BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Udara
2.1.1 Pengertian Udara Berdasarkan teori Kristanto (2002), udara dapat diartikan sebagai suatu campuran gas yang terdapat pada lapisan yang mengelilingi bumi. Komposisi gas tersebut tidak selalu konstan. Komponen yang konsentrasinya paling bervariasi adalah air dalam bentuk uap (H2O) dan karbon dioksida (CO2). Jumlah uap air yang terdapat di udara bervariasi tergantung dari cuaca dan suhu. Menurut Wardhana (2004), udara merupakan campuran beberapa macam gas yang perbandingannya tidak tetap, tergantung pada keadaan suhu udara, tekanan udara dan lingkungan sekitarnya. Udara adalah atmosfer yang berada di sekeliling bumi yang fungsinya sangat penting bagi kehidupan di dunia ini. Dalam udara terdapat oksigen (O2) untuk bernapas, karbon dioksida untuk proses fotosintesis oleh klorofil daun dan ozon (O3) untuk menahan sinar ultraviolet. Udara merupakan zat yang paling penting setelah air dalam memberikan kehidupan di permukaan bumi. Selain memberikan oksigen, udara juga berfungsi sebagai alat penghantar suara dan bunyi-bunyian, pendingin benda-benda yang panas, dan dapat menjadi media penyebaran penyakit pada manusia. Udara merupakan campuran mekanis dari bermacam-macam gas. Komposisi normal udara terdiri atas gas nitrogen 78,1%, oksigen 20,93%, dan karbon dioksida 0,03%, sementara selebihnya merupakan gas argon, neon, kripton, xenon, dan helium. Udara juga 23
Universitas Sumatera Utara
mengandung uap air, debu, bakteri, spora, dan sisa tumbuh-tumbuhan (Chandra, 2007). 2.2
Pencemaran Udara
2.2.1 Pengertian Pencemaran Udara Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999, pencemaran udara adalah masuknya atau dimasukkannya zat energi dari komponen lain ke dalam udara oleh kegiatan manusia, sehingga mutu udara turun sampai tingkat tertentu yang menyebabkan udara ambientidak dapat memenuhi fungsinya. Berdasarkan teori Wardhana (2004), pencemaran udara dapat diartikan sebagai adanya bahan-bahan atau zat-zat asing di dalam udara yang menyebabkan perubahan susunan (komposisi) udara dari keadaan normalnya. Kehadiran bahan atau zat asing di udara dalam jumlah tertentu serta berada di udara dalam waktu yang cukup lama, akan dapat mengganggu kehidupan manusia, hewan, dan binatang. 2.2.2 Penyebab Pencemaran Udara Menurut teori Wardhana ( 2004), secara umum penyebab pencemaran udara ada 2 macam, yaitu: a. Karena faktor internal (secara alamiah), contoh: 1. Debu yang beterbangan akibat tiupan angin 2. Abu (debu) yang dikeluarkan dari letusan gunung berapi yang disertai dengan gas-gas vulkanik 3. Proses pembusukan sampah organik b. Karena faktor eksternal (karena ulah manusia), contoh: 1. Hasil pembakaran bahan bakar fosil 24
Universitas Sumatera Utara
2. Debu/serbuk dari kegiatan industri 3. Pemakaian zat-zat kimia yang disemprotkan ke udara 2.2.3 Klasifikasi Bahan Pencemar Udara Menurut teori Mukono (2008), bahan pencemar udara (polutan) dapat dibagimenjadi dua bagian, yaitu: 1. Polutan Primer Polutan primer adalah polutan yang dikeluarkan langsung dari sumber tertentu, dapat berupa: a. Polutan gas, terdiri dari: 1. Senyawa karbon, yaitu hidrokarbon, hidrokarbon teroksigenasi, dan karbon dioksida (CO2). 2. Senyawa sulfur, yaitu sulfur oksida. 3. Senyawa nitrogen, yaitu nitrogen oksida dan amoniak. 4. Senyawa halogen, yaitu fluor, klorin, hidrogen klorida, hidrokarbon terklorinasi, dan bromin. Penyebab terjadinya pencemaran lingkungan di atmosfer biasanya berasal dari sumber keadaan bermotor dan atau industri. Bahan pencemar yang dikeluarkan antara lain adalah gas NO2, SO2, SO3, ozon, CO, HC, dan partikel debu. Gas NO2, SO2, HC, dan CO dapat dihasilkan oleh pembakaran dari mesin yang menggunakan bahan bakar yang berasal dari bahan fosil. b. Partikel Partikel dalam atmosfer mempunyai karakteristik yang spesifik, dapat berupa zat padat maupun suspensi aerosol cair di atmosfer. Bahan partikel tersebut 25
Universitas Sumatera Utara
dapat berasal dariproses kondensasi, proses dispersi (misalnya proses menyemprot/spraying) maupun proses erosi bahan tertentu. Asap (smoke) seringkali dipakai untuk menujukkan campuran bahan partikulat (particulate matter), uap (fumes), gas, dan kabut (mist). Adapun yang dimaksud dengan: 1. Asap, adalah partikel karbon yang sangat halus (sering disebut sebagai jelaga) dan merupakan hasil dari pembakaran yang tidak sempurna. 2. Debu, adalah partikel padat yang dapat dihasilkan oleh manusia atau alam dan merupakan hasil dari proses pemecahan suatu bahan. 3. Uap, adalah partikel padat yang merupakan hasil dari proses sublimasi, distilasi atau reaksi kimia. 4. Kabut, adalah partikel cair dari reaksi kimia dan kondensasi uap air. Berdasarkan ukuran, secara garis besar partikel dapat berupa: a. Partikel debu kasar (coarse particlel), jika diameternya >10 mikron. b. Partikel debu, uap, dan asap, jika diameternya antara 1-10 mikron. c. Aerosol, jika diameternya <1 mikron. 2. Polutan Sekunder Polutan sekunder biasanya terjadi karena reaksi dari dua atau lebih bahan kimia di udara, misalnya reaksi fotokimia. Sebagai contoh adalah disosiasi NO2 yang menghasilkan NO dan O radikal. Proses kecepatan dan arah reaksinya dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain: a. Konsentrasi relatif dari bahan reaktan b. Derajat fotoaktivasi 26
Universitas Sumatera Utara
c. Kondisi iklim d. Topografi lokal dan adanya embun Polutan sekunder ini mempunyai sifat fisik dan sifat kimia yang tidak stabil. Termasuk dalam polutan sekunder ini adalah ozon, Peroxy Acyl Nitrat (PAN), dan formaldehid. 2.2.4 Sumber Pencemaran Udara Berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Chandra (2007), sumber-sumber pencemaran udara dapat dibagi dalam dua kelompok besar, yaitu: a. Sumber pencemaran alamiah, yang berasal dari proses atau kegiatan alam. Contoh: kebakaran hutan, kegiatan gunung berapi, dan sebagainya. b. Sumber pencemaran buatan, yang diakibatkan oleh kegiatan manusia. Contoh: 1. Sisa pembakaran bahan bakar minyak oleh kendaraan bermotor berupa gas CO, CO2, NO, karbon, hidrokarbon, aldehide, dan Pb. 2. Limbah industri kimia: metalurgi, tambang, pupuk, dan minyak bumi. 3. Sisa pembakaran dari gas alam, batubara, dan minyak, seperti asap, debu, dan sulfurdioksida. 4. Lain-lain, seperti pembakaran sisa pertanian, hutan, sampah, dan limbah reaktor nuklir. 2.2.5 Jenis-jenis Pencemar Udara Menurut
teori
Kristanto
(2002),
berdasarkan
asal
dan
kelanjutan
perkembangannya di udara, pencemar udara dapat dibedakan menjadi: a. Pencemar Udara Primer
27
Universitas Sumatera Utara
Pencemar udara primer yaitu semua pencemar di udara yang ada dalam bentuk yang hampir tidak berubah, sama seperti pada saat dibebaskan dari sumbernya sebagai hasil dari suatu proses tertentu. Pencemar udara primer, yang mencakup 90% dari jumlah pencemar seluruhnya, umumnya berasal dari
sumber-sumber yang
diakibatkan oleh aktivitas manusia, seperti dari industri (cerobong asap industri) dimana dalam industri tersebut terdapat proses pembakaran yang menggunakan bahan bakar minyak/batu bara, proses peleburan/pemurnian logam, dan juga dihasilkan dari sektor transportasi (mobil, bus, sepeda motor, dan lainnya). Dari seluruh pencemar tersebut, sumber pencemar yang utama berasal dari sektor transportasi, yang memberikan andil sebesar 60% dari pencemaran udara total. Pencemar udara primer dapat digolongkan menjadi lima kelompokberikut: 1. Karbon Monoksida (CO) 2. Nitrogen Oksida (NO) 3. Hidrokarbon (HC) 4. Sulfur Oksida (SOx) 5. Partikel b. Pencemar Udara Sekunder Pencemar udara sekunder adalah semua pencemar di udara yang sudah berubah karena reaksi tertentu antara dua atau lebih kontaminan/polutan. Umumnya polutan sekunder tersebut merupakan hasil reaksi antara polutan primer dengan polutan lain yang ada di udara. Reaksi-reaksi yang menimbulkan polutan sekunder diantaranya adalah reaksi fotokimia dan reaksi oksida katalis. Pencemar sekunder yang terjadi melalui reaksi fotokimia, misalnya oleh pembentukan ozon, yang terjadi antara 28
Universitas Sumatera Utara
molekul-molekul hidrokarbon yang ada di udara dengan NOx melalui pengaruh sinar ultraviolet dari matahari. Sebaliknya, pencemar sekunder yang terjadi melalui reaksireaksi oksida katalis diwakili oleh polutan-polutan berbentuk oksida gas yang terjadi di udara karena adanya partikel-partikel logam di udara yang berfungsi sebagai katalisator. 2.2.6 Faktor-faktor yang Memengaruhi Pencemaran Udara Berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Chandra (2007), pencemaran udara dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu faktor meteorologi dan iklim serta faktor topografi. 1. Faktor Meteorologi dan Iklim a. Temperatur Pergerakan mendadak lapisan udara dingin ke suatu kawasan industri dapat menimbulkan temperatur inversi. Dengan kata lain, udara dingin akan terperangkap dan tidak dapat keluar dari kawasan tersebut dan cenderung menahan polutan tetap berada di lapisan permukaan bumi sehingga konsentrasi polutan di kawasan tersebut semakin lama semakin tinggi. Dalam keadaan tersebut, di permukaan bumi dapat dikatakan tidak terdapat pertukaran udara sama sekali. Karena kondisi itu dapat berlangsung beberapa hari atau beberapa minggu, udara yang berada dekat permukaan bumi akan penuh dengan polutan dan dapat menimbulkan keadaan yang sangat kritis bagi kesehatan. Contoh, Kota Tokyo pada tahun 1970 diselimuti oleh kabut tebal penuh dengan polutan sampai beberapa minggu sehingga lebih dari 8000 penduduknya menderita infeksi saluran pernapasan atas, sakit mata, dan lain-lain. 29
Universitas Sumatera Utara
b. Arah dan Kecepatan Angin Kecepatan angin yang kuat akan membawa polutan terbang kemana-mana dan dapat mencemari udara negara lain. Kondisi semacam ini pernah dialami oleh negara-negara di daratan Eropa. Contoh lainnya adalah kebakaran hutan di Indonesia yang menyebabkan kabut asap di Negara Malaysia dan Singapura. Sebaliknya, apabila kecepatan angin lemah, polutan akan menumpuk di tempat dan dapat mencemari udara tempat pemukiman yang terdapat di sekitar lokasi pencemaran tersebut. c. Hujan Air hujan, sebagai pelarut umum, cenderung melarutkan bahan polutan yang terdapat dalam udara. Kawasan industri yang menggunakan batu bara sebagai sumber energinya berpotensi menjadi sumber pencemar udara di sekitarnya. Pembakaran batu bara akan menghasilkan gas sulfur dioksida dan apabila gas tersebut bercampur dengan air hujan akan terbentuk asam sulfat sehingga air hujan menjadi asam, biasa disebut hujan asam (acid rain). 2. Faktor Topografi Variabel-variabel yang termasuk dalam faktor topografi antara lain: a. Dataran Rendah Di daerah dataran rendah, angin cenderung membawa polutan terbang jauh ke seluruh penjuru dan dapat melewati batas negara dan mencemari udara negara lain. b. Pegunungan
30
Universitas Sumatera Utara
Di daerah dataran tinggi sering terjadi temperatur inversi dan udara dingin yang terperangkap akan menahan polutan tetap di lapisan permukaan bumi. c. Lembah Di daerah lembah, aliran angin sedikit sekali dan tidak bertiup ke segala penjuru. Keadaan ini cenderung menahan polutan yang terdapat di permukaan bumi, contohnya kasus lembah silicon (USA). 2.2.7 Efek Bahan Pencemar Udara Menurut teori yang dikemukakan oleh Mukono (2008), efek bahan pencemar udara terbagi atas: 1. Efek terhadap Kondisi Fisik Atmosfer Efek negatif bahan pencemar udara terhadap kondisi fisik atmosfer antara lain: a. Gangguan jarak pandang (visibility) b. Memberikan warna tertentu pada atmosfer c. Memengaruhi struktur dari awan d. Memengaruhi keasaman air hujan e. Mempercepat pemanasan atmosfer 2. Efek terhadap Faktor Ekonomi Efek negatif bahan pencemar udara terhadap faktor yang berhubungan dengan ekonomi, antara lain: a. Meningkatnya biaya rehabilitasi karena rusaknya bahan (keropos). b. Meningkatnya biaya pemeliharaan (pelapisan, pengecatan). c. Kerugian akibat kontaminasi bahan pencemar udara pada makanan/minuman oleh bahan beracun (kontaminasi oleh dioksin). 31
Universitas Sumatera Utara
d. Meningkatnya biaya perawatan/pengobatan penyakit yang disebabkan oleh pencemaran udara. 3. Efek terhadap Vegetasi Efek negatif bahan pencemar udara terhadap kehidupan vegetasi antara lain: a. Perubahan morfologi, pigmen, dan kerusakan fisiologi sel tumbuhan terutama pada daun. b. Memengaruhi pertumbuhan vegetasi. c. Memengaruhi proses reproduksi tanaman. d. Memengaruhi komposisi komunitas tanaman. e. Terjadi akumulasi bahan pencemar pada vegetasi tertentu (misalnya lumut kerak) dan memengaruhi kehidupan serta morfologi vegetasi tersebut. 4. Efek terhadap Kehidupan Binatang Efek terhadap kehidupan binatang, baik binatang peliharaan maupun binatang liar, dapat terjadi karena adanya proses bioakumulasi dan keracunan bahan berbahaya. Sebagai contoh adalah terjadinya migrasi burung karena udara ambien terpapar oleh gas SO2. 5. Efek Estetik Efek estetik yang diakibatkan adanya bahan pencemar udara yaitu timbulnya bau dan adanya lapisan debu pada bahan yang mengakibatkan perubahan warna permukaan bahan dan mudahnya terjadi kerusakan bahan tersebut. 6. Efek terhadap Kesehatan Manusia pada Umumnya Baik gas maupun partikel yang berada di atmosfer dapat menyebabkan kelainan pada tubuh manusia. 32
Universitas Sumatera Utara
Secara umum, efek pencemaran udara terhadap individu atau masyarakat dapat berupa: a. Sakit, baik yang akut maupun kronis. b. Penyakit yang tersembunyi, yang dapat memperpendek umur, menghambat pertumbuhan dan perkembangan. c. Mengganggu fungsi fisiologis dari: paru-paru, saraf, transpor oksigen oleh hemoglobin, dan kemampuan sensorik. d. Kemunduran penampilan, misalnya pada: aktivitas atlet, aktivitas motorik, dan aktivitas belajar. e. Iritasi sensorik f. Penimbunan bahan berbahaya dalam tubuh g. Rasa tidak nyaman (bau) 7. Efek terhadap Saluran Pernapasan Secara umum, efek pencemaran udara terhadap saluran pernapasan antara lain: a. Iritasi pada saluran pernapasan yang dapat menyebabkan pergerakan silia menjadi lambat, bahkan dapat terhenti, sehingga tidak dapat membersihkan saluran pernapasan. b. Peningkatan produksi lendir, akibat iritasi oleh bahan pencemar. c. Produksi lendir dapat menyebabkan penyempitan saluran pernapasan. d. Rusaknya sel pembunuh bakteri di saluran pernapasan. e. Pembengkakan saluran pernapasan dan merangsang pertumbuhan sel, sehingga saluran pernapasan menjadi menyempit. f. Lepasnya silia dan lapisan sel selaput lendir. 33
Universitas Sumatera Utara
g. Akibat dari semua hal tersebut di atas, akan menyebabkan terjadinya kesulitan bernapas, sehingga benda asing termasuk bakteri/mikroorganisme lain tidak dapat dikeluarkan dari saluran pernapasan dan hal ini akan memudahkan terjadinya infeksi saluran pernapasan. 2.2.8 Pencegahan Pencemaran Udara Menurut teori yang dikemukakan oleh Chandra (2007), upaya pencegahan pencemaran udara di Indonesia, berdasarkan periode waktunya, terbagi menjadi dua, yaitu: 1. Jangka Pendek Kegiatan-kegiatan jangka pendek di Indonesia untuk mencegah terjadinya pencemaran udara, antara lain: a. Sosialisasi melalui melalui media cetak dan elektronik berkaitan dengan bahaya pencemaran udara bagi kelangsungan hidup manusia dan perubahan ekosistem pada alam semesta. b. Relokasi kawasan industri yang berada di tengah kota ke daerah pinggiran kota dan pengembangan suatu daerah hijau (green belt) yang mengitari kawasan industri yang akan dibangun. c. Penyelenggaraan analisis dampak lingkungan secara rutin di pabrik-pabrik yang berada di tengah kota atau di dekat lokasi pemukiman penduduk. d. Penyelenggaraan uji emisi gas buangan dari kendaraan bermotor secara berkala dan pembentukan sistem pemantauan pencemaran udara di setiap sudut kota.
34
Universitas Sumatera Utara
e. Perbaikan sarana transportasi darat terutama armada angkutan kota agar lebih manusiawi (aman, nyaman, dan murah) sehingga dapat mengurangi penggunaan kendaraan pribadi. f. Penerapan program 3 in 1 pada kendaraan pribadi selama jam-jam sibuk, terutama di jalan-jalan protokol di pusat kota. g. Pengawasan dan pelarangan pembakaran hutan terutama saat musim kemarau yang pada kenyataannya terjadi hampir setiap tahun. 2. Jangka Panjang Upaya jangka panjang di Indonesia untuk mencegah terjadinya pencemaran udara, antara lain: a. Perencanaan tata ruang kota yang mengacu pada wawasan kesehatan lingkungan. b. Mengganti bahan bakar untuk industri dan kendaraan bermotor dengan bahan bakar yang ramah lingkungan, misalnya, bahan bakar gas dan biosolar yang berasal dari minyak kelapa sawit. c. Membangun sarana transportasi perkotaan dengan mempergunakan kereta api bawah tanah (subway station). d. Melakukan penghijauan atau membuat taman di setiap sudut kota. e. Mempersiapkan suatu undang-undang tentang kesehatan lingkungan untuk menjamin terpeliharanya kualitas lingkungan.
35
Universitas Sumatera Utara
2.3
Nitrogen Dioksida (NO2)
2.3.1 Sumber Nitrogen Dioksida Menurut Kristanto (2002), nitrogen oksida (NOx) adalah kelompok gas yang terdapat di atmosfer, terdiri dari gas nitrit oksida (NO) dan nitrogen dioksida (NO2). Walaupun bentuk nitrogen oksida lainnya ada, tetapi kedua gas ini yang paling banyak dijumpai sebagai polutan udara. NO merupakan gas yang tidak berwarna dan tidak berbau, sedangkan NO2 mempunyai warna cokelat kemerahan dan berbau tajam. Oksida yang lebih rendah, yaitu NO, terdapat di atmosfer dalam jumlah lebih besar daripada NO2. Pembentukan NO dan NO2 mencakup reaksi antara nitrogen dan oksigen di udara sehingga membentuk NO, kemudian reaksi selanjutnya antara NO dengan lebih banyak oksigen membentuk NO2, melalui reaksi berikut: N2 + O2 2 NO + O2
2 NO 2 NO2
(Kristanto, 2002) Udara mengandung sekitar 80% volume nitrogen dan 20% volume oksigen. Pada suhu kamar kedua gas ini hanya mempunyai sedikit kecenderungan untuk bereaksi satu sama lain. Pada suhu yang lebih tinggi (di atas 1210º C) keduanya dapat bereaksi membentuk nitrogen oksida dalam jumlah yang tinggi sehingga menyebabkan pencemaran udara. Dalam suatu proses pembakaran, suhu yang digunakan berkisar 1210-1765º C. Dengan adanya udara, reaksi ini merupakan hasil samping dari proses pembakaran (Kristanto, 2002).
36
Universitas Sumatera Utara
Jumlah NO yang terdapat di udara dalam keadaan ekuilibrium dipengaruhi oleh: suhu pembakaran, selang waktu gas hasil pembakaran terdapat pada suhu tersebut, jumlah kelebihan oksigen yang tersedia (Kristanto, 2002). Semakin tinggi suhu pembakaran, semakin tinggi pula konsentrasi NO pada keadaan ekuilibrium. Pembentukan NO terjadi hanya pada suhu tinggi. Oleh karena itu NO di dalam campuran ekuilibrium pada suhu tinggi akan terdesosiasi kembali menjadi N2 dan O2 jika suhu campuran diturunkan perlahan-lahan untuk memberikan cukup waku bagi NO untuk terdesosiasi. Akan tetapi jika campuran ekuilibrium tersebut didinginkan secara mendadak, maka akan banyak NO yang masih terdapat pada campuran bersuhu rendah tersebut. Pendinginan cepat pada umumnya sering terjadi pada proses pembakaran (Kristanto, 2002). Dari seluruh jumlah NO yang dibebaskan ke atmosfir, jumlah terbanyak adalah dalam bentuk NO yang diproduksi oleh aktivitas bakteri. Akan tetapi pencemaran NO dari sumber alami ini tidak menjadi masalah karena tersebar secara merata sehingga jumlahnya menjadi kecil. Masalah akan terjadi apabila pencemaran NO yang diproduksi akibat aktivitas manusia karena jumlahnya yang meningkat hanya pada daerah-daerah tertentu(Kristanto, 2002). Menurut Kristanto (2002), konsentrasi NOx di udara pada daerah perkotaan biasanya 10-100 kali lebih tinggi daripada udara di daerah pedesaan. Konsentrasi NOx di udara di daerah perkotaan dapat mencapai 0,5 ppm. Sama halnya dengan CO, emisi NO dipengaruhi oleh kepadatan penduduk, karena sumber utama NOx yang diproduksi manusia adalah dari pembakaran, dan kebanyakan pembakaran disebabkan oleh kendaraan bermotor, produksi dan konsumsi energi serta 37
Universitas Sumatera Utara
pembuangan sampah. Sebagian besar emisi NOx yang dibuat manusia berasal dari pembakaran arang, minyak, gas alam dan bensin. Berbagai pengaruh yang timbul karena pencemaran NOx bukan disebabkan oleh oksida tersebut, melainkan karena peranannya dalam pembentukan oksidan fotokimia yang merupakan komponen berbahaya di dalam asap. Produksi oksidan tersebut terjadi jika terdapat polutan-polutan lain yang mengakibatkan reaksi-reaksi yang melibatkan NO dan NO2. Reaksi-reaksi tersebut disebut dengan siklus fotolitik NO2 dan merupakan akibat langsung dari interaksi antara sinar matahari dengan NO2 (Kristanto, 2002). Pencemaran gas NOx di udara terutama berasal dari gas buangan hasil pembakaran yang keluar dari generator pembangkit listrik stasioner atau mesin-mesin yang menggunakan bahan bakar gas alam (Wardhana, 2004). Berdasarkan kecepatan emisi NO dapat diketahui bahwa waktu tinggal rata-rata NO2 di atmosfer kira-kira 3 hari, sedangkan waktu tinggal NO rata-rata 4 hari. Dari waktu tinggal ini dapat diketahui bahwa proses-proses alami, termasuk reaksi fotokimia, mengakibatkan hilangnya NO tersebut. Produk akhir dari pencemaran NOx dapat berupa asam nitrat yang kemudian diendapkan sebagai garam-garam nitrat di dalam air hujan atau debu (Kristanto, 2002).
38
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.1 Sumber Pencemaran NOx di Udara Sumber Pencemaran Transportasi: - Mobil bensin - Mobil diesel - Kereta api - Kapal laut - Sepeda motor, dan lain-lain Pembakaran stasioner: - Batu bara - Minyak - Gas alam (termasuk LPG dan kerosin) - Kayu - Proses industri - Pembuangan limbah padat Lain-lain: - Kebakaran hutan - Pembakaran batu bara sisa - Pembakaran limbah pertanian
% bagian
% total
32,0 2,9 1,9 1,0 1,5
39,3
19,4 4,8 23,3
52,4
1,0 1,0 2,9 5,8 8,3
15,6
1,5
Sumber: Wardhana(2004) Menurut teori yang dikemukakan oleh Kristanto (2002), faktor-faktor yang memengaruhi pembentukan NOx dalam bentuk NO, yaitu: 1. Suhu pembakaran Suhu pembakaran yang lebih tinggi menghasilkan lebih banyak NOx. 2. Adanya faktor kelebihan udara Rasio udara-bahan bakar yang lebih tinggi akan menghasilkan NOx lebih sedikit, tetapi kelebihan udara pada konsentrasi tertentu akan mengencerkan gas-gas
39
Universitas Sumatera Utara
pembakaran sehingga menghasilkan suhu pembakaran yang lebih rendah, dan akibatnya akan terjadi penurunan konsentrasi NOx. 3. Waktu tinggal reaktan-reaktan pada suhu pembakaran tersebut. 2.3.2 Baku Mutu Udara Ambien untuk NO2 Baku mutu udara ambien untuk NO2adalah ukuran bataskadar NO2 yang terdapat dalam udara ambien. Tabel 2.2 Baku Mutu NO2 No Parameter 1.
NO2 (Nitrogen Dioksida)
Waktu Pengukuran 1 Jam 24 Jam 1 Tahun
Baku Mutu 400 ug/Nm3 150ug/Nm3 100 ug/Nm3
Metode Analisis Saltzman
Peralatan Spektrofotometer
Sumber: Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Pengendalian Pencemaran Udara. 2.4
Anatomi dan Fisiologi Saluran Pernapasan
2.4.1 Anatomi Saluran Pernapasan Saluran pernapasan dari hidung sampai bronkiolus dilapisi oleh membran mukosa bersilia. Udara masuk melalui rongga hidung, disaring, dihangatkan, dan dilembabkan. Ketiga kegiatan tersebut dimungkinkan oleh adanya mukosa saluran pernapasan, yang terdiri dari epitel toraks bertingkat, bersilia, dan mengandung sel goblet. Partikel debu yang kasar dapat disaring oleh rambut yang terdapat dalam lubang hidung, sedangkan partikel debu yang halus akan terjerat dalam lapisan mukosa. Gerakan silia mendorong lapisan mukosa ke posterior, ke rongga hidung, dan ke arah superior menuju faring. Udara inspirasi akan disesuaikan, sehingga dalam
40
Universitas Sumatera Utara
keadaan normal, jika udara tersebut mencapai faring, dapat dikatakan hampir bebas debu yang bersuhu sama dengan tubuh dan kelembaban 100% (Price & Wilson, 1992:516 dalam Mukono, 1997). Laring terdiri dari satu seri cincin tulang rawan yang dihubungkan oleh otot dan disini didapatkan pita suara dan epiglotis. Glotis merupakan pemisah antara saluran pernapasan bagian atas dan bawah. Kalau ada benda asing masuk sampai melewati glotis, maka dengan adanya refleks batuk akan membantu mengeluarkan benda atau sekret dari saluran pernapasan bagian bawah. Cabang utama bronkus kanan dan kiri bercabang-cabang menjadi segmen lobus, kemudian menjadi segmen bronkus. Percabangan ini diteruskan sampai cabang terkecil bronkiolus terminalis yang tidak mengandung alveolus, bergaris tengah sekitar 1 mm, diperkuat oleh cincin tulang rawan yang dikelilingi otot polos (Price & Wilson, 1992:517 dalam Mukono, 1997). Di luar bronkiolus terminalis terdapat asinus sebagai unit fungsional paru yang merupakan tempat pertukaran gas. Asinus tersebut terdiri dari bronkiolus respiratorius yang mempunyai alveoli. Duktus alveolaris yang seluruhnya dibatasi oleh alveolus dan sakus alveolaris terminalis, merupakan struktur akhir paru-paru (Anderson, 1983:9-10; West, 1985:1-10; Price & Wilson, 1992:515-517 dalam Mukono, 1997). Setiap paru berisi sekitar 300 juta alveolus dengan luas permukaan total seluas sebuah lapangan tenis. Alveolus dibatasi oleh zat lipoprotein yang disebut surfaktan, yang dapat mengurangi tegangan permukaan dan mengurangi resistensi terhadap pengembangan pada waktu inspirasi serta mencegah kolapsnya alveolus pada waktu ekspirasi.Pembentukan surfaktan oleh sel pembatas alveolus (Tipe II) tergantung dari 41
Universitas Sumatera Utara
beberapa faktor, antara lain pendewasaan sel-sel alveolus dan sistem biosintesis enzim, ventilasi yang memadai, serta aliran darah ke dinding alveolus. Defisiensi surfaktan merupakan faktor penting pada patogenesis beberapa penyakit rongga dada (Nadakavukaren, 1986:270; Davis & Cornwell, 1991: 424-425 dalam Mukono, 1997). a. Sirkulasi Pulmoner Paru-paru mendapatkan darah dari dua sumber yaitu arteri bronkialis dan arteri pulmonalis. Darah bronkial merupakan darah teroksigenasi dari sirkulasi sistemik dan berfungsi untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan paru. Darah yang teroksigenasi deikembalikan melalui vena pulmonalis ke ventrikel kiri, yang kemudian dibawa ke sel-sel melalui sirkulasi sistemik. Arteri pulmonalis berasal dari ventrikel kanan mengalirkan darah vena ke paru-paru (Price & Wilson, 1992:519 dalam Mukono, 1997). b. Pengaturan Pernapasan Ventilasi merupakan fungsi mekanik pergerakan udara masuk dan keluar dari paru-paru. Mekanisme ventilasi dilaksanakan oleh sejumlah komponen yang saling berinteraksi. Hembusan napas berperan penting dalam proses ini. Terdapat dua komponen volume elastis yang terlibat dalam hembusan napas yaitu paru-paru dan dinding dada yang mengelilingi paru-paru.Otot pernapasan diatur oleh pusat pernapasan, yang terdiri dari neuron dan reseptor yang terletak dalam pons dan medulla oblongata. Faktor penting pada pengaturan pernapasan adalah respon dari pusat kemoreseptor dalam pusat pernapasan terhadap tekanan parsial karbon dioksida dan pH darah arteri. Peningkatan parsial karbon dioksida atau penurunan pH akan 42
Universitas Sumatera Utara
merangsang pernapasan. Penurunan tekanan parsial oksigen dalam darah arteri juga dapat merangsang ventilasi. Pada saat inspirasi, paru-paru mengembang sehingga reseptor akan member signal (tanda) pada pusat pernapasan agar menghentikan pengembangan lebih lanjut. Signal dari stretch receptor tersebut akan terhenti pada akhir ekspirasi ketika paru-paru dalam keadaan mengempis, sehingga pusat pernapasan bebas untuk memulai inspirasi lagi. Mekanisme ini disebut refleks Hering-Breuer (Price & Wilson, 1992:520 dalam Mukono, 1997). c. Pertahanan Saluran Pernapasan Permukaan paru-paru sangat luas dan hanya dipisahkan oleh membran tipis dari sistem sirkulasi. Hal ini menyebabkan paru-paru mudah kemasukan benda asing dan bakteri bersamaan dengan udara inspirasi. Saluran pernapasan bagian bawah steril. Sterilitas tersebut dipertahankan oleh beberapa mekanisme pertahanan, yaitu: 1. Refleks menelan atau refleks muntah yang mencegah makanan atau cairan masuk ke dalam trakea. 2. Kerja escalator mukosiliaris akan menjebak debu dan bakteri, kemudian memindahkannya ke kerongkongan. 3. Faktor yang mungkin efektif sebagai pertahanan yang terdapat dalam lapisan mucus yaitu immunoglobulin (terutama igA). 4. Refleks batuk, merupakan mekanisme untuk mendorong sekresi ke atas sehingga dapat ditelan atau dikeluarkan dari saluran pernapasan. 5. Makrofag alveolar, sebagai pertahanan yang terakhir dan terpenting terhadap invasi benda asing ke dalam paru-paru. Makrofag alveolar merupakan sel fagositik dan dapat bermigrasi. Partikel debu atau mikroorganisme akan dibawa 43
Universitas Sumatera Utara
oleh makrofag ke pembuluh limfa atau bronkiolus dan akhirnya dibuang oleh escalator mukosiliaris (West, 1985:10; West, 1987:66 Price & Wilson, 1992:521 dalam Mukono, 1997). 2.4.2 Fisiologi Saluran Pernapasan Proses fisiologis pernapasan dapat dibagi menjadi dua stadium, yaitu: 1. Stadium Ventilasi Stadium ini adalah masuknya campuran gas ke dalam dan ke luar paru-paru. Selama inspirasi, volume toraks bertambah besar, karena diafragma turun dan iga terangkat akibat kontraksi beberapa otot pernapasan. Pembesaran toraks tiga arah, yaitu mencakup anteroposterior, lateral, dan vertikal. Udara bergerak masuk dan keluar dari paru-paru karena selisih tekanan yang terdapat antara atmosfer dan alveolus oleh kerja mekanik otot. Terjadinya perubahan pada ventilasi dapat diperkirakan dengan tes faal paru (West, 1985:11-17; West, 1987:3-10, Price & Wilson, 1992:521-522 dalam Mukono, 1997). 2. Stadium Transportasi a. Difusi Difusi merupakan stadium dari proses pernapasan, yang mencakup proses difusi gas melintasi membran antara alveolus kapiler yang tipis (dengan tebal kurang dari 0,5 mikron). Tekanan parsial oksigen dalam darah vena campuran (PVO2) dalam kapiler paru-paru besarnya sekitar 40 mmHg. Tekanan parsial oksigen dalam kapiler lebih rendah daripada tekanan dalam alveolus (PAO2=103 mmHg). Oleh karena itu oksigen dapat dengan mudah berdifusi ke dalam aliran darah. Selisih tekanan CO2 antara darah dan 44
Universitas Sumatera Utara
alveolus yang jauh lebih rendag (6 mmHg) menyebabkan karbon dioksida berdifusi ke dalam alveolus (Price & Wilson, 1992:522 dalam Mukono, 1997). b. Hubungan Ventilasi-Perfusi Pemindahan gas secara efektif antara alveolus dan kapiler paru-paru membutuhkan distribusi udara dalam paru-paru dan perfusi (aliran darah) dalam kapiler (Price & Wilson, 1992:523 dalam Mukono, 1997). c. Transpor Oksigen dalam Darah Oksigen dapat ditranspor dari paru-paru ke jaringan melalui dua jalan, yaitu secara fisik larut dalam plasma dan secara kimia berikatan dengan hemoglobin
sebagai
oksihemoglobin
(HbO2).
Dalam
transport
oksihemoglobin dikatakan bahwa satu gram hemoglobin dapat berikatan dengan 1,34 ml oksigen. Karena konsentrasi hemoglobin rata-rata dalam darah laki-laki dewasa besarnya sekitar 15 gram per 100 ml, maka apabila darah sangat jenuh, 100 ml darah dapat mengangkut 20,1 ml oksigen. Pada tingkat jaringan, oksigen mengalami disosiasi dari hemoglobin dan berdifusi ke dalam plasma. Dari plasma, oksigen masuk ke dalam sel jaringan tubuh untuk memenuhi kebutuhan oksigen dari jaringan yang bersangkutan. Sebanyak 75% hemoglobin masih berikatan dengan oksigen pada waktu hemoglobin kembali ke paru-paru dalam bentuk darah vena campuran. Jadi hanya sekitar 25% oksigen dalam darah arteri yang digunakan oleh jaringan. Hemoglobin yang melepaskan oksigen pada tingkat jaringan, disebut hemoglobin tereduksi. Afinitas hemoglobin dengan 45
Universitas Sumatera Utara
oksigen ditunjukkan dengan kurva yang dikenal sebagai kurva disosiasi oksihemoglobin. Kurva tersebut menyatakan afinitas hemoglobin terhadap oksigen pada berbagai tekanan parsial. Pergeseran kurva disosiasi HbO2 disebut dengan efek Bohr. d. Transpor Karbon Dioksida dalam Darah Transport CO dari jaringan ke paru-paru untuk dibuang, dilakukan dengan tiga cara, yaitu: 1. Sekitar 10% CO2 secara fisik larut dalam plasma. 2. Sekitar 20% CO2 berikatan dengan gugus amino pada Hb (karbaminohemoglobin) dalam sel darah merah. 3. Sekitar 70% ditranspor sebagai bikarbonat plasma. (Price & Wilson, 1992:526 dalam Mukono, 1997). 2.5
Pengaruh NO2 terhadap kesehatan Menurut teori yang dikemukakan oleh Kristanto (2002), gas nitrogen oksida
(NOx) ada dua macam, yaitu gas nitrogen monoksida (NO) dan gas nitrogen dioksida (NO2). Kedua macam gas tersebut mempunyai sifat yang sangat berbeda dan keduanya sangat berbahaya bagi kesehatan. Gas NO yang mencemari udara secara visual sulit diamati karena gas tersebut tidak berwarna dan tidak berbau. Sedangkan gas NO2 bila mencemari udara mudah diamati dari baunya yang sangat menyengat dan warnanya coklat kemerahan. Sifat racun (toksisitas) gas NO2 empat kali lebih kuat daripada toksisitas gas NO. Organ tubuh yang paling peka terhadap pencemaran gas NO2 adalah paru-paru. Paru-paru yang terkontaminasi oleh gas NO2 akan membengkak sehingga penderita 46
Universitas Sumatera Utara
sulit bernapas.Udara yang mengandung gas NO dalam batas normal relatif aman dan tidak berbahaya, kecuali bila gas NO berada dalam konsentrasi tinggi. Konsentrasi gas NO yang tinggi dapat menyebabkan gangguan pada sistem saraf yang mengakibatkan kejang-kejang. Bila keracunan ini terus berlanjut akan dapat menyebabkan kelumpuhan. Gas NO akan menjadi lebih berbahaya bila gas itu teroksidasi oleh oksigen sehingga menjadi gas NO2 (Kristanto, 2002). Pencemaran udara oleh gas NOx juga dapat menyebabkan timbulnya Peroxy AcetilNitrates (PAN). Peroxy Acetil Nitrates menyebabkan iritasi pada mata yang menyebabkan mata terasa pedih dan berair. Campuran PAN dengan senyawa kimia lainnya yang ada di udara dapat menyebabkan terjadinya kabut fotokimia atau Photo Chemistry Smog yang sangat mengganggu lingkungan (Kristanto, 2002). Kedua bentuk NOx, yaitu NO dan NO2, sangat berbahaya terhadap manusia. Hasil penelitian aktivitas mortalitas kedua komponen tersebut menunjukkan bahwa NO2, empat kali lebih beracun dibandingkan NO. Selama ini belum pernah ada laporan terjadinya keracunan NO yang mengakibatkan kematian. Pada konsentrasi normal yang dijumpai di atmosfer, NO tidak mengakibatkan iritasi dan tidak berbahaya, tetapi pada konsentrasi udara ambien yang normal NO dapat mengalami oksidasi menjadi NO2 yang lebih beracun. NO2 bersifat racun, terutama terhadap paru-paru. Pemberian sebanyak 5 ppm NO2 selama 10 menit terhadap manusia mengakibatkan kesulitan dalam bernapas (Kristanto, 2002). Gas NO2 dapat memberikan kelainan berupa: a. Terbentuknya MethHb (Meth Hemoglobin) b. Peningkatan inspiratory resistance 47
Universitas Sumatera Utara
c. Peningkatan expiratory resistance d. Terjadinya sembab paru e.Terjadinya fibrosis paru (Chambers; Davis & Cornwell; Goldsmith & Friberg dalam Mukono, 1997) Walaupun NO adalah gas yang toksik, namun NO2 adalah lebih berbahaya dibandingkan dengan NO. Nitrogen dioksida dalam darah akan bergabung secara kimiawi dengan hemoglobin membentuk methemoglobin, suatu kondisi terikatnya hemoglobin dengan NO2 yang menyebabkan hemoglobin tidak efektif lagi dalam mengangkut dan mendistribusikan oksigen ke seluruh jaringan tubuh. Efek lokal gas ini adalah iritasi pada mata, dan iritasi pada membran mukosa saluran pernapasan atas. Efek sistemik terjadi pada paru-paru, iritasi pada paru-paru yang hebat menyebabkan pulmonary edema. Kerusakan pada bronchioles yang terjadi secara perlahan menyebabkan obstruksi pada saluran napas atas (Sarudji, 2010). NO2 adalah gas yang toksik bagi manusia, efek yang terjadi tergantung pada dosis serta lamanya pemaparan yang diterima seseorang. Konsentrasi NO2 yang berkisar antara 50-100 ppm dapat menyebabkan peradangan paru-paru bila terpapar beberapa menit saja. Pada fase ini orang masih dapat sembuh kembali dalam waktu 68 minggu. Konsentrasi 150-200 ppm dapat menyebabkan pemampatan bronchioli dan disebut bronchiolitis fibrosis obliterans, orang dapat meninggal dalam waktu 3-5 minggu setelah pemaparan. Konsentrasi lebih dari 500 ppm dapat mematikan dalam waktu 2-10 hari (Soemirat, 2000).
48
Universitas Sumatera Utara
Menurut Mukono (2008), apabila udara tercemar oleh gas NO2 dan bereaksi dengan uap air maka akan menjadi korosif dan memberikan efek terhadap mata, paruparu dan kulit. a. Terhadap alat pernapasan Iritasi terhadap paru-paru akan menyebabkan edema paru-paru setelah terpapar oleh gas NO2 selama 48 – 72 jam, apabila terpapar dengan dosis yang meningkat akan menjadi fatal. b. Terhadap mata Iritasi mata dapat terjadi apabila NO2 berupa uap yang pekat c. Terhadap kulit Iritasi terhadap kulit dapat terjadi apabila kulit kontak dengan uap air nitrogen dan dapat menyebabkan luka bakar. d. Efek lain (terhadap darah) Kadar nitrogen pada konsentrasi tertentu dapat bereaksi dengan darah. 2.6
Gangguan Saluran Pernapasan Menurut Depkes RI tahun 1999, saluran pernapasan adalah organ dimulai dari
hidung sampai alveoli beserta organ adneks seperti sinus – sinus, rongga telinga tengah atau pleura. Gangguan saluran pernapasan adalah gangguan pada organ mulai dari hidung sampai alveoli serta organ – organ adneksnya seperti sinus, rongga telinga tengah dan pleura. Gangguan saluran pernapasan adalah penyakit saluran pernafasan yang disebabkan oleh adanya partikel atau debu yang masuk dan mengendap di dalam paru – paru dan polusi udara lainnya (Wardana, 2004). 49
Universitas Sumatera Utara
2.6.1 Gejala – gejala Gangguan Saluran Pernapasan Berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Price dan Wilson dalam Buku Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses Penyakit (2005), yang termasuk gejalagejala pada gangguan saluran pernapasan adalah: a. Batuk Batuk merupakan refleks pertahanan yang timbul akibat iritasi percabangan trakeobronkial. Kemampuan untuk batuk merupakan mekanisme yang penting untuk membersihkan saluran napas bagian bawah , dan banyak orang dewasa normal yang batuk beberapa kali setelah bangun pagi hari untuk membersihkan trakea dan faring dari sekret yang terkumpul selama tidur. Batuk juga merupakan gejala tersering penyakit pernapasan. Segala jenis batuk yang berlangsung lebih dari tiga minggu harus diselidiki untuk memastikan penyebabnya. Rangsangan yang biasanya menimbulkan batuk adalah rangsangan mekanik, kimia, dan peradangan. Inhalasi asap, debu, dan benda-benda asing kecil merupakan penyebab batuk yang paling sering. Perokok seringkali menderita batuk kronik karena terus menerus menghisap benda asing (asap), dan saluran napasnya sering mengalami peradangan kronik. Batuk dapat bersifat produktif, pendek, dan tidak produktif, keras dan parau (seperti ada tekanan pada trakea), sering, jarang, atau paroksismal (serangan batuk yang intermitten). b. Batuk dengan Sputum Orang dewasa normal menghasilkan mukus sekitar 100 ml dalam saluran napas setiap hari. Mukus ini diangkut menuju faring dengan gerakan pembersihan normal silia yang melapisi saluran pernapasan. Kalau terbentuk mukus yang berlebihan, proses 50
Universitas Sumatera Utara
normal pembersihan mungkin tak efektif lagi, sehingga akhirnya mukus tertimbun. Bila hal ini terjadi, membran mukosa akan terangsang, dan mukus dibatukkan keluar sebagai sputum. Pembentukan mukus yang berlebihan, mungkin disebabkan oleh gangguan fisik, kimiawi, atau infeksi pada membran mukosa. Sputum yang terbentuk perlu dievaluasi bagaimana sumber, warna, volume, dan konsistensinya. Sputum yang dihasilkan sewaktu membersihkan tenggorokan kemungkinan besar berasal dari sinus atau saluran hidung, dan bukan dari saluran napas bagian bawah. Sputum dengan jumlah yang banyak dapat menyatakan adanya abses paru, sedangkan proses pembentukan sputum yang yang terus meningkat dalam waktu bertahun-tahun merupakan tanda bronkitis kronis, atau bronkiektasis. Warna sputum juga penting. Sputum yang berwarna kekuning-kuningan menunjukkan infeksi. Sputum yang berwarna hijau merupakan petunjuk adanya penimbunan nanah. Warna hijau timbul karena adanya verdoperoksidase yang dihasilkan oleh leukosit polimorfonuklear (PMN) dalan sputum. Sputum yang berwarna hijau sering ditemukan pada bronkiektasis karena penimbunan sputum dalam bronkiolus yang melebar dan terinfeksi. Banyak penderita infeksi pada saluran napas bagian bawah mengeluarkan sputum berwarna hijau pagi hari, tetapi ketika sudah siang berubah menjadi kuning. Fenomena ini disebabkan oleh penimbunan sputum pada malam hari, disertai dengan pengeluaran verdoperoksidase. Sifat dan konsistensi sputum juga diperlukan sebagai informasi yang berguna. Sputum yang berwarna merah muda dan berbusa merupakan tanda edema paru-paru akut. Sputum yang berlendir, lekat dan berwarna abu-abu atau putih merupakan tanda
51
Universitas Sumatera Utara
bronkitis kronik, sedangkan sputum yang berbau busuk merupakan pertanda adanya abses paru-paru atau bronkiektasis. c. Batuk Darah (Hemoptisis) Hemoptisis adalah istilah yang dinyatakan untuk menyatakan batuk darah, atau sputum yang berdarah. Setiap proses yang mengganggu kesinambungan pembuluh darah paru-paru dapat mengakibatkan perdarahan. Batuk darah merupakan suatu gejala yang serius dan dapat merupakan manifestasi pertama dari tuberkulosis aktif. Penyebab hemoptisis yang lain adalah: karsinoma bronkogenik, infark paru-paru, bronkiektasis, dan abses paru. Sputum yang mengandung darah (sehingga berwarna seperti karat) merupakan cirri khas yang sering ditemukan pada pneumonia pneumokosus. Sputum yang berwarna merah bata terdapat pada pneumonia Klebsiella. Jika darah atau sputum yang mengandung darah dibatukkan, perlu ditentukan apakah sumbernya memang berasal dari saluran napas bagian bawah dan bukan dari saluran hidung atau saluran cerna. Darah yang berasal dari saluran cerna (hematemesis) biasanya berwarna gelap (mirip warna kopi) dan disertai mual, muntah, dan anemia. Darah yang berasal dari saluran napas bawah (di bawah glotis) biasanya berwarna merah cerah, berbusa, dan terdapat riwayat batuk dengan atau tanpa anemia. Darah yang berasal dari saluran napas atas (misalnya, darah dari hidung setelah tonsilektomi) bila sering ditelan, dapat terlihat seperti darah dari bagian pencernaan ketika dimuntahkan. d.
Sesak Napas (Dispnea) Sesak napas atau dispnea adalah perasaan sulit bernapas dan merupakan gejala
utama dari penyakit kardiopulmonar. Seseorang yang mengalami dispnea sering 52
Universitas Sumatera Utara
mengeluh napasnya menjadi pendek atau merasa tercekik. Sesak napas tidak selalu menunjukkan adanya penyakit. Orang normal akan mengalami hal yang sama setelah melakukan kegiatan fisik dalam tingkat-tingkat yang berbeda. Besarnya tenaga fisik yang dikeluarkan untuk menimbulkan dispnea bergantung pada usia, jenis kelamin, ketinggian tempat, jenis latihan fisik dan terlibatnya emosi dalam melakukan kegiatan tersebut. Dispnea yang terjadi pada seseorang harus dikaitkan dengan tingkat aktivitas minimal yang menyebabkan dispnea, untuk menemukan apakah dispnea terjadi setelah aktivitas sedang atau berat, atau terjadi pada saat istirahat. Tabel 2.3 Kriteria Sesak Napas
Tingkat 0
Skala Dispnea Derajat Normal
1
Ringan
2
Sedang
3
Berat
4
Sangat Berat
Kriteria Tidak ada kesulitan bernapas kecuali dengan aktivitas berat. Terdapat kesulitan bernapas, napas pendekpendek ketika terburu-buru atau ketika berjalan menuju puncak landai. Berjalan lebih lambat daripada kebanyak orang berusia sama karena sulit bernapas atau harus berhenti berjalan untuk bernapas. Berhenti berjalan setelah 90 meter untuk bernapas atau setelah berjalan beberapa menit. Terlalu sulit untuk bernapas bila meninggalkan rumah atau sulit bernapas ketika memakai atau membuka baju.
Sumber: Data dari Brooks SM, chairman: ATS News 8:12-16, 1982.
53
Universitas Sumatera Utara
e. Nyeri Dada Ada beberapa penyebab nyeri dada, tetapi nyeri yang paling khas adalah nyeri akibat radang pleura (pleuritis). Hanya lapisan parietalis pleura yang merupakan sumber nyeri karena pleura viseralis dan parenkim paru dianggap sebagai organ yang tidak peka. Secara umum pleuritis terjadi secara mendadak, tetapi dapat juga timbul secara bertahap. Nyeri terjadi pada tempat peradangan dan biasanya tempat peradangan dapat diketahui dengan tepat. Nyeri dapat diperberat dengan batuk, bersin dan napas yang dalam, sehingga pernapasan menjadi cepat dan dangkal, serta menghindari gerakan-gerakan yang tidak diperlukan. Nyeri dapat sedikit diredakan dengan menekan daerah yang terkena peradangan tersebut. Penyebab utama nyeri pleuritik ini adalah infeksi paru atau infark, meskipun keadaan seperti itu juga dapat diderita tanpa timbulnya nyeri. Seseorang dengan pneumotoraks atau atelektasis berat kadang-kadang dapat mengalami nyeri dada yang diduga akibat tarikan pada pleura parietalis karena adanya perlekatan dengan pleura viseralis. Nyeri pleura harus dibedakan dari penyebab nyeri dada yang lain, seperti iskemia miokardial, perikarditis, kostokondrosis, dan herpes zoster (disebabkan terkenanya nervus interkostalis). 2.7
Industri
2.7.1 Definisi Industri Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2009 Tentang Kawasan Industri, industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi, dan/atau barang jadi menjadi barang 54
Universitas Sumatera Utara
dengan nilai yang lebih tinggi untuk penggunaannya, termasuk kegiatan rancang bangun dan perekayasaan industri. Kawasan industri adalah kawasan tempat pemusatan kegiatan industri yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana penunjang yang dikembangkan dan dikelola oleh Perusahaan Kawasan Industri yang telah memiliki Izin Usaha Kawasan Industri. 2.7.2 Klasifikasi Industri Menurut Kristanto (2002), industri secara garis besar dapatdiklasifikasikan sebagai berikut: 1. Industri dasar atau hulu Industri hulu memiliki sifat sebagai berikut: padat modal, berskala besar, menggunakan teknologi maju dan teruji. Lokasinya selalu dipilih dekat dengan bahan baku yang mempunyai sumber energi sendiri, dan pada umumnya lokasi ini belum tersentuh pembangunan. Oleh karena itu industri hulu membutuhkan perencanaan yang matang beserta tahapan pembangunannya, mulai dari perencanaan sampai operasional. Di sudut lain juga dibutuhkan pengaturan tata ruang, rencana pemukiman, pengembangan kehidupan perekonomian, pencegahan kerusakan lingkungan, dan lain-lain. Pembangunan industri ini dapat mengakibatkan perubahan lingkungan, baik dari aspek sosial ekonomi dan budaya maupun pencemaran. Terjadi perubahan tatanan sosial, pola konsumsi, tingkah laku, sumber air, kemunduran kualitas udara, penyusutan sumber daya alam, dan sebagainya.
55
Universitas Sumatera Utara
2. Industri hilir Industri ini merupakan perpanjangan proses industri hulu. Pada umumnya industri ini mengolah bahan setengah jadi menjadi barang jadi, lokasinya selalu diusahakan dekat pasar, menggunakan tekonologi madya dan teruji padat karya. 3. Industri kecil Industri kecil banyak berkembang di pedesaan dan perkotaan, memiliki peralatan sederhana. Walaupun hakikat produksinya sama dengan industri hilir, tetapi sistem pengolahannya lebih sederhana. Sistem tata letak pabrik maupun pengolahan limbah belum mendapat perhatian. Sifat industri ini padat karya. 2.7.3 Industri dan Pencemaran Menurut Kristanto (2002), pada dasarnya kegiatan suatu industri adalah mengolah masukan (input) menjadi keluaran (output). Pencemaran yang ditimbulkan oleh industri diakibatkan oleh adanya limbah yang keluar dari pabrik dan mengandung bahan beracun dan berbahaya (B3). Bahan pencemar keluar bersama dengan bahan buangan (limbah) melalui media udara, air, dan tanah yang merupakan komponen ekosistem alam. Bahan buangan yang keluar dari pabrik dan masuk ke lingkungan dapat diidentifikasi sebagai seumber pencemaran, dan sebagai sumber pencemaran perlu diketahui jenis bahan pencemar yang dikeluarkan, kuantitas, dan jangkauan pemaparannya. 2.8
Industri Batu Bata
2.8.1 Definisi Batu Bata Batu Bata adalah suatu unsur bangunan yang dipergunakan dalam pembuatan konstruksi bangunan dan dibuat dari tanah liat ditambah air dengan atau tanpa 56
Universitas Sumatera Utara
campuran bahan-bahan lain melalui beberapa tahap pengerjaan, seperti menggali, mengolah, mencetak, mengeringkan, membakar pada temperatur tinggi hingga matang dan berubah warna, serta akan mengeras seperti batu jika didinginkan. Definisi batu bata merah menurut NI-10, SII-0021-78 adalah sebagai berikut: batu bata merah adalah suatu unsur bangunan yang diperuntukkan pembuatan konstruksi bangunan dan yang dibuat dari tanah dengan atau tanpa campuran bahanbahan lain, dibakar cukup tinggi, hingga tidak dapat hancur lagi bila direndam dalam air (NI-10, 1978). Batu bata merah adalah unsur bangunan yang digunakan untuk membuat suatu bangunan. Bahan bangunan untuk membuat batu bata merah berasal dari tanah liat dengan atau tanpa campuran bahan-bahan lain yang kemudian dibakar pada suhu tinggi hingga tidak dapat hancur lagi apabila direndam dalam air (SII0021-78). Kualitas batu bata merah dapat dibagi atas tiga tingkatan dalam hal kuat tekan dan penyimpangan ukuran menurut NI-10, 1978:6 yaitu; 1. Batu bata merah mutu tingkat I dengan kuat tekan rata-rata lebih besar dari 100 kg/cm2 dan ukurannya tidak ada yang menyimpang. 2. Batu bata merah mutu tingkat II dengan kuat tekan rata-rata antara 100 kg/cm2 sampai 80 kg/cm2 dan ukurannya yang menyimpang satu buah dari sepuluh benda percobaan. 3. Batu bata merah mutu tingkat III dengan kuat tekan rata-rata antara 80 kg/cm2 sampai 60 kg/cm dan ukurannya menyimpang dua buah dari sepuluh benda percobaan.
57
Universitas Sumatera Utara
2.8.2 Bahan Pembentuk Batu Bata Bahan pembentuk batu bata yang utama adalah tanah liat. Tanah liat atau tanah lempung adalah tanah hasil pelapukan batuan keras seperti: basalt(sebagai batuan dasar),andesit dan granit (batu besi).Tanah Lempung sangat tergantung pada jenis batuan asalnya. Pada umumnya batuan keras akan memberikan pengaruh warna pada tanah lempung,seperti merah,sedangkan granit akan memberikan warna tanah lempung menjadi putih.Tanah lempung disebut juga sebagai batuan sedimen (endapan),karena pada umumnya setelah terbentuk dari batuan keras,tanah lempung akan diangkut oleh air dan angin,diendapkan dalam suatu tempat yang lebih rendah.Tanah lempung merupakan bahan alam yang sangat penting bagi manusia.Bagian luar dari tanah lempung disebut tubuh tanah.Pada tubuh tanah ini terdapat sisa akar tumbuhan dan bahan organik lainya yang membusuk,sehingga memberi warna abu-abu kehitaman pada tanah lempung. Ketebalan tanah lempung ini mencapai 0,25 sampai 0,5 m. Berikut adalah jenis-jenis tanah lempung: 1. Tanah Lempung Residual Tanah Lempung residual adalah tanah lempung yang tedapat pada tempat dimana lempung itu terjadi dan belum berpindah tempat sejak terbentuknya.Sifat lempung jenis ini adalah berbutir kasar dan masih bercampur dengan batuan asal yang belum mengalami pelapukan, tidak plastis, semakin digali semakin banyak terdapat batuan asalnya yang masih kasar dan belum lapuk.
58
Universitas Sumatera Utara
2. Tanah Lempung Illuvial Tanah Lempung illuvial adalah lempung yang sudah terangkut dan mengendap pada suatu tempat yang tidak jauh dari tempat asalnya seperti di kaki bukit. Tanah lempung ini memiliki sifat yang mirip dengan tanah lempung residual,hanya saja tanah lempung illuvial tidak ditemukan lagi batuan dasarnya. 3. Tanah Lempung Alluvial Tanah lempung alluvial adalah tanah lempung yang diendapkan oleh air sungai di sekitar atau di sepanjang sungai.Pasir akan mengendap di dekat sungai,sedangkan tanah lempung akan mengendap jauh dari tempat asalnya. 4. Tanah Lempung Rawa Tanah lempung rawa adalah tanah lempung yang diendapkan di rawa-rawa.Jenis tanah lempung ini dicirikan oleh warnanya yang hitam.Tanah lempung yang terdapat di dekat laut akan mengandung garam. Bahan dasar pembuatan batu bata merah bersifat plastis, dimana tanah liat akan mengembang bila terkena air dan terjadi penyusutan bila dalam keadaan kering atau setelah proses pembakaran. Tanah liat sebagai bahan dasar pembuatan batu bata merah mengalami proses pembakaran dengan temperatur yang tinggi hingga mengeras seperti batu. Proses perubahan yang terjadi pada pembakaran tanah liat dalam suhu tertentu, yaitu: Pada temperatur ± 150ºC, terjadi penguapan air pembentuk yang ditambahkan dalam tanah liat pada pembentukan setelah menjadi batu bata mentah. Pada temperatur antara 300ºC - 600ºC, air yang terikat secara kimia dan zat-zat lain yang terdapat dalam tanah liat akan menguap dan akan menjadi kuat dan keras seperti batu.Pada temperatur diatas 800ºC, terjadi perubahan-perubahan 59
Universitas Sumatera Utara
kristal dari tanah liat dan mulai terbentuk bahan gelas yang akan mengisi pori-pori sehingga batu bata merah menjadi padat dan keras. Senyawa-senyawa besi akan berubah menjadi senyawa yang lebih stabil dan umumnya memengaruhi warna batu bata merah. Tanah liat yang mengalami susut kembali disebut susut bakar. Susut bakar diharapkan tidak menimbulkan cacat seperti perubahan bentuk (melengkung), pecah-pecah dan retak. Tanah liat yang sudah dibakar tidak dapat kembali lagi menjadi tanah liat atau tanah lempung oleh pengaruh udara maupun air (Razak, 1978: 31). 2.8.3 Industri Batu Bata di Indonesia Menurut Sianturi (2013) yang mengutip dari Suwardono, industri batu bata termasuk golongan industri kecil. Industri batu bata merupakan industri yang mengolah bahan baku tanah liat dan bahan pembantu berupa air, pasir, dan serbuk gergaji melalui proses pencampuran, pembentukan bahan, pengeringan dan pembakaran. Industri batu bata mengolah sumberdaya alam, dimana lokasinya berada dekat sumber bahan baku. Batu bata atau bata merah dibuat dengan bahan dasar tanah lempung atau secara umum dikatakan sebagai tanah liat yang merupakan hasil pelapukan dari batuan keras (beku) dan batuan sedimen. Menurut Murai yang dikutip oleh Sianturi (2013), di Indonesia pembuatan batu bata pada umumnya menggunakan tanah liat alluvial yaitu tanah liat yang diendapkan oleh air sungai.
60
Universitas Sumatera Utara
2.9
Kerangka Konsep
Variabel Independen
Variabel Dependen
Kadar NO2 pada proses pembakaran batu bata secara tradisional yang diukur pada 5 titik Keluhan gangguan saluran pernapasan pada pengrajin batu bata
Lama paparan terhadap gas NO2
Karakteristik Responden : 1. Umur 2.10 2. Hipotesis Penelitian Jenis Kelamin 3. Masa Kerja 4. Penggunaan APD Masker
Ho : Tidak ada hubungan yang bermakna antara kadar NO2 pada proses pembakaran batu bata secara tradisional, lama paparan, dan karakteristik pengrajin dengan keluhan gangguan saluran pernapasan pada pengrajin batu bata di Kecamatan Pagar Merbau Tahun 2016. Ha : Ada hubungan yang bermakna antara kadar NO2 pada proses pembakaran batu bata secara tradisional, lama paparan, dan karakteristik pengrajin dengan keluhan gangguan saluran pernapasan pada pengrajin batu bata di Kecamatan Pagar Merbau Tahun 2016.
61
Universitas Sumatera Utara