BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN 1. Konsep Dukungan Keluarga 1.1 Pengertian Keluarga Freidman (1992) mendefinisikan keluarga sebagai dua atau lebih individu yang bekerja sama dengan ikatan saling berbagi dan kedekatan emosi dan keluarga adalah unit yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak-anak mereka dan memperlihatkan pembagian kerja menurut jenis kelamin (Potter & Perry, 2005). Menurut UU No.10 Tahun 1992 tentang perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga sejahtera, keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari suami-istri atau suami-istri dan anak-anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu dan anaknya. Keluarga merupakan lingkungan sosial yang sangat dekat hubungannya dengan seseorang. Keluarga lebih dekat hubungannya dengan anak dibandingkan dengan masyarakat luas (Notosoedirjo & Latipun, 2005). Keluarga juga didefinisikan sebagai suatu ikatan atau persekutuan hidup atas dasar perkawinan antara orang dewasa yang berlainan jenis yang hidup bersama atau seorang lakilaki atau seorang perempuan yang sudah sendirian dengan atau tanpa anak, baik anaknya sendiri atau adopsi, dan tinggal dalam sebuah rumah tangga (Sayekti, 1994 dalam Suprajitno, 2004).
Universitas Sumatera Utara
1.2 Dukungan keluarga Dukungan keluarga didefinisikan sebagai informasi verbal atau non verbal, saran, bantuan yang nyata atau tingkah laku yang diberikan oleh orangorang yang akrab dengan subjek di dalam lingkungannya atau yang berupa kehadiran dan hal-hal yang dapat memberikan keuntungan emosional dan berpengaruh pada tingkah laku penerimanya. Dalam hal ini orang yang merasa memperoleh dukungan secara emosional merasa lega karena diperhatikan, mendapat saran atau kesan yang menyenangkan pada dirinya (Gottlieb, 1983 dalam Smet, 1994). Dukungan keluarga adalah suatu proses hubungan antara keluarga dan lingkungan sosialnya (Kane, 1988 dalam Friedman, 1998). Dukungan keluarga adalah proses yang terjadi sepanjang hidup, dimana sumber dan jenis dukungan keluarga berpengaruh terhadap tahap lingkaran kehidupan keluarga. Menurut Stuart dan Sundeen (1995), ada tiga dimensi interaksi dalam dukungan keluarga yaitu
timbal
balik
(kebiasaan dan
frekuensi hubungan timbal balik),
nasihat/umpan balik (kuantitas/kualitas komunikasi) dan keterlibatan emosional (meningkatkan intimasi dan kepercayaan) di dalam hubungan sosial.
1.3 Komponen dukungan keluarga Cara untuk meningkatkan efektivitas keberadaan atau sumber potensial terdapatnya dukungan dari keluarga yang menjadi prioritas penelitian. Komponen-komponen dukungan keluarga menurut Friedman (1998) dan House (1984, dalam Sarafino, 1994), terdiri dari :
Universitas Sumatera Utara
1. Dukungan pengharapan Dukungan pengharapan meliputi pertolongan pada individu untuk memahami kejadian depresi dengan baik dan juga sumber depresi dan strategi koping yang dapat digunakan dalam menghadapi stressor. Dukungan ini juga merupakan dukungan yang terjadi bila ada ekspresi penilaian yang positif terhadap individu. Individu mempunyai seseorang yang dapat diajak bicara tentang masalah mereka, terjadi melalui ekspresi pengaharapan positif individu kepada individu lain, penyemangat, persetujuan terhadap ide-ide atau perasaan seseorang dan perbandingan positif seseorang dengan orang lain, misalnya orang yang kurang mampu. Dukungan keluarga dapat membantu meningkatkan strategi koping individu dengan strategi-strategi alternatif berdasarkan pengalaman yang berfokus pada aspek-aspek yang positif. 2. Dukungan nyata Dukungan ini meliputi penyediaan dukungan jasmaniah seperti pelayanan, bantuan finansial dan material berupa bantuan nyata (instrumental support material support), suatu kondisi dimana benda atau jasa akan membantu memecahkan masalah praktis, termasuk di dalamnya bantuan langsung, seperti saat seseorang memberi atau meminjamkan uang, membantu pekerjaan seharihari, menyampaikan pesan, menyediakan transportasi, menjaga dan merawat saat sakit ataupun mengalami depresi yang dapat membantu memecahkan masalah. Dukungan nyata paling efektif bila dihargai oleh individu dan mengurangi depresi individu. Pada dukungan nyata keluarga sebagai sumber untuk mencapai tujuan praktis dan tujuan nyata.
Universitas Sumatera Utara
3. Dukungan informasi Jenis dukungan ini meliputi jaringan komunikasi dan tanggung jawab bersama, termasuk di dalamnya memberikan solusi dari masalah, memberikan nasehat, pengarahan, saran, atau umpan balik tentang apa yang dilakukan oleh seseorang. Keluarga dapat menyediakan informasi dengan menyarankan tentang dokter, terapi yang baik bagi dirinya, dan tindakan spesifik bagi individu untuk melawan stressor. Individu yang mengalami depresi dapat keluar dari masalahnya dan memecahkan masalahnya dengan dukungan dari keluarga dengan menyediakan feed back (Sheiley, 1995). Pada dukungan informasi ini keluarga sebagai penghimpun informasi dan pemberi informasi. 4. Dukungan emosional Selama depresi berlangsung, individu sering menderita secara emosional, sedih, cemas, dan kehilangan harga diri. Jika depresi mengurangi perasaan seseorang akan hal dimiliki dan dicintai. Dukungan emosional memberikan individu perasaan nyaman, merasa dicintai saat mengalami depresi, bantuan dalam bentuk semangat, empati, rasa percaya, perhatian sehingga individu yang menerimanya merasa berharga. Pada dukungan emosional ini keluarga menyediakan tempat istirahat dan memberikan semangat.
Universitas Sumatera Utara
1.4 Dukungan keluarga pada anak terhadap pemasangan intravena Kebutuhan terbesar anak selama perkembangannya adalah rasa aman yang timbul dari kesadaran bahwa ia diinginkan dan disayang oleh orang dewasa tempatnya bergantung. Lingkungan anak yang mula-mula terbatas sifatnya dan pandangan dunia serta tempatnya sendiri di dalamnya akan terbentuk terutama oleh hubungannya dengan keluarga (Mcghie, 1996). Nyeri dan takut sakit adalah respon anak akibat tindakan pemasangan intravena (Muscari 2005, dalam Lubis 2007). Dalam hal ini keluarga harus memberikan dukungan pada anak. Memberikan semangat, empati, rasa percaya dan perhatian adalah hal yang dibutuhkan pada saat prosedur ini dilakukan sehingga anak merasa tenang, nyaman dan percaya bahwa pemasangan intravena adalah terapi yang baik bagi dirinya. 2. Konsep Cemas 2.1 Pengertian cemas Konsep kecemasan memegang peranan yang sangat mendasar dalam teoriteori tentang stres dan penyesuaian diri. Menurut Post (1978, dalam Trismiati, 2004), kecemasan adalah kondisi emosional yang tidak menyenangkan, yang ditandai oleh perasaan-perasaan subjektif seperti ketegangan, ketakutan, kekhawatiran dan juga ditandai dengan aktifnya sistem saraf pusat. Setiap orang pasti pernah mengalami atau merasakan suatu keadaan yang tidak menyenangkan dalam dirinya. Bentuk perasaan yang tidak menyenangkan
Universitas Sumatera Utara
ini sering disebut dengan cemas. Cemas adalah suatu respon emosional dari rasa takut, tertekan, dan khawatir yang secara subjektif dialami oleh seseorang dengan objek tidak spesifik atau tidak jelas, terutama oleh adanya pengalaman baru termasuk pada pasien yang akan mengalami tindakan invasif seperti pembedahan atau operasi yang berpengaruh terhadap perannya dalam hidup, integritas tubuh atau bahkan kehidupannya sendiri (Atree & Merchant, 1996). Cemas merupakan suatu perasaan yang diikuti oleh reaksi fisiologis tertentu seperti perubahan detak jantung dan pernapasan (Purba, 2008). Cemas dapat menjadi reaksi emosional yang normal di beberapa situasi lainnya (Nevid, 2005). Kecemasan adalah suatu kondisi emosi yang kurang menyenangkan. Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia (PPDGJ) III (1995) menjelaskan bahwa kecemasan merupakan suatu perasaan yang kurang dan dirasakan oleh individu yang bersangkutan sebagai perasaan terancam. Atkinson (1996) juga menjelaskan bahwa kecemasan merupakan emosi yang tidak menyenangkan yang ditandai dengan gejala seperti kekhawatiran dan perasaan takut. Segala bentuk situasi yang mengancam kesejahteraan organisme dapat menumbuhkan kecemasan, konflik merupakan salah satu sumber munculnya rasa cemas. Adanya ancaman fisik, ancaman terhadap harga diri, serta perasaan tertekan untuk
melakukan sesuatu di luar kemampuan juga
menumbuhkan kecemasan.
Universitas Sumatera Utara
2.2 Tingkat Kecemasan Kecemasan dapat dibedakan menjadi kecemasan ringan, sedang, berat, dan panik. Gejala-gejala yang ditimbulkan berbeda pada setiap tingkat kecemasan tersebut. Karena kecemasan mempengaruhi setiap dimensi kehidupan seseorang maka tanda-tanda kecemasan seseorang dapat dilihat dari segi fisik (terutama sistem muskuloskletal, kardiovaskular dan gastrointestinal), intelektual dan sosial emosional. Gejala-gejala tersebut dapat dilihat pada tabel 2.1 berikut sesuai dengan tingkat kecemasan.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.1 Tingkat Kecemasan Tingkat
Tanda fisik
Kecemasan Kecemasan
Rangsangan
ringan (+1)
simpatik rendah,
pada
Sosial dan
Intelektual
sistem
Lapangan
tingkat
ketegangan
otot
Emosional
perseptual
Tingkah laku spontan.
terbuka,
mampu
Perasaan positif dan
merubah
fokus
nyaman, percaya diri
skeletal
mulai
ringan
perhatian, sadar akan
dan puas. Aktivitas
sampai
moderat,
tubuh
lingkungan
menyendiri.
relaksasi
luar,
pergerakan
berpikir positif pada
mempunyai
dirinya,
perhatian
mata
rendah
terhadap
suara
sesuatu
yang
tak
terduga
atau
hal
lambat
dan
arti.
Kontak
dipertahankan,
tenang dan intonasi baik.
negatif.
Kecemasan
Sistem saraf simpatik aktif:
Persepsi sempit, fokus
Meningkatkan
sedang (+2)
tekanan darah meningkat,
perhatian khusus pada
kemampuan
denyut jantung meningkat,
stimulus
eksternal
belajar
pernafasan
atau
internal.
masalah,
meningkat,
dalam
menganalisa pengaturan
pupil dilatasi. Peningkatan
Berusaha
menyadari
kognitif dan gerakan,
ketegangan otot bersamaan
proses
informasi.
merasa ada tantangan
dengan
penekanan
Pikiran terpusat pada
dalam menyelesaikan
penginderaan, dan gerakan
diri sendiri, perhatian
dilema/masalah. Rasa
tidak
Suara
tentang
percaya diselingi rasa
kesan
diri sendiri, berusaha
takut.
perhatian dan ketertarikan
untuk
rendah
masalah
sumber-sumber
menentu.
menunjukkan
yang
Kecepatan meningkat, meningkat,
terjadi. bicara
nada
suara dan
kewaspadaan meningkat.
kemampuan
mendapatkan
penting pemecahan Hasil pemecahan
Harga
kemungkinan
diri dan tidak
untuk
mampu. Perilaku lari
masalah.
(flight) dari masalah
positif masalah
belum tentu dicapai.
dimanifestasikan dengan menarik diri, mengingkari
dan
depresi.
Universitas Sumatera Utara
Lanjutan Tabel 2.1 Tingkat Kecemasan Kecemasan berat
Respon berjuang atau lari
Kapasitas
(+3)
dari masalah. Sistem saraf
sangat
simpatis dihambat secara
perhatian
umum. Rangsangan pada
berlebihan pada satu
medulla adrenal ditandai
stimulus, penyelesaian
dengan
masalah
tidak
efektif/sulit
tidak
peningkatan
katekolamin, jantung
denyut
cepat,
persepsi sempit, yang
palpitasi,
peduli pada ancaman,
glukosa darah meningkat,
mengingkari masalah,
aliran
sistem
disorientasi waktu dan
menurun,
tempat. Kemungkinan
darah
ke
pencernaan
aliran darah ke otot rangka
berpikir
secara
meningkat,
negatif,
aktualisasi
otot
penegangan
berlebihan,
kaku,
Ancaman
pada
diri
meningkat, mengalami disosiasi.
diri rendah.
hiperventilasi, reaksi fisik meningkat, agitasi, gerakan tidak menentu, meremas tangan,
resah,
gemetar,
terpaku (tidak bergerak). Nafsu makan hilang, mual. Efek verbal: gagap, cepat, nada
suara
berbicara
meningkat, putus-putus,
ragu-ragu. Ekspresi wajah: kontak
mata
sedikit,
gerakan mata rata/menatap, menggertakkan
gigi,
rahang kaku.
Universitas Sumatera Utara
Lanjutan Tabel 2.1 Tingkat Kecemasan Panik (+4)
Tingkah berlanjut.
laku
fisiologi
Tidak
dapat
melakukan
gerakan
sederhana,
gerogi,
Tidak tahan terhadap
Emosional
stimulus
tersalurkan,
luar.
mudah
Sentuhan/gerakan
percaya,
lebih
tidak
primitif.
Perilaku
teratur,
tidak
menangis,
berhubungan.
mukul. Verbal atau fisikal
logika
dihambat.
berhenti, menghindar dan
Tidak
mampu
berusaha
dari
memecahkan masalah,
(merajuk),
Penurunan
tidak tahan terhadap
tidak berdaya, butuh
neurotransmitter simpatik,
proses stimulus baru
pertolongan,
hipotensi, merasa pusing,
(verbal, pendengaran,
nyeri yang mendalam,
pingsan, menguap, tampak
penglihatan).
putus
pucat, letih. Ekspresi wajah
pada pikiran negatif
harapan,
terkejut, mata cembung,
sehingga
mengalami
terpaku, meringis, mulut
terkejut, akibat negatif
kengerian/ngeri, tidak
ternganga, menutup muka,
kecemasan timbul.
berdaya.
situasi.
melawan
Proses
koping
agitasi/motorik memukul-
Asyik
mudah
suara kuat.
berteriak, melekuk di tempat
tidur
asa,
merasa
merasa
hilang seperti
Dilampiaskan dengan kemarahan.
Sumber: Mental health – psychiatric Nursing (Rawlins & Williams, 1993) 2.3 Respon cemas anak yang dirawat di rumah sakit Cemas karena perpisahan sebagian besar terjadi pada bayi di usia pertengahan sampai anak di periode anak usia sekolah. Respon perilaku anak akibat perpisahan dibagi dalam tiga tahap yaitu : 1) Tahap protes, tahap ini dimanifestasikan dengan menangis kuat, menjerit, dan memanggil ibunya atau menggunakan tingkah laku agresif seperti menendang, menggigit, mencubit, membuat orang tua tetap tinggal dan menolak perhatian orang lain.
Universitas Sumatera Utara
2) Tahap putus asa, anak tampak tegang, tangisannya berkurang, tidak aktif, kurang berminat untuk bermain, tidak ada nafsu makan, menarik diri, tidak mau berkomunikasi, sedih, apatis, dan regresi. 3) Tahap adaptasi, secara samar-samar anak sudah menerima perpisahan mulai tertarik dengan apa yang ada disekitarnya dan dapat membina hubungan dangkal dengan orang lain. Fase ini terjadi biasanya setelah berpisah dari orang tua. Kehilangan kendali dapat terlihat jelas dalam perilaku anak dalam hal kemampuan motorik, bermain, melakukan hubungan interpersonal, melakukan aktivitas sehari-hari dan berkomunikasi. Akibat sakit dan dirawat di rumah sakit anak akan kehilangan pandangan egosentris dalam mengembangkan otonominya, hal ini akan menimbulkan regresi sehingga anak bereaksi terhadap ketergantungan dan negativis. Anak akan menjadi cepat marah dan agresif jika terjadi ketergantungan dalam jangka waktu yang lama maka anak akan kehilangan otonominya pada akhirnya menarik diri dari hubungan interpersonal. Anak juga akan bereaksi dengan menyeringaikan wajah, menangis, mengatupkan gigi, mengigit bibir, menendang, memukul, atau berlari keluar jika terdapat luka pada tubuh dan rasa nyeri. (Nursalam, 2005). 2.4 Respon cemas anak terhadap pemasangan intravena Reaksi individu terhadap cemas sangat bervariasi, namun dapat digolongkan dalam dua kategori psikologis dan fisiologis (Kozier, dkk, 1989, dalam Keliat, 1999). Di tingkat psikologis reaksi yang ditunjukkan anak saat dilakukan tindakan
Universitas Sumatera Utara
1invasif seperti pemasangan intravena sangat bermacam-macam, ada yang bertindak
agresif
yaitu
sebagai
pertahanan
diri,
bertindak
dengan
mengekspresikan secara verbal yaitu dengan mengeluarkan kata-kata penolakan, membentak dan sebagainya, serta dapat bersikap dependen yaitu menutup diri, tidak kooperatif (Alifatin, 2001). Di tingkat fisiologis, tubuh secara otomatis mempersiapkan diri untuk menangani keadaan cemas. Fungsi otak menurun, kelelahan, denyut jantung cepat, tekanan darah dan kecepatan pernafasan meningkat dan otot-otot semakin tegang bisa timbul (Agoes dkk, 2003). 2.5
Faktor
yang
mempengaruhi
respon
cemas
anak
terhadap
pemasangan intravena Cemas sangat erat hubungannya dengan nyeri (Paice 1991, dalam Potter & Perry, 2005), melaporkan suatu bukti bahwa stimulus nyeri mengakibatkan bagian sistem limbic yang diyakini mengendalikan emosi seseorang khususnya cemas. Nyeri dan takut sakit adalah respon anak akibat tindakan pemasangan intravena (Muscari 2005, dalam Lubis 2007). Pada waktu infus IV mulai dipasang, pasien akan merasakan penusukan jarum untuk memasukkan kateter ke dalam vena (La Rocca, 1998). Ini akan menimbulkan nyeri pada daerah penusukan jarum. Peralatan medis seperti jarum suntik dan peralatan infus adalah momok buat anak apalagi namanya terdengar asing dan aneh bagi anak. Anak bisa berpikiran yang tidak-tidak dan semakin merasa takut apalagi orang tua sering sekali memakai jarum suntik sebagai alat untuk menakut-nakuti anak supaya anak
Universitas Sumatera Utara
jangan nakal sehingga hal ini diingat anak terus-menerus bahkan ketika anak dirawat dan harus menjalani prosedur pengobatan anak menjadi trauma dan stres (Sugianto, 2006). Tenaga kesehatan, perilaku petugas kesehatan seringkali menimbulkan trauma pada anak misalnya seorang perawat atau dokter anak datang kepada pasien (anak dan keluarganya) untuk melakukan asuhan keperawatan tetapi dengan wajah cemberut, masam, tidak ada sapaan, sebelum dilakukan tindakan anak sudah takut dan tidak mau didekati. Penampilan para staf rumah sakit dengan baju putihnya yang terkesan angker juga menjadi momok yang menakutkan bagi anak (Supartini, 2004). 3. Pemasangan Intravena 3.1 Pengertian intravena IV berarti intravena yang berarti di dalam vena. Untuk terapi intravena sebuah kateter atau jarum dimasukkan ke dalam vena, biasanya di tangan dan di lengan kateter dihubungkan selang dan botol cairan yang berfungsi sebagai jalan untuk memberikan obat dan cairan (Larocca, 1999). Terapi cairan intravena memberikan cairan tambahan yang mengandung komponen tertentu yang diperlukan tubuh secara terus-menerus selama periode tertentu (Nurachmah, 2000).
Universitas Sumatera Utara
3.2 Tujuan pemasangan intravena Pemasangan
intravena
diberikan
sebagai
pengobatan
atau
akses
kegawatdaruratan. Selain itu digunakan sebagai pencegahan atau koreksi ketidakseimbangan cairan, elektrolit, atau darah. Memberikan zat makanan pada pasien yang tidak dapat atau tidak boleh makan melalui mulut juga merupakan tujuan pemasangan intravena (Salbiah, 2006).
3.3 Pemilihan akses vena Vena yang umumnya digunakan untuk terapi intravena adalah vena yang terdapat pada lengan seperti sefalika, basilika, dan metakarpal, pada tungkai digunakan vena safena, dan pada kepala seperti temporalis frontalis (khusus pada anak-anak). Vena yang ideal adalah vena yang belum digunakan dan agak lurus. Pemilihan dan pengkajian vena adalah hal penting untuk mencapai keberhasilan prosedur. Ada beberapa pedoman untuk pemilihan vena, gunakan vena-vena distal. Jika memungkinkan gunakan lengan pasien yang tidak dominan. Vena yang cukup besar memungkinkan aliran darah yang adekuat ke dalam kateter. Palpasi vena untuk menentukan kondisinya, selalu pilih vena yang lunak, penuh, dan yang tidak tersumbat. Pastikan bahwa lokasi yang dipilih tidak akan mengganggu aktivitas pasien sehari-hari. Pilih lokasi vena yang tidak mempengaruhi pembedahan atau prosedur-prosedur yang tidak direncanakan (La Rocca, 1998).
Universitas Sumatera Utara
3.4 Faktor yang mempengaruhi pemilihan sisi pada prosedur intravena
Umur pasien misalnya pada anak-anak, pemilihan sisi adalah sangat penting dan mempengaruhi berapa lama IV akan berakhir. Prosedur yang diantisipasi misalnya jika pasien harus menerima jenis terapi tertentu atau mengalami beberapa prosedur seperti pembedahan pilih vena yang tidak terpengaruh oleh apapun. Aktivitas pasien seperti gelisah, bergerak dan perubahan tingkat kesadaran. Jenis IV dan durasi terapi IV jangka panjang memerlukan pengukuran untuk memelihara vena, pilih vena yang kuat dan baik. Ketersediaan vena perifer, bila sangat sedikit vena yang ada, pemilihan sisi dan rotasi harus berhati-hati menjadi sangat penting; jika sedikit vena yang tersedia, pertimbangan untuk memberikan akses vena pengganti. Terapi IV sebelumnya, flebitis sebelumnya membuat vena menjadi tidak baik untuk digunakan. Pembedahan sebelumnya, jangan gunakan ekstremitas yang terkena pada pasien dengan kelenjar limfe yang telah diangkat sebelumnya (misalnya pasien mastektomi) tanpa izin dari dokter. Sakit sebelumnya jangan gunakan ekstremitas yang sakit pada pasien dengan stroke. Permintaan pasien, jika mungkin pertimbangkan kesukaan alami pasien untuk memilih sebelah kiri atau kanan (Weinstein, 2000).
3.5 Peralatan dalam prosedur pemasangan intravena Seleksi dan penyiapan peralatan yang benar memungkinkan pemasangan selang intravena menjadi aman dan cepat. Peralatan standar meliputi larutan yang benar, jarum yang sesuai, set infus (bayi dan anak-anak membutuhkan infus dengan tetesan mikro (60 tetes/ml dan sering juga membutuhkan peralatan
Universitas Sumatera Utara
pengontrol volume), selang intravena, alkohol dan swab pembersih yodiumpovidon, turniket, papan penyangga lengan, kasa atau balutan transparan dan larutan atau salep yodium-povidon, plester, handuk untuk diletakkan di bawah tangan klien, tiang IV, sarung tangan sekali pakai, dan gown IV (Potter & Perry, 2005). 3.6 Prosedur pemasangan intravena
Adapun prosedur pemasangan intravena meliputi identifikasi klien dan jelaskan prosedur, ganti pakaian klien menjadi pakaian khusus untuk tindakan IV. Atur peralatan di atas meja yang terpasang di samping tempat tidur atau meja di atas tempat tidur. Identifikasi vena yang dapat diakses untuk pemasangan jarum IV atau kateter. Jangan lupa cuci tangan. Buka kemasan steril dengan menggunakan teknik steril. Periksa larutan dengan menggunakan lima benar pemberian obat, pastikan larutan telah dicampurkan dengan zat tambahan yang diresepkan seperti kalium dan vitamin jika diprogramkan. Buka set infus, pertahankan sterilitas di kedua ujungnya. Tempatkan klem yang dapat digeser tepat di bawah bilik tetesan dan gerakkan klem penggeser ke posisi penghentian aliran infus. Masukkan set infus ke dalam kantong cairan. Isi selang infus. Pilih vena distal untuk digunakan.
Apabila di tempat insersi jarum terdapat banyak bulu badan, gunting bulubulu tersebut. Apabila memungkinkan, letakkan ekstremitas pada posisi dependen. Pasang turniket sepuluh sampai duabelas cm di atas tempat insersi. Turniket harus menghambat aliran vena, bukan aliran arteri. Periksa denyut distal.
Universitas Sumatera Utara
Pilih vena yang berdilatasi dengan baik. Kenakan sarung tangan steril sekali pakai. Bersihkan tempat insersi dengan kuat, terkonsentrasi, dan dengan gerakan sirkular dari tempat insersi ke daerah luar dengan menggunakan larutan yodiumpovidon, biarkan sampai kering apabila klien alergi terhadap yodium popidon gunakan alkohol 70 % selama 30 detik. Lakukan pungsi vena. Fiksasi vena dengan menempatkan ibu jari di atas vena dan dengan meregangkan kulit berlawanan dengan arah insersi lima sampai tujuh cm dari arah distal ke tempat pungsi vena. ONC dengan insersi bevel yang merupakan bagian ujung jarum yang miring membentuk sudut 20 sampai 30 derajat. Jarum kupu-kupu, tempatkan jarum dengan membentuk sudut 20 sampai 30 derajat dengan bevel di bagian atas sekitar 1 cm dari arah distal ke tempat pungsi vena. Lihat aliran balik melalui selang jarum, yang mengindikasikan bahwa jarum telah memasuki vena. Rendahkan jarum sampai hampir menyentuh kulit. Masukkan lagi kateter sekitar seperempat inci ke dalam vena dan kemudian longgarkan stylet. Lanjutkan memasukkan kateter yang fleksibel atau jarum kupukupu sampai hub berada di tempat pungsi vena. Stabilkan kateter dengan salah satu tangan, lepaskan turniket dan lepaskan stylet dari ONC. Hubungkan adapter jarum infus ke hub ONC atau jarum. Lepaskan klem penggeser untuk memulai aliran infus dengan kecepatan tertentu untuk mempertahankan kepatenan selang intravena. Fiksasi kateter IV atau jarum. Tulis tanggal, waktu pemasangan selang IV, ukuran jarum, dan tanda tangan serta inisial perawat. Buang sarung tangan dan persediaan yang digunakan lalu cuci tangan. Tulis catatan perawat tentang tipe cairan tempat insersi kecepatan aliran ukuran dan tipe kateter IV atau jarum
Universitas Sumatera Utara
dan waktu infus dimulai, catat respon terhadap cairan IV jumlah yang diinfuskan dan integritas serta kepatenan sistem IV (Potter & Perry, 2005).
Universitas Sumatera Utara