BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Teman Sebaya 2.1.1. Pengertian Teman Sebaya Dalam kamus besar bahasa indonesia, teman sebaya diartikan sebagai kawan , sahabat atau orang yang sama – sama bekerja atau berbuat. Menurut Santrock, (2007) Teman Sebaya adalah anak-anak dengan tingkat kematangan atau usia yang kurang lebih sama. Dari beberapa pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa teman sebaya adalah hubungan individu pada anak-anak atau remaja dengan tingkat usia yang sama serta melibatkan keakraban yang relatif besar dalam kelompoknya. Pertemanan adalah suatu tingkah laku yang dihasilkan dari dua orang atau lebih yang saling mendukung. Pertemanan dapat diartikan pula sebagai hubungan antara dua orang atau lebih yang memiliki unsur-unsur seperti kecenderungan untuk menginginkan apa yang terbaik bagi satu sama lain, simpati, empati, kejujuran dalam bersikap, dan saling pengertian (Kawi, 2010). Dengan berteman, seseorang dapat merasa lebih aman karena secara tidak langsung seorang teman akan melindungi temannya dari apapun yang dapat membahayakan temannya. Selain itu, sebuah pertemanan dapat dijadikan sebagai adanya hubungan untuk saling berbagi dalam suka ataupun duka, saling memberi dengan ikhlas, saling percaya, saling menghormati, dan saling menghargai (Santrock, 2007)
9
2.1.2. Karakteristik Berteman Adapun karakteristik dari berteman (Parlee dalam Siregar, 2010) adalah sebagai berikut : 1. Kesenangan, yaitu suka menghabiskan waktu dengan teman 2. Penerimaan, yaitu menerima teman tanpa mencoba mengubah mereka 3. Percaya, yaitu berasumsi bahwa teman akan berbuat sesuatu sesuai dengan kesenangan individu 4. Respek, yaitu berpikiran bahwa teman membuat keputusan yang baik 5. Saling membantu, yaitu menolong dan mendukung teman dan mereka juga melakukan hal yang demikian 6. Menceritakan rahasia, yaitu berbagi pengalaman dan masalah yang bersifat pribadi kepada teman 7. Pengertian, yaitu merasa bahwa teman mengenal dan mengerti dengan baik seperti apa adanya individu 8. Spontanitas, yaitu merasa bebas menjadi diri sendiri ketika berada di dekat teman. Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri berteman terdiri dari sukarela, unik, kedekatan dan keintiman. Dalam pertemanan harus dipelihara agar dapat bertahan, kesenangan, penerimaan, percaya, respek, saling membantu, menceritakan rahasia, pengertian, serta spontanitas. 2.1.3. Peran Teman Sebaya Remaja memiliki kebutuhan yang kuat untuk disukai dan diterima kawan sebaya atau kelompok. Sebagai akibatnya, mereka akan merasa senang apabila
diterima dan sebaliknya akan merasa sangat tertekan dan cemas apabila dikeluarkan dan diremehkan oleh kawan-kawan sebayanya. Bagi remaja, pandangan kawankawan terhadap dirinya merupakan hal yang paling penting. Menurut Santrock (2007) mengatakan bahwa peran terpenting dari teman sebaya adalah : a. Sebagai sumber informasi dan kognitif mengenai dunia di luar keluarga dan sumber untuk pemecahan masalah dan perolehan pengetahuan. Banyak tidaknya informasi atau pengetahuan yang diterima seseorang atau sekelompok orang mempengaruhi
perubahan
perilaku
(Lubis,2011).
Berdasarkan
teori
perkembangan Piaget, kemampuan kognitif remaja berada pada tahap formal operational. Remaja harus mampu mempertimbangkan semua kemungkinan untuk menyelesaikan masalah dan mempertanggung jawabkannya. Berkaitan dengan perkembangan kognitif, umumnya remaja menampilkan tingkah laku sebagai berikut: 1. Kritis Segala sesuatu harus rasional dan jelas, sehingga remaja cenderung mempertanyakan kembali aturan – aturan yang diterimanya. 2. Rasa ingin tahu yang kuat Perkembangan intelektual pada remaja merangsang adanya kebutuhan/ kegelisahan akan sesuatu yang harus diketahui/ dipecahkan.
3. Jalan pikiran egosentris Berkaitan dengan menentang pendapat yang berbeda. Cara berfikir kritis dan egosentris, menyebabkan remaja cenderung sulit menerima pola pikir yang berbeda dengan pola pikirnya 4. Imagery Audience Remaja merasa selalu diperhatikan atau menjadi pusat perhatian orang lain menyebabkan remaja sangat terpengaruh oleh penampilan fisiknya dan dapat mempengaruhi konsep dirinya 5. Personal Fables Remaja merasa dirinya sangat unik dan berbeda dengan orang lain. (Kusmiran, 2012) b. Sumber emosional, untuk mengungkapkan ekspresi dan identitas diri. Perubahan perilaku manusia juga dapat timbul akibat dari kondisi emosi seseorang. James P. Chaplin (2007) mengatakan bahwa, konsep emosi sangat bervariasi. Emosi adalah reaksi kompleks yang berhubungan dengan kegiatan atau perubahan – perubahan secara mendalam dan hasil pengalaman dari rangsangan eksternal dan keadaan fisiologis. Dengan emosi, individu terangsang terhadap objek – objek atau perubahan – perubahan yang disadari sehingga memungkinkan dia merubah sifat ataupun perilaku (Lubis, 2011). 2.1.4. Peran Kebudayaan dalam Hubungan Sebaya Menurut E. B. Taylor dalam buku yang berjudul “Primitive Culture”, bahwa kebudayaan adalah keseluruhan kompeks, yang didalamnya terkandung ilmu
pengetahuan yang lain, serta kebiasaan yang didapat manusia sebagai anggota masyarakat dan menurut Prof. Dr. Koentjaraningrat mengatakan kebudayaan adalah keseluruhan manusia dari kelakuan dan hasil kelakuan yang teratur oleh tata kelakuan yang harus didapatnya dengan belajar dan yang semuanya tersusun dalam kehidupan masyarakat (Widagdho, 2012). Hubungan sebaya bisa dipengaruhi oleh konteks budaya tempat anak hidup (Bergeron, 2005 & Parker, 2006). Di banyak sekolah, kelompok sebaya terbagi – bagi secara jelas menurut status sosioekonomi dan etnis. Di sekolah dengan sejumlah besar siswa dari status sosioekonomi menengah dan rendah, siswa dengan status sosioekonomi menengah sering mengambil peran kepemimpinan dalam organisasi formal. Kelompok sebaya bisa terbentuk untuk menentang kelompok mayoritas dan memberikan dukungan adaptif yang mengurangi perasaan terisolasi. Salah satu lingkungan yang berpengaruh terhadap perilaku seseorang adalah lingkungan sosial. Lingkungan sosial dapat menyangkut sosial budaya dan sosial ekonomi. Menurut Mac Iver sebagaimana dikutip oleh Soerjono Soekanto (2001) Kebudayaan adalah “ Ekspresi jiwa terwujud dalam cara – cara hidup dan berfikir, pergaulan hidup, seni kesusastraan, agama, rekreasi, dan hiburan (Sunaryo, 2004). Melalui interaksi dengan teman-teman sebaya, anak-anak dan remaja mempelajari modus relasi yang timbal-balik secara simetris. Bagi beberapa remaja, pengalaman ditolak atau diabaikan dapat membuat mereka merasa kesepian dan bersikap bermusuhan. Dari uraian tersebut maka dapat diketahui bahwa teman sebaya sebagai lingkungan sosial bagi remaja mempunyai peranan yang cukup penting bagi
perkembangan kepribadiannya. Teman sebaya memberikan sebuah dunia tempat para remaja melakukan sosialisasi dalam suasana yang mereka ciptakan sendiri (Piaget dan Sullivan dalam Santrock, 2007). Crikhtenmihalyi & Larson (1984) menjelaskan bahwa bagi remaja, waktu dengan teman merupakan bagian terpenting bagi remaja dalam kesehariannya. Teman bagi remaja tempat menghabiskan waktu, berbicara, berbagi kesenangan dan kebebasan. Teman sebaya bisa merupakan kelompok yang memberikan pengaruh negatif dan positif terhadap anak remaja. Dikatakan bahwa relasi dengan teman sebaya akan mengembangkan dari “self” seorang remaja ( Youniss & Smollar, 1985). Defenisi remaja dengan relasinya dengan teman sebaya memberikan peranan dalam membentuk keterkaitan antara remaja, keluarga dan teman sebaya sebagai pesaing, pemberi kepuasan atau saling melengkapi. Terdapat tiga model klasik dari hubungan antara keluarga, dan teman sebaya pada remaja, yaitu: 1. Model Psikoanalisa 2. Model Sosialisasi 3. Model Kognitif Peranan dari teman sebaya lebih menonjol pada masa remaja dibandingkan pada awal – awal kehidupan.
1. Model Psikoanalisa Model Psikoanalisa menjelaskan kematangan dalam tiga konsep, yaitu: konflik, kebebasan, dan autonomy. Menurut freud (1966), masa remaja merupakan waktu terjadinya konflik internal antara ketergantungan dan dorongan untuk autonomy. 2. Model Sosialisasi ( teman sebaya sebagai saingan bagi orang tua). Pandangan yang lebih negatif dari pergaulan pada masa remaja menjadi jelas dari hasil penelitian para sosiolog terhadap kelompok orang tua dan teman sebaya. Sudut pandang ini melihat orang tua sebagai pengawas dan pemberi kritik yang tajam pada perkembangan anaknya agar anak dapat memberikan kesinambungan dalam menjalin norma – norma sosial, teman sebaya akan menjadi sumber dari tekanan antara dua kekuatan set eksklusif dari nilai- nilai. 3. Model Kognitif Teman sebaya merupakan kelompok yang unik dan saling melengkapi dengan orang tua. Relasi dengan teman sebaya memberikan kontribusi yang unik bagi perkembangan. Piaget (1932) menekankan secara khusus bahwa pengalaman anak dengan teman sebaya dan orang tua tidak dilihat sebagai pesaing ataupun sebagai pengganti, tapi lebih dilihat bahwa masing – masing memberikan penekanan khusus yang berbeda (Agustiani, 2006) 2.1.5. Fungsi Kelompok Teman Sebaya Menurut Gottman dan Parker dalam Santrock (2003), mengatakan bahwa ada enam fungsi perteman yaitu :
1. Berteman (Companionship) Berteman akan memberikan kesempatan kepada seseorang untuk menjalankan fungsi sebagai teman bagi individu lain ketika sama-sama melakukan suatu aktivitas. 2. Stimulasi Kompetensi (Stimulation Competition) Pada
dasarnya,
berteman
akan
memberi
rangsangan
seseorang
untuk
mengembangkan potensi dirinya karena memperoleh kesempatan dalam situasi sosial. Artinya melalui teman seseorang memperoleh informasi yang menarik, penting dan memicu potensi, bakat ataupun minat agar berkembang dengan baik. 3. Dukungan Fisik (Physicial Support) Dengan kehadiran fisik seseorang atau beberapa teman, akan menumbuhkan perasaan berarti (berharga) bagi seseorang yang sedang menghadapi suatu masalah 4. Dukungan Ego Dengan berteman akan menyediakan perhatian dan dukungan ego bagi seseorang, apa yang dihadapi seseorang juga dirahasiakan, dipikirkan dan ditanggung oleh orang lain (temannya). 5. Perbandingan Sosial (Social Comparison) Berteman akan menyediakan kesempatan secara terbuka untuk mengungkapkan ekspresi, kompetensi, minat, bakat dan keahlian seseorang. 6. Intimasi/Afeksi (Intimacy/Affection)
Tanda berteman adalah adanya ketulusan, kehangatan, dan keakraban satu sama lain. Masing-masing individu tidak ada maksud ataupun niat untuk menyakiti orang lain karena mereka saling percaya, menghargai dan menghormati keberadaan orang lain. 2.1.6. Perkembangan Sosial Terjadinya tumpang tindih pola tingkah laku anak dan perilaku dewasa merupakan kondisi tersulit yang dihadapi remaja. Remaja diharuskan dapat menyesuaikan diri dengan peran orang dewasa dan melepaskan diri dari peran anakanak. Remaja dituntut untuk dapat menyesuaikan diri dengan orang dewasadi luar lingkungan keluarga dan sekolah (Kusmiran, 2012) 2.1.7. Pengelompokan Sosial Baru pada Remaja Menurut kusmiran (2012) Dalam pengelompokan sosial, akan muncul nilai – nilai baru yang diadaptasi oleh remaja. Nilai - nilai tersebut antara lain adalah sebagai berikut : 1. Nilai baru dalam memilih teman. Pemilihan teman berdasarkan kesamaan minat dan nilai – nilai yang sama, yang dapat mengerti dan memberi rasa aman, serta yang dapat berbagi masalah dan membahas hal – hal yang tidak dapat dibicarakan dengan orang dewasa. 2. Nilai baru dalam penerimaan sosial. Remaja menerima teman – teman yang disenangi dan menolak yang tidak disenangi yaitu dimulai dengan menggunakan standar yang sama dengan kelompoknya.
3. Nilai baru dalam memilih pemimpin. Remaja memilih pemimpin yang berkemampuan tinggi yang akan dikagumi dan dihormati oleh orang lain dan dapat menguntungkan mereka, bukan pada penilaian fisik melainkan pada orang yang bersemangat, bergairah, penuh inisiatif, bertanggung jawab, banyak ide, dan terbuka (Kusmiran, 2012). 2.1.8. Kuatnya Teman Sebaya Keinginan menjadi mandiri akan timbul dari dalam diri remaja. Salah satu bentuk kemandirian itu adalah dengan mulai melepaskan diri dari pengaruh orangtua dan ketergantungan secara emosional pada orangtua. Berdasarkan ciri-ciri yang dimiliki seperti menjadi egosentris, kebinggungan peran dan lain-lain, seseorang menghabiskan lebih banyak waktu bersama teman sebayanya dibandingkan bersama dengan orangtuanya, sehingga wajar saja jika tingkah laku dan norma/aturan-aturan yang dipegang banyak dipengaruhi oleh kelompok sebayanya. Namun, tampaknya remaja sangat bergantung pada teman sebayanya, pada remaja sendiri terdapat sikap ambivalen. Di satu sisi ingin membuktikan kemandiriannya dengan melepaskan diri dari orangtuanya, tetapi di sisi lain mereka masih tergantung kepada orangtuanya (Kusmiran, 2012). Remaja akan tetap meminta pertimbangan dari orangtuanya ketika menghadapi masalah yang berat atau harus menentukan sesuatu yang berkaitan dengan masa depannya yang berakibat jangka panjang. Hal ini merupakan bentuk ketergantungan remaja kepada orangtua. Ketergantungan pada teman sebaya lebih mengarah pada hal-hal yang berkaitan dengan relasi sosial atau penerimaan
lingkungan (misalnya tingkah laku/kebiasaan sehari-hari, kesukaan, aktivitas yangdipilih, gaya bahasa dan lainnya). Namun, perilaku mengikuti kelompok akan semakin berkurang sesuai dengan bertambahnya kematangan karena remaja semakin ingin menjadi individu yang mandiri dan unik serta lebih selektif dalam memilih sahabat (Kusmiran, 2012). Menurut Kusmiran (2012) Tingkat konformitas remaja dengan kelompok sebayanya bervariasi menurut kualitas relasi yang terjadi dalam keluarga. Remaja yang berasal dari keluargayang terlalu hangat, memberikan perlindungan dan keamanan secara berlebihan, melibatkan emosi yang sangat kuat cenderung memengaruhi remaja menjadimalas menjalin ikatan lain di luar keluarga atau mengalami kesulitan dalamberinteraksi di lingkungan selain keluarganya. Umumnya remaja ini lebih senang menyendiri atau bergaul dengan orang-orang tertentu saja, ada juga yang menjadi minder dan sulit berinteraksi dengan sebayanya. Sementara keluarga yang tidak memberikan kehangatan dan ikatan emosi kepada anak, cenderung memengaruhi remaja berusaha keras mengikatkan diri pada lingkungan lain (yang berarti baginya) dan secara penuh mengikuti aturan kelompok tersebut (tanpa membedakan mana tingkah laku yang salah atau benar) Keluarga yang memberikan kehangatan serta ikatan emosi dalam kadar yangtidak berlebihan dan senantiasa memberikan dukungan positif dapat membantu anak mengembangkan ikatan lain di luar keluarga secara lebih baik. Ia mampu menentukan kapan ia harus mengikuti kelompoknya dan kapan harus menolak ajakan
dari teman sebayanya sehingga remaja tersebut akan terbebas dari tekanan teman sebaya untuk melakukan hal-hal negatif. Perubahan dalam perilaku sosial ditunjukkan dengan : a. Minat dalam hubungan heteroseksual yang lebih besar. b. Kegiatan-kegiatan sosial yang melibatkan kedua jenis kelamin. c. Bertambahnya wawasan sehingga remaja memiliki penilaian yang lebih baik serta lebih bisa mengerti orang lain. Remaja juga mengembangkan kemampuan sosial yang mendorongnya lebih percaya diri dan aktif dalam aktivitas sosial. d. Berkurangnya
prasangka
dan
diskriminasi,
mereka cenderung tidak
mempersoalkan orang yang tidak cocok latar belakang budaya dan pribadinya. 2.1.9 Aspek-aspek Kualitas Pertemanan Menurut Mappiare dalam Handayani (2006) aspek-aspek kualitas pertemanan adalah sebagai berikut : a. Pengakuan dan Saling Menjaga Yaitu remaja diakui teman, adanya perilaku saling menjaga, mendukung dan saling memberi perhatian. b. Terjadinya Konflik Yaitu
munculnya
perbedaan
atau
perselisihan
membangkitkan kemarahan dan ketidakpercayaan.
faham
hal-hal
yang
c. Pertemanan dan Rekreasi Yaitu menghabiskan waktu bersama-sama teman, baik di luar maupun didalam lingkungan sekolah. d. Membantu dan Memberi Petunjuk Yaitu usaha seorang teman untuk membantu temannya yang lain dalam menyelesaikan tugas rutin yang menantang. e. Berbagi Pengalaman dan Perasaan Yaitu adanya saling keterbukaan akan perasaan pribadi, berbagi pengalaman diantara remaja dan temannya. f. Pemecahan Konflik Yaitu munculnya perdebatan atau perselisihan faham dan adanya jalan keluar pemecahan masalah secara baik dan efisien.
2.2. Sikap 2.2.1. Definisi Sikap Sikap, atau yang dalam bahasa Inggris disebut attitude adalah suatu cara bereaksi terhadap suatu perangsang. Suatu kecenderungan untuk bereaksi terhadap sesuatu perangsang atau situasi yang dihadapi. Bagaimana reaksi seseorang jika ia terkena sesuatu rangsangan baik mengenai orang, benda – benda, ataupun situasi – situasi yang mengenai dirinya (Purwanto, 2006). Sikap adalah determinan perilaku, karena mereka berkaitan dengan persepsi, kepribadian dan motivasi. Sebuah sikap merupakan suatu keadaan siap mental, yang
dipelajari dan diorganisasi menurut pengalaman, dan yang menyebabkan timbulnya pengaruh khusus atau reaksi seseorang terhadap orang-orang, objek-objek dan situasisituasi dengan siapa ia berhubungan (Winardi, 2004). Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek. Menurut Sarwono, 1997 dalam buku Maulana (2009), sikap merupakan kecenderungan merespon (secara positif atau negatif) orang, situasi atau objek tertentu. Sikap adalah perasaan , pikiran, dan kecenderungan seseorang yang kurang lebih bersifat permanen mengenai aspek – aspek tertentu dalam lingkunganya. Sikap merupakan kecondongan evaluatif terhadap suatu stimulus atau objek yang berdampak pada bagaimana seorang berhadapan dengan objek tersebut. Ini berarti sikap menunjukan kesetujuan atau ketidak setujuan , suka atau tidak suka seseorang terhadap sesuatu (Mubarak, 2012). 2.2.2. Tingkatan Sikap Sikap terdiri atas empat tingkatan, mulai dari terendah sampai tertinggi, yakni menerima, merespon, menghargai dan bertanggung jawab. a. Menerima (receiving), menerima berarti mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan/ objek. b. Merespon (responding), memberikan jawaban jika ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan merupakan indikasi sikap. Terlepas dari benar atau salah, hal ini berarti individu menerima ide tersebut. c.
Menghargai (valuing), pada tingkat ini individu mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah.
d. Bertanggung jawab (responsible) merupakan sikap yang paling tinggi dengan segala resiko bertanggung jawab terhadap sesuatu yang telah dipilih, meskipun mendapat tantangan dari keluarga. Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung (langsung ditanya) dan tidak langsung (Notoadmodjo, 2003). 2.2.3. Ciri – ciri Sikap Seperti yang diungkap para ahli (Gerungan, 1996; Ahmadi, A.,1999; Sarwono, SW.2000, dan Walgoto, B., 2001), sikap memiliki ciri – ciri sebagai berikut: 1.
Sikap tidak dibawa dari lahir, tetapi dipelajari dan dibentuk melalui pengalaman, latihan sepanjang perkembangan individu.
2.
Sikap dapat berubah – ubah dalam situasi yang memenuhi syarat untuk itu sehingga dapat dipelajari.
3.
Sikap tidak berdiri sendiri, tetapi selalu berhubungan dengan objek sikap.
4.
Sikap dapat tertuju pada satu atau banyak objek
5.
Sikap dapat berlangsung lama atau sebentar.
6.
Sikap mengandung faktor perasaan dan motivasi, hal ini yang membedakan dengan pengetahuan.
2.2.4. Fungsi Sikap Menurut Attkinson dkk, seperti dikutip dalam Sunaryo (2004), sikap memiliki 5 fungsi, yakni sebagai berikut. 1. Fungsi instrumental, yaitu sikap yang dikaitkan dengan alasan praktis atau manfaat dan menggambarkan keadaan keinginannya atau tujuan.
2. Fungsi pertahanan ego, yaitu sikap yang diambil untuk melindungi diri dari kecemasan atau ancaman harga dirinya. 3. Fungsi nilai ekspresi, yaitu sikap yang menunjukan nilai yang ada pada dirinya. Sistem nilai individu dapat dilihat dari sikap yang diambil individu bersangkutan (misalnya, individu yang telah menghayati ajaran agama, sikapnya akan tercermin dalam tutur kata, perilaku dan perbuatan yang dibenarkan ajaran agamanya). 4. Fungsi pengetahuan, setiap individu memiliki motif untuk ingin tahu, ingin mengerti, ingin banyak mendapat banyak pengalaman dan pengetahuan, yang diwujudkan dalam kehidupan sehari – hari. 5. Fungsi penyesuaian sosial, yaitu sikap yang diambil sebagai bentuk adaptasi dengan lingkungannya. (Maulana,2009). 2.2.5. Komponen Sikap Menurut Azwar (2000) di dalam Sunaryo (2004) Struktur sikap terdiri atas 3 komponen yang saling menunjang: 1. Komponen Kognitif : dapat disebut juga komponen perseptual, yang berisi kepercayaan individu. Kepercayaan tersebut berhubungan dengan hal – hal bagaimana individu mempersepsi terhadap objek sikap, dengan apa yang dilihat dan diketahui (pengetahuan), pandangan, keyakinan, pikiran, pengalaman pribadi, kebutuhan emosional , dan informasi dari orang lain. 2. Komponen Afektif (komponen emosional) : komponen ini menunjuk pada dimensi emosional subjektif individu, terhadap objek sikap, baik yang positif (rasa senang) maupun negatif (rasa tidak senang). Reaksi emosional banyak
dipengaruhi oleh apa yang kita percayai sebagai sesuatu yang benar terhadap objek tersebut. 3. Komponen Konatif : disebut juga komponen perilaku, yaitu komponen sikap yang berkaitan dengan predisposisi atau kecenderungan bertindak terhadap objek sikap yang dihadapinya.
2.3. Remaja 2.3.1. Pengertian Remaja Remaja ( adolescentia) adalah masa transisi/peralihan dari masa kanak – kanak menuju dewasa yang ditandai dengan adanya perubahan aspek fisik, psikis dan psikososial. Secara kronologis yang tergolong remaja ini berkisar antara 12 – 21 tahun.Untuk menjadi orang dewasa mengutip pendapat erikson, maka remaja akan melalui masa krisis dimana remaja berusaha untuk mencari identitas diri (search for self- identity), sedangkan masa remaja tengah , individu sudah duduk disekolah menengah atas (SMU). Kemudian mereka yang tergolong remaja akhir, umumnya sudah memasuki dunia perguruan tinggi atau lulus SMU dan mungkin sudah bekerja (Dariyo, 2004). Penggolongan remaja menurut Thornburg (1982) terbagi 3 tahap, yaitu remaja awal 13 – 14 tahun, remaja tengah ( 15-17 tahun), remaja akhir (18-21 tahun). Masa remaja awal, umumnya individu telah memasuki pendidikan dibangku sekolah menengah tingkat pertama (SLTP), Pendapat tentang rentang usia remaja bervariasi
antara beberapa ahli, organisasi, atau lembaga kesehatan. Usia remaja merupakan periode transisi perkembangan dari masa anak ke masa dewasa, usia antara 10 – 24. Secara etimiologi, remaja berarti ‘tumbuh menjadi dewasa. Defenisi remaja (adolescence) menurut organisasi kesehatan dunia (WHO) adalah periode usia antara 10 -19 stahun, sedangkan Perserikatan Bangsa –Bangsa (PBB) menyebut kaum muda (youth) untuk usia antara 15 sampai 24 tahun. Sementara itu, menurut The Health Resources and Service Administrations Guidelines Amerika Serikat, rentang usia remaja adalah 11-21 tahun dan terbagi menjadi 3 tahap , yaitu remaja awal (11-14 tahun); remaja menengah(15-17 tahun);dan remaja akhir (18-21 tahun). Defenisi ini kemudian disatukan dalam terminologi kaum muda (young people) yang mencakup usia 10 -24 tahun. Defenisi remaja sendiri dapat ditinjau dari tiga sudut pandang, yaitu : 1. Secara kronologis, remaja adalah individu yang berusia antara 11 – 12 tahun sampai 20 – 21 tahun. 2. Secara fisik, remaja ditandai oleh ciri perubahan pada penampilan fisik dan fungsi fisiologis, terutama yang terkait dengan kelenjar seksual. 3. Secara psikologis, remaja merupakan masa dimana individu mengalami perubahan – perubahan dalam aspek kognitif, emosi, sosial dan moral, di antara masa anak – anak menuju masa dewasa. Gunarsa (1978) mengungkapkan bahwa masa remaja merupakan masa peralihan dari masa anak – anak ke masa dewasa, yang meliputi semua
perkembangan yang dialami sebagai persiapan memasuki masa dewasa (Kusmiran, 2012). 2.3.2. Dinamika Masa Remaja Menurut Lubis (2011) Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa pubertas menuju masa dewasa. Selama periode ini, mereka akan banyak mengalami perubahan baik secara fisik, psikologis ataupun sosial. Oleh sebab itu, untuk memudahkan pembahasanya, maka kita membagikan masa remaja menjadi tiga bagian, yaitu: 1. Remaja Awal Adapun ciri – ciri dinamika perkembangan psikologi pada remaja awal terlihat dari : a. Mulai menerima kondisi dirinya b. Berkembangnya cara berfikir. c. Menyadari bahwa setiap manusia memiliki perbedaan potensi. d. Bersikap over estimate, seperti meremehkan segala masalah, meremehkan kemampuan orang lain, dan terkesan sombong. e. Akibat sombong menjadikan dia gegabah dan kurang waspada. f. Proporsi tubuh semakin proporsional. g. Tindakan masih kanak – kanak, akibat ketidakstabilan emosi h. Sikap dan moralitasnya masih bersifat egosentris i. Banyak perubahan dalam kecerdasan dan kemampuan mental j. Selalu merasa kebingungan dalam status
k. Periode yang sulit dan kritis 2. Remaja Tengah Ciri – ciri dinamika perkembangan psikologi pada remaja tengah yaitu a. Bentuk fisik makin sempurna dan mirip dengan orang dewasa b. Perkembangan sosial dan intelektual lebih sempurna c. Semakin berkembang keinginan untuk mendapatkan status. d. Ingin mendapatkan kebebasan sikap, pendapat dan minat e. Keinginan untuk menolong dan ditolong orang lain f. Pergaulan sudah mengarah pada heteroseksual g. Belajar bertanggung jawab h. Apatis akibat selalu ditentang sehingga malas mengulanginya i. Perilaku agresif akibat diperlakukan seperti kanak – kanak. 3. Remaja Akhir Ciri –ciri dinamika perkembangan psikologis pada remaja akhir yaitu: a. Disebut sebagai dewasa muda dan meninggalkan dunia kanak – kanak b. Berlatih mandiri dalam membuat keputusan c. Kematangan emosional dan belajar mengendalikan emosi d. Dapat berfikir objektif sehingga mampu bersikap sesuai situasi dan kondisi e. Belajar menyesuaikan diri dengan norma – norma yang berlaku f. Membina hubungan sosial secara heteroseksual.
2.3.3. Masa Transisi Remaja Pada usia remaja, terdapat masa transisi yang akan dialami. Masa transisi tersebut menurut Gunarsa (1978) dalam disertasi PKBI (2000) adalah sebagai berikut: 1. Transisi fisik berkaitan dengan perubahan bentuk tubuh Bentuk tubuh remaja sudah berbeda dengan anak –anak, tetapi belum sepenuhnya menampilkan bentuk tubuh orang dewasa. 2. Transisi dalam kehidupan emosi Perubahan hormonal dalam tubuh remaja berhubungan erat dengan peningkatan kehidupan emosi. Remaja sering memperlihatkan ketidakstabilan emosi. 3. Transisi dalam kehidupan sosial Lingkungan sosial anak semakin bergeser ke luar dari keluarga, dimana lingkungan teman sebaya mulai memegang peranan penting. 4. Transisi dalam nilai – nilai moral Remaja mulai meninggalkan nilai – nilai yang dianutnya dan menuju nilai – nilai yang dianut orang dewasa. 5. Transisi dalam pemahaman Remaja mengalami perkembangan kognitif yang pesat sehingga mulai mengembangkan kemampuan berfikir abstrak ( Kusmiran, 2012). 2.3.4. Karakteristik Perkembangan Remaja Karakteristik perkembangan remaja, meliputi perkembangan fisik, kognitif, emosi, sosial, moral, kepribadian, dan kesadaran beragama.
1. Perkembangan fisik. Perkembangan fisik ditandai dengan pertumbuahn fisik yang sangat pesat. Perkembangan seksualitas berupa munculnya tanda – tanda seksual primer dan sekunder. a. Tanda tanda seks primer. Ini menunjukan matangnya organ seksal. Pada pria, ini ditandai dengan mimpi basah ( noctural emission), sedangkan pada wanita dengan menarke ( haid pertama) b. Tanda – tanda seks sekunder. Tanda – tanda tersebut adalah sebagai berikut : Perempuan: •
Tumbuhnya rambut pubis (pubis hair) dan bulu ketiak (axillary hair)
•
Payudara membesar
•
Ukuran pinggul bertambah besar.
•
Kelenjar sebasea
semakin aktif sehingga menyebabkan munculnya
jerawat Laki – laki •
Tumbuhnya rambut pubis dan bulu ketiak
•
Terjadi perubahan suara.
•
Tumbuhnya kumis dan jakun
•
Kelenjar sebasea semakin aktif
•
Otot tubuh, kaki, dan tangan membesar.
2. Perkembangan kognitif. Remaja mampu berfikir logis tentang berbagai gagasan yang abstrak. Pada remaja, sistem keadilan merupakan suatu aspek kepedulian terhadap hak – hak warga masyarakat. 3. Perkembangan
emosi.
Puncak
emosionalitas
remaja
berpengaruh
pada
perkembangan organ seksualnya. Remaja cenderung sensitif dan reaktif, emosinya negatif, dan tempramental (misalnya, mudah tersinggung, marah atau sedih). 4. Perkembangan sosial. Remaja mulai memiliki sosial cognition, yaitu kemampuan untuk mengenal orang lain serta conformity, yaitu kecenderungan untuk mengikuti opini, pendapat, nilai dan hobi orang lain (teman sebaya). 5. Perkembangan
moral.Perkembangan
moral
remaja
sudah
lebih
matang
dibandingkan anak –anak. Remaja sudah lebih mengenal nilai moral/konsep – konsep moralitas (misalnya, kejujuran ,keadilan, kesopanan, dan kedisiplinan) 6. Perkembangan kepribadian. Secara bertahap, remaja mulai menemukan identitas atau jati dirinya. Hal ini dipengaruhi oleh iklim keluarga, tokoh idola, dan peluang untuk mengembangkan diri 7. Perkembangan kesadaran beragama. Pandangan terhadap tuhan atau agama sangat dipengaruhi oleh perkembangan pikiran ( Herlina,2011). 2.3.5. Faktor-faktor yang Memengaruhi Perkembangan Remaja Sejak dalam kandungan hingga lahir, seorang individu tumbuh menjadi anak, remaja atau dewasa. Hal ini berarti terjadi proses perubahan pada setiap individu. Aspek – aspek perubahan yang dialami oleh setiap individu meliputi fisik, kognitif
maupun psikososialnya (Papalia, dkk.1998), Santrock, 1999, Turne dan Helm, 1995). Menurut pandangan Gunarsa (1991) bahwa secara umum ada 2 faktor yang mempengaruhi perkembangan individu ( bersifat dichotomi), yakni endogen dan exogen. 1. Faktor endogen (nature). Dalam pandangan ini dinyatakan bahwa perubahan – perubahan fisik maupun psikis dipengaruhi oleh faktor internal yang bersifat herediter yaitu yang diturunkan oleh orang tuanya. Misalnya : postur tubuh (tinggi badan), bakat –minat , kecerdasan, kepribadian dan sebagainya 2. Faktor exogen (nurture). Pandangan faktor exogen menyatakan bahwa perubahan dan perkembangan individu sangat dipengaruhi oleh faktor – faktor yang berasal dari luar individu itu sendiri. Faktor ini diantaranya berupa lingkungan fisik maupun lingkungan sosial. Lingkungan fisik berupa tersedianya sarana dan fasilitas, letak geografis, cuaca, iklim, dan sebagainya.Sedangkan lingkungan sosial adalah lingkungan dimana seorang mengadakan relasi/interaksi dengan individu atau kelompok individu didalamnya. Lingkungan sosial ini dapat berupa: keluarga, tetangga, teman lembaga pendidikan, lembaga kesehatan dan sebagainya. 3. Interaksi antara endogen dan exogen. Dalam kenyataanya, masing – masing faktor tersebut tak dapat dipisahkan. Kedua faktor itu saling berpengaruh, sehingga terjadi interaksi antara faktor internal maupun eksternal, yang mempengaruhi perkembangan individu. Dengan demikian, sebenarnya faktor yang ketiga ialah kombinasi dari kedua faktor itu. Para ahli perkembangan
sekarang (Berk,1993; Gunarsa, 1991; Papalia, Olds dan Fielman, 2001 dan Santroc, 1999) meyakini bahwa kedua faktor internal (endogen) maupun eksternal (exogen) tersebut mempunyai peran yang sama besarnya, bagi perkembangan dan pertumbuhan individu (Dariyo, 2004). 2.3.6. Faktor-faktor yang Memengaruhi Perilaku Seksual Remaja 1. Perubahan Biologis yang terjadi pada masa pubertas dan pengaktifan hormonal dapat menimbulkan perilaku seksual. 2. Kurangnya pengaruh orang tua melalui komunikasi antara orang tua dan remaja seputar masalah seksual dapat memperkuat munculnya penyimpangan perilaku seksual (Oom.1981) 3. Pengaruh teman sebaya sangat kuat sehingga munculnya penyimpangan perilaku seksual dikaitkan dengan norma kelompok sebaya 4. Remaja dengan prestasi rendah dan tahap aspirasi yang rendah cenderung lebih sering memunculkan aktifitas seksual dibandingkan remaja dengan prestasi yang baik disekolah 5. Perspektif sosial kognitif diasosiasikan dengan pengambilan keputusan yang menyediakan pemahaman perilaku seksual kalangan remaja ( Kusmiran, 2012).
2.4. Kesehatan Reproduksi 2.4.1. Teori dan Konsep Kesehatan Reproduksi Kesehatan reproduksi adalah suatu keadaan kesehatan yang sempurna baik secara fisik, mental, dan sosial dan bukan semata – mata terbebas dari penyakit atau
kecacatan dalam segala aspek yang berhubungan dengan sistem reproduksi, fungsi serta prosesnya. (WHO, 1992 : Familly and Reproductive Health). Kesehatan reproduksi adalah kesejahteraan fisik, mental, sosial yang utuh dan bukan hanya tidak adanya penyakit atau kelemahan dalam segala hal yang berhubungan dengan sistem reproduksi dan fungsi serta prosesnya. ( ICPD Kairo, 1994 ). Reproduksi sehat adalah kondisi di mana wanita dan pria sebagai pasangan suami istri dapat berhubungan seksual secara aman, dengan atau tanpa tujuan terjadinya kehamilan , dan bila kehamilan diinginkan wanita hamil pada umur yang tepat dan dengan jarak kelahiran yang cukup sehingga dimungkinkan menjalani kehamilan dengan aman. Perkembangan dan perubahan alat reproduksi adalah pertumbuhan alat reproduksi pria dan wanita dari masa kanak – kanak sehingga remaja. Masa pertumbuhan ini khususnya di awal reproduksi, yaitu pada masa remaja menyebabkan perubahan jasmani dan rohani ( BKKBN, 2009). Kesehatan reproduksi meliputi bidang yang sangat luas sehingga batasanya sulit ditentukan. Kesehatan reproduksi sangat penting artinya karena: 1.
Merupakan masalah vital dalam kesehatan, untuk kedua gender.
2.
Kesehatan reproduksi merupakan masalah utama dalam bidang kesehatan karena alat reproduksi ini langsung berhubungan dengan dunia luar sehingga mudah terjadi masalah yang akan mempengaruhi funginya dalam kehidupan utama manusia.
3.
Masalah kesehatan reproduksi sebagian besar berkaitan dengan ilmu kebidanan dan penyakit kandungan dalam arti sempit.
4.
Memelihara kesehatan reproduksi memerlukan kerjasama multidisiplin, sehingga fungsinya dapat dipertahankan (Manuaba, 2011).
2.4.2. Hak – hak Kesehatan Reproduksi Hak – hak reproduksi merupakan hak pria dan wanita untuk memperoleh informasi dan mempunyai akses terhadap berbagai metode keluarga berencana yang pernah mereka pilih, aman, efektif, terjangkau , serta metode – metode pengendalian kelahiran lainnya yang mereka pilih dan tidak bertentangan dengan hukum serta perundang – undangan yang berlaku. Hak – hak kesehatan reproduksi meliputi hal – hal berikut ini. 1. Hak untuk hidup. 2. Hak atas kebebasan dan keamanan. 3. Hak atas kesetaraan dan bebas dari segala bentuk diskriminasi. 4. Hak atas kerahasiaan pribadi. 5. Hak untuk bebas berfikir. 6. Hak mendapatkan informasi dan pendidikan. 7. Hak memilih bentuk keluarga, dan hak untuk membangun dan merencanakan keluarga. 8. Hak untuk memutuskan kapankah dan akankah mempunyai anak. Hak mendapatkan pelayanan dan perlidungan kesehatan. 9. Hak mendapatkan manfaat dari hasil kemajuan ilmu pengetahuan. 10. Hak atas kebebasan berkumpul dan berpartisispasi dalam politik. 11. Hak untuk bebas dari penganiayaan dan perlakuan buruk (BKKBN, 2009).
2.4.3. Perkembangan dan Perubahan Organ Reproduksi Perkembangan dan pertumbuhan organ reproduksi mengalami masa pertumbuhan mulai dari anak – anak hingga remaja. Masa pertumbuhan ini, khususnya diawal masa reproduksi, yaitu pada masa remaja menyebabkan perubahan jasmani dan rohani baik bagi pria maupun wanita (BKKBN, 2009). Tabel 2.1. Ciri – ciri Perubahan Jasmani pada Awal Reproduksi • • • •
PRIA Volume suara membesar Membesarnya kelenjar gondok Tumbuh bulu atau rambut pada tempat – tempat tertentu Tumbuh jerawat diwajah
• • • •
WANITA Buah dada mulai membesar Mendapat haid atau menstruasi setiap bulan Tumbuh bulu atau rambut pada tempat – tempat tertentu Tumbuh jerawat di wajah
Tabel 2.2. Ciri – ciri Perubahan Rohani Memasuki Masa Reproduksi PRIA • Sering bermimpi tentang hal – hal yang ada hubunganya dengan birahi atau seks, sehingga mengeluarkan air mani (mimpi basah ) • Bertingkah laku yang menarik perhatian wanita • Menaruh perhatian pada wanita
• •
WANITA Bertingkah laku yang menarik perhatian pria Menaruh perhatian pada pria
Tabel 2.3. Alat Reproduksi PRIA Bagian Luar • Zakar • Kantong zakar (scrotum) Bagian Dalam • Buah Zakar (testis) jumlahnya sepasang • Epididimis (menghasilkan sperma) • Saluran mani (Vas Deverens) • Saluran kantung air mani (Vesikular siminalis) • Kelenjar prostat • Kelenjar Cowperi (grandula cowperi) • Saluran kencing(uretra)
WANITA Bagian Luar • Bibir besar ( labia mayor) • Bibir kecil ( labia minor ) • Klentit ( Klitoris) • Liang Senggama ( Introitus Vaginae) Bagian Dalam • Liang Senggama /kemaluan • Mulut rahim • Rahim ( uterus) • Saluran telur (Tuba Fallopi) • Indung Telur ( ovarium )
Produk Kelamin Pria • Air mani (semen) • Sel maani (spermatozoa) 2.4.4. Anatomi Organ Reproduksi Organ reproduksi wanita bagian luar terdiri dari: 1. Bibir luar (labia mayora) 2. Bibir dalam (labia minora) 3. Klitoris adalah bagian yang penuh dengan ujung – ujung saraf sehingga sangat peka terhadap rangsangan sentuhan . 4. Uretra ( lubang saluran kencing ) yang dihubungkan dengan kandung kencing. 5. Liang senggama atau lubang kemaluan ( vagina ) pada gadis – gadis yang belum menikah biasanya tertutup oleh selaput dara (hymen). Adakalanya hymen robek
pada saat senggama yang pertama kali sehingga terjadi perdarahan, akan tetapi ada wanita yang tidak mengalami perdarahan seperti itu, penyebabnya antara lain: hymen yang elastis (bersifat mulur): hymen yang robek sebelum senggama, misalnya karena olah raga, terjatuh, dan sebagainya. Bagian Dalam terdiri dari : 1. Liang senggama (vagina), mempunyai 3 fungsi: a. Jalan keluarnya haid b. Jalan masuk penis dalam senggama c. Jalan keluarnya bayi waktu melahirkan 2. Mulut rahim (serviks) yang menghubungkan vagina dan rahim 3. Rahim (uterus). Jaringan sebesar telur ayam. Pada dinding rahim ini, dibesarkan sel telur yang sudah dibuahi sehingga menjadi bayi dan siap untuk dilahirkan 4. Indung telur (ovarium) yang menghasilkan hormon estrogen dan progesteron serta sel – sel telur. Sel – sel telur biasanya dilepas satu persatu pada waktu tertentu (biasanya 23 hari sekali) Organ reproduksi pria terdiri dari : 1. Testis, menghasilkan : a. Hormon – hormon testosteron dan androgen b. Spermatozoa yang berjumlah ratusan juta 2. Saluran Vas deferens yang menghubungkan testis dengan kelenjar prostat 3. Kelenjar prostat, tempat penyimpanan spermatozoa untuk sementara
4. Uretra: a. Tempat keluarnya air mani b. Tempat kelurnya air seni 5. Kandung kencing (Bahiyatun, 2011). 2.4.5. Upaya untuk Mempertahankan Kesehatan Reproduksi 1. Upaya promotif Kesehatan Reproduksi a. Pemberian Asuhan Antenatal (nutrisi ibu hamil : empat sehat lima sempurna) b. Perawatan dan pelayanan kesehatan bayi dan anak. c. Penatalaksanaan kesehatan remaja (KB remaja, pelayanan aborsi yang bersih dan aman) 2. Upaya Preventif Kesehatan Reproduksi a.
Pencegahan penyakit menular seksual
b.
Pencegahan penyakit HIV dan AIDS
c.
Pelayanan Aborsi yang bersih dan aman
d.
Pelayanan persalinan, nifas, dan menyusui yang bersih dan aman
e.
Pelayanan KB yang prima sehingga kesuburan dapat kembali dengan aman dan bersih
f.
Penggalangan suasana kerja aman dan bersih sehingga kesehatan reproduksi dapat berfungsi dengan baik tanpa menimbulkan cacat bagi generasinya.
3. Upaya kuratif Kesehatan Reproduksi a.
Pemberian terapi adekuat untuk mengatasi infeksi reproduksi sehingga fungsinya berjalan baik
b.
Pelayanan terhadap pasangan infertilitas.
c.
Pelayanan terhadap keganasan reproduksi sehingga fungsinya sebagian masih dapat dipertahankan.
4. Upaya Rehabilitatif Kesehatan Reproduksi: a.
Melayani kesehatan psikologis, sehingga dapat memahami dampak terapi yang telah diberikan
b.
Pelayanan terapi fisik, sehingga alat reproduksinya mampu berfungsi dengan baik Agar kesehatan reproduksi optimal diperlukan kerjasama multidisiplin,
sehingga
tujuan
untuk
mempertahankan
kesehatan
reproduksi
tercapai
(Manuaba,2011). 2.4.6. Tujuan dan Sasaran Kesehatan Reproduksi 1. Tujuan Umum Mewujudkan
keluarga
berkualitas
tahun
2015
melalui
peningkatan
pengetahuan, kesadaran sikap dan perilaku remaja dan orang tua agar peduli dan bertanggung jawab dalam kehidupan berkeluarga, serta memberikan pelayanan kepada remaja yang memiliki permasalahan khusus (BKKBN, 2002). Sasaran program Kesehatan Reproduksi Remaja (KRR) adalah agar seluruh remaja dan keluarganya memiliki pengetahuan, kesadaran sikap dan perilaku keehatan reproduksi sehingga menjadikan remaja siap sebagai keluarga berkualitas pada tahun 2015 (BKKBN, 2002).
2. Tujuan Khusus Mengutip buku Materi Program KB dan Kesehatan Reproduksi Remaja adalah sebagai berikut: a. Seluruh lapisan masyarakat mendapatkan informasi tentang KRR. Sasaranya ialah meningkatnya cakupan penyebaran informasi KRR melalui media massa. b. Seluruh remaja di sekolah mendapatkan informasi tentang KRR. Sasaranya ialah meningkatnya cakupan penyebaran informasi KRR disekolah umum, SLTP, dan SMU, Pesantren dll. c. Seluruh remaja dan keluarga yang menjadi anggota kelompok masyarakat mendapat informasi tentang KRR seperti karang taruna, remaja mesjid, perusahaan , remaja gereja, PKK, pramuka, pengajian dan arisan d. Seluruh remaja di perusahaan tempat kerja mendapatkan informasi tentang KRR e. Seluruh remaja yang membutuhkan konseling serta pelayanan khusus dapat dilayani. f. Seluruh masyarakat mengerti dan mendukung pelaksanaan program KRR. Sasaranya ialah meningkatnya komitmen bagi politisi, toga, toma, serta LSM dalam pelaksanaan KRR (Purnamaningrum, 2009).
2.5. Landasan Teori MenurutSantrock, (2007) teman sebaya memiliki peran yang sangat penting bagi perkembangan remaja baik secara emosional maupun secara sosial. Peranan yang terpenting dari teman sebaya adalah sebagai sumber informasi mengenai dunia di luar keluarga.Teman sebaya sebagai sumber kognitif, untuk pemecahan masalah dan perolehan pengetahuan. Dengan sebaya, remaja belajar memformulasikan dan menyatakan pendapat mereka, menghargai sudut pandang sebaya, menegosiasikan solusi atas perselisihan secara kooperatif. Kemampuan remaja untuk memantau kognisi sosial mereka secara efektif merupakan petunjuk penting mengenai adanya kematangan dan kompetensi sosial mereka. Remaja menerima umpan balik tentang kemampuan mereka dari group sebaya mereka. Mereka mengevaluasi apa yang mereka lakukan dengan ukuran apakah hal tersebut baik , sama baiknya atau lebih buruk. Teman sebaya sebagai sumber emosional, untuk mengungkapkan ekspresi dan identitas diri. Interaksi teman sebaya memenuhi kebutuhan sosioemosional. Hubungan sebaya yang baik diperlukan untuk perkembangan sosioemosional yang normal. Hubungan sebaya bisa dipengaruhi oleh konteks budaya tempat remaja hidup, didalam lingkungan sosial remaja terbagi – bagi secara jelas menurut status sosioekonomi yang dapat mempengaruhi pertemanan.
2.6. Kerangka Konsep Berdasarkan latar belakang dan tinjauan pustaka di atas, maka dapat diketahui kerangka konsep penelitian ini adalah : Variabel Independen
Variabel Dependen
Peran Teman Sebaya -
Sumber Informasi dan Kognitif Sumber Emosional Kebudayaan (Sosial dan Ekonomi)
Sikap Remaja tentang Kesehatan Reproduksi
Gambar 2.1. Kerangka Konsep Penelitian