BAB 2 LANDASAN TEORI
2.1
Pengertian Merek (brand) Menurut American Marketing Association (AMA) mendefinisikan merek sebagai:
“Nama, istilah, tanda, lambang, atau desain, atau kombinasinya, yang dimaksudkan untuk mengidentifikasikan barang atau jasa dari satu penjual atau kelompok penjual dan mendiferensiasikan produk atau jasa dari para pesaing.”(Kotler 2009;258). Sedangkan menurut Kartajaya (2010;62), mendefinisikan merek sebagai: “Aset yang menciptakan nilai bagi pelanggan dengan meningkatkan kepuasan dan menghargai kualitas.” Salah satu hal yang memegang peranan penting dalam pemasaran adalah merek. Terdapat beberapa perbedaan antara produk dengan merek. Produk merupakan sesuatu yang dihasilkan oleh pabrik dan mudah ditiru oleh para pesaing. Sedangkan merek merupakan sesuatu yang dibeli oleh kosumen, memiliki nilai dan identitas atau ciri tertentu yang dilindungi secara hukum sehingga tidak dapat ditiru oleh pesaing. Merek mempengaruhi persepsi konsumen terhadap produk yang akan dibeli maka persaingan antar perusahaan adalah persaingan persepsi bukan produk (Tjiptono 2011;34). Terdapat enam tingkat pengertian merek menurut Surachman (2008;3), diantaranya: •
Atribut Setiap merek memiliki atribut. Atribut ini perlu dikelola dan diciptakan agar konsumen dapat mengetahui dengan pasti atribut-atribut apa saja yang terdapat dalam suatu merek. Misalnya: KFC menyiratkan restoran cepat saji yang memiliki kualitas produk yang aman, enak, dan terjamin serta pelayanannya yang cepat.
•
Manfaat
Merek sebagai atribut mempunyai dua manfaat yaitu manfaat emosional dan manfaat fungsional. Atribut “mudah didapat” dapat diterjemahkan sebagai manfaat fungsional. Atribut “mahal” dapat diterjemahkan sebagai manfaat emosional. •
Nilai Merek juga harus menyatakan nilai bagi produsennya. Sebagai contoh: PT. Fastfood Indonesia (KFC) dinilai sebagai restoran cepat saji yang ramah, cepat, bergengsi, dan merupakan pemimpin industri makanan cepat saji. Dengan demikian, produsen KFC juga mendapat nilai tinggi di masyarakat. Maka, produsen dapat mengetahui kelompok-kelompok pembeli yang mencari nilai-nilai ini.
•
Budaya Merek mewakili budaya tertentu. Misalnya: KFC melambangkan budaya Amerika yang mandiri, efisien, dan prestige.
•
Kepribadian Merek dapat mencerminkan kepribadian tertentu. Sebagai contoh: KFC menyiratkan mahasiswa yang efisiensi waktu atau keluarga yang senang berkumpul bersama.
•
Pemakai Merek menunjukan jenis konsumen yang membeli atau memakai merek tersebut, maka dari itu para penjual menggunakan analogi untuk dapat memasarkan mereknya kepada konsumen. Misalnya: KFC cenderung memasarkan produknya kepada para mahasiswa dan keluarga dibandingkan kepada pengusaha. Pengertian keenam tingkat merek diatas menunjukan bahwa merek bukan hanya
berfungsi sebagai lambang atau simbol dari sebuah produk, melainkan lebih daripada itu, dimana merek tersebut merupakan satu kesatuan dari sebuah produk dan tidak dapat dipisahkan.
2.2
Kriteria Pemilihan Merek Menurut Kotler (2009;269) terdapat enam pemilihan kriteria merek, diantaranya
adalah: •
Dapat diingat Merek harus dapat diingat dan dikenali dengan mudah oleh konsumen.
•
Berarti Merek harus kredibel dan mencirikan karakter yang sesuai, serta menyiratkan sesuatu tentang bahan atau tipe orang yang mungkin menggunakan merek.
•
Dapat disukai Seberapa menarik estetika dari merek dan dapat disukai secara visual, verbal, dan lainnya.
•
Dapat dipindahkan Merek dapat digunakan untuk memperkenalkan produk baru dalam kategori yang sama atau berbeda dengan melintasi batas geografis dan segmen pasar.
•
Dapat disesuaikan Merek harus dengan mudah dapat disesuaikan atau diperbarui sesuai dengan kebutuhan pasar.
•
Dapat dilindungi Merek harus dapat dipatenkan atau dapat dilegalkan secara hukum, sehingga tidak mudah ditiru oleh pesaing.
2.3
Peranan dan Kegunaan Merek Merek adalah salah satu faktor yang dipertimbangkan dalam membandingkan produk-
produk sejenis. Kotler (2009;259) berpendapat bahwa merek memiliki peranan dilihat dari sudut pandang produsen, dimana merek memiliki peranan serta kegunaan sebagai berikut: 1. Merek memudahkan proses pemesanan dan penelusuran produk. 2. Merek membantu mengatur catatan persediaan dan catatan akuntansi. 3. Merek menawarkan perlindungan hukum atas ciri dari keunikan produk yang dimiliki. 4. Merek menandakan tingkat kualitas tertentu sehingga pembeli yang puas akan melakukan pembelian berulang (loyalitas konsumen). 5. Merek dapat menjadi alat yang berguna untuk mengamankan keunggulan kompetitif.
2.4
Strategi Merek Suatu merek harus memiliki strategi yang baik dan kuat dalam mengenalkan dan
memasarkan produk sesuai dengan nilai jual merek yang telah ditentukan oleh produsen. Hal ini berguna untuk membangun citra merek (brand image) dan kepercayaan di mata konsumen terhadap produk yang dipasarkan. Menurut (Rangkuti 2008;38) terdapat beberapa strategi merek, sebagai berikut: •
Merek Baru (New brand) Perusahaan dapat menciptakan nama atau merek baru ketika ingin memasarkan produk baru. Hal ini dikarenakan nama atau merek sebelumnya tidak sesuai dengan konsep produk baru yang akan ditawarkan di pasar.
•
Multi Merek (Multi Brand) Perusahaan mengelola berbagai nama merek tambahan dalam kategori produk yang sama. Hal tersebut untuk memberikan fungsi dan manfaat yang sesuai dengan motif pembelian konsumen terhadap produk.
•
Perluasan Merek (Brand Extension) Menggunakan nama atau merek sebelumnya yang telah berhasil untuk meluncurkan produk baru.
•
Perluasan Lini (Lini Extension) Strategi perluasan lini dilakukan dengan cara memperkenalkan berbagai macam atribut tambahan atau variasi terhadap kategori produk yang sudah ada dengan nama atau merek yang sama, seperti: rasa, bentuk, warna, atau ukuran kemasan yang baru.
2.5
Citra Merek Menurut Rangkuti (2008;3), brand mage adalah “Sekumpulan asosiasi merek yang
terbentuk dan melekat di benak konsumen.” Berdasarkan pengertian citra merek diatas, maka dapat disimpulkan bahwa citra merek terbentuk dari persepsi yang telah lama terdapat di pikiran konsumen. Setelah melalui tahap yang terjadi dalam proses persepsi, kemudian dilanjutkan pada tahap keterlibatan konsumen dalam pembelian. Level keterlibatan ini selain mempengaruhi persepsi juga mempengaruhi fungsi memori. Berdasarkan pendapat di atas Hapsari (2008;22) mengambil beberapa kesimpulan tentang brand image sebagai berikut: 1. Brand image mempengaruhi pola pikir dan pandangan konsumen mengenai merek secara keseluruhan. 2. Brand image bukan hanya merupakan sebuah pemberian nama yang baik melainkan bagaimana cara mengenalkan produk kepada konsumen agar menjadi memori bagi konsumen dalam membentuk suatu persepsi akan sebuah produk. 3. Brand image memegang kepercayaan, pemahaman, dan persepsi konsumen terhadap suatu merek.
4. Brand image merupakan asosiasi yang muncul dalam benak konsumen dalam bentuk pemikiran atau citra tertentu terhadap suatu merek. 5. Brand image yang baik dapat meningkatkan penjualan produsen serta menghambat kegiatan pemasaran pesaing. 6. Brand image merupakan faktor penting dalam keputusan pembelian konsumen hingga konsumen menjadi loyal terhadap merek tertentu.
2.6
Cara Membangun Keunggulan Citra Merek Merek bukan hanya sekedar nama melainkan sebuah nilai, konsep, karakteristik, dan
citra dari produk. Merek yang baik akan menciptakan citra merek yang unggul di dalam benak konsumen dan hal tersebut membutuhkan pondasi yang kokoh juga. Oleh sebab itu perlu dilakukan beberapa cara untuk membangun citra merek. Langkah-langkah membangun citra merek menurut Rangkuti (2008;5) sebagai berikut:
•
Memiliki positioning yang tepat Merek harus dapat menempati atau memposisikan diri secara tepat untuk selalu menjadi yang nomor satu dan utama di benak konsumen. Hal tersebut bukan hanya didukung oleh kualitas produk melainkan kualitas pelayanan untuk memenuhi kepuasan konsumen.
•
Memiliki brand value yang tepat Produsen harus membuat brand value yang tepat untuk membentuk brand personality yang baik terhadap merek untuk membuat merek semakin bernilai dan kompetitif di benak konsumen. Brand personality lebih cepat berubah dibandingkan brand positioning karena brand personality mengikuti permintaan atau kehendak konsumen setiap saat.
•
Memiliki konsep yang tepat Untuk mengkomunikasikan brand value dan positioning yang tepat maka dibutuhkan konsep yang tepat sesuai sasaran baik terhadap produk, segmentasi pasar, cara memasarkan, target pasar, kualitas pelayanan, dsb. Hal ini membantu perusahaan untuk membangun brand image yang baik di benak konsumen.
2.7
Elemen Citra Merek Berdasarkan Sandy (2010;22) yang mengacu kepada Kerby (2004), citra merek
memiliki empat elemen, yaitu: •
Ketahanan (Tenacity) Berkaitan dengan kualitas dan citra merek produk itu sendiri.
Kualitas produk Produk yang dipasarkan dan dijual harus memiliki jaminan atau kualitas yang baik sesuai dengan citra merek yang dimiliki. Bahan-bahan yang digunakan Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan produk harus merupakan bahan-bahan yang sesuai atau bermutu dengan ketentuan yang telah ditetapkan oleh sebuah perusahaan terhadap produk dari merek tersebut.
•
Kesesuaian (Congruence) Berkaitan dengan kesesuaian antara karakteristik merek dengan citra merek itu sendiri yang ingin ditonjolkan dari sebuah produk. Iklan
Pemasaran melalui iklan harus menonjolkan karakteristik dan menarik dari sebuah produk sehingga sebuah iklan dapat menjadi ciri pada persepsi konsumen dan membentuk citra merek terhadap sebuah produk yang dipasarkan serta menimbulkan minat beli pada konsumen. Logo Logo merupakan ciri atau simbol yang menunjukkan suatu karakteristik dari sebuah merek. Oleh karena itu, logo mampu menciptakan brand image tersendiri di benak konsumen.
•
Keseksamaan (Precision) Sejauh mana brand image secara akurat dan konsisten ingin ditampilkan. Rasa Rasa dari sebuah produk harus konsisten dan akurat. Hal ini akan mempengaruhi keputusan konsumen dalam melakukan pembelian berulang. Ketika konsumen menemukan ada perbedaan cita rasa produk antara satu tempat dengan tempat yang lainnya, maka ada kemungkinan konsumen akan dikecewakan karena ekspektasi rasa yang didapatkan sebelumnya tidak terpenuhi di repeated-buying berikutnya. Hal ini dapat menimbulkan penghentian repeated-buying. Harga Harga merupakan faktor utama yang dilihat oleh konsumen. Harga yang ditawarkan di setiap tempat harus konsisten atau sama. Jika tidak sama, maka akan terdapat kesenjangan antara ekspektasi konsumen dengan harga yang diberikan.
•
Konotasi (Connotation) Konotasi merupakan pendapat konsumen dari kepribadian produk yaitu dari semua karakteristik merek produk sejenis yang diterima, konsumen menemukan merek produk yang satu berbeda dari merek produk lainnya. Variasi rasa Rasa yang ditawarkan kepada konsumen tidak hanya satu melainkan memilki variasi atau beragam rasa dari berbagai produk yang ditawarkan. Hal ini berguna untuk menyesuaikan dengan selera konsumen sehingga konsumen dapat memilih sesuai dengan keinginannya.
Pelayanan Pelayanan yang dihasilkan dari sebuah produk atau jasa sangat mempengaruhi persepsi konsumen terhadap citra merek dari sebuah produk. Apakah pelayanan dari produk tersebut cepat atau lama, ramah atau tidak, menjawab kebutuhan atau tidak, dll.
2.8
Pembentukan Citra Merek (Brand Image) Berdasarkan Sandy (2010;22) yang mengacu kepada Kerby (2004), pembentukan
citra merek dalam benak konsumen tidak terjadi secara cepat melainkan membutuhkan proses bertahun-tahun. Pembentukan citra merek dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu: •
Kualitas dari produk yang dihasilkan. Semakin baik kualitas produk yang dijual kepada konsumen maka semakin besar minat konsumen untuk membeli kembali sehingga dapat meningkatkan penjualan produk tersebut.
•
Pelayanan yang disediakan.
Produsen tidak hanya menjual produk melainkan pelayanan. Kepuasan pelanggan tergantung pada pelayanan yang diberikan produsen kepada konsumen. •
Kebijakan perusahaan. Kebijakan-kebijakan perusahaan yang dibuat akan membentuk nilai dan persepsi untuk perusahaan tersebut di benak konsumen yang berdampak pada citra image perusahaan.
•
Reputasi perusahaan. Setiap perusahaan memiliki reputasi masing-masing. Perusahaan yang telah memiliki reputasi yang baik harus dapat mempertahankannya dalam segala bidang. Semakin baik reputasi yng dimiliki perusahaan maka citra image perusahaan tersebut juga semakin baik dan kuat.
•
Kegiatan pemasaran perusahaan. Apa, bagaimana, kapan, dimana, dan siapa yang akan menjadi target pemasaran dari perusahaan sangat penting karena hal tersebut dapat mempengaruhi kesuksesan sebuah perusahaan dalam membentuk citra image.
2.9
Pengertian Loyalitas Konsumen Pengertian loyalitas konsumen menurut Lovelock & Writz (2007;359) adalah:
“Loyalty is a customer’s willingness to continue patronizing a firm over the long term, preferably on an exclusive basis, and recommending the firm’s products to friends and associate.” Pengertian loyalitas konsumen menurut Schiffman & Kanuk (2007;194) adalah: “Consumer avoid risk by remaining loyal to a brand with which day have been satisfied instead of purchasing new or untried brands.”
Menurut Kotler (2009;138), pengertian loyalitas adalah: “Komitmen yang dipegang secara mendalam untuk membeli atau mendukung kembali produk atau jasa yang disukai di masa depan meski pengaruh situasi dan usaha pemasaran berpotensi menyebabkan pelanggan beralih.” Berdasarkan ketiga pengertian diatas, maka loyalitas konsumen adalah keputusan konsumen untuk setia atau loyal terhadap satu merek produk yang telah memuaskan kebutuhan dan keinginan mereka dalam jangka waktu yang panjang dibandingkan membeli produk dengan merek baru. 2.10
Tahap-tahap Loyalitas Konsumen Loyalitas konsumen terhadap suatu produk membutuhkan sebuah proses atau tahapan.
Dengan mengenali setiap tahapan maka perusahaan memiliki kesempatan untuk mengubah pembeli menjadi pelanggan yang setia. Menurut Griffin (2009;35), seseorang menjadi pelanggan yang setia melalui beberapa tahapan yaitu: •
Dugaan (Suspect) Tahap ini merupakan dugaan terhadap semua orang yang mungkin akan membeli suatu produk atau jasa. Dikatakan sebagai dugaan karena konsumen diperkirakan atau diduga akan membeli produk atau jasa tersebut tetapi belum diketahui secara pasti bahwa konsumen tersebut akan benar-benar membelinya.
•
Prospek (Prospect) Prospek adalah orang yang memiliki kemampuan untuk membeli serta membutuhkan produk dan jasa yang ditawarkan. Meskipun belum membeli tetapi orang tersebut mungkin pernah mendengar, melihat, atau membaca mengenai produk dan jasa yang ditawarkan sehingga mereka (prospek)
mungkin tahu siapa, apa, dimana anda
menjual produk hanya saja belum membeli. •
Prospek yang diskualifikasi (Disqualified prospect)
Orang (prospek) yang tidak membutuhkan atau tidak memilki kemampuan untuk membeli produk yang ditawarkan. •
Pelanggan pertama-kali (First time customers) Merupakan orang yang telah membeli atau menggunakan produk sebanyak satu kali setelah produk tersebut dipasarkan. Orang tersebut bisa jadi merupakan pelanggan perusahaan sekaligus pelanggan dari pesaing perusahaan.
•
Pelanggan berulang (Repeat customers) Merupakan orang-orang yang telah membeli produk sebanyak dua kali atau lebih. Produk yang dibeli bisa produk yang sama atau berbeda.
•
Klien (Client) Klien akan membeli apapun produk yang dikeluarkan oleh perusahaan dan dilakukan secara terus menerus secara teratur serta dalam jangka waktu yang lama. Pelanggan tersebut merupakan orang-orang yang loyal terhadap merek tertentu dan tidak mudah dipengaruhi atau kebal terhadap merek pesaing.
•
Penganjur (Advocate) Seperti klien, penganjur (advocate) adalah orang yang membeli dan menggunakan produk apapun yang dijual oleh perusahaan secara teratur tetapi penganjur bukan hanya membeli produk melainkan juga mempromosikan dan mendorong orang lain untuk membeli produk yang sama. Penganjur menjadi media pemasaran bagi perusahaan untuk membawa pelanggan lain.
2.11
Dasar Loyalitas Pelanggan Memberikan kepuasan kepada konsumen merupakan dasar utama untuk menciptakan
loyalitas konsumen. Menurut Lovelock (2007;371), kepuasan dan loyalitas mempunyai hubungan yang sangat erat yang dibagi dalam tiga zona yaitu:
•
Zona of Defection Merupakan zona dimana kepuasaan konsumen sangat rendah terhadap suatu merek. Konsumen pada zona ini tidak memiliki loyalitas sama sekali dan lebih memilih pindah ke merek lain walaupun harganya jauh lebih mahal. Selain itu, konsumen pada zona ini dapat menjadi “teroris” terhadap penyedia layanan karena mereka dapat menyebarkan berita negatif dari mulut ke mulut kepada konsumen atau orang lain.
•
Zona of Indifference Merupakan zona dimana kepuasan konsumen berada pada tingkat menengah. Konsumen yang terletak pada zona ini akan berpindah merek jika memilki alternatif yang lebih baik.
•
Zona of Affection Merupakan zona dimana kepuasan konsumen sangat tinggi. Konsumen yang terletak pada zona ini sangat loyal dan tidak akan pindah ke merek lain meskipun merek lain menawarkan harga yang jauh lebih murah.
Gambar 2.1 Hubungan Kepuasan Konsumen terhadap Loyalitas Konsumen
Sumber: Lovelock, C & Writz, J. (2007;373). Service Marketing: People, Technology, Strategy (6th ed)
2.12
Status Loyalitas Menurut Kotler (2009;245), “Pemasar biasanya membayangkan empat kelompok
konsumen berdasarkan status loyalitas merek,” yaitu: •
Loyalitas berat Konsumen yang hanya membeli satu merek sepanjang waktu.
•
Loyalitas yang Terbagi Konsumen yang loyal kepada dua atau tiga merek.
•
Loyalitas yang Bergeser Konsumen yang beralih loyalitas dari satu merek ke merek lain.
•
Orang yang suka berpindah Konsumen yang tidak memperlihatkan loyalitas kepada merek apapun.
2.13
Karakteristik Loyalitas Konsumen Karakteristik pelanggan yang loyal menurut Griffin (2009;31) adalah:
•
Melakukan pembelian berulang secara teratur Konsumen yang puas terhadap suatu produk maka akan melakukan pembelian berulang secara teratur.
•
Membeli antarlini produk dan jasa Apapun jenis produk dan jasa lain yang ditawarkan oleh perusahaan yang sama maka konsumen yang loyal akan membelinya tanpa mempedulikan harga.
•
Rekomendasi Konsumen yang loyal akan mereferensikan atau merekomendasikan produknya kepada orang lain.
•
Tidak berpindah ke merek lain
Tetap setia dengan merek dari produk yang biasa digunakan meskipun para pesaing memberikan tawaran yang menggiurkan.
2.14
Kerangka Teori Kerangka teori pengaruh brand image terhadap loyalitas konsumen dapat dilihat pada
bagan berikut ini:
Gambar 2.2 Kerangka Teori Brand image
Loyalitas
a). Indikator Ketahanan:
1. Melakukan pembelian berulang secara teratur
1. Kualitas produk
2. Membeli antarlini produk dan jasa
2. Bahan-bahan yang digunakan
3. Rekomendasi
b). Indikator Kesesuaian:
4. Tidak berpindah ke merek lain
3. Iklan 4. Logo c). Indikator Keseksamaan 5. Rasa 6. Harga d). Indikator Konotasi 7. Variasi rasa 8. Pelayanan
Sumber: Peneliti