BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Perkembangan 2.1.1 Definisi Perkembangan Perkembangan adalah suatu proses untuk menghasilkan peningkatan kemampuan
untuk
berfungsi
pada
tingkat
tertentu.
Perkembangan
berhubungan proses yang terjadi secara stimultan dengan pertumbuhan yang menghasilkan kualitas individu untuk berfungsi. Jadi, jika tubuh anak semakain besar dan tinggi, kepribadiannya secara stimultan juga semakin matang (Marlow, 1998 dalam Supartini, 2009). Perkembangan terjadi pada individu secara alami, karena di dalam dirinya telah terdapat komponenkomponen psikologis yang menunjang perkembangannya. Komponen psikologis dalam perkembangan individu di antaranya, psiko-kognitif, psikomotorik dan psiko-afektif. Perkembangan merupakan suatu proses yang panjang, dan membutuhkan dorongan atau stimulus untuk berlangsungnya suatu kehidupan (Baraja, 2008). Menurut Wong (2009), perkembangan adalah suatu proses yang terjadi secara stimultan dengan pertumbuhan yang dihasilkan melalui proses pematangan dan proses belajar dari lingkungannya. Perkembangan anak adalah bertambahnya struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur dan dapat diramalkan, sebagai hasil dari proses pematangan. Disini menyangkut adanya proses diferensiasi dari sel-sel tubuh, jaringan tubuh, organ-organ dan system organ yang berkembang sedemikian rupa sehingga masing-masing dapat memenuhi fungsinya. Termasuk juga perkembangan emosi, intelektual dan tingkah laku sebagai hasil interaksi dengan lingkungan (Soetjiningsih, 2008). 2.1.2 Tahap-Tahap Perkembangan Meadow dan Newell (2005) menyebutkan tahap-tahap perkeembangan sesuai usia yang meliputi empat bidang perkembangan yaitu postur dan pergerakan, penglihatan dan manipulasi, pendengaran dan kemampuan bicara, serta perilaku sosial
Tahap-Tahap Perkembangan Usia
Postur dan pergerakan
Penglihatan
dan Pendengaran
Manipulasi 12 bulan
1) Berjalan mengelilingi 1) perabotan
Jari
dan Perilaku Sosial
Kemampuan Bicara telunjuk 1) Mengoceh tanpa 1)
dengan mendekati objek kecil terputus
melangkah di sisi-sisi kemudian perabotan
mengambilnya
keempat
saat
2) Beberapa kata
beberapa
berpakaian,
misalnya
dengan 3)Memahami
2) Merangkak dengan genggaman menjepit
Bekerjasama
berpegangan perintah pada lengan
tungkai; 2) Menunjukkan mainan sederhana
berjalan dengan tangan denga sengaja kemudian dituntun 18 bulan
Berjalan
mengamatinya sendiri
mengambil
dan 1) Membangun menara 1)
sebuah dengan tiga kubus
Menggunakan 1) Minum dari
banyak
kata, gelas dengan dua
mainan dari lantai tanpa 2) Menulis tak beraturan
menyebutkan
nama tangan
terjatuh
beberapa orang 2)
2)
Menuntut
Sesekali perhatian
menggunakan
terus
dua menerus
kata bersambung 2 tahun
1) Berlari
Membangun
menara Menyambung
1) Menggunakan
2) Naik turun tangga dengan enam kubus
beberapa
kata sendok
dengan dua kaki tiap
menjadi
frase 2)
anak tangga
sederhana menyatakan
Menyatakan
untuk kebutuhan toilet, sebuah mengompol
ide
siang
di hari
berkurang 3 tahun
1) Naik tangga dengan 1) Membangun menara 1) Berbicara dalam 1) Makan dengan satu
kaki
tiap
anak dengan Sembilan kubus
tangga 2) Berdiri dengan satu
2) Meniru gambar O
satu kalimat
sendok dan garpu
2)Menyebutkan
2) Dapat melepas
nama lengkapnya
pakaian
kaki selama beberapa
bantuan
saat
3)Berhenti mengompol
tanpa
2.1.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tumbuh Kembang Anak Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak menurut Hidayat (2005), yaitu faktor herediter dan lingkungan. Faktor herediter meliputi genetik/bawaan, jenis kelamin, ras/etnik dan umur. Faktor lingkungan meliputi lingkungan prenatal dan lingkungan postnatal. Lingkungan prenatal merupakan lingkungan dalam kandungan, mulai konsepsi sampai lahir yang meliputi gizi pada waktu ibu hamil, lingkungan mekanis (posisi janin dalam uterus, zat kimia atau toksin), radiasi, infeksi dalam kandungan, stres, faktor imunitas, kekurangan oksigen pada janin. Lingkungan postnatal merupakan lingkungan setelah lahir yang dapat mempengaruhi tumbuh kembang anak, seperti budaya lingkungan, sosial ekonomi keluarga, nutrisi, iklim atau cuaca, olahraga, posisi anak dalam keluarga, dan status kesehatan. Sedangkan menurut Al-Hassan dan Lansford (2009) status sosial ekonomi dapat ditunjukan dengan pendapatan keluarga, tingkat pendidikan ayah dan tingkat pendidikan ibu serta pekerjaan orang tua. Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2009) menyebutkan faktor luar atau lingkungan yang dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan, antara lain gizi, penyakit kronis/kelainan kongenital, lingkungan pengasuhan, stimulasi dan obat-obatan. Selain itu, penelitian dari Pancsofar, et al.(2010) menjelaskan bahwa pekerjaan orang tua, status kelahiran pertama, pendidikan ayah dan ibu mempunyai pengaruh terhadap perkembangan komunikasi pada anak usia 15 bulan dan perkembangan bahasa pada anak usia 36 bulan.
2.1.4 Penilaian Perkembangan Anak DDST yaitu suatu tes untuk melakukan skrining/pemeriksaan terhadap perkembangan anak usia satu bulan sampai dengan enam tahun menurut Denver. Denver II adalah revisi utama dari standarisasi ulang dari DDST dan Revised Denver Developmental Screening Test. DDST merupakan salah satu dari metode skrining terhadap kelainan perkembangan anak. Tes ini bukan tes diagnostik atau tes IQ. Tujuan DDST adalah mengkaji dan mengetahui perkembangan anak yang
meliputi motorik kasar, bahasa, adaptif-motorik halus dan personal sosial pada anak usia satu bulan sampai enam tahun (Saryono, 2010). Fungsi DSST yaitu untuk mengkaji dan mengetahui tingkat perkembangan anak,
menstimulasi
perkembangan
anak,
pedoman
dalam
perawatan
perkembangan anak dan mendeteksi dini keterlambatan perkembangan anak. Waktu yang dibutuhkan 15-20 menit. Aspek perkembangan yang dinilai terdiri dari 125 tugas perkembangan. Tugas yang diperiksa setiap kali skrining hanya berkisar 25-30 tugas dan menurut Saryono (2010) ada empat sektor perkembangan yang dinilai, yaitu perilaku sosial, gerakan motorik halus, bahasa dan motorik kasar.
2.2 Perkembangan Bahasa Anak 2.2.1 Perkembangan Bahasa Kemampuan bahasa adalah suatu sistem komunikasi yang digunakan dengan sukarela secara sosial disetujui bersama, dengan menggunakan simbol-simbol tertentu untuk menyampaikan dan menerima pesan dari satu orang ke orang lain. Bahasa reseptif adalah kemampuan untuk mengerti, termasuk keterampilan visual (reading, sign language comprehension) dan auditory (listening comprehension). Bahasa ekspresif adalah kemampuan untuk memproduksi simbol komunikasi, luaran ini dapat juga berupa visual (writing, signing) atau auditory (speech) (Soetjiningsih, 2013).Kemampuan bicara anak dipengaruhi oleh beberapa faktor. Kesiapan fisik yang melibatkan fungsi pernapasan, pendengaran, dan fungsi otak serta kesiapan kognitif dan neurologis membantu anak untuk dapat mulai bicara (Honckenberry, 2009). Lebih dari itu, kemampuan bicara dan bahasa anak dapat menjadi indikator seluruh perkembangan anak yang terdiri dari kemampuan kognitif, motor, psikologi, dan emosi dari lingkungan anak itu (Depkes, 2006).
Tabel 2.2.1. Milestone perkembangan bahasa reseptif dan ekspresif pada anak normal. Umur (Bulan)
Bahasa Reseptif
Bahasa Ekspresif
1
Kegiatan anak terhenti akibat Vokalisasi suara
sembarang,
yang
masih
terutama
huruf
hidup 2
Tampak
mendengarkan Tanda-tanda vocal yang yang
ucapan
3
pembicara,
dapat menunjukkan perasaan senang,
tersenyum pada pembicaraan
senyum sosial
Melihat kearah pembicara
Tersenyum
sebagai
jawaban
terhadap pembicara 4
Memberi
tanggapan
yang Jawaban
vokal
berbeda
terhadap
suara rangsang sosial
terhadap
bernada marah/ senang 5
Bereaksi terhadap panggilan Mulai meniru suara namanya
6
Mulai mengenal kata-kata “da Protes vokal, seperti berteriak da, papa, mama”
7
Bereaksi terhadap kata-kata Mulai naik, kemari, da da
8
mengeluarkan
suara
mirip kata-kata kacau
Menghentikan aktivitas bila Menirukan rangkaian suara namanya dipanggil
9
Menghentikan kegiatan bila Menirukan rangkaian suara dilarang
10
Secara
tepat
menirukan Kata-kata
variasi suara tinggi 11
Reaksi
atas
sederhana 12
Reaksi gerakan
dengan terhadap
pertanyaan verbal
mulai
muncul pertanyaan Kata-kata kacau mulai dapat
dengan
atau menoleh
pertama
melihat dimengerti dengan baik Mengungkapkan
kesadaran
melakukan tentang obyek yang telah akrab berbagai dan menyebut namanya Kata-kata yang benar terdengar
13
Mengetahui dan mengenali diantara kata-kata yang kacau, nama-nama bagian tubuh
sering dengan disertai gerakan tubuhnya
14
Dapat
mengetahui
mengenali obyek
yang
dengannya,
dan Lebih
banyak
gambar-gambar kata-kata
menggunakan
daripada
sudah
akrab untuk
jika
obyek keinginannya
gerakan,
mengungkapkan
tersebut disebut namanya 15
Akan
mengikuti
petunjuk Mulai mengkombinasikan kata-
yang beurutan (ambil topimu kata (mobil papa, mama berdiri) dan letakkan di atas meja) 16
Mengetahui
lebih
banyak Menyebut nama sendiri
kalimat yang lebih rumit Sumber:Towne C C. Disorder of hearing, Speech and Language.
2.2.2 Tahapan Perkembangan Bahasa Berikut merupakan tabel perkembangan kemampuan bahasa anak: Perkembangan Kemampuan Bahasa Pada Anak Usia
Tahapan Perkembangan Kemampuan Bahasa
1-6 bulan
Menghasilkan
bunyi
“coos”
yang
dihasilkan
dari
tenggorokan 6-9 bulan
Babbling
10-11 bulan
Mulai mengucapkan kata dengan dua suku kata seperti mama, tanpa mengerti artinya
12 bulan
Mulai mengerti arti kata mama dan mulai meniru kata dengan dua atau tiga suku kata
13-15 bulan
Sudah memiliki sekitar empat sampai tujuh kosa kata, kalimat yang disampaikan dapat dimengerti oleh orang lain
16-18 bulan
Memiliki hingga 10 kosakata, 20-50% kalimat yang disampaikan dapat dimengerti oleh orang lain
19-21 bulan
Memiliki hingaa 20 kosakata, pembicaraan anak 50% dapat dimengerti oleh orang lain
22-24 bulan
Kosakata yang dimiliki lebih dari 50%, dapat mengucapkan prase terdiri dari dua sampai tiga kata, 60-70% pembicaraan bayi dimengerti orang lain
2-2 ½ tahun
Memiliki hinggaa 400 kosakata, termasuk nama, prase dua hingga tiga kata, penggunaan kata ganti, 75% pembicaraan dimengerti oleh orang lain
2 ½-3 tahun
Mengenal usia dan jenis kelamin, menyebutkan nama tiga benda dengan benar, mengucapkan kalimat hingga lima kata, 80-90% pembicaraan dapat dimengerti oleh orang lain.
3-6 tahun
Sudah dapat menggunakan kalimat majemuk beserta anak kalimatnya
Sumber: Schwartz dalam Leung (1999)
2.2.3 Stimulasi Perkembangan Bahasa Menurut bahasa, stimulasi didefinisikan sebagai dorongan, menggiatkan (KBBI, 1995). Sementara itu Depkes (2006) mendefinisikan stimulasi sebagai kegiatan merangsang kemampuan dasar anak usia 0-6 tahun agar anak tumbuh dan berkembang secara optimal. Setiap aspek perkembangan anak membutuhkan stimulasi dari lingkungan sekitarnya termasuk pada aspek perkembangan bicara dan bahasa. Berikut merupakan stimulasi kemampuan bicara dan bahasa yang diperlukan oleh anak usia 0-5 tahun.
Tabel 2.3 Stimulasi Perkembangan Bicara dan Bahasa Usia
Stimulasi yang Diberikan
0-3 bulan
Mengajak bayi bicara dalam setiap kesempatan, menirukan ocehan bayi sesering mungkin, mengenalkan berbagai jenis suara, baik itu music, radio, televisi, percakapan orang, dan sebagainya, menggunakan mainan yang mengeluarkan bunyi seperti kerincingan atau bel
3-6 bulan
Melanjutkan stimulasi yang dilakukan pada usia 0-3 bulan, mengajarkan bayi mencari sumber suara dengan membantu memalingkan
wajah
kearah
sumber
suara,
mengulangi
beberapa kata beberapa kali ketika bicara dengan bayi, seperti kata mama.
6-9 bulan
Melanjutkan stimulasi yang telah dilakukan sebelumnya, menyebutkan nama gambar-gambar pada buku atau majalah setiap
hari
selama
beberapa
menit,
membantu
bayi
menunjukkan suatu gamabr dan menuntun bayi mengulangi nama gambar tersebut
9-12 bulan
Melanjutkan stimulasi bicara, menjawab pertanyaan, dan menyebutkan nama gambar di buku atau majalah, menyebutkan
kata-kata yang diketahui artinya oleh bayi, seperti makan, minum, dan susu, tuntun bayi mengulangi kata-kata tersebut dan beri reinforcement positif ketika bayi menirukannya, mengajak bayi untuk bicara dengan boneka, menyanyikan lagu dan bersemandung kepada bayi
12-15 bulan
Melanjutkan stimulasi bicara, menjawab pertanyaan, menunjuk dan menyebutkan nama gambar; ajak anak membuat suara dari benda-benda seperti dengan memukul sendok ke kaleng, atau memainkan kerencengan; mengenalkan nama bagian tubuh dan menuntun anak menyebutkannya kembali; mulai ajari anak mengucapkan frase dua kata misalnya ketika ingin minum susu, reinforcement positif
15-18 bulan
Melanjutkan
stimulasi
menunjukkan
gambar
di
buku,
bernyanyi, dan mengajarkan berkata-kata dalam menyatakan keinginannya; bercerita tentang gambar buku atau majalah dan meminta anak menceritakannya kembali; mengajak anak bermain telpon-telponan; menyebutkan berbagai nama barang misalnya ketika ke pasar dan anak meminta suatu barang
18-24 bulan
Melanjutkan stimulasi bernyanyi, bercerita dan membaca, bicara banyak pada anak dengan kalimat pendek, dan mendorong anak menceritakan hal-hal yang dilihat atau dikerjakannya; melihat acara televise dengan tayangan bermutu tidak lebih dari satu jam sehari; menuntun anak mengerjakan suatu perintah sederhana; memperlihatkan buku atau majalah bergambar lebih sering dan meminta anak menceritakan apa yang dilihat
24-36 bulan
Melanjutkan stimulasi membacakan buku cerita, mendorong anak untuk bercerita apa yang dilihatnya, bantu damping dan
batasi menonton televise, mengajarkan anak tentang realita apa yang ditontonnya; mengajarkan anak menyebutkan nama lengkapnya, menceritakan tentang diri anak; menyebutkan nama berbagai jenis makanan; menggunakan ungkapan yang menyatakan keadaan venda, seperti letak dan warna
36-48 bulan
Melanjutkan stimulasi membacakan buku cerita, bernyanyi, mendorong anak menceritakan diri, menyebutkan nama dan mengerti waktu, membantu dan memantau aktivitas anak nonton televise maksimal dua jam; mendorong anak untuk bertanya; mendorong anak bercerita; mengenal album foto; mengenalkan huruf
48-60 bulan
Melanjutkan stimulasi sebelumnya, melakukan permainan mengingat nama benda; mengenal huruf dan simbol; mengenal angka dan berhitung; membaca majalah; mengenalkan musim; mengajarkan membuat buku kegiatan keluarga; mengunjungi perpustakaan; belajar melengkapi kalimat; bercerita „ketika saya masih kecil‟; mengajak anak membantu pekerjaan di dapur
Sumber: Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2006)
2.2.4 Faktor yang berpengaruh terhadap perkembangan bicara dan bahasa anak Menurut Hurlock (1993) ada beberapa hal yang mempengaruhi kemampuan berbahasa seorang individu, antara lain: 1. Intelegensi. Perilaku berbahasa pada umumnya mengikuti perkembangan kognitif seorang anak. Hal ini mencerminkan logika dari proses berpikir anak. Dimana dalam hal ini intelegensi memegang peran penting dalam mempengaruhi sejauh mana kemampuan berbahasa anak. Semkin cerdas anak, semakin cepat keterampilan berbahasa dikuasai sehingga semakin cepat anak berbicara.
2. Status sosial ekonomi. Dalam keluarga kelas rendah, kegiatan keluarga cenderung kurang terorganisasi daripada keluarga kelas menengah ke atas. Pembicaraan antar anggota keluarga juga jarang dan anak kurang didorong untuk berbicara sehingga anak menjadi kurang dalam kemampuan berbahasa, dimana hal tersebut berarti status sosial ekonomi orang tua mempengaruhi perkembangan kemampuan berbahasa seorang anak. 3. Pendidikan orang tua. Orang tua yang berpendidikan yang tinggi cenderung lebih memahami peran penting stimulus dalam merangsang kemampuan berbahasa anak, sehingga dari orang tua yang berpendidikan lebih tinggi perkembangan kemampuan berbahasanya. Menurut Carl Roger (dalam Setiawan, 2007) mengatakan bahwa ada dua faktor yang berperan dalam mengembangkan bahasa pada anak, antara lain: 1. Faktor internal, adalah faktor yang berasal dari dalam diri anak, yaitu: a. Faktor intelegensi, anak yang intelegensinya tinggi akan memperlihatkan superioritas linguistic, baik dari segi kuantitas maupun dari segi kualitas. b. Faktor jenis kelamin, anak perempuan melebih anak laki-laki dalam aspek bahasa. Namun, perbedaan jenis kelamin ini akan berkurang selaras dengan bergulirnya fase perkembangan dan bertambahnya usia, sehingga akhirnya perbedaan ini hilang. c. Faktor perkembangan motorik, kemungkinan tertundanya perkembangan bahasa atau keterlambatan merupakan hal yang lumrah pada saat anak mengalami perkembangan motorik dengan cepat. d. Faktor kondisi fisik, kondisi fisik berhubungan dengan perkembangan anak serta gangguan penyakit yang berpengaruh pada kelancaran kerja indera. Misalnya, anak cacat, atau anak kondisi fisiknya lemah. e. Faktor kesehatan fisik, kesehatan fisik sangat berhubungan dengan perhatian kita terhadap jenis makan yang dikonsumsi, kesehatan indera, serta kesehatan rongga hidung yang berpengaruh besar pada daya ingat anak
2.
Faktor eksternal, adalah faktor yang mempengaruhi di luar diri anak, antara lain: a. Faktor Keluarga, anak memperoleh tempat yang membuatnya dapat memahami bunyi bahasa yang tepat, dapat menyimak dengan baik. Kelaurga yang memotivasi anak menyediakan lingkungan bahasa yang sesuai, maka anak akan lebih maju. b. Faktor perbedaan status sosial, anak yang secara sosial budaya dari kalangan atas dan menengah lebih cepat perkembangan bahasanya dari anak yang berasal dari kalangan bawah.
2.2.5 Perbedaan Kemampuan Berbahasa, Kemampuan Berbicara, dan Kemampuan Berkomunikasi Seringkali
kemampuan
berbahasa,
kemampuan
berkomunikasi,
dan
kemapuan berbicara dianggap sebagai suatu hal yang sama. Terutama dalam kehidupan sehari-hari, ketiga hl ini sepertinya hamper tidak memilki perbedaan dan batasan yang jelas satu dengan lainnya. Padahal ketiga hal ini merupakan hal yang berbeda walaupun saling berkaitan satu dengan lainnya. Berikut ini adalah perbedaan kemampuan berbahasa, kemampuan berbicara, dan kemapuan berkomunikasi (Gleason, 1998) : a. Kemampuan berbahasa Bahasa mempunyai karakteristik sendiri dan pesan/bahasa dapat dibagi menjadi unit terkecil dari analisis. Bahasa anak-anak terdiri dari kalimat yang terdiri dari elemen terkecil seperti kata dan suara, kedua hal tersebut bisa dikombinasikan menjadi suatu ucapan. Bahasa yang baik yaitu bahasa yang diproduksi dan dapat dimengerti menjadi suatu kesatuan kalimat yang utuh. Jadi, kemampuan berbahasa adalah kemampuan seorang individu untuk membuat katakata atau suara-suara yang dikombinasikan menjadi suatu ucapan/suatu kesatuan kalimat utuh yang dapat dimengerti oleh dirinya sendiri dan oleh individu lain disekitarnya.
b. Kemampuan berbicara Ketika individu berbicara maka akan menghasilkan suatu vocal yang terdiri dari suara-suara. Terdapat beberapa sistem utama ketika individu berbicara dan menghasilkan suara, yaitu: vocal, laryng, subglottal system, dimana terdiri dari paru-paru dan gabungan beberapa otot untuk pernapasan dan pelepasan udara dari tenggorokan. Subglottal sistem terdiri dari udara yang dibutuhkan untuk berbicara dimana ketika pernapasan keluar. Jadi, kemampuan berbicara adalah kemampuan individu untuk menghasilkan suara, dimana untuk menghasilkan suara ini dibutuhkan beberapa sistem utama yang terdiri dari vocal, larynk, paru-paru gabungan beberapa otot untuk pernapasan dan pelepasan udara dan tenggorokan. c. Kemampuan berkomunikasi Komunikasi itu memegang peranan penting hamper setiap menit kita berkomunikasi. Sebagai contoh ketika dirumah kita berkomunikasi dengan orang tua, saudara, pembantu. Juga termasuk komunikasi dengan teman dan guru di lingkungan sekolah serta di lingkungan masyarakat/dalam berorganisasi individu juga melakukan proses berkomunikasi. Melalui berkomunikasi individu dapat menyatakan
pendapat,
mengajukan
permohonan,
meminta
pertolongan,
menawarkan solusi, menyampaikan instruksi, dan memberikan informasi kepada orang lain. Jadi, kemampuan komunikasi merupakan bagian yang penting dari kehidupan, baik kehidupan pribadi maupun kehidupan sosial. Beberapa orang berpendapat bahwa kemampuan berkomunikasi yang efektif merupakan faktor penting dalam kehidupan sosial individu. Kemampuan berkomunikasi yang baik bisa membantu menyelsesaikan banyak masalah dan mendatangkan banyak keuntungan bagi individu. Sebaliknya, kegagalan dalam berkomunikasi dapat berakibat fatal. Kegagalan ini dapat menyebabkan berbagai bencana, sebagai contoh
bertengkar
dengan
saudara,
bermaslah
dengan
guru,
merusak
persahabatan, tidak mendapatkan pekerjaan, dan sebagainya (Gleason, 1998). Perbedaan antara kemampuan berbahasa, kemampuan berbicara, dan kemampuan berkomunikasi yang telah dipaparkan diatas membuat batasan yang jelas mengenai ketiga hal yang hamper sama tersebut dan batasan yang jelas mengenai pengertian dari masing-masing komponen kemampuan. Oleh karena itu
kemampuan berbahsa yang dianggap paling tepat dan dapat diukur dari anak prasekolah, yaitu kemampuan seorang individu untuk membuat kata-kata atau suara-suara yang dikombinasikan menjadi suatu ucapan/ suatu kesatuan kalimat yang utuh yang dapat dimengerti oleh dirinya sendiri dan oleh individu lain. Melalui hal ini dapat dilihat sejauh mana perkembangan kemampuan berbahasa anak prasekolah (Gleason,1998).
2.2.6 Masalah pada Perkembangan Kemampuan Bicara dan Bahasa Anak Gangguan bicara dan bahasa merupakan gangguan yang sering terjadi pada anak. Gangguan bicara dapat menjadi salah satu indikasi dari adanya gangguan kognitif (Hockenbery & Wilson, 2009). Etiologi dari gangguan bicara sebenarnya belum diketahui secara pasti. Namun beberapa sumber menyebutkan bahwa terdapat lima hal yang diduga berhubungan dengan gangguan bicara pada anak, lima hal tersebut antara lain jenis kelamin laki-laki, riwayat keluarga yang memiliki gangguan bicara atau komunikasi lainnya, pendidikan ibu yang rendah dan status sosial ekonomi yang rendah. Hal ini dibuktikan dengan lebih tingginya prevalensi
munculnnya
gangguan
bicara
berupa
keterlambatan
bicara
dibandingkan dengan anak yang tidak memiliki lima faktor di atas (Campbell, et al, 2003). Gangguan bicara merupakan hal yang perlu diantisipasi oleh orang tua karena gangguan tersebut dpat mempengaruhi perkembangan sosial kemandirian anak. Salah satu gangguan bicara yang dapat terjadi ialah gagu. Gagu merupakan gangguan bicara dimana seseorang bicara dengan mengulang suatu suku kata dan biasanya diselingi dengan kata-kata seperti “em” - “eh” (American Speak and Hear Association, 2000). Seorang yang memilki gangguan bicara seperti gagu akan takut dengan reaksi orang lain akan cara bicaranya. Biasanya mereka akan berpura-pura lupa dengan apa yang mereka katakan atau menghindar bahkan menolak untuk bicara (American Speak and Hear Association, 2000). Perilaku ini tentunya akan menghambat anak dalam bersosialisasi dengan lingkungannya, termasuk dalam kegiatan belajar. Gangguan bicara dan bahasa secara umum dibagi menjadi gangguan bahasa dan gangguan bicara. Gangguan bahasa merupakan gangguan yang terjadi pada
nak terkait kemampuannya dalam mengenal kata, menyusun kalimat, dan memahami struktur kalimat. Sementara gangguan bicara merupakan gangguan yang terjadi pada kemampuan anak dalam bicara baik itu yang berhubungan dengan kematangan organ maupun masalah lainnya (Hockenbery & Wilson, 2009). Gangguan bicara pada anak terjadi karena gangguan fungsional yang dapat yang biasa terjadi karena immaturasi organ atau fungsi otot yang mempoduksi suara kurang optimal (Bowen, 2011). Gangguan fungsional ini merupakan hal yang paling banyak terjadi dan lebih sering melimpah anak laki-laki terutama yang memilki riwayat keterlambatan bicara pada orang tuanya (Campbell, et al, 2003). Gangguan bicara jenis kedua disebut dengan gangguan bicara organik, yaitu gangguan bicara yang disebabkan adanya kelainan pada organ seperti bibir sumbing dan gangguan pendengaran (University Children‟s Medical Institute, 2010). Termasuk di dalam gangguan bicara organik ini adalah gangguan bicara karena masalah organik yang bersifat neurologis seperti paralisis. Adanya dua jenis gangguan bicara ini, orang tua perlu mengetahui bagaimana membedakan kedua jenis gangguan ini dikarenakan kebutuhan akan penanganan yang lebih intensif pada gangguan bicara non disfungsional dpat ditandai dengan adanya gangguan lain seperti gangguan dalam fungsi reseptif, pemecahan masalah, gangguan kecerdasan dan gangguan psikologis. Ciri lain yang menunjukkan bahwa masalah bicara yang dialami anak merupakan masalah berat adalah bila bayi tidak mahu bersenyum sosial sampai sepuluh minggu atau tidak mengeluarkan suara sebagai jawaban pada usia tiga bulan. Tanda lainnya tidak ada perhatian terhadap sekitar sampai usia lapan bulan, tidak bicara sampai usia lima belas bulan atau tidak mengucapkan tiga sampai empat kata sampai usia dua puluh bulan (Judarwanto, 2011).
2.3 Pendidikan 2.3.1 Definisi Pendidikan Pendidikan adalah aktivitas dan usaha manusia untuk meningkatkan kepribadiannya dengan jalan membina potensi-potensi pribadinya, yaitu rohani (piker, karsa, rasa, cipta dan budi nurani). Pendidikan juga berarti lembaga yang
bertanggungjawab menetapkan cita-cita (tujuan) pendidikan, isi, sistem dan organisasi pendidikan. Lembaga-lembaga ini meliputi keluarga, sekolah dan masyarakat (Ihsan Fuad, 2005). Driyarkara mengatakan bahwa pendidkan adalah upaya memanusiakan manusiam muda. Pengangkutan manusia ketaraf insani itulah yang disebut mendidik. Menurut Rousseau Pendidikan adalah memberi kita perbekalan yang tidak ada pada masa anak-anak, akan tetapi kita membutuhkannya pada waktu dewasa (Ahmadi Abu, 2003). Pendidikan, seperti sifat sasarannya yaitu manusia, mengandung banyak aspek dan sifatnya sangat kompleks. Sebagai proses transformasi budaya, pendidikan diartikan sebagai kegiatan perwarisan budaya dari generasi satu ke generasi yang lain. Sebagai proses pembentukan pribadi, pendidikan diartikan sebagai suatu kegiatan yang sistematis dan sistemik terarah kepada terbentuknya kepribadian peserta didik (Tirtarahardja et al., 2005). Proses pembentukan pribadi meliputi dua sasaran yaitu pembentukan pribadi bagi mereka yang belum dewasa oleh mereka yang dewasa, dan bagi yang sudah dewasa atas usaha sendiri. Yang terakhir ini disebut pendidikan diri sendiri. Kedua-duanya bersifat alamiah dan menjadi keharusan. Bayi yang baru lahir kepribadiannya belum terbentuk, belum mempunyai warna dan corak kepribadian yang tertentu. Ia baru merupakan individu, belum suatu pribadi. Untuk menjadi suatu pribadi perlu mendapat bimbingan, latihan-latihan, dan pengalaman melalui bergaul dengan lingkungannya, khususnya dengan lingkungan pendidikan (Tirtarahardja et al., 2005).
2.3.2 Lembaga Pendidikan Menurut sifatnya pendidikan dibedakan menjadi : a. Pendidikan informal, yaitu pendidikan yang diperoleh seseorang dari pengalaman sehari-hari dengan sadar atau tidak sadar sepanjang hayat. Pendidikan ini dapat berlangsung dalam keluarga dalam pergaulan sehari-hari maupun dalam pekerjaan, masyarakat, kelaurga, organisasi. b. Pendidikan formal, yaitu pendidikan yang berlangsung secara teratur, bertingkat dan mengikuti syarat-syarat tertentu secara ketat. Pendidikan ini
berlangsung di sekolah. Pendidikan non formal, yaitu pendidikan yang dilaksanakan secara tertentu dan sadar tetapi tidak terlalu mengikuti persturan yang ketat ( Abu Ahmadi, 2003).
2.3.3 Tingkat Pendidikan Tingkat pendidikan adalah tahap pendidikan yang berkelanjutan, yang ditetapkan berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik, tingkat kerumitan bahan pengajaran dan cara menyajikan bahan pengajaran. Tingkat pendidikan sekolah terdiri dari pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi (Ikhsan, 2005). 1) Pendidikan Dasar Pendidikan dasar adalah pendidikan yang memberikan pengetahuan dan ketrampilan, menumbuhkan sikap dasar yang diperlukan dalam masyarakat, serta mempersiapkan peserta didik untuk mengikuti pendidikan menengah. Pendidikan dasar pada prinsipnya merupakan pendidikan yang memberikan bekal dasar bagi perkembangan kehidupan, baik untuk pribadi maupun untuk masyarakat. Karena itu, bagi setiap warga negara harus disediakan kesempatan untuk memperoleh pendidikan dasar. Pendidikan ini dapat berupa pendidikan sekolah ataupun pendidikan luar biasa. Tingkat pendidikan dasar adalah Sekolah Dasar. 2) Pendidikan Menengah Pendidikan menengah adalah pendidikan yang mempersiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan mengadakan hubungan timbal-balik dengan lingkungan sosial budaya, dan alam sekitar, serta dapat mengembangkan kemampuan lebih lnjut dalam dunia kerja atau pendidikan tinggi. Pendidikan menengah terdiri dari pendidikan menengah umum dan pendidikan menengah kejuruan. Pendidikan menengah umum diselenggarakan selain untuk mempersiapkan peserta didik mengikuti pendidikan tinggi, juga untuk memasuki lapangan kerja. Pendidikan menengah kejuruan diselenggarakan untuk memasuki lapangan kerja atau mengikuti pendidikan keprofesian pada tingkat yang lebih tinggi. Pendidikan menengah
dapat merupakan pendidikan biasa atau pendidikan luar biasa. Tingkat pendidikan menengah adalah SMP, SMA dan SMK. 3) Pendidikan Tinggi Pendidikan tinggi adalah pendidikan yang mempersiapkan peserta didik untuk menjadi anggota masyarakat yang memiliki tingkat kemampuan tinggi yang bersifat akademik dan atau professional sehingga dapat menerapkan, mengembangkan dan/atau menciptakan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni dalam rangka pembangunan nasional dan meningkatkan kesejahteraan manusia (Ikhsan, 2005). Manusia sepanjang hidupnya selalu menerima pengaruh dari tiga lingkungan pendidikan yang utama yakni keluarga, sekolah dan masyarakat. Pendidikan Tinggi terdiri dari Strata 1, Strata 2, Strata 3 (Ikhsan, 2005).