BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. METABOLISME TULANG Tulang adalah jaringan hidup yang memiliki vaskularisasi yang baik, dengan aliran darah total 200 - 400 mL/menit.14 Sel
yang berperan dalam
pembentukan dan resorpsi tulang adalah osteoblas dan osteoklas keduanya berasal dari sumsum tulang. Osteoblas sel pembentuk tulang, osteosit memantau tekanan mekanis tulang.3,14 Struktur tulang dipertahankan oleh protein dan mineral dalam jumlah yang adekuat. Protein dan matriks tulang umumnya adalah kolagen tipe 1, yang juga merupakan protein struktural utama di tendon dan kulit.14,15 Tulang terdiri dari dua jenis yaitu tulang kompak atau kortikal, yang menyusun lapisan luar dari hampir semua tulang dan merupakan 80% dari tulang tubuh, dan tulang trabekular atau spongiosa di sebelah dalam tulang kortikal yang menyusun 20% sisa tulang tubuh.14 Tulang merupakan bentuk khusus jaringan ikat yang tersusun oleh kristal mikroskopik fosfat kalsium yang tersusun didalam matriks kolagen.14,16 Karena tingginya kandungan kalsium fosfat, maka tulang berperan dalam homeostasis kalsium.14,17 Homeostasis tulang dikontrol oleh siklus tulang yang berupa suatu proses dua kegiatan antagonis yaitu pembentukan oleh osteoblas dan resorbsi tulang oleh osteoklas.14,18 Proses homeostasis dimulai dengan aktivasi osteoklas yang menggali terowongan kedalam tulang kortikal diikuti pengisian
rongga
resorbsi
tulang
oleh
osteoblas.
Kedua
sel
ini 5
mensekresikan sejumlah besar kolagen tipe 1, protein matrik tulang lainnya, dan alkali fosfatase.14 Osteoblas mensekresikan alkali fosfatase yang menghidrolisis ester fosfat. Fosfat yang dibebaskan oleh hidrolisis ester akan meningkatkan konsentrasi fosfat disekitar osteoblas dan dapat menyebabkan kalsium fosfat mengendap.14,15 Tulang yang baik dan sehat memerlukan kalsium dan vitamin D.14 Kalsium diabsorbsi di usus dengan proses aktif dan pasif. Proses aktif menjadi lebih penting pada situasi asupan kalsium dibawah optimal.17,18 Kemampuan untuk merespon asupan kalsium terbatas dan absorbsi kalsium secara aktif dapat mengkompensasi asupan kalsium yang rendah tersebut, proses aktif tersebut memerlukan vitamin D.14.18 Fungsi utama vitamin D adalah menjaga keseimbangan kadar normal kalsium dan fosfat. Vitamin D terdiri dari vitamin D2 (ergokalsiferol) dan vitamin D3 (kolekalsiferol), diabsorbsi di usus dari sumber makanan. Vitamin
D3 dibentuk kulit melalui proses fotosintesis 7-dehidrokolesterol
dengan bantuan sinar ultraviolet. Pada hati, vitamin D2 dan D3 mengalami hidroksilasi secara enzimatis menjadi 25-Hydroxy vitamin D (25-OHD). Pada ginjal, bentuk ini kemudian akan diubah menjadi 1,25-(OH)2D. Pembentukan 1.25 Dihydroxyl Vitamin D (1.25-(OH)2D) membutuhkan hormon paratiroid (PHT) dan insulin like growth factor-1 (IGF-1). Senyawa 1.25 (HO)2D merupakan metabolit vitamin D yang aktif.15,17 Proses absorsi kalsium dan fosfat usus akan dilepaskan oleh 1.25(OH)2D.17 Konsentrasi kalsium dan fosfat akan meningkat sampai kadar yang 6
diperlukan untuk mineralisasi osteoid yang baru terbentuk.14 Penurunan tingkat plasma 25-OHD (normal 15 sampai 60 pg/ml) dan 1.25-(OH)2D akibat konsumsi vitamin D dan paparan sinar matahari yang kurang akan menyebabkan penurunan konsentrasi kalsium dan kadar 1.25-(OH)2D tidak adekuat, sehingga menyebabkan absorbsi kalsium usus menurun dan kadar kalsium usus juga menurun (kalsium serum normal 8,5-10,2 mg/dl. Kalsium ion normal 1,18 mmo/L).14,18 Keadaan
konsentrasi
kalsium
serum
yang
menurun
akan
merangsang sekresi PTH.14,17 Hormon paratiroid mengatur kadar kalsium dalam ginjal, tulang, dan gastrointestinal. Pada ginjal, PTH mengurangi reabsorbsi fosfat sehingga menurunkan kadar fosfat serum, meningkatkan reabsorbsi kalsium di tubulus ginjal sehingga meningkatkan kadar kalsium, dan meningkatkan sintesis 1.25-(OH)2D. Pada tulang, PTH merangsang aktifitas osteoklas sehingga dapat terjadi reasorbsi tulang untuk memobilisasi kalsium dan fosfat dari matriksnya. Pada gastrointestinal, PTH meningkatkan absorbsi kalsium.17 Pada keadaan lain seperti konsentrasi magnesium yang rendah dapat menyebabkan nilai PTH rendah dan menurunkan produksi 1.25-(OH)2D.14,16 Penurunan 1.25-(OH)2D di sirkulasi akan menyebabkan gangguan mineralisasi tulang.14,15,18 Hormon pertumbuhan berperan penting dalam densitas mineral tulang melalui kerja IGF-1 pada fungsi osteoblas. Defisiensi hormon pertumbuhan dapat berpengaruh negatif pada metabolisme tulang. Pada
7
anak dan dewasa penurunan densitas mineral tulang merupakan gambaran klinis dari defisiensi hormon pertumbuhan.14,17 Hormon paratiroid dan vitamin D berperan dalam pemeliharan massa tulang dengan mempertahankan homeostasis kalsium dan fosfat. Defisiensi vitamin D dapat mempengaruhi mineralisasi matriks tulang dan kekuatan tulang sehingga menjadi faktor terjadinya massa tulang rendah dan fraktur.3
Gambar 2.1. Metabolisme Vitamin D
8
2.2. Epilepsi Epilepsi merupakan suatu kondisi klinis di bidang neurologi yang bersifat kronis dengan karakteristik adanya serangan paroksismal berulang dua kali atau lebih tanpa penyebab, akibat lepas muatan listrik di neuron otak.19 Serangan yang terjadi dapat berupa gangguan kesadaran, perilaku, emosi motorik atau sensoris, yang sembuh secara spontan, namun dapat berulang dalam waktu lebih dari 24 jam, dan biasanya kondisi penderita adalah normal setelah serangan.19,20 Bangkitan kejang pada epilepsi harus terbukti tidak memiliki kaitan dengan demam, trauma akut pada otak, dan infeksi.19 Klasifikasi epilepsi secara garis besar terbagi menjadi dua jenis yaitu epilepsi parsial yang berarti adanya aktivasi inisial pada salah satu hemisfer serebral dan epilepsi general, yaitu bila dijumpai keterlibatan dua hemisfer.20 Selain itu pembagian kejang juga dibagi lagi menjadi tiga subdivisi yaitu idiopatik, bila di jumpai keterlibatan faktor genetik, simtomatik, bila abnormalitas otak baik yang tersebar maupun lokal dijumpai, dan kriptogenik, bila diduga ada abnormalitas lokal maupun tersebar, namun belum terbukti. Penegakan diagnosis epilepsi berdasarkan anamnesa yaitu dijumpai adanya dua kali atau lebih kejang tanpa adanya provokasi dan ditegakkan dengan pemeriksaan EEG. Epilepsi tidak bisa ditegakkan dengan menggunakan brain imaging.19,20
9
2.3. Asam Valproat Sebagai Obat Antiepilepsi Asam valproat adalah obat antiepilepsi berspektrum luas yang digunakan untuk terapi kejang umum dan kejang parsial.1 Prinsip pemakaian obat antiepilepsi adalah tercapainya keadaan bebas kejang setelah pemberian obat antiepilepsi dengan dosis minimal, dengan efek samping sangat sedikit atau bahkan tidak ada.21 Selain itu, pemberian obat anti epilepsi pada anak sangat berbeda dalam farmakokinetik, dimana pada anak memiliki perbedaan besar dalam hal absorpsi dan eliminasi obat antiepilepsi.22 Dengan pemahaman yang baik mengenai efek samping masing-masing obat, dan mempertimbangkan
farmakokinetik
tersebut
membantu
klinisi
untuk
memberikan resep yang rasional.21,22 Asam valproat dengan struktur 2-propylpentanoic acid merupakan obat antiepilepsi dengan spektrum luas. Asam valproat bersifat larut dalam air, dan sangat higroskopis. Asam valproat diindikasikan pada hampir semua tipe epilepsi, seperti absence, kejang tonik klonik, kejang mioklonik, spasme infantile, serta kejang parsial.23,24
Pada sebuah studi didapatkan bahwa
asam valproat merupakan pilihan utama pada penderita epilepsi usia sekolah karena penggunaan asam valproat jarang menyebabkan terjadinya gangguan fungsi kognitif.25 Selain itu, kelebihan asam valproat juga memiliki potensi rendah dalam menimbulkan eksaserbasi kejang.26 Kadar serum terapeutik asam valproat adalah 50 mg/L sampai dengan 100 mg/L.27 Pada sebuah
10
penelitian didapatkan bahwa pada konsentrasi asam valproat dalam serum dibawah 50 µg/mL kejang sudah terkontrol pada 60 % kasus.26
Gambar 2.2 Rumus kimia dari asam valproat27
Beberapa efek samping yang terjadi akibat pemberian asam valproat selalu dikaitkan dengan kadarnya dalam serum.26,27 Namun demikian, kadar serum belum terbukti berhubungan dengan besar dosis yang diberikan.27,28
2.3.1 Farmakokinetik Sediaan dari asam valproat adalah intravena, oral yaitu tablet enteric coated, sirup, serta supositoria. Farmakokinetik asam valproat pada anak berbeda dengan orang dewasa, yaitu dengan bioavaibilitas lebih dari 90%, waktu untuk mencapai level puncak adalah bervariasi, bergantung pada sediaan yaitu 0.5 sampai 1 jam untuk sirup, 0.5 sampai 2 jam untuk kapsul, 1 sampai 6 jam untuk sediaan enteric coated, dan 3 sampai 6 jam untuk sediaan sprinkle capsule. Volume distribusi 0.16 L per kg, dengan distribusi yang lebih luas dibandingkan dengan obat antiepilepsi lainnya, yaitu sekitar 70% sampai dengan 93% berikatan dengan protein serum.22,27 Mekanisme kerja asam valproat adalah glukoronidasi, ß-oxidation pada mitokondria, dan oksidasi melalui sitokrom P-450.22 Metabolit aktif dari asam valproat yaitu 2-ene-valproic acid dan 4-ene-valproic acid menimbulkan 11
efek antikonvulsan. Eliminasi dari asam valproat berlangsung lebih singkat. Pada masa bayi berlangsung antara 17 sampai dengan 40 jam, namun memasuki usia bayi dan anak akan menurun yaitu 3 sampai 20 jam.22
2.3.2 Farmakodinamik Beberapa bukti menunjukan adanya kontrol yang baik terhadap kejang dengan pemberian obat dengan konsentrasi yang lebih tinggi. Namun hal tersebut juga disertai dengan peningkatan risiko efek samping akibat penggunaan obat dengan dosis yang lebih tinggi. Toleransi juga terjadi pada penggunaan asam valproat melalui berbagai mekanisme. Salah satu mekanisme yang terjadi adalah up regulation dan down regulation dari tempat ikatan reseptor, disamping itu toleransi juga didapatkan melalui adaptasi, yaitu apabila digunakan secara kronik, maka efek samping yang timbul pada masa awal akan menghilang.22
2.4. Mekanisme Asam Valproat mempengaruhi metabolism tulang. Beberapa penelitian membuktikan adanya gangguan metabolisme tulang dan kepadatan mineral dalam penggunaan asam valproat.7,8,12,13 Namun pada studi lain di jumpai efek yang bersifat kontroversial terhadap gangguan metabolisme dan kepadatan tulang pada pengguna asam valproat, dimana tidak dijumpai hubungan gangguan metabolisme tulang dan kepadatan tulang dengan penggunaan asam valproat dibandingkan dengan penggunaan obat antiepilepsi yang lain seperti fenitoin dan karbamazepin.11 12
Mekanisme yang tepat efek obat antiepilepsi terhadap tulang belum dipastikan meskipun banyak faktor yang diketahui mempengaruhinya. obat antiepilepsi
fenitoin,
fenobarbital
dan
karbamazepin
mempengaruhi
metabolisme tulang. Vitamin D memiliki efek yang signifikan selain homeostasis kalsium dan hiperparatiroidisme sekunder. Kekurangan vitamin D berhubungan dengan penggunaan obat antiepilepsi kemungkinan dihubungkan melalui pregnane X reseptor (PXR) (gambar 1).3 Pregnane X reseptor dapat diaktifkan dengan berbagai obat antiepilepsi seperti fenitoin, fenobarbital dan karbamazepine. Pregnane X reseptor dapat meningkatkan ekspresi CYP24. CYP24 adalah enzim yang mengarahkan oksidasi sisi rantai dan pembelahan 25 (OH)2 D3 dan 1α,25 (OH)2 D3 sampai produk akhir asam karboksilat (asam calcitrol) sehingga konsentrasi seluler yang rendah dari vitamin D aktif ini menginduksi. Keadaan kekurangan vitamin D menyebabkan hipokalsemia, hiperparatiroidisme dan meningkatkan ternover tulang terhadap kepadatan tulang yang rendah.3
13
Gambar 2.3 Hubungan PXR dengan metabolisme Vitamin D 3 Mekanisme yang tepat untuk efek obat asam valproat terhadap tulang belum dipastikan meskipun banyak faktor yang diketahui mempengaruhi.11,13 Pengobatan anti epilepsi dengan asam valproat jangka panjang dapat mengakibatkan penurunan kualitas tulang. Asam valproat di kaitkan dengan sindrom Fanconi reversible, menunjukkan bahwa asam valproat dapat menyebabkan disfungsi tubular ginjal dengan peningkatan kehilangan kalsium dan fosfor sehingga terjadi hipokalsemia dan hipophospatemia.7,12,13 2.5. Faktor Risiko Untuk Terjadinya Gangguan Metabolisme Tulang Beberapa faktor risiko yang diduga berperan dalam mekanisme terjadinya gangguan metabolisme tulang adalah lamanya penggunaan asam valproat sebagai obat antiepilepsi antara 6 sampai 24 bulan.7,12,13 Dalam sebuah 14
penelitian anak- anak penderita epilepsi yang telah menggunakan asam valproat selama 24 bulan dapat menyebabkan massa tulang yang rendah dan pembentukan tulang yang rendah sehingga dapat menyebabkan osteopenia dan osteoporosis.7,13 Pada penderita epilepsi sering mengalami cedera akibat dari kejang yang berhubungan dengan trauma. Penderita epilepsi memiliki peningkatan risiko untuk fraktur karena trauma yang timbul selama kejang.7,29 Dalam suatu penelitian dilaporkan tingkat fraktur pada penderita epilapsi terdapat 33,9%. Fraktur terjadi pada tulang belakang , lengan bawah, femur, kaki bagian bawah. Peningkatan fraktur pada pengguna obat anti epilepsi berhubungan dengan pemberian obat antiepilepsi jangka panjang dan kejang yang berkepanjangan.3,29 2.6.
Manifestasi
Klinis
Gangguan
Metabolisme
Tulang
Dengan
Penggunaan Asam Valproat. Manifestasi klinis yang sering di jumpai pada gangguan metabolisme tulang pada pengguna asam valproat
rakhitis yang kekurangan aktif vitamin D,
kalsium dan fosfor yaitu kelemahan otot. Skrining gangguan metabolisme tulang dapat dideteksi dengan cara melihat faktor risiko dan adanya klinis yang dapat memperberat kemungkinan gangguan metabolisme tulang. Skrining dilakukan pada pengguna obat asam valproat lebih dari 6 bulan.7,8
15
2.7 Pencegahan dan Tatalaksana Gangguan Metabolisme Tulang Tatalaksana dan pencegahan penurunan densitas mineral tulang dapat dilaksanakan dengan pemberian kalsium dan vitamin D yang adekuat, nutrisi yang optimal, dan mengusahakan aktifitas fisik yang menyangga berat badan yang berisiko minimal.8,11 Suplemen Kalsium. Suplemen kalsium dengan dosis 1-1,5 mg/hari harus diberikan kepada semua
orang yang
menggunakan
obat
antiepilepsi,
terutama
yang
mempunyai faktor risiko penurunan kepadatan mineral tulang.3 Kebutuhan kalsium perhari yang direkomendasikan oleh The Standing Committe on the scientific Evaluation of Dietary Reference Intakes, the Food and Nutrition Board an the Institute of Medicine - National Academy of Science berbeda pada pada setiap usia (tabel 2.1). Konsumsi makanan tinggi kalsium yang direkomendasikan seperti susu, keju, yogurt, ikan, sayur brokoli, kentang, kubis, kol, kacang kedelai, jeruk, pepaya, dan semangka. Setiap jenis makanan ini memiliki kandungan kalsium yang berbeda-beda.17,30
16
Tabel. 2.1 Anjuran asupan kalsium perhari.31,32 Usia
Kalsium (mg/hari)
0-6 bulan
200-210 mg
7-12 bulan
260-270 mg
1-3 tahun
500-700 mg
4-8 tahun
800-1000 mg
9-18 tahun
1300
Vitamin D Pengobatan dengan vitamin D telah direkomendasikan untuk semua pengguna obat antiepilepsi. Karena katabolisme vitamin D meningkat, lebih tinggi dari dosis biasanya dianjurkan (hingga 4000 IU / hari).3,10 Vitamin D diperlukan untuk efek yang optimal, terutama bagi mereka dengan tingkat vitamin D rendah. Untuk terapi 800-1000 IU/hari.3,10
Bagi mereka yang
terdiagnosa kekurangan vitamin D, pengobatan dengan 50.000 IU/minggu selama 8 minggu dan dapat diulang jika vitamin D masih rendah.3 Sumber Vitamin D dari makanan yang didapat dari tumbuhan berupa ergokalsiferol (vitamin D2) dan dari hewan berupa kalsiferol (vitamin D3).16,18 Kebutuhan vitamin D yang direkomendasikan berbeda pada setiap usia (tabel 2.2).23 Konsumsi makanan yang mengandung vitamin D terdapat pada kuning telur, ikan tuna, ikan sarden, hati sapi, minyak ikan, margarin, susu
17
sapi, susu difortifikasi, sayuran hijau dan jamur. Setiap jenis makanan ini memiliki kandungan yang berbeda-beda.17,34
Tabel.2.2
Anjuran Asupan Vitamin D perhari.33 Usia
µg/hari
0-12 bulan
5
1-8 tahun
5
9-18 tahun
5
1 µg = 40 IU vitamin D pada keadaan kurang terpapar sinar matahari.
Pada proses aktif vitamin D menekankan bahwa kesehatan yang baik berdasarkan asupan kalsium dan vitamin D.17 Beberapa data menyatakan jika konsumsi kalsium dalam jangka waktu pendek (1 sampai 2 tahun), kemungkinan tidak memiliki keuntungan dalam mempertahankan massa tulang maksimal. Oleh karena itu kalsium pada anak-anak penting untuk mempertahankan nilai kalsium yang adekuat selama masa kehidupan.33,34
18
2.8 Kerangka Konseptual
Epilepsi Idiopatik
Penggunaan Asam Valproat
Lama Waktu ( 6 bulan sampai 24 bulan
Laboratorium : -
Kalsium
-
Alkali Fosfatase
-
Phospor
Gangguan Metabolisme Tulang
Gambar 2.4 : Hal yang diamati dalam penelitian
19