BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Keefektifan Kelompok 2.1.1. Kelompok Baron dan Byrne dalam Rakhmat (2005) mendefenisikan kelompok sebagai himpunan orang-orang yang memiliki kesadaran akan ikatan yang sama yang mempersatukan mereka. Kelompok mempunyai tujuan dan organisasi (tidak selalu formal) dan melibatkan interaksi di antara anggota-anggotanya. Kelompok memiliki dua ciri khas yaitu anggota kelompok merasa terikat dengan kelompok (memiliki sense of belonging) dan masing-masing anggota kelompok merasa terikat satu dengan lainnya. Cooley dalam Rakhmat (2005) membagi kelompok menjadi kelompok primer dan kelompok sekunder. Kelompok primer adalah keterikatan yang tinggi secara emosional diantara anggota kelompok, terasa lebih akrab, lebih personal, dan lebih menyentuh hati. Termasuk di dalam kelompok primer adalah keluarga, teman sepermainan, atau tetangga dekat. Kelompok sekunder merupakan kebalikan dari kelompok primer. Hubungan yang dibangun dalam kelompok ini tidak terlalu akrab, tidak personal, dan tidak menyentuh hati. Termasuk di dalam kelompok sekunder adalah organisasi massa, serikat buruh dan sebagainya. Sumner dalam Rakhmat (2005) membagi kelompok terdiri dari in group dan out group. In group disebutkan sebagai kelompok-kita, dan out group adalah
Universitas Sumatera Utara
kelompok mereka. Ingroup dapat berupa kelompok primer maupun sekunder. Keluarga dapat dianggap sebagai in group bagi kelompok primer maupun sekunder. Batasan perbedaan in group dan out group ditentukan melalui klasifikasi orang dalam dan orang luar. Klasifikasi dapat berupa lokasi geografis, suku bangsa, ideologi, pekerjaan, bahasa, status sosial dan kekerabatan. Dengan mereka yang termasuk dalam lingkaran in group maka akan tercipta semangat “kekitaan”. Semangat ini lazim disebut sebagai kohesi kelompok (cohesiveness). Selanjutnya Newcomb dalam Rakhmat (2005) membagi kelompok terdiri dari kelompok keanggotaan dan kelompok rujukan. Kelompok rujukan dimaknai sebagai anggota kelompok yang menggunakan nilai-nilai dalam kelompok sebagai alat ukur (standard) untuk menilai diri sendiri atau untuk membentuk sikap. Kelompok keanggotaan dimaknai sebaliknya dimana anggota kelompok tidak menjadikan nilai dalam kelompok sebagai alat ukur (standard) untuk menilai diri sendiri atau untuk membentuk sikap. Di sisi yang lain Cragan dan Wright dalam Rakhmat (2005) membagi kelompok terdiri dari kategori yaitu kelompok deskriptif dan kelompok preskiptif. Kategori deskriptif menunjukkan klasifikasi kelompok dengan melihat proses pembentukannya secara alamiah. Sementara kategori preskiptif mengklasifikasikan kelompok menurut langkah-langkah rasional yang harus dilewati oleh anggota kelompok untuk mencapai tujuannya.
Universitas Sumatera Utara
2.1.2. Kelompok Efektif Barnard dalam Rakhmat (2005) menjelaskan kelompok yang efektif adalah kelompok yang anggota-anggotanya bekerja sama untuk mencapai dua tujuan yakni melaksanakan tugas kelompok dan memelihara moril anggota kelompok. Tujuan pertama diukur dari hasil kerja kelompok dan sering disebut dengan prestasi. Tujuan kedua diketahui dari tingkat kepuasan (satisfaction) anggota. Sebagai contoh, bila dalam kelompok terdapat aktivitas saling berbagi informasi maka keefektifannya dapat dilihat dari berapa banyak informasi yang diperoleh anggota kelompok dan sejauh mana anggota kelompok dapat memuaskan kebutuhannya dalam kegiatan kelompok. Karena itu, faktor-faktor keefektifan kelompok dapat dilacak pada karakteristik kelompok dan pada karakteristik para anggota kelompok. Secara lebih jelas Barnard merumuskan faktor-faktor yang memengaruhi kefektifan kelompok adalah faktor situasional (kelompok) dan faktor personal (anggota kelompok). Faktor situasional terdiri dari ukuran kelompok, jaringan komunikasi, kohesi kelompok dan kepemimpinan. Faktor personal terdiri dari kebutuhan interpersonal, tindak komunikasi dan peranan. Salah satu contoh kelompok yang telah terbentuk di masyarakat antara lain dikenal dengan Pokja (kelompok kerja) dan Pokjanal (kelompok kerja fungsional) yang dikatakan sangat efektif untuk memberantas sarang nyamuk di kelurahan dan desa. Ada juga istilah pemantau jentik, jumantik (juru pemantau jentik) yang direkrut dari kepala lingkungan dan kader serta istilah patroli kesehatan. Semuanya
Universitas Sumatera Utara
merupakan upaya untuk mengurangi populasi nyamuk aedes aegypti yang membawa virus dengue penyebab DBD. Kegiatan yang melibatkan pemerintah daerah, institusi pendidikan dan juga masyarakat pernah dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kota Medan dan Puskesmas yang bekerjasama dengan perguruan tinggi dan masyarakat lingkungan kampus dalam upaya pengendalian DBD. Kampus merupakan salah satu tempat perindukan nyamuk aedes untuk daerah perkotaan. Petugas dari Dinas Kesehatan Kota Medan dan Puskesmas setempat melakukan penyelidikan epidemiologi di sekitar kampus serta melakukan fogging di lingkungan kampus dan lingkungan sekitar di luar kampus. Tentunya pemerintah setempat turut berpartsipasi mengerahkan warganya untuk melakukan hal yang sama di lingkungan di luar kampus. Dalam hal ini camat, lurah dan kepala lingkungan turut berperan aktif. Sebelumnya, pihak Dinas Kesehatan Kota Medan memberi penyuluhan untuk para mahasiswa dan karyawan tentang DBD serta cara mencegah penularannya di rumah dan di sekolah-sekolah termasuk di kampus secara singkat dan sederhana. 2.1.2.1. a.
Faktor Situasional
Ukuran Kelompok Kelley dan Thibault dalam Rakhmat (2005) menjelaskan bahwa semakin banyak jumlah anggota kelompok maka semakin sedikit tersedia peluang untuk berinteraksi dengan anggota lainnya dalam jarak waktu tertentu. Akibatnya, sejumlah orang tidak mendapat kesempatan berinteraksi. Pada kelompok besar
Universitas Sumatera Utara
ada beberapa orang yang dominan, sebagian besar akan membisu. Pada kelompok kecil, tingkat partisipasi setiap anggota akan relatif sama. Sehubungan dengan kepuasan, Hare dan Slater dalam Rakhmat (2005) menunjukkan bahwa makin besar ukuran kelompok, makin berkurang kepuasan anggota-anggotanya. Slater menyarankan lima orang sebagai batas optimal untuk mengatasi masalah hubungan manusia. Kelompok yang lebih dari lima orang cenderung dianggap kacau, dan kegiatannya dianggap menghambur-hamburkan waktu oleh anggota-anggota kelompok. Hare menemukan bahwa kelompok lima orang memiliki tingkat konsensus yang lebih tinggi dari kelompok 12 orang. b.
Jaringan Komunikasi Rakhmat (2005) membagi model jaringan komunikasi dalam beberapa bentuk. Pertama, jaringan komunikasi berbentuk roda. Jaringan komunikasi berbentuk roda digambarkan sebagai jaringan komunikasi yang memiliki seorang pemimpin yang menjadi fokus perhatian. Sang pemimpin dapat berhubungan dengan semua anggota kelompok, tetapi setiap anggota kelompok hanya bisa berhubungan dengan pemimpinnya. Kedua, jaringan komunikasi berbentuk rantai. Pada jaringan komunikasi ini digambarkan seorang anggota kelompok misalnya A hanya dapat berkomunikasi dengan B, B hanya dapat berkomunikasi dengan C, C hanya dapat berkomunikasi dengan D, dan begitu seterusnya. Ketiga, jaringan komunikasi berbentuk Y. Pada jaringan ini tiga orang anggota dapat berhubungan dengan orang-orang disampingnya seperti jaringan
Universitas Sumatera Utara
komunikasi rantai, tetapi ada dua orang yang hanya dapat berkomunikasi dengan seseorang di sampingnya saja. Keempat, jaringan komunikasi berbentuk lingkaran. Pada jaringan komunikasi ini setiap orang hanya dapat berkomunikasi dengan dua orang di samping kiri dan kanannya. Di dalam jaringan komunikasi lingkaran tidak dikenal adanya pemimpin. Kelima, jaringan komunikasi bintang. Jaringan komunikasi bintang disebut juga sebagai jaringan komunikasi semua saluran (all chanels) atau semua saluran komunikasi terbuka (comcon). Dalam jaringan komunikasi ini setiap anggota dapat berkomunikasi dengan semua anggota kelompok yang lain. Menurut Rakhmat (2005), pola komunikasi yang paling efektif adalah jaringan komunikasi bintang. Hal ini disebabkan karena jaringan komunikasi bintang tidak terpusat pada satu orang pemimpin. Jaringan komunikasi ini juga mampu memberikan kepuasan kepada anggota-anggotanya. Jaringan komunikasi bintang diakui paling cepat menyelesaikan tugas bila tugas itu berkenaan dengan masalah yang sukar. c.
Kohesi Kelompok Collins dan Raven dalam Rakhmat (2005) mendefenisikan kohesi kelompok sebagai kekuatan yang mendorong anggota kelompok untuk tetap tinggal dalam kelompok dan mencegahnya meninggalkan kelompok. McDavid dan Harari dalam Rakhmat (2005) menjelaskan kohesi dapat diukur dari (1) ketertarikan anggota secara interpersonal pada satu sama lain, (2)
Universitas Sumatera Utara
ketertarikan anggota pada kegiatan dan fungsi kelompok, dan (3) sejauh mana anggota tertarik pada kelompok sebagai alat untuk memuaskan kebutuhan personalnya. Selanjutnya menarik untuk melihat hasil kajian Marquis, Guetzkow, dan Heyns dalam Rakhmat (2005) yang menjelaskan semakin kohesif suatu kelompok maka semakin besar tingkat kepuasan anggotanya. Selain itu Likert masih dalam Rakhmat (2005) menemukan bahwa kohesi kelompok berkaitan erat dengan produktivitas, moril, dan efesiensi komunikasi. d.
Kepemimpinan Cragan dan Wright dalam Rakhmat (2005) menjelaskan kepemimpinan sebagai bentuk komunikasi yang secara positif mempengaruhi kelompok untuk bergerak ke arah tujuan kelompok. White dan Lippi dalam Rakhmat (2005) mengklasifikasikan tiga gaya kepemimpinan yaitu otoriter, demokratis, dan laissez faire. Kepemimpinan otoriter ditandai dengan keputusan dan kebijakan yang seluruhnya ditentukan oleh pemimpin. Kepemimpinan demokratis menampilkan pemimpin yang mendorong dan membantu anggota kelompok untuk membicarakan dan memutuskan semua kebijakan. Kepemimpinan laissez faire memberikan kebebasan penuh bagi kelompok untuk mengambil keputusan individual dengan partisipasi pemimpin yang minimal. Kepemimpinan yang paling baik adalah tipe kepemimpinan demokratis. Gibb dalam Rakhmat (2005) menyebutkan kepemimpinan demokratis akan efektif bila
Universitas Sumatera Utara
(1) tidak ada anggota kelompok yang merasa dirinya lebih mampu mengatasi persoalan daripada kelompok yang lain, (2) bila metode komunikasi yang tepat belum diketahui atau tidak dipahami, dan (3) bila semua anggota kelompok berusaha mempertahankan hak-hak individual mereka. 2.1.2.2. a.
Faktor personal
Kebutuhan Interpersonal Menurut teori Schultz yang dimuat dalam Rakhmat (2005), seseorang memasuki kelompok karena didorong oleh tiga kebutuhan interpersonal yaitu inclusion, control, dan affection. Inclusion digambarkan sebagai seseorang yang ingin masuk ke dalam suatu kelompok hanya karena ingin menjadi bagian dari kelompok tersebut. Control dijelaskan sebagai seseorang yang memasuki suatu kelompok dengan tujuan ingin mengendalikan orang lain di kelompok tersebut dalam suatu tatanan yang hierarkis. Affection disampaikan dengan penjelasan seperti seseorang yang memasuki suatu kelompok untuk memperoleh keakraban emosional dari anggota kelompok yang lain.
b.
Tindak Komunikasi Bales dalam Rakhmat (2005) menjelaskan tindakan komunikasi sebagai satuan komunikasi yang berupa pernyataan, pertanyaan, pendapat atau isyarat. Bales kemudian mengklasifikasikan tindak komunikasi pada dua kelas besar yaitu hubungan tugas dan hubungan sosial emosional.
Universitas Sumatera Utara
c.
Peranan Beal, Bohlen, dan Raudabaugh dalam Rakhmat (2005) menjelaskan konsep peranan dalam kelompok sebagai tugas yang dilakukan oleh anggota kelompok yang berdampak pada pencapaian tujuan kelompok dan pemeliharaan suasana emosional yang baik. Beal, Bohlen, dan Raudabaugh kemudian membagi peranan anggota kelompok menjadi tiga bagian yaitu peranan tugas kelompok, peranan pemeliharaan kelompok, dan peran individual.
2.2. Keluarga Stanhope dan Lanchaster (2000) mengemukakan bahwa secara tradisional keluarga didefinisikan sebagai konsep legal dari hubungan biologis atau ikatan darah, adopsi, perwalian atau perkawinan. Lalu dikembangkan lebih luas lagi, yaitu keluarga mengacu pada hubungan dua atau lebih individu yang satu sama lain saling tergantung secara emosional, fisik dan atau dukungan finansial. Internasional Classification for Nursing Practice (Internasional Counsil of Nurse/ICN, 2001) menggunakan definisi keluarga sebagai gabungan dari manusia yang terlihat sebagai unit sosial atau kelompok secara kolektif yang terdiri dari anggota keluarga yang dihubungkan melalui hubungan darah, kebaikan, emosional atau hubungan legal. Salvicion G Bailon dan Aracelis Maglaya (1989) mendefenisikan keluarga adalah dua atau lebih dari dua individu yang bergabung karena hubungan darah, hubungan perkawinan atau pengangkatan dan mereka hidup dalam suatu rumah
Universitas Sumatera Utara
tangga, interaksi satu sama lain dan di dalamnya peran masing-masing menciptakan serta mempertahankan kebudayaan. Departemen Kesehatan RI (1988) menyebutkan keluarga sebagai unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang terkumpul dan tinggal disuatu tempat dibawah suatu atap dalam keadaan saling bergantungan. Kesehatan masyarakat pada tingkat keluarga adalah untuk memberikan gambaran bagaimana kesehatan keluarga sehingga saling berkaitan satu sama lain untuk melakukan perawatan kesehatan. Dari beragam definisi keluarga, maka Stuart dalam Internasional Counsil of Nurse/ICN (2001) menyimpulkan ada lima hal penting yang ada pada pengertian keluarga yaitu : (1) keluarga adalah suatu sistem dari unit; (2) adanya komitmen dan keterikatan antar anggota keluarga yang meliputi kewajiban dimasa mendatang; (3) keluarga berfungsi untuk pemberian perawatan meliputi perlindungan, pemberian nutrisi, sosialisasi untuk seluruh anggota keluarga; (4) anggota keluarga mungkin memiliki hubungan dan tinggal bersama atau mungkin tidak ada hubungan dan tinggal terpisah ; dan (5) keluarga mungkin memiliki anak atau mungkin juga tidak memiliki. Selanjutnya perlu disampaikan tentang klasifikasi tipe keluarga, yakni: 1.
Keluarga Inti (Nuclear Family) adalah keluarga yang terdiri dari ayah, ibu dan anak-anak.
Universitas Sumatera Utara
2.
Keluarga Besar (Extended Family) adalah keluarga inti ditambah dengan sanak saudara,misalnya nenek, kakek, keponakan, saudara sepupu, paman bibi dan sebagainya.
3.
Keluarga duda/janda adalah keluarga yang terdiri yang terjadi karena perceraian atau kematian
4.
Keluarga Berantai (Serial Family) adalah keluarga yang terdiri dari wanita dan pria yang menikah lebih dari satu kali dan merupakan satu kali dan merupakan satu keluarga inti
5.
Keluarga berkomposisi (Composite) adalah keluarga yang perkawinannya berpoligami dan hidup secara bersama.
6.
Keluarga Kabitas (Cahabitation) adalah dua orang menjadi satu tanpa nikahan tetapi membentuk suatu keluarga. Keluarga Indonesia umumnya menganut tipe keluarga besar (extended family)
karena masyarakat Indonesia yang terdiri dari berbagai suku hidup dalam suatu komunitas dengan adat istiadat yang sangat kuat.
2.3. Partisipasi Pendekatan partisipatif sebenarnya muncul sebagai upaya mengatasi kelemahan-kelemahan dari pendekatan sentralistik. Korten dan Syahrir dalam Suparjan dan Suyatno (2003) mengidentifikasi beberapa kelemahan dan konsep pembangunan sentralistik, yaitu (1) ketergantungan pada organisasi birokrasi terpusat yang kurang tanggap terhadap keanekaragaman komunitas, (2) investasi yang kurang
Universitas Sumatera Utara
memadai dalam proses pengembangan komunitas untuk memecahkan masalah, (3) perhatian yang kurang dalam menangani keanekaragaman masyarakat terutama dalam hal struktur sosial yang berlapis-lapis, dan (4) tidak cukup integrasi antara kompoenen-komponen teknis dan sosial dalam pembangunan. Dalam perjalanannya partisipasi sering dianggap keliru dan salah arah. Hal ini diungkapkan oleh Mubyarto dan Kartodirjo dalam Suparjan dan Suyatno (2003). Partisipasi dianggap seakan-akan rakyat memang harus mendukung atau ikut program pemerintah secara gratis dengan alasan program tersebut nantinya akan digunakan untuk masyarakat. Partisipasi masyarakat menurut Mikkelsen yang dikutip oleh Soetomo (2006) menginventarisasi adanya enam tafsiran dan makna yang berbeda tentang partisipasi antara lain: (1) partisipasi adalah kontribusi sukarela dari masyarakat kepada proyek tanpa ikut serta dalam pengambilan keputusan; (2) partisipasi adalah usaha membuat masyarakat semakin peka dalam meningkatkan kemauan menerima dan kemampuan menanggapi proyek-proyek pembangunan; (3) partisipasi adalah proses yang aktif, yang mengandung arti bahwa orang atau kelompok terkait mengambil inisiatif dan menggunakan kebebasannya untuk melakukan hal itu; (4) partisipasi adalah pemantapan dialog antara masyarakat setempat dengan para staf dalam melakukan persiapan, pelaksanaan dan monitoring proyek, agar memperoleh informasi mengenai konteks lokal dan dampak-dampak sosial; (5) partisipasi adalah keterlibatan sukarela oleh masyarakat dalam perubahan yang ditentukan sendiri; (6) partisipasi adalah keterlibatan masyarakat dalam pembangunan diri, kehidupan dan lingkungan mereka.
Universitas Sumatera Utara
Ditinjau dari segi etimologis, kata partisipasi berasal dari kata bahasa latin yaitu “participatio”. Participatio berasal dari kata kerja participate yang berarti ikut serta terhadap adanya suatu kegiatan atau aktivitas (Soekanto, 1983). Pey (1978) menyebutkan partisipasi mengandung arti ikut serta atau berperan serta. Kamus Bahasa Indonesia mengartikan partisipasi sebagai turut berperan serta dalam suatu kegiatan (Purwadarminta, 1982). Hendrojuwono (1979) menjelaskan partisipasi sebagai tindakan seseorang atau tingkah laku seseorang yang mempunyai dorongan tertentu. Tingkah laku yang bermotivasi merupakan faktor dalam yang mendorong seseorang untuk melihat, berbuat, merasakan dan memikirkan sesuatu dengan cara berinteraksi didalam mengejar suatu tujuan tertentu. Fairchild (1977) menyebutkan partisipasi merupakan manifestasi dari perilaku seseorang atau sekelompok masyarakat dalam mewujudkan peranannya sesuai dengan harapan masyarakat yang melakukan tindakan sosial untuk tujuan tertentu. Dalam partisipasi diharapkan seseorang ikut merasakan suatu kebersamaan secara bersama-sama dengan orang lain. Tjokroamidjojo (2000) menjelaskan bahwa partisipasi adalah keterlibatan semua warga negara dalam pengambilan keputusan baik secara langsung maupun tidak langsung melalui institusi yang mewakili kepentingannya (Iskandar, 2008). Conyers dalam Suparjan dan Suyatno (2003) menyebutkan tiga alasan penting dibutuhkannya partisipasi masyarakat yaitu:
Universitas Sumatera Utara
1.
Partisipasi masyarakat merupakan suatu alat guna memperoleh informasi mengenai kondisi, kebutuhan dan sikap masyarakat setempat, yang tanpa kehadirannya program serta proyek-proyek pembangunan akan gagal.
2.
Masyarakat akan lebih mempercayai proyek atau program pembangunan jika merasa dilibatkan dalam proses persiapan dan perencanaannya.
3.
Partisipasi menjadi urgen karena timbul anggapan bahwa partisipasi merupakan suatu hal demokrasi jika masyarakat dilibatkan dalam pembangunan masyarakat. Cary dalam Notoatmodjo (2005) mengatakan, bahwa partisipasi dapat tumbuh
jika tiga kondisi berikut terpenuhi: 1.
Merdeka untuk berpartisipasi, berarti adanya kondisi yang memungkinkan anggota-anggota masyarakat untuk berpartisipasi.
2.
Mampu untuk berpartisipasi, adanya kapasitas dan kompetensi anggota masyarakat sehingga mampu untuk memberikan sumbang saran yang konstruktif untuk program.
3.
Mau berpartisipasi, kemauan atau kesediaan anggota masyarakat untuk berpartisipasi dalam program. Ketiga kondisi itu harus hadir secara bersama. Bila orang mau dan mampu
tetapi tidak merdeka untuk berpartisipasi, maka orang tidak akan berpartisipasi (Notoatmodjo, 2005). Ross dalam Notoatmodjo (2005) berpendapat ada tiga pra kondisi tumbuhnya partisipasi, yaitu:
Universitas Sumatera Utara
1.
Mempunyai pengetahuan yang luas dan latar belakang yang memadai sehingga dapat diidentifikasi masalah, prioritas masalah dan melihat secara komprehensif.
2.
Mempunyai kemampuan untuk belajar cepat tentang permasalahan, dan belajar untuk mengambil keputusan.
3.
Kemampuan mengambil tindakan dan bertindak efektif. Secara teoritis, Erickson dalam Suparjan dan Suyatno (2003) menyampaikan
konsep partisipasi dalam dua bagian yaitu internal dan eksternal. Partisipasi secara internal berarti adanya rasa memiliki terhadap komunitas atau kelompok (sense of belonging to the lives people). Hal ini menyebabkan komunitas/kelompok terfragmentasi dalam labelling an identity (pelabelan pada identitas diri mereka). Sementara partisipasi dalam arti eksternal terkait dengan bagaimana individu melibatkan diri dengan dengan komunitas/kelompok luar. Sehubungan dengan teori Erickson tentang partisipasi pada bagian internal, Baron dan Byrne dalam Rakhmat (2005) menyebutkan kelompok sebagai adanya himpunan orang-orang yang memiliki kesadaran akan ikatan yang sama yang mempersatukan mereka. Kelompok mempunyai tujuan dan organisasi (tidak selalu formal) dan melibatkan interaksi di antara anggota-anggotanya. Kelompok memiliki dua ciri khas yaitu anggota kelompok merasa terikat dengan kelompok (sense of belonging) dan masing-masing anggota kelompok merasa terikat satu dengan lainnya.
Universitas Sumatera Utara
2.4. Partisipasi Masyarakat di Bidang Kesehatan Menurut Depkes (1991) partisipasi masyarakat adalah di mana individu, keluarga maupun masyarakat umum ikut serta bertanggung jawab terhadap kesehatan diri, keluarga ataupun kesehatan masyarakat di lingkungannya. Pentingnya partisipasi masyarakat
dalam
pembangunan
kesehatan
bukan
semata-mata
karena
ketidakmampuan pemerintah dalam upaya pembangunan, melainkan memang disadari bahwa masyarakat mempunyai hak dan potensi untuk mengenal dan memecahkan masalah kesehatan yang dihadapinya, mengingat sebagian besar masalah kesehatan disebabkan perilaku masyarakat itu sendiri. Dengan kata lain partisipasi masyarakat dalam bidang kesehatan, berarti keikutsertaan seluruh anggota masyarakat dalam memikirkan, merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi program-program kesehatan masyarakat. Institusi kesehatan hanya sekedar memotivasi dan membimbingnya. Terkait partisipasi masyarakat dalam bidang kesehatan Sasongko dalam Notoadmodjo (2005) menyebutkan tujuan yang ingin dicapai dalam partisipasi masyarakat adalah untuk meningkatkan kemampuan masyarakat untuk hidup sehat. Tujuan ini mengandung konsekuensi bahwa partisipasi merupakan proses yang harus dikembangkan dalam setiap upaya kesehatan dan ini terlihat dalam upaya pengembangan peran serta masyarakat. Partisipasi masyarakat dalam bidang kesehatan didasarkan kepada beberapa hal:
Universitas Sumatera Utara
1.
Community felt need. Apabila pelayanan itu diciptakan oleh masyarakat sendiri, berarti masyarakat itu memerlukan pelayanan tersebut, artinya pelayanan kesehatan bukanlah berdasarkan kebutuhan penguasa tapi benar-benar kebutuhan masyarakat itu.
2.
Organisasi pelayanan kesehatan masyarakat yang berdasarkan partisipasi masyarakat adalah salah satu bentuk pengorganisasian masyarakat, ini berarti fasilitas pelayanan kesehatan itu timbul dari masyarakat sendiri.
3.
Pelayanan kesehatan akan dikerjakan oleh masyarakat sendiri, artinya tenaga dan penyelenggaranya akan ditangani oleh anggota masyarakat itu sendiri yang didasarkan sukarela (Notoatmodjo, 2007) Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa filosofil partisipasi masyarakat
dalam bidang pelayanan kesehatan masyarakat adalah terciptanya suatu pelayanan dari masyarakat, oleh masyarakat dan untuk masyarakat.
2.5.
Demam Berdarah Dengue (DBD) DBD atau Dengue Haemorrhagic Fever (DHF), di dalam Keputusan Menteri
Kesehatan RI No. 581 MENKES VII 1992 tentang Pemberantasan Penyakit Demam Berdarah Dengue didefinisikan sebagai berikut: penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes terutama Aedes Aegypti yang ditandai dengan demam mendadak 2 sampai 7 hari tanpa penyebab yang jelas, lemah, lesu, gelisah, nyeri ulu hati disertai tanda pendarahan di kulit berupa bintik
Universitas Sumatera Utara
pendarahan. Kadang-kadang mimisan, berak darah, muntah darah, kesadaran menurun atau Shock (Depkes RI. 2007). Ada tiga faktor yang memegang peranan penting pada penularan penyakit DBD, yaitu manusia, virus dan vektor perantara. Virus Dengue ditularkan kepada manusia melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti yang infeksius dan nyamuk Aedes Aegypti dapat mengandung virus dengue pada saat menggigit manusia yang sedang mengalami viraemia (Depkes RI. 2005). 2.5.1. Perilaku Nyamuk Aedes Aegypti Biasanya nyamuk Aedes aegypti mencari mangsanya pada siang hari. Aktivitas menggigit biasanya mulai pagi sampai petang hari, dengan dua puncak aktivitas antara pukul 09.00-10.00 dan 16.00-17.00. Tidak seperti nyamuk lain, nyamuk Aedes Aegypti mempunyai kebiasaan menghisap darah berulang kali untuk memenuhi lambungnya dengan darah sehingga nyamuk ini sangat efektif sebagai penular penyakit. Setelah menghisap darah, nyamuk ini hinggap (beristirahat) di dalam
atau
kadang-kadang
di
luar
rumah
berdekatan
dengan
tempat
perkembangbiakannya. Biasanya di tempat yang agak gelap dan lembab. Di tempattempat ini nyamuk menunggu proses pematangan telurnya (Hadinegoro. 2005). Setelah beristirahat dan proses pematangan telur selesai, nyamuk betina Aedes aegypti akan meletakkan telurnya di dinding tempat perkembangbiakannya, sedikit di atas permukaan air. Pada umumnya telur akan menetas menjadi jentik dalam waktu 2 hari setelah telur terendam air. Stadium jentik biasanya berlangsung 6-8 hari, dan pertumbuhan dari jentik ke nyamuk dewasa selama 9-10 hari. Umumnya nyamuk
Universitas Sumatera Utara
betina dapat mencapai 2-3 bulan. Setiap bertelur nyamuk betina dapat mengeluarkan telur sebanyak 100 butir. Telur itu di tempat yang kering (tanpa air) dapat bertahan berbulan-bulan pada suhu -2°c sampai -42°C, dan bila tempat-tempat tersebut kemudian tergenang air atau kelembabannya maka telur dapat menetes lebih cepat (Depkes. RI, 2005). 2.5.2. Tempat Potensial Bagi Penularan Demam Berdarah Dengue Penularan DBD dapat terjadi di semua tempat yang terdapat nyamuk penularnya. Antara lain: 1.
Wilayah yang banyak kasus (endemis).
2.
Tempat-tempat umum yang merupakan tempat berkumpulnya orang-orang yang datang dari berbagai wilayah, sehingga kemungkinan terjadinya pertukaran beberapa tipe virus dengue cukup besar. Tempat-tempat tersebut antara lain sekolah, rumah sakit, pertokoan dan lainnya.
3.
Pemukiman baru di pinggir kota dikarenakan di lokasi ini penduduknya berasal dari berbagai wilayah, maka kemungkinan diantaranya terdapat penderita atau carier yang membawa virus dengue yang berlainan dari masing-masing lokasi asal (Depkes RI, 2005).
2.5.3. Penyebaran Nyamuk Aedes Aegypti Kemampuan terbang nyamuk betina rata-rata 40 meter, maksimal 100 meter, namun secara pasif mialnya karena angin atau terbawa kendaraan dapat berpindah lebih jauh. Aedes Aegypti tersebar luas di daerah tropis dan sub tropis. Di Indonesia nyamuk ini tersebar luas baik di rumah-rumah maupun di tempat-tempat umum.
Universitas Sumatera Utara
Nyamuk ini dapat hidup dan berkembangbiak sampai ketinggian kurang lebih 1000 meter dari permukaan air laut. Di atas ketinggian 1000 meter tidak dapat berkembangbiak, karena pada ketinggian tersebut suhu udara terlalu rendah. Sehingga tidak memungkinkan bagi kehidupan nyamuk tersebut (Depkes RI, 2005). 2.5.4. Variasi Musiman Nyamuk Aedes Aegypti Pada musim hujan tempat perkembangbiakan nyamuk Aedes Aegypti yang pada musim kemarau tidak terisi air mulai terisi oleh air, telur-telur yang tadinya belum sempat menetas akan menetas, selain itu pada musim hujan semakin banyak tempat penampungan air ilmiah yang berisi air hujan dan dapat digunakan sebagai tempat perkembangbiakan nyamuk ini. Oleh karena itu, pada musim hujan populasi Aedes Aegypti meningkat. Bertambahnya populasi nyamuk ini merupakan salah satu faktor yang menyebabkan peningkatan penularan penyakit DBD (Depkes RI, 2005). 2.5.5. Tempat Perkembangbiakan Nyamuk Aedes Aegypti Nyamuk Aedes Aegypti ditemukan hampir di semua daerah perkotaan di daerah tropis dan subtropis di Asia Tenggara. Akhir-akhir ini juga ditemukan di daerah pendesaan, akibat penyebaran penduduk/tempat pemukiman baru dan sistem transportasi yang lancar. Aedes Aegypti sangat berperan dalam penularan penyakit DBD karena hidupnya berada di dalam dan di sekitar rumah penduduk. Nyamuk ini sangat senang berkembangbiak di tempat penampungan air karena tempat itu tidak terkena siar matahari langsung. Nyamuk ini tidak dapat hidup dan berkembangbiak di daerah yang berhubungan langsung dengan tanah. Jenis
Universitas Sumatera Utara
tempat perkembangbiakan nyamuk Aedes Aegypti dapat dikelompokkan sebagai berikut: a.
Tempat-tempat penampungan (wadah) air di dalam atau di sekitar rumah tangga, rumah ibadah, bangunan pabrik, sekolah, dan tempat-tempat umum lainnya, sperti drum, tangki, tempayang dan lain-lain. Biasanya tidak melebihi jarak 500 meter dari pemukiman penduduk tersebut.
b.
Tempat penampungan air bukan untuk keperluan sehari-hari, seperti tempat minum burung, vas bunga, dan barang-barang bekas yang dapat menampung air.
c.
Tempat penampungan air yang alamiah seperti pelepah daun, tempurung kelapa dan lain-lain (Hindra. 2004).
2.5.6. Pengendalian Demam Berdarah Dengue Pengendalian demam berdarah dengue adalah usaha pemberantasan DBD dengan memutuskan mata rantai penularan yang terdiri dari nyamuk Aedes Aegypti yang dilakukan oleh masyarakat khususnya keluarga dan pemerintah (Depkes, 2005). Sebagaimana diketahui cara pengendalian dan pemberantasan DBD yang dapat dilakukan saat ini adalah memberantas vektor yaitu nyamuk penular Aedes Aegypti dan pemberantasan terhadap jentik-jentik, karena vaksin untuk mencegah dan obat untuk membasmi virus belum tersedia. Cara yang dianggap paling tepat adalah Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah Dengue (PSN-DBD) yang harus didukung oleh keluarga dan peran serta masyarakat. Apabila PSN-DBD dilaksanakan oleh seluruh keluarga dan masyarakat maka populasi nyamuk Aedes Aegypti akan dapat ditekan serendah-rendahnya. Sehingga
Universitas Sumatera Utara
penularan DBD tidak terjadi lagi. Upaya penyuluhan dan motivasi kepada keluarga dan masyarakat harus dilakukan secara berkesinambungan dan terus-menerus, karena keberadaan jentik nyamuk berkaitan erat dengan keluarga dan masyarakat (Depkes RI, 2005). 2.5.7. Upaya Pengendalian Demam Berdarah Dengue Menurut
Hadinegoro
(2005),
menyatakan
bahwa
strategi
dalam
pengendalian DBD meliputi : 1.
Fogging. Fogging dilakukan terhadap nyamuk dewasa dengan insektisida, mengingat kebiasaan nyamuk senang hinggap pada benda-benda bergantungan, maka penyemprotan tidak dilakukan pada dinding rumah. Kegiatan fogging hanya dilakukan jika ditemukan penderita/tersangka penderita DBD lain, atau sekurangkurangnya ada 3 orang penderita tanpa sebab yang jelas dan ditemukannya jentik nyamuk Aedes Aegypti di lokasi.
2.
Penyuluhan kepada masyarakat Penyuluhan tentang demam berdarah dan pencegahannya dilakukan melalui media massa, tempat ibadah, kader dan kelompok masyarakat lainnya. Kegiatan ini dilakukan setiap saat pada beberapa kesempatan. Selain penyuluhan kepada msyarakat luas, penyuluhan juga dilakukan secara individu melalui kegiatan Pemantauan Jentik Nyamuk.
Universitas Sumatera Utara
3.
Pemantauan jentik berkala Pemantauan jentik berkala dilakukan setiap 3 (tiga) bulan di rumah dan tempattempat umum. Diharapkan Angka Bebas Jentik (ABJ) setiap kelurahan/desa dapat mencapai lebih dari 95% akan dapat menekan penyebaran DBD.
4.
Penggerakan masyarakat dalam PSN-DBD Cara yang tepat dalam pencegahan DBD adalah dengan melaksanakan PSN-
DBD dapat dilakukan dengan cara lain: 1) Fisik, cara ini dikenal dengan “3M” yaitu: menguras dan menyikat bak mandi secara teratur seminggu sekali, menutup rapat tempat penampungan air rumah (tempayang, drum dan lain-lain), mengubur, menyingkirkan atau memusnahkan barang-barang bekas (kaleng, ban dan lain-lain). Berdasarkan fakta ini: Depkes RI telah menetapkan program PSN DBD sebagai program prioritas dalam pencegaan dan pengendalian DBD di Indonesia. Sebagai landasan hukum pelaksanaan PSN DBD adalah Surat Keputusan (SK) Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 581/1002 Tahun 1992 tentang PSN DBD dan Pembentukan
Kelompok
Kerja
Operasional
Demam
Berdarah
Dengue
(POKJANAL), juga ditunjang dengan KEPMENKES 1457 Tahun 2003 tentang Standart Pelayanan Minimal yang menguatkan pentingnya upaya pengendalian DBD di Indonesia hingga ke tingkat kabupaten/kota bahkan sampai ke desa. Kegiatan PSN DBD saat ini dilaksanakan di Indonesia baik secara nasional maupun regional, antara lain gerakan 3M (menguras, menutup, dan mengubur)
Universitas Sumatera Utara
2) Kimia, cara memberantas jentik Aedes aegypti dengan menaburkan bubuk abate atau altosid pada tempat-tempat penampungan air yang sulit dikuras atau di daerah yang air bersih sulit didapat sehingga perlu menampung air hujan. Takaran
:
•
Abate
: 1 sendok makan peres (± 10 gram) untuk 100 liter air.
•
Altosid
: 1 sendok the peres (± 5 gram) untuk 200 liter air.
3) Biologi, pemberantasan jentik Aedes aegypti dengan cara biologi adalah dengan memelihara ikan pemakan jentik (ikan kepala timah, ikan gupi, ikan cupang dan lain-lain). 2.5.8. Pengendalian Penularan Penyakit DBD di Dalam Keluarga Terutama dalam keadaan wabah, setiap keluarga diharapkan seyogyanya mampu melakukan pengendalian dan pencegahan penularan penyakit Demam Berdarah. Pengendalian DBD dalam hal ini adalah dengan melakukan upaya-upaya yang mampu menekan atau bahkan mengurangi jumlah kasus DBD di suatu daerah. Jadi, jangan menunggu datangnya penyemprot oleh petugas fogging dari Dinas Kesehatan. Dianjurkan setiap keluarga mengambil langkah-langkah pengamanan internal, antara lain yaitu : a.
Gunakan obat racun serangga, boleh obat nyamuk bakar, oles, atau semprot, atur tidur pakai kelambu. Apalagi sudah tersedia kelambu yang sudah dibaluri obat racun serangga dan yang yang mulai dipopulerkan program PSN plus yaitu Pemberantasan Sarang Nyamuk disertai kegiatan lain seperti menggunakan obat
Universitas Sumatera Utara
nyamuk bakar, semprot, atau kelambu. Atau yang lebih sederhana menggunakan kipas angin agar aliran udara di dalam kamar tidur tetap ada. Bila aliran udara atau angin selalu mengalir, nyamuk Aedes aegyti si penular virus biasanya tidak tahan dan terbang keluar rumah berlindung di dedaunan pekarangan. b.
Pakaian-pakaian yang bergantungan dibalik lemari atau dibalik pintu sebaiknya dilipat dan disimpan dalam lemari. Nyamuk Aedes aegypti senang hinggap dan istirahat ditempat-tempat gelap dan kain tergantung seperti gorden apalagi bila berwarna gelap .
c. Sebaliknya di dalam rumah tidak ada tempat penampungan air bersih, karena nyamuk Aedes aegypti menyukai genangan air bersih untuk meletakkan telurnya. Bak penampungan
air dikamar mandi dianjurkan tidak terlalu besar, cukup
ukuran 50 x 60 x 90 c agar ar daam bak selalu teranggu dan boleh dikatakan diganti 2 atau 3 kali sehari, sehingga nyamuk Aedes aegypti tidak berkesempatan meletakkan telurnya pada dinding bak penampungan air. d.
Kalau ada taburkan bubuk Abate ke dalam bak penampungan air untuk mematikan jentik nyamuk. Bubuk Abate tidak merusak dinding bak penampungan air meskipun terbuat dari bahan logam. Apalagi terbuat dari semen atau plastik. Abate aman. Meskipun pada bak penampungan air minum aman untuk diminum.
e.
Barang-barang bekas sekitar rumah seperti : kaleng bekas oli, kantong plastik, ban bekas dan aki bekas yang bisa menampung air hujan harus disingkirkan agar tidak menjadi tempat nyamuk bertelur (Depkes RI, 2007).
Universitas Sumatera Utara
2.6.
Landasan Teori Berdasarkan tinjauan pustaka, maka peneliti dapat merumuskan beberapa
landasan teori yang relevan dengan tujuan penelitian. Partisipasi masyarakat adalah dimana individu, kelompok maupun masyarakat umum ikut serta bertanggung jawab terhadap kesehtan diri, keluarga ataupun kesehatan masyarakat dilingkungannya. Secara teoritis, Erickson dalam Suparjan dan Suyatno (2003) menyampaikan konsep partisipasi dalam dua bagian yaitu internal dan eksternal. Partisipasi secara internal berarti adanya rasa memiliki terhadap komunitas atau kelompok (sense of belonging to the lives people). Hal ini menyebabkan komunitas/kelompok terfragmentasi dalam labelling an identity (pelabelan pada identitas diri mereka). Sementara partisipasi dalam arti eksternal terkait dengan bagaimana individu melibatkan diri dengan dengan komunitas/kelompok luar. Sehubungan dengan teori Erickson tentang partisipasi pada bagian internal, Baron dan Byrne dalam Rakhmat (2005) menyebutkan kelompok sebagai adanya himpunan orang-orang yang memiliki kesadaran akan ikatan yang sama yang mempersatukan mereka. Kelompok mempunyai tujuan dan organisasi (tidak selalu formal) dan melibatkan interaksi di antara anggota-anggotanya. Kelompok memiliki dua ciri khas yaitu anggota kelompok merasa terikat dengan kelompok (memiliki sense of belonging) dan masing-masing anggota kelompok merasa terikat satu dengan lainnya. Selanjutnya Cooley dalam Rakhmat (2005) membagi kelompok menjadi kelompok primer dan kelompok sekunder. Kelompok primer adalah keterikatan yang
Universitas Sumatera Utara
tinggi secara emosional diantara anggota kelompok, terasa lebih akrab, lebih personal, dan lebih menyentuh hati. Termasuk di dalam kelompok primer adalah keluarga, teman sepermainan, atau tetangga dekat. Kelompok sekunder merupakan kebalikan dari kelompok primer. Hubungan yang dibangun dalam kelompok ini tidak terlalu akrab, tidak personal, dan tidak menyentuh hati. Termasuk di dalam kelompok sekunder adalah organisasi massa, serikat buruh dan sebagainya. Keluarga sebagai salah satu manifestasi kelompok, Effendi (1998) menyebutkan keluarga merupakan unit kelompok terkecil dari masyarakat yang terdiri
dari kepala keluarga dan anggota keluarga lainnya yang berkumpul dan
tinggal dalam suatu rumah tangga karena pertalian darah dan ikatan keluarga atau adopsi dimana satu dengan lainnya saling bergantungan dan berintraksi. Bila salah satu atau beberapa anggota keluarga mempunyai masalah kesehatan, maka berpengaruh terhadap anggota-anggota keluarga lain, dan keluarga-keluarga yang ada sekitarnya. Kelompok sebagai salah satu elemen dalam bagian partisipasi internal, kelompok yang baik tentunya adalah kelompok yang efektif. Barnard dalam Rakhmat (2005) menjelaskan kelompok yang efektif adalah kelompok yang anggotaanggotanya bekerja sama untuk mencapai dua tujuan yakni melaksanakan tugas kelompok dan memelihara moril anggota kelompok. Tujuan pertama diukur dari hasil kerja kelompok dan sering disebut dengan prestasi. Tujuan kedua diketahui dari tingkat kepuasan (satisfaction) anggota.
Universitas Sumatera Utara
Secara lebih jelas Barnard merumuskan faktor-faktor yang mempengaruhi kefektifan kelompok yaitu faktor situasional (kelompok) dan faktor personal (anggota kelompok). Faktor situasional terdiri dari ukuran kelompok, jaringan komunikasi, kohesi kelompok dan kepemimpinan. Faktor personal terdiri dari kebutuhan interpersonal, tindak komunikasi dan peranan.
2.7.
Kerangka Konsep Konsep pokok dalam penelitian ini adalah pengaruh faktor situasional dan
personal terhadap partisipasi keluarga dalam pengendalian Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kecamatan Payung Sekaki Kota Pekanbaru Tahun 2011. Variabel Independen 1.Faktor Situasional - Ukuran keluarga - Jaringan komunikasi - Kohesi keluarga - Kepemimpinan 2.Faktor Personal - Kebutuhan interpesonal - Tindak komunikasi - Peranan
Variabel Dependen
Partisipasi Keluarga dalam Pengendalian DBD
Gambar 2.1. Kerangka Konsep Penelitian
Kerangka konsep menggambarkan bahwa variabel independen yaitu faktor situasional: ukuran keluarga, jaringan komunikasi, kohesi keluarga kepemimpinan.
Universitas Sumatera Utara
faktor personal : kebutuhan, interpersonal , tindakan komunikasi, peranan. sedangkan variabel dependen adalah partisipasi keluarga dalam pengendalian DBD.
Universitas Sumatera Utara