BAB 2 LANDASAN TEORI
2.1
Pengertian Sistem Informasi Menurut Whitten et al (2004, p12), “Information system is an arrangement of people, data, processes, and information technology that interact to collect, process, store, and provide as output the information needed to support an organization”. Dengan demikian, sistem informasi adalah suatu pengaturan dari orang-orang, data, proses, dan teknologi informasi yang saling berinteraksi untuk mengumpulkan, memproses, menyimpan, dan menyediakan informasi yang dibutuhkan untuk mendukung organisasi. Menurut Laudon dan Loudon (2004, p8), “Information system can be defined technically as a set of interrelated components that collect (or retrive), process, store and distribute information to support decision making, coordination, and control in a organization”. Dengan demikian, sistem informasi
adalah
bekerjasama
komponen-komponen
untuk
mendistribusikan
mengumpulkan,
informasi
untuk
yang
saling
memproses,
mendukung
berhubungan
dan
menyimpan
dan
pengambilan
keputusan,
koordinasi, kontrol, analisis dan visualisasi dalam suatu organisasi. Menurut Hall (2001, p7), Sistem Informasi adalah sebuah rangkaian prosedur formal dimana data dikumpulkan, diproses menjadi informasi, dan didistribusikan kepada para pemakai. Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa, Sistem Informasi adalah sekumpulan komponen yang saling berinteraksi di mana data 8
9 dikumpulkan, diproses menjadi informasi dan didistribusikan kepada pemakai untuk mendukung pengambilan keputusan dan mencapai sasaran.
2.2
Sistem Informasi Akuntansi 2.2.1
Pengertian Sistem Informasi Akuntansi Menurut Wilkinson et al (2000, p7), “Accounting information system is a
unified structure within an entity, such as a business firm, that employs physical resources and other components to transform economic data into accounting information”. Dengan demikian, Sistem Informasi Akuntansi adalah sebuah struktur kesatuan di dalam suatu entitas, seperti perusahaan bisnis, yang mempekerjakan sumber daya fisik dan komponen-komponen lainnya untuk mengubah data ekonomi ke dalam informasi akuntansi. Menurut Gelinas et al. (2005, p15), Sistem Informasi Akuntansi adalah sebuah
spesifikasi
subsistem
dari
sistem
informasi,
tujuannya
untuk
mengumpulkan, memproses, dan melaporkan informasi yang berkaitan terhadap aspek keuangan dari kegiatan bisnis, di mana terintegrasi dengan sistem informasi dan tidak dapat membedakan sebagai pemisah subsistem. Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa, Sistem Informasi Akuntansi adalah sebuah struktur kesatuan di dalam satu organisasi atau entitas yang memperkerjakan sumber daya manusia ataupun modal, yang mengubah data akuntansi menjadi informasi akuntansi.
10 2.2.2
Tujuan Sistem Informasi Akuntansi Menurut Wilkinson et al. (2000, p8-10), tujuan dan kegunaan sistem
informasi akuntansi adalah : 1. Mendukung operasional sehari-hari. 2. Mendukung pengambilan keputusan bagi pengambil keputusan internal. 3. Untuk memenuhi kewajiban atau tanggung jawab yang sesuai dengan jabatannya. Menurut Jones dan Rama (2006, p6-7), tujuan dan kegunaan Sistem Informasi Akuntansi ada lima, yaitu : 1. Menghasilkan laporan eksternal Sistem informasi akuntansi mampu menghasilkan laporan-laporan khusus untuk memuaskan kebutuhan informasi yang dibutuhkan oleh pihak eksternal perusahaan. Laporan-laporan tersebut mencakup financial statement, tax returns, dan laporan lainnya yang dibutuhkan oleh perwakilan pihak-pihak yang terkait. 2. Mendukung aktifitas yang rutin Mampu mendukung manajer dalam menangani aktivitas-aktivitas operasi yang bersifat rutin selama siklus operasi perusahaan. 3. Mendukung keputusan Informasi juga dibutuhkan untuk pengambilan keputusan yang bersifat nonrutin yang terdapat pada organisasi atau perusahaan. 4. Perencanaan dan pengawasan Sebuah sistem informasi sangat dibutuhkan untuk kegiatan perencanaan dan pengawasan. Informasi mengenai anggaran dan biaya-biaya standar disimpan
11 dalam sistem informasi dan laporan digunakan untuk membandingkan antara anggaran yang ditetapkan dengan jumlah yang sebenarnya. 5. Pengimplementasian pengendalian internal Pengendalian internal meliputi kebijakan, prosedur, dan sistem informasi yang digunakan untuk melindungi asset perusahaan dari kehilangan atau penggelapan dan untuk menjaga keakuratan data keuangan. Hal tersebut dapat berhasil yaitu dengan membangun suatu sistem informasi akuntansi yang terkomputerisasi.
2.2.3
Komponen-Komponen Sistem Informasi Akuntansi Menurut Romney dan Steinbart (2006, p6-7), terdapat 6 komponen dari
sistem informasi akuntansi, yaitu : 1. Orang yang mengoperasikan sistem dan melakukan berbagai macam fungsi. 2. Prosedur dan instruksi, baik manual maupun otomatis. Dilibatkan dalam pengumpulan, pemrosesan, dan penyimpanan data mengenai aktivitas organisasi. 3. Data tentang organisasi dan proses bisnisnya. 4. Software yang digunakan untuk memproses data organisasi. 5. Infrastruktur
teknologi
informasi,
termasuk
komputer,
peralatan
di
sekelilingnya, dan peralatan komunikasi jaringan yang digunakan untuk mengumpulkan, menyimpan, memproses, dan mengirimkan data dan informasi. 6. Pengendalian internal dan pengukuran keamanan yang mengamankan data dalam Sistem Informasi Akuntansi.
12 2.2.4
Siklus Sistem Informasi Akuntansi Menurut Wilkinson et al. (2000, p45-47), siklus Sistem Informasi
Akuntansi yang merupakan siklus transaksi akuntansi (transaction cycles) terdiri dari : 1. General ladger and financial Reporting Cycle Merupakan pusat dari siklus lainnya. Siklus ini unik di mana pemrosesan transaksi individual bukanlah merupakan fungsi keseluruhannya maupun fungsinya yang penting. Selain itu, juga lebih banyak bekerja sama dengan pemrosesan yang berhubungan dengan akuntansi daripada kejadian bisnis. Arus masuk utamanya timbul dari output siklus transaksi lainnya. Sebagai tambahan, siklus ini meliputi transaksi non-rutin dan penyesuaian yang timbul selama atau pada akhir tiap periode akuntansi. 2. Revenue cycle Siklus ini meliputi tiga kejadian bisnis atau transaksi kunci : permintaan atas proyek, eksekusi proyek dan pengiriman (penjualan), serta peneriamaan kas. 3. Expenditure Cycle Siklus ini meliputi dua kejadian bisnis atau transaksi kunci : pembelian dan pengeluaran kas. 4. Resources-management cycle Siklus ini terdiri dari semua aktivitas yang berhubungan dengan sumber daya fisik perusahaan. Jadi melibatkan kejadian bisnis sebagai berikut : a) Memperoleh
modal
dari
berbagai
sumber
(termasuk
pemilik),
menginvestasikan modal dan membayar modal ke penerimanya. b) Memperoleh, memelihara, dan menyingkirkan fasilitas (asset tetap)
13 c) Memperoleh, menyimpan, dan menjual persediaan (barang dagangan). d) Memperoleh, memelihara, dan membayar personil. 5. Other Transaction Cycles Siklus ini merupakan siklus-siklus lain selain yang telah dijelaskan di atas yang tergantung dari jenis perusahaan. Misalnya pada perusahaan manufaktur menambahkan siklus produksi atau konversi (production / conversion cycle).
2.3
Sistem Pengeluaran kas Menurut Hall (2001, p274) sistem pengeluaran kas akan memproses pembayaran kewajiban yang dihasilkan oleh sistem pembelian. Tujuam utama dari sistem ini adalah untuk memastikan bahwa kreditor yang sah menerima jumlah terutang yang benar ketika kewajiban jatuh tempo. Jika sistem tersebut melakukan pembayaran lebih awal, perusahaan melewati penghasilan bunga yang dapat dihasilkan dari dana tersebut. namun demikian, jika kewajiban dibayar telat, perusahaan akan kehilangan diskon pembelian atau dapat mengacaukan kredibilitasnya sendiri. Diagram arus data yang menggambarkan arus informasi dan sumber daya dasar dari sistem pengeluaran kas memiliki tiga proses yaitu : 1. Proses utang dagang mempelajari file utang dagang untuk jatuh tempo setiap item dan mengotorisasi proses pembayaran kas untuk melakukan pembayaran. 2. Proses pembayaran kas menyiapkan dan mendistribusikan cek ke pemasok. Salinan cek-cek tersebut dikembalikan ke utang dagang sebagai bukti bahwa
14 kewajibannya dibayar, dan akun utang dagangnya diperbaharui untuk memindahkan kewajban tersebut. 3. Pada periode akhir, baik proses pengeluaran kas maupun proses utang dagang mengirimkan
rangkuman
informasi
ke
buku
besar.
Informasi
ini
direkonsiliasi dan diposkan ke akun kontrol kas dan utang dagang.
2.4
Sistem Informasi Akuntansi Penjualan Kredit 2.4.1
Pengertian Penjualan Berdasarkan pendapat Warren et al. yang diterjemahkan Farahmita A.,
Amanugrahani dan Hendrawan T. (2005, p290), “Penjualan adalah jumlah yang dibebankan ke pelanggan untuk barang yang dijual, baik secara tunai maupun kredit”. Ikatan Akuntansi Indonesia (2004) mendefinisikan, “Penjualan barang meliputi barang yang diproduksi perusahaan untuk dijual dan barang yang dibeli untuk dijual kembali seperti barang dagang yang dibeli pengecer atau tanah properti lain yang dibeli untuk dijual kembali. Dan penjualan jasa biasanya menyangkut tugas yang secara kontraktual telah disepakati oleh perusahaan jasa tersebut dapat diserahkan selama satu periode atau secara lebih dari satu periode.” (PSAK No.23.1). Dari pengertian diatas, dapat ditarik simpulan bahwa penjualan merupakan transaksi yang melibatkan penjualan dan pembelian dimana terjadi proses perpindahan produk atau pelayanan jasa yang dapat dilakukan secara tunai yang dilunasi oleh pembeli pada saat penjualan terjadi maupun secara kredit yang dapat menimbulkan piutang.
15 2.4.2
Tujuan Sistem Informasi Akuntansi Penjualan Kredit Mengacu pada pendapat Wilkinson et al. (2000, p416-417), tujuan Sistem
Informasi Akuntansi Penjualan Kredit meliputi: 1. Mencatatat order penjualan secara akurat dan cepat. 2. Mengidentifikasi pelanggan yang layak mendapatkan kredit. 3. mengirimkan produk atau melakukan pelayanan pada waktu yang tepat. 4. Menagih piutang kepada pelanggan pada waktunya. 5. Mencatat dan mengklasifikasikan penerimaan kas secara cepat dan akurat. 6. Memposting penjualan dan penerimaan kas ke akun-akun yang berhubungan di dalam buku besar piutang. 7. Mengamankan produk sampai pengiriman. 8. Mengamankan kas sampai dideposit.
2.4.3
Dokumen Yang Digunakan Dalam Penjualan Kredit Berdasarkan pada pendapat Wilkinson et al. (2000, p419), dokumen yang
terdapat pada penjualan kredit, yaitu: 1. Customer order: surat yang berisikan order dari pelanggan yang dikirim kepada perusahaan. 2. Sales order: surat yang dibuat perusahaan berdasarkan customer order. 3. Order acknowledgment: surat pemberitahuan kepada pelanggan bahwa order telah diterima. 4. Picking
list:
daftar
yang
diterima
kepada
bagian
gudang
untuk
mempersiapkan barang yang dipesan. 5. Packing slip: daftar yang berisi barang ketika dikemas untuk dikirimkan.
16 6. Billing of lading: dokumen pengapalan. 7. Shipping notice: dokumen yang digunakan sebagai bukti bahwa barang telah dikapalkan. 8. Sales invoice: dokumen yang dikirimkan kepada pelanggan yang berisikan jumlah penjualan. 9. Remittance advice: dokumen yang berisikan jumlah kas yang diterima dari pelanggan. 10. Deposito slip: dokumen yang menyertai ketika kas dideposito ke bank. 11. Back order: dokumen yang disiapkan ketika jumlah persediaan tidak sesuai dengan sales order. 12. Credit memo: dokumen untuk retur penjualan yang terjadi. 13. Credit application: form yang digunakan untuk memasukkan data konsumen yang menerima kredit. 14. Salesperson call report: form yang digunakan untuk menjelaskan salesperson mana yang melakukan panggilan kepada pelanggan. 15. Delinquent notice: dokumen yang disiapkan oleh manajer kredit ketika sebuah akun dipertimbangkan tidak tertagih. 16. Cash register receips: form yang digunakan untuk menggambarkan kas yang diterima.
2.5
Sistem Informasi Akuntansi Piutang. Berdasarkan pendapat Warren et al. yang diterjemahkan oleh Farahmita A., Amanugrahani dan Hendrawan T. (2005, p392), “Piutang meliputi semua klaim dalam bentuk uang terhadap pihak lainnya, termasuk individu, perusahaan
17 atau organisasi lainnya. Piutang biasanya memiliki bagian yang signifikan dari total aktiva lancar perusahaan”. Transaksi paling umum yang menciptakan piutang adalah penjualan barang atau jasa secara kredit. Account receivable (piutang usaha) semacam ini normalnya diperkirakan akan tertagih dalam periode waktu yang relatif pendek, seperti 30 atau 60 hari. Menurut Horngren et al. (2002, p12), Piutang Dagang adalah suatu janji untuk menerima uang dari pelanggan dimana perusahaan telah menjual barangbarang atau telah melakukan jasa kepadanya.” Jadi Piutang Dagang adalah sejumlah uang yang terhutang oleh konsumen kepada perusahaan karena terjadinya transaksi penjualan barang dan jasa. Menurut Gelinas et al. (2005, p393), proses penagihan terdiri dari tiga bagian penting, yaitu: 1. Billing customer. 2. Managing customer account, dan 3. Securing payment for good sold or service rendered. Proses billing / account receivable / cash receipt merupakan struktur yang saling berinteraksi antara manusia, peralatan, metode dan kontrol yang dirancang untuk membuat aliran informasi dan bertujuan: 1. Mendukung pekerjaan berulang yang rutin pada bagian kredit, kasir dan bagian piutang. 2. Mendukung proses pemecahan masalah untuk manajer keuangan. 3. Membantu dalam persiapan laporan internal dan eksternal.
18 2.6
Sistem Pengendalian Internal 2.6.1
Pengertian Pengendalian Internal. Menurut Hall (2001, p150), “pengendalian internal merangkum pada
kebijakan, praktek, dan prosedur yang digunakan untuk mencapai 4 tujuan utama, yaitu : 1. Untuk menjaga aktiva perusahaan. 2. Untuk memastikan akurasi dan dapat diandalkannya catatan dan informasi akuntansi. 3. Untuk mempromosikan efisiensi operasi perusahaan. 4. Untuk mengukur kesesuaian dengan kebijakan dan prosedur yang telah ditetapkan oleh manajemen”. Menurut Jones dan Rama (2006, p13), “Internal control is the rules, policies, procedures, and information system used to ensure that a company’s financial data are accurate and reliable and to protect a company’s asset from loss or theft”. Dengan demikian, pengendalian internal adalah aturan, kebijakan, prosedur dan sistem informasi yang digunakan untuk menjamin data keuangan perusahaan akurat dan dapat dipercaya dan dapat untuk melindungi asset perusahaan dari kehilangan atau pencurian.
2.6.2
Tujuan Sistem Pengendalian Internal. Menurut Wilkinson et al. (2000, p235), Pengendalian internal
dimaksudkan untuk mencapai tujuan tertentu dari organisasi. Tujuan organisasi dibagi menjadi tiga kategori:
19 1. Efektifitas dan efisiensi operasi. 2. Reliabilitas atau kehandalan pelaporan keuangan. 3. Kesesuaian dengan hukum dan peraturan yang berlaku.
2.6.3
Pengendalian Internal Dalam Sistem Penjualan Kredit dan Piutang Menurut Wilkinson et al. (2000, p451-453), unsur Pengendalian Internal
dalam sistem penjualan kredit meliputi: 1. Pengendalian Umum a. Pengendalian Organisasi Harus ada pemisahan tugas antara bagian operasional dengan bagian pencatatan. b. Pengendalian Dokumen Dokume harus lengkap dan up-to-date c. Pengendalian Asset Accountability Buku besar pembantu piutang harus dipertahankan dan direkonsiliasi secara berkala dengan rekening kontrol yang ada di buku besar. Demikian juga halnya dengan catatan persediaan. d. Pengendalian Praktik Manajemen Karyawan, termasuk programmer harus diberikan pelatihan. Audit harus dilakukan terhadap kebijakan penjualan dan penerimaan kas. Manajer haru melakukan review terhadap analisis periodik dan laporan-laporan mengenai kegiatan akuntansi dan transaksi yang disahkan melalui komputer.
20 e. Pengendalian Data Center Operation Staf
IT dan akuntansi harus diawasi, dan kinerja mereka di-review
dengan bantuan laporan kontrol proses komputer dan pencatatan akses. f. Pengendalian Otorisasi Semua transaksi penjualan kredit harus diotorisasi oleh manajer kredit. g. Pengendalian Akses Menggunakan password untuk hak akses, melindungi gudang dan kas secara fisik. 2. Pengendalian Aplikasi a. Pengendalian Input 1. Dokumen yang disiapkan untuk penjualan, pengiriman, dan penerimaan kas diberi nomor berurut, dan setiap dokumen harus mendapat persetujuan dari pihak yang berotorisasi. 2. Validasikan data pada pemesanan penjualan dan bukti kas masuk saat data disiapkan dan dientry untuk di proses. 3. Memperbaiki error yang terdeteksi selama data entry dan sebelum data diposting ke dalam catatan pelanggan dan persediaan. 4. Masukkan total batch yang berhubungan dengan data penting pada sales invoice dan bukti kas masuk. Dalam kasus penerimaan kas, total dari bukti kas masuk harus dibandingkan dengan total dari slip deposito.
21 b. Pengendalian Processing 1. Pindahkan barang pesanan dari gudang dan kirimkan barang hanya berbasiskan otorisasi tertulis seperti stock request copies. 2. Berikan faktur kepada pelanggan hanya pada saat terdapat notifikasi dari departemen pengiriman tentang jumlah kuantitas yang dikirim. 3. Terbitkan nota kredit untuk retur penjualan hanya setelah terbukti barang tersebut telah dikembalikan. 4. Verifikasi semua perhitungan pada faktur penjualan sebelum dikirim atau diposting ke dalam akun pelanggan. Bandingkan juga faktur penjualan dengan shipping notices. 5. Verifikasi semua jumlah total yang diposting ke dalam akun piutang dari transaksi batch, kemudian posting jumlah total pada akun buku besar. 6. Setorkan semua kas yang diterima dengan batas penundaan yang minimum untuk menghindari penggunaan kas secara tidak sah oleh karyawan. 7. Membetulkan kesalahan yang terjadi selama proses, biasanya berupa kesalahan posting ke dalam accounts dan pengentrian data yang benar.
22 c. Pengendalian Output 1. Siapkan laporan bulanan yang harus dikirimkan kepada semua pelanggan kredit. 2. Semua kopian dari dokumen transaksi penjualan kredit sampai penerimaan kas diberi nomor urut dan setiap nomor urut diperiksa secara periodik untuk menghindari adanya gaps. 3. Siapkan daftar printed transaction, dan account summary secara periodik untuk dapat dilakukan audit. Menurut
Bodnar
dan
Hopwood
(2001,
p205),
terdapat
unsur
pengendalian internal lai yang harus ada, yaitu: 1. Preventative Controls, yaitu tindakan untuk mencegah kesalahan dan kecurangan sebelum terjadi. 2. Detective Controls, yaitu tindakan untuk meng-uncovered kesalahan dan kecurangan yang terjadi. 3. Corrective Controls, yaitu tindakan untuk memperbaiki kesalahan. Berdasarkan pada pendapat Gelinas et al. (2005, p301), terdapat dua unsur pengendalian internal: 1. Control goals of operation processes a. Effectiveness: ukuran kesuksesan dari satu atau lebih tujuan proses yang merefleksikan kriteria yang digunakan untuk menilai efektivitas berbagai proses bisnis. b. Effciency: ukuran produktivitas sumber daya yang digunakan untuk mencapai tujuan.
23 c. Security of resources: perlindungan proses organisasi dari kerugian, kebangkrutan, penyikapan, peniruan, dan penyalahgunaan lainnya.
2. Control goals of information processes a. Input validity: tujuan pengendalian yang menjamin bahwa masukan data yang disetujui secara tepat dan menunjukkan objek dan keadaaan ekonomi saat ini. b. Input completeness: pengendalian yang menjamin bahwa semua kejadian atau objek valid yang dimasukkan ke dalam sistem. c. Input accuracy: tujuan pengendalian yang menjamin bahwa kejadian secara benar dimasukkan ke dalam sistem. d. Update completeness: tujuan pengendalian yang menjamin bahwa semua kejadian yang dimasukkan dalam komputer dan direfleksikan masingmasing dalam master data. e. Update accuracy: tujuan pengendalian yang menjamin bahwa data yang dimasukkan dalam komputer, direfleksikan secara benar ke masingmasing master data.
2.6.4
COSO Internal Framework. Committee of Sponsoring Organizations (COSO) adalah kelompok ikatan
profesi yang terdiri dari American Accounting Association, AICPA, Institute of Internal Auditors, Institute of Management Accountings, dan Financial Executives Institute. Ditahun 1992, COSO menerbitkan hasil studi untuk mengembangkan sebuah definisi dari internal controls dan menyediakan
24 panduan untuk mengevaluasi sistem pengendalian internal. Laporannya telah diterima secara luas sebagai torisasi atas pengendalian internal. COSO mendefinisikan pengendalian internal sebagai proses yang diimplementasikan oleh dewan direksi, manajemen, dan mereka yang bertanggung jawab menyediakan kepastian yang masuk akal yang mengontrol tujuan-tujuan untuk mengikuti : 1
Efektivitas dan efisiensi operasi.
2
Keandalan dari pelaporan keuangan.
3
Kepatuhan terhadap hukum dan regulasi yang ada. Menurut Gelinas et al. (2005, p235) definisi Pengendalian Internal dari
COSO Report, “ Internal Control is a process – effected by an entity’s board of directors, management and other personeel – designed to provide reasonable assurance regarding the achievement of objectives in the following categories : effectiveness and eficiency of operation, realiability of financial reporting, compliance with applicable laws and regulation”. Pengendalian internal menyediakan kepastian yang masuk akal dari pada absolut, karena kemungkinan kesalahan manusia, kolusi, dan kesalahan pengelolaan manajemen membuat proses ini sebagai yang tidak sempurna. Model internal control COSO memiliki 5 komponen yaitu : 1. Control Environment Pusat dari segala bisnis terletak pada orang-orangnya, atribut, individualnya, termasuk integritas, nilai-nilai etis, dan kompetensi dan lingkungan dimana mereka beroperasi.
25 2. Control Activities Peraturan pengendalian dan proses harus diterapkan dan dieksekusi untuk membantu memastikan bahwa tindakan yang diidentifikasi manajemen adalah perlu untuk mengarahkan resiko menuju pencapaian dari tujuan organisasi. 3. Risk Assessment Organisasi harus waspada dan berkutat dengan resiko yang akan dihadapinya. Dia harus menetapkan tujuan, mengintegrasikannya dengan penjualan, produksi, pemasaran, keuangan, dan aktivitas lain sehingga organisasi beroperasi dengan benar. Juga harus diterapkan mekanisme untuk mengidentifikasi, menganalisa, dan mengelola resiko yang berhubungan. 4. Information and Communication Yang mengelilingi aktivitas kontrol adalah sistem informasi dan komunikasi. Mereka memungkinkan orang-orang di dalam organisasi menangkap dan menukarkan informasi yang diperlukan untuk mengadakan, mengelola, dan mengendalikan operasinya. 5. Monitoring Keseluruhan proses harus dimonitor dan modifikasi dibuat bila diperlukan. Dalam hal ini sistem dapat beraksi secara dinamis, berubah sesuai kondisi.
26 2.7
Sistem Basis Data (Database) 2.7.1
Pengertian Data Menurut Turban et al. (2003, p15), adalah fakta-fakta yang belum diolah
atau gambaran-gambaran lebih lanjut dari benda-benda, kejadian-kejadian, kegiatan-kegiatan, dan transaksi-transasi yang ditangkap, direkam, disimpan, dan diklasifikasikan, tetapi tidak disusun untuk menyampaikan arti khusus lainnya.
2.7.2
Pengertian Database Menurut Connolly et al. (2002, p15), Database adalah kumpulan data
yang saling berhubungan secara logis dan dirancang untuk memenuhi kebutuhan informasi dalam suatu organisasi. Menurut Date (2000, p10), Database adalah sekumpulan data persisten yang digunaka oleh suatu sistem aplikasi dalam perusahaan. Persisten artinya suatu data telah tersimpan dalam DBMS dan hanya dapat dihapus melalui DBMS dengan cara-cara tertentu. Jadi, Database adalah sekumpulan data yang saling berhubungan yang disimpan untuk memenuhi kebutuhan suatu organisasi.
2.7.3
Keuntungan Database Menurut Date (2000, p15), keuntungan menggunakan datebase adalah
sebagai berikut: 1. Compactness : mengurangi penggunaan kertas. 2. Speed : mesin dapat mengambil dan mengubah data lebih cepat daripada manusia.
27 3. Less drudgery : mengurangi pemeliharaan data dengan tangan manusia karena tugas mekanis yang dilakukan dengan mesin jauh lebih baik. 4. Currency : database lebih akurat dan terkini (up to date).
2.8
Freight Forwarding 2.8.1
Pengertian Freight Forwarding Menurut Suyono (2005, p239), Freight Forwarding adalah badan usaha
yang bertujuan memberikan jasa pelayanan atau pengurusan atas seluruh kegiatan yang diperlukan bagi terlaksananya pengiriman, pengangkutan dan penerimaan barang dengan menggunakan multimodal transport baik melalui darat, laut dan/atau udara. Menurut Ronosentono (2006, p54), Freight Forwarding adalah Badan Hukum yang melaksanakan perintah pengiriman barang (muatan) dari satu atau beberapa orang pemilik barang, yang dikumpulkan dari satu atau beberapa tempat, sampai ketempat tujuam akhir melalui suatu sistem pengaturan lalulintas barang dan dokumen, dengan menggunakan satu atau beberapa jenis angkutan, dengan tanpa atau harus memiliki sarana angkutan yang dimaksud.
2.8.2
Jenis-jenis Freight Forwarding Menurut Ronosentono (2006, p62), Freight Forwarding dalam kegiatan
operasionalnya sehari-hari dapat dibagi dalam 2 jenis golongan yaitu: 1. Atas dasar operasional Pengiriman barang oleh forwarder hanya dapat dilaksanakan dengan menggunakan sarana angkutan yang telah ditetapkan sebelumnya oleh
28 mereka, yaitu dengan melihat bentuk, kemasan, berat, dan isi barang yang bersangkutan. Tetapi secara operasional, mereka hanya akan melayani pada areal pengiriman barang terbatas kemampuan atau keinginannya masingmasing. Umpannya saja di Indonesia, forwarder itu dibagi itu dibagi dalam tiga kategori, yaitu: a. Forwarder Internasional (Kelas A) b. Forwarder Domestik/Regional (Kelas B) c. Forwarder Lokal (Kelas C) 2. Atas dasar sarana angkutan Jenis Forwarder lainnya yang berdasarkan sarana angkutan yang dilayani oleh yang bersangkutan, dalam hal ini apakah menggunakan sarana angkutan laut, udara, atau kereta api saja, maka untuk forwarder yang terasuk pada golongan atau jenis ini, dapat dibagi sebagai berikut yaitu: a. Sea Freight Forwarder b. Air Freight Forwarder c. Rail and Inland Freight Forwarder d. Combined Transport Operator Untuk dapat mendirikan
perusahaan Freight Forwarding diperlukan
Surat Keputusan yang diterbitkan oleh Departemen Perhubungan Republik Indonesia, melalui Surat Keputusan Menteri Perhubungan, No.KM-10 tahun 1988 yang menetapkan beberapa persyaratan yaitu: 1. Perusahaan Freight Forwarding atau Perusahaan Transportasi harus memiliki Surat Ijin Usaha Jasa Pengurusan Transportasi (SIUJPT), yang diterbitkan oleh Departemen Perhubungan Republik Indonesia.
29 2. Perusahaan Jasa Pengurusan Transportasi (Freight Forwarding) harus berbentuk Perseroan Terbatas (PT), dengan modal yang disetor kepada Bank, minimal Rp. 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah). 3. Memiliki tenaga ahli dibidang “Freight Forwarding” yang memiliki ijazah Freight Forwarder (jasa pengurusan transportasi) minimal setingkat Sarjana muda atau sederajat serta telah berpengalaman dalam bidangnya. 4. Memilki ruang kantor yang cukup untuk melaksanakan pekerjaannya dengan dilengkapi dengan sarana atau perangkat komunikasi yang memadai maupun sarana dan prasarana lainnya. 5. Memiliki mitra usaha (Agent) diluar negeri maupun didalam negeri, yang akan dapat bertindak untuk dan atas nama Perusahaan Forwading bersangkutan, dalam rangka penyerahan barang kepada yang berhak menerimanya. 6. Disamping tenaga ahli dibidang Freight Forwarding, perusahaan harus pula memiliki tenaga–tenaga staff yang berpengalaman dibidang pengurusan lalulintas dokumen perdagangan atau surat-surat berharga lainnya, serta laulintas barang baik di dalam maupun di luar pelabuhan, serta aspek-aspek angkutan niaga baik angkutan darat, laut dan udara. 7. Lain-lain yang dapat menunjang kegiatan operasional maupun teknis administrasi usaha pengurusan transportasi.
30 2.8.3
Aktivitas-aktivitas Umum Freight Forwading Menurut Suyono (2005, p240), aktivitas Freight Forwarding secara
menyeluruh dapat berupa: 1. Memilih rute perjalanan barang, moda transportasi dan pengangkut yang sesuai, kemudian memesan ruang muat (space). 2. Melaksanakan penerimaan barang, menyortir, mengepak, menimbang berat, mengukur dimensi, kemudian menyimpan barang ke dalam gudang. 3. Mempelajari letter of credit (L/C) barang, peraturan negara tujuan ekspor, negara transit, negara impor kemudian mempersiapkan dokumen-dokumen lain yang diperlukan. 4. Melaksanakan transportasi barang ke pelabuhan laut/udara, mengurus izin Bea dan Cukai, kemudian menyerahkan barang kepada pihak pengangkut. 5. Membayar biaya-biaya handling serta membayar freight. 6. Mendapatkan Bill of Lading/air waybill dari pihak pengangkut. 7. Mengurus asuransi transportasi barang dan membantu mengajukan klaim kepada pihak asuransi bila terjadi kehilangan atau kerusakan atas barang. 8. Memonitor perjalanan barang sampai ke pihak penerima, bedasarkan info dari pihak pengangkut dan agen forwarder di negara transit/tujuan. 9. Melaksanakan penerimaan barang dari pihak pengangkut. 10. Mengurus izin masuk pada Bea dan Cukai serta menyelesaikan Bea masuk dan biaya-biaya yang timbul di pelabuhan transit atau tujuan. 11. Melaksanakan transprortasi barang dari pelabuhan ke tempat penyimpanan barang di gudang.
31 12. Melaksanakan
penyerahan
barang
kepada
pihak
consignee,
dan
melaksanakan pendistribusian barang bila diminta. Menurut
Ronosentono
(2006,
p129),
seorang
forwarder
dalam
melaksanakan tata kerjanya harus mampu serta menguasai hal-hal sebagai berikut: 1. Pengetahuan mengenai barang. 2. Perintah pengiriman barang. 3. Pemeriksaan barang. 4. Penentuan sarana angkutan. 5. Kalkulasi biaya dan tarif pengiriman. 6. Pemantauan barang. 7. Penyerahan barang. 8. Penagihan jasa forwarding. 9. Resiko jasa forwarding. Menurut Suyono (2005, p459), tujuan pokok memilih syarat perdagangan dalam perdagangan international adalah untuk menentukan titik atau tempat dimana penjual harus memenuhi kewajiban melakukan penyerahan barang secara fisik dan yuridis kepada pembeli. Berikut macam-macam syarat penyerahan barang:
32 1. Ex Works (EXW) “Ex Works” berarti bahwa penjual melakukan penyerahan barang, bila dia menempatkan barang-barang itu untuk pembeli ditempat kediaman penjual atau tempat lain yang ditentukan, belum diurus formalitas ekspornya dan juga tidak dimuat keatas kendaraan pengangkut manapun. 2. Free Carrier (FCA) “Free Carrier” berarti bahwa penjual melakukan penyerahan barang-barang, yang sudah mendapatkan izin ekspor, kepada pengangkut yang ditunjuk pembeli ditempat yang disebut. 3. Free Alongside Ship (FAS) “Free Alongside Ship” berarti bahwa penjual melakukan penyerahan barangbarang, bila barang-barang itu ditempatkan disamping kapal dipelabuhan pengapalan yang disebut. 4. Free On Board (FOB) “Free On Board” berarti bahwa penjual melakukan penyerahan barangbarang, bila barang-barang melewati pagar kapal dipelabuhan pengapalan yang disebut. 5. Cost and Freight (CFR) “Cost and Freight” berarti bahwa penjual melakukan penyerahan barangbarang, bila barang-barang melewati pagar kapal dipelabuhan pengapalan. 6. Cost, Insurance, and Freight (CIF) “Cost, Insurance, and Freight” berarti bahwa penjual melakukan penyerahan barang-barang, bila barang-barang melewati pagar kapal dipelabuhan pengapalan.
33 7. Carriage Paid To (CPT) “Carriage Paid To” berarti bahwa penjual melakukan penyerahan barangbarang kepada pengangkut yang ditunjuknya sendiri, tetapi penjual wajib pula membayar ongkos angkut yang perlu untuk mengangkut barang-barang itu sampai ke tempat tujuan yang disebut. 8. Carriage and Insurance Paid to (CIP) “Carriage and Insurance Paid to” berarti bahwa penjual melakukan penyerahan barang-barang kepada pengangkut yang ditunjuknya sendiri, tetapi penjual wajib pula membayar ongkos angkut yang perlu untuk mengangkut barang-barang itu sampai ke tempat tujuan yang disebut. 9. Delivered At Frontier (DAF) “Delivered At Frontier” berarti bahwa penjual melakukan penyerahan barang-barang,
bila
barang-barang
itu
telah
ditempatkan
kedalam
kewenangan pembeli pada saat datangnya alat angkut, belum dibongkar, sudah diurus formalitas ekspornya, namun belum diurus formalitas impornya, ditempat atau pada titik yang disebut diwilayah perbatasan tetapi belum memasuki wilayah pabean dari negara yang bertetangga. 10. Delivered Ex Ship (DES) “Delivered Ex Ship” berarti bahwa penjual melakukan penyerahan barangbarang, bila barang-barang itu telah ditempatkan kedalam kewenangan pembeli diatas kapal, belum diurus formalitas impornya, dipelabuhan tujuan yang disebut.
34 11. Delivered Ex Quay (DEQ) “Delivered Ex Quay” berarti bahwa penjual melakukan penyerahan barangbarang, bila barang-barang itu telah ditempatkan kedalam kewenangan pembeli diatas dermaga, belum diurus formalitas impornya, dipelabuhan tujuan yang disebut. 12. Delivered Duty Unpaid (DDU) “Delivered Duty Unpaid” berarti bahwa penjual melakukan penyerahan barang-barang kepada pembeli, belum diurus formalitas impornya, dan belum dibongkar dari atas alat angkut yang baru datang ditempat tujuan yang disebut. 13. Deliverery Duty Paid (DDP) “Deliverery Duty Paid” berarti bahwa penjual melakukan penyerahan barang-barang kepada pembeli sudah diurus formalitas impornya, namun belum dibongkar dari atas alat angkut yang baru datang ditempat tujuan yang disebut. Menurut Suyono (2005, p272), dalam pengangkutan peti kemas dari suatu negara ke negara lainnya, petikemas mempunyai dua status, yaitu: 1. Full Container Load (FCL) Ciri-cirinya adalah: a. Berisi muatan dari satu shipper dan dikirim untuk satu consignee. b. Petikemas diisi (stuffing) oleh shipper (shipper load and count) dan petikemas yang sudah diisi diserahkan di container yard (CY) pelabuhan muat.
35 c. Di pelabuhan bongkar, petikemas diambil oleh consignee di CY dan diunstuffing oleh consignee. d. Perusahaan pelayaran tidak bertanggung jawab atas kerusakan dan kehilangan barang yang ada dalam petikemas. 2. Less than Container Load (LCL) Ciri-cirinya adalah: a. Petikemas berisi muatan dari beberapa shipper dan ditujukan untuk beberapa consignee. b. Muatan diterima dalam keadaan breakbulk dan diisi (stuffing) dicontainer freight station (CFS) oleh perusahaan pelayaran. c. Di pelabuhan bongkar, petikemas di-unstuffing di CFS oleh perusahaan pelayaran dan diserahkan kepada beberapa consignee dalam keadaan breakbulk. d. Perusahaan pelayaran bertanggung jawab atas kerusakan dan kehilangan barang yang diangkut dalam petikemas. Menurut Ronosentono (2006, p172) Letter of Credit (LC) adalah surat berharga berupa janji untuk membayar yang diterbitkan oleh bank, atas permintaan nasabahnya (applicant – pembeli atau importir) terhadap suatu transaksi dagang, yang ditujukan kepada penerima (benefeciary – penjual atau eksportir) diluar negeri, sebagai mitra dagangnya, apabila telah memenuhi persyaratan-persyaratan yang ditentukan.
36 2.9
Analisis Dan Perancangan Sistem 2.9.1
Analisis Sistem 2.9.1.1 Pengertian Analisis Sistem Menurut Romney dan Steinbart (2006, p792), “System analysis is a rigorous and systematic approach to decision making, characterized by acomprehensive definition of available alternatives and exhaustive analysts of marits of each alternatives as a basis for choosing the best alternatives”. Dengan demikian, Analisis Sistem adalah sebuah pendekatan yang teliti dan sistematis untuk pengambilan keputusan, merupakan definisi dari alternatif yang ada dan analisis yang mendalam mengenai alternatif yang pantas sebagai sebuah dasar memilih alternatif yang terbaik. 2.9.1.2 Tahapan Analisis Sistem Berdasarkan pendapat Bodnar dan Hoopwood (2001, p500-504), tahapan dalam analisis sistem adalah sebagai berikut: 1. Melakukan survei terhadap sistem yang sedang berjalan sekarang. 2. Mengidentifikasikan kebutuhan-kebutuhan informasi. 3. Mengidentifikasikan
kebutuhan-kebutuhan
requirements). 4. Mengembangkan suatu laporan analisis sistem.
sistem
(system
37 2.9.2
Perancangan Sistem 2.9.2.1 Pengertian Perancangan Sistem Menurut Whitten et al. (2004, p39), Perancangan Sistem merupakan spesifikasi atau konstruksi dari suatu solusi yang berbasis komputer
dan
teknis
bagi
kebutuhan-kebutuhan
bisnis
yang
diidentifikasikan dalam analisis sistem. (Catatan: Rancangan mengambil bentuk dari sebuah working prototype.) Menurut Romney dan Steinbart (2006, p792), “System design is the process of preparing detailed specification for the development of the new information systems”. Dengan demikian, Perancangan Sistem adalah proses menyiapkan spesifikasi secara rinci untuk pengembangan sistem informasi yang baru. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Perancangan Sistem merupakan proses menyiapkan spesifikasi dari suatu solusi untuk pengembangan sistem informasi sesuai kebutuhan yang diidentifikasikan dalam analisis sistem.
2.9.2.2 Tahapan Perancangan Sistem Berdasarkan pendapat Bodnar dan Hopwood (2001, p511-515), tahapan dalam perancangan sistem adalah sebagai berikut: 1.
Mengevaluasi alternatif-alternatif perancangan.
2.
Mempersiapkan spesifikasi-spesifikasi perancangan.
38 3.
Mempersiapkan
dan
mengajukan
spesifikasi-spesifikasi
perancangan sistem. 4.
2.10
Perencanaan (blueprinting) proses bisnis.
Konsep Analisis dan Perancangan Berorientasi Objek 2.10.1 Pengertian Analisis dan Perancangan Berorientasi Objek Menurut Mathiassen et al. (2000, p12), “Object oriented analysis and design is a collection of general guidelines for carrying out analysis and design”. Menurut Mathiassen, analisis dan perancangan berorientasi objek merupakan kumpulan dari langkah-langkah secara umum untuk menyelesaikan analisis dan perancangan. Menurut Whitten et al (2004, p31), “Object Oriented Analysis and Design is a collection of tools and techniques for systems development that will utilize object technologies to construct a system and its software”. Dengan demikian, analisa dan perancangan berorientasi objek adalah sekumpulan tool dan teknik untuk pengembangan sistem yang akan memberikan kegunaan bagi object teknologi untuk membangun sebuah sistem dan softwarenya. Menurut Mathiassen et al (2000, p15), “Analisis dan perancangan berorientasi objek tersebut mempunyai empat aktifitas utama yang digambarkan sebagai berikut : “
39
Gambar 2.1 Kegiatan Utama dan hasilnya dalam OOA&D Sumber : Mathiassen et al. p.15
2.10.2 Object Menurut Mathiassen et al. (2000, p4), object adalah suatu entitas dengan identitas, keadaan dan sifat tertentu. Jadi dapat disimpulkan object adalah sesuatu yang dapat dilihat, disentuh, atau dapat dirasakan dimana user dapat menyimpan data dan berasosiasi dengan behaviour.
2.10.3 System Definition Berdasarkan pendapat Mathiassen et al. (2000, p24-25), “System definition: A concise description of a computerized system expressed in natural language.” Dengan demikian, dapat diterjemahkan bahwa system definition merupakan suatu deskripsi singkat dari sistem yang terkomputerisasi yang diperlihatkan dalam bahasa natural. System definition seharusnya singkat dan
40 tepat, dan berisikan keputusan yang paling utama (fundamental) mengenai sistem. Terdapat tiga subaktivitas yang harus dilakukan untuk membuat system definition, yaitu usaha untuk mendapatkan gambaran menyeluruh dari situasi, membuat dan mengevaluasi ide-ide untuk perancangan sistem, dan diakhiri dengan memformulasikan dan mengevaluasi system definition sesuai dengan situasi yang ada. System definition dihasilkan melalui iterasi pada tiga subaktivitas tersebut.
2.10.4 FACTOR Criterion Berdasarkan pendapat Mathiassen et al (2000, p39-40), FACTOR criterion terdiri dari 6 elemen sebagai berikut: 1. Functionality : fungsi-fungsi sistem yang mendukung tugas-tugas application domain. 2. Application domain : bagian-bagian dari sebuah organisasi yang mengelola, mengawasi, atau mengendalikan problem domain. 3. Conditions : kondisi-kondisi dimana sistem akan dikembangkan dan digunakan. 4. Technology : baik teknologi yang digunakan untuk mengembangkan sistem dan teknologi dimana sistem akan berjalan. 5. Objects : objek-objek utama di dalam problem domain. 6. Responsibility : keseluruhan tanggung jawab sistem dalam hubungan dengan konteksnya.
41 2.10.5 Rich Picture Berdasarkan pendapat Mathiassen et al. (2000, p26), “A rich picture is an informal drawing that presents the illustrator’s understanding of a situation.” Dapat diterjemahkan bahwa rich picture merupakan sebuah gambaran informal yang mempresentasikan pemahaman ilustrator dari suatu situasi. Dengan demikian, dapat digunakan untuk memfasilitasi komunikasi di antara pemakai dalam sistem dan mendapatkan sebuah gambaran dari situasi dengan cepat. Untuk memulai rich picture adalah dengan menggambarkan entitas yang penting, seperti orang, objek fisik, tempat, organisasi, peran, dan tugas. Orang dapat berupa pengembang sistem (system developer), pengguna (user), pelanggan, dan lain-lain. Objek fisik dapat berupa mesin, perangkat, atau persediaan di gudang. Tempat mendeskripsikan lokasi orang dan benda. Organisasi dapat berupa keseluruhan perusahaan, departemen, atau proyek yang melibatkan beberapa perusahaan. Peran dan tugas mengikat orang kepada organisasi yang merefleksikan tanggung jawab atas tugas-tugas spesifik. Setelah entitas yang relevan dideskripsikan, lalu hubungan di antara entitas-entitas tersebut dideskripsikan. Proses merupakan hubungan yang paling mendasar di antara entitas dalam suatu rich picture. Sebuah proses mendeskripsikan aspek-aspek dari situasi yang berubah, tidak stabil, atau di bawah pengembangan. Secara grafis, proses dapat diilustrasikan dengan arah panah. Proses meliputi pekerjaan, produksi, pemrosesan informasi, perencanaan, pengendalian, proyek pengembangan, dan perubahan organisasi.
42 2.10.6 Problem Domain Analysis Mengacu pada pendapat Mathiassen et al (2000, p46), problem domain adalah bagian dari konteks yang diadministrasi, dimonitor, dan dikontrol oleh sistem. Tujuan dari aktifitas ini adalah mengidentifikasikan dan memodelkan problem domain. Sedangkan model merupakan gambaran dari class, structure, dan behaviour pada problem domain
System Definition
Behavior Classes
Structure
Model
Gambar 2.2 Aktivitas Problem Domain (Sumber: Mathiassen et al. (2000, p.46))
2.10.6.1 Classes Berdasarkan pendapat Mathiassen et al (2000, p51-53), “Class : A description of a collection of objects sharing structure, behavioral pattern, and attributes”, dapat diterjemahkan sebagai suatu deskripsi dari sekumpulan objek-objek yang berbagi struktur, pola perilaku, dan atributatribut.
43 “Event : An instantaneous incident involving one or more objects”, dapat diterjemahkan sebagai suatu peristiwa atau kejadian yang terjadi seketika yang melibatkan satu atau lebih objek. Untuk menjalankan aktivitas classes dapat dimulai dengan mengidentifikasikan kandidat atau calon yang mungkin untuk classes dan events dalam model problem domain. Setelah itu, evaluasi dan pilih secara kritis classes dan events yang benar-benar relevan dengan konteks sistem. Aktivitas classes menghasilkan suatu event table dengan classes dan events yang berkaitan seperti terlihat pada Tabel 2.1 Dimensi horizontal terdiri dari classes yang terpilih, dimensi vertikal terdiri dari events yang terpilih, dan tanda cek mengindikasikan objects dari class yang terlibat dalam event spesifik. Abstraksi, klasifikasi, dan seleksi merupakan tugas-tugas utama dalam aktivitas class. Class merupakan kegiatan yang pertama dilakukan di dalam problem domain analysis.
44
Class Customer Assistant Apprentice Appointment Plan Reserved * * + * Cancelled * * + Treated * + Employed + + Resigned + + Graduated + Agreed * * * Events
Tabel 2.1 Contoh Event Table untuk Sistem Hair Salon (Sumber: Mathiassen et al. (2000, p.100))
2.10.6.2 Structure Berdasarkan pendapat Mathiassen et al. (2000, p69), structure bertujuan untuk mendeskripsikan hubungan struktural di antara classes dan objects dalam problem domain. Prinsip-prinsip yang digunakan dalam structure, yaitu pembelajaran abstrak, hubungan statis di antara classes; pembelajaran konkrit, hubungan dinamis di antara objects; pemodelan hanya hubungan-hubungan struktural yang diperlukan. Hasil dari structure berupa sebuah class diagram dengan classes dan structures. Konsep structure menurut Mathiassen adalah sebagai berikut: 1.
Class Structures Class structures memperlihatkan hubungan-hubungan konseptual yang statis di antara classes, terdiri dari:
45 a. Generalization “Generalization: A general class (the super class) describes properties common to a group of specialized classes (the subclasses)”.
Dengan
demikian
dapat
diterjemahkan
generalisasi sebagai suatu kelas yang umum (kelas super) yang mendeskripsikan
sebuah
grup
dari
kelas-kelas
khusus
(subkelas). b. Cluster “Cluster: A collection of related classes”. Dengan demikian dapat diterjemahkan cluster sebagai sekumpulan dari classes yang berhubungan. 2.
Object Structures Object structures menangkap hubungan-hubungan yang dinamis di antara objects dalam problem domain, terdiri dari: a. Aggregation “Aggregation : A superior object (the whole) consists of a number of inferior objects (the parts)”. Dengan demikian dapat diterjemahkan aggregation sebagai suatu objek superior (keseluruhan) yang terdiri dari sejumlah objek-objek inferior (bagian-bagian).
46 b. Association “Association : A meaningful relation between a number of objects”.
Dengan
demikian
dapat
diterjemahkan
bahwa
association sebagai suatu hubungan yang berarti di antara sejumlah objects.
2.10.6.3 Behavior Berdasarkan pendapat Mathiassen et al. (2000, p93), aktivitas behavior adalah aktivitas terakhir dalam problem domain analysis, bertujuan untuk memodelkan apa yang terjadi (perilaku dinamis) dari suatu problem domain sistem sepanjang waktu. Tugas utama dalam aktivitas ini adalah menggambarkan pola perilaku (behavioral pattern) dan attribute dari setiap class. Hasil dari aktivitas ini adalah sebuah pola perilaku (behavioral pattern) dengan attributes untuk setiap class dalam suatu class diagram, yang dikenal dengan state chart diagram. Event trace merupakan serangkaian events yang melibatkan sebuah object yang spesifik. Behavioral pattern merupakan suatu deskripsi dari event traces yang mungkin untuk seluruh objects dalam sebuah class. Terdapat tiga notasi untuk behavioral pattern, yaitu: a. Sequence : events muncul satu per satu secara berurutan. Notasinya : “+”. b. Selection : pemilihan satu event dari sekumpulan event yang muncul. Notasinya : “|”.
47 c. Iteration : sebuah event muncul sebanyak nol atau berulang kali. Notasinya : “*”.
2.10.7 Application Domain Analysis Mengacu pada pendapat Mathiassen et al (2000, p115), Application domain adalah organisasi yang mengatur, memonitor, atau mengontrol problem domain. Tujuan dari application domain ini adalah untuk menganalisis kebutuhan dari pengguna sistem.
Gambar 2.3 Aktifitas Application Domain (Sumber: Mathiassen et al. (2000, p.117))
2.10.7.1 Usage Mengacu pada pendapat Mathiassen et al (2000, p119-120), use case adalah pola interaksi antara sistem dan actor di dalam application domain. Use case dapat digambarkan dengan menggunakan spesifikasi use case, dimana use case dijelaskan secara singkat namun jelas dan dapat disertai keterangan objek sistem yang terlibat dan function dari use
48 case tersebut atau dengan diagram statechart karena use case adalah sebuah fenomena yang dinamik. Actor adalah abstraksi dari user atau sistem lain yang berinteraksi dengan target sistem. Cara untuk mengidentifikasi actor adalah dengan mengetahui alasan actor menggunakan sistem. Masing-masing actor memiliki alasan yang berbeda untuk menggunakan sistem. Cara lainnya yaitu dengan melihat peran dari actor seperti yang dinyatakan oleh use case dimana actor tersebut terlibat. Masing-masing actor memiliki peran yang berbeda-beda.
2.10.7.2 Function Mengacu pada pendapat Mathiassen et al (2000, p137-139) kegiatan function memfokuskan pada bagaimana cara sebuah sistem dapat membantu actor dalam melaksanakan perkerjaan mereka. Tujuan dari kegiatan function adalah untuk menentukan kemampuan sistem memproses informasi. Hasil dari kegiatan ini adalah sebuah daftar function-function yang merinci function-function yang kompleks. Daftar function harus lengkap, menyatakan kebutuhan kolektif dari pelanggan dan actor dan harus konsisten dengan use case. Function memiliki empat tipe yang berbeda, yaitu : a. Update, function ini disebabkan oleh event problem domain dan menghasilkan perubahan dalam state atau keadaan dari model tersebut.
49 b. Signal, function ini disebabkan oleh perubahan keadaan atau state dari model yang dapat menghasilkan reaksi pada konteks. c. Read, function ini disebabkan oleh kebutuhan informasi dalam pekerjaan actor dan mengakibatkan sistem menampilkan bagian yang berhubungan dengan informasi dalam model. d. Compute, function ini disebabkan oleh kebutuhan informasi dalam pekerjaan actor dan berisi perhitungan yang melibatkan informasi yang disediakan oleh actor atau model, hasil dari function ini adalah tampilan dari hasil komputasi. Tujuan dari kegiatan function adalah untuk menentukan kemampuan system memproses informasi. Hasil dari kegiatan ini adalah sebuah function list yang kompleks. Daftar function harus lengkap, menyatakan kebutuhan kolektif dari actor serta harus konsisten use case.
2.10.7.3 Interface Menurut Mathiassen et al (2000, p151-152), “Interface is the facilities that make a system’s model and functions availables to actors”. Dengan demikian, interface adalah sebuah fasilitas yang menghubungkan model sistem dan functions dengan actor. Interface menghubungkan sistem dengan semua actor yang berhubungan dalam konteks digunakan oleh actor untuk berinteraksi dengan sebuah sistem. Oleh karena itu, interface secara garis besar dibagi menjadi ke dalam dua golongan, yaitu :
50 1. User interfaces merupakan suatu hubungan interaksi antar user. 2. System interfaces merupakan suatu hubungan interaksi antara sistem dengan sistem yang lain.
2.10.8 Architectural Design Pada architectural design tersebut bertujuan untuk menstrukturisasikan suatu sistem yang terkomputerisasi. Aktivitasnya terdiri dari : 1. Criteria, aktifitas ini mendefinisikan apa saja kondisi dan kriteria yang digunakan pada rancangan yang akan dibuat. 2. Component, mendefinisikan bagaimana suatu sistem distrukturisasikan menjadi komponen-komponen. 3. Process, bertujuan untuk mendefinisikan struktur fisik dari suatu sistem arsitektur.
Gambar 2.4 Aktifitas Architectural Design (Sumber: Mathiassen et al. (2000, p.176))
51 2.10.8.1 Criteria Mengacu pada pendapat Mathiassen et al (2000, p177-179), dalam menciptakan sebuah desain yang baik diperlukan pertimbangan mengenai kondisi-kondisi dari setiap proyek yang dapat mempengaruhi kegiatan desain yang meliputi technical, conceptual, dan human. Sebuah desain yang baik memiliki tiga ciri-ciri, yaitu : 1. Tidak memiliki kelemahan Syarat ini menyebabkan adanya penekanan pada evaluasi dari kualitas berdasarkan
review
dan
eksperimen
dan
membantu
dalam
menentukan prioritas dari kriteria yang akan mengatur dalam kegiatan pendesainan. 2. Menyeimbangkan beberapa criteria. Konflik sering terjadi antar criteria, oleh karena itu untuk menentukan criteria mana yang akan diutamakan dan bagaimana cara untuk menyeimbangkannya dengan kriteria-kriteria yang lain bergantung pada situasi sistem tertentu. 3. Usable, flexible, dan comprehensible. Kriteria-kriteria ini bersifat universal dan digunakan pada hampir setiap proyek pengembangan sistem. Tabel dibawah ini adalah beberapa kriteria umum yang digunakan dalam kegiatan desain yang berorientasi objek :
52 Ukuran dari Kemampuan sistem untuk menyesuaikan diri dengan konteks, organisasi yang berhubungan dengan pekerjaan dan teknis. Ukuran keamanan sistem dalam menghadapi akses yang tidak terotorisasi terhadap data dan fasilitas. Eksploitasi ekonomis terhadap fasilitas platform teknis. Pemenuhan dari kebutuhan. Pemenuhan ketepatan yang dibutuhkan untuk melaksanakan fungsi. Biaya untuk menemukan dan memperbaiki kerusakan. Biaya untuk memastikan bahwa sistem yang dibentuk dapat melaksanakan fungsi yang diinginkan. Biaya untuk mengubah sistem yang dibentuk. Usaha yang diperlukan untuk mendapatkan pemahaman terhadap sistem. Kemungkinan untuk menggunakan bagian dari sistem pada sistem lain yang berhubungan. Biaya untuk memindahkan sistem ke platform teknis yang berbeda. Biaya untuk menggabungkan sistem ke sistem yang lain. Tabel 2.2 Criteria dalam perancangan
Criteria Usable Secure Efficient Correct Reliable Maintainable Testable Flexible Comprehensible Reusable Portable Interoperable
(Sumber Mathiassen et al, 2000, p.178)
2.10.8.2 Component Architecture Menurut Mathiassen et al (2000, p189-200), “Arsitektur Komponen adalah sebuah struktur sistem yang terdiri dari komponenkomponen yang saling berhubungan”. Komponen merupakan kumpulan dari bagian-bagian program yang membentuk suatu kesatuan dan memiliki fungsi yang jelas. Sebuah arsitektur komponen yang baik membuat
sistem
menjadi
lebih
mudah
untuk
dipahami,
mengorganisasikan pekerjaan desain, menggambarkan stabilitas dari konteks sistem dan mengubah tugas desain menjadi beberapa tugas yang lebih tidak kompleks.
53 Beberapa pola umum dalam desain komponen arsitektur : 1. Arsitektur layered Merupakan bentuk yang paling umum dalam software. Sebuah arsitektur layered terdiri dari beberapa komponen yang dibentuk menjadi lapisan-lapisan dimana lapisan yang berada di atas bergantung kepada lapisan yang ada dibawahnya. Perubahan yang terjadi pada suatu lapisan akan mempengaruhi lapisan yang ada diatasnya. 2. Arsitektur generic Pola ini digunakan untuk merinci sistem dasar yang terdiri dari antar muka, function, dan komponen-komponen model. Dimana komponen model terletak pada lapisan yang paling bawah, diikuti dengan function system dan komponen interface diatasnya. 3. Arsitektur client-server Pola ini awalnya dikembangkan untuk mengatasi masalah distribusi sistem di antara beberapa processor yang tersebar secara geografis. Komponen pada arsitektur ini adalah sebuah server dan beberapa client. Tanggung jawab daripada server adalah untuk menyediakan database dan resources yang dapat disebarkan kepada client melalui jaringan.
Sementara
client
memiliki
tanggung
jawab
menyediakan antarmuka lokal untuk setiap penggunanya.
untuk
54 Berikut adalah beberapa jenis distribusi dalam arsitektur clientserver dimana U (user interface), F (function), M (model) : Client U U U+F U+F U+F+M
Server Architecture U+F+M Distributed presentation F+M Local presentation F+M Distributed functionality M Centralized data M Distributed data Tabel 2.3 Jenis architecture client-server
2.10.8.3 Process Architecture Menurut Mathiassen et al (2000, p211), “process architetecture is a system-execution structure composed of interdependent processes”. Dengan demikian, Arsitektur Proses adalah struktur dari eksekusi sistem yang terdiri dari proses-proses yang saling bergantung. Untuk mengeksekusi atau menjalankan sebuah sistem dibutuhkan processor. Sedangakan external device adalah processor khusus yang tidak dapat menjalankan program. Arsitektur proses harus dapat memastikan bahwa sistem dapat dijalankan secara memuaskan dengan menggunakan processor yang telah tersedia. Beberapa pola distribusi dalam kegiatan desain process architecture : 1. Centralized pattern Mengacu pada Mathiassen et al (2000, p215), pada pola ini semua data ditempatkan pada server dan client hanya menghandle user
55 interface saja. Keseluruhan model dan semua fungsi bergantung pada server, dan client hanya berperan sebagai terminal. 2. Distributed pattern Mengacu pada Mathiassen et al (2000, p217) pola ini merupakan kebalikan
dari
centralized
pattern.
Pada
pola
ini,
semua
didistribusikan kepada client dan server hanya diperlukan untuk melakukan update model diantara clients. 3. Decentralized pattern Mengacu pada Mathiassen et al (2000, p219) pola ini dapat dikatakan merupakan gabungan dari kedua pola sebelumnya. Pada pola ini, client mengimplementasikan model yang lokal, sedangkan servernya memakai model common (umum).
2.10.9 Component Design Pada component design tersebut bertujuan untuk menentukan sebuah implementasi dari persyaratan di dalam suatu arsitektural framework. Aktifitas pada component design adalah : 1. Model component adalah bagian dari sistem yang mengimplementasikan model pada problem domain. Tujuannya adalah untuk menyampaikan data saat ini dan data yang telah lalu ke function dan ke pengguna sistem lain. 2. Function component adalah bagian dari sistem yang mengimplementasikan kebutuhan functions. Tujuan dari function component adalah untuk memberikan ke user interface dan component dari sistem lain untuk mengakses model.
56 3. Connecting component digunakan untuk menghubungkan komponenkomponen sistem. Pada connecting component ada dua konsep, yaitu : a. Coupling adalah suatu ukuran yang digunakan untuk menentukan bagaimana dekatnya hubungan amtara dua class atau component. b. Cohesion merupakan ukuran seberapa kuatnya keterikatan dari suatu class atau component.
Gambar 2.5 Aktifitas Component Design ( Sumber Mathiassen et al, p.232 )
2.10.10
Diagram dalam Analisis dan Perancangan Berorientasi Objek Menurut Mathiassen et al (2000, p334), “ada delapan diagram yang
digunakan untuk menggambarkan empat tahap atau aktifitas utama dalam analisis dan perancangan berorientasi objek adalah sebagai berikut : 1. Rich picture menggambarkan sebuah pandangan menyeluruh dari people, object, process, structure, dan problem domain, system problem dan application domain. 2. Class diagram menggambarkan kumpulan dari class dan hubungan struktural yang saling timbal balik.
57 3. State chart diagram menggambarkan behavioural yang digunakan pada semua object dalam sebuah class khusus dan diuraikan oleh state dan transisi lainnya. 4. Use case diagram, model yang digunakan untuk interaksi antara sistem dan actor dalam application domain. Pada use case diagram berisi actor dalam sebuah sistem. 5. Sequence diagram menggambarkan secara grafis bagaimana objek-objek berinteraksi satu sama lain melalui message-message yang dilakukan dari suatu use case atau operasi. 6. Navigation diagram adalah sebuah statechart diagram khusus yang memfokuskan pada keseluruhan user interface yang dinamis. Navigation diagram menggambarkan semua windows user interface dan hubungan dinamisnya. 7. Deployment diagram menguraikan sebuahnfigurasi sistem dalam bentuk processor dan objek yang dihubungkan ke processor. Deployment diagram menggambarkan komponen sistem program, external device dan hubungan struktural timbal balik. 8. Window diagram adalah sebuah konstruksi dari sebuah window tunggal dan deskripsi dari kegunaanya.”