BAB 2 LANDASAN TEORI
2. 1
Landasan Teori
2.1.1 Leasing 2.1.1.1 Pengertian Leasing Kieso, et al (2011) mendefinisikan leasing sebagai “a contractual agreement between a lessor and a lessee. This arrangement gives the lessee the right to use specific property, owned by the lessor, for a agreed period of time. In return for the use of property, the lessee makes rental payments over the lease term to the lessor”. Berdasarkan Financial Accounting Standard Board (FASB) Statement 13, leasing didefinisikan sebagai “an agreement conveying the right to use property, plant or equipment (land and/or depreciable assets) usually for a stated period of time”, sedangkan definisi leasing berdasarkan International Accounting Standards 17 (IAS 17) yang berlaku efektif per 1 Januari 2009, “A lease is an agreement whereby the lessor conveys to the lessee in return for a payment or series of payments the right to use an asset for an agreed period of time”. Dari ketiga definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa leasing adalah suatu perjanjian antara dua pihak yang memberikan atau mengalihkan hak atas penggunaan aset dalam periode waktu yang ditentukan dan sejumlah imbalan pembayaran yang telah disepakati. Di Indonesia, perlakuan akuntansi leasing yang lebih dikenal dengan istilah sewa guna usaha ini diatur dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) nomor 30 tentang Sewa, yang diadopsi dari IAS No. 17. Berdasarkan PSAK nomor 30 (Revisi 2011) paragraf 04, sewa adalah suatu perjanjian yang mana lessor memberikan kepada lessee hak untuk menggunakan suatu aset selama periode waktu
11
yang disepakati. Sebagai imbalannya, lessee melakukan pembayaran atau serangkaian pembayaran kepada lessor.
2.1.1.2 Klasifikasi Leasing Berdasarkan PSAK nomor 30 (Revisi 2011) paragraf 07-18, leasing diklasifikasikan ke dalam dua kategori yang berbeda, finance lease atau sewa pembiayaan dan operating lease atau sewa operasi. Finance lease digambarkan sebagai sewa yang mengalihkan secara substansial seluruh risiko dan manfaat yang terkait dengan kepemilikan aset. Sebaliknya, suatu sewa diklasifikasikan sebagai operating lease jika sewa tidak mengalihkan secara substansial seluruh risiko dan manfaat yang terkait dengan kepemilikan aset atau dengan kata lain, sewa tidak memenuhi situasi untuk diklasifikasikan sebagai finance lease. Berikut adalah kutipan langsung dari PSAK nomor 30 (Revisi 2011) paragraf 10 yang mengatur mengenai klasifikasi sewa sebagai finance lease.
10. Klasifikasi sewa sebagai sewa pembiayaan atau sewa operasi didasarkan pada substansi transaksi dan bukan pada bentuk kontraknya1. Contoh dari situasi yang secara individual atau gabungan pada umumnya mengarah pada sewa yang diklasifikasikan sebagai sewa pembiayaan adalah: (a) sewa mengalihkan kepemilikan aset kepada lessee pada akhir masa sewa; (b) lessee memiliki opsi untuk membeli aset pada harga yang diperkirakan cukup rendah dibandingkan nilai wajar pada tanggal opsi mulai dapat dilaksanakan, sehingga pada awal sewa dapat dipastikan bahwa opsi tersebut akan dilaksanakan; (c) masa sewa adalah untuk sebagian besar umur ekonomi aset meskipun hak milik tidak dialihkan; (d) pada awal sewa, nilai kini dari jumlah pembayaran sewa minimum secara substansial mendekati nilai wajar aset sewaan; dan (e) aset sewaan bersifat khusus dan hanya lessee yang dapat menggunakannya tanpa perlu modifikasi secara material. Pengalihan secara substansial atas seluruh risiko dan manfaat aset dalam transaksi finance lease berakibat pada diharuskannya lessee untuk mengakui aset dan
12
liabilitas yang timbul sebesar nilai wajar aset sewaan. Jika transaksi sewa tersebut tidak tercermin dalam laporan posisi keuangan lessee, maka sumber daya ekonomi dan tingkat kewajiban dari entitas menjadi terlalu rendah sehingga mendistorsi rasio keuangan (PSAK nomor 30 revisi 2011 paragraf 21). Klasifikasi sewa sebagai finance lease atau sebagai operating lease akan memiliki konsekuensi yang berbeda pada pengungkapan dari komitmen sewa yang ada. Lessee harus mengakui finance lease sebagai aset dan liabilitas dalam laporan posisi keuangan sebesar nilai wajar aset sewaan atau sebesar nilai kini dari pembayaran sewa minimum, jika nilai kini tersebut lebih rendah daripada nilai wajar. Pembayaran sewa minimum dipisahkan antara bagian yang merupakan beban bunga dan pengurangan liabilitas. Beban keuangan akan dialokasikan pada setiap periode selama masa sewa, pengurangan liabilitas dicatat sebagai liabilitas lancar yang akan segera diselesaikan pada periode yang bersangkutan. Selain itu, finance lease akan menimbulkan beban penyusutan untuk aset tersusutkan yang dihitung berdasarkan standar akuntansi yang berlaku dan beban keuangan pada setiap periode akuntansi. Sebaliknya, lessee tidak mengakui operating lease sebagai aset dan liabilitas dalam laporan posisi keuangan, melainkan sebagai beban sewa dengan dasar garis lurus selama masa sewa, kecuali terdapat dasar sistematis lain yang dapat lebih mencerminkan pola waktu dari manfaat aset yang dinikmati pengguna. Oleh karena itu, lessee hanya mengakui dan mengungkapkan komitmen pembayaran sewa minimum atas operating lease pada catatan atas laporan keuangan. Tabel 2.1 berikut ini menunjukkan perbedaan antara finance lease dan operating lease pada pengakuan dan pengungkapan dalam laporan posisi keuangan, laporan laba rugi dan catatan atas laporan keuangan, berdasarkan PSAK nomor 30 revisi 2011.
13
Tabel 2.1 Perbedaan antara Operating Lease dan Finance Lease OPERATING LEASE
FINANCE LEASE
Laporan Posisi Keuangan Tidak ada pengakuan atas aset dan liabilitas sewa Pengakuan aset dan liabilitas sewa dalam laporan posisi keuangan sebesar nilai wajar aset sewaan atau sebesar nilai kini dari pembayaran sewa minimum, jika nilai kini tersebut lebih rendah daripada nilai wajar. Laporan Laba Rugi Pembayaran dalam operating lease diakui Pembayaran sewa minimum dipisahkan antara sebagai beban dengan dasar garis lurus selama bagian yang merupakan beban bunga dan masa sewa pengurangan liabilitas. Finance lease akan menimbulkan beban penyusutan untuk aset tersusutkan yang dihitung berdasarkan standar akuntansi yang berlaku dan beban keuangan pada setiap periode akuntansi. Catatan atas Laporan Keuangan a. total pembayaran sewa minimum masa depan a. jumlah tercatat neto untuk setiap kelompok dalam sewa operasi yang tidak dapat aset pada tanggal pelaporan; dibatalkan untuk setiap periode (i) sampai b. rekonsiliasi antara total pembayaran sewa dengan satu tahun; (ii) lebih dari satu tahun minimum masa depan pada akhir periode sampai lima tahun; (iii) lebih dari lima tahun. pelaporan dan nilai kininya. Selain itu, b. total perkiraan penerimaan pembayaran entitas mengungkapkan total pembayaran minimum sewa-lanjut masa depan dari sewa minimum masa depan pada akhir kontrak sewa-lanjut yang tidak dapat periode pelaporan, dan nilai kininya untuk dibatalkan pada akhir periode pelaporan. setiap periode (i) sampai dengan satu tahun; c. pembayaran sewa dan sewa-lanjut yang diakui (ii) lebih dari satu tahun sampai lima tahun; sebagai beban pada periode, dengan (iii) lebih dari lima tahun. pengungkapan terpisah untuk jumlah c. rental kontinjen yang diakui sebagai beban pembayaran minimum sewa, rental kontinjen, pada periode; dan pembayaran sewa-lanjut; d. total perkiraan penerimaan pembayaran minimum sewa-lanjut masa depan dari kontrak sewa-lanjut yang tidak dapat dibatalkan pada akhir periode pelaporan Ditambah : penjelasan umum perjanjian sewa lessee yang signifikan,
Ditambah : penjelasan umum isi perjanjian sewa yang material
Pengklasifikasian leasing sebagai operating lease telah menjadi perdebatan oleh banyak pihak dalam dunia akuntansi, terutama akuntan, auditor, standard setter dan praktisi dalam dunia leasing (Janur dan Uddin, 2002:1). Hal tersebut disebabkan oleh praktik off balance sheet financing (pendanaan di luar neraca) dari operating lease yang dipandang tidak sehat dari segi pelaporan keuangan, karena terdapat aset dan liabilitas yang cukup besar yang tidak diungkapkan dan dilaporkan dalam 14
laporan posisi keuangan, melainkan hanya diungkapkan pada catatan atas laporan keuangan dalam bentuk rincian pembayaran sewa minimum di masa depan. Emily Chasan dalam artikelnya yang berjudul “Lease Accounting Breakthrough Could Come in June” di The Wall Street Journal (May 24, 2012) menyatakan bahwa investor pada dasarnya ingin memperoleh gambaran yang jelas mengenai pengungkapan posisi aset dan liabilitas perusahaan. Dikutip dari Darmawanto dan Soepriyanto (2011:42), tujuan pengungkapan adalah menyajikan informasi yang dipandang perlu untuk mencapai tujuan pelaporan keuangan dan untuk melayani berbagai pihak yang mempunyai kepentingan yang berbeda-beda. Karena
pasar
modal
merupakan
sarana
utama
pembiayaan
perusahaan,
pengungkapan diwajibkan untuk tujuan melindungi, menginformasikan dan melayani kebutuhan khusus. Laporan keuangan merupakan mekanisme yang penting bagi perusahaan untuk berkomunikasi dengan pihak investor. Pada dasarnya, investor dan financial analyst yang jeli tentu tidak akan melewatkan lembar penjelasan laporan keuangan. Namun, mereka akan mengalami kesulitan ketika harus membandingkan antara laporan keuangan yang tidak memiliki pengungkapan aset dan liabilitas sewa yang jelas dengan laporan keuangan perusahaan lain yang mengungkapkan aset dan liabilitas sewa pada laporan posisi keuangannya.
2.1.1.3 Keunggulan dan Kelemahan Leasing Secara spesifik, Masythoh (2008:34) dalam penelitiannya menyatakan bahwa keunggulan menggunakan leasing antara lain adalah adanya kemudahan akses penggunaan aset oleh perusahaan dengan pembayaran awal yang rendah dimana pembayaran dapat diperoleh dari pendapatan atas aset tersebut sehingga dengan
15
demikian dapat meminimalisasi pengeluaran modal kerja. Penggunaan operating lease juga dapat mempertahankan opsi kredit dan tidak mempengaruhi limit kredit karena operating lease diakui sebagai beban, bukan sebagai hutang. Selain itu, pembayaran leasing relatif tetap. Sehingga, manajemen kas lebih terprediksi dan mudah daripada menggunakan pinjaman bunga variabel. Keunggulan lain atas penggunaan leasing adalah kontrak leasing yang dapat dibuat sesuai dengan kondisi keuangan perusahaan (lessee). Besaran nominal angsuran dan periode pembayaran dalam struktur kontrak leasing dapat diatur bersama dengan lessor. Disamping itu, selain memberikan berbagai keunggulan, leasing juga memiliki beberapa kelemahan, misalnya biaya leasing menjadi tidak ekonomis lagi jika dibandingkan apabila perusahaan membeli secara langsung. Hal ini disebabkan oleh adanya jaminan lain yang disyaratkan oleh lessor, tergantung pada credit rating lessee. Pembatalan kontrak sewa lebih awal dari perjanjian juga akan menimbulkan biaya yang harus ditanggung oleh lessee. Selain itu, tingkat suku bunga yang tetap dalam transaksi leasing akan menyebabkan lessee merugi ketika tingkat bunga turun. Sehingga, lessee harus mengevaluasi biaya dari hilangnya keuntungan ini. Kieso, et al (2011) menyatakan bahwa pertumbuhan leasing mengindikasikan bahwa transaksi tersebut akan memberikan keuntungan yang lebih daripada memiliki aset, seperti : a.
100% Pendanaan pada Tingkat Suku Bunga Tetap Leasing dapat memecahkan masalah kas lessee dengan menyediakan
pembiayaan sampai dengan seratus persen dari nilai aset yang di-lease, sedangkan jika menggunakan pinjaman bank, biasanya dibatasi sampai delapan puluh persen dari nilai aset. Selain itu, suku bunga atas lease juga dapat dinegosiasikan pada
16
tingkat yang tetap, sedangkan beberapa bank hanya menawarkan suku bunga variabel. b.
Proteksi atau Perlindungan terhadap risiko keusangan Lease yang berjangka waktu relatif singkat dapat mengatasi kekhawatiran
lessee terhadap risiko keusangan (obsolescence) aset dan pada beberapa kasus, mengalihkan atau memindahkan risiko yang terdapat pada nilai sisa aset sewa kepada lessor. c.
Fleksibel Dipandang dari segi perjanjiannya, penggunaan leasing lebih fleksibel karena
leasing lebih dapat menyesuaikan keadaan lessee dibandingkan dengan pinjaman perbankan. Selain itu, leasing memiliki lebih sedikit batasan bila dibandingkan dengan perjanjian utang lainnya. Lessor yang inovatif mampu membuat perjanjian lease disesuaikan dengan kebutuhan khusus lessee. Pembayaran angsuran secara berkala dapat ditetapkan berdasarkan pendapatan yang dihasilkan lessee sehingga pengaturan pembayaran angsuran secara berkala dapat disesuaikan dengan pendapatan yang dihasilkan objek yang dilease. Di sisi lain, lessor dapat mengatur pembayaran yang menggelembung (baloon payment) pada awal atau akhir masa lease, pembayaran musiman (khusus apabila lessee bergerak dalam bidang pertanian, perkebunan atau peternakan) atau bahkan mungkin pula suatu tenggang waktu pembayaran yang sesuai dengan keadaan lessee. d.
Pembiayaan yang lebih murah Beberapa perusahaan menganggap bahwa leasing merupakan sumber
alternatif pembiayaan yang lebih fleksibel dan lebih murah dibandingkan dengan jenis pembiayaan lainnya.
17
e.
Keuntungan dari segi perpajakan Perjanjian lease kadang-kadang dibuat untuk menggeser keuntungan pajak
kepada pihak (lessee atau lessor) yang berada dalam golongan pajak yang lebih tinggi. f.
Off balance sheet financing Adanya pilihan untuk menggunakan operating lease, yang mana lessee tidak
harus mencantumkan transaksi leasing sebagai aset dan liabilitas dalam laporan posisi keuangan akan memberikan daya tarik tersendiri kepada lessee. Hal ini mempunyai dampak positif terhadap kondisi rasio keuangan perusahaan lessee karena transaksi leasing tersebut tidak akan terlihat dalam laporan keuangan lessee sebagai komponen liabilitas. Kondisi ini disebut off balance sheet financing.
2.1.1.4 Kapitalisasi Leasing Financial Accounting Standard Board (FASB) dalam Statement of Financial Accounting Standards 13 (SFAS 13) mengutarakan bahwa suatu lease yang secara substansial memindahkan seluruh manfaat dan risiko yang melekat pada kepemilikan aset harus dikapitalisasi. Pemindahan dianggap terjadi hanya jika lease tersebut tidak dapat dibatalkan (non cancellable), yang berarti bahwa kontrak lease bisa dibatalkan hanya jika terjadi suatu hal yang bersifat kontijensi, atau kemungkinan pembatalan terjadi sangat kecil. Berdasarkan ketentuan kapitalisasi, bagi lessee, lease harus dicatat pada laporan posisi keuangan sebagai aset dan liabilitas. Selanjutnya, aset sewaan akan disusutkan sepanjang umur ekonomis sewa dan, bila timbul bunga, akan diakui sebagai biaya bunga di laporan laba rugi. Di sisi lain, liabilitas akan berkurang akibat pembayaran-pembayaran yang dilakukan selama periode lease. Oleh karena itu,
18
transaksi operating lease yang tidak dikapitalisasi dan dibukukan sebagai off balance sheet financing dipandang tidak sehat dari segi pelaporan keuangan, karena terdapat komponen aset dan liabilitas yang cukup besar tetapi tidak dikapitalisasi dan dilaporkan dalam laporan posisi keuangan perusahaan. Hal ini dapat menjadi accounting choice yang membuka celah bagi manajemen untuk memanfaatkan operating lease dalam rangka meningkatkan kinerja keuangan perusahaan melalui hidden leverage. Oleh karena itu, kapitalisasi leasing menjadi suatu permasalahan yang diperdebatkan oleh banyak pihak dalam dunia akuntansi. Kieso et al (2011) menyatakan bahwa ada berbagai pandangan mengenai kapitalisasi leasing, yaitu : 1.
jangan mengkapitalisasi setiap aset yang dilease, karena lessee tidak memiliki hak milik atas property yang dilease , maka kapitalisasi tidak perlu dilakukan
2.
mengkapitalisasi lease yang serupa dengan pembelian angsuran. Akuntan harus melaporkan transaksi - transaksi yang sesuai dengan substansi ekonominya. Oleh karena itu, jika pembelian angsuran dikapitalisasi, maka demikian juga dengan lease yang memiliki karakteristik serupa.
3.
mengkapitalisasi semua lease jangka panjang. Menurut pendekatan ini, kapitalisasi hanya dilakukan atas hak jangka panjang untuk menggunakan aset. Melalui pendekatan ini, semua lease jangka panjang akan dikapitalisasi.
4.
lease harus dikapitalisasi jika terdapat penalty atas pelanggaran perjanjian sewa yang bersifat substansial. Pendekatan ini hanya mengkapitalisasi hak dan kewajiban kontraktual perusahaan berdasarkan perjanjian sewa yang tidak dapat dibatalkan. Sejak tahun 2002, International Accounting Standards Board (IASB) dan
Financial Accounting Standards Board (FASB) telah memasukkan isu kapitalisasi
19
leasing ke dalam proyek mereka dan pada Mei 2013, Revised Exposure Draft on Leases (No. 2013-26) dikeluarkan. Eksposure draft tersebut menyatakan bahwa perbedaan antara finance lease dan operating lease akan dihapus dan transaksi operating lease harus dikapitalisasi serta diakui sebagai aset dan liabilitas dalam laporan posisi keuangan perusahaan. Dengan demikian, pengguna laporan keuangan dapat memperoleh gambaran yang lengkap dan jelas mengenai kinerja dan posisi keuangan perusahaan. Secara lebih spesifik, suatu lease dapat dikapitalisasi jika memenuhi empat kriteria berikut (Kieso et al, 2011). 1.
adanya transfer kepemilikan aset dari lessor ke lessee,
2.
adanya opsi pembelian oleh lessee,
3.
masa sewa adalah untuk sebagian besar umur ekonomi aset sewaan.
4.
nilai kini dari jumlah pembayaran sewa minimum (minimum lease payment) secara substansial mendekati nilai wajar aset sewaan.
2.1.1.5 Pengungkapan (disclosure) dalam Laporan Keuangan Laporan keuangan merupakan hasil akhir dari proses akuntansi, yaitu proses pengkomunikasian laporan. Laporan keuangan merupakan mekanisme yang penting bagi manajer untuk berkomunikasi dengan pihak investor luar, yaitu investor publik diluar lingkup manajemen serta tidak terlibat dalam pengelolaan perusahaan. Oleh karena itu, pengungkapan informasi dalam laporan keuangan harus disajikan dengan memadai untuk memungkinkan dilakukannya sebuah prediksi kondisi keuangan, arus kas, dan profitabilitas perusahaan di masa depan. Beberapa tujuan dari pengungkapan laporan keuangan adalah untuk memberikan penjelasan mengenai item-item yang diakui dan belum diakui dalam laporan keuangan serta menyediakan ukuran yang relevan bagi item-item tersebut. 20
Selanjutnya, pengungkapan laporan keuangan juga memberikan informasi mengenai item-item yang potensial untuk diakui dan yang belum diakui bagi investor dan kreditor dalam menentukan risiko dan juga untuk menentukan returnnya. Selain itu, informasi mengenai aliran kas masuk dan keluar di masa mendatang pada perusahaan juga dapat diperoleh melalui pengungkapan laporan keuangan (Belkaoui, 2005) Bapepam-LK (Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan) yang saat ini telah berganti nama menjadi Otoritas Jasa Keuangan, selaku lembaga yang mengatur dan mengawasi pelaksanaan pasar modal di Indonesia, juga mengeluarkan peraturan tentang pengungkapan informasi laporan keuangan yang harus dilakukan oleh perusahaan publik. Peraturan yang tertera dalam Surat Edaran Ketua Bapepam No. SE-02/PM/2002 tanggal 27 Desember 2002 memberikan pedoman penyajian dan pengungkapan laporan keuangan emiten atau perusahaan publik. Pedoman ini diharapkan dapat memberikan panduan untuk menyajikan laporan keuangan yang berkualitas dan transparan
2.1.1.5.1 Prinsip Full Disclosure Salah satu prinsip dasar akuntansi dalam pencatatan transaksi adalah prinsip pengungkapan penuh (full disclosure). Prinsip ini mengharuskan perusahaan untuk menyajikan informasi yang lengkap dalam laporan keuangan. Berdasarkan prinsip ini, laporan keuangan harus dirancang dan disusun sedemikian rupa agar dapat menggambarkan secara akurat kejadian-kejadian ekonomi yang telah memengaruhi perusahaan selama periode berjalan dan memberikan informasi yang relevan serta tidak menyesatkan karena tanggung jawab manajemen kepada para pihak yang berkepentingan dalam suatu entitas tercermin dalam pelaporan kinerja perusahaan. Kieso et al (2011:1514-1515) menyatakan bahwa prinsip full disclosure memerlukan pelaporan dari setiap fakta keuangan yang cukup signifikan untuk 21
mempengaruhi judgement dari setiap pembaca laporan keuangan. Pelaporan ini diperlukan karena faktor meningkatnya lingkungan bisnis yang berimplikasi pada peningkatan kompleksitas dalam operasi bisnis sehingga menambah tingkat kesulitan untuk menyajikan peristiwa ekonomi ke dalam suatu laporan. Selain itu, adanya kebutuhan terhadap informasi yang tepat waktu seperti misalnya laporan tahunan dan laporan interim serta accounting yang digunakan sebagai alat pengendalian dan pengawasan. Terkait dengan penelitian ini, pengungkapan atas rincian transaksi operating lease dinilai perlu untuk memberikan informasi mengenai substansi transaksi operating lease usaha sekaligus sebagai indikator kinerja dari perusahaan yang melakukan operating lease.
2.1.1.5.2 Pengungkapan Operating Lease dalam Laporan Keuangan Lessee PSAK nomor 30 paragraf 34 mengatur mengenai pengungkapan operating lease atau sewa operasi dalam laporan keuangan lessee. 34. Sebagai tambahan pengungkapan untuk memenuhi ketentuan PSAK 60: Instrumen Keuangan: Pengungkapan, lessee juga mengungkapkan hal berikut untuk sewa operasi: (a) total pembayaran sewa minimum masa depan dalam sewa operasi yang tidak dapat dibatalkan untuk setiap periode berikut: (i) sampai dengan satu tahun; (ii) lebih dari satu tahun sampai lima tahun; (iii) lebih dari lima tahun. (b) total perkiraan penerimaan pembayaran minimum sewa-lanjut masa depan dari kontrak sewa-lanjut yang tidak dapat dibatalkan pada akhir periode pelaporan. (c) pembayaran sewa dan sewa-lanjut yang diakui sebagai beban pada periode, dengan pengungkapan terpisah untuk jumlah pembayaran minimum sewa, rental kontinjen, dan pembayaran sewa-lanjut; (d) penjelasan umum perjanjian sewa lessee yang signifikan, yang meliputi, namun tidak terbatas pada: (i) dasar penentuan utang rental kontinjen; (ii) keberadaan dan persyaratan dari opsi pembaruan atau pembelian dan klausul eskalasi; dan (iii) pembatasan yang ditetapkan dalam perjanjian sewa, seperti pembatasan dividen, utang tambahan, dan sewa-lanjut. 22
Dari pernyataan ini dapat disimpulkan bahwa perusahaan sebagai lessee yang melakukan
transaksi
operating
lease
dalam
laporan
keuangannya
harus
mengungkapkan total pembayaran sewa minimum masa depan berdasarkan tiga kategori periode, yaitu sampai dengan satu tahun, lebih dari satu tahun sampai lima tahun dan lebih dari lima tahun. Pembayaran sewa minimum (minimum lease payment) adalah pembayaran selama masa sewa yang harus dibayar (atau dapat diharuskan untuk dibayar) oleh lessee, tidak termasuk rental kontinjen, biaya jasa, dan pajak yang dibayar oleh dan diganti kepada lessor (PSAK nomor 30 revisi 2011 paragraf 04). Selanjutnya, pembayaran sewa minimum dipisahkan antara bagian yang merupakan beban bunga dan pengurangan liabilitas.
2.1.2 Analisis Laporan Keuangan Informasi yang disajikan dalam laporan keuangan sangat bermanfaat bagi pengguna laporan keuangan dalam hal pengambilan keputusan. Keputusan ekonomi yang diambil pengguna laporan keuangan pada umumnya didasarkan pada hasil analisis dan evaluasi atas kemampuan entitas dalam menghasilkan kas. Para pengguna dapat menganalisis dan mengevaluasi kemampuan entitas dalam menghasilkan kas (dan setara kas) dengan lebih baik jika mereka memperoleh informasi yang difokuskan pada posisi keuangan, kinerja keuangan serta perubahan posisi keuangan entitas. Misalnya bagi investor, analisis perusahaan dilakukan dengan tujuan untuk menentukan perusahaan-perusahaan atau saham mana saja yang menguntungkan sehingga layak dijadikan investasi. Laporan keuangan yang diolah lebih lanjut melalui proses perbandingan, evaluasi, dan analisis, akan mampu memberikan gambaran yang jelas bagi para
23
pengguna laporan keuangan mengenai kondisi keuangan entitas Fahmi (2011:1). Sehingga, disinilah laporan keuangan tersebut diperlukan. Subramanyam dan Wild (2013:4) menyatakan bahwa analisis laporan keuangan (financial statement analysis) merupakan aplikasi dari alat dan teknik analitis untuk laporan keuangan bertujuan umum dan data-data yang berkaitan untuk menghasilkan estimasi dan kesimpulan yang bermanfaat dalam analisis bisnis.
2.1.2.1 Laporan Keuangan Laporan keuangan merupakan suatu laporan yang berisi informasi mengenai posisi keuangan perusahaan yang dibuat untuk memenuhi kebutuhan pemangku kepentingan dalam suatu perusahaan, seperti investor, pemegang saham, dewan direksi, masyarakat dan pihak-pihak berkepentingan lainnya. Ikatan Akuntan Indonesia (2012) dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan Nomor (PSAK) 1 paragraf 07 mendefinisikan laporan keuangan secara spesifik sebagai berikut. Laporan keuangan merupakan bagian dari proses pelaporan keuangan. Laporan keuangan yang lengkap biasanya meliputi neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan posisi keuangan (yang dapat disajikan dalam berbagai cara misalnya, sebagai laporan arus kas, atau laporan arus dana), catatan dan laporan lain serta materi penjelasan yang merupakan bagian integral dari laporan keuangan. Di samping itu juga termasuk skedul dan informasi tambahan yang berkaitan dengan laporan tersebut, misalnya, informasi keuangan segmen industri dan geografis serta pengungkapan pengaruh perubahan harga. Berdasarkan pengertian laporan keuangan di atas, dapat disimpulkan bahwa laporan keuangan adalah suatu laporan akuntansi yang menggambarkan kondisi keuangan dan hasil usaha suatu perusahaan, yang terdiri dari ringkasan atas hasil transaksi operasi bisnis perusahaan yang terdiri atas neraca, laporan laba rugi, laporan arus kas, laporan perubahan ekuitas, dan catatan atas laporan keuangan. Berikut adalah kutipan langsung dari Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) Nomor 1 paragraf 11 yang mengatur mengenai komponen 24
laporan keuangan lengkap. 11. Laporan keuangan lengkap terdiri dari komponen-komponen berikut ini: (a) laporan posisi keuangan (neraca) pada akhir periode; (b) laporan laba rugi komprehensif selama periode (c) laporan perubahan ekuitas selama periode; (d) laporan arus kas selama periode; (e) catatan atas laporan keuangan, berisi ringkasan kebijakan akuntansi penting dan informasi penjelasan lain; dan (f) laporan posisi keuangan pada awal periode komparatif yang disajikan ketika entitas menerapkan suatu kebijakan akuntansi secara retrospektif atau membuat penyajian kembali pos-pos laporan keuangan, atau ketika entitas mereklasifikasi pos-pos dalam laporan keuangannya.
Laporan keuangan lebih bermanfaat untuk pengambilan keputusan ekonomi apabila melalui informasi yang disajikan dalam laporan keuangan tersebut dapat ditinjau bagaimana kinerja keuangan saat ini dan juga diprediksi mengenai potensi keberhasilan perusahaan di masa depan. Disinilah arti penting dari analisis laporan keuangan informasi keuangan historis diolah agar dapat memberikan gambaran mengenai kinerja keuangan perusahaan kini dan potensi keberhasilan perusahaan di masa depan.
2.1.2.2 Analisis Kinerja Keuangan Untuk menilai apakah kualitas suatu perusahaan adalah baik, pada umumnya ada dua penilaian yang dapat dijadikan acuan untuk melihat apakah perusahaan tersebut telah menjalankan kaidah-kaidah manajemen dengan baik.Pe nilaian dapat dilakukan dengan meninjau kinerja keuangan perusahaan (financial performance) dan kinerja non keuangan perusahaan (non financial performance). Dalam mengukur kinerja keuangan, ada beberapa metode yang dapat digunakan oleh perusahaan, antara lain adalah :
25
1.
Metode Analisis Rasio Keuangan Bagi stakeholder, analisis rasio keuangan sangat bermanfaat untuk
memberikan dasar dalam meramalkan prospek perusahaan pada masa yang akan datang, memberikan petunjuk atau gejala–gejala yang timbul dari informasi yang disajikan serta memudahkan dalam menginterprestasikan laporan keuangan. Berdasarkan metode ini, informasi yang telah disajikan dalam laporan keuangan diolah terlebih dahulu kedalam rasio-rasio keuangan untuk dapat digunakan sebagai dasar analisis kinerja keuangan suatu perusahaan. James C. Van Horne dalam Kasmir (2012:104) mendefinisikan rasio keuangan sebagai indeks yang menghubungkan dua angka akuntansi dan diperoleh dengan membagi satu angka dengan angka lainnya. Selanjutnya, Warsidi dan Bambang dalam Fahmi (2011:108) memberikan pernyataan bahwa : “Analisis rasio keuangan merupakan instrumen analisis prestasi perubahan yang menjelaskan prestasi perusahaan yang menjelaskan berbagai hubungan dan indikator keuangan, yang ditujukan untuk menunjukan perubahan dalam kondisi keuangan atau prestasi operasi di masa lalu dan membantu menggambarkan trend pola perubahan tersebut, untuk kemudian menunjukan risiko dan peluang yang melekat pada perusahaan yang bersangkutan.” Di sisi lain, Fahmi (2011:107) menyatakan bahwa rasio keuangan berguna bagi investor untuk mengetahui kondisi perusahaan dalam menentukan perusahaan mana yang dapat membayar deviden. Sehingga, hasil dari analisis rasio keuangan dapat digunakan sebagai acuan dalam menganalisis kondisi kinerja suatu perusahan baik dalam jangka waktu pendek atau panjang.
2.
Metode Nilai Tambah Dua pendekatan yang umum digunakan perusahaan untuk menghitung nilai
tambah yang diperoleh perusahaan secara riil adalah pendekatan EVA (Economic
26
Value Added) dan MVA (Market Value Added). EVA menghitung nilai tambah ekonomi yang diperoleh perusahaan dengan mengurangkan laba bersih operasi setelah pajak dengan bagian keuntungan yang diberikan kepada pemilik dana (biaya ekuitas atas investasi). MVA menilai efisiensi penggunaan sumber daya perusahaan yang digunakan untuk memaksimalkan kekayaan pemegang saham.
3.
Analisis Rasio dari Arus Kas Metode ini digunakan untuk memberikan penilaian atas kinerja keuangan
perusahaan, baik dari segi likuiditas, profitabilitas, maupun solvabilitas.
2.1.2.2.1 Analisis Rasio Keuangan Analisis rasio keuangan adalah salah satu metode perhitungan dan intrepretasi rasio keuangan
untuk
menilai kinerja dan status perusahaan.
Sebagaimana yang dinyatakan oleh James C.Van Horne dan John M.Wachowicz dalam Fahmi (2011:108), bahwa “To evaluate the financial condition and performance of a firm, the financial analyst needs certain yardstick. The yardstick frequently used is a ratio, index, relating two pieces of financial data of to each other. Gitman dalam Fahmi (2011:108) menyatakan bahwa “Ratio analysis involves methods of calculating and interpreting financial ratio to asses the firm’s performance. The basic inputs to ratio analysis are firm’s income statement and balance sheet”. Menurut Fahmi (2011:109), ada beberapa manfaat yang dapat diperoleh melalui analisis rasio keuangan, yaitu sebagai berikut : 1. Analisis rasio keuangan sangat bermanfaat untuk dijadikan sebagai alat menilai kinerja dan prestasi perusahaan. 27
2. Analisis rasio keuangan sangat bermanfaat bagi pihak manajemen sebagai rujukan untuk membuat perencanaan. 3. Analisis rasio keuangan dapat dijadikan sebagai alat untuk mengevaluasi kondisi suatu perusahaan dari perspektif keuangan. 4. Analisis rasio keuangan juga bermanfaat bagi para kreditor dapat digunakan untuk memperkirakan potensi risiko yang akan dihadapi dikaitkan dengan adanya jaminan kelangsungan pembayaran bunga dan pengembalian pokok pinjaman. 5. Analisis rasio keuangan dapat dijadikan sebagai penilaian bagi pihak stakeholder organisasi.
Selain manfaat tersebut, menurut Sofyan Syafri Harahap (Fahmi, 2011:109), analisis rasio juga memiliki keunggulan sebagai berikut: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Rasio merupakan angka-angka atau ikhtisar statistik yang lebih mudah dibaca dan ditafsirkan. Merupakan pengganti yang lebih sederhana dari informasi yang disajikan laporan keuangan yang sangat rinci dan rumit. Mengetahui posisi perusahaan di tengah industri. Bermanfaat untuk bahan dalam mengisi model-model pengambilan keputusan dan model prediksi. Menstandardisasi size perusahaan. Lebih mudah memperbandingkan perusahaan dengan perusahaan lain. Lebih mudah melihan tren perusahaan serta melakukan prediksi di masa yang akan datang.
Rasio keuangan memiliki berbagai kegunaan bergantung kepada siapa penggunanya. Misalnya, rasio keuangan dapat digunakan oleh akademis, financial analyst, maupun investor. Oleh karena itu, terdapat beberapa jenis rasio yang dapat digunakan dalam analasis sesuai dengan kegunaan masing-masing. Rasio keuangan dapat dibagi menjadi beberapa kategori dasar, yaitu likuiditas (liquidity), aktivitas (activity), rasio hutang atau solvabilitas (leverage), dan profitabilitas (profitability), serta rasio nilai pasar (market ratio). Likuiditas, aktivitas, dan rasio hutang digunakan dalam mengukur risiko. Rasio profitabilitas mengukur pengembalian, dan rasio nilai pasar mencakup baik risiko maupun pengembalian.
28
1.
Rasio Likuiditas Likuiditas perusahaan adalah kemampuan perusahaan tersebut untuk
menutupi kebutuhan kewajiban jangka pendek ketika jatuh tempo (Kasmir, 2011:110). Likuiditas mengacu pada solvabilitas perusahaan keuangan secara keseluruhan. Sehingga, rasio ini dipandang sebagai indikator adanya masalah dalam arus kas perusahaan. Menurut Fahmi (2011:116), rasio likuiditas memiliki peranan yang penting, karena kegagalan perusahaan dalam membayar liabilitas dapat menyebabkan kebangkrutan perusahaan. Rasio ini mengukur pada kemampuan likuiditas jangka pendek perusahaan dengan melihat aset lancar perusahaan relatif terhadap liabilitas lancanya. Rasio keuangan yang dapat diklasifikasikan sebagai rasio likuiditas adalah rasio lancar (current ratio) dan rasio cepat (quick ratio/ acid-test). Kedua rasio dalam kategori rasio likuiditas ini menunjukkan bahwa semakin tinggi nilai yang diperoleh maka semakin tinggi pula tingkat likuiditas perusahaan yang artinya semakin besar kemampuan perusahaan dalam membiayai kewajiban jangka pendeknya. 2.
Rasio aktivitas Menurut Kasmir (2011:114), rasio aktivitas merupakan rasio yang digunakan
untuk mengukur tingkat efisiensi pemanfaatan sumber daya perusahaan. Rasio aktivitas dapat digunakan untuk mengukur dan menilai apakah jumlah masingmasing jenis aset dalam neraca sudah wajar, terlalu tinggi atau terlalu rendah terhadap tingkat operasi saat ini dan proyeksi operasi di masa mendatang. Rasio yang terdapat pada kategori ini adalah: rasio perputaran persediaan (inventory turnover ratio), rasio perputaran aset tetap (fixed asset turnover ratio), 29
rasio perputaran aset tidak lancar (non current asset turnover ratio), dan rasio perputaran total aset (total assets turnover). 3.
Rasio Solvabilitas (Leverage Ratio) Rasio solvabilitas (leverage) adalah rasio keuangan yang mengukur jumlah
kewajiban yang digunakan untuk mendukung operasi dan kemampuan perusahaan untuk membayar kewajibannya. Fahmi (2011:116) menyatakan bahwa rasio solvabilitas dapat digunakan untuk menunjukkan bagaimana perusahaan mampu mengelola hutangnya dalam rangka memperoleh keuntungan dan juga mampu untuk melunasi kembali hutangnya. Menurut Kasmir (2011:151), rasio solvabilitas merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur sejauh mana aset perusahaan dibiayai dengan hutang. Rasio ini menunjukkan seberapa banyak sumber dana selain modal yang berupa hutang yang digunakan sebagai pembiayaan bagi perusahaan. Yang termasuk dalam kategori leverage ratio diantaranya adalah debt to equity ratio, debt to total assets ratio, equity to debt ratio, dan long term debt to capital employed. Selanjutnya, salah satu rasio yang termasuk dalam kategori ini adalah rasio pemenuhan (coverage ratio), yaitu rasio yang memberikan indikasi kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban pemenuhan atas bunga pinjaman. Rasio yang termasuk dalam coverage ratio adalah rasio kemampuan membayar bunga (interest coverage ratio). Tingginya nilai interest coverage ratio menunjukkan besarnya kemampuan perusahaan dalam membayar bunga. 4.
Rasio profitabilitas (profitability ratio) Rasio profitabilitas adalah rasio yang digunakan untuk mengukur efektivitas
manajemen perusahaan secara keseluruhan dan ditunjukkan dengan besarnya laba yang diperoleh perusahaan. Rasio ini menggambarkan pengaruh gabungan dari
30
likuiditas, pengelolaan aset, dan pengelolaan hutang terhadap hasil-hasil operasi. Artinya, angka dari rasio ini menunjukkan pula bagaimana manajemen mengelola aset dan hutangnya. Semakin baik manajemen mengelola aset dan hutangnya, maka tingkat profitabilitas akan meningkat dan rasio profitabilitas pun akan meningkat. Profitabilitas perusahaan dapat dikatakan baik apabila perusahaan mampu memenuhi target laba yang telah ditetapkan dengan menggunakan aset atau modal yang dimiliki (Kasmir,2011:114). Rasio yang termasuk dalam kategori rasio profitabilitas terdiri dari gross profit margin, net profit margin, return on assets, return on equity, return on capital employed, EBIT to total assets 5.
Rasio nilai pasar (market value ratio) Rasio nilai pasar mengaitkan harga saham perusahaan dengan laba dan nilai
buku per saham. Rasio ini memberi indikasi kepada manajemen mengenai pendapat investor tentang prestasi perusahaan di masa lalu dan prospek prestasi perusahaan untuk masa mendatang. Rasio yang diklasifikasikan sebagai market value ratio adalah price earning ratio, earning yield, dividend yield, dan market to book ratio.
Tabel 2.2 berikut ini menyajikan ringkasan jenis-jenis rasio keuangan yang termasuk dalam kategori rasio likuiditas, rasio aktivitas, rasio solvabilitas (leverage) dan rasio profitabilitas yang dapat diolah dari data atau informasi yang disajikan pada laporan keuangan.
31
Tabel 2.2 Klasifikasi Rasio Keuangan Kategori Rasio Likuiditas
Jenis Rasio
Current ratio
Quick Ratio
Rasio Aktivitas
Total asset turnover
Non Current Asset Turnover
Inventory Turnover Rasio Leverage
Debt to Total Assets
Pengukuran
Evaluasi Kondisi Indikasi Naik Membaik mengukur kemampuan perusahaan dalam membayar liabilitas yang harus segera dipenuhi dengan aset lancar yang dimilikinya. Naik Membaik mengukur kemampuan perusahaan dalam membayar liabilitas yang harus segera dipenuhi dengan aset lancar yang lebih likuid (liquid assets) Naik Membaik mengukur kemampuan dana yang tertanam dalam keseluruhan aset yang berputar pada suatu periode untuk menghasilkan pendapatan Naik Membaik mengukur kemampuan dana yang tertanam dalam aset tidak lancar yang berputar pada suatu periode untuk menghasilkan pendapatan Naik Membaik mengukur kemampuan dana yang tertanam dalam persediaan yang berputar pada suatu periode tertentu, atau likuiditas dari persediaan. mengukur tingkat solvabilitas perusahaan, yaitu Naik Memburuk kemampuan perusahaan untuk membayar liabilitas jangka panjang perusahaan dengan aset yang dimiliki. Fungsi Rasio
32
Debt to Total Equity Long term debt to capital employed Rasio Coverage Rasio Profitabilitas
Interest coverage
Gross Profit Margin
Net profit margin
Return on capital employed Return On Total Assets Return on equity
EBIT to total asset
mengukur kemampuan modal sendiri perusahaan tersebut untuk memenuhi seluruh liabilitasnya. mengukur tingkat resiko atas modal yang diinvestasikan
Naik
Memburuk
Naik
Memburuk
mengukur berapa kali jumlah pendapatan yang tersedia untuk membayar bunga dapat menutup beban bunga perusahaan mengukur keuntungan kotor dari setiap produk atau jasa yang dijual perusahaan. mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan bersih setelah dipotong pajak menilai kinerja manajemen sehubungan dengan jumlah investasi modal yang ditanamkan untuk menjalankan aktivitas badan usaha. mengukur kemampuan perusahaan menghasilkan laba bersih berdasarkan tingkat aset yang tertentu. mengukur tingkat keuntungan dari investasi yang ditanamkan pemegang saham mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan pengembalian laba sebelum pajak dan bunga dari total aset
Naik
Membaik
Naik
Membaik
Naik
Membaik
Naik
Membaik
Naik
Membaik
Naik
Membaik
Naik
Membaik
Sumber : Gibson, Charles H. Financial Statement Analysis. 2011.
33
2.1.3 Accounting Choice Untuk menghasilkan informasi yang berkualitas, manajemen dapat memilih metode akuntansi yang ada melalui accounting choice. Fields et al. (2001) lebih spesifik menyatakan bahwa “an accounting choice is any decision whose primary purpose is to influence (either in form or substance) the output of the accounting system in a particular way, including not only financial statements but also tax returns and regulatory filings”. Dengan kata lain, accounting choice merupakan setiap keputusan yang diambil dengan tujuan utama untuk mempengaruhi (baik dalam bentuknya maupun isinya) output dari sistem akuntansi dengan cara tertentu, tidak hanya mencakup kesesuaian laporan keuangan dengan prinsip akuntansi yang berlaku, tetapi juga terkait dengan pelaporan pajak dan kepatuhan regulasi. Kebijakan akuntansi dalam suatu perusahaan dapat mencakup proses pemilihan metode pelaporan alternatif, sistem pengukuran, dan teknik pengungkapan tertentu dari semua informasi yang tersedia untuk pelaporan akuntabilitas. Melalui pemilihan kebijakan akuntansi, manajemen dapat mempengaruhi informasi akuntansi yang disajikan baik bentuk maupun substansinya (Fields et al, 2001). Bentuk accounting choice dapat berupa pilihan metode penyusutan aset tetap, pilihan dalam tingkat pengungkapan laporan keuangan perusahaan, pilihan atas waktu untuk mengadopsi standar yang baru, dan juga pilihan untuk membentuk suatu transaksi sewa agar memenuhi syarat sebagai operating lease. Accounting choice dilakukan manajemen terhadap alternatif metode akuntansi yang diperkenankan oleh standar akuntansi yang berlaku umum, yakni PSAK. Asumsi penting dalam accounting choice adalah bahwa manajemen bersifat rasional, artinya dia akan memilih metode akuntansi yang paling menguntungkan bagi perusahaan atau dirinya. Sepanjang manfaat yang diperolehnya lebih besar dari
34
pada biaya-biaya yang dikeluarkan, manajemen akan memilih metode akuntansi tersebut. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa accounting choice merupakan keputusan yang diambil manajemen untuk memilih dan menerapkan suatu metode akuntansi dengan tujuan untuk memaksimalkan kepentingan perusahaan dan dirinya. Motivasi yang mendorong manajemen dalam accounting choice diuraikan dalam suatu teori yang disebut dengan positive accounting theory. Teori ini membahas sikap dan perilaku manajemen terhadap praktik-praktik akuntansi dan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi mereka dalam memilih metode akuntansi untuk transaksi ekonomisnya (Priantinah, 2009). Accounting choice dapat diperluas menjadi beberapa dimensi. Dimensi pertama adalah dari segi nature of decision maker. Dalam dimensi ini, accounting choice tidak hanya menjadi pilihan kepada para manajer tetapi juga kepada auditor dan komite audit, misalnya pilihan auditor ketika diperhadapkan dengan pilihan atas transaksi akuntansi yang ambigu. Dimensi kedua adalah dari segi nature of the choice. Dimensi ini mencakup pilihan antara dua peraturan yang seimbang antara 1 pilihan dengan pilihan lainnya. Contohnya, pemilihan asumsi biaya metode FIFO atau average, dan dapat pula dalam bentuk keputusan untuk melakukan pengungkapan informasi keuangan serta keputusan untuk menetapkan waktu atas suatu peristiwa misalnya penerapan awal atas standar akuntansi yang baru atau penundaan penerapan. Dimensi ketiga dari accounting choice adalah dalam pengaruhnya kepada laba perusahaan, apakah atas accounting choice tersebut berpengaruh kepada laba secara langsung atau hanya dalam satu periode saja ataukah long-term period, misalnya pengklasifikasian biaya penjualan produk sebagai biaya produk hanya berakibat kepada laba pada satu periode saja.
35
Berdasarkan tiga kategori accounting choice tersebut dan definisi accounting choice yang dinyatakan oleh Fields et al (2001), terkait dengan leasing, maka manajemen diperhadapkan dengan pilihan untuk melakukan dan mengelompokkan lease kedalam operating lease atau finance lease.
2.1.4 Manajemen Laba Accounting choice juga dapat menjadi alat bagi manajemen untuk melakukan manajemen laba, walaupun tidak semuanya seperti itu. Kesamaan keduanya adalah dapat dipakai oleh manajemen untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Schipper (1989) dalam Subramanyam et al. (2013), menyatakan bahwa manajemen laba merupakan suatu intervensi manajemen dengan sengaja dalam proses penentuan laba, biasanya untuk memenuhi tujuann pribadi. Manajemen laba dapat terjadi ketika manajer menggunakan pertimbangan (judgment) dalam pelaporan keuangan dan penyusunan transaksi untuk merubah laporan keuangan, dengan tujuan untuk memanipulasi besaran (magnitude) laba kepada beberapa stakeholders tentang kinerja ekonomi perusahaan atau untuk mempengaruhi hasil perjanjian (kontrak) yang tergantung pada angka-angka akuntansi yang dilaporkan
2.1.4.1 Teknik Manajemen Laba Teknik manajemen laba dapat digolongkan menjadi tiga, yaitu income smoothing, income maximization, dan income minimization. Income smoothing menurut Subramanyam et al (2013:132) adalah bentuk manajemen laba dengan menukarkan pendapatan atau beban dalam dua periode dengan tujuan untuk menghindari fluktuasi laba. Income maximization adalah usaha-usaha untuk memperbesar laba, sebaliknya income minimization adalah upaya manajemen untuk
36
meminimalkan laba. Pola meminimumkan laba ini mungkin dilakukan karena motif politik atau motif meminimumkan pajak.
2.1.5 Positive Accounting Theory Positive accounting theory menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi manajemen terkait dengan pemilihan alternative accounting methods (accounting choice) dan terkait dengan perilaku manajemen laba (Fields et al, 2001; Watts & Zimmerman, 1986; Holthausen & Leftwich, 1983 dalam Priantinah, 2009). Faktor-faktor dalam positive accounting theory yang dapat mempengaruhi manajemen terkait dengan accounting choice adalah sebagai berikut. 1.
Political cost, yaitu biaya yang ditanggung perusahaan untuk melobi birokrat, politisi, atau standard setter untuk penetapan antitrust, regulasi, subsidi pemerintah, perpajakan, dan sebagainya. Misalnya, pada industri migas political cost berkaitan dengan pemilihan metode Full Cost (FC) atau Successful Efforts (SE).
2.
Debt covenants, yaitu faktor yang menjadi pertimbangan manajemen dalam memilih metode akuntansi. Sehingga, mencapai kesamaan penilaian antara kreditur, manajemen, bondholders, dan shareholders.
3.
Kinerja perusahaan, yaitu faktor yang menjadi dasar penetapan besarnya kompensasi, benefit, dan insentif bagi manajemen. Oleh karena itu, manajemen akan memilih metode akuntansi yang menghasilkan informasi kinerja perusahaan yang lebih baik. Faktor-faktor dalam positive accounting theory yang mempengaruhi
manajemen terkait dengan perilaku manajemen laba adalah sebagai berikut (Fields et
37
al, 2001; Watts & Zimmerman, 1986; Holthausen & Leftwich, 1983 dalam Priantinah, 2009). 1.
The Bonus Plan Hypothesis The bonus plan hypothesis menjelaskan bahwa, pada perusahaan yang
memiliki rencana pemberian bonus, manajer perusahaan akan lebih memilih metode akuntansi yang dapat menggeser laba dari masa depan ke masa kini sehingga dapat menaikkan laba saat ini. Hal ini dikarenakan manajer lebih menyukai pemberian upah yang lebih tinggi untuk masa kini.
2.
The Debt to Equity Hypothesis (Debt Covenant Hypothesis). The debt to equity hypothesis (debt covenant hypothesis) menjelaskan bahwa,
pada perusahaan yang mempunyai rasio debt to equity tinggi, manajer perusahaan cenderung menggunakan metode akuntansi yang dapat meningkatkan pendapatan atau laba atau menurunkan liabilitas dan meningkatkan ekuitas. Perusahaan dengan rasio debt to equity yang tinggi akan mengalami kesulitan dalam memperoleh dana tambahan dari pihak kreditor bahkan perusahaan terancam melanggar perjanjian utang.
3.
The Political Cost Hypothesis (Size Hypothesis) The political cost hypothesis (size hypothesis) menjelaskan bahwa, pada
perusahaan besar yang memiliki biaya politik tinggi, manajer akan lebih memilih metode akuntansi yang menangguhkan laba yang dilaporkan dari periode sekarang ke periode masa mendatang. Sehingga, dapat memperkecil laba yang dilaporkan. Biaya politik muncul dikarenakan profitabilitas perusahaan yang tinggi dapat menarik perhatian media dan konsumen.
38
Adanya pemberian keleluasaan bagi manajer untuk bisa memilih metode akuntansi tertentu dari yang tersedia, menimbulkan kemungkinan timbulnya perilaku oportunis. Perilaku oportunis didasarkan bahwa, terhadap metode akuntansi yang tersedia, manajer akan memilih kebijakan akuntansi untuk tujuan mereka pribadi. Pengakuan kemungkinan timbulnya perilaku oportunistik ini mendasari asumsi penting dari positive accounting theory. Positive accounting theory mengasumsikan bahwa manajer adalah orang yang rasional (seperti halnya investor) dan akan memilih kebijakan akuntansi sesuai dengan tujuan mereka apabila bisa dilakukan. Yaitu manajer akan berusaha untuk memaksimisasi expected utility (Priantinah, 2009).
2. 2
Penelitian Terdahulu Referensi dari hasil penelitian terdahulu perlu dikaji sebagai bahan
perbandingan penelitian ini. Tabel 2.3 berikut ini menyajikan ringkasan hasil penelitian terdahulu yang berhubungan dengan analisis dampak kapitalisasi operating lease.
39
Tabel 2.3 Ringkasan Penelitian Terdahulu No
Peneliti
Tahun
Judul Penelitian
Variabel Penelitian
Hasil Penelitian Hasil dengan
penelitian metode
capitalization
Fito et al.
2010
dan
dilakukan constructive
factor
model
memberikan hasil pengujian secara
Impact Assessment Of 1
yang
Recognition Versus Note
LEV1, LEV2, LEVQ, FINLEV, LIQ,
statistik yang menunjukkan bahwa
Disclosure In Operating
NCAT, ROA, ROE, Altman Z
rasio LEV1, NCAT, ROA, FINLEV, ROE mengalami peningkatan sebesar
Leases
9.95–10.73%. Sebaliknya, LIQ LEV2 Altman Z mengalami penurunan hingga 14.64%.
Impact of Lease 2
Fülbier et al.
2008
Capitalization on Financial Ratios of Listed German Companies
ROE, ROA, ROCE, Asset Turnover, Times Interest Earned, Price Earning ratio Ratio, Debt to equity, Debt to assets, Turnover Capital Employed dan Debt to Capital Employed
Hasil penelitian menyatakan bahwa terdapat perubahan yang signifikan dalam rasio keuangan perusahaanperusahaan tersebut terutama rasio utang
yang
berindikasi
dari
meningkatnya komponen liabilitas. 40
Rasio profitabilitas tidak mengalami perubahan yang signifikan karena adanya pengaruh-pengaruh dari pihak manajemen. Penelitian Rovers, M. L. memberikan ROE, ROA, ROCE, EBITTA, NPM, Asset Turnover, Interest coverage, 3
Rovers, M. L.
2005
Operating Lease Disclosures Current ratio, Debt to equity, Debt to assets dan Long term debt to capital employed
hasil bahwa kapitalisasi operating lease berdampak signifikan terhadap rasio keuangan perusahaan. Rata-rata rasio
keuangan
mengalami signifikan,
yang
dianalisis
perubahan kecuali
ROE,
yang ROA,
ROCE, EBITTA dan IC.
4
5
Durocher, S
Imhoff et al
2005
1991
Canadian Evidence on the
Debt to asset, Return on assets, Debt to assets naik sebesar +5.6%,
Constructive Capitalization
Return on equity, Current Rati, sedangkan komponen liabilitas baik
of Operating Lease
Earning per Share
Operating Leases: Impact of
Return on assets dan Debt to equity
Constructive Capitalization
Ratio
sebesar 13.3% Return on assets ratio turun sebesar 34%, sedangkan Debt to equity naik sebesar +191%
41
Fito et al (2010) melakukan penelitian mengenai dampak kapitalisasi operating lease terhadap kinerja keuangan perusahaan dengan judul “Impact Assessment Of Recognition Versus Note Disclosure In Operating Leases”. Penelitian tersebut mengambil objek 56 perusahaan besar di Spanyol dan menggunakan metode constructive capitalization yang dikembangkan pertama kali oleh Imhoff et al (1991) dan juga factor model sebagai control model. Dari hasil penelitian tersebut diperoleh hasil bahwa kapitalisasi operating lease memiliki dampak yang signifikan terhadap rasio keuangan perusahaan. Rasio leverage, kualitas utang dan tingkat pengembalian (ROA dan ROE) berubah secara signifikan dengan adanya kapitalisasi operating lease kedalam laporan keuangan. Fülbier et al. (2008) melakukan penelitian yang hampir sama dengan judul “Impact of Lease Capitalization on Financial Ratios of Listed German Companies” yang menganalisis dampak kapitalisasi operating lease terhadap perubahan rasio keuangan pada 90 perusahaan yang terdaftar di sektor industri Fashion dan Retail di tiga indeks bursa terbesar di Jerman (DAX30, MDAX, dan SDAX) pada tahun 2003 dan 2004. Penelitian Fülbier et al. juga menggunakan constructive capitalization method dalam menghitung nilai kapitalisasi leasing, hanya saja tidak melakukan perhitungan mengenai dampak kapitalisasi terhadap ekuitas dan laba bersih perusahaan. Simpulan penelitian tersebut menyatakan bahwa kapitalisasi operating lease memiliki dampak yang sangat signifikan bagi kinerja keuangan, khususnya rasio utang, pada sejumlah besar perusahaan secara umum, terutama perusahaan yang bergerak di industri Fashion dan Retail. Rovers, M. L (2005) dalam penelitiannya yang berjudul “Operating Lease Disclosures” juga melakukan pembahasan mengenai dampak kapitalisasi operating lease terhadap kinerja keuangan perusahaan. Penelitian tersebut dilakukan dengan 42
objek analisis perusahaan di Belanda dengan menggunakan metode constructive capitalization Imhoff et al (1991;1997) yang dimodifikasi. Dari hasil penelitian tersebut diperoleh hasil bahwa kapitalisasi operating lease memiliki dampak yang signifikan terhadap hampir semua rasio keuangan perusahaan. Rasio likuiditas, leverage, dan aktivitas berubah secara signifikan dengan adanya kapitalisasi operating lease sedangkan untuk rasio profitabilitas, kapitalisasi operating lease hanya berdampak signifikan terhadap net profit margin.
43
44