperti penempatan ruang pertemuan perlu diperhatikan selain daya tampungnya,
juga
perlu
diperhatikan
penempatan
perabotan
atau
perlengkapan. 3. Perlengkapan atau perabotan Perlengkapan berfungsi sebagai sarana pelindung barang-barang berharga, sebagai tanda penyambutan bagi para konsumen. 4. Tata cahaya Yang perlu diperhatikan dalam tata cahaya adalah warna jenis dan sifat aktivitas yang dilakukan dalam ruangan serta suasana yang diinginkan.
5. Warna Warna dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan efisiensi, menimbulkan kesan
rileks,
serta
mengurangi
tingkat
kecelakaan.
Warna
yang
dipergunakan untuk interior fasilitas jasa diperlu dikaitkan dengan efek emosional dari warna yang dipilih. 6. Pesan – pesan yang disampaikan secara grafis Aspek penting yang terkait dalam unsur ini adalah penampilan visual, penempatan, pemilihan bentuk fisik, pemilihan warna, pencahayaan dan pemilihan bentuk perwajahan lambang atau tanda yang dipergunakan untuk maksud tertentu.
2.1.6 Kepuasan Pelanggan a. Pengertian kepuasaan pelanggan Lupiyoadi dan Hamdani (2008:192), mengemukakan bahwa kepuasan merupakan tingkat perasaan dimana seseorang menyatakan hasil perbandingan atas kinerja produk (jasa) yang diterima dan diharapkan. Sedangkan Kotler dan Keller (2009:138-139), mengemukakan bahwa kepuasan (satisfaction) adalah perasaan senang atau kecewa seseorang yang timbul karena membandingkan kinerja yang dipersepsikan produk atau hasil terhadap ekspetasi mereka. Menurut Lupiyoadi dan Hamdani (2008:196) menuliskan bahwa banyak peneliti melakukan studi untuk memperlihatkan manfaat dari mempertahankan pelanggan ini, salah satunya Rosenberg dan Czepiel (1984) yang memperlihatkan
bahwa biaya untuk memperoleh pelanggan baru sekitar lima kali lipat dari biaya mempertahankan pelanggan yang ada melalui strategi pemasaran relasional. Schiffman dan Kanuk (2010:29-30), mengemukakan bahwa kepuasan pelanggan adalah perbandingan antara persepsi konsumen terhadap produk atau jasa dalam kaitannya dengan harapan mereka masing-masing. Di sisi positif, konsumen yang merasa puas akan menjadi loyal dan akan melakukan pembelian kembali atau orang-orang yang mendapatkan pengalaman melebihi ekspetasinya dan yang paling menguntungkan adalah adanya promosi dari mulut ke mulut. Jadi, menurut definisi-definisi diatas kepuasaan pelanggan adalah pelanggan merasa puas dengan yang diharapkan sesuai dengan keinginan pelanggan sehingga menimbulkan perasaan senang. b. Metode Pengukuran Kepuasan Pelanggan (Tjiptono, 2006:65) menunjukkan 6 (enam) konsep inti dalam mengukur kepuasan pelanggan, yang terdiri atas : 1. Kepuasan pelanggan keseluruhan (Overall customer satisfaction) Cara yang paling sederhana untuk mengukur kepuasan pelanggan adalah langsung menanyakan kepada pelanggan seberapa puas mereka dengan produk atau jasa spesifik tertentu. 2. Dimensi kepuasan pelanggan Berbagai penelitian memilah kepuasan pelanggan dalam komponen – komponennya. Umumnya, proses semacam ini atas empat langkah. Pertama, mengindentifikasi dimensi-dimensi kunci kepuasan pelanggan. Kedua, meminta pelanggan menilai produk dan/atau jasa perusahaan
berdasarkan item-item spesifik, seperti kecepatan layanan, fasilitas layanan atau keramahan staf pelayanan pelanggan. Ketiga, meminta pelanggan menilai produk dan/atau jasa pesaing berdasarkan item-item spesifik yang sama. Keempat, meminta para pelanggan untuk menentukan dimensi-dimensi yang menurut mereka yang paling penting dalam menilai kepuasan pelanggan keseluruhan. 3. Konfirmasi harapan (Confirmation of expectations) Dalam konsep ini, kepuasan tidak diukur langsung, namun disimpulkan berdasarkan
kesesuaian/ketidaksesuaian
antara
harapan
pelanggan
dengan kinerja actual produk perusahaan pada sejumlah atribut atau dimensi penting. 4. Minat pembelian ulang (Repurchase intent) Kepuasan pelanggan diukur secara behavioral dengan jalan menanyakan apakah pelanggan akan berbelanja atau menggunakan jasa perusahaan lain. 5. Kesediaan untuk merekomendasi (Willingness to recommend) Dalam kasus produk yang pembelian ulangnya relative lama atau bahkan hanya terjadi satu kali pembelian, kesediaan pelanggan untuk merekomendasikan kepada teman atau keluarganya menjadi ukuran yang penting untuk dianalisis dan ditindaklanjuti.
6. Ketidakpuasan pelanggan (Customer dissatisfaction) Beberapa macam aspek yang sering ditelaah guna mengetahui ketidakpuasaan pelanggan, meliputi: a. Komplain b. Return atau pengembalian produk c. Biaya garansi d. Product recal (penarikan kembali produk dari pasar) e. Word of Mouth negative (kritik negatif) f. Defections (konsumen yang beralih ke pesaing)
2.2 Penelitian Terdahulu Beberapa penelitian terdahulu yang menjadi rujukan penelitian ini antara lain, penelitian yang dilakukan oleh Yulisha Anggun widyasari (2006) dengan judul “Pengaruh Fasilitas dan Pelayanan Terhadap Kepuasan Konsumen pada Hotel Graha Santika Semarang” dengan variabel – variabel penelitian adalah fasilitas, pelayanan dan kepuasan konsumen diaporkan hasil bahwa terdapat pengaruh secara signifikan dan positif antara fasilitas dan pelayanan terhadap kepuasan konsumen. Hal tersebut dapat dilihat dari persamaan regresi yaitu sebesar 0,715. Hal ini berarti bahwa 71,5% kepuasan konsumen dapat dijelaskan oleh variabel fasilitas dan kualitas pelayanan. Sedangkan 28,5% dapat dijelaskan oleh sebab – sebab lain yang tidak diteliti dalam penelitian tersebut. Penelitian Donny Indra Wibowo (2010) yang meneliti pengaruh fasilitas, pelayanan, harga dan lokasi terhadap kepuasan konsumen. Dalam penelitian ini
menggunakan empat variable independen (Fasilitas, pelayanan, harga, dan lokasi) dengan satu variable dependen (Kepuasan konsumen). Simpulan dalam penelitian ini adalah terdapat pengaruh secara simultan antara variabel fasilitas, pelayanan, harga dan lokasi terhadap kepuasan konsumen sebesar 68,9 %, sedangkan secara parsial terdapat pengaruh antara variabel fasilitas terhadap kepuasan konsumen sebesar 17,39%, terdapat pengaruh antar variabel pelayanan terahadap kepuasan konsumen sebesar 24,70%, variabel harga mempunyai pengaruh terhadap kepuasan konsumen sebesar 6,60%, sedangkan pengaruh antara variabel lokasi terhadap kepuasan konsumen sebesar 10,89%. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan konsumen di Hotel Muria Semarang terdiri dari fasilitas, pelayanan, lokasi dan harga. Faktor yang paling dominan mempengaruhi kepuasan konsumen adalah fasilitas, pelayanan dan lokasi. Ratih Hardiyati (2010) meneliti tentang “Analisis Pengaruh Kualitas Pelayanan Terhadap Kepuasan Konsumen Menggunakan Jasa Penginapan (Villa) Agrowisata Kebun Teh Pagilaran”. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa variabel kualitas pelayanan berpengaruh signifikan dan positif. Hal tersebut dapat dilihat dari koefisien variabel kualitas pelayanan pada persamaan regresi yaitu sebesar 0,517. Hal ini berarti bahwa 51,7% kepuasan konsumen dapat dijelaskan oleh variabel kualitas pelayanan. Sedangkan 48,3% dapat dijelaskan oleh sebab – sebab lain yang tidak diteliti dalam penelitian tersebut.
2.3 Rerangka Pemikiran Konseptual Berdasarkan tinjauan landasan teori dan penelitian terdahulu, maka dapat disusun sebuah kerangka pemikiran teoritis seperti yang tersaji dalam gambar sebagai berikut : Gambar 2 Rerangka Pemikiran Teoritis Kualitas Pelayanan Kepuasan Pelanggan Fasilitas
2.4 Perumusan Hipotesis Hipotesis merupakan suatu ide untuk mencari fakta yang harus dikumpulkan. Hipotesis adalah suatu pertanyaan sementara atau dugaan yang paling memungkinkan yang masih harus dicari kebenarannya. Hubungan antar variabel dalam penelitian ini memiliki hipotesis sebagai berikut : 1. Hubungan kualitas pelayanan dengan kepuasan pelanggan Kualitas pelayanan merupakan tolak ukur dalam menentukan keputusan pembelian atau tidaknya seorang pengguna jasa, karena melalui kualitas pelayanan akan dapat menilai kinerja dan merasakan puas atau tidaknya mereka dengan layanan yang diberikan oleh penyedia jasa. Kualitas pelayanan merupakan hasil penilaian pelanggan atas keunggulan atau keistimewaan layanan secara menyeluruh. Bila penilaian
yang dihasilkan merupakan penilaian yang positif, maka kualitas layanan ini akan berdampak pada terjadinya keputusan pembelian. Atas dasar pemikiran tersebut maka dapat dirumuskan hipotesis : H1 : Kualitas pelayanan memiliki pengaruh positif terhadap kepuasan pelanggan. 2. Hubungan fasilitas dengan kepuasan pelanggan Menurut Tjiptono (2006) dengan fasilitas yang baik maka dapat membentuk persepsi di mata pelanggan. Di sejumlah tipe jasa, persepsi yang terbentuk dari interaksi antara pelanggan dengan fasilitas berpengaruh terhadap kualitas jasa di mata pelanggan. Raharjani (2005) menyatakan bahwa apabila suatu perusahaan jasa mempunyai fasilitas yang memadai sehinggga dapat memudahkan konsumen dalam menggunakan jasanya dan membuat nyaman konsumen dalam menggunakan jasanya tersebut tersebut maka akan dapat mempengaruhi konsumen dalam melakukan pembelian jasa. Selain itu perusahaan yang memberikan suasana menyenangkan dengan desain fasilitas yang menarik akan mempengaruhi konsumen dalam melakukan pembelian. Atas dasar pemikiran tersebut maka dapat dirumuskan hipotesis : H2 : Fasilitas memiliki pengaruh yang positif terhadap kepuasan pelanggan.