BAB 2 DATA DAN ANALISA
2.1 Sumber Data
2.1.1 Hardcopy Profil Perusahaan Berupa buku profil Cafe Batavia dengan bahasa inggris yang berisi datadata ringkas tentang sejarah, achievement, target perusahaan, fasilitas, menu – menu, paket spesial, program khusus, hiburan hingga acara yang pernah diadakan oleh Cafe Batavia.
2.1.2 Refrensi Buku “Batavia Awal Abad 20” “Batavia Awal Abad 20” adalah sebuah buku yang dikupas imajinatif oleh penulisnya, Iskandar P. Nugraha. Buku ini mampu memberi gambaran tentang kehidupan tempo doeloe masyarakat Batavia, yang dilihat dari berbagai sudut pandang seperti kehidupan sosial, status ekonomi, interaksi masyarakat yang dilatar belakangi oleh kekayaan kultur dan budaya, bahkan keadaan Ciliwung yang sulit dipercaya, Glodok yang begitu hidup dengan Pecinannya, tempat - tempat ibadah dan pelesiran khas Hindia Belanda. Buku ini berguna untuk panduan wisata Batavia masa silam yang mampu membawa kesadaran bahwa Jakarta tempo doeloe itu di sana-sini masih memperlihatkan kesamaan dengan Jakarta masa sekarang.
2.1.3 Literatur Internet Beberapa refrensi literatur yang di ambil dari internet antara lain: a. http://pptapaksuci.org/index.php/indonesia/jalan-jalan/batavia/asal-usulnama-beberapa-tempat-di-jakarta.html Sebuah artikel yang berisi sejarah nama beberapa tempat di Jakarta, darimana nama daerah tersebut diambil seperti Angke, Glodok, Jatinegara, Senayan, Senen dan daerah lain di Jakarta yang masih bertahan hingga sekarang.
b. http://lifestyle.okezone.com/index.php/ReadStory/2008/09/14/30/145810/me nikmati-santapan-di-bangunan-tua Sebuah artikel resensi kulinari di Jakarta yang mempromosikan keunikan nilai historis gedung Cafe Batavia, gambaran keadaan eksterior dan interior pada masa awal hingga masa kini bangunan tersebut berfungsi sebagai kafe.
c. http://admonike.multiply.com/reviews/item/97 Sebuah alternatif artikel singkat tentang resensi Cafe Batavia. Menyajikan informasi tentang menu, hidangan rekomendasi, dan testimonial dari penulis tentang kafe tersebut
d. http://www.swaberita.com/2008/07/02/gaya-hidup/travel/mengunjungi-kotatua-batavia-yang-penuh-sejarah.html “Mengunjungi Kota Tua Batavia yang Penuh Sejarah”. Sebuah artikel yang dimuat di koran Swaberita pada rubrik travel. Membahas keunikan kultur budaya dan sejarah di kawasan wisata Kota Tua Jakarta.
2.1.4 Wawancara Penulis menyadari bahwa diperlukannya sebuah wawancara untuk mendapatkan keotentikan data yang lebih akurat. Metode yang dipakai adalah diskusi dan tanya jawab dengan Public Relation dari Cafe Batavia, Bu Nita Rosita. Penulis sangat terbantu dengan data-data yang diperoleh, sehingga lebih memudahkan penulis untuk mengidentifikasi masalah dan menentukan strategi yang efektif dan kreatif sebagai solusi dari permasalahan Cafe Batavia. Data yang diperoleh hanya merupakan data kuantitatif, bukan kualitatif, hanya merupakan pendapat pribadi, opini dan pengalaman dari perorangan, tidak bersifat ilmiah,
Hasil dari rangkuman wawancaranya adalah: a. Apa misi dan visi utama perusahaan? Visi, Mengembangkan Cafe Batavia lebih baik lagi, mendatangkan lebih banyak turis lokal maupun mancanegara. Misi, Menjaga standarisasi mutu pelayanan di Cafe Batavia, meningkatkan lagi promosi mengenai Cafe Batavia dan kawasan wisata Fatahillah.
b. Apa yang mendasari perusahaan ini didirikan? Orientasi bisnis, tetapi juga sebagai bentuk kepedulian terhadap pariwisata Jakarta menghidupkan kembali kawasan wisata Kota Tua.
c. Jelaskan produk atau servis anda? Menyajikan menu western dan Chinese food, selain itu juga ada menu spesial yang bisa berubah-ubah sesuai dengan event tertentu, (perayaan Imlek atau Cap Go Meh)
d. Siapa target market anda? Primer, wisatawan lokal dan turis mancanegara Sekunder, warga Jakarta, eksekutif kantor-kantor disekitar Kota Tua
e. Apa yang anda ingin audience rasakan dari produk dan servis anda? Pelayanan berkualitas (misalnya ramah dan mengahafal nama serta menu favorit pelanggan), dan nostalgia, kenangan tempo dulu.
f. Apa kelebihan yang dapat anda tonjolkan dalam berkompetisi? Best food, quality and service, suasana dan nuansa ambience yang nyaman
g. Siapa kompetitor anda? Mengapa? Tidak ada, karena satu-satunya kafe restoran di kawasan wisata Fatahillah.
h. Bagaimana strategi pemasaran produk dan servis anda? Internet, majalah travel, Koran, TV, majalah kuliner, bekerja sama dengan museum Fatahillah dan travel guide lokal.
i. Apa trend perubahan yang berpengaruh terhadap industri anda? Situasi keamanan dan politik negara dan Jakarta.
j. Berada dimana anda 5-10 tahun mendatang? Tetap bertahan di Kota Tua dengan peningkatan kualitas layanan, Cafe Batavia tidak akan membuka cabang ditempat lain.
k. Bagaimana anda mengukur kesuksesan? Tamu ramai, okupasi tamu banyak, acara rutin dan ramai.
l. Deskripsikan sebuah kata singkat tentang perusahaan anda? Authentic, open till late (Cafe Batavia berkomitmen tidak akan pernah tutup bila tamu datang berkunjung bahkan melebihi jam operasional).
2.1.5 Survei Lapangan Penulis menyadari pentingnya merasakan sendiri pengalaman, mood, atmosfer dari Cafe Batavia itu sendiri. Oleh karena itu penulis juga melakukan survei lapangan dengan metode pengamatan langsung dan dokumentasi interior dan eksterior kafe. Ini dilakukan untuk mendapatkan karakter, atmosfer dan “warna” dari Cafe Batavia itu sendiri.
Gambar 2.1
Gambar 2.2
Gambar 2.3
Gambar 2.4
Gambar 2.5
Gambar 2.6
Gambar 2.7
Gambar 2.8
Gambar 2.9
Gambar 2.10
Gambar 2.11
Gambar 2.12
Gambar 2.13
2.2 Definisi Kafe Kafe dari bahasa Perancis café. Arti harafiahnya sebetulnya adalah (minuman) kopi, tetapi kemudian menjadi tempat di mana seseorang bisa minum-minum, tidak hanya kopi, tetapi juga minuman lainnya. Di Indonesia, kafe berarti semacam tempat sederhana, tetapi cukup menarik di mana seseorang bisa makan makanan ringan. Ada yang menyerupai seperti bar, ada yang menyerupai seperti restoran. Di beberapa negara kafe mirip dengan restoran (sumber wikipedia).
2.3 Sejarah Batavia Batavia sebelum itu bernama Jayakarta dan sebelumnya lagi Sunda Kelapa, adalah nama yang diberikan oleh orang Belanda pada kota yang sekarang bernama Jakarta, ibu kota Indonesia. Kota ini merupakan pelabuhan yang menjadi basis perdagangan dan kubu militer VOC.
Nama Batavia dipakai sejak sekitar tahun 1621 sampai tahun 1942, setelah itu nama kota berubah menjadi Jakarta. Tetapi bentuknya dalam bahasa Melayu, yaitu "Betawi", masih tetap dipakai sampai sekarang. Nama Batavia berasal dari kata Batavieren, salah satu nama suku Germanik yang bermukim di tepi Sungai Rhein. Orang Belanda dan sebagian orang Jerman adalah keturunan dari suku ini. Batavia juga merupakan nama sebuah kapal layar tiang tinggi yang cukup besar buatan Belanda (VOC), dibuat pada 29 Oktober 1628, dinakhodai oleh Kapten Adriaan Jakobsz. Tidak jelas sejarahnya, entah nama kapal tersebut yang merupakan awal dari nama BetawiBatavia, atau bahkan sebaliknya, pihak VOC yang menggunakan nama Batavia untuk menamai kapalnya. Kapal tersebut akhirnya kandas di pesisir Beacon Island, Australia
Barat. Dan seluruh awaknya yang berjumlah 268 orang berlayar dengan perahu sekoci darurat menuju kota Batavia ini.
Pieter Both yang menjadi Gubernur Jenderal VOC pertama, lebih memilih Jayakarta sebagai basis administrasi dan perdagangan VOC daripada pelabuhan Banten, karena pada waktu itu di Banten telah banyak kantor pusat perdagangan orang-orang Eropa lain seperti Portugis, Spanyol kemudian juga Inggris, sedangkan Jayakarta masih merupakan pelabuhan kecil. Pada tahun 1611 VOC mendapat izin untuk membangun satu rumah kayu dengan fondasi batu di Jayakarta, sebagai kantor dagang. Kemudian mereka menyewa lahan sekitar 1,5 hektar di dekat muara di tepi bagian timur Sungai Ciliwung, yang menjadi kompleks perkantoran, gudang dan tempat tinggal orang Belanda, dan bangunan utamanya dinamakan Nassau Huis. Ketika Jan Pieterszoon Coen menjadi Gubernur Jenderal (1618 – 1623), ia mendirikan lagi bangunan serupa Nassau Huis yang dinamakan Mauritius Huis, dan membangun tembok batu yang tinggi, di mana ditempatkan beberapa meriam. Tak lama kemudian, ia membangun lagi tembok setinggi 7 meter yang mengelilingi areal yang mereka sewa, sehingga kini benar-benar merupakan satu benteng yang kokoh, dan mulai mempersiapkan untuk menguasai Jayakarta. Dari basis benteng ini pada 30 Mei 1619 Belanda menyerang Jayakarta, yang memberi mereka izin untuk berdagang, dan membumihanguskan keraton serta hampir seluruh pemukiman penduduk. Berawal hanya dari bangunan separuh kayu, akhirnya Belanda menguasai seluruh kota. Semula Coen ingin menamakan kota ini sebagai Nieuwe Hollandia, namun de Heeren Seventien di Belanda memutuskan untuk menamakan kota ini menjadi Batavia, untuk mengenang bangsa Batavieren. Pada 4 Maret 1621, pemerintah Stad Batavia (kota Batavia) dibentuk. Jayakarta dibumiratakan
dan dibangun benteng yang bagian depannya digali parit. Di bagian belakang dibangun gudang juga dikitari parit, pagar besi dan tiang-tiang yang kuat. Selama 8 tahun kota Batavia sudah meluas tiga kali lipat. Pembangunannya selesai pada tahun 1650. Kota Batavia sebenarnya terletak di selatan Kastil yang juga dikelilingi oleh tembok-tembok dan dipotong-potong oleh banyak parit. Pada awal abad ke-17 perbatasan antara wilayah kekuasaan Banten dan Batavia mula-mula dibentuk oleh Kali Angke dan kemudian Kali Cisadane. Kawasan sekitar Batavia menjadi kosong. Daerah di luar benteng dan tembok kota tidak aman, antara lain karena gerilya Banten dan sisa prajurit Mataram (16281629) yang tidak mau pulang. Beberapa persetujuan bersama dengan Banten (1659 dan 1684) dan Mataram (1652) menetapkan daerah antara Cisadane dan Citarum sebagai wilayah kompeni. Baru pada akhir abad ke-17 daerah Jakarta sekarang mulai dihuni orang lagi, yang digolongkan menjadi kelompok budak belian dan orang pribumi yang bebas. Pada 1 April 1905 nama Stad Batavia diubah menjadi Gemeente Batavia. Pada 8 Januari 1935 nama kota ini diubah lagi menjadi Stad Gemeente Batavia. Setelah pendudukan Jepang pada tahun 1942, nama Batavia diganti menjadi "Jakarta" oleh Jepang untuk menarik hati penduduk pada Perang Dunia II.
Orang Belanda jumlahnya masih sedikit sekali. Ini karena sampai pertengahan abad ke-19 mereka kurang disertai wanita Belanda dalam jumlah yang memadai. Akibatnya, benyak perkawinan campuran dan memunculkan sejumlah Indo di Batavia. Tentang para budak itu, sebagian besar, terutama budak wanitanya berasal dari Bali, walaupun tidak pasti mereka itu semua orang Bali. Sebab, Bali menjadi tempat singgah budak belian yang datang dari berbagai pulau di sebelah timurnya. Sementara itu, orang yang datang dari Tiongkok, semula hanya orang laki-laki, karena itu mereka pun
melakukan perkawinan dengan penduduk setempat, terutama wanita Bali dan Nias. Sebagian dari mereka berpegang pada adat Tionghoa (misalnya penduduk dalam kota dan Cina Benteng di Tangerang), sebagian membaur dengan pribumi (terutama dengan orang Jawa dan membentuk kelompok Betawi Ora, misalnya: di sekitar Parung). Tempat tinggal utama orang Tionghoa adalah Glodok, Pinangsia dan Jatinegara. Keturunan orang India - orang Koja dan orang Bombay- tidak begitu besar jumlahnya. Demikian juga dengan orang Arab, sampai orang Hadhramaut datang dalam jumlah besar, kurang lebih tahun 1840. Banyak diantara mereka yang bercampur dengan wanita pribumi, namun tetap berpegang pada ke-Arab-an mereka. Di dalam kota, orang bukan Belanda yang selamanya merupakan mayoritas besar, terdiri dari orang Tionghoa, orang Mardijker dari India dan Sri Lanka dan ribuan budak dari segala macam suku. Jumlah budak pada saat itu kurang lebih setengah dari total penghuni Kota Batavia.
Orang Jawa dan Banten tidak diperbolehkan tinggal menetap di dalam kota setelah 1656. Pada tahun 1673, penduduk dalam kota Batavia berjumlah 27.086 orang. Terdiri dari 2.740 orang Belanda dan Indo, 5.362 orang Mardijker, 2.747 orang Tionghoa, 1.339 orang Jawa dan Moor (India), 981 orang Bali dan 611 orang Melayu. Penduduk yang bebas ini ditambah dengan 13.278 orang budak (49 persen) dari bermacam-macam suku dan bangsa. Sepanjang abad ke-18, kelompok terbesar penduduk kota berstatus budak. Komposisi mereka cepat berubah karena banyak yang mati. Demikian juga dengan orang Mardijker. Karena itu, jumlah mereka turun dengan cepat pada abad itu dan pada awal abad ke-19 mulai diserap dalam kaum Betawi, kecuali kelompok Tugu, yang sebagian kini pindah di Pejambon, di belakang Gereja Immanuel Jakarta. Orang Tionghoa selamanya bertambah cepat, walaupun sepuluh ribu orang
dibunuh pada tahun 1740 di dalam dan di luar kota. Foto pada kartu pos dari awal abad ke 20 menggambarkan rumah-rumah Tionghoa di Mester atau Meester Cornelis sebutan Jatinegara pada jaman penjajahan Belanda dulu. Penduduk Batavia yang kemudian dikenal sebagai orang Betawi sebenarnya adalah keturunan kaum berdarah campuran aneka suku dan bangsa.
2.4 Karakteristik Cafe Batavia 2.4.1 Deskripsi Cafe Batavia 2.4.1.1 Geografis Kafe ini berlokasi di kawasan Kota, Jakarta Barat, berdiri di antara deretan bangunan tua yang ada di sana. Sesuai namanya, Batavia -nama untuk Kota Jakarta pada zaman dulu- kafe ini memiliki konsep yang juga vintage (kuno). "Aroma" sejarah tercium dari gaya dan desain interior ruangannya.
2.4.1.2 Psikografis Suasana tenang dan sepi sangat terasa begitu kaki melangkah masuk ke area gedung yang disebut-sebut sebagai bangunan tertua kedua di kawasan Taman Fatahillah. Untuk sesaat, para pengunjung yang masuk ke kafe ini pasti akan lupa dengan hiruk-pikuk kota yang berada di luar sana. Sebelum Cafe Batavia berdiri, bangunan tiga lantai ini hanya berisi kamar-kamar dan beberapa ruangan dengan beragam fungsi. Bangunannya didirikan antara tahun 1805 dan 1850, merupakan bangunan tertua kedua di daerah Taman Fatahillah ini setelah Town Hall (sekarang Museum Sejarah Jakarta). Pernah berfungsi sebagai rumah tinggal, gudang, kantor, art gallery dan kafe (yang bertahan sampai sekarang).
Setelah Pada 1993, bangunan ini dibeli oleh seorang warga negara Australia bernama Graham James, yang saat ini menetap di Pulau Bali.
2.4.1.3Mood, Karakteristik dan Suasana Cafe Batavia Hampir semua ruangan yang terdapat di Cafe Batavia masih menggunakan perlengkapan peninggalan pemiliknya di masa silam. Rata-rata perabot dan furniturnya terbuat dari kayu jati Jawa yang diproduksi pada akhir abad ke-19. Interiornya pun tidak kalah unik, dindingnya dihiasi dengan foto foto dari bintang film, politikus, dan tokoh – tokoh sejarah. Sangat menarik untuk dilihat satu per satu, bernostalgia dan mengenang masa lalu keadaan Batavia yang memang tidak banyak berubah. Untuk itu semua, Cafe Batavia pernah dianugerahi penghargaan The World Best Bar dari majalah NewsWeek. Penghargaan itu diberikan berkat keberadaan Churchill Bar, yang memajang foto besar Winston Churchill pada bulan Oktober 1996. Jika dihitung, terdapat sekitar seribu frame foto yang berbeda pada tiap bingkai yang terpajang dan tertata secara rapi. Desain interior yang dibuat sangat menarik ini juga terdapat dalam toilet. Foto-foto itu seakan mengajak pengunjung Cafe Batavia menjelajahi dunia lain. Pemilik kafe, Graham adalah orang yang sangat menyukai seni. Kafe ini ditata dengan konsep full of frames. Semua foto adalah koleksi pribadi Graham dan para pengunjung sangat tertarik melihatnya. Foto itu dipajang sedemikian rupa dengan tujuan agar para pelanggan tidak merasa bosan. Semua perabotan yang ada di sini masih asli,di antaranya kursi, meja, dan kayu-kayu yang terdapat di lantai ini. Juga plafon, dinding, dan lampu-lampu yang dipajang di sini, semua model lama, tapi masih bagus dan terawat. Konsep bangunan Belanda terlihat
dari lampu-lampu yang menghiasi pintu-pintu depan kafe. Alunan musik jazz yang terus mengalun sendu seolah mendukung suasana klasik kafe yang khas dengan kanopi berwarna hijau ini. Khusus Kamis hingga Minggu, pengelola Cafe Batavia selalu memanjakan konsumennya dengan suguhan live music dari berbagai aliran. Pada perkembangannya, di awal tahun 2008, Graham sempat berpikir untuk menjual Cafe Batavia. Alasannya adalah karena Graham terlalu sibuk dengan bisnis pariwisatanya di Bali. Namun sempat dikhawatirkan bila setelah dijual, kafe ini akan diganti sebagai diskotik atau kantor. Karena kekhawatiran itulah akhirnya Kafe ini dipertahankan, selain tentu saja karena harganya yang sangat mahal untuk dibeli. Sebuah kehilangan besar untuk kepariwisataan di daerah Kota Tua jika kafe ini berubah fungsi, kafe ini seakanakan telah menjadi landmark di daerah taman Fatahillah.
2.4.2 Deskripsi Produk
2.4.2.1 Segmentasi Menu Pada umumnya menu – menu yang disajikan di Cafe Batavia adalah: •
Western Menu (Brunch and Dinner Menu)
•
Chinese Menu
•
Dessert Menu
•
Wine List
•
Drink List
2.4.2.2 Menu favorit Menu-menu itu rata-rata memiliki cita rasa Western dan Chinese. Selama beberapa tahun beroperasi, pengelola Cafe Batavia sudah menghilangkan beberapa menu lokal. Menu yang dihilangkan itu kemudian diganti oleh Chinese food. Menu-menu seperti australian beef tenderloin medallion topped with melted cheddar, beef steak ala chinese, udang mayones, dan sop buntut goreng menjadi sajian andalan kafe ini. Cafe Batavia juga menyediakan menu spesial pada event – event khusus, misalnya dengan Valentine atau Cap Go Meh.
2.4.2.3 Paket Khusus Selain menyediakan menu – menu makanan, Cafe Batavia juga menawarkan paket untuk perjamuan besar. Adapun paket - paket yang ditawarkan seperti: •
Western Set Menu
•
Western Buffet Menu
•
Chinese Set Menu
•
Chinese Buffet Menu
•
Wedding Buffet Menu
•
Mixed Buffet Menu
•
Cocktail Menu
2.4.2.4 Program Cafe Batavia Program – program yang tersedia di Cafe Batavia adalah •
Brunch
•
Hi Tea
•
Happy our
•
Dinner
2.4.2.5 Range Harga Cafe Batavia memiliki range harga yang tergolong mahal, lebih ke target yang memiliki status ekonomi B - A+. Harga untuk menikmati hidangan appetizer berkisar dari Rp. 32.000 – Rp. 135.000, sedangkan harga untuk menikmati hidangan dessert berkisar dari Rp. 25.000 – Rp. 200.000
Biaya diatas belum termasuk pajak pemerintah dan pajak pelayanan (service tax).
2.4.3 Fasilitas Beberapa fasilitas yang tersedia di Cafe Batavia adalah: a. Lantai bawah •
Reception Area
•
Lobby Lounge
•
Lounge (sofas, music box, bar area)
b. Lantai atas •
Churchill Bar
•
Sofas
•
Grand Salon - (Ballroom untuk perjamuan makan dengan kapasitas maksimal 150 kursi)
2.4.4 Pencapaian Cafe Batavia Beberapa penghargaan yang pernah diterima Cafe Batavia: •
Tahun 2004, Jakarta and Java Kini, “Jakarta Best Fine Dining Restaurant – 2004” Second Runner Up.
•
Tahun 2003, Jakarta and Java Kini, “Best Bar Award – 2003” Top Ten Cocktail Bar in Jakarta.
•
Tahun 2002, Lomba Kebersihan dan Kesehatan Lingkungan Hidup 2002 HUT DKI 475 Juara satu Adikarya Wisata 2001
•
Tahun 1999, Penghargaan Chezh Republik 1999 Award Winning
•
Tahun 1999, British Embassy 1999, Mr. Paul Dworkin Best GM
•
Tahun 1997, juara satu Sapta Pesona Usaha 1997
•
Tahun 1994, masuk dalam majalah Newsweek International Magazine untuk kategori “The World’s Best Bars” untuk Churchill Bar
2.4.5 Jam Operasional Jam operasional Cafe Batavia beroperasi dari pukul 08.00-01.00 WIB pada hari kerja dan 08.00-02.00 WIB tiap Jumat-Minggu (weekend). Namun berdasarkan pengakuan pihak manajemen kafe, Cafe Batavia berkomitmen tidak akan pernah tutup bila masih ada pengunjung yang bersantai melebihi jam operasional, bahkan meskipun hanya beberapa orang. Oleh karena itu Cafe Batavia memasang tagline di logo mereka “Open’til Late”.
Puncaknya padatnya pengunjung datang yaitu: Senin - jumat jam 20.00 – 01.00 Sabtu – minggu jam 19.00 – 00.00 / 19.00 – 02.00
2.4.6 Data Statistik Pengunjung Berdasarkan data dari manajemen kafe, prosentase pengunjung Cafe Batavia adalah: •
80% turis mancanegara (50% berasal dari Belanda, dan sisanya berasal dari Jepang, Inggris dan Perancis).
•
20% wisatawan lokal
Salah satu faktor penyebab rendahnya minat wisatawan lokal ke Cafe Batavia (20%) adalah menu makanan yang cenderung mahal dan kebanyakan adalah western dan chinese food. Cafe Batavia banyak menyajikan menu – menu seperti wine, cocktail, atau menu lain yang sulit diterima atau mungkin hanya bisa dinikmati oleh kalangan tertentu di masyarakat lokal. Beberapa menu lokal yang
dulu pernah ada sekarang tidak dapat lagi ditemui, pengurangan menu kulinari lokal tersebut dilatar belakangi oleh alasan efisiensi.
2.4.7 Metode Promosi Cara Cafe Batavia mempromosikan produk dan jasa mereka adalah dengan beriklan di majalah, Koran, tv, internet dan brosur travel.
2.4.8 Visi dan Misi Cafe Batavia a. Visi Cafe Batavia Mengembangkan Cafe Batavia lebih baik lagi, mendatangkan lebih banyak turis lokal maupun mancanegara.
b. Misi Café Batavia Menjaga standarisasi mutu pelayanan di Cafe Batavia, meningkatkan lagi promosi mengenai Cafe Batavia dan kawasan wisata Fatahillah.
2.5 Logo Tidak ada makna filosofi atau keyakinan tertentu dalam desain logo Cafe Batavia yang sekarang. Logo di desain dengan menggunakan bentuk geometris, karena terpengaruh gaya desain artdeco yang sangat terkenal pada awal abad ke 20. Nuansa art deco terasa dari penggunaan elemen geomteris berupa kotak dan garis-garis tegas. Logo ini mengadopsi langsung gaya eropa tanpa memperhatikan detil-detil craftsmanship yang menjadi ciri khas budaya Indonesia.
Gambar 3.1
Agar berkesan oldstyle, logo didesain dalam warna hitam putih dimaksudkan supaya bisa dipakai untuk jangka waktu tidak terbatas. Logo Cafe Batavia di desain oleh ownernya sendiri. Tagline di logo mereka “Open’til Late”, untuk menggambarkan komitmen manajemen Cafe Batavia yang tidak akan pernah tutup bila masih ada pengunjung yang berkunjung melebihi jam operasional. Selain itu, logo ini akan sulit bila diletakan di atas latar hitam, dimana logo tersebut harus di-reverse karena permainan bidang geometris yang rumit.
2.6 Kompetitor 2.6.1 Kompetitor Langsung Kompetitor langsung dianalisa berdasarkan acuan geografis, demografis dan positioning, dimana Cafe Batavia adalah satu-satunya restoran di daerah taman Fatahillah yang menawarkan masakan bercita rasa eropa dengan nuansa nostalgia. Hal ini menyebabkan Cafe Batavia tidak memiliki kompetitor langsung.
2.6.2 Kompetitor Tidak Langsung Kompetitor tidak langsung dianalisa berdasarkan acuan demografis dan positioning, namun tidak menggunakan acuan geografis. Yang tergolong kompetitor tidak langsung adalah mereka yang berada di level yang sama, yaitu restoran yang menawarkan nilai budaya atau sejarah dan historisnya, dan dengan status ekonomi sosial yang sama pula, yaitu menengah keatas, namun tidak berada dalam cakupan wilayah geografis yang sama dengan Cafe Batavia. Kompetitor primer cenderung memiliki kesamaan dengan target primer oleh Cafe Batavia. •
Kembang Goela
•
Bunga Rampai
•
Dapoer Babah
2.7 Target Konsumen 2.7.1 Target Primer Demografi •
Unisex (pria dan wanita)
•
Cakupan umur diatas 30 - 60 tahun
•
Status ekonomi sosial menengah keatas (B – A+)
Geografi •
Wisatawan mancanegara (Belanda, Jepang dan Perancis) yang untuk sementara berkunjung ke Jakarta dengan tujuan wisata.
•
Wisatawan lokal Indonesia yang untuk sementara berkunjung ke Jakarta dengan tujuan berwisata.
Psikografi a. Personality •
Memperhatikan hal-hal detail seperti kebersihan, mutu, kerapihan
•
Orang-orang yang mengutamakan perasaan
•
Menghargai waktu, menyukai ketenangan
•
Menikmati pemandangan, irama dan aroma
•
Terangsang oleh hal-hal romantis seperti lilin dan music
•
Mudah terganggu oleh hal-hal seperti aroma, kebisingan dan keramaian
•
Mengapresiasi seni dan kerajinan tangan
•
Pemerhati budaya
b. Behaviour •
Travelling, backpacking
•
Bergaya hidup praktis
•
Hobi membaca
•
Penikmat lagu-lagu Classic Jazz, Blues, akustik (Beatles, Nat King Cole, atau Michael Buble)
•
Berbicara tentang hal-hal praktis (hal-hal umum)
•
Menikmati fotografi dengan kamera DSLR
•
Kolektor barang – barang tertentu
•
Memelihara anjing seperti golden retriever
•
Lebih memilih teh atau kopi daripada softdrink
c. Lifestyle •
Membeli buku di toko buku aksara, Kinokuniya atau Etnobook
•
Melihat pertunjukan Java Jazz
•
Memilih tempat seperti La-piazza, Paris Van Java atau Darmawangsa Square Kemang daripada mall-mall seperti Taman Anggrek (atau hanya karena ada keperluan)
•
Menonton saluran tv seperti National Geographic atau Discovery Channel, Animal Planet
•
Memilih mobil keluarga seperti Toyota Innova
•
Bersantai di Starbuck Cafe, restoran pilihan bukan restoran cepat saji, lebih restoran keluarga, atau peranakan
2.7.2 Target Sekunder Demografi •
Unisex (pria dan wanita)
•
Cakupan umur 25-40 tahun
•
Status ekonomi sosial menengah keatas (B – A+)
Geografi •
Daerah perkantoran sekitar Kota Tua (Gajahmada, Mangga dua, Glodok)
•
Tinggal menetap di Jakarta dalam jangka waktu yang lama
Psikografi a. Personality •
Memilih hal – hal yang cenderung seba cepat
•
Orang-orang yang mengutamakan logika
•
Menghargai waktu
•
Tidak terganggu dengan keramaian, senang bersosialisasi
•
Menyukai hal-hal yang sederhana daripada yang rumit
•
Tidak nyaman dengan aturan
•
Efisien dan efektif dalam pengeluaran uang
b. Behaviour •
Bergaya hidup praktis, instan, serba cepat
•
Penikmat lagu-lagu Fussion Jazz, Pop Jazz (Jason M’raz, ecoutez)
•
Berbicara tentang hal-hal praktis (hal-hal umum)
•
Menikmati fotografi dengan kamera poket
•
Lebih memilih softdrink dengan fastfood
•
Memperhatikan perkembangan teknologi gadget
c. Lifestyle •
Membeli buku di toko buku Gramedia
•
Memilih tempat Taman Anggrek, Senayan City, atau Megapluit
•
Menonton saluran tv seperti O’Channel atau MTV
•
Memilih mobil trendy seperti Honda Jazz atau Toyota Yaris
•
Bersantai di Starbuck Cafe, KFC, Bakmi GM, Buffet, restoran Dim Sum
2.8 SWOT 2.8.1 Strenght (kekuatan) •
Kualitas servis yang memuaskan
•
Cafe Batavia sebagai salah satu landmark di daerah wisata Kota Tua
•
Nuansa dan suasana restoran yang tertata antik dan elegan
•
Latar belakang sejarah Batavia yang melekat pada citra kafe
•
Cafe Batavia menempati bangungan tertua kedua taman Fatahillah
•
Menawarkan hiburan live performance music show
2.8.2 Weakness (kelemahan) •
Menu makanan yang mahal untuk masyarakat lokal
•
Lebih banyak menghidangkan menu-menu Eropa seperti Wine, cocktail, atau pun bistik yang asing di lidah masyarakat lokal
•
Sangat tergantung pada travel guide untuk menambah kunjungan turis
•
Tidak banyak menu dengan cita rasa lokal tersaji di Cafe Batavia
2.8.3 Opportunity (peluang) •
Satu-satunya Cafe yang terletak di daerah strategis wisata Kota Tua
•
Mendapat pengakuan internasional atas eksistensinya
•
Fanatisme pemandu wisata lokal untuk mempromosikan Cafe Batavia
•
Melihat dunia pariwisata di Indonesia sangat baik, dimana para wisatawan sangat menghargai nilai historis suatu objek wisata
•
Masih ada komunitas pecinta heritage di Jakarta
•
Masyarakat lebih bisa menerima sesuatu yang bersifat entertainment
2.8.4 Threat (ancaman) •
Akses transportasi mobil yang sulit
•
Minat wisatawan lokal yang tidak sebaik wisatawan mancanegara
•
Kesibukan Mall dan pusat perbelanjaan seperti Glodok dan Mangga dua yang menyebabkan macet di daerah Kota
•
Banyak pilihan restoran disekitar wilayah geografis Cafe Batavia yang lebih terjangkau dan dapat diterima lidah masyarakat lokal (sepanjang jalan Gajahmada, Hayam wuruk, Cideng)