8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Jalan adalah prasarana trasportasi yang memiliki lapisan struktur yang bersifat lentur yang terdiri dari lapisan perkerasan jalan dan lapisan tanah dasar (subgrade). Lapisan perkerasan merupakan lapisan yang terletak diatas lapisan tanah dasar yang memiliki CBR 6% yang berfungsi menerima bidang kontak dalam memberikan pelayanan terhadap pengguna jalan. Lapisan perkerasan terdiri dari lapisan permukaan (surface course), lapisan pondasi atas (base course), lapisan pondasi bawah (subbase course). Lapisan permukaan adalah lapisan perkerasan yang terletak pada lapis teratas dan umumnya mempunyai sifat kedap air, memiliki stabilitas yang tinggi dan daya tahan yang lama terhadap deformasi plastis. Pada pengujian campuran aspal panas, kekuatan daya tahan terhadap beban mekanis ditunjukkan dari hasil pengujian marshallnya sedangkan kekuatan deformasi plastis ditunjukkan dengan hasil stabilitas dinamisnya. Lapisan permukaan dibagi menjadi dua jenis yaitu yang bersifat non-struktural dan struktural. Jenis lapis permukaan yang umum dipergunakan untuk lapisan yang bersifat non-struktural antara lain Burda, Buras, Burtu, Latasbum (Lapis Tipis Asbuton Murni), Latasir, Lataston. Lapis permukaan yang bersifat struktural antara Lapen, Lasbutag (Lapis Aspal Buton Agregat), Laston (Lapis Aspal Beton). Laston merupakan campuran aspal beton (AC) yang terbentuk dari agregat kasar, agregat halus, bahan pengisi (filler) dan aspal dengan proporsi tertentu. Kualitas aspal beton harus bersifat tahan lama, kedap air serta memiliki nilai
8
9
struktur dan memenuhi standar spesifikasi. Lapisan aspal beton (aspalt Concrete) dapat
dibagi
menjadi
3
macam
campuran
sesuai
fungsinya,
yaitu
(Sukirman,2007): a. Laston lapis aus (Aspalt Concrete-Wearing course/AC-WC) b. Laston lapis permukaan antara (Aspalt Concrete-Binder Course/AC-BC) c. Laston lapis pondasi (Aspalt Concrete-Base/AC-Base) Aspal beton (Laston) sebagai lapis aus (Aspalt Concrete-Wearing course/ACWC) memiliki sifat kedap air, tahan terhadap cuaca, stabilitas yang tinggi dan berpungsi sebagai bidang kontak langsung dengan beban lalu lintas diatasnya. Aspal beton ini dikenal pula sebagai campuran aspal panas dengan nama hotmix dengan kadar aspal antara 5-6,5%. Laston sebagai lapis permukaan antara (Aspalt Concrete-Binder Course/AC-BC) merupakan lapisan pondasi yang umumnya memiliki sifat tahan beban, dengan kadar aspal lebih banyak dari kadar aspal dibawahnya umumnya antara 4-6%. Lapisan ini berpungsi untuk menyebarkan beban roda kendaraan ke lapisan dibawahnya, lapisan ini juga memiliki sifat kedap air agar air tidak meresap ke tanah dasar. Laston sebagai lapis pondasi (Aspalt Concrete–Base Course/AC-Base) adalah aspal beton yang berpungsi sebagai lapisan pondasi atas dengan kadar aspal biasanya antara 4-5% untuk menahan gaya lintang dari beban roda kendaraan, tebalnya biasanya lebih tebal dari lapisan diatasnya. 2.2. Campuran Aspal Panas Aspal beton sebagai campuran aspal panas terdiri dari agregat dan aspal. Kualitas agregat sangat berpengaruh terhadap mutu dan karakteristik campuran
10
aspal panas karena agregat memiliki komposisi hampir 95% berdasarkan berat atau 75-86% berdasarkan volume (Sukirman,2007). Pada pengujian campuran aspal panas kekuatan daya tahan terhadap beban mekanis ditunjukkan dari hasil pengujian stabilitas marshallnya, pada umumnya semakin kecil nilai abrasi agregat pencampurnya maka semakin tinggi nilai marshallnya. Pada penelitian Syamsul (2007), nilai stabilitas marshall cenderung mengalami penurunan dengan semakin besarnya nilai abrasi dan nilai stabilitas marshall maksimum sebesar 1.787,477 kg terjadi pada nilai abrasi 20,44%. Pada umumnya campuran aspal panas memiliki karakteristik sebagai campuran aspal panas antara lain (Sukirman,2003): 1.
Stabilitas, adalah kemampuan suatu lapis perkerasan untuk menerima beban lalu lintas tanpa terjadinya perubahan bentuk (deformasi) seperti gelombang, alur, maupun bleeding. Adapun faktor-faktor yanag mempengaruhi nilai stabilitas campuran antara lain: a. Gesekan internal, yang berasal dari kekasaran permukaan dari butirbutir agregat, luas bidang kontak antar butir atau betuk butir, gradasi agregat, kepadatan campuran dan tebal film aspal. b. Kohesi, adalah gaya ikat aspal yang berasal dari daya lekatnya untuk memelihara tekanan kontak antar butir agregat. Daya kohesi ditentukan oleh kualitas unsur aspalnya seperti penetrasi aspal, perubahan viskositas, tingkat pembebanan, komposisi kimiawi aspal, efek dari waktu dan umur aspal.
11
2.
Keawetan (Durabilitas) adalah kemampuan perkerasan jalan untuk mencegah perubahan yang diakibatkan oleh beban lalu lintas, umur aspal, pengaruh air atau kelembaban, keausan agregat dan perubahan temperatur. Dalam campuran aspal panas keawetan/durabilitas campuran dipengaruhi oleh: a. Tebal film yang cukup memadai untuk menahan kehausan akibat pengaruh cuaca. Biasanya dapat dilihat dari nilai VMA campuran. Bila terlalu tipis, lapisan aspal mudah teroksidasi udara dan terkelupas, bila terlalu tebal bisa terjadi bleeding. b. Banyaknya pori dalam campuran Void in aggregate dimana bila Porositas (VIM) nya kecil, lapisan menjadi cukup impermeable dan tidak mudah ditembus oleh udara. Porositas yang kecil juga dapat mengurangi proses oksidasi yang menyebabkan aspal mengelupas c. VMA yang besar, menyebabkan tebal film aspal lebih tebal.
1. Ketahanan terhadap kelelahan (fatigue resistance) Ketahanan terhadap kelelahan adalah kemampuan menerima beban akibat beban berulang tanpa terjadi perubahan bentuk seperti alur dan retak. Penomena ini bersifat kompleks dan dipengaruhi oleh beberapa hal. Untuk mendapatkan ketahanan terhadap kelelahan dapat dilaksanakan upaya: a. Bila porositas VIM dan VMA tinggi dengan kadar aspal yang lebih ditingkatkan. b. Campuran dengan gradasi yang lebih halus biasanya memiliki ketahanan kelelehan yang lebih baik.
12
4. Kelenturan (Fleksibilitas) adalah kemampuan lapisan untuk mengikuti penurunan (deformasi) yang terjadi akibat beban lalu lintas yang berulang tanpa terjadi retak dan perubahan volume ataupun berat sendiri tanah timbunan yang dibuat diatas tanah asli. Hal ini dapat dicapai dengan: a. Menggunakan agregat bergradasi terbuka/senjang, sehingga VMA menjadi lebih besar. b. Menggunakan aspal dengan penetrasi lebih tinggi/lebih lunak c. Menggunakan aspal yang lebih banyak sehingga VIM menjadi lebih kecil walaupun VMA sedikit besar dan memenuhi syarat Marshall Quotient (MQ) yang merupakan indikator sifat yang ditentukan dari perbandingan antara stabilitas/flow (kN/mm). 5. Kekesatan/Tahanan Geser (skid resistance) Kekesatan adalah
kemampuan permukaan aspal beton dalam menerima
gesekan roda kendaraan sehingga kendaraan tidak mudah mengalami slip terutama pada saat hujan. Perkerasan aspal umumnya memiliki tahanan geser yang baik. Hal ini diperoleh dengan menggunakan: a. Kadar aspal yang tepat sehingga tidak terjadi bleeding. b. Agregat dengan permukaan kasar, dan berbentuk kubikal c. Kepadatan campuran. d. Penggunaan agregat kasar dalam jumlah yang cukup. Untuk ini, pada campuran aspal bergradasi senjang biasanya ditentukan jumlah agregat kasar yang dipergunakan.
13
6. Kedap Air (impermeabilitas) Kedap air adalah kemampuan beton aspal untuk tidak dapat dimasuki air ataupun udara. Air dan udara dapat mempercepat proses oksidasi aspal dan dapat menimbulkan efek pengelupasan film aspal dari permukaan agregat. Oleh sebab itu, kekedapan lapisan aspal sangat diperlukan untuk mencegah masuknya air kedalam perkerasan. 7. Mudah dilaksanakan (workability) Kemudahan pelaksanaan dimaksudkan untuk kemudahan dalam pencampuran, penghamparan dan pemadatan campuran aspal. Hal ini dapat dipengaruhi oleh: a. Viskositas aspal b. Gradasi agregat dan kandungan bahan pengisi (filler). Bila kadar filler terlalu tinggi bisa mengurangi workability. 8. Tidak mengkilap, tampilan permukaan aspal tidak memantulkan cahaya.
2.3 Bahan Perkerasan Jalan Bahan material perkerasan jalan sangat dipengaruhi oleh kondisi dan asal material yang digunakan. Untuk mendapatkan kualitas campuran aspal panas sebagai bahan perkerasan jalan diperlukan pengujian properties material sebelum digunakan. 2.3.1 Agregat Agregat adalah material berbutir padat yang keras dan solid. Agregat sebagai bahan perkerasan memiliki peranan yang sangat penting dalam
14
meningkatkan stabilitas campuran aspal panas. Adapun cakupan agregat antara lain: batu bulat, batu pecah, abu batu dan pasir. Agregat sebagai bahan perkerasan adalah agregat yang memenuhi syarat properties agregat campuran aspal panas. Secara umum agregat sebagai bahan perkerasan jalan memiliki ketentuan sebagai berikut: a. Penyerapan air oleh agregat maksimum 3% b. Berat jenis (specific gravity) agregat kasar dan halus tidak boleh berbeda lebih dari 0,2. c. Memenuhi nilai abrasi/keausan yang diijinkan Berdasarkan spesifikasi Bina Marga tahun 2010 revisi 3, nilai abrasi agregat sebagai campuran aspal panas dengan aspal minyak adalah ≤40% sedangkan campuran yang menggunakan aspal mod adalah ≤30%. Berdasarkan Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah (Depkimpraswil) dalam Manual Pekerjaan Campuran Beraspal Panas (2004), agregat dapat diklasifikasikan berdasarkan proses pengolahannya, serta berdasarkan ukuran butirnya. 2.3.1.1 Klasifikasi agregat berdasarkan proses terjadinya Menurut
Sukirman
(2003),
klasifikasi
agregat
berdasarkan
asal
kejadiannya dapat dibedakan atas batuan beku (igneous rock), batuan sedimen dan batuan metamorf (batuan malihan), yaitu: Batuan beku (igneous rock), batuan sedimen, batuan metamorf
15
2.3.1.2 Klasifikasi agregat berdasarkan proses pengolahannya Menurut Sukirman (2003), berdasarkan proses pengolahannya agregat dapat dibedakan menjadi agregat siap pakai atau agregat alam, agregat yang perlu diolah. 1. Agregat siap pakai/agregat alam Agregat alam merupakan agregat yang dapat dipergunakan sebagai perkerasan jalan yang diambil dari alam dengan sedikit proses pengolahan. Biasanya agregat alam terbentuk melalui proses alam seperti erosi dan degradasi
sehingga
bentuk
partikelnya
ditentukan
oleh
proses
pembentukannya. Agregat yang mengalami proses erosi akibat air biasanya terjadi di sungai mempunyai bentuk partikel yang bulat-bulat dengan permukaan yang halus. Agregat yang mengalami proses alam dengan degradasi biasanya terjadi di daerah yang berbukit-bukit, biasanya mempunyai bentuk partikel yang bersudut dengan permukaan yang kasar. Agregat alam yang sering dipergunakan yaitu pasir dan kerikil. Kerikil adalah agregat dengan ukuran partikel >1/4 inci (6,35 mm) sedangkan pasir adalah agregat dengan ukuran partikel <1/4 inci tetapi lebih besar dari 0,075 mm (saringan no. 200). 2. Agregat yang perlu diolah Agregat yang melalui proses pengolahan merupakan agregat yang terdapat di permukaan bumi biasanya berasal dari bukit-bukit maupun sungai, karena bentuknya kurang sesuai dengan yang diinginkan atau melebihi ukuran yang diinginkan harus melalui proses pemecahan terlebih dahulu
16
dengan menggunakan mesin pemecah batu (Stone Crusher) atau secara manual agar diperoleh: a. Bentuk partikel yang bersudut dan kubikal. b. Permukaan partikel kasar sehingga mempunyai gesekan yang baik. c. Gradasi sesuai yang diinginkan. Yang termasuk juga agregat olahan adalah semen dan kapur, atau limbah industri seperti abu terbang. 2.3.1.3 Klasifikasi agregat berdasarkan ukuran butirnya Ditinjau dari ukuran butirnya agregat dapat dibedakan atas agregat kasar, agregat halus, dan bahan pengisi (filler). Ketentuan dan ukuran butiran agregat yang dapat digunakan menurut Departemen Pekerjaan Umum 2010 dalam spesifikasi Bina Marga 2010 antara lain: 1. Agregat kasar a. Agregat kasar adalah agregat yang tertahan ayakan No.4 (4,75 mm). b. Fraksi agregat kasar harus mempunyai angularitas seperti yang disyaratkan. Angularitas agregat kasar sidefinisikan sebagai persen terhadap berat agregat yang lebih besar dari 4,75mm dengan muka bidang pecah . 2. Agregat halus
17
a. Agregat halus adalah agregat terdiri dari pasir atau hasil pengayakan batu pecah yang lolos dari ayakan No.4 (4,75mm) dan tertahan pada saringan No.200 (0,075mm) b. Pasir alam dapat digunakan dalam campuran sampai suatu batas yang tidak melampaui 15% terhadap berat total campuran. c. Agregat halus harus merupakan bahan yang bersih, keras, bebas dari lempung atau bahan yang tidak dikehendaki lainnya. 3. Bahan pengisi Filler a. Bahan pengisi yang ditambahkan (filler added) terdiri atas debu batu kapur (lomestone dust, Calcium Carbonate,
), atau debu kapur
padam yang sesuai dengan AASHTO M303-89(2006), semen atau mineral yang berasal dari asbuton yang sumbernya disetujui oleh Direksi Pekerjaan. Jika digunakan aspal modifikasi dari jenis asbuton yang diproses maka bahan pengisi yang ditambahkan (Filler added) haruslah berasal dari mineral yang diproleh dari asbuton tersebut. b. Bahan pengisi (filler), bagian dari agregat halus yang lolos saringan No.200 (0,075 mm) tidak kurang dari 75% terhadap beratnya kecuali untuk mineral asbuton harus mengandung bahan yang lolos ayakan No.100 (150 micron) tidak kurang 95% terhadap beratnya, non-plastis, tidak mengandung bahan organik, tidak menggumpal. c. Semua campuran beraspal yang mengandung bahan pengisi yang ditambahkan (filler added) harus dalam rentang 1-2% dari berat total campuran agregat.
18
Tabel 2. 1 Ketentuan agregat kasar Pengujian Kekekalan bentuk agregat terhadap larutan
Standar
Nilai Maks. 12%
Natrium sulfat
SNI 3407:2008
Maks. 18%
Magnesium sulfat 100 Putaran
Maks. 6%
Campuran AC Mod Abrasi dengan mesin Los Angeles
Maks. 30 % 500 putaran Semua jenis campuran aspal lainnya
SNI 2417:2008
100 Putaran
Maks. 8%
bergradasi 500 Putaran
Maks.40%
Kelekatan agregat terhadap aspal
SNI 03-24391991
Min. 95%
Butir pecah pada Agregat Kasar
SNI 7619:2012
95/90
ASTM D4791 Partikel pipih dan lonjong
Material lolos ayakan no.200 Sumber: Dep.PU.(2014)
Perbandingan 1:5 SNI 03-41421996
Maks. 10%
Maks. 2%
19
Tabel 2. 2 Ketentuan agregat halus Pengujian Nilai Setara Pasir Angularitas Dengan Uji Kadar Gumpalan Lempung dan Butir-Butir Agregat lolos Ayakan No.200 Sumber: Dep.PU.2014
Standar SNI 03-4428-1997 SNI 03-6877-2002 SNI 03-4141-1996 SNI 03-4428-1997
Nilai Min.60 % Min 45 Maks.1% Maks.10%
2.3.2 Sifat agregat Adapun sifat-sifat agregat yang perlu diperiksa sebagai bagian dari proses pembuatan campuran aspal panas antara lain (Sukirman, 2007): 1. Gradasi merupakan susunan butir agregat sesuai dengan ukurannya. Gradasi dapat mempengaruhi rongga antar butir, nilai stabilitas dan kemudahan dalam proses pelaksanaan. Gradasi agregat biasanya diperoleh dari hasil analisis saringan dengan menggunakan 1 set saringan dengan meletakkan ukuran saringan yang paling besar diatas dan saringan yang paling kecil dibawah. Gradasi agregat dapat dibedakan atas: a. Gradasi seragam (Uniform Graded) atau Gradasi Terbuka Adalah gradasi agregat dengan ukuran yang hampir sama. Gradasi seragam disebut juga gradasi terbuka (open graded) dan merupakan agregat bergradasi buruk karena hanya mengandung sedikit agregat halus, sehingga terdapat banyak rongga/ruang kosong antar agregat. Agregat dengan gradasi seragam menghasilkan lapisan perkerasan dengan sifat permeabilitas tinggi, stabilitas kurang dan berat volume kecil.
20
b. Gradasi rapat (Dense Graded) atau gradasi baik (Well Graded) Merupakan agregat dengan butirannya terdistribusi merata dalam satu rentang ukuran butir. Agregat gradasi baik dikenal dengan nama gradasi rapat yang memiliki stabilitas tinggi, mudah dipadatkan dan sedikit pori. Berdasarkan ukuran butiran agregat penyusun campuran agregat, gradasi baik dapat dibedakan menjadi: 1) Agregat bergradasi kasar yaitu agregat bergradasi baik yang mempunyai susunan ukuran menerus dari rentang ukuran kasar sampai halus, tetapi dominan agregat kasar. 2) Agregat bergradasi halus yaitu agregat bergradasi baik yang mempunyai susunan ukuran rentang ukuran kasar sampai halus, tetapi dominan agregat halus. c. Gradasi buruk (Poorly Graded) atau gradasi senjang Adalah agregat yang mempunyai distribusi ukuran butiran tidak menerus dan campuran agregat yang tidak memenuhi ke dua kategori diatas. Agregat begradasi buruk yang umum digunakan yaitu gradasi celah (gap graded) yang merupakan campuran agregat dengan satu fraksi sedikit sekali.
21
Berat Agregat yang Lolos (%)
100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
Gradasi Rapat
Gradasi Senjang
Gradasi Seragam
0.01
0.1
1 Ukuran Saringan (mm)
10
Gambar 2. 1 Contoh saringan macam-macam gradasi agregat Sumber: Sukirman (2007)
2. Ukuran maksimum agregat Ukuran maksimum agregat adalah ukuran yang menunjukkan satu saringan atau ayakan yang lebih besar dari ukuran nominal maksimum, dapat dinyatakan dengan mempergunakan: a. Ukuran Maksimum Agregat, menunjukkan ukuran saringan terkecil dimana agregat yang lolos saringan tersebut sebanyak 100 %. b. Ukuran Nominal Maksimum Agregat, menunjukkan ukuran saringan terbesar dimana agregat yang tertahan tidak lebih dari 10%. 3. Kebersihan agregat (cleanliness) Kebersihan agregat yang ditentukan dari banyaknya butir-butir halus yang lolos saringan No.200 seperti adanya lempung, lanau, ataupun adanya tumbuh-tumbuhan pada campuran agregat.
22
4. Daya tahan agregat Daya tahan agregat merupakan kekuatan agregat terhadap adanya penurunan mutu akibat proses mekanis dan kimiawi. Agregat dapat mengalami degradasi, yaitu perubahan gradasi akibat pecahnya butir-butir agregat. Kehancuran agregat dapat disebabkan oleh proses mekanis, seperti gaya-gaya yang terjadi selama proses pelaksanaan jalan, pelayanan terhadap beban lalu lintas, dan proses kimiawi, seperti pengaruh kelembaban, kepanasan dan perubahan suhu sepanjang hari. Nilai keausan/abrasi >40%: agregat kurang kuat, <30%: untuk lapis penutup, <40%: untuk lapis permukaan dan lapis pondasi atas (LPA), <50%: untuk lapis pondasi bawah (LPB). Pada spesifikasi Bina Marga revisi 3 agregat sebagai campuran aspal panas adalah memiliki abrasi/kehausan ≤40% pada pemakaian aspal minyak dan ≤30% untuk penggunaan aspal modifikasi dengan gradasi kasar. Ketahanan agregat terhadap degradasi diperiksa dengan pengujian abrasi menggunakan alat abrasi Los Angeles, sesuai dengan SNI 2417-2008. Daya tahan terhadap proses kimiawi diperiksa dengan pengujian soundness atau dinamakan juga pengujian sifat kekekalan bentuk batu terhadap larutan natrium sulfat (Na2SO4) atau magnesium sulfat (MgSO4). 5. Bentuk dan tekstur agregat Berdasarkan bentuknya, partikel atau butir agregat dapat dikelompokkan menjadi berbentuk bulat, lonjong, pipih, kubus, tak beraturan, atau mempunyai bidang pecahan, sedangkan tekstur permukaan agregat dapat
23
dibedakan atas licin, kasar atau berpori. Agregat yang bulat umumnya mempunyai permukaan yang licin dan menghasilkan daya penguncian antar agregat yang rendah dengan tingkat kestabilan yang rendah pula. Permukaan agregat yang kasar akan memberikan kekuatan pada campuran beraspal panas karena kekasaran permukaan agregat tersebut dapat menahan agregat dari gesekan dan pergeseran atau perpindahan. Kekasaran permukaan agregat juga akan memberikan ketahanan gesek yang kuat pada roda kendaraan, sehingga akan meningkatkan keamanan kendaraan terhadap slip. 6. Daya lekat agregat terhadap aspal Daya lekat aspal terhadap agregat dipengaruhi oleh sifat agregat terhadap air. Adapun faktor yang mempengaruhi lekatan aspal terhadap agregat dapat dibedakan atas dua yaitu: sifat mekanis yang tergantung dari poripori dan absorpsi, bentuk, tekstur permukaan, ukuran butir agregat dan sifat kimiawi yang tergantung dari jenis agregat. 7. Berat jenis agregat Dalam perencanaan campuran aspal panas, berat jenis agregat sangat berpengaruh terhdap hasil pengujian karakteristik campuran aspal. Besar kecilnya
berat
jenis
agregat
dipengaruhi
oleh
besarnya
kehausan/abrasinya, semakin besar nilai kehausannya maka berat jenisnya semakin kecil. Berat jenis adalah suatu rasio tanpa dimensi, yaitu rasio antara berat suatu benda terhadap berat air yang volumenya sama dengan benda tersebut. Sebagai standar dipergunakan air pada suhu 4ºC karena
24
pada suhu tersebut air memiliki kepadatan yang stabil. Berat jenis agregat dapat digambarkan seperti gambar dibawah ini. (Krebs and Walker, 1971).
Vs
Vi
Vc
Vp-Vc
Vp
Gambar 2. 2 Pertimbangan Volume Pori Agregat untuk Penentuan SG Sumber: Sukirman (2007) Vs
=
volume solid
Vi
=
volume yg impermeable terhadap air dan aspal
Vp
=
total volume permeable
Vc
=
volume yg permeable terhadap air tapi impermeable terhadap aspal
Vp-Vc =
volume yg permeable terhadap air dan aspal
Ada beberapa jenis berat jenis agregat, yaitu: a.
Berat jenis bulk (bulk specific gravity) bila aspal diasumsikan hanya menyelimuti agregat di bagian permukaan saja, tidak meresap ke bagian agregat yang permeable. Volume yang diperhitungkan adalah: Bulk SG =
Ws Ws = ................................ (2.1) (Vs + Vi + Vp + ) × γw Vtot × γw
25
dimana : γw = berat volume air = 1 gr/cc = 1 t/m3. Sehingga Bulk SG adalah rasio antara berat agregat dan berat air yang volumenya = Vs + Vi + Vp ........................................................................... (2.2) b. Berat jenis semu (apparent specific gravity) SG ini didasarkan atas asumsi bahwa aspal meresap ke dalam agregat dengan tingkat resapan yang sama dengan air, yaitu sampai Vc atau ke dalam seluruh Vp. Karenanya volume yang dipertimbangkan adalah: Vs + Vi
Apparent SG =
Ws ..................................................... (2.3) (Vs + Vi ) × γw
c. Berat jenis efektif (effective specific gravity) SG Bulk dan SG Apparent didasarkan atas dua kondisi ekstrem. Asumsi yang realistis adalah bahwa aspal dapat meresap sampai ke (Vp – Vc). Oleh karena itu SG atas asumsi ini disebut SG efektif.
Effective SG =
Ws ............................................. (2.4) (Vs + Vi + Vc) × γw
dimana: Vp
= volume pori yang dapat diresapi air
V
= volume total dari agregat
Vi
= volume pori yang tidak dapat diresapi air
26
2.3.3
Vs
= volume partikel agregat
Ws
= berat kering partikel agregat
γw
= berat volume air
Pencampuran agregat (Blending) Agregat yang terdapat di lapangan kemungkinan besar mempunyai
gradasi/ukuran yang beraneka ragam. Untuk mendapatkan gradasi agregat yang sesuai dengan spesifikasi, maka perlu dilakukan pencampuran agregat. Pencampuran agregat dapat dilakukan dengan cara: 1. Cara mencoba-coba (Trial and Error) yaitu cara pencampuran agregat dengan cara mencoba kemungkinan berbagai proporsi agregat, kemudian mengadakan analisa saringan yang dibandingkan dengan spesifikasi yang disyaratkan. 2. Cara
analitis
yaitu
berdasarkan
penggabungan
agregat
dengan
menggunakan rumus pendekatan. Rumus yang digunakan menurut cara Bambang Ismanto (1993) dalam Thanaya (2012) adalah
X =
S −C × 100% .................................................................. (2.5) F −C
Dimana: X = % agregat halus S = % titik tengah spec limit dari saringan yang dikehendaki F = % agregat halus lewat saringan tertentu C = % agregat kasar lewat saringan tertentu
27
3. Cara grafis adalah penggabungan fraksi Agregat yang dilakukan dengan menggambarkan grafik hubungan antara prosentase butir-butir lolos saringan dari setiap agregat yang digunakan dengan prosentase lolos saringan spesifikasi limit. 4. Cara proporsi agregat, untuk memperoleh proporsi campuran agregat yang diinginkan, selain dengan cara mencampur agregat dapat juga dengan cara memproporsikan agregat sesuai dengan gradasi suatu spesifikasi yang diinginkan. 2.3.4 Aspal Aspal merupakan material perekat (comentitious) berwarna hitam atau cokelat tua dengan unsur utamanya bitumen. Bitumen adalah zat perekat (comentitious) berwarna hitam atau gelap, yang dapat diperoleh di alam maupun sebagai hasil produksi. Pada temperatur ruang berbentuk padat, sampai agak padat dan bersifat termoplastis. Bersama dengan agregat, aspal merupakan material pembentuk campuran perkerasan jalan. Banyaknya aspal dalam campuran perkerasan dapat mempengaruhi karakteristik marshall campuran. Hasil pengujian karakteristik marshall pada kadar aspal optimum (KAO) 6,85% terhadap berat campuran laston AC-WC yang menggunakan aspal BNA Blend 75/25 sebesar 1.088,621Kg (Leily Fatmawati, 2012). Pada umunya aspal dihasilkan dari penyulingan minyak bumi. Bersama dengan agregat, aspal merupakan material pembentuk campuran perkerasan jalan yang berpungsi antara lain sebagai bahan pengikat yaitu memberikan ikatan yang kuat antara aspal dan agregat serta antara
28
aspal itu sendiri dan sekaligus sebagai pengisi antara rongga antar butir-butir agregat dan pori-pori yang ada dari agregat itu sendiri. 2.3.4.1 Jenis aspal A. Berdasarkan cara memperolehnya dapat dibedakan menjadi dua yaitu aspal alam, dan aspal buatan, dengan pengertian sebagai berikut: 1. Aspal alam Aspal alam merupakan campuran antara bitumen dengan bahan mineral lainnya dalam bentuk batuan, karena dapat di alam biasanya kadar bitumennya sangat berpariasi dari rendah sampai tinggi. Aspal ini dapat dibedakan menjadi: a. Aspal gunung (rock aspalt), seperti aspal di Pulau Buton. Aspal Asbuton merupakan aspal alam yang banyak dimiliki oleh Indonesia yang terletak di pulau Buton, Sulawesi Tenggara di pegunungan Lawele dengan deposit aspal 100.000.000 m3. Asbuton terbentuk dari proses aspal alam melalui minyak mentah dalam perut bumi yang terdestilasi secara alami sehingga menjadi residu (aspal) kemudian muncul ke bumi dan meresap ke dalam batuan porous (biasanya dari jenis batu kapur) sehingga membentuk aspal gunung (rock aspalt). b. Aspal danau (lake aspalt), seperti di Trinidad. Lake aspal merupakan aspal alam yang terbentuk dari residu minyak yang terdestilasi oleh bumi membentuk residu (aspal) kemudian
29
muncul ke permukaan bumi melalui celah yang berupa lembah sehingga terbentuk deposit aspal alam berupa danau aspal yang disebut like aspal. 2. Aspal buatan Aspal buatan biasanya berasal dari proses pengolahan residu destilasi minyak bumi yang diproses seperti: a. Aspal padat/keras adalah aspal yang didapatkan melalui proses residu destilasi minyak bumi. Setiap minyak bumi dapat menghasilkan residu jenis aspaltic base crude oil yang banyak mengandung aspal, parafin base crude oil yang banyak mengandung parafin, atau mixed base crude oil yang banyak mengandung campuran antara parafin dan aspal. Untuk perkerasan jalan umumnya digunakan aspal minyak jenis aspaltic base crude oil. b. Tar adalah suatu cairan yang diperoleh dari proses karbonasi (destilasi destruktif tanpa udara/oksigen) suatu material organis misalnya kayu atau batubara. B. Berdasarkan bentuknya pada temperatur ruang Berdasarkan bentuknya pada temperatur ruang, aspal dibedakan atas aspal padat, aspal cair, dan aspal emulsi dengan penjelasan sebagai berikut. 1. Aspal keras (hard aspalt) Aspal keras adalah aspal minyak yang berbentuk padat atau semi padat pada suhu ruang dan menjadi cair jika dipanaskan. Aspal padat dikenal dengan nama semen
30
aspal (aspalt cement). Di Indonesia aspal semen biasanya dibedakan atas penetrasinya yaitu aspal dengan penetrasi (Pen 40/50, Pen 60/70, Pen 80/70 dan Pen 80/100). Pada daerah panas atau lalu lintas dengan volume tinggi menggunakan aspal semen dengan penetrasi rendah, sedangkan untuk daerah dingin atau lalu lintas rendah menggunakan penetrasi tinggi. Untuk pekerjaan lapisan perkerasan jalan, sesuai dengan spesifikasi teknik dari Bina Marga aspal keras yang dipakai adalah aspal tipe I yaitu aspal pen 60/70 dan atau tipe II Aspal yang dimodifikasi. Aspal yang dimodifikasi sebagai campuran aspal panas haruslah jenis Asbuton, dan elastomeric latex atau sintetis dan memenuhi ketentuan spesifikasi 2010 Bina Marga revisi 3. Aspal modifikasi memiliki kelebihan dalam mengatasi deformasi plastis pada suhu/temperatur rendah. Aspal BNA Blend merupakan aspal mod yang telah melalui proses pengolahan dengan berbahan dasar Asbuton dan telah mengalami proses pengujian dan dinyatakan memenuhi standar spesifikasi Bina Marga sebagai campuran aspal panas. Aspal modifikasi harus dikirim dalam tangki yang dilengkapi dengan alat pembakar gas atau minyak yang dikendalikan secara termostatis dan dilengkapi dengan sistem segel yang disetujui sehingga mencegah terjadinya kontaminasi baik dari pabriknya ataupun dari pengirimannya. Penyaluran aspal modifikasi ke tangki penampung dilapangan dengan sistem sirkulasi yang tertutup penuh. Aspal BNA Blend memiliki sifat adhesifitas yang lebih baik dan secara alami mengandung anti striping karena kandungan Nitrogen base coumpound yang besar pada Asbuton dibandingkan aspal minyak (PT.Performa Alam Lestari,2013).
31
Tabel 2. 3 Perbandingan kandungan bitumen buton dan aspal minyak Komposisi
Buton/BNA
Asmin
Keterangan
30 47
<1 10
BNA Mengandung Anti Striping alami
53
90
• Nitrogen Base • Aspalteen
Malten
Sumber: PT.Performa Alam Lestari (2013) Tabel 2. 4 Ketentuan-ketentuan untuk aspal keras
No
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
11
12 13 14
Jenis Pengujian
Penetrasi pada 25 C (0,1 mm) Viscositas Dinamis 60ºC (Pa.s) Viskosistas Kinematis135 C (cSt) Titik Lembek ('C) Daktilitas pada 25 C, (cm) Titik Nyala ('C) Kelarutan dalam Trichloroethylene (%) Berat Jenis
Metoda Pengujian
SNI 06-24561991 SNI 06-64412000 AASHTO T201-03 ASNI 06-24341991 SNI-06-24321991 SNI-06-24331991 AASHTO T4403 SNI-06-24411991 ASTM D 5976 part 6.1
Tipe I Aspal Pen 60 /70
Tipe II Aspal yang Dimodifikasi A B Asbuton Elastom yg er diproses Sintetis
60 - 70
Min. 50
Min. 40
160-240
320-480
≥ 300
240-360 385 – 2000
≥ 48
≥ 53
≥ 54
≥ 100
≥ 100
≥ 100
≥ 232
≥ 232
≥ 232
≥ 99
≥ 90(1)
≥ 99
≥ 1,0
≥ 1,0
≥ 1,0
Stabilitas Penyimpanan ('C) ≤ 2,2 Partikel yg lebih halus dari 150 Min 95 micron (µm) (%) (1) Pengujian Residu TFOT (SNI-06-2440-1991) atau RTFOT (SNI-03-68352002): SNI 06-2441Berat yang Hilang (%) 1991 ≤ '0,8 ≤ '0,8 SNI 03-6441Viscositas Dinamis 60ºC (Pa.s) 2000 ≤ 800 ≤ 1200 SNI 06-2456Penetrasi pada 25 C (%) 1991 ≥ 54 ≥ 54 AASHTO T Keelastisan setelah pengembalian (%) 301-98 SNI 06-2432Daktilitas pada 25 C (cm) 1991 ≥ 100 ≥ 50
Sumber: Dep.PU. (2014)
≤ 3000
≤ 2,2
≤ '0,8 ≤ 1600 ≥ 54 ≥ 60 ≥ 25
32
Catatan: 1) Hasil pengujian adalah bahan pengikat (bitumen) yang diekstrasi dengan menggunakan metoda SNI 2490:2008. Sedangkan untuk pengujian kelarutan dan gradasi mineral dilaksanakan pada seluruh bahan pengikat termasuk kandungan mineralnya. 2) Pabrik pembuat bahan pengikat Tipe II dapat mengajukan metoda pengujian alternatif untuk viskositas bilamana sifat sifat elastomeric atau lainnya didapati berpengaruh terhadap akurasi pengujian penetrasi, titik lembek atau standar lainnya. 3) Viscositas di uji juga pada temperature 100ºC dan 160ºC untuk tipe I dan untuk tipe II pada temperature 100ºC dan 170ºC. 4) Jika pengujian viskositas tidak dilakukan sesuai dengan AASHTO T201-03 maka hasil pengujian harus dikonversikan ke satuan cSt.
2. Aspal cair (cutback aspalt) Aspal cair yaitu aspal yang berbentuk cair pada suhu ruang. Aspal cair merupakan semen aspal yang dicairkan dengan bahan pencair dari hasil penyulingan minyak bumi seperti minyak tanah, bensin, atau solar. Berdasarkan bahan pencair dan kemudahan menguap bahan pelarutnya, aspal cair dapat dibedakan menjadi: a). Rapid Curing Cut Back Aspalt (RC), merupakan aspal semen yang dilarutkan dengan bensin/premium. Jenis ini paling cepat menguap.
33
b). Medium Curing Cut Back Aspalt (MC), merupakan aspal semen yang dilarutkan dengan bahan yang lebih kental seperti minyak tanah. c). Slow Curing Cut Back Aspalt (SC), merupakan aspal semen yang dilarutkan dengan bahan yang lebih kental seperti solar. 3. Aspal emulsi Aspal emulsi adalah suatu campuran aspal dengan air dan bahan pengelmusi, yang dilakukan di pabrik pencampur. Berdasarkan muatan listrik yang dikandungnya, aspal emulsi dapat dibedakan atas: a. Aspal kationik disebut juga aspal emulsi asam, merupakan aspal emulsi yang butiran aspalnya bermuatan arus listrik positif. b. Aspal anionik disebut juga aspal emulsi alkali, merupakan aspal emulsi yang butiran aspalnya bermuatan negatif. c. Non ionik merupakan aspal emulsi yang tidak mengalami ionisasi, berarti tidak mengantarkan listrik Pada umumnya digunakan sebagai bahan perkerasan jalan adalah aspal emulsi anionik dan kationik. Berdasarkan kecepatan mengerasnya, aspal emulsi dapat dibedakan atas: a. Rapid Setting (RS), aspal yang mengandung sedikit bahan pengelmulsi sehingga pengikatan yang terjadi cepat, dan aspal cepat menjadi padat atau keras kembali. b. Medium Setting (MS), aspal cair dengan bahan pencair minyak tanah.
34
c. Slow Setting (SS), jenis aspal emulsi yang paling lambat mengeras. 2.3. Sifat aspal Aspal mempunyai sifat-sifat sebagai berikut: a. Daya tahan (Durability) Daya tahan aspal adalah kemampuan aspal mempertahankan sifat asalnya akibat pengaruh cuaca selama masa pelayanan jalan. b. Adhesi dan kohesi Adhesi yaitu ikatan antara aspal dan agregat pada campuran aspal beton. Sifat ini dievaluasi dengan menguji sepesimen dengan test stabilitas Marshall beserta pariabelnya. Kohesi adalah ketahanan aspal untuk tetap mempertahankan agregat tetap ditempatnya setelah terjadi pengikatan. c. Kepekaan terhadap temperatur Aspal adalah bahan yang termoplastis, berarti akan menjadi keras atau lebih kental jika temperatur berkurang dan akan lunak jika temperatur bertambah. d. Kekerasan aspal Aspal pada proses pencampuran dipanaskan dan dicampur dengan agregat sehingga dilapisi aspal atau disiramkan ke permukaan agregat yang telah disiapkan pada proses pelaburan. Pada proses pelaksanaan, terjadi oksidasi yang menyebabkan aspal menjadi getas. Peristiwa perapuhan terus berlangsung selama masa pelaksanaan. Jadi, selama
35
masa pelayanan, aspal mengalami proses oksidasi yang besar yang dipengaruhi oleh ketebalan aspal yang menyelimuti agregat. Semakin tipis lapisan aspal, semakin besar tingkat kerapuhan yang terjadi. 2.4 Pemeriksaan Aspal Sifat-sifat aspal harus selalu diperiksa dan aspal yang memenuhi syarat yang telah ditetapkan dapat dipergunakan sebagai bahan pengikat perkerasan lentur. Pemeriksaan yang dilakukan untuk aspal keras adalah sebagai berikut: 1. Pemeriksaan Penetrasi Aspal Pemeriksaan penetrasi aspal bertujuan untuk memeriksa tingkat kekerasan aspal. Pengujian dilaksanakan pada suhu 25ºC dan kedalaman penetrasi diukur setelah beban seberat 100g dilepaskan selama 5 detik. 2. Pemeriksaan Titik Lembek (Softening Point Test) Pemeriksaan titik lembek bertujuan untuk mengetahui kepekaan aspal terhadap temperatur. Suhu pada saat dimana aspal mulai menjadi lunak tidaklah sama pada setiap hasil produksi aspal walaupun mempunyai nilai penetrasi yang sama. Titik lembek adalah suhu rata-rata (dengan beda suhu ≤ 1ºC) pada saat bola baja menembus aspal karena leleh dan menyentuh plat dibawahnya (sejarak 1 inci = 25,4 mm). Pengujian dilaksanakan dengan alat ‘Ring and Ball Apparatus’. Manfaat dari pengujian titik lembek ini adalah digunakan untuk menentukan temperatur kelelehan dari aspal.
36
3. Pemeriksaan Titik Nyala dan Titik Bakar Pemeriksaan titik nyala dan titik bakar bertujuan untuk menentukan suhu dimana pada aspal terlihat nyala singkat di permukaan aspal (titik nyala) dan suhu pada saat terlihat nyala sekurang-kurangnya 5 detik. Titik nyala dan bakar perlu diketahui untuk memperkirakan temperatur maksimum pemanasan aspal sehingga aspal tidak terbakar. 4. Pemeriksaan Kehilangan Berat Aspal Pemeriksaan dilakukan bertujuan untuk mengetahui pengurangan berat akibat penguapan bahan-bahan yang mudah menguap dalam aspal. Penurunan berat menunjukkan adanya komponen aspal yang menguap yang dapat berakibat aspal mengalami pengerasan yang eksesif/berlebihan sehingga menjadi getas (rapuh) bila pengurangan berat melebihi syarat maksimalnya. Pengujian ini dilanjutkan dengan pengujian nilai penetrasi aspal, untuk mengetahui peningkatan kekerasannya (dalam % penetrasi semula). 5. Pemeriksaan Daktilitas Aspal Tujuan dari pemeriksaan ini untuk mengetahui sifat kohesi dalam aspal itu sendiri yaitu dengan mengukur jarak terpanjang yang dapat ditarik antara dua cetakan yang berisi aspal keras sebelum putus, pada suhu 25ºC dan kecepatan tarik 5 cm/menit. Aspal dengan daktilitas yang lebih besar mengikat butir-butir agregat yang lebih baik tetapi lebih peka terhadap perubahan temperatur.
37
6. Pemeriksaan Berat Jenis Aspal Berat jenis aspal adalah perbandingan antara berat aspal dan berat air suling dengan isi yang sama pada suhu tertentu, 25oC. Data berat jenis aspal dipergunakan untuk perhitungan dalam perencanaan dan evaluasi sifat campuran aspal beton. Adapun persyaratan sifat-sifat laston sebagai campuran bahan perkerasan jalan memenuhi dalam spesifikasi teknis 2010 revisi 3 seperti Tabel 2.5 dan Tabel 2.6 di bawah ini Tabel 2. 5 Ketentuan sifat-sifat campuran laston (AC)
Sifat-sifat Campuran Jumlah Tumbukan per bidang Rasio partikel lolos ayakan Min. 0.075mm dengan kadar aspal efektif Maks. Min. Rongga dalam campuran (%) Maks. Rongga dalam Agregat (VMA) (%) Min. Rongga Terisi Aspal (%) Min. Stabilitas Marshall (kg) Min. Pelelehan (mm) Min. Stabilitas Marshall Sisa (%) setelah perendaman selama 24 jam, 60º C Min. Rongga dalam Campuran (%) pada Kepadatan Membal (refusal) Min. Sumber : Dep. PU (2014)
Laston Lapis Antara
Lapis Aus 75
Pondasi 112
1 1.4 3,0 5,0 15 65
14 65 800 2
90 2
13 65 1800 3
38
Tabel 2. 6 Ketentuan campuran laston yang dimodifikasi (AC Mod)
Sifat-sifat Campuran Ratio partikel lolos ayakan 0.075 Min. mm dengan kadar aspal efektif Maks. Jumlah tumbukan per bidang Min. Rongga dalam campuran (%) Maks. Rongga dalam Agregat (VMA) (%) Min. Rongga Terisi Aspal (%) Min. Stabilitas Marshall (kg) Min. Min. Pelelehan (mm) Mak Stabilitas Marshall Sisa (%) setelah perendaman selama 24 jam, 60 ºC Min. Rongga dalam Campuran (%) pada Kepadatan Membal (refusal) Min. Stabilitas Dinamis, lintasan/mm Min. Sumber : Dep.PU.(2014)
Laston Lapis Antara 1 1.4
Lapis Aus
75
Pondasi
112 3,0 5,0
15 65
14 65 1000 2 4
13 65 2250 3 6(1)
90 2 2500
Catatan : 1) Rongga dalam campuran dihitung berdasarkan pengujian Berat Jenis Maksimum Agregat (gmm test, SNI 03-6893-2002). 2) Direksi Pekerjaan dapat atau menyetujui AASHTO T 283-89 sebagai alternative pengujian kepekaan terhadap kadar air. Pengkondisian beku cair (freeze thaw conditioning) tidak diperlukan. Nilai Indirect Tensile Strength Retained (ITSR) minimum 80% pada VIM (Rongga Campuran) 8% 3) Untuk menentukan kepadatan membal (refusal), disarankan menggunakan penumbuk bergetar (vibratory hammer) agar pecahnya butiran agregat
39
dalam campuran dapat dihindari. Jika digunakan penumbukan manual jumlah tumbukan per bidang harus 600 untuk cetakan 6 Inch dan 400 untuk cetakan berdiameter 4 inch 4) Pengujian Wheel Tracking Machine (WTM) harus dilakukan pada temperature 60º C. prosedur pengujian harus mengikuti serti pada Manual untuk Rancangan dan Pelaksanaan Perkerasan Aspal, JRA Japan Road Association (1980). 5) Laston (AC Mod) harus campuran bergradasi kasar.
2.5 Perencanaan Campuran Aspal Panas Perencanaan suatu campuran aspal panas (Hot Mix) dilaksanakan dengan mengacu kepada spesifikasi yang ditentukan. Secara umum dilaksanakan dengan tahapan sebagai berikut. 2.5.1
Pengujian material Sebelum
merencanakan
campuran
aspal,
terlebih
dahulu
harus
melaksanakan pengujian material: agregat kasar, agregat halus, filler dan aspal. Sifat-sifat material harus memenuhi spesifikasi yang ditentukan. 2.5.2
Penentuan gradasi agregat Gradasi masing-masing jenis agregat (kasar, halus dan filler) mungkin saja
ditentukan dalam spesifikasi suatu jenis campuran aspal panas. Demikian pula gradasi agregat gabungannya. Gradasi agregat gabungan bisa diperoleh dengan mencampur (blending), teknik mencampur (blending) agregat dapat dilaksanakan
40
secara analitis maupun secara grafis. Perencanaan
gradasi
agregat
di
laboratorium, bisa dilaksanakan tanpa memblending agregat, yaitu berdasarkan gradasi ideal (batas tengah) spesifikasi yaitu dengan mengayak agregat sesuai ukuran maing-masing saringan yang ditentukan kemudian proporsi agregat dicari berdasarkan komulatif persentase lolos gradasi ideal. Selain itu, gradasi menerus dapat juga ditentukan dengan menggunakan rumus modifikasi Kurva Fuller (Sukirman.2007):
P=
(100 − F )(d n − 0,075n ) +F........................................................... (2.6) D n − 0,075n
Dimana: P = % material lolos ayakan d (mm) D = diameter agregat maksimum (mm) F = % filler n = nilai eksponensial yang mempengaruhi kecekungan garis gradasi 2.5.3
Penentuan proporsi agregat
Pengelompokan agregat dalam penelitian ini sebagai agregat kasar (tertahan saringan No. 4 = 4.75mm) diperoleh dari hasil pengayakan. Untuk agregat halus (lolos saringan No.8 = 2,36mm dan tertahan saringan No. 200 = 0,075mm) dapat langsung menggunakan pasir halus. Sedangkan filler adalah material non plastis yang lolos saringan No.200 = 0,075mm minimal 85%. Filler dapat berupa debu batu atau semen portland.
41
Dalam penelitian ini metode memproporsikan agregat yang dipakai adalah tanpa blending, tapi diproporsikan berdasarkan titik tengah dengan menggunakan gradasi agregat campuran AC-WC seperti dalam Tabel 2.7.
Ukuran Ayakan Kelas A Kelas B (mm) 37,5 25 19 100 100 12,5 9,5 90 – 100 4,75 2,36 75 – 100 1,18 0,6 0,3 0,15 0,075 10 – 15 8-13 Sumber: Dep.PU.(2010)
Latasir (SS)
Base
100 90 – 100 65 – 90 35 - 55 3 15 – 35
2–9
WC
100 90 – 100 75 – 85 50 - 72 3 35 – 60
6 – 10
Gradasi
6-10
20 – 45 15 – 35
50 – 62
100 90 - 100 55 – 88
4–8
15 - 35 5 – 35
32 - 44
100 90 – 100 55 – 70
Gradasi Semi WC Base
100 90 – 100 72 – 90 54 – 69 39,1 – 53 31,6 – 40 23,1 – 30 15,5 -22 9-15 4 – 10
WC 100 90-100 74 - 100 64 - 82 47 - 64 34,6 - 49 28,3 - 38 20,7 - 28 13,7 - 20 4-13 4-8
Gradasi Halus BC Base 100 90 - 100 73-90 61 - 79 47 - 67 39,5 - 50 30,8 - 37 24,1 - 28 17,6 - 22 11,4 - 16 4-10 3-6
42
Gradasi Kasar WC BC Base 100 100 90-100 100 90-100 73-90 90 - 100 71-90 55-76 72 - 90 58-80 45-66 43 - 63 37-56 28-39,5 28 - 39,1 23-34,6 19-26,8 19 - 25,6 15-22,3 12-18,1 13 - 19,1 10-16,7 7-13,6 9 - 15,5 7-13,7 5-11,4 6-13 5-11 4,5-9 4-10 4-8 3-7
% Berat yang lolos terhadap total Agregat dalam Campuran Lataston (HRS) Laston (AC)
Tabel 2. 7 Gradasi campuran
42
43
Catatan : 1. Laston (AC) bergradasi kasar dapat digunakan pada daerah yang mengalami deformasi yang lebih tinggi dari biasanya seperti pada daerah pegunungan, gerbang tol atau pada dekat lampu lalu lintas 2. Lataston (HRS) bergradasi semi senjang sebagai pengganti Lataston bergradasi senjang dapat digunakan pada daerah dimana pasir halus yang diperlukan untuk membuat gradasi yang benar benar senjang tidak dapat diperoleh 3. Untuk semua jenis campuran, rujuk Tabel 2.8 untuk ukuran agregat nominal maksimum pada tumpukan bahan pemasok dingin. 4. Apabila tidak ditetapkan dalam Gambar, penggunakan pemilihan gradasi sesuai dengan petunjuk Direksi Pekerjaan.
Tabel 2. 8 Ukuran nominal agregat kasar penampung dingin untuk campuran aspal
Jenis Campuran Lataston Lapis Aus Lataston Lapis Pondasi Laston Lapis Aus Laston Lapis Antara Laston Lapis Pondasi Sumber: Dep. PU, 2010
Ukuran nominal agregat kasar penampung dingin (cold bin) minimum yang diperlukan (mm) 5-10 10-14 14-22 22-30 Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya
44
2.5.4 Estimasi kadar aspal awal
Setelah proporsi masing-masing agregat diketahui, maka dilakukan perhitungan kadar aspal awal perkiraan. Adapun perhitungannya menurut Dep. PU (1999) sebagai berikut: Pb = 0,035 (%CA) + 0,045 (%FA) + 0,18 (%FF) + K ……………………..(2.7) dimana : Pb
= % kadar aspal awal terhadap berat total campuran
%CA = % agregat kasar terhadap berat total agregat %FA = % agregat halus terhadap berat total agregat %FF
= % filler terhadap berat total agregat
K
= Nilai konstanta kira-kira 0,5 sampai 1,0 untuk Laston dan 2,0 sampai 3,0 untuk Lataston. Untuk jenis campuran lain gunakan nilai 1,0 sampai 2,5.
2.5.5 Penentuan prosentase material terhadap berat total campuran
Prosentase proporsi agregat dihitung berdasarkan berat total agregat. Karena dalam campuran terdapat kandungan aspal, maka perlu dihitung prosentase material terhadap berat total campuran. Untuk membuat sebuah sampel umumnya diperlukan sekitar 1200 gram agregat yang proporsinya sesuai dengan ukuran butir agregat. Prosentase terhadap berat total campuran akan berubah sesuai dengan variasi prosentase kadar aspal.
45
2.5.6 Perhitungan jumlah material yang dibutuhkan
Proporsi agregat kasar disesuaikan dengan prosentase ukuran butirnya yang sudah dipersiapkan (diayak) terlebih dahulu. Untuk agregat halus sudah bisa langsung menggunakan pasir halus lolos 4.75mm (ayakan No.4) dan tertahan 0,075mm (ayakan No.200). 2.5.7 Pemanasan material dan mould
Agregat yang sudah diproporsikan, ditempatkan dalam wadah dari metal (misalnya waskom aluminium). Demikian juga aspal ditempatkan dalam kaleng dengan ukuran yang cukup. Kemudian dipanaskan (sebaiknya) dalam oven. Ketentuan temperatur aspal untuk pemanasan, pencampuran dan pemadatan didasarkan atas rentang temperatur dimana viskositas aspal akan memberikan hasil yang optimal. Hal ini didasarkan atas hasil studi dan data-data yang sudah ada. Sebagai pedoman umum, suhu pemanasan, pencampuran dan pemadatan campuran dilaksanakan sesuai Tabel 2.9 dan alat yang disiapkan seperti berikut ini: Mould (cetakan sampel) dengan diameter 4 inci (101,6 mm) dan tinggi 3 inci (75 mm) dilengkapi colar mould (mould tambahan), dan alat pencampur (mixer) atau sendok pengaduk metal, dan batang besi perojok/ penusuk juga perlu dipanaskan (dapat dipanaskan pada temperatur sama dengan temperatur pemanasan aspal).
46
Tabel 2. 9 Ketentuan viskositas & temperatur pencampuran & pemadatan No.
Prosedur Pelaksanaan
Viskosit as Aspal (Pas)
Pencampuran benda uji 1 Marshall 0,2 2 Pemadatan benda uji Marshall 0,4 Pencampuran, rentang 3 temperatur sasaran 0,2 - 0,5 Menuangkan campuran aspal dari alat pencampur ke dalam 4 truk ± 0,5 Pemasokan ke Alat 5 Penghampar 0,5 - 1,0 6 Pemadatan Awal (roda baja) 1–2 7 Pemadatan Antara (roda karet) 2 – 20 8 Pemadatan Akhir (roda baja) ˂ 20 Sumber: Dep. PU. (2014)
Perkiraan Temperatur Aspal (º C ) Tipe I
Tipe II B
155 ± 1 145 ± 1
165 ± 1 155 ± 1
145 – 155
155 - 165
135 – 150
145 - 160
130 – 150 125 – 145 100 – 125 ˃ 95
140 - 160 135 – 155 110 – 135 ˃ 105
2.5.8 Jumlah sampel dan pemanasan
Untuk setiap variasi kadar aspal, idealnya dibuat minimal 3 sampel, kemudian karakteristik campuran diambil dari nilai rata-rata dua sampel yang memberi hasil terbaik. Bila pencampuran dilaksanakan secara manual, agregat ditempatkan dalam waskom metal dan diaduk rata sebelum dipanaskan. Setelah panas (2-3 jam dalam oven) kemudian dituangi aspal sejumlah yang diperlukan, lalu diaduk dengan sendok metal serata mungkin. Untuk mengurangi kehilangan temperatur, yang bisa berakibat agregat tidak terselimuti aspal dengan merata maka material campuran dipanaskan lebih dulu beberapa saat (2-5 menit), kemudian diaduk kembali sampai rata.
47
2.5.9 Pemadatan sampel
Sebaiknya semua peralatan dipanaskan untuk mempertahankan temperatur dan kemudahan pelaksanaan (workability). Nilai kepadatan menunjukkan kerapatan suatu massa campuran, sifatnya rapat atau padat dan sebaliknya. Kepadatan dipengaruhi oleh jenis bahan susun, kualitas dan proses pemadatannya yang dilakukan sesuai dengan jumlah tumbukan sebagai berikut: 1. Pemadatan dengan lalu lintas berat: 2 x 75 2. Berat alat tumbuk: 4,5 kg 3. Tinggi jatuh: 18” = 45,7 cm 2.5.10 Pengukuran volumetrik sampel
Campuran beraspal panas pada dasarnya terdiri atas aspal dan agregat. Proporsi masing-masing bahan harus dirancang sedemikian rupa agar dihasilkan aspal beton yang dapat melayani lalu lintas dan tahan terhadap pengaruh lingkungan selama masa pelayanan. Ini berarti campuran beraspal haruslah: 1. Mengandung cukup kadar aspal agar awet. 2. Mempunyai stabilitas yang memadai untuk menahan beban lalu lintas. 3. Mengandung cukup rongga udara (VIM) agar tersedia ruangan yang cukup untuk menampung ekspansi aspal akibat pemadatan lanjutan oleh lalu lintas dan kenaikan temperatur udara tanpa mengalami bleeding atau deformasi plastis. 4. Rongga udara yang ada harus juga dibatasi untuk membatasi permeabilitas campuran.
48
5. Mudah dilaksanakan sehingga campuran beraspal dapat dengan mudah dihampar dan dipadatkan sesuai dengan rencana dan memenuhi spesifikasi. Dalam Pedoman Teknik No.028/T/BM/1999, kinerja campuran beraspal ditentukan oleh volumetrik campuran (padat) yang terdiri atas: 1. Berat Jenis Bulk Agregat, karena agregat total terdiri atas fraksi-fraksi agregat kasar, agregat halus dan bahan pengisi yang masing-masing mempunyai berat Jenis yang berbeda maka berat jenis bulk (Gsb) agregat total dapat dihitung sebagai berikut: …
Berat jenis bulk (G ) = !
!
⋯
.......................................................(2.8) !
Keterangan: #
%$= Berat jenis bulk total agregat
&' , &) , & = Presentase masing-masing fraksi agregat #' , #), # = Berat jenis bulk masing-masing fraksi agregat
Berat jenis bulk bahan pengisi sulit ditentukan dengan teliti. Namun demikian, jika berat jenis nyata (apparent) bahan pengisi dimasukkan, maka penyimpangan yang timbul dapat diabaikan. 2.
Berat Jenis Efektif Agregat Berat jenis efektif campuran (Gse), rongga dalam partikel agregat yang
menyerap aspal, dapat ditentukan dengan rumus berikut:
49
G
…
=
*
!+,
!+,
⋯
................................................................................... (2.9) !+,
Keterangan: Gse
= Berat jenis efektif agregat
&' , &) , &
= Presentase masing-masing fraksi agregat
#$-', #$-) , #$- = Berat jenis efektif masing-masing fraksi agregat
2. Berat Jenis Maksimum Campuran Berat jenis maksimum campuran, Gmm pada masing-masing kadar aspal diperlukan untuk menghitung kadar rongga masing-masing kadar aspal. Ketelitian hasil uji terbaik adalah bila kadar aspal campuran mendekati kadar aspal optimum. Sebaiknya pengujian berat Jenis maksimum dilakukan dengan benda uji sebanyak minimum dua buah (duplikat) atau tiga buah (triplikat). Selanjutnya Berat Jenis Maksimum (Gmm) campuran untuk masing-masing kadar aspal dapat dihitung menggunakan berat jenis efektif (Gse) rata-rata sebagai berikut: G.. =
// + 0 !+, !0
. .................................................................................. (2.10)
Keterangan: Gmm
= Berat Jenis Maksimum Campuran, Rongga Udara nol
Pmm
= Persen berat total campuran (= 100)
Ps
= Kadar agregat, persen terhadap berat total campuran
Pb
= Kadar aspal, persen terhadap berat total campuran
Gse
= Berat jenis efektif agregat
Gb
= Berat jenis aspal
50
3. Penyerapan Aspal Penyerapan aspal dinyatakan dalam persen terhadap berat agregat total, tidak terhadap berat campuran. Perhitungan penyerapan aspal (Pba) adalah sebagai berikut: P 2 = 100
5+, 65+0 5+0. 5+,
G
………………………………………..………………(2.11)
Keterangan: Pba
= Penyerapan aspal, persen total agregat.
Gsb
= Berat jenis bulk agregat
Gse
= Berat jenis efektif agregat
Gb
= Berat jenis aspal
4. Kadar Aspal Efektif Kadar aspal efektif (Pbe) Campuran beraspal adalah kadar aspal total dikurangi jumlah aspal yang terserap oleh partikel agregat. Kadar aspal efektif ini akan menyelimuti permukaan agregat bagian luar yang pada akhirnya akan menentukan kinerja perkerasan beraspal. Rumus kadar aspal efektif adalah: P*=P −
09
'::
P
..……………………………………………………….(2.12)
Keterangan: Pbe
= Kadar aspal efektif, persen total campuran
Pb
= Kadar aspal, persen total campuran.
51
Pba
= Penyerapan aspal, persen total agregat
Ps
= Kadar agregat, persen total campuran.
5. Rongga di antara Mineral Agregat (VMA) Rongga di antara mineral agregat (VMA) adalah ruang di antara partikel agregat pada suatu perkerasan beraspal, termasuk rongga udara dan volume aspal efektif (tidak termasuk volume aspal yang diserap agregat). VMA dihitung berdasarkan Berat Jenis Bulk (Gsb) agregat dan dinyatakan sebagai persen volume Bulk campuran yang dipadatkan. Persentase minimum rongga dalam agregat (VMA) diambil sesuai dengan ukuran maksimum nominal agregat yang digunakan sesuai petunjuk pelaksanaan lapis aspal beton (Laston) untuk jalan raya, SKBI-2.4.26.1987 Departemen Pekerjaan Umum, tahun 1987. VMA dapat dihitung pula terhadap berat campuran total atau terhadap berat agregat total (lihat rumus 2.13). Perhitungan VMA terhadap campuran total adalah dengan rumus berikut: a. Terhadap Berat Campuran Total ;<= = 100 −
5/0 > + .........................……………………………….…(2.13) 5+0
VMA
= Rongga di antara Mineral Agregat, persen volume bulk
Gsb
= Berat jenis bulk agregat
Gmb
= Berat jenis bulk campuran padat
Ps
= Kadar agregat, persen total campuran
52
b. Terhadap Berat Agregat Total ;<= = 100 −
5/0 5+0
x
':: ('::
0)
100
..................................................... (2.14)
Keterangan: VMA
= Rongga di antara Mineral Agregat, persen volume bulk
Gsb
= Berat jenis bulk agregat
Gmb
= Berat jenis bulk campuran padat
Pb
= Kadar aspal, persen total campuran
6. Rongga di Dalam Campuran (VIM) Rongga udara dalam campuran (VIM) dalam campuran perkerasan beraspal terdiri atas ruang udara di antara partikel agregat yang terselimuti aspal. Menurut spesifikasi teknik 2010 revisi 3 Bina Marga, VIM campuran dengan aspal modifikasi dibatasi antara 3-5%. VIM lebih kecil dari 3% menunjukkan rongga yang dibutuhkan aspal untuk naik ke permukaan tidak mencukupi dan sebaliknya bila VIM melebihi dari 5% menyebabkan campuran kurang kedap air sehingga campuran mudah retak dan tidak tahan lama. Volume rongga udara dalam persen dapat ditentukan dengan rumus berikut: ;@ = 100A
BCC 6BCD BCC
, Va Min 2 %............................................. (2.15)
Keterangan: VIM
= Ronga udara campuran, persen total campuran
Gmb
= Berat jenis bulk campuran padat
Gmm
= Berat Jenis Maksimum Campuran
7. Rongga Terisi Aspal
53
Ronggi terisi aspal (VFB) andalan persen rongga yang terdapat di antara partikel agregat (VMA) yang terisi oleh aspal, tidak termasuk aspal yang diserap oleh agregat. Besarnya nilai VFB mempunyai pengaruh terhadap keawetan (durability) suatu campuran aspal panas, semakin besar nilai VFB semakin kecil pula nilai VIM. Hal ini menunjukkan bahwa rongga yang terisi oleh aspal semakin banyak sehingga akan tahan lama dan sebaliknya jika VFB kecil maka VIM akan lebih besar sehingga rongga yang terisi aspal sedikit dan agregat yang diselimuti oleh aspal semakin tipis sehingga campuran aspal tidak akan tahan lama. Rumus VFB adalah sebagai berikut: VFB =
'::(JKL6MNO) JKL
................................................................... (2.16)
Keterangan: VFB
= Rongga Terisi Aspal, persen VMA
VMA = Rongga di antara Mineral Agregat, persen volume bulk. VIM
= Rongga di dalam campuran, persen total campuran Gambaran volumetrik campuran beraspal seperti yang ditunjukkan pada
gambar dibawah ini
Gambar 2. 3 Komponen Campuran Beraspal Secara Volumetrik Sumber: Dep. PU (1999)
54
Keterangan:
VMA = Volume rongga di antara
Vb
= Volume aspal
mineral agregat
Vba
= Volume aspal yang
Vmb
= Volume bulk campuran Padat
Vmm
= Volume campuran padat
diserap agregat Vsb
berdasarkan berat
tanpa rongga VFB
= Volume rongga terisi aspal
VIM
= Volume rongga dalam campuran
= Volume agregat
jenis bulk) Vse
= Volume agregat berdasarkan
9. Campuran AC-WC Dengan Pendekatan Kepadatan Mutlak Persentase derajat Kepadatan Mutlak (Percentage Refusal Density, PRD) adalah rasio antara kepadatan benda uji lapangan terhadap kepadatan refusal dalam satuan persen. Perencanaan campuran beraspal dengan PRD adalah simulasi adanya pemadatan lanjutan oleh lalu-lintas. Dalam pembuatan benda uji PRD, kadar aspal yang dipergunakan adalah kadar aspal yang memberikan nilai VIM Marshall 5% dan 0,5% di atas dan di bawah dari kadar aspal tersebut ( Pedoman Kontruksi dan Bangunan, No.00103/BM/2006). Untuk masing-masing kadar aspal dibuatkan 3 benda uji. Benda uji
55
ini kemudian dipadatkan dalam cetakan (mold) dengan pemadatan getar atau dengan pengembangan pemadatan Marshall. Metode PRD dengan pemadatan getar menggunakan cetakan (mold) berdiameter 152-153 mm (6 inchi). Sebelum digunakan cetakan, pelat dasar cetakan dan telapak pemadat yang berukuran 102 dan 146 mm harus dipanaskan dalam oven pada temperatur yang sama dengan temperatur pemadatan. Campuran beraspal dimasukkan ke dalam cetakan lapis demi lapis sebanyak lima lapis. Tiap lapis dipadatkan dengan pemadat getar dengan palu pemadat harus diatur pada posisi tegak. Palu pemadat yang sudah dipanaskan digetarkan pada frekuensi antara 20 dan 50 Hz. Telapak pemadatan yang lebih lebar digunakan pada pemadatan terakhir dengan tujuan untuk meratakan permukaan benda uji. Pada satu titik pemadatan harus berlangsung selama antara 2 dan 10 detik tiap posisi sehingga total waktu pemadatan kira-kira selama 120 detik + 5 detik. Sedangkan untuk PRD dengan pengembangan pemadatan Marshal dilakukan dengan menggunakan alat Marshall. Nilai kepadatan refusal dengan alat Marshall ini akan mendekati nilai kepadatan refusal dengan alat pemadat getar apabila tumbukan yang dilakukan pada setiap sisi benda uji adalah 400 tumbukan. Dengan demikian pemadatan Marshall dengan 400 tumbukan pada setiap sisi benda uji dapat digunakan sebagai alternative pengganti pemadat getar. Tetapi hal-hal yang mungkin menjadi kendala dalam prosedur ini adalah dengan pemadatan 2 x 400 tumbukan dapat memungkinkan terjadinya pemecahan partikel agregat. Bila hal ini terjadi maka hasil perencanaan tidak akan baik. Oleh karena itu, perlu diperhatikan bahwa bila perencanaan campuran beraspal dengan
56
pendekatan kepadatan mutlak dilakukan dengan menggunakan alat Marshall, maka perlu dipertimbangkan bahwa mutu agregat (nilai abrasi agregat dengan mesin Los Angeles maximum 40%) dan suhu pemadatan ( +1400C untuk penetrasi aspal 60/100 atau + 145 0C untuk penetrasi aspal 60/70) dapat terpenuhi. Jumlah tumbukan untuk pemadatan PRD ini dilakukan sebanyak 2 x 400 tumbukan untuk cetakan dengan diameter 4 inci dan sebanyak 2 x 600 tumbukan untuk cetakan dengan diameter 6 inci. Hasil pengujian VIM-PRD kemudian disatukan ke dalam grafik hubungan antara VIM-Marshall dengan kadar aspal. Perbedaan nilai VIM benda uji yang dipadatkan dengan Marshall standar dengan yang dipadatkan sampai dengan mencapai kepadatan mutlaknya tidak boleh lebih besar dari 3% (lebih direkomendasi sekitar 2%).
Gambar 2. 4 Hubungan VIM-Marshall, VIM-PRD dengan Kadar Aspal Sumber: Dep.PU (2006)
57
2.5.11 Uji stabilitas marshall dan flow
Kinerja campuran aspal dapat diperiksa dengan menggunakan alat pemeriksa Marshall. Pemeriksaan Marshall mengikuti prosedur RSNI M-012003. Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menentukan ketahanan (stabilitas) yang optimum dikaitkan dengan kategori lalu lintas (lalu lintas ringan, lalu lintas sedang, lalu lintas berat) terhadap kelelehan plastis (flow) dari campuran aspal dan agregat. Kelelehan plastis adalah keadaan perubahan bentuk suatu campuran yang terjadi akibat suatu beban sampai batas runtuh yang dinyatakan dalam mm atau 0,01 inci. Sesuai spesifikasi teknik 2010 revisi 3, nilai flow dibatasi minimum 2mm dan maksimal 4mm. Pelelahan (Flow) dapat sebagai indikator kelenturan campuran aspal panas dalam menahan beban lalu lintas sehingga. Flow dibawah 2mm dapat dikatakan aspal menyelimuti agregat dalam campuran sedikit sehingga campuran menjadi rengas dan kaku atau getas namun sebaliknya bila terlalu banyak aspal yang menyelimuti agregat, maka semakin baik ikatan antara agregat dengan aspal yang dapat menyebabkan pelelahan (flow) menjadi tinggi sehingga campuran akan bersifat plastis yang mudah berubah bentuk (deformasi plastis) akibat beban lalu lintas tinggi/berat. Alat Marshall merupakan alat tekan yang berbentuk silinder berdiameter 4 inci (10,2 cm) dan tinggi 2,5 inci (6,35 cm) serta dilengkapi dengan proving ring (cincin penguji) yang berkapasitas 22,2 KN dan flow meter. Proving ring dilengkapi dengan arloji pengukur yang berguna untuk mengukur nilai stabilitas campuran. Pembacaan arloji tekan ini dilkalikan dengan hasil kalibrasi cincin
58
penguji serta angka korelasi. Disamping itu terdapat arloji kelelehan (flow meter) untuk mengukur kelelehan plastis (flow). Adapun perhitungan yang digunakan dalam pengujian ini adalah sebagai berikut: Stabilitas (kg) = A x 102 x B
..............................................................(2.17)
Keterangan: A = Pembacaan dialgauge stabilitas dikonversi dengan faktor alat 102 = angka konversi dari KN ke kg B
= Angka koreksi beban akibat ukuran sampel
2.5.12 Penentuan kadar aspal optimum
Penentuan Kadar aspal optimum ditentukan dengan merata-ratakan kadar aspal yang memberikan stabilitas maksimum, serta persyaratan campuran lainnya seperti VIM, VMA, VFB, Stabilitas, Mq dan kelelehan campuran (flow). Kadar aspal optimum dapat ditentukan dengan menggunakan Metode bar chart seperti pada Gambar 2.5 Nilai kadar aspal optimum ditentukan sebagai nilai tengah dari rentang kadar aspal maksimum dan minimum yang memenuhi spesifikasi. No
Sifat Campuran yang Disyaratkan
1
VMA
2
VFB
3
VIM Marshal
4
Vim PRD
5
Stabilitas
6
Flow
7
MQ
Rentang Kadar Aspal
4
5
6
7
Kadar Aspal Rencana
Gambar 2. 5 Contoh Penentuan Kadar Aspal Rencana ( Optimum ) Sumber: Dep. PU (1989)
8
59
Tabel 2. 10 Rasio korelasi stabilitas marshall
Isi benda uji (cm²) 200–213 214-225 226-237 238-250 251-264 265-276 277-289 290-301 302-316 317-328 329-340 341-353 354-367 368-379 380-392 393-405 406-420 421-431 432-443 444–456 457–470 471–482 483–495 496–508 509–522 523–535 536–546 547–559 560–573 574–585 586–598 599–610 611–625 Sumber: Dep.PU(2003)
Tebal Benda Uji (mm) 25,4 27 28,6 30,2 31,8 33,3 34,9 35,5 38,1 39,7 41,3 42,9 44,4 46 47,6 49,2 50,8 52,4 54 55,6 57,2 58,7 60,3 61,9 63,5 65,1 66,7 68,3 69,9 71,4 73 74,6 76,2
Angka Koreksi 5,56 5 4,55 4,17 3,85 3,57 3,33 3,03 2,78 2,5 2,27 2,08 1,92 1,79 1,67 1,56 1,47 1,39 1,32 1,25 1,19 1,14 1,09 1,04 1 0,96 0,93 0,89 0,86 0,83 0,81 0,78 0,76
60
2.5.13 Pengujian stabilitas marshall sisa
Pada Spesifikasi Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah untuk mengevaluasi keawetan campuran adalah pengujian Marshall perendaman di dalam air pada suhu 60oC selama 24 jam. Perbandingan stabilitas yang direndam dengan stabilitas standar, dinyatakan sebagai persen, dan disebut Indeks Stabilitas Sisa (IRS), dan dihitung sebagai berikut: IRS =
MSI MSS
x100 ............................................................................................ (2.18)
Keterangan: IRS
= Indeks of Retained Strength
MSI = Stabilitas Marshall kondisi setelah direndam selama 24 jam dengan suhu 60ºC MSS = Stabilitas Marshall kondisi standar (direndam selama 30-40 menit pada suhu 60ºC) 2.5.14 Marhall Quotient
Marshall Quotient adalah hasil bagi antara nilai marshall dengan pelelehan(flow). Dalam spesifikasi teknik revisi 3 nilai MQ tidak dibatasi untuk campuran dengan aspal modifikasi. Akan tetapi MQ untuk lalu lintas berat disyaratkan minimum 200 Kg/mm dan maksimum 350 Kg/mm. Sesuai dengan petunjuk pelaksanaan lapis aspal beton (Laston) untuk jalan raya, SKBI2.4.26.1987 dan pedoman pemanfatan asbuton campuran beraspal panas dengan asbuton olahan, no.001-03/BM/2006 disyaratkan MQ minimum 300 Kg/mm. MQ sangat tergantung dari stabilitas marshall dan pelelahan yaitu bila MQ tinggi
61
campuran kurang lentur dan bila sebaliknya MQ rendah campuran mudah berubah bentuk, besaran nilai MQ dipengaruhi oleh gradasi, bentuk agregat dan sifat penyusunnya. 2.5.15 Uji stabilitas dinamis dengan wheel tracking machine
Pengujian wheel tracking ini dilakukan setelah karakteristik dari masingmasing campuran diteliti melalui uji marshall. Untuk mencari nilai stabilitas dinamis pada masing-masing campuran dengan agregat yang berbeda pengujian dilakukan mengikuti standar pengujian yang dikeluarkan oleh JRA (Japan Road Association),1980 dengan buku panduannya yang berjudul “Manual For Design And Contruction Of Aspalt Pavement (1980)”. Pengujian wheel tracking dilakukan pada kadar aspal optimum (KAO) karena pada prinsipnya pengujian wheel tracking tersebut adalah suatu metoda untuk menguji stabilitas suatu campuran beraspal terhadap pembebanan mekanis sesuai dengan kondisi di lapangan dalam suatu uji laboratorium. Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk mengevaluasi ketahanan campuran beraspal (Stabilitas) terhadap deformasi (Flow). Deformasi adalah perubahan bentuk permukaan sampel atau benda uji sebagai akibat dari konsolidasi (flow) berupa jejak roda atau alur dari roda uji wheel tracking. Sedangkan konsolidasi adalah penurunan permukaan sampel atau benda uji akibat pembebanan mekanis berulang (bersifat dinamis) oleh roda uji wheel tracking pada suatu uji laboratorium. Pengujian dilakukan dengan menggunakan benda uji yang dibuat dengan ukuran mold 30 x 30 x 5 cm, banyaknya jumlah material yang dibutuhkan untuk 1 sampel adalah: Vol = 30 x 30 x density (rencana JMF) x F ................................................... (2.19)
62
F = Faktor kehilangan berat, diambil 1,02 gr Perhitungan parameter Stabilitas Dinamis/Dynamic Stability dan Kecepatan Deformasi/Rate of Deformation dianalisis dengan rumus sebagai berikut: KD = 42 x [(t2 – t1) / (d2 – d1)] .................................................................... (2.20) SD = (d2 – d1) / (t2 – t1) ............................................................................... (2.21) Dengan SD = Stabilitas Dinamis (lintasan/mm) KD = Kecepatan Deformasi (mm/menit) d1 = Deformasi pada saat waktu t1 (mm) d2 = Deformasi pada saat waktu t2 (mm) t1 = waktu pada saat d1 (menit) t2= waktu pada saat d2 (menit) disamping grafik hubungan antara komulatif deformasi dengan waktu, dari pengujian wheel tracking tersebut akan dapat pula dibuat grafik hubungan antara komulatif lintasan roda uji wheel tracking dengan komulatif deformasi, sehingga nantinya akan dapat diketahui pula jumlah komulatif lintasan disaat benda uji mulai mengalami keruntuhan.