BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS
2.1. Tinjauan Teoretis 2.1.1. Pengertian Audit Komite konsep audit dasar (committee on auditing concepts) telah merumuskan definisi umum dari audit: Audit ( auditing ) adalah suatu proses sistematik mendapatkan dan mengevaluasi bukti-bukti secara objektif sehubungan dengan asersi atas tindakan dan peristiwa ekonomi untuk memastikan tingkat kesesuaian
antara
asersi-asersi
tersebut
dan
menetapkan
kriteria
serta
mengkomunikasikan hasilnya kepada pihak-pihak yang berkepentingan (Messier et, al 2008). Dalam melaksanakan audit faktor-faktor berikut harus diperhatikan (Messier et, al 2008): 1.
Dibutuhkan informasi yang dapat diukur dan sejumlah kriteria (standart) yang dapat digunakan sebagai panduan untuk megevaluasi informasi
2.
Penetapan entitas ekonomi dan periode waktu yang diaudit harus jelas untuk menentukan lingkup tanggungjawab auditor
3.
Bahan bukti harus diperoleh dalam jumlah dan kualitas yang cukup untuk memenuhi tujuan audit
4.
Kemampuan auditor memahami kriteria yang digunakan serta sikap independen dalam mengumpulkan bahan bukti yang diperlukan untuk mendukung kesimpulan yang akan diambilnya.
8
9
2.1.2. Tipe Audit Pada umumnya dibagi menjadi 3 golongan yaitu : audit laporan keuangan, audit kepatuhan dan audit operasional ( Mulyadi, 1990). 1. Audit laporan keuangan (financial statement audit) Audit yang dilakukan oleh auditor eksternal terhadap laporan keuangan kliennya untuk memberikan pendapat apakah laporan keuangan tersebut disajikan sesuai dengan kriteria-kriteria yang telah ditetapkan.Hasil audit lalu dibagikan kepada pihak luar perusahaan seperti pemegang saham 2. Audit kepatuhan (compliens audit) Audit ini bertujuan untuk untuk menentukan apakah yang diperiksa sesuai dengan kondisi dan undang-undang tertentu. Kriteria yang ditetapkan dalam audit kepatuhan berasal dari sumber yang berbeda. Contohnya bersumber dari manajemen dalam bentuk prosedur pengendalian intern. Audit kepatuhan biasanya disebut fungsi audit internal karena oleh suatu pegawai perusahaan 3. Audit Operasional (operational audit) Audit operasional merupakan penelaah secara sistematik aktivitas operasi organisasi dalam hubungannya dengan tujuan tertentu. Dalam audit operasional diharapkan melakukan pengamatan yang objektif dan analisis yang komperehensif terhadap operasional tertentu. Tujuan audit operasional adalah untuk menilai kinerja, mengidentifikasi kesempatan untuk peningkatan, memberikan rekomendasi untuk perbaikan atau tindakan lebih lanjut
10
2.1.3. Jenis-jenis auditor Auditor biasanya dklasifikasikan dalam 3 kategori berdasarkan siapa yang mempekerjakan mereka, akuntan publik, akuntan pemerintahan dan akuntan intern (Mulyadi, 1992). 1. Akuntan publik Akuntan professional yang menjual jasanya kepada masyarakat umum, terutama dalam bidang pemeriksaan terhadap laporan keuangan yang dibuat oleh kliennya. 2. Akuntan pemerintahan Akuntan yang bekerja di instansi pemerintah yang tugas pokoknya melakukan pemeriksaan terhadap pertanggugjawaban keuangan yang disajikan oleh unit-unit organisasi dalam pemerintahan atau pertanggugjawaban keuangan yang ditujukan kepada pemerintah. 3. Akuntan intern Akuntan yang bekerja dalam perusahaan yang tugas pokoknya adalah menentukan apakah kebijakan dan prosedur yang ditetapkan oleh manajemen puncak telah dipatuhi, menentukan baik atau tidaknya penjagaan terhadap asetaset organisasi, menentukan efisien dan efektivitas prosedur kegiatan organisasi, serta menentukan keandalan informasi yang dihasilkan oleh berbagai bagian organisasi.
11
2.1.4. Jabatan auditor di Kantor Auditor Pembagian struktur organisasi kantor akuntan public secara umum biasanya pembagian menurut jenjang atau jabatan akuntan publik. Pembagian dapat dijelaskan sebagai berikut (Mulyadi, 2000): 1. Patner
:
Menduduki
jabatan
tertinggi
dalam
penugasan
audit;
bertanggungjawab atas hubungan dengan klien; bertanggungjawab secara menyeluruh mengenai auditing. Patner menandatangani laporan audit dan management letter, dan bertanggung jawab terhadap penagihan fee audit dari klien. 2. Manajer audit bertindak sebagai pengawas audit ; bertugas untuk membantu auditor senior dalam merencanakan program audit dan waktu audit; mereview kertas kerja laporan audit dan manajemen letter. Biasanya manajer melakukan pengawasan terhadap pekerjaan beberapa auditor senior. Pekerjaan manajer tidak berada dikantor klien melainkan di kantor auditor dalam bentuk pengawasan terhadap pekerjaan yang dilaksanakan pada auditor senior. 3. Auditor senior bertugas untuk melaksanakan audit, bertanggungjawab untuk mengusahakan biaya audit dan waktu audit sesuai dengan rencana serta bertugas mengarahkan dan mereview pekerjaan auditor junior. Auditor senior biasanya hanya menetap di kantor klien sepanjang prosedur audit dilaksanakan. Umumnya auditor senior melakukan audit terhadap suatu obyek pada saat tertentu.
12
4. Auditor junior melaksanakan prosedur audit rinci, membuat kertas kerja untuk mendokumentasikan pekerjaan audit yang telah dilaksakan. Setiap kantor akuntan memiliki pembagian strukutur organisasi tersendiri kepada kebijakan perusahaan yang ditetapkan.
2.1.5. Prosedur Audit Standar pekerjaan lapangan ketiga menyebutkan beberapa prosedur audit yang harus dilaksanakan oleh auditor dalam mengumpulkan berbagai tipe bukti audit. Prosedur audit adalah instruksi rinci untuk mengumpulkan tipe bukti audit tertentu yang harus diperoleh pada saat tertentu dalam audit. Prosedur audit yang disebutkan dalam standart tersebut meliputi (Mulyadi, 2002) : 1. Inspeksi Inspeksi merupakan pemeriksaan secara rinci terhadap dokumen atau kondisi fisik sesuatu. Prosedur audit ini banyak dilakukan oleh auditor. Dengan melakukan inspeksi terhadap sebuah dokumen, auditor akan dapat menentukan keaslian dokumen tersebut. 2. Pengamatan Pengamatan merupakan prosedur audit yang digunakan oleh auditor untuk melihat atau menyaksikan pelaksanaan suatu kegiatan. Objek yang diamati auditor adalah karyawan, prosedur, dan proses.
13
3. Permintaan Keterangan Permintaan keterangan merupakan prosedur audit yang dilakukan dengan meminta keterangan secara lisan. Bukti audit yang dihasilkan dari prosedur ini adalah bukti lisan dan bukti dokumenter. 4. Konfirmasi Konfirmasi merupakan bentuk penyelidikan yang memungkinkan auditor memperoleh informasi secara langsung dari pihak ketiga yang bebas. Disamping auditor memakai prosedur audit yang disebutkan dalam standart tersebut, auditor melaksanakan berbagai prosedur audit lainnya untuk mengumpulkan bukti audit yang akan dipakai sebagai dasar untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan auditan. Prosedur audit ini sangat diperlukan bagi asisten agar tidak melakukan penyimpangan dan dapat bekerja secara efisien dan efektif (Malone dan Roberts, 1996) dalam Suryanita (2007). Kualitas dari auditor dapat diketahui dari seberapa jauh auditor menjalankan prosedur-prosedur audit yang tercantum dalam program audit. Generally Accepted Audit Standards (GAAS) yang merupakan standart audit baku merinci prosedur audit sebagai berikut (Cushing and Loebbecke in AAA, 1986) dalam Elen, et al (2001): 1. Kegiatan pendahuluan (Pre-engagement Activities) terdiri dari : a. Menerima atau menolak klien baru b. Membuat jangka waktu perjanjian c. Menetapkan staf audit
14
2. Aktivitas perencanaan (Planning activities), terdiri dari 4 langkah, yaitu : a. Pemahaman tentang bisnis klien, dalam langkah ini auditor harus melakukan: 1) Persiapan evaluasi analitik 2) Menaksir resiko 3) Penaksiran atas materialitas b. Mengevaluasi akuntansi pengendalian intern, dilakukan melalui 2 tahap yaitu : 1) Tahap awal 2) Tahap pelengkap c. Mengembangkan perencanaan audit secara menyeluruh : 1) Menjelaskan kepercayaan yang optimal terhadap pengendalian intern 2) Merancang prosedur compliance test 3) Merancang prosedur substantif 4) Pencatatan program audit 3. Kegiatan pengujian kepatuhan, dilakukan melalui 2 langkah, yaitu: a. Melakukan pengujian b. Melakukan evaluasi akhir terhadap pengendalian intern, dengan cara : c. Melakukan evaluasi d. Modifikasi rencana audit
15
4. Kegiatan pengujian substantif, dilakukan dengan 5 langkah yaitu : a. Melakukan pengujian substantive dari transaksi b. Melakukan prosedur pemeriksaan analitik c. Memeriksa secara detil terhadap pengujian atas saldo d. Prosedur pemeriksaan post balance sheets Memeriksa hasil dari prosedur substantif, dengan cara : a. Penemuan agregatif b. Melakukan evaluasi c. Modifikasi perencanaan audit 5. Kegiatan merancang opini dan laporan, dilakukan melalui 4 langkah, yaitu: a. Mengevaluasi laporan keuangan b. Mengevaluasi hasil audit c. Perumusan opini d. Draft dan menerbitkan laporan Dalam penelitian ini prosedur audit yang digunakan adalah yang ditetapkan dalam Standart Profesi Akuntan Publik (SPAP) yang menurut Heriningsih (2002) mudah untuk dilakukan praktik penghentian premature prosedur audit. Prosedur tersebut adalah : 1. Pemahaman bisnis dan industri klien (PSA No.5 2001) 2. Pertimbangan pengendalian internal (PSA No.69 2001) 3. Review kinerja internal auditor klien (PSA No.33 2001) 4. Informasi asersi manajemen (PSA No. 07 2001)
16
5. Prosedur analitik (PSA No.22 2001) 6. Proses konfirmasi (PSA No.07 2001) 7. Representasi manajemen (PSA No.17 2001) 8. Pengujian pengendalian tekhnik audit berbantu komputer (PSA No. 59 2001) 9. Sampling audit (PSA No.26 2001) 10. Perhitungan fisik persediaan dan kas (PSA No.07 2001)
2.1.6. Tahapan Audit Ada 4 tahap dalam melakukan audit, yakni (Messier, 2008): 1. Merencanakan dan merancang pendekatan audit Dalam setiap audit ada bermacam-macam cara yang dapat ditempuh seorang auditor dalam mengumpulkan bahan bukti untuk mencapai tujuan atas audit secara keseluruhan. Dua perhitungan yang mempengaruhi pendekatan yang akan dipilih yakni bahan bukti kompeten yang cukup harus dikumpulkan untuk memenuhi tanggungjawab profesional dari auditor dan biaya pengumpulan bahan bukti yang harus dibuat seminim mungkin. 2. Melakukan pengujian pengendalian dan transaksi Jika auditor telah menetapkan tingkat resiko pengendalian yang lebih rendah berdasarkan identifikasi pengendalian, kemudian dapat memperkecil luas penilaiannya sampai suatu titik dimana ketepatan informasi keuangan yang berkaitan langsung dengan pengendalian itu harus diperiksa keabsahannya melalui pengumpulan bahan bukti. Tetapi ini membenarkan tingkat resiko lebih rendah yang ditetapkan ini, auditor harus menguji keefektifan pengendalian tersebut.
17
3. Melaksanakan prosedur analitis dan pengujian terinci atas saldo Terdapat 2 kategori dalam prosedur ini yaitu prosedur analitis dan pengujian terinci atas saldo. 4. Menyelesaikan audit dan menertibkan laporan audit Setelah auditor semua prosedur adalah perlu menggabungkan seluruh informasi yang didapat untuk memperoleh kesimpulan menyeluruh mengenai kewajaran penyajian laporan keuangan. Ini merupakan proses yang sangat subyektif dan sangat tergantung pada pertimbangan profesional auditor. Dalam prakteknya seorang auditor secara berkesinambungan menggabungkan informasi yang didapat selama dia melaksanakan proses audit tersebut.
2.1.7. Locus of control Perilaku disfungsional audit dapat disebabkan oleh faktor karakteristik personal dari auditor (faktor internal) serta faktor situasional saat melakukan audit (faktor eksternal). Karakteristik personal yang mempengaruhi penerimaan perilaku disfungsional diantaranya locus of control. Locus of control mempengaruhi penerimaan perilaku disfungsional audit maupun perilaku disfungsional audit secara actual, kepuasan kerja, komitmen organisasional dan tuenover intention (Reed et al; 1994 dalam Puji, 2005; Donellyet al, 2003) dalam (Kartika et al, 2007). Locus of control didefinisikan sebagai persepsi seseorang tentang sumber nasibnya (Robbins, 2003). Locus of control adalah cara pandang seseorang terhadap suatu peristiwa apakah dia merasa dapat atau tidak dapat mengendalikan
18
peristiwa yang terjadi padanya (Rotter, 1966). Konsep locus ofcontrol memiliki latar belakang teoritis dalam teori pembelajaran sosial. Teori locus of control menggolongkan individu apakah termasuk dalam locus internal atau eksternal. Rotter (1990) dalam (Hyatt & Prawitt, 2001) menyatakan bahwa locus of control baik internal maupun eksternal merupakan tingkatan dimana seorang individu berharap bahwa reinfocement atau hasil dari perilaku mereka tergantung pada perilaku mereka sendiri atau karakteristik personal (locus of control) mereka. Mereka yang yakin dapat mengendalikan tujuan mereka dikatakan memiliki internal locus of control, sedangkan yang memandang hidup mereka dikendalikan oleh kekuatan pihak luar disebut memiliki eksternal locus of control (Robbins, 1996) dalam (Kartika et al, 2007). Locus of control berperan dalam motivasi, locus of control yang berbeda bias mencerminkan motivasi yang berbeda dan kinerja yang berbeda. Internal akan cenderung lebih sukses dalam karier dari pada eksternal, mereka cenderung mempunyai level kerja yang lebih tinggi, promosi yang lebih cepat dan mendapatkan uang yang lebih. Sebagai tambahan, internal dilaporkan memiliki kepuasan yang lebih tinggi dengan pekerjaan mereka dan terlihat lebih mampu menahan stres daripada eksternal (Baron & Greenberg, 1990 dalam Puji, 2005) dalam (Kartika et al, 2007). Penelitian Rotter, (1990) dalam Hyatt &Prawitt, (2001) menjelaskan bahwa eksternal secara umum berkinerja lebih baik ketika pengendalian dipaksakan atas mereka (Kartika et al, 2007).
19
2.1.8. Prosedur Review Kantor Akuntan Publik perlu melakukan prosedur review (prosedur pemeriksaan) untuk mengontrol kemungkinan terjadinya penghentian prematur atas prosedur audit yang dilakukan oleh auditornya (Waggoner dan Cashell, 1991) dalam Suryanita et al (2007). Prosedur review merupakan proses memeriksa /meninjau ulang suatu pekerjaan untuk mengatasi terjadinya indikasi ketika staf auditor telah menyelesaikan tugasnya, padahal tugas yang disyaratkan tersebut gagal untuk dilakukan. Prosedur ini berperan dalam memastikan bahwa bukti pendukung telah lengkap dan juga melibatkan pertimbangan ketika terdapat sugesti bahwa penghentian prematur telah terjadi. Sugesti bisa muncul, misalnya jika ada auditor yang selalu memenuhi target (baik waktu maupun anggaran) dan tampak memiliki banyak waktu luang. Heriyanto (2002) dalam Suryanita et al (2007) mendefinisikan prosedur review sebagai “pemeriksaan terhadap kertas kerja yang dilakukan oleh auditor pada level tertentu”. Fokus dari prosedur review ini terutama pada permasalahan yang terkait dengan pemberian opini.
2.1.9. Penghentian Prematur atas Prosedur Audit Prosedur meliputi langkah-langkah yang harus dilakukan oleh auditor dalam melakukan audit. Prosedur audit ini sangat diperlukan bagi asisten agar tidak melakukan penyimpangan dan dapat bekerja secara efektif dan efisien (Malone & Roberts, 1996). Kualitas kerja dari seorang auditor dapat diketahui dari seberapa jauh auditor menjalankan prosedur- prosedut audit yang tercatum dalam program
20
audit . Prosedur audit berisi perintah dan petunjuk yang dibuat oleh auditor pada level, partner senior auditor, untuk merencanakan dan mencapai tujuan audit yang telah ditetapkan. Auditor menggunakan proses audit juga sebagai alat supervisi bagi para asisten auditor
yang belum berpengalaman, yang akan melakukan
pekerjaan audit dilapangan. Hal yang dihadapi profesi auditor saat ini adalah praktik penghentian prematur audit atas prosedur audit. Menurut Shapeero et . al (2003) penghentian prematur atas prosedur audit atau sering disebut prematur sign off diartikan sebagai suatu praktik ketika auditor mendokumentasikan prosedur audit secara lengkap tanpa benar-benar melakukannya / mengabaikan beberapa prosedur audit yang diisyaratkan tetapi auditor dapat memberikan opini atas suatu laporan keuangan. Berdasarkan penelitian Alderman dan Deitrick (1982), prosedur audit yang paling sering dihentikan secara prematur adalah prosedur pada tahap review dan uji sistem pengendalian internal klien dan lebih banyak dilakukan level partner Weningtyas dkk. (2006) menemukan bahwa pemahaman terhadap bisnis klien merupakan prosedur yang paling banyak ditinggalkan. Sedangkan penelitian Heriningsih (2002) menemukan prosedur audit yang paling sering dihentikan secara prematur adalah mengurangi jumlah sampel yang telah direncanakan dalam audit atas laporan keuangan. Alderman and Deitrick (1982) melakukan penelitian terhadap auditor yang bekerja di Kantor Akuntan Publik delapan besar. Hasil penelitiannya menunjukan penghentian prematur atas prosedur audit telah terjadi dan merupakan akibat dari supervisi yang tidak mencukupi, hambatan waktu dan
21
tidak menanyakan representasi klien. Raghunathan (1991) mengungkapkan bahwa 55% respondennya pernah melakukan penghentian prematur dan praktik ini paling sering terjadi pada tahap prosedur analitis.
2.2. Pengembangan hipotesis 2.2.1. Pengaruh
Locus
of
control
terhadap
Penerimaan
Perilaku
Disfungsional Audit (Penghentian Prematur Prosedur Audit) Hyatt dan Prawitt (2001) membuktikan bahwa locus of control dapat memberikan pengaruh pada kinerja audit terhadap auditor internal dan juga pihak eksternal. Pada situasi tertentu dimana individu dengan lokus kendali eksternal akan merasa tidak mampu untuk mendapatkan dukungan kekuatan yang dibutuhkannya untuk bertahan dalam suatu organisasi, mereka memiliki potensi untuk mencoba ketidakjujuran objek lain sebagai kebutuhan pertahanan mereka (Solar dan Bruehl 1971). Lebih jauh, perilaku ini lebih jelas terlihat dalam situasi dimana pegawai akan merasakan tingkat struktur atau pengawasan kontrol yang tinggi (Gable dan Dangello 1994). Individu yang memiliki locus of control internal cenderung menghubungkan hasil atau outcome dengan usaha-usaha mereka atau mereka percaya bahwa kejadian-kejadian adalah dibawah pengendalian atau kontrol mereka dan mereka memiliki komitmen terhadap tujuan organisasi yang lebih besar dibanding individu yang memiliki locus of control eksternal. Sedangkan individu yang memiliki locus of control eksternal adalah individu yang percaya bahwa mereka
22
tidak dapat mengontrol kejadian-kejadian dan hasil atau outcome (Spector, 1982 dalam Donelly et al, 2003). Dalam konteks auditing tindakan manipulasi atau penipuan akan terwujud dalam bentuk perilaku disfungsional. Perilaku ini memiliki arti bahwa auditor akan memanipulasi proses auditing untuk mencapai tujuan kinerja individu. Pengurangan kualitas auditing bisa dihasilkan sebagai pengorbanan yang harus dilakukan auditor untuk bertahan dilingkungan audit. Perilaku ini akan terjadi pada individu yang memiliki locus of control eksternal. H1 :Locus of control berpengaruh terhadap penghentian premature audit.
2.2.2. Pengaruh Prosedur Review oleh Kantor Akuntan Publik terhadap Penghentian Prematur Prosedur Audit Kantor Akuntan Publik perlu melakukan prosedur review (prosedur pemeriksaan) untuk mengontrol kemungkinan akan terjadinya penghentian prematur atas prosedur audit yang telah dilakukan oleh auditornya (Waggoner dan Cashell, 1991) dalam Suryanita, et al (2007). Heriyanto (2002) dalam Suryanita, et al (2007) mendefinisikan prosedur review sebagai “pemeriksaan terhadap kertas kerja yang dilakukan oleh auditor pada level tertentu”. Fokus dari prosedur review ini terutama pada permasalahan yang terkait dengan pemberian opini. Berbeda dengan prosedur review yang berfokus pada pemberian opini. Pelaksanaan prosedur review yang baik akan meningkatkan kemungkinan terdeteksinya perilaku auditor yang akan menyimpang, seperti praktik
23
penghentian prematur atas prosedur audit. Kemudahan pendeteksian ini akan membuat auditor berpikir dua kali ketika akan melakukan tindakan semacam penghentian prematur atas prosedur audit. Semakin tinggi kemungkinan terdeteksinya praktik penghentian prematur atas prosedur audit melalui prosedur review, maka semakin rendah kemungkinan auditor melakukan praktik tersebut. Penelitian ini akan menginvestigasi urutan dari prosedur audit yang sering dihentikan. Hipotesisnya dirumuskan sebagai berikut: H2 : Prosedur review berpengaruh positif terhadap penghentian premature audit