BAB 2 KAJIAN PUSTAKA 2.1
Penelitian Sebelumnya Di dalam penulisan skripsi ini, ada 5 jurnal terdahulu yang digunakan menjadi
acuan dan perbandingan. Jurnal tersebut terdiri dari 2 jurnal internasional dan 3 jurnal Indonesia. Kelima jurnal tersebut meneliti tentang komunikasi internal dan kinerja karyawan yang akan dijabarkan pada tabel berikut ini : Tabel 2.1 Penelitian Sebelumnya No.
Keterangan
1.
Judul Penelitian
Nama Peneliti I
Nama Peneliti II Hastuti Made Purnaning- Dwi rum, Adnjani, Ari Desi Pradanawati Dwi , Reni Prianti Shinta Dewi Pengaruh Internal Komunikasi CommuInternal, nication Kompensasi Towards , Lingku- Emplongan Kerja yee Terhadap EngageKinerja ment Karyawan inside Melalui Sultan Motivasi Agung Pada CV. Islamic Medinda UniversiSemarang ty (2012) (Unissula) (2009)
7
Nama Peneliti III Eva Tariszka Semegine, PhD
Nama Peneliti IV Rangga Setiawan
Nama Peneliti V Arumbayuardi
Organizational Internal Communication as A Means of Improving Efficiency (2012)
Kepuasan Komunikasi dan Kinerja Karyawan (Studi Korelasi Antara Kepuasan Komunikasi dan Kinerja Karyawan Pada Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Surabaya) (2013)
Komunikasi Internal Dengan Komitmen Karyawan PMI (Studi Korelasi Mengenai Komunikasi Internal Dengan Komitmen Karyawan Dalam Menjalankan Tugas
8
No.
Keterangan
Nama Peneliti I
Nama Peneliti II Hastuti Made Purnaning- Dwi rum, Adnjani, Ari Desi Pradanawati Dwi , Reni Prianti Shinta Dewi
Nama Peneliti III Eva Tariszka Semegine, PhD
Nama Peneliti IV Rangga Setiawan
Nama Peneliti V Arumbayuardi
Organisasi Pada PMI Kota Surakarta Tahun 2011)
2.
Metode/ Teori yang digunakan
3.
Subjek Penelitian
4.
Hasil Penelitian
Kuantitatif
CV Medinda Semarang
Kuantitatif
Sultan Agung Islamic University (Unissula) Komunikasi Kuranginternal nya yang baik komuniyang kasi diberikan antara oleh karyaperusahaan wan dan diharapkan manajedapat men meningkat- universikan tas motivasi sehingga kerja dalam menimmelaksana- bulkan kan persepsi pekerjaantujuan
Kuantitatif
Kualitatif
Kuantitatif
Karyawan dalam suatu perusahaan
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Surabaya
PMI Kota Surakarta
Komunikasi sering dievaluasi sebagai bagian dari struktur program itu sendiri dan efektivitas komunikasi diukur melalui hasil program.
Adanya hubungan yang signifikan diantara kepuasan komunikasi dengan kinerja karyawan di Dinas Kebudayaan dan Pariwisata KotaSurab aya.
Hubungan komunikasi internal dengan komitmen karyawan pada organisasi PMI saling berhubungan signifi-
9
No.
Keterangan
Nama Peneliti I
Nama Peneliti II Hastuti Made Purnaning- Dwi rum, Adnjani, Ari Desi Pradanawati Dwi , Reni Prianti Shinta Dewi nya yang sehingga berbeda dapat pula yang meningkat- timbul kan kinerja dari mereka kedua karena belah karyawan pihak selalu sehingga mengingin- tidak kan menemukompensasi kan titik yang lebih temu baik. Dalam satu hal ini yang sama dimaksud lain. baik adalah Selain kesesuaian itu gaji yang strategi diterima komunioleh kasi karyawan. internal Sehingga yang ada dengan pada kompensasi manayang baik jemen yang universidiberikan tas hanya oleh terjadi perusahaan satu arah maka dari satu diharapkan interaktif dapat sehingga meningkat- mempekan ngaruhi motivasi kinerja kerja karyakaryawan wan dalam yang ada
Nama Peneliti III Eva Tariszka Semegine, PhD
Nama Peneliti IV Rangga Setiawan
Nama Peneliti V Arumbayuardi
Dasar untuk mengevaluasi efektivitas komunikasi cenderung mengarah ke organisasi sentris dan program khusus. Perspektif ini membatasi sifat model komunikasi dan pentingnya dalam efektivitas organisasi secara keseluruhan.
Indikator yang paling mempengaruhi peningkatan kepuasan komunikasi adalah indikator iklim komunikasi. Keterbukaan informasi sangat diperlukan oleh anggota organisasi yang menjadi motivasi untuk meningkat kan kinerja karyawan. Informasi mengenai posisi keuangan organisasi dan kebijakan pemerintah dinilai
kan positif, hubungan kompensasi dengan komitmen karyawan berhubungan signifikan positif dan hubungan antara komunikasi internal dengan komitmen karyawan asosiasinya murni tanpa ada pengaruh dari kompensasi.
10
No.
5.
Keterangan
Perbedaan masingmasing Penelitian
Nama Peneliti I
Nama Peneliti II Hastuti Made Purnaning- Dwi rum, Adnjani, Ari Desi Pradanawati Dwi , Reni Prianti Shinta Dewi melaksana- pada kan universipekerjaantas nya tersebut. sehingga dapat pula meningkatkan kinerja mereka.
Nama Peneliti III Eva Tariszka Semegine, PhD
Nama Peneliti IV Rangga Setiawan
paling mempengaruhi daripada informasi lain dalam organisasi. Hal ini menunjukkan tujuan dan informasi mengenai organisasi merangsang karyawan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Surabaya menghasilkan kinerja yang lebih maksimal. Dengan Strategi KeberhaHal-hal meningkat- komuni- silan yang nya kasi komunika- mempemotivasi internal si diukur ngaruhi kerja, yang dari iklim karyawan hanya keberhasi- komunikamengharap- terjadi lan si. kan satu arah program kompensasi dan satu tersebut. yang baik interaktif (gaji yang mempediterima ngaruhi
Nama Peneliti V Arumbayuardi
Kompensasi merupakan suatu hal yang sangat mempengaruhi komitmen karyawan.
11
No.
6.
Keterangan
Persamaan masingmasing Penelitia n
Nama Peneliti I
Nama Peneliti II Hastuti Made Purnaning- Dwi rum, Adnjani, Ari Desi Pradanawati Dwi , Reni Prianti Shinta Dewi sesuai) kinerja karyawan. Dengan Persepsi adanya berbeda komunikasi yang yang baik, timbul karyawan dari jadi akan komuninyaman dan kasi termotivasi internal untuk adalah bekerja karena dengan intensitas baik. komunikasi yang kurang rutin dan kendala bahasa.
Nama Peneliti III Eva Tariszka Semegine, PhD
Nama Peneliti IV Rangga Setiawan
Nama Peneliti V Arumbayuardi
Komunikasi merupakan suatu unsur yang penting di dalam suatu program,
Keterbukaan merupakan hal yang sangat penting dalam meningkatkan motivasi dan kinerja karyawan.
Komunikasi internal dan kompensasi sangat berpengaruh positif satu sama lain.
Penelitian terdahulu yang pertama mengenai Pengaruh Komunikasi Internal, Kompensasi, Lingkungan Kerja Terhadap Kinerja Karyawan Melalui Motivasi Pada CV. Medinda (2012) Semarang menunjukkan bahwa Komunikasi internal yang baik yang diberikan oleh perusahaan diharapkan dapat meningkatkan motivasi kerja dalam melaksanakan pekerjaannya sehingga dapat pula meningkatkan kinerja mereka karena karyawan selalu menginginkan kompensasi yang lebih baik. Dalam hal ini yang dimaksud baik adalah kesesuaian gaji yang diterima oleh karyawan. Sehingga dengan kompensasi yang baik yang diberikan oleh perusahaan maka diharapkan dapat meningkatkan motivasi kerja karyawan dalam melaksanakan pekerjaannya sehingga dapat pula meningkatkan kinerja mereka. Penelitian terdahulu
12
yang pertama ini menjadi acuan untuk melihat bagaimana komunikasi internal dapat berpengaruh pada kinerja karyawan. Penelitian terdahulu yang kedua mengenai Internal Communication Towards Employee Engagement inside Sultan Agung Islamic University (Unissula) (2009) yang menunjukkan bahwa kurangnya komunikasi antara karyawan dan manajemen universitas sehingga menimbulkan persepsi tujuan yang berbeda yang timbul dari kedua belah pihak sehingga tidak menemukan titik temu satu sama lain. Selain itu strategi komunikasi internal yang ada pada manajemen universitas hanya terjadi satu arah dari satu interaktif sehingga mempengaruhi kinerja karyawan yang ada pada universitas tersebut. Penelitian terdahulu yang kedua ini menjadi acuan untuk melihat pola komunikasi internal yang dapat mempengaruhi kinerja karyawan. Penelitian terdahulu yang ketiga mengenai Organizational Internal Communication as A Means of Improving Efficiency (2012) menunjukkan bahwa Komunikasi sering dievaluasi sebagai bagian dari struktur program itu sendiri dan efektivitas komunikasi diukur melalui hasil program. Dasar untuk mengevaluasi efektivitas komunikasi cenderung mengarah ke organisasi sentris dan program khusus . Perspektif ini membatasi sifat model komunikasi dan pentingnya dalam efektivitas organisasi secara keseluruhan . Penelitian terdahulu ketiga ini menjadi acuan untuk melihat bagaimana peran komunikasi yang ada di dalam suatu organisasi. Penelitian terdahulu keempat mengenai Kepuasan Komunikasi dan Kinerja Karyawan (Studi Korelasi Antara Kepuasan Komunikasi dan Kinerja Karyawan Pada Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Surabaya) (2013) menunjukkan bahwa Adanya hubungan yang signifikan diantara kepuasan komunikasi dengan kinerja karyawan di Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Surabaya. Indikator yang paling mempengaruhi
peningkatan
kepuasan
komunikasi
adalah
indikator
iklim
komunikasi. Keterbukaan informasi sangat diperlukan oleh anggota organisasi yang menjadi motivasi untuk meningkatkan kinerja karyawan. Informasi mengenai posisi keuangan organisasi dan kebijakan pemerintah dinilai paling mempengaruhi daripada informasi lain dalam organisasi. Hal ini menunjukkan tujuan dan informasi mengenai organisasi merangsang karyawan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Surabaya menghasilkan kinerja yang lebih maksimal. Penelitian terdahulu keempat ini menjadi acuan untuk melihat kepuasan komunikasi dengan kinerja karyawan.
13
Penelitian terdahulu kelima mengenai Komunikasi Internal Dengan Komitmen Karyawan PMI (Studi Korelasi Mengenai Komunikasi Internal Dengan Komitmen Karyawan Dalam Menjalankan Tugas Organisasi Pada PMI Kota Surakarta Tahun 2011) yang menunjukkan bahwa Hubungan komunikasi internal dengan komitmen karyawan pada organisasi PMI saling berhubungan signifikan positif, hubungan kompensasi dengan komitmen karyawan berhubungan signifikan positif dan hubungan antara komunikasi internal dengan komitmen karyawaan asosiasinya murni tanpa ada pengaruh dari kompensasi. Penelitian terdahulu kelima ini menjadi acuan untuk melihat komunikasi internal dan komitmen karyawannya.
2.2
Konsep Komunikasi Menurut Munandar, Sjabadhyni, & Wutun (2004, h. 153), istilah komunikasi
(Bahasa Inggris :communication) mempunyai banyak arti. Menurut asal katanya (etimologi), istilah komunikasi berasal dari bahasa Latin, yaitu communis, yang berarti sama (common). Dari kata communis berubah menjadi kata kommunicare, yang berarti menyebarkan atau memberitahukan. Jadi menurut asal katanya, komunikasi berarti menyebarkan atau memberitahukan informasi kepada pihak lain guna mendapatkan pengertian yang sama. Dalam buku Pengantar Teori Komunikasi, West & Turner (2009, h.8) mengatakan bahwa definisi komunikasi adalah proses sosial dimana individu– individu menggunakan simbol-simbol untuk menciptakan dan menginterpretasikan makna dalam lingkungan mereka. Menurut Raymond dalam Mulyana (2009, h.69) mengatakan bahwa komunikasi adalah suatu proses menyortir, memilih dan mengirimkan simbol-simbol sedemikian rupa sehingga membantu pendengar membangkitkan makna atau respons dari pikirannya yang serupa dengan yang dimaksudkan komunikan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa komunikasi merupakan suatu proses dimana individu-individu berusaha untuk memaknai apa yang dimaknai oleh komunikan melalui simbol-simbol dalam lingkungan mereka. Menurut Charles E. Redfield dalam Munandar, Sjabadhyni, & Wutun (2004, h. 157) komunikasi mengandung 5 unsur, yakni: 1.
Komunikator (communicator), yaitu memberi berita, yang dalam hal ini adalah orang yang berbicara, pengirim atau orang yang memberitakan.
14
2.
Menyampaikan berita, dalam hal ini dapat dilakukan dengan cara mengatakan, mengirim atau menyiarkan.
3.
Berita-berita yang disampaikan (messages), dapat dalam bentuk perintah, laporan, atau saran.
4.
Komunikan (communicatee), yaitu orang yang dituju, pihak penjawab atau para pengunjung. Dengan kata lain orang yang menerima berita.
5.
Tanggapan atau reaksi (response), dalam bentuk jawaban atau reaksi. Kelima unsur tersebut merupakan kesatuan yang utuh dan bulat, dalam arti
apabila satu unsur tidak ada, maka komunikasi tidak akan terjadi. Dengan demikian masing-masing unsur saling berhubungan dan ada saling ketergantungan, karena keberhasilan komunikasi ditentukan oleh kelima unsur tersebut.
2.3
Konsep Komunikasi Organisasi Organisasi merupakan suatu kumpulan atau sistem individual yang berhierarki
secara jenjang dan memiliki sistem pembagian tugas untuk mencapai tujuan tertentu. Devito dalam Bungin (2011, h.277) menjelaskan, organisasi sebagai sebuah kelompok individu yang diorganisasi untuk mencapai tujuan tertentu. Organisasi memiliki tujuan umum untuk meningkatkan pendapatan, namun juga memiliki tujuan-tujuan spesifik yang dimiliki orang-orang dalam organisasi itu. Untuk mencapai tujuannya, maka organisasi membuat norma aturan yang akan dipatuhi oleh semua anggota organisasi yang berada didalamnya. Organisasi memiliki karakter yang hampir sama dengan kelompok, perbedaannya terletak di jumlah anggota yang lebih banyak dan struktur yang lebih rumit, dengan demikian juga, maka norma-norma organisasi juga lebih kompleks. Organisasi memiliki suatu jenjang jabatan ataupun kedudukan yang memungkinkan semua individu dalam organisasi tersebut memiliki perbedaan posisi yang sangat jelas, seperti pemimpin, staf pimpinan, dan karyawan. Masing-masing orang dalam posisi tersebut memiliki tanggung jawab terhadap bidang pekerjaannya itu. Komunikasi pada organisasi pada dasarnya merupakan suatu kegiatan intern di dalam organisasi. Semua masalah yang terjadi di dalam organisasi, dapat segera diatasi apabila komunikasi yang berlangsung di dalam organisasi dapat berjalan
15
dengan baik. Komunikasi dalam organisasi akan berjalan dengan baik apabila arus dalam informasi tidak menghadapi hambatan. Dalam menjalankan setiap pekerjaannya, sebuah organisasi tidak bisa berjalan begitu saja tanpa adanya komunikasi. Komunikasi merupakan unsur utama dalam berbisnis, suatu organisasi tidak akan bisa berjalan dengan baik tanpa adanya komunikasi. Komunikasi organisasi adalah komunikasi antarmanusia (human communication) yang terjadi dalam konteks organisasi di mana terjadi jaringanjaringan pesan satu sama lain yanag saling bergantung satu sama lain. Menurut Sendjaja dalam Bungin (2011, h. 278), organisasi baik yang berorientasi untuk mencari keuntungan (profit) maupun nirlaba (non-profit), memiliki 4 fungsi organisasi, yaitu fungsi informatif, regulatif, persuasif dan integratif. Keempat fungsi tersebut dijelaskan sebagai berikut : a.
Fungsi Informatif Organisasi dapat dipandang sebagai suatu sistem proses informasi
(information-processing system). Maksudnya, seluruh anggota dalam suatu organisasi berharap dapat memperoleh informasi yang lebih banyak, lebih baik, dan tepat waktu. Informasi yang didapat memungkinkan setiap anggota organisasi dapat melaksanakan pekerjaannya secara lebih pasti. Informasi pada dasarnya dibutuhkan oleh semua orang yang mempunyai perbedaan kedudukan dalam suatu organisasi. Orang-orang dalam tatanan manajemen membutuhkan informasi untuk membuat suatu kebijakan organisasi ataupun guna mengatasi konflik yang terjadi di dalam organisasi. Sedangkan karyawan (bawahan) membutuhkan informasi untuk melaksanakan pekerjaan, di samping itu juga informasi tentang jaminan keamanan, jaminan sosial dan kesehatan, izin, cuti, dan sebagainya.
b.
Fungsi Regulatif Fungsi regulatif itu berkaitan dengan peraturan-peraturan yang berlaku
dalam suatu organisasi. Pada semua lembaga atau organisasi, ada dua hal yang berpengaruh terhadap fungsi regulatif ini. Pertama, atasan atau orang-orang yang berada dalam tatanan manajemen, yaitu mereka yang memiliki kewenangan untuk mengendalikan semua informasi yang disampaikan. Di samping itu, mereka juga mempunyai kewenangan untuk memberikan instruksi
16
atau perintah, sehingga dalam struktur organisasi kemungkinan mereka ditempatkan pada lapis atas (position of authority) supaya perintah-perintahnya dilaksanakan sebagaimana mestinya. Namun demikian, sikap bawahan untuk menjalankan perintah banyak bergantung pada : 1.
keabsahan pimpinan dalam menyampaikan perintah,
2.
kekuatan pimpinan dalam memberi sanksi,
3.
kepercayaan bawahan terhadap atasan sebagai seorang pemimpin sekaligus sebagai pribadi,
4.
tingkat kredibilitas pesan yang diterima bawahan.
Kedua, berkaitan dengan pesan atau message. Pesan-pesan regulatif pada dasarnya berorientasi pada kerja. Artinya, bawahan membutuhkan kepastian peraturan tentang pekerjaan yang boleh untuk dilaksanakan. c.
Fungsi Persuasif Dalam mengatur suatu organisasi, kekuasaan dan kewenangan tidak akan
selalu membawa hasil sesuai dengan yang diharapkan. Adanya kenyataan ini, maka banyak pimpinan yang lebih suka untuk memersuasi bawahannya daripada memberi perintah. Sebab pekerjaan yang dilakukan secara sukarela oleh karyawan akan menghasilkan kepedulian yang lebih besar dibanding kalau pimpinan sering memperlihatkan kekuasaan dan kewenangannya. d.
Fungsi Integratif Setiap
organisasi
berusaha
untuk
menyediakan
saluran
yang
memungkinkan karyawan dapat melakukan tugas dan pekerjaan dengan baik. Ada dua saluran komunikasi formal, seperti penerbitan khusus dalam organisasi tersebut (newsletter, bulletin) dan laporan kemajuan organisasi; juga saluran komunikasi informal, seperti perbincangan antarpribadi selama masa istirahat kerja, pertandingan olahraga, ataupun kegiatan darmawisata. Pelaksanaan aktivitas ini akan menumbuhkan keinginan untuk berpartisipasi yang lebih besar dalam diri karyawan terhadap organisasi.
17
Dalam setiap organisasi, komunikasi merupakan salah satu faktor yang memegang peranan yang sangat penting, menurut Pace & Faules (2010, h.31) mengatakan ada dua definisi tentang komunikasi organisasi yaitu :
1.
Definisi fungsional komunikasi organisasi Komunikasi organisasi didefinisikan sebagai pentunjuk dan penafsiran pesan diantara unit-unit komunikasi yang merupakan bagian tertentu.
2.
Definisi interpretif komunikasi organisasi Komuikasi organisasi dipandang dari sudut persepektif interpretif (subjektif) yaitu proses penciptaan makna atas interaksi yang merupakan organisasi.
Menurut Pace & Faules (2010, h. 34), komunikasi mendukung struktur organisasi dan adaptasinya dengan lingkungan. Bila organisasi merupakan suatu pemprosesan suatu informasi besar maka, maksud proses komunikasi adalah untuk memperoleh informasi yang tepat bagi orang tepat pada saat yang tepat. Berdasarkan prepektif ini, komunikasi organisasi dapat dilihat sebagai “proses mengumpulkan, memproses, menyimpan, dan menyebarkan komunikasi yang memungkin organisasi berfungsi”. Komunikasi Organisasi merupakan suatu struktur hubungan manusia. Struktur ini didesain oleh manusia dan karena itu tidak sempurna. Organisasi bertumbuh dan bertambah matang sebagian lagi melalui keadaan yang tidak diatur.
2.3.1
Manfaat Komunikasi Organisasi Berikut merupakan manfaat-manfaat pentingnya komunikasi dalam
organisasi Munandar, Sjabadhyni, & Wutun (2004, h. 159) : 1.
Menimbulkan rasa kesetiakawanan dan loyalitas antara : a. Para bawahan dengan atasan atau pimpinan. b.
Bawahan dengan bawahan
c. Atasan dengan atasan d.
Pegawai
dengan
organisasi
atau
bersangkutan 2.
Meningkatkan kegairahan kerja para pegawai.
lembaga
yang
18
3.
Meningkatkan moral dan disiplin para pegawai.
4.
Semua jajaran pimpinan dapat mengetahui keadaaan bidang yang menjadi tugasnya sehingga akan berlangsung pengendalian operasional yang efisien.
5.
Semua pegawai dapat mengetahui kebijaksanaan, peraturanperaturan, ketentuan-ketentuan, yang telah ditetapkan oleh pimpinan organisasi.
6.
Semua informasi, keterangan-keterangan yang dibutuhkan oleh para pegawai dapat dengan cepat dan tepat diperoleh.
7.
Meningkatkan rasa tanggung jawab semua pegawai.
8.
Menimbulkan saling pengertian diantara pegawai.
9.
Meningkatkan kerja sama (team work) diantara para pegawai.
10.
Meningkatkan semangat perusahaan / esprit de corp dikalangan para pegawai.
2.3.2
Hambatan dalam komunikasi organisasi Setiap kegiatan yang mempunyai tujuan selalu menghadapi berbagai
macam hambatan. Demikian pula dengan komunikasi, yang kadang-kadang menimbulkan beberapa hambatan. Menurut Munandar, Sjabadhyni, & Wutun (2004, h. 171) terdapat tiga macam hambatan, yaitu hambatan teknis, hambatan perilaku, dan hambatan semantik. 1.
Hambatan yang bersifat teknis Hambatan
yang
bersifat
teknis
adalah
hambatan
yang
disebabkan oleh beberapa faktor, seperti : a. Kurangnya sarana dan prasarana dalam komunikasi Keterbatasan fasilitas dan peralatan komunikasi di masa lalu
merupakan
penyebab
utama
timbulnya
hambatan
komunikasi. Akan tetapi dewasa ini, dengan kemajuan telekomunikasi yang ditandai dengan semakin sempurnanya alat-alat telekomunikasi (telex, radio, telepon, televisi, faxsimile, komputer, dan lain sebagainya) maka segala macam informasi dapat disampaikan dengan cepat. Dengan semakin sempurnanya
19
alat telekomunikasi tersebut maka hambatan yang disebabkan oleh sarana dan prasarana telah dapat diatasi.
b.
Penguasaan teknik dan metode berkomunikasi yang tidak sesuai. Teknik komunikasi ialah keahlian yang dimiliki oleh
seseorang dalam menyampaikan informasi kepada pihak lain sehingga informasi yang disampaikan dapat diterima dengan cepat dan tepat oleh penerima informasi. Apabila komunikator kurang memperhatikan atau tidak mempergunakan teknik yang tepat maka proses komunikasi tidak akan mencapai sasaran yang diharapkan, atau paling tidak pasti akan mengalami hambatan. Sedangkan metode adalah cara atau sistem untuk melakukan suatu pekerjaan. Metode komunikasi adalah suatu cara atau sistem dalam menyampaikan informasi dari satu pihak ke pihak lain. Penguasaan teknik dan metode komunikasi dapat ditingkatkan dengan meningkatkan kemampuan berkomunikasi dengan cara berbagai jenis pendidikan dan pelatihan.
c. Kondisi fisik yang tidak memungkinkan yang dibagi menjadi 3 macam, yaitu : 1. Kondisi fisik manusia adalah kondisi fisik dari pihak komunikator dan terutama keadaan fisik komunikan. Apabila keadaan fisik dari pihak komunikan tidak berada
dalam
kondisi
yang
sempurna
(sakit,
kelelahan, mengantuk) maka mereka tidak akan mampu menerima informasi dengan sebaik-baiknya. 2. Kondisi fisik yang berhubungan dengan waktu atau situasi/keadaan, misalnya situasi di pagi hari berbeda dengan situasi pada siang hari, sore hari, dan malam hari. 3. Kondisi peralatan adalah kondisi yang berhubungan dengan
kualitas
sarana
komunikasi
yang
20
dipergunakan. Apabila sarana komunikasi yang dipergunakan sering mengalami kerusakan, proses komunikasi akan menjadi terhambat.
2.
Hambatan Semantik Semantik dapat diartikan sebagai suatu studi tentang pengertian. Pengertian dapat diungkapkan melalui bahasa, baik bahasa lisan (melalui ucapan, bahasa badan) maupun bahasa tertulis. Meskipun bahasa merupakan komunikasi yang sangat efektif, tetapi bahasa dapat juga menjadi hambatan dalam proses komunikasi apabila bahasa yang digunakan tidak dimengerti orang lain. bahasa juga dapat menjadi hambatan dalam proses komunikasi apabila bahasa yang dipakai (kata-kata, kalimat, lambang-lambang atau kode-kode) yang dipergunakan ditafsirkan secara berbeda dari arti yang sebenarnya atau tidak sesuai dengan yang diinginkan oleh pihak komunikator. Jadi yang dimaksud dengan hambatan semantik adalah hambatan yang menyebabkan kesalahan dalam menafsirkan, kesalahan dalam memberikan pengertian terhadap bahasa (kata-kata, kalimat, kodekode) yang dipergunakan dalam proses komunikasi. Kesalahan dalam menangkap pengertian terhadap bahasa dapat terjadi karena perbedaan latar belakang pendidikan (education background) maupun latar belakang sosial (social background).
3.
Hambatan Perilaku Hambatan perilaku disebut juga hambatan kemanusiaan, adalah
hambatan yang disebabkan berbagai bentuk sikap atau perilaku, baik dari komunikator maupun komunikan. Hambatan perilaku tampak dalam berbagai bentuk, seperti : a. Pandangan yang bersifat apriori Apabila dalam proses komunikasi masing-masing pihak (antara komunikator dengan pihak komunikan) mempunyai pandangan yang negatif, saling mencurigai, maka komunikasi tidak akan berhasil. Dalam komunikasi dituntut adanya
21
pengertian bersama (common experience) antara kedua belah pihak.
b.
Prasangka yang didasari kepada emosi Prasangka merupakan pendapat (anggapan) yang kurang
baik mengenai sesuatu sebelum mengetahui (menyaksikan, menyelidiki) sendiri atas sesuatu tersebut. Prasangka yang didasarkan kepada emosi adalah suatu pendapat atau anggapan terhadap sesuatu yang tidak berdasarkan nalar atau rasio. Jadi anggapan atau pendapat itu tidak rasional. Berbagai macam bentuk dari prasangka itu misalnya adanya rasa curigamencurigai, adanya rasa tidak senang dan sebagainya. Prasangka disebabkan oleh berbagai hal, misalnya rasa iri hati, sentimen dan lain-lain. dalam proses komunikasi, apabila di antara kedua belah pihak terdapat perasaan sangsi atau kurang percaya, komunikasi tidak akan berhasil. Hambatan ini dapat diatasi antara lain dengan menciptakan suasana yang lebih terbuka dan penuh kekeluargaan.
c. Suasana Otoriter Suasana yang otoriter terutama disebabkan oleh pemimpin yang otoriter. Segala sesuatu ada di tangan pimpinan, dan pimpinan yang paling berkuasa. Ide-ide, saran-saran, gagasangagasan dari para bawahan yang kurang mendapat perhatian, bahkan kadang-kadang para bawahan sama sekali tidak diberi kesempatan
untuk
mengemukakannya.
Karena
pimpinan
merupakan panutan bagi para bawahan, maka segala sikap dan perbuatan pimpinan yang otoriter itu akan mempengaruhi kerja para bawahan untuk ikut-ikutan menjadi otoriter. Suasana otoriter di dalam organisasi sebenarnya dapat dinetralkan dengan mengadakan pertemuan-pertemuan di luar dinas, misalnya dengan mengadakan arisan yang tempatnya diatur bergiliran, mengadakan anjangsana, silahturahmi, kunjungan ke
22
rumah karyawan yang sedang mendapat halangan, yang sedang mempunyai hajat dan sebagainya. Akan tetapi harus diakui bahwa suasana di kantorpun kadang-kadang dibawa sampai di luar dinas.
d.
Ketidakmauan untuk Berubah Hambatan yang sering timbul dalam organisasi ialah
adanya sementara pegawai/pejabat yang tidak mau menerima perubahan metode kerja karena menganggap metode kerja yang lama adalah metode kerja yang sudah baik dan mudah. Metode kerja yang baru adalah hal yang asing baginya. Ketidakmauan untuk menerima metode kerja yang baru, dari sementara orang/pegawai/pejabat, dapat dipandang sebagai kegagalan pimpinan dalam melakukan komunikasi dengan para bawahan. Pimpinan dipandang tidak berhasil memberikan pengertian kepada para bawahan terhadap pentingnya perubahan metode kerja. Hal seperti ini sebenarnya dapat diatasi dengan jalan : 1. Memberikan pengertian kepada pegawai tentang sebab-sebab mengapa diadakan perubahan metode kerja. 2. Memberikan penjelasan kepada para pegawai apa kelebihan dan kekurangan dari metode-metode yang baru. 3. Memberikan pengertian kepada pegawai tentang pentingnya metode kerja yang baru, dan apa yang menjadin sasaran utamanya.
e. Sifat yang Egosentris Sifat yang egosentris adalah sifat yang mementingkan diri sendiri, kurang memperhatikan kepentingan orang lain. pegawai yang mempunyai sifat egosentris biasanya kurang pandai menjalin kerjasama dengan pegawai lain karena pegawai tersebut kurang berkomunikasi. Segenap informasi yang
23
diterima hanya untuk kepentingan diri sendiri, tidak disebarkan atau tidak diteruskan kepada pihak lain, walaupun pihak lain sangat membutuhkan. Sifat ini sulit untuk diatasi karena pada dasarnya sifat egosentris merupakan sifat bawaaan sejak lahir.
2.3.3
Iklim Komunikasi Organisasi Menurut Pace & Faules (2010, h.147), iklim komunikasi organisasi
merupakan suatu gambaran cara orang bereaksi terhadap aspek organisasi untuk menciptakan suatu iklim komunikasi. Sedangkan iklim komunikasi merupakan gabungan dari persepsi-persepsi, evaluasi, perilaku komunikasi, peristiwa komunikasi, respons pegawai terhadap pegawai lainnya, harapanharapan, konflik-konflik antarpersonal, dan kesempatan bagi pertumbuhan dalam organisasi tersebut. Iklim komunikasi sebuah organisasi mempengaruhi cara hidup kita, seperti : kepada siapa kita berbicara, siapa yang kita sukai, bagaimana kita, apa yang ingin kita capai, dan bagaimana cara kita menyesuaikan diri dengan organisasi. Redding dalam Pace &Faules (2010, h.148) mengatakan bahwa
iklim
keterampilan
komunikasi atau
organisasi
teknik-teknik
jauh
lebih
komunikasi
penting
semata-mata
daripada dalam
menciptakan suatu organisasi yang efektif. Iklim komunikasi sangat penting karena mengaitkan konteks organisasi dengan konsep-konsep, perasaanperasaan, dan harapan-harapan
anggota organisasi
dan membantu
menjelaskan perilaku anggota organisasi. Dengan mengetahui iklim suatu organisasi, kita dapat memahami lebih baik apa yang mendorong anggota organisasi untuk bersikap dengan cara-cara tertentu.
2.4
Teori Informasi Organisasi Menurut West & Turner (2009, h.339-340), menjelaskan bahwa teori informasi
organisasi adalah salah satu cara untuk menjelaskan bagaimana organisasi membuat informasi yang membingungkan atau ambigu menjadi masuk akal. Teori ini berfokus pada proses pengorganisasian anggota organisasi untuk mengelola informasi daripada berfokus pada struktur organisasi itu sendiri. Sejumlah asumsi yang mendasari teori ini :
24
a.
Organisasi manusia ada dalam sebuah lingkungan informasi
b.
Informasi
yang
diterima
sebuah
organisasi
berbeda
dalam
hal
ketidakjelasannya. c.
Organisasi manusia terlibat di dalam pemrosesan informasi untuk mengurangi ketidakjelasan informasi.
Asumsi yang pertama menyatakan bahwa organisasi bergantung pada informasi agar dapat berfungsi dengan efektif dan mencapai tujuan mereka. Konsep lingkungan informasi sebagai sesuatu yang berbeda dari lingkungan fisik di mana organisasi berada. Ia menyatakan bahwa lingkungan informasi ini diciptakan oleh anggota organisasi. Mereka menentukan tujuan yang mengharuskan mereka untuk memperoleh informasi baik dari sumber internal maupun eksternal. Walaupun begitu, masukan ini berbeda dalam hal sejauh mana mereka dapat dipahami. Asumsi kedua yang diajukan oleh Weick berfokus pada ambiguitas yang ada dalam informasi. Pesan-pesan berbeda dalam hal sejauh mana mereka dapat dipahami. Sebuah organisasi harus menentukan mana anggota yang lebih mengetahui atau berpengalaman dalam berurusan dengan informasi penting yang didapatkan. Sebuah rencana untuk memahami informasi harus disusun. Ketidakjelasan (equivocality) merujuk pada pesan yang rumit, tidak pasti, dan tidak dapat diprediksi. Pesan yang tidak jelas sering kali dikirim di dalam organisasi. Karena pesan-pesan ini tidak secara jelas dipahami, orang harus mengembangkan kerangka atau rencana untuk mengurangi ambiguitas pesan. Ketika orang dalam sebuah organisasi mengurangi ketidakjelasan, mereka terlibat di dalam sebuah proses untuk memahami informasi yang berlebih diterima oleh organisasi. Dalam usaha untuk mengurangi ambiguitas informasi, asumsi ketiga teori ini menyatakan bahwa organisasi mulai dalam aktivitas kerja sama untuk membuat sebuah informasi yang diterima dapat lebih dipahami. Proses mengurangi ketidakjelasan sebagai sebuah aktivitas bersama di antara organisasi. Ini bukan hanya merupakan tanggung jawab dari satu orang saja untuk mengurangi ketidakjelasan.
2.5
Konsep Komunikasi Internal Dalam upaya penyampaian pesan, ide, gagasan, serta informasi lainnya dapat
terjadi dalam konteks komunikasi secara vertikal, horizontal, maupun lateral di dalam suatu organisasi.
25
Menurut Pace & Faules (2010, h.183) aliran informasi ada tiga macam, yaitu: 1.
Komunikasi ke bawah (downward communication), informasi yang berpindah secara formal seseorang yang otoritasnya lebih tinggi ke otoritas yang lebih rendah.
2.
Komunikasi ke atas (upward communication), adalah informasi yang bergerak dari suatu jabatan yang otoritasnya lebih rendah kepada orang yang otoritasnya lebih tinggi.
3.
Komunikasi horizontal ( horizontal communication), yaitu informasi yang bergerak di antara orang-orang dan jabatan-jabatan yang sama tingkat otoritasnya.
2.5.1
Komunikasi ke Atas (Upward Communication) Pace & Faules (2010, h. 189), komunikasi ke atas dalam sebuah
organisasi berarti bahwa informasi mengalir dari tingkat yang lebih rendah (bawahan) ke tingkat yang lebih tinggi (penyelia). Semua pegawai dalam sebuah organisasi, kecuali mungkin mereka yang menduduki posisi puncak, mungkin berkomunikasi ke atas, yaitu setiap bawahan dapat mempunyai alasan yang baik atau meminta informasi dari atau memberi informasi kepada seseorang yang memiliki otoritas lebih tinggi daripada dia. Suatu permohonan atau komentar yang diarahkan kepada individu yang otoritasnya lebih besar, lebih tinggi, atau lebih luas merupakan esensi komunikasi ke atas. Menurut Pace &Faules (2010, h.189), komunikasi ke atas penting karena : 1.
Aliran informasi ke atas memberi informasi berharga untuk pembuatan
keputusan
oleh
mereka
yang
mengarahkan
organisasi dan mengawasi kegiatan orang-orang lainnya. 2.
Komunikasi ke atas memberitahukan kepada penyelia kapan bawahan mereka siap menerima informasi dari mereka dan seberapa baik bawahan mereka menerima apa yang dikatakan kepada mereka.
3.
Komunikasi ke atas memungkinkan, bahkan mendorong omelan dan keluh kesal muncul ke permukaan sehingga penyelia tahu
26
apa yang mengganggu mereka yang paling dekat dengan operasi-operasi sebenarnya. 4.
Komunikasi ke atas menumbuhkan apresiasi dan loyalitas kepada organisasi dengan memberikan kesempatan kepada pegawai untuk mengajukan pertanyaan dan menyumbang gagasan serta saran-saran mengenai operasi organisasi.
5.
Komunikasi ke atas mengizinkan penyelia untuk menentukan apakah bawahan memahami apa yang diharapkan dari aliran informasi ke bawah.
6.
Komunikasi ke atas membantu pegawai mengatasi masalah pekerjaan mereka dan memperkuat keterlibatan mereka dengan pekerjaan mereka dan dengan organisasi tersebut.
Ada beberapa hal yang bisa dikomunikasikan kepada atasan, seperti : 1.
Memberitahukan apa yang dilakukan bawahan pekerjaan mereka, prestasi, kemajuan, dan rencana-rencana untuk waktu mendatang.
2.
Menjelaskan persoalan-persoalan kerja yang belum dipecahkan bawahan yang mungkin memerlukan beberapa macam bantuan.
3.
Memberikan saran atau gagasan untuk perbaikan dalam unit-unit mereka atau dalam organisasi sebagai suatu keseluruhan.
4.
Mengungkapkan bagaimana pikiran dan perasaan bawahan tentang pekerjaan mereka, rekan kerja mereka, dan organisasi.
Kesulitan memperoleh aliran informasi dari bawah disinggung oleh Davis dalam Pace & Faules (2010, h.191) ketika ia mengemukakan bahwa seorang manajer berbeda status dan martabatnya dengan para pekerja. Menurut Sharma dalam Pace &Faules (2010, h.191), ada empat alasan mengapa komunikasi ke atas terlihat sulit : 1.
Kecenderungan bagi pegawai untuk menyembunyikan pikiran mereka. Penelitian ini menunjukkan bahwa pegawai merasa bahwa mereka akan mendapatkan kesulitan bila mereka berbicara kepada penyelia mereka dan cara terbaik untuk naik
27
pangkat dalam organisasi tersebut adalah sepakat dengan penyelia mereka. 2.
Perasaan bahwa penyelia dan manajer tidak tertarik kepada masalah pegawai. Pegawai sering sekali melaporkan bahwa manajer mereka tidak memperhatikan masalah mereka. Manajer mungkin tidak memberi tanggapan terhadap masalah pegawai dan mungkin menahan beberapa komunikasi ke atas karena hal itu mungkin membuat mereka terlihat buruk dalam pandangan atasan mereka.
3.
Kurangnya penghargaan bagi komunikasi ke atas yang dilakukan pegawai. Seringkali penyelia dan manajer tidak berhasil memberikan penghargaan yang nyata atau terselubung untuk mempertahankan agar saluran komunikasi ke atas tetap terbuka.
4.
Perasaan bahwa penyelia dan manajer tidak dapat dihubungi dan tidak tanggap pada apa yang disampaikan pegawai. Bisa terjadi penyelia terlalu sibuk untuk mendengarkan atau bawahan tidak dapat menemukan mereka. Bila penyelia ada di tempatnya, ia tidak tanggap pada apa yang dikatakan bawahan tersebut.
Kombinasi dari keempat perasaan dan keyakinan ini menghambat pengungkapan gagasan, pendapat, dan informasi oleh para bawahan, terutama bila proses dan prosedur munculnya komunikasi ke atas tidak praktis dan sulit. Komunikasi ke atas tidak akan terjadi apabila penyelia merasa harus menjaga agar pegawai tidak berbicara kepada manajer di atas mereka. Pegawai didorong untuk mengemukakan keluhan-keluhan dan saran-saran mereka kepada bagian personalia atau kepada manajer di atas penyelia mereka bila mereka tidak memperoleh kepuasan dari penyelia langsung mereka. Planty
&
Machaver
dalam
Pace
&
Faules
(2010,
h.193)
mengemukakan tujuh prinsip sebagai pedoman komunikasi ke atas yang masih digunakan sampai sekarang :
28
1.
Program komunikasi ke atas yang efektif harus direncanakan. Meskipun kerahasiaan dan keterusterangan memperkokoh semua program komunikasi efektif, penyelia dan manajer harus merangsang,
mendorong,
dan
mencari
jalan
untuk
mengembangkan komunikasi ke atas. 2.
Program komunikasi ke atas yang efektif berlangsung secara berkesinambungan. Bawahan harus memberi dan meminta informasi dari tingkat yang lebih tinggi terlepas dari bagaimana segala sesuatu berjalan. Penyelia dan manajer harus mau menerima informasi kepada bawahan dan memberi tanggapan atas apa yang mereka terima, terlepas dari apakah organisasi berfungsi lancar atau sedang mendapatkan gangguan.
3.
Program komunikasi ke atas yang efektif menggunakan saluran rutin. Tanpa menghilangkan kesempatan bagi setiap pegawai untuk melakukan kontak dengan dan didengar oleh manajer di setiap tingkat, informasi harus mengalir ke atas melalui organisasi mengikuti tiap-tiap tahap yang biasa dan rutin. Masalah dan permohonan informasi harus berjalan ke atas melalui
organisasi
sampai
menemui
orang
yang dapat
melakukan tindakan; bila orang tersebut dapat memberi informasi atau menyelesaikan masalah, aliran komunikasi ke atas tidak perlu berjalan lebih jauh lagi daripada orang tersebut. 4.
Program komunikasi ke atas yang efektif menitikberatkan kepekaan dan penerimaan dalam masukan gagasan dari tingkat yang lebih rendah. Perbedaan dalam interpretasi dan persepsi atas peristiwa harus diperhitungkan. Jabatan seseorang dalam organisisasi mendorongnya untuk memandang segala sesuatu secara berbeda dan memberi makna yang berlainan pula atas yang dilihatnya itu. Perbedaan dalam nilai-nilai dan prioritas menghasilkan perbedaan dalam dugaan dan kesimpulan. Mendengarkan dengan tujuan untuk memahami apa yang dimaksud oleh seseorang adalah dasar bagi komunikasi ke atas yang efektif.
29
5.
Program
komunikasi
ke
atas
yang
efektif
mencakup
mendengarkan secara objektif. Penyelia dan manajer harus menyediakan waktu untuk mendengarkan bawahan secara objektif.
Kebiasaaan
mendengarkan
dengan
jengkel,
menunjukkan bahwa komunikasi ke atas sebenarnya tidak dikehendaki.
Mendengarkan
memudahkan
dan
menunjukkan
maksud
yang
mengurangi menerima
disampaikan
bawahan,
ketegangan
bawahan,
dan
kesediaan
untuk
mendengarkan pendapat yang bertentangan, kritik-kritik dan cara pandang yang berlainan. 6.
Program komunikasi ke atas yang efektif mencakup tindakan untuk
menanggapi
masalah.
Mendengarkan
aktif
dapat
memancing munculnya gagasan-gagasan baru, tetapi kegagalan untuk melakukan tindakan hanya menciptakan kemarahan dan merusak ketulusan dalam komunikasi ke atas. Bila harus dilakukan perubahan-perubahan dalam kebijakan atau tindakan, sekedar mendengarkan tanpa melakukan suatu penyesuaian dapat menghapuskan gagasan komunikasi ke atas. Bila tidak ada tindakan yang dapat diambil, bawahan harus diberi tahu dan diberi alasan mengapa perubahan-perubahan tidak dapat dilakukan. 7.
Program komunikasi ke atas yang efektif menggunakan berbagai media dan metode untuk meningkatkan aliran informasi. Metode komunikasi ke atas yang paling efektif adalah kontak tatap muka setiap hari dan percakapan diantara penyelia dan bawahan.
2.5.2
Komunikasi ke Bawah (Downward Communication)
Komunikasi ke bawah dalam sebuah organisasi berarti bahwa informasi mengalir dari jabatan berotoritas lebih tinggi kepada mereka yang berotoritas lebih rendah. Biasanya kita beranggapan bahwa informasi bergerak dari manajemen kepada para pegawai, namun dalam organisasi
30
kebanyakan hubungan ada pada kelompok manajemen. Menurut Katz &Kahn dalam Pace &Faules (2010, h.185) ada lima jenis informasi yang biasa dikomunikasikan dari atasan kepada bawahan : informasi mengenai bagaimana melakukan pekerjaan, informasi mengenai dasar pemikiran untuk melakukan pekerjaan, informasi mengenai kebijakan dan praktikpraktik organisasi, informasi mengenai kinerja pegawai, dan informasi untuk mengembangkan rasa memiliki tugas (sense of mission). Para pegawai di seluruh tingkat dalam organisasi merasa perlu diberi informasi. Manajemen puncak hidup dalam dunia informasi. Kualitas dan kuantitas informasi harus tinggi agar dapat membuat keputusan yang bermanfaat dan cermat. Manajemen puncak harus memiliki informasi dari semua unit dalam organisasi , dan harus memperoleh informasi untuk semua unit. Aliran informasi dari manajemen puncak yang turun ke tingkat operatif merupakan aktivitas yang berkesinambungan dan sulit. Pemilihan cara menyediakan informasi mencakup tidak hanya pengeluaran sumber daya langsung moneter tetapi juga sumber daya psikis dan emosional.
2.5.3
Komunikasi Horizontal (Horizontal Communication) Komunikasi horizontal terdiri dari penyampaian informasi di antara
rekan-rekan sejawat dalam unit kerja yang sama. Unit kerja meliputi individu-individu yang ditempatkan pada tingkat otoritas yang sama dalam organisasi dan mempunyai atasan yang sama. Menurut Pace & Faules (2010, h.195) ada beberapa tujuan komunikasi horizontal, diantaranya adalah : 1.
Untuk mengkoordinasikan penugasan kerja. Para anggota bagian
pelatihan
dan
pengembangan
memiliki
kegiatan
pelatihan utama untuk mengatur dan menyampaikan. Mereka harus saling bertemu untuk mengkoordinasikan pembagian tugas. 2.
Berbagi informasi mengenai rencana dan kegiatan. Bila gagasan dari beberapa orang menjanjikan hasil yang lebih baik daripada gagasan satu orang, komunikasi horizontal menjadi amat penting. Dalam menciptakan rancangan suatu program
31
pelatihan atau kampanye hubungan masyarakat, anggotaanggota suatu bagian mungkin perlu berbagi informasi mengenai rencana-rencana mereka dan apa yang akan mereka kerjakan. 3.
Untuk memecahkan masalah. Dengan membicarakan bersama rekan-rekan mengenai apa yang sedang dihadapi dan mencari solusinya bersama.
4.
Untuk memperoleh pemahaman bersama. Bila diusulkan adanya perubahan-perubahan,
perlu
dibicarakan
bersama
dalam
pertemuan-pertemuan untuk memperoleh pemahaman bersama. 5.
Untuk mendamaikan, berunding, dan menengahi perbedaan. Individu-individu yang sering mengembangkan pilihan dan prioritas yang akhirnya menimbulkan ketidaksepakatan. Bila hal ini terjadi, komunikasi horizontal diantara para anggota unit kerja merupakan hal pokok dalam mendamaikan perbedaan. Kenyataannya, beberapa perbedaan perlu dirundingkan dan didamaikan. Hanya dengan melalui komunikasi horizontal prioritas dapat disesuaikan dan konflik diselesaikan.
6.
Untuk menumbuhkan dukungan antarpersonal. Karena kita menggunakan sejumlah waktu untuk berinteraksi dengan orang lain dalam pekerjaan, kita semua –sampai tingkat tertentumemperoleh dukungan antarpersonal dari rekan-rekan kita. Kebanyakan komunikasi horizontal kita bertujuan untuk memperkuat ikatan dan hubungan antarpersonal. Para pegawai sering makan siang bersama dan bertemu pada waktu istirahat untuk
memperkuat
hubungan
antarpersonal.
Komunikasi
horizontal memegang peranan penting dalam pembinaan hubungan diantara para pegawai dan mendorong terciptanya unit kerja yang padu. Para pegawai yang tingkatnya sama, yang sering
berinteraksi,
tampaknya
lebih
sedikit
mengalami
kesulitan dalam memahami satu sama lainnya. Interaksi antara sejawat menghasilkan dukungan emosional dan psikologis.
32
2.6
Konsep Kinerja Karyawan Setiap perusahaan baik perusahaan swasta maupun perusahaan pemerintah
selalu berusaha agar karyawannya bisa berperan dalam setiap kegiatan yang ada didalam perusahaan, baik pada kegiatan produksi maupun kegiatan non produksi agar bisa memberikan prestasi atau penghargaan kepada karyawan atas kinerja yang baik dalam mencapai tujuan perusahaan. Kinerja yang dinilai oleh perusahaan, bukan hanya semata terhadap hasilnya, tetapi yang paling utama adalah proses dalam mencapai hasil tersebut. Setiawan memaparkan (2013, h.1), bahwa komunikasi bisnis, segala strategi dilakukan untuk mencapai tujuan organisasi, termasuk kinerja yang baik dari pihak eksternal maupun internal organisasi. Kepuasan komunikasi karyawan sebagai pihak internal organisasi tentunya juga mempengaruhi kinerja karyawan. Hal ini menunjukkan bahwa perasaan puas yang ingin dimiliki anggota organisasi mempengaruhi perilakunya dalam berkomunikasi. Jika anggota organisasi merasa puas mendapatkan informasi yang dikomunikasikan dengan cara yang konsisten sesuai apa yang diharapkan, bisa dikatakan anggota tersebut mengalami kepuasan komunikasi. Bagi karyawan baru, prestasi kerja merupakan bukti dari pemahaman mereka terhadap pekerjaan, sedangkan bagi karyawan lama prestasi kerja merupakan umpan balik terhadap perilaku baik mereka. Penghargaan terhadap hasil kinerja melalui komunikasi yang baik dapat memicu peningkatan kinerja. Menurut Mangkunegara dalam Purwaningrum, Pradanawati, & Dewi (2012, h. 5), aspek-aspek standar penilaian kerja seseorang karyawan dibagi menjadi : 1.
Proses kerja dan kondisi pekerjaan Hasil kerja seorang pegawai dapat dilihat dari kondisi pekerjaannya, melalui proses kerja tersebut dapat diketahui apakah pekerjaan yang dikerjakan akan sesuai dengan yang diharapkan, apakah karyawan dalam bekerja mengalami kesulitan ataukah lancar tanpa hambatan dalam menyelesaikan pekerjaan.
2.
Waktu yang dipergunakan atau lamanya Melaksanakan pekerjaan selalu tepat waktu, karena apa
yang
dikerjakannya sudah di planning sehingga sesuai dengan yang diharapkan. 3.
Jumlah kesalahan dalam melaksanakan pekerjaan
33
Penilaian karyawan juga dapat dilihat dari tingkat kesalahan yang dikerjakannya, seberapa besar kesalahan yang dikerjkannya, beberapa besar kesalahan yang dilakukan akan menunjukkan bagus/hati-hati atau tidaknya dia dalam melakukan pekerjaannya. 4.
Jumlah dan jenis pemberian pelayanan dalam bekerja Seberapa besar dan bisa seorang karyawan dalam melaksanakan pekerjaan dengan kemampuannya, semakin banyak bidang yang dapat dilakukan semakin menambah nilai dalam mengukur pekerjaanya.
5.
Ketepatan kerja dan kualitas pekerjaan Karyawan dalam bekerja juga harus memperhitungkan waktu dan kualitas
pekerjaannya,
sehingga
apa
yang
dikerjakan
tidak
mengecewakan.
Supriyadi (2013,h. 308) mengatakan bahwa kinerja pegawai dapat dikatakan baik atau dapat dinilai dari beberapa hal : 1.
Kesetiaan seorang pegawai dikatakan memiliki kesetiaan jika ia melakukan tugasnya secara sungguh-sungguh dan penuh tanggung jawab terhadap amanah yang diberikan organisasi.
2.
Prestasi kerja merupakan hasil kerja yang dicapai pegawai dalam melaksanakan tugas yang dibebankan kepadanya. Pada umumnya prestasi
kerja
keterampilan,
seorang
pegawai
pengalaman
dan
dipengaruhi kesanggupan
oleh
kecakapan,
pegawai
dalam
melaksanakan tugas dan fungsinya. Namun demikian prestasi kerja seorang pegawai tidak hanya tergantung dari kemampuan dan keahlian yang bersangkutan untuk menyelesaikan suatu pekerjaan. 3.
Kedisiplinan, sejauh mana pegawai dapat mematuhi peraturan-peraturan yang ada dan melaksanakan instruksi yang diberikan kepadanya. Disiplin dapat diartikan melaksanakan apa yang telah disetujui bersama antara pimpinan dengan para pegawai baik persetujuan tertulis, lisan ataupun berupa peraturan-peraturan dan kebiasaan-kebiasaan.
4.
Kreatifitas yaitu kemampuan pegawai dalam mengembangkan ide-ide dan
mengeluarkan
potensi
yang
dimiliki
dalam
menyelesaikan
34
pekerjaannya sehingga pegawai dapat bekerja dengan lebih berdayaguna dan berhasilguna. 5.
Kerjasama yaitu kemampuan pegawai untuk bekerjasama dengan pegawai lain dalam menyelesaikan suatu tugas yang ditentukan, sehingga hasil pekerjaannya akan semakin baik.
6.
Kecakapan dapat diukur dari tingkat pendidikan pegawai yang disesuaikan dengan pekerjaan yang menjadi tugasnya.
7.
Tanggung jawab adalah kesanggupan seorang pegawai menyelesaikan pekerjaan yang diserahkan kepadanya dengan sebaik-baiknya dan tepat pada waktunya serta berani menerima resiko pekerjaan yang dilakukan.
Menurut Pasolong dalam Supriadi (2013, h. 312), beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja suatu organisasi dibagi menjadi: 1.
Kemampuan adalah suatu kapasitas individu untuk mengerjakan berbagai tugas dalam suatu pekerjaan.
2.
Kemauan adalah kesediaan untuk mengeluarkan tingkat upaya yang tinggi untuk tujuan organisasi.
3.
Energi adalah pemercik api yang menyalakan jiwa. Tanpa adanya energi psikis dan fisik yang mencukupi, perbuatan kreatif pegawai terhambat.
4.
Teknologi adalah penerapan pengetahuan untuk melakukan pekerjaan.
5.
Kompensasi adalah sesuatu yang diterima oleh pegawai sebagi balas jasa atas kinerja dan bermanfaat baginya.
6.
Kejelasan Tujuan harus jelas. Apa yang menjadi tujuan organisasi tersebut.
7.
Keamanan adalah sebuah kebutuhan manusia yang fundamental, karena pada umumnya orang menyatakan lebih penting keamanan pekerjaan daripada gaji atau kenaikan pangkat.
35
2.6
Kerangka Konsep Komunikasi
Komunikasi Organisasi
Komunikasi Internal
1. Komunikasi ke atas (upward communication) 2. Komunikasi ke bawah (downward communication) 3. Komunikasi horizontal (horizontal communication)
Kinerja Karyawan
Gambar 2.1 Kerangka Konsep
Penelitian ini digunakan untuk mengetahui keterkaitan antara komunikasi internal dengan kinerja karyawan yang ada di EF Tanjung Duren. Komunikasi pada organisasi pada dasarnya merupakan suatu kegiatan intern di dalam organisasi. Semua masalah yang terjadi di dalam organisasi, dapat segera diatasi apabila komunikasi yang berlangsung di dalam organisasi dapat berjalan dengan baik. Komunikasi internal yang dimaksud adalah komunikasi ke atas (upward communication), komunikasi ke bawah (downward communication), dan komunikasi horizontal (horizontal communication). Kepuasan komunikasi karyawan sebagai pihak internal organisasi tentunya juga mempengaruhi kinerja karyawan. Hal ini menunjukkan bahwa perasaan puas yang ingin dimiliki anggota organisasi mempengaruhi perilakunya dalam berkomunikasi.Jika anggotaorganisasi merasa puas mendapatkan informasi yang dikomunikasikan dengan cara yang konsisten,
36
sesuai apa yang diharapkan, bisa dikatakan anggota tersebut mengalami kepuasan komunikasi. Kepuasan karyawan dalam komunikasi, tentunya akan mempermudah mereka dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab mereka secara maksimal. Oleh karena itu, peran komunikasi internal yang ada di dalam suatu organisasi/perusahaan karyawannya.
sangat
penting
dalam
usaha
meningkatkan
kinerja