BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Umum Struktur beton bertulang (reinforced concrete) adalah struktur komposit yang
terbuat dari dua bahan dengan karakteristik yang berbeda yaitu beton dan baja. Secara umum beban luar telah diberikan pada beton, dan tulangan menerima bagian beban tersebut hanya pada tulangan yang dilingkupi beton melalui ikatan. Tekanan ikatan adalah nama yang diberikan pada tegangan geser pada permukaan tulangan beton dimana melalui pemindahan beban antara besi dan beton sekitarnya, akan memodifikasi tekanan baja. Ikatan ini ketika dikembangkan secara efisien, memungkinkan dua bahan membentuk struktur komposit. Dalam struktur komposit, ikatan antara komponen beton bertulang yang berbeda memiliki peran primordial dan pengabaiannya akan mengakibatkan respon struktur yang kurang baik. Fenomena yang kompleks ini mengarahkan para insinyur di masa lalu untuk bergantung pada formula empiris untuk disain struktur beton, yang kemudian berasal dari sejumlah percobaan. Untuk itu, keterpaduan ikatan itu dilaksanakan dalam penelitian terakhir. Sifat-sifat interaksi ini tergantung pada sejumlah faktor seperti friksi,
interaksi
mekanika, dan adhesi kimia. Di masa lalu, jumlah penelitian eksperimental telah dilakukan untuk mengklarifikasi dan memahami perilaku besi yang terdeformasi yang ditarik dari
Universitas Sumatera Utara
balok beton dalam kondisi beban siklus atau monotonik. Hasil percobaan ini terdokumentasi dengan baik dalam literatur khusus. Namun penelitian ini hanya didapatkan pada hasil percobaan, maka sangat sulit untuk menyaring pengaruh bahan dan parameter geometri atas perilaku ikatan. Oleh karena itu, untuk memahami lebih baik perilaku ikatan, maka model ikatan jauh lebih reliabel (simulasi transmisi gaya dalam zona ikatan lihat Gambar 2.1(a) dan 2.1(b) yang dapat digunakan dalam elemen terbatas tiga dimensi. Menurut J.Shafaie,A.Hosseini, M.S. Marefat, 2002 pemodelan numerik dari perilaku ikatan adalah dimungkinkan dalam dua tingkatan: 1.
Pemodelan yang lebih rinci dimana geometri batangan dan beton adalah dimodelkan oleh elemen tiga dimensi;
2.
Pemodelan fenomenologi didasarkan pada formulasi diskrit atau smear dari interfase besi dan beton.
Ketebalan kuat lekat
Beton
Volume Element beton
Nodes
Elemen besi
Nodes
Gambar 2.1 (a) Ideal Bond Zone ( menurut Shafaie,A.Husseini,M.S Marefat)
Universitas Sumatera Utara
Ketebalan kuat lekat
Beton
Volume Element beton
Nodes
Elemen besi
Nodes
Gambar 2.1 (b) Detail Modeling ( menurut Shafaie,A.Husseini,M.S Marefat) Dalam pemodelan fenomenologi ikatan beton dan penguatnya adalah terbatas oleh elemen dua atau tiga dimensi. Hubungan antara besi dan beton dapat dimodelkan dan pendekatan diskontinue dimana ikatan didefinisikan oleh elemen-elemen yang perilakunya dikontrol oleh hubungan tekanan ikatan-slip. Pendekatan ini adalah kemampuan untuk
untuk memprediksikan secara realistis perilaku ikatan untuk
geometri yang berbeda dan untuk kondisi batasan yang berbeda hanya bila model konstitusi relatif untuk beton. Model ini tidak mampu secara otomatis memprediksikan perilaku ikatan dari geometri tulangan. Konsekuensinya, pemodelan tiga dimensi lebih baik dalam paramter model ikatan. Dengan demikian,
kita
memiliki kemungkinan mensimulasikan secara realistis perilaku struktur beton bertulang dengan pemodelan dan perhitungan. Dengan menggunakan pemodelan yang rinci seperti pemodelan penulangan pada penampang beton akan memberikan elemen yang lebih baik. Ini mengarah pada usaha dalam pemodelan dan merealisasikan waktu perhitungan analisis pada sturktur beton bertulang.
Universitas Sumatera Utara
2.2
Penyaluran Tegangan Lekatan Salah satu dasar anggapan yang digunakan dalam perencanaan dan analisis
struktur beton bertulang adalah lekatan batang baja tulangan dengan beton yang mengelilingi berlangsung sempurna tanpa terjadi penggelinciran. Ini berarti bahwa beban kerja tidak terjadi slip dari baja tulangan terhadap beton disekelilingnya. Berdasarkan atas anggapan tersebut, pada waktu komponen struktur beton bertulang bekerja menahan beban akan timbul tegangan lekat yang berupa (bond strength) pada permukaan singgung antara batang tulangan dengan beton. Perkuatan pada beton dapat meningkatkan kekuatan tarik penampang bergantung pada keserasian (compatibility) antara kedua bahan tersebut untuk dapat bekerja sama memikul beban luar. Dalam keadaan terbebani, elemen penguat seperti baja tulangan harus mengalami regangan atau deformasi yang sama dengan sekelilingnya untuk mencegah terpisahnya kedua material. Kekuatan lekatan yang merupakan hasil dari berbagai parameter seperti adhesi antara beton dan permukaan tulangan baja dan tekanan beton, yang menyebabkan peningkatan tahanan terhadap gelincir, efek total ini disebut sebagai lekatan (bond). Kekuatan lekatan bergantung pada faktor-faktor utama sebagai berikut: 1.
Adhesi gabungan antara elemen beton dan baja tulangan;
2.
Efek Gripping (memegang) sebagai akibat dari susut pengeringan beton disekeliling tulangan dan saling geser antara tulangan dengan beton sekelilingnya;
Universitas Sumatera Utara
3.
Tahanan gesekan (friksi) terhadap gelincir dan saling kunci pada saat elemen penguat atau tulangan mengalami tegangan tarik;
4.
Pengaruh kualitas beton, kekuatan tarik dan tekannya;
5.
Pengaruh mekanis penjangkaran ujung tulangan, yaitu panjang penyaluran (development length), panjang lewatan (splicing), bengkokan tulangan (hooks) dan persilangan tulangan;
6.
Diameter, bentuk dan jarak tulangan karena semuanya mempengaruhi pertumbuhan retak;
7.
Kedalaman permukaan dari tulangan (licin, kasar, berulir).
Agar beton bertulang dapat berfungsi dengan baik sebagai bahan komposit dimana batang baja tulangan saling bekerja sama sepenuhnya dengan beton maka perlu diusahakan supaya terjadi penyaluran gaya yang baik dari suatu bahan kebahan yang lain. Untuk menjamin hal ini diperlukan adanya lekatan yang baik antara beton dengan tulangan baja. Agar batang tulangan baja dapat menyalurkan gaya sepenuhnya melalui ikatan, baja harus tertanam di dalam beton hingga kedalaman tertentu yang dinyatakan dengan panjang penyaluran. Jenis percobaan yang dapat menentukan kualitas lekatan elemen tulangan yaitu: 1.
Percobaan Tarik Langsung (Pull – Out Test) Percobaan ini memberikan perbandingan yang baik antara efisien lekatan
berbagai jenis permukaan tulangan dan panjang penanaman. Akan tetapi, hasilnya belum memberikan tegangan lekat sesungguhnya pada struktur.
Universitas Sumatera Utara
2.
Hubungan Slip – Ikatan Lokal Persamaan diferensial terhadap slip, dalam persamaan (2.1) baja penguat
yang dimasukkan pada massa beton seperti yang diperlihatkan pada Gambar 2.2 Dalam potongan batang yang pendek, dx, perubahan dalam pergeseran relatif dari baja terhadap beton, d∆ adalah sama d engan perubahan dalam deformasi δs, dikurangi perubahan dalam deformasi beton, δc. dalam hal ini d∆ = δs -δc .............................................................. (2.1) besaran deformasi
untuk penguatan dan beton, bila kita mengasumsikan
keadaan elastis diberikan oleh persamaan (2.2) dan (2.3) δS= (
σS
) dx ............................................................... (2.2)
ES
σc
δ C =( )dx ................................................................. (2.3) Ec
Steel bar
db
dx x Concrete
(σs+dσs)As
dx
X Δ
Gambar 2.2 Kuat Lekat Baja pada Beton Dimana s dan c adalah baja dan beton. Istilah yang digunakan dalam persamaan (2.1) adalah umum dan berlaku pada tingkat lokal. Dalam prakteknya, nilai δc adalah relatif dan dapat terabaikan terhadap δs karena bagian beton lebih besar dari bagian baja dan tekanan normal beton adalah lebih rendah. Oleh karena itu, persamaan kedua dalam persamaan (2.1) adalah
Universitas Sumatera Utara
diabaikan dan seluruh slip diferensial pada level lokal attributed pada deformasi baja. Persamaan (2.1) direduksi menjadi (2.2): d∆ - δs ...................................................................... (2.4) Substitusikan persamaan 2.2 ke dalam persamaan 2.4 dan kemudian disusun kembali, sehingga diperoleh: d∆ dx
=
σs
Es
.................................................................. (2.5)
Bila kita mendiferensialkan kedua sisi persamaan di atas dengan mengacu kepada dx, maka persamaan berikut akan berlaku: d2 ∆
1
=( )
d2 x
Es
dσx dx
....................................................... (2.6)
Pada sisi lain, tekanan ikatan dan tekanan baja (pada segmen dx) adalah berhubungan dari kondisi keseimbangan yang menyatakan: (σs + dσx) As = σsAs + τxdx x π x db Secara sederhana: dσs dx
= τx �
πdb As
� ...................................................... (2.7)
Bila kita mensubstitusikan persamaan (2.7) ke dalam persamaan (2.6), maka diperoleh persamaan berikut: d2 ∆ d2 x
= τ�s(x)�x �
πdb
A s Es
� ...................................... (2.8)
Dimana ds adalah diameter, As adalah luas penampang, Es adalah modulus Young dari batang penguat dan s(x) adalah slip antara beton dan absiska baja x.
Universitas Sumatera Utara
Persamaan (2.8) diketahui sebagai persamaan diferensial yang mendasar untuk ikatan antara penguatan baja dan beton. Persamaan ini digambarkan dalam bentuk sederhana seperti di atas atau dalam bentuk lain oleh berbagai penulis. Diasumsikan bahwa karakteristik ikatan batang penguat adalah dijelaskan secara analitik oleh hubungan ikatan t = t(s). Dimana σ dalah tegangan geser apa permuakan kontak antara bar dan beton yang slip. 3.
Sifat Keruntuhan Lekatan. Bila digunakan baja polos untuk penulangan, lekat dianggap sebagai suatu
adhesi antara pasta beton dengan permukaan dari baja. Tegangan tarik yang relatif rendah di dalam penulangan bahkan akan timbul slip yang cukup untuk menghilangkan adhesi pada lokasi yang berdekatan langsung dengan retak di dalam beton, sehingga pergeseran relatif antara tulangan dan beton sekelilingnya hanya ditahan oleh gesekan disepanjang daerah slip. Susut juga dapat menimbulkan seretan gesek terhadap batang tulangan, umumnya suatu tulangan polos yang dibentuk dengan cara penggilingan panas, dapat terlepas dari beton karena terbelah diarah memanjang bila terjadi perlawanan gesek yang cukup tinggi, atau dapat terlepas keluar dengan menimbulkan lubang bulat didalam beton. 4.
Variasi Ke Dalam Penjangkaran Tulangan Variasi kedalaman baja tulangan akan mempengaruhi tingkat kelekatan
antara baja dan beton. Benda uji silinder diameter 15 - 30 cm merupakan benda uji beton dimana baja tulangan ditanamkan dapat dilihat pada Tabel 2.1:
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.1 Variasi Jumlah Sampel Variasi kedalaman 16 cm 16 cm
5.
Benda Uji Silinder Ø 15 – 30 cm Ø 15 – 30 cm
Jumlah benda Uji 5 (dengan Flay Ash) 2 (tanpa Flay Ash)
Pengujian Kuat Lekat Tulangan Benda uji ini berbentuk silinder diameter 150 mm dan tinggi 300 mm.
Pengujian dilakukan pada umur 28 hari dengan jumlah benda uji sebanyak 5 buah. Letakkan benda uji (kepala tulangan) pada penarik mesin Pull Out Test, kemudian diberi beban perlahan-lahan sampai pembacaan dial tidak naik lagi, dan catat beban maksimum terjadi. 2.3
Abu Terbang (Fly Ash) Abu terbang adalah debu yang dihasilkan dari sisa pembakaran Pembangkit
Listrik Tenaga Uap (PLTU) berbahan bakar batubara (Sudjatmiko Nugroho, 2003). Sedangkan NSPM KIMPRASWIL dalam SNI 03-6414-2002 (2002:145) memberikan definisi berbeda, yaitu abu terbang adalah limbah hasil pembakaran batu bara pada tungku pembankit listrik tenaga uap yang berbentuk halus, bundar dan bersifat pozolanik (SNI 03-6414-2002 (2002: 145)). Bahan bangunan abu terbang dapat digunakan sebagai bahan baik untuk pembuatan agregat buatan dalam campuran beton, bahan tambahan paving blok, mortar, batako, bahan tambah beton aspal, beton ringan dan sebagainya. Sebagai bahan tambah beton, abu terbang dinilai dapat meningkatkan kualitas beton dalam hal kekuatan, kekedapan air, ketahanan terhadap sulfat dan kemudahan dalam pengerjaan
Universitas Sumatera Utara
(workability) beton (Sofwan Hadi, 2000). Penggunaan abu terbang juga dapat mengurangi penggunaan semen dan sekaligus sebagai bentuk pemanfaatan limbah yang akan membantu menjaga kelestarian lingkungan. Abu terbang sepertinya cukup baik untuk digunakan sebagai bahan ikat karena bahan penyusun utamanya adalah silikon dioksida (SiO 2 ), alumunium (Al 2 O 3 ) dan Ferrum oksida (Fe 2 O 3 ). Oksida-oksida tersebut dapat bereaksi dengan kapur bebas yang dilepaskan semen ketika bereaksi dengan air. Clarence (1966: 24) menjelaskan dengan pemakaian abu terbang sebesar 20-30% terhadap berat semen maka jumlah semen akan berkurang secara signifikan dan dapat menambah kuat tekan beton. Pengurangan jumlah semen akan menurunkan biaya material sehingga efisiensi dapat ditingkatkan. Dalam SNI 03-6863-2002 (2002: 146) spesifikasi abu terbang sebagai bahan tambah untuk campuran beton disebutkan ada 3 jenis abu terbang, yaitu; 1.
Abu terbang jenis N, adalah abu terbang hasil kalsinasi dari pozolan alam, misalnya tanah diatomite, shole, tuft dan batu apung;
2.
Abu terbang jenis F, adalah abu terbang yang dihasilkan dari pembakaran batubara jenis antrasit pada suhu kurang lebih 1560 ºC;
3.
Abu terbang jenis C, adalah abu terbang hasil pembakaran ligmit/ batubara dengan kadar karbon sekitar 60%. Abu terbang jenis ini mempunyai sifat seperti semen dengan kadar kapur di atas 10%.
Abu terbang memiliki sifat pozolan yang terdiri dari unsur-unsur silikat dan atau aluminat yang reaktif. Komposisi kimia masing-masing jenis abu terbang sedikit
Universitas Sumatera Utara
berbeda dengan komposisi kimia semen. Tabel 2.2 menjelaskan komposisi kimia abu terbang dan semen menurut Ratmaya Urip (2002). Tabel 2.2 Komposisi Kimia Berbagai Jenis Abu Terbang dan Semen Portland No. 1 2 3 4 5 6 7
Komposisi Kimia SiO 2 Al 2 O 3 Fe 2 O 3 CaO MgO SO 2 Na 2 O dan K 2 O
Jenis Abu Terbang Jenis F Jenis C Jenis N 51.90 50.90 58.20 25.80 15.70 18.40 6.98 5.80 9.30 8.70 24.30 3.30 1.80 4.60 3.90 0.60 3.30 1.10 0.60 1.30 1.10
Semen 22.60 4.30 2.40 64.40 2.10 2.30 0.60
Sumber: Ratmaya Urip, 2003
Abu terbang merupakan limbah dari pembakaran batubara yang banyak dihasilkan oleh PLTU dan mesin-mesin di pabrik. Abu terbang termasuk bahan pozolan buatan yang memiliki sifat pozolanik. Sifat abu terbang tersebut membuat abu terbang dapat digunakan sebagai bahan pengganti semen dan bahan tambah untuk bangunan yang dapat meningkatkan ketahanan/keawetan beton terhadap ion sulfat dan juga menurunkan panas hidrasi semen. Menurut standar SNI 03-6863-2002 (2002:150) penggunaan abu terbang sebagai bahan tambah beton, baik untuk adukan maupun campuran beton harus memenuhi syarat-syarat seperti Tabel 2.3. Abu terbang memiliki butiran yang cukup halus yaitu lolos saringan no 5-27% dengan spesifikasi grafiti antara 2,5-2,8 berwarna abu-abu kehitaman. Fly Ash yang dipakai dalam penelitian ini diambil dari limbah pembakaran batubara pada PLTU Sijantang Kodya Sawahlunto, hasil pengujian seperti Tabel 2.4
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.3 Susunan Kimia dan Sifat Fisik Abu Terbang No.
Uraian
A
1. Silikon dioksida + alumunium oksida +besi oksida, min 2. Sulfur trioksida, maks 3. Kadar air, maks 4. Hilang Pijar, maks 5. Na2O, maks Sifat Fisik Kehalusan sisa di atas ayakan 4um ,maks Indeks keaktifan pozolan dengan PCI, pada umur minimal 28 hari Air, maks Pengembangan dengan u toc lav e, maks
B
Kelas F (%) 70.00 5.00 3.00 6.00 1.50
Kelas C % 50.00 5.00 3.00 6.00 1.50
34.00
34.00
75.00 105.00 0.80
75.00 105.00 0.80
(Sumber: SNI 03-6863-2002 (2002: 150))
Tabel 2.4 Hasil Uji Fly Ash Sawahlunto Asal Sample Uraian
Satuan EP1
EP3
Hopper
SiO2
%
57.81
55.77
56.11
Al2O3
%
28.64
30.61
29.07
Fe2O3
%
6.69
6.33
6.59
CaO
%
2.38
2.35
2.2
MgO
%
0.13
0.19
0.13
BTL
%
81.95
82.93
78.37
LOI
%
3.91
4.41
10.65
H2O
%
0.19
0.18
0.21
Sisa diatas ayakan 45 µ
%
36.6
4.20
45.6
Sumber PT Semen Padang Indarung
Universitas Sumatera Utara
Komposisi kimia yang telah dilakukan seperti yang disajikan pada tabel di atas menunjukkan bahwa abu terbang tersebut masuk kelas C, karena kandungan oksida silica, almunium dan besi lebih dari 50 %. Hasil penelitian yang telah dilakukan persentase abu terbang terhadap berat semen dilampirkan antara lain pengaruh penggunaan abu terbang (Fly Ash) terhadap kuat tekan oleh Andoyo 2006. Dari Gambar 2.3 terlihat bahwa kuat tekan mortar mengalami kenaikan karena penambahan abu terbang pada persentase 10%, 20%, 30% dan setelah itu mengalami penurunan kembali pada persentase 40% tapi kuat tekannya tetap lebih tinggi jika dibandingkan dengan mortar yang tanpa abu terbang. Hal ini sesuai dengan pendapat Ratmaya Urip (2002) yang mensyaratkan penggunaan abu terbang sebagai bahan bangunan yang paling baik adalah 20%-30%. 70 65
Y=400.43X2 + 102.81 X + 45.410
60
R2 = 0.8028
55 50 Kuat tekan (kg/cm2 )
45 40 35 30 25 20 0%
40% 20% 10% 30% Persentase abu terbang thp berat semen (%)
50%
Universitas Sumatera Utara
Sumber: Hasil Analisis
Gambar 2.3 Proyeksi Kuat Tekan Karaktreristik Mortal Umur 28 Hari Kenaikan kuat tekan mortar pada penambahan abu terbang terjadi karena secara kimiawi abu terbang bersifat hidrolik yang bereaksi mengikat kapur bebas atau kalsium hidroksida yang dilepaskan semen saat proses hidrasi. Reaksi kimia yang terjadi tersebut membuat kapur bebas yang semula adalah mortar mengeras bersama air dan abu terbang yang akhirnya mempengaruhi kekuatan tekan mortar. Kadar kalsium hidroksida akibat proses hidrasi yang berkurang karena adanya pengikatan yang terjadi dengan abu terbang menyebabkan porositas dan permeabilitas berkurang sehingga membuat mortar menjadi lebih padat dan lebih kuat. Abu terbang yang butirannya lebih halus dari semen dalam mortar secara mekanik juga akan mempengaruhi kuat tekan mortar karena akan mengisi pori-pori yang ada dalam mortar sehingga menambah kekedapan dan memudahkan pengerjaan, hal ini sesuai dengan pendapat Sofwan Hadi (2000) yang menyatakan bahwa abu terbang dapat menambah workability dan kualitas mortar dalam hal kekuatan dan kekedapan air. Kuat tekan mortar yang paling optimal didapatkan pada persentase 20%. Dalam penelitian ini adalah sebaliknya Fly Ash berfungsi sebagai pengganti semen jadi berat semen akan berkurang. 2.4
Tegangan Lekat Kuat lekat adalah kemampuan baja tulangan dan beton yang menyelimutinya
dalam menahan gaya-gaya dari luar ataupun faktor lain yang dapat menyebabkan
Universitas Sumatera Utara
lepasnya lekatan antara baja tulangan dan beton (Winter, 1993). Menurut Nawy (1986), kuat lekatan antara baja tulangan dan beton yang bergantung pada faktorfaktor utama sebagai berikut: 1.
Adhesi antara elemen beton dan bahan penguatnya (tulangan baja);
2.
Sebagai akibat dari susut pengeringan beton disekeliling tulangan, dan saling geser antara tulangan dengan beton di sekelilingnya;
3.
Tahanan gesek (friksi) terhadap gelincir dan saling mengunci pada saat elemen penguat atau tulangan mengalami tarik;
4.
Efek kualitas beton dan kekuatan tarik dan tekannya;
5.
Efek mekanis penjangkaran ujung tulangan;
6.
Diameter dan bentuk tulangan.
Kuat lekat antara baja tulangan dengan beton merupakan susunan yang khas dan kompleks dari adhesi, tahanan geser, dan aksi penguncian mekanis dari perubahan permukaan baja tulangan. Ini mempunyai pengaruh penting pada keretakan dan perubahan bentuk bahan struktur bertulang. Kekuatan lekatan tergantung pada besarnya perikatan baja tulangan di dalam beton. Kuat lekat yang rendah dapat menimbulkan slip sehingga adhesi hilang. Maka pergeseran antara tulangan dengan beton sekelilingnya hanya ditahan oleh gesekan disepanjang daerah slip. Menurut Kemp (1986), distribusi tegangan lekat sepanjang tulangan ulir lebih rumit dan kompleks. Tegangan lekat antara batang tulangan dan beton akan terjadi pada dua tonjolan. Baja ulir dapat meningkatkan kapasitas lekatan karena penguncian
Universitas Sumatera Utara
dua ulir dan beton di sekelilingnya. Gaya tarik yang ditahan oleh tulangan dipindahkan ke beton melalui tonjolan. 2.5
Panjang Penyaluran Panjang penyaluran adalah panjang penanaman yang diperlukan untuk
mengembangkan tegangan baja hingga mencapai tegangan luluh, merupakan fungsi dari tegangan leleh, diameter dan tegangan lekat baja tulangan. Panjang penyaluran menentukan tahanan terhadap tergelincirnya tulangan. Dasar utama teori panjang penyaluran adalah dengan memperhitungkan suatu baja tulangan yang ditanam di dalam masa beton. Agar batang dapat menyalurkan gaya sepenuhnya melalui ikatan, harus tertanam di dalam beton hingga suatu kedalaman tertentu yang dinyatakan dengan panjang penyaluran. Sebuah gaya tarik P bekerja pada baja tulangan tersebut. Gaya ini ditahan oleh lekatan antara beton sekeliling dengan baja tulangan. Bila tegangan lekat ini bekerja merata pada seluruh bagian batang yang tertanam, total gaya angker (gaya yang harus dilawan sebelum batang tersebut keluar dari beton) akan sama dengan panjang bagian yang tertanam dikalikan keliling baja tulangan kali tegangan lekat. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 2.4.
Gambar 2.4 Panjang Penyaluran Baja Tulangan
Universitas Sumatera Utara
Gaya maksimum yang dapat dilawan oleh batang itu sendiri sama dengan luas penampang batang dikalikan dengan kekuatan tarik baja. Agar terjadi keseimbangan antara gaya, maka kedua gaya ini harus sama besar. Untuk menjamin lekatan antara baja tulangan dan beton tidak mengalami kegagalan, diperlukan adanya syarat panjang penyaluran. Ld . π . d . fb = P ..................................................... (2.9)
Dimana nilai P = A . fy maka didapat persamaan: Ld . π . d . fb = A . fy ............................................ (2.10) d2 4 d2 Ldπdfb ≈ π fy .................................................... (2.11) 4 Dari persamaan 2.11 diperoleh panjang penyaluran : Dengan luas penampang tulangan adalah:
A≈π
Ld = π
fy d . .......................................................... (2.12) 4 fb
fb ≈ π
fy d .. ....................................................... (2.13) 4 Ld
Dan nilai tegangan lekat:
Dimana : P
=
Gaya tarik keluar.
A
=
Luas penampang baja tulangan.
fy =
Tegangan baja leleh.
d
Diameter baja tulangan.
=
Ld =
panjang penyaluran.
fb =
kuat lekat/tegangan lekat.
Universitas Sumatera Utara
Menurut SKSNI T-15-1991-03 pasal 3.5.2 menentukan bahwa panjang penyaluran Ld untuk batang tulanga baja tarik deformasian dan tulangan rangkai las adalah sebagai berikut: Ld = Ldb x faktor modifikasi ................................ (2.14) dimana: Ld = panjang penyaluran Ldb = panjang penyaluran dasar
1.
Panjang penyaluran dasar: a.
2.
Batang D-36 dan lebih kecil
: 0.02 Ab f y /
Tetapi tidak kurang dari
:
0,06 db fy
b.
Batang D-45
:
25 f y /
f c'
c.
Batang D-55
:
40 f y /
f c'
d.
Kawat berulir
:
3 / 8.db. f y /
f c'
f c'
Faktor modifikasi diambil: a.
Tulangan atas
:
1,4
b.
Tulangan dengan fy > 400 MPa
:
2-(400/fy)
c.
Beton ringan dengan spesifikasi beton tahan sulfat :
f c' (1,8 f cd )
d.
Beton ringan tanpa menentukan kekuatan tarik
3.
Beton ringan berpasir
:
1,18
4.
Beton ringan total
:
1,33
5.
Penulangan mendatar spasi pkp 150 mm,
Universitas Sumatera Utara
Jarak bersih antara tulangan < 70 mm 6.
:
0,80
:
0,75
Tulangan dalam lilitan spiral diameter > 5mm Dan jarak lilitan < 100 mm
Panjang penyaluran Ld tidak boleh kurang dari 300 mm. f’c = Satuan dalam MPa. fy = Satuan dalam MPa. db = Satuan dalam mm. Ab = Satuan dalam mm2 fct = Satuan dalam MPa. Panjang penyaluran Ld yang didapat dalam satuan milimeter (mm). 2.6
Distribusi Tegangan Lekat pada Pengujian Lolos Tarik Tegangan lekat yang diijinkan sebagian besar ditetapkan dari pengujian lolos
tarik (pull-out test). Sesar batang relatif terhadap beton diukur pada ujung yang dibebani dan ujung bebas. Pada beban relatif kecil, sesar mula-mula terjadi pada daerah sekitar ujung yang dibebani. Makin besar gaya tarik yang dikerjakan, sesar pada ujung dibebani makin bertambah besar. Apabila sesar telah mencapai ujung bebas, maka perlawanan maksimum hampir tercapai. Perlawanan rata-rata selalu dihitung seakan-akan merata sepanjang penyaluran (Ferguson, 1980). Adapun tegangan lekat kritis didefinisikan sebagai nilai terkecil dari tegangan lekat yang menghasilkan sesar sebesar 0,05 mm pada ujung bebas atau 0,25 mm pada ujung yang dibebani (Park dan Paulay, 1975).
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.5 Sesar Antara Baja Tulangan dan Beton Dari Gambar 2.5 dapat dirumuskan bahwa sesar ∆c) (yang terjadi setelah pembeban adalah: ∆C = ∆ - ∆S ........................................................... (2.15) Dimana: ∆C = sesar yang terjadi ∆
= pertambahan panjang total
∆S = pertambahan panjang baja Pertambahan panjang baja dicari dengan persamaan: P.Lo . ......................................................... (2.16) A.E Dimana: ∆L = Pertambahan panjang baja ∆s =
P
= Beban
Lo = Panjang mula-mula baja E
= Modulus young
A
= Luas penampang baja
Universitas Sumatera Utara
BAGAN ALIR METODOLOGI Mulai Pengumpulan data
Pemilihan bahan dasar
Pengujian material bahan campuran beton tidak
MIX DESIGN ya Benda uji untuk tulangan polos panjang penyaluran kedalaman 16 cm tanpa fly ash
Benda uji untuk tulangan polos panjang penyaluran kedalaman 16 cm dengan beton fly ash
Perawatan Beton dengan cara perendaman pengujian kuat lekat beton pada umur 28 hari Pengujian Pull Out Test Ekperimen
Numerik dengan program Ansys Pengolahan data
Evaluasi dan analisa hasil
Kesimpulan dan saran
Selesai
Gambar 2.6 Bagan Alir Metodologi
Universitas Sumatera Utara