3
BAB 2 DATA DAN ANALISA 2.1 Data Historis 2.1.1 Sejarah Jakarta Berita historis paling tua mengenai kota Jakarta terdapat pada Prasasti Tugu, yang berasal dari aba ke-5. Prasasti Tugu ini merupakan saksi tertua dari sejarah Jakarta. Hampir 1400 tahun lamanya prasasti ini tertanam di desa Batu Tumbuh di dekat Tugu, Jakarta Utara. Sebelum menjadi namanya yang sekarang ini, kota Jakarta telah mengalami pergantian nama sampai 13 kali dan menjadi satu-satunya kota di Indonesia yang memiliki status setingkat dengan provinsi walaupun disebut sebagai ‘kota’. Berikut ini adalah beberapa pergantian nama kota Jakarta dari awal hingga sekarang : a. Sunda Kelapa Pertama dikenal dengan nama Sunda Kelapa karena merupakan salah satu pelabuhan Kerajaan Sunda yang bertempat di Sungai Ciliwung, sementara ibukota dari Kerajaan Sunda itu sendiri adalah Dayeuh Pakuan Pajajaran yang sekarang dikenal dengan nama Bogor. Sunda Kelapa ini adalah pelabuhan terpenting karena merupakan pelabuhan terdekat daripada pelabuhan-pelabuhan lainnya yang dimiliki oleh Kerajaan Sunda. Dan nama Sunda Kelapa ini sudah ada sejak tahun 397 – 1527. b. Jayakarta Pada abad ke-16, ketika untuk pertama kalinya Bangsa Portugis dan Bangsa Eropa datang ke Jakarta, pada saat itu Raja Sunda meminta bantuan dari mereka untuk membangun benteng di Sunda Kelapa untuk menghadapi serangan dari Cirebon yang saat itu memisahkan diri. Namun sebelum pembangunan benteng tersebut selesai, pelabuhan Sunda Kelapa telah diserang oleh Cirebon yang dibantu oleh Demak. Pada hari itulah, Fatahillah mengganti nama Sunda Kelapa menjadi
4 Jayakarta yang berarti “kota kemenangan” dan sampai sekarang diperingati sebagai Hari Jadi Jakarta. Nama Jayakarta sendiri dipakai dari tahun 1527 – 1619. c. Batavia Jakarta berubah nama menjadi Batavia dari tahun 1619 – 1942, yaitu ketika masa kependudukan Belanda di Indonesia. Kemudian, pada saat itu Batavia menjadi sebuah kota yang besar dan penting. Dan ada yang mengatakan bahwa sejak saat itu, komunitas suku Betawi terbentuk. d. Jakarta Pada tahun 1942, ketika kependudukan Jepang di Indonesia, nama kota Batavia diganti dengan nama Djakarta, dengan tujuan untuk menarik simpatik dari para penduduk. Kota Jakarta sendiri ditetapkan menjadi status ibukota Negara Indonesia yaitu Daerah Khusus Ibukota sejak tahun 1961. Sejarah nama Jakarta sendiri merupakan kependekan dari Jayakarta yang berarti “kota kemenangan” dan dalam cakupan yang lebih luas dapat didefinisikan sebagai “kemenangan yang diraih oleh suatu perbuatan atau usaha”.
Jakarta memang sarat dengan sejarah kemerdekaan Indonesia. Jakarta tempo dulu merupakan tempat berlangsungnya proklamasi kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945. Namun, walaupun sudah merdeka di tahun 1945, wilayah Indonesia masih diduduki oleh Belanda sampai pada tahun 1949. Awal mula Jakarta tempo dulu adalah Batavia yang memiliki luas wilayah tidak seluas Jakarta sekarang ini. Wilayahnya berada di sekitar Menara Syahbana di Pasar Ikan sampai jalan jembatan batu. Batas wilayah kota dikelilingi oleh tembok (benteng) dan parit. Pembuatan kota Jakarta tempo dulu ini dirancang oleh Simon Steven untuk memenuhi permintaan pemerintahan VOC. Kota ini memang direncanakan sebagai ibukota perdagangan terbesar dan Belanda berniat untuk memonopolinya. Dalam misinya membangun ibukota perdagangan, JP. Coen, Gubernur Jenderal Belanda pada saat itu, memerintahkan untuk membangun sarana umum, diantaranya seperti membangun galangan kapal, rumah sakit, rumah penginapan, toko, gereja, dan sekolah.
5 Perkembangan kota Batavia semakin pesat dibawah pemerintahan Gubernur Jendral Jacques Specx. Program yang dilakukan yaitu mengubah kali-kali besar yang awalnya berkelok-kelok menjadi sebuah parit lurus yang dapat menerobos kota. Benteng-benteng yang merupakan tempat kediaman dan juga sebagai kantor pemerintahan VOC ditempatkan meriam di keempat sisinya. Tentara juga ditempatkan untuk menjaga para pejabat tinggi. (Sumber : Buku Sumber-sumber Asli Sejarah Jakarta, karya A. Heuken).
2.2 Perdagangan di (Sunda) Kalapa Sebelum Abad 16 dan Jalur Perdagangan Komoditi Lokal Jauh sebelum kedatangan bangsa Eropa pertama, Pelabuhan (Sunda) Kalapa telah menjadi pusat perdagangan internasional. Kapal-kapal dari seluruh nusantara, Cina, Jepang, India Selatan, dan Arab berdatangan ke pelabuhan untuk melakukan tukar menukar barang dagangan yang mereka bawa, seperti porselin, kopi, sutera, kain, wangi-wangian, kuda, anggur, zat warna merah “foa”, gading, mutiara, dengan komoditi sunda, seperti lada, gading, cula badak, emas, asam (tamarin), bulu merak, indigo, dan merak. Lalu lintas perdagangan pada masa Kerajaan Sunda dimulai dari pedalaman sampai pesisir utara melalui jalur darat dan kemudian dilanjutkan melalui jalur sungai. Adapun tempat bongkar muat barang dagangan, seperti di Rumpin dan Ciampea di Sungai Cisadane, Muaraberes di Sungai Ciiwung, dan Cikao di Sungai Citarum. Hasil bumi yang dibawa diangkut oleh perahu dan bambu (getek), mereka bawa ke arah pelabuhan Kerajaan Sunda di Pantai Utara, yaitu Pelabuhan (Sunda) Kalapa. Beberapa hasil bumi dan komoditi yang diperdagangkan, seperti lada, asam, cula badak, gading gajah, bulu merak, indigo, beras, daging, sayuran, buah (kelapa dan pinang), tebu, domba, dan babi. (Sumber : Museum Sejarah Jakarta)
6 2.3 Vereenigde Oost Indische Compagnie (VOC) 2.3.1 Sejarah VOC
Gambar 2.3.1.1 Logo VOC
Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) atau Perserikatan Perusahaan Hindia Timur adalah sebuah perusahaan Belanda yang memiliki monopoli untuk aktivitas perdagangan di Asia.VOC berdiri pada tanggal 20 Maret 1602. Perusahaan ini adalah perusahaan pertama yang mengeluarkan pembagian saham. Walaupun VOC hanya sebuah badan dagang, tetapi menjadi istimewa karena VOC didukung oleh Negara dan diberikan fasilitas-fasilitas sendiri yang istimewa sehingga bisa dikatakan kalau VOC itu adalah Negara di dalam Negara. VOC terdiri dari 6 bagian (Kamers) di Amsterdam, Middelburgh (untuk Zeeland), Enkhuizen, Delf, Hoorn, dan Rotterdam. Kedatangan orang Eropa melalui jalur laut dipimpin oleh Vasco Da Gama, yang pada tahun 1497-1498 berhasil berlayar dari Eropa sampai India melalui Semenanjung Harapan dari ujung selatan Afrika, sehingga mereka tidak perlu bersaing dengan pedagang-pedagang dari Timur Tengah untuk mendapatkan akses masuk ke Asia Timur yang selama ini melalui jalur darat yang sangat berbahaya.
7
Gambar 2.3.1.2 Vasco da Gama (1460-1524)
Gambar 2.3.1.3 Jalur Pelayaran Vasco da Gama
Pada akhir abad 16, Inggris dan Belanda mulai menunjukkan minatnya untuk berlayar ke wilayah Asia Tenggara, yang dilakukan oleh James Lancaster tahun 1591, Frederick dan Cornelis de Houtman di tahun 1595 kemudian tahun 1599, dan Jacob van Neck pada tahun 1598.
Gambar 2.3.1.4 Tokoh-tokoh yang memulai pelayaran ke Asia Tenggara
8 VOC memiliki hak atas nama Pemerintah Belanda, yang pada waktu itu masih berbentuk republik, untuk membuat perjanjian kenegaraan dan menyatakan perang terhadap suatu Negara. Dan VOC memiliki hak-hak istimewa yang tercantum dalam Oktrooi (Piagam/Charta) pada tanggal 20 Maret 1620, yaitu : 1. Hak monopoli untuk berdagang dan berlayar di wilayah sebelah timur Tanjung Harapan dan sebelah barat Selat Magelhaens serta menguasai perdagangan untuk kepentingan sendiri. 2. Hak kedaulatan (soevereinteit) sehingga dapat bertindak layaknya suatu negara untuk : a. Memelihara angkatan perang. b. Memaklumkan perang dan mengadakan perdamaian. c. Merebut dan menduduki daerah-daerah asing di luar Belanda. d. Memerintah daerah-daerah tersebut. e. Menetapkan/mengeluarkan mata uang sendiri. f. Memungut pajak.
VOC mendirikan kantor perwakilan di Banten pada tahun 1603 dan pada tahun 1610 Pieter Both diangkat menjadi Gubernur Jenderal VOC pertama (1610-1614). Kemudian saat Portugis menguasai Malaka, pada tahunn 1522, Gubernur Portugis Alfonso d’Albuquerque mengirimkan utusannya untuk menemui Raja Sangiang Surawisesa.
Gambar 2.3.1.5 Alfonso d’Albuquerque
9 Pada tahun 1611, VOC mendapatkan ijin untuk membangun sebuah rumah kayu dengan fondasi batu di Jayakarta yang digunakan untuk kantor dagang. Dan pada saat dibawah pimpinan Gubernur Jenderal Jan Pieterszoon Coen (1618-1623), ia mendirikan bangunan serupa Nassau Huis bernama Mauritius Huis dan membangun tembok batu tinggi serta ditempatkan beberapa meriam di depannya.
Gambar 2.3.1.6 Jan Pieterszoon Coen (1618-1623)
2.3.2 Legalisasi Perbudakan pada Masa VOC Perbudakan memang telah ada sebelum orang-orang Eropa datang ke Asia Tenggara. Dan pada masa VOC, perbudakan diresmikan dengan adanya undang-undang perbudakan pada tahun 1642, berdasarkan Bataviase Statuten (Undang-undang Batavia). Saat kekuasaan VOC pindah kepada Pemerintah India-Belanda, perdagangan budak tetap berlangsung terus menerus dan hanya terhenti pada saat Inggris menguasai IndiaBelanda selama beberapa tahun. -
Tahun 1789 : 36.942 budak di Batavia dan sekitarnya.
-
Tahun 1815 : 23.239 budak (ketika dibawah kekuasaan Inggris).
-
Tahun 1828 : 6.170 budak.
-
Tahun 1844 : 1.365 budak di Batavia. Pada tanggal 7 Mei 1859, dibentuklah undang-undang untuk
menghapus budak. Undang-undang tersebut baru diberlakukan pada tanggal 1 Januari 1860.
10 2.3.3 Keruntuhan VOC Pada tahun 1780-an, terjadi peningkatan biaya dan menurunnya hasil penjualan yang menyebabkan kerugian pada perusahaan dagang. Hal ini bisa terjadi karena adanya korupsi, kolusi, dan nepotisme yang dilakukan oleh para pegawai VOC di Asia Tenggara, mulai dari pejabat rendah hingga pejabat tinggi, termasuk para presiden. Kontrak VOC yang harusnya jatuh tempo pada 31 Desember 1979, akhirnya tidak diperpanjang lagi dan VOC secara resmi dibubarkan pada tahun 1799. Setelah VOC bubar, daerah-daerah kekuasaan VOC diambil alih oleh Pemerintah Belanda, termasuk hutang VOC sebesar 134 juta guden. Dan sejak saat itu pula, politik colonial resmi ditangani sendiri oleh Pemerintah Belanda. Kemudian, Gubernur Jenderal VOC yang terakhir, Pieter Gerardus van Overstraten (1797-1799) diangkat menjadi Gubernur Jenderal Pemerintah Hindia-Belanda yang pertama (1800-1801).
Gambar 2.3.3.1 Pieter Gerardus van Overstraten (1797-1799)
(Sumber : Buku Sejarah Kelas IV)
2.4 Data Beberapa Tempat dan Gedung Tua yang Menyimpan Sejarah Jakarta 2.4.1 Museum Sejarah Jakarta Museum ini pada mulanya digunakan sebagai gedung balaikota (Stadhuis) dan merupakan balaikota kedua yang dibangun pada masa pemerintahan VOC di Batavia. Museum ini memiliki perjalanan sejarah
11 yang cukup panjang. Pada tahun 1919, dalam rangka 300 tahun berdirinya kota Batavia, warga kota Batavia khususnya Belanda mulai tertarik dengan sejarah kota Batavia. Maka pada tahun 1930, didirikan sebuah yayasan yang bernama Old Batavia (Batavia Lama) yang bertujuan untuk mengumpulkan segala hal tentang sejarah kota Batavia. Dan pada tahun 1936, Museum Old Batavia diresmikan oleh Gubernur Jendral Tjarda van Starkenborgh Stachouer (1936-1942), kemudian museum ini dibuka untuk umum pada tahun 1939.
Gambar 2.4.1.1 Museum Sejarah Jakarta (1900-1940)
2.4.2 Pelabuhan Sunda Kepala Pelabuhan Sunda Kelapa merupakan pelabuhan bersejarah di Indonesia. Pelabuhan Sunda Kelapa ini sempat meraih kejayaan pada masa Fatahillah. Tidak jauh dari pelabuhan ini, terdapat Museum Bahari yang menampilkan dunia kemaritiman Indonesia masa silam serta peninggalan sejarah colonial Belanda masa lalu. Disebelah selatan pelabuhan ini juga terdapat galangan kapal VOC dan gedung-gedung VOC yang telah direnovasi.
Gambar 2.4.2.1 Pelabuhan Sunda Kelapa, Batavia
12 2.4.3 Monumen Nasional Untuk mengenang dan melestarikan perjuangan bangsa Indonesia yang dikenal dengan revolusi kemerdekaan rakyat Indonesia serta untuk membangkitkan inspirasi dan semangat patriotisme bagi generasi sekarang dan akan datang, maka dibangunlah sebuah tugu peringatan yang dikenal dengan nama Monumen Nasional (Monas). Pembangunan Monas ini baru terwujud ketika Republik Indonesia genap berusia 2 windu atas dasar gagasan Presiden Republik Indonesia pertama, Ir. Soekarno, dan pemancangan tiang pertama sebagai awal pembangunan tugu monument nasional dilaksanakan pada tanggal 17 Agustus 1961.
Gambar 2.4.3.1 Monumen Nasional
2.4.4 Museum Mandiri Bangunan museum pada awalnya merupakan kantor Nederlandsch Handei-Maatschappij (NHM) atau Netherlands Trading Corporation alias maskapai dagang Belanda. Kantor pusat NHM berada di Amsterdam sedangkan di Jakarta adalah kantor cabangnya. NHM Batavia dikenal dengan sebutan Factorij (Factory dalam bahasa inggris) yang berarti agen dagang di Negara asing. Setelah Indonesia merdeka, NHM dinasionaliskan (1960), kemudian berkembang menjadi Bank Exim dengan kantor pusat di Factorij. Bank Exim bergabung ke dalam Museum Mandiri (1999) dan sejak tahun 2005 Gedung Factorij difungsikan sebagai Museum Mandiri.
13
Gambar 2.4.4.1 Museum Bank Mandiri
2.4.5 Museum Perumusan Naskah Proklamasi Gedung ini didirikan pada tahun 1920 dengan arsitektur Eropa (art deco). Selama pendudukan Jepang, gedung ini menjadi tempat kediaman Laksamana Muda Tadashi Maeda, kepala kantor penguhubung angkatan laut dan darat. Setelah Indonesia merdeka, tempat ini masih menjadi tempat kediaman Laksamana Muda Tadashi Maeda sampai Sekutu datang ke Indonesia, September 1945. Gedung ini menjadi tempat yang sangat penting bagi Jakarta, terutama Indonesia, karena pada tanggal 16-17 Agustus 1945 terjadi peristiwa sejarah, yaitu perumusan naskah proklamasi bangsa Indonesia. Oleh karena itu pada tahun 1984, menteri pendidikan
dan
kebudayaan,
Prof.
Nugroho
Notosusanto,
menginstruksikan kepada direktorat permuseuman agar merealisasikan gedung bersejarah ini menjadi Museum Perumusan Naskah Proklamasi.
Gambar 2.4.5.1 Museum Perumusan Naskah Proklamasi
(Sumber : www.museumindonesia.com “Museum di Indonesia” - Jumat, 22 Februari 2013 – 12.00).
14 2.5 Data Umum 2.5.1 Animasi Sejarah animasi dimulai pada awal abad 19. Animasi merupakan sebuah film yang berupa pengolahan gambar tangan sehingga menjadi gambar yang bergerak. Contoh animasi yang tertua adalah wayang kulit, karena wayang memenuhi semua elemen animasi, seperti layar, gambar bergerak, dialog, dan ilustrasi musik. Kemudian, setelah teknologi komputer berkembang, mulai bermunculan animasi yang dibuat dengan teknologi komputer. Animasi komputer adalah seni yang menghasilkan gambar bergerak oleh pengguna komputer dan merupakan sebagian bidang komputer grafik dan animasi. Animasi semakin banyak dihasilkan melalui grafik komputer 3D, walaupun masih ada banyak grafik komputer 2D. Untuk menghasilkan gambar pergerakan, image dipaparkan pada screen komputer dan diganti dengan image baru yang selaras gambar sebelumnya dengan pantas. Teknik ini serupa dengan bagaimana gambar bergerak dihasilkan melalui televisi dan film. Animasi komputer 3D pada dasarnya merupakan pengganti digit bagi seni animasi gerak (stop motion); patung animasi dibina pada screen komputer dan dipasang dengan rangka cyber. Kemudian anggota badan, mata, mulut, pakaian, dan lain-lain bagi patung 3D digerakkan oleh juru animasi. Jenis animasi yang banyak dikenal adalah animasi 2D dan 3D. Perbedaan dari animasi 2D dan 3D adalah dilihat dari sudut pandangnya. Animasi 2D menggunakan koordinat x dan y, sedangkan animasi 3D menggunakan koordinat x, y dan z yang memungkinkan kita dapat melihat sudut pandang objek secara lebih nyata. (Sumber : Buku “The Animator’s Survival Kid”, karya Richard William).
2.5.1.1 Animasi Dua Dimensi (2D) Animasi 2D merupakan animasi yang paling sering kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari, yang disebut dengan film kartun. Kartun itu sendiri berasal dari kata Cartoon yang berarti gambar yang lucu dan terbukti memang film kartun itu film yang lucu. Contoh dari film kartun 2D misalnya Scooby Doo, Doraemon,
15 Looney Tunes, Brother Bear, Tom and Jerry, Mulan, Lion King, dan masih banyak lagi. Walaupun kebanyakan film kartun 2D tersebut adalah film Disney, tetapi Walt Disney bukanlah sebagai bapak kartun animasi. Salah satu pencipta kartun animasi yang tak ketinggalan adalah Otto Messmer, yang menciptakan film kartun animasi Felix The Cat, si kucing hitam, pada tahun 1919. Namun sangat disayangkan karena distribusi yang kurang baik sehingga membuat kita sukar untuk menemukan film-film karya Beliau. Lain halnya dengan film ciptaan Walt Disney yang masih ada sampai sekarang, seperti Snow White and The Seven Dwarfs (1937) dan Pinocchio (1940).
2.5.1.2 Animasi Tiga Dimensi (3D) Animasi 3D adalah pengembangan dari animasi 2D. Seiring dengan berkembangnya teknologi dan komputer ini, maka teknik membuat animasi 3D pun menjadi semakin maju secara pesat. Dengan animasi 3D, karakter yang diperlihatkan semakin hidup dan nyata, hampir menyerupai wujud manusia aslinya. Setelah keluarnya film animasi 3D “Toy Story” ciptaan Disney (Pixar Studio), maka mulai berlombalah studio-studio film animasi di dunia untuk memproduksi film sejenis itu, yang kemudian muncullah Bug’s Life, Antz, Dinosaurs, Toy Story 2, Monster Inc., Finding Nemo, The Incredible, Valian, Cars, dan lain-lain. Filmfilm itu biasa disebut dengan animasi 3D atau CGI (Computer Generated Imagery).
Tokoh yang dianggap berjasa besar dalam mengembangkan film animasi adalah Walt Disney. Walt Disney banyak menghasilkan karya yang fenomenal, seperti Mickey Mouse, Donald Duck, Pinocchio, Snow White, dan lain-lain. Film Mickey Mouse merupakan film animasi bersuara yang dibuat oleh Beliau dan diputar perdana di Steamboat Willie di Colony Theater, New York, pada tanggal 18 November 1928. Walt Disney juga menciptakan film animasi berwarna yang pertama
16 dengan judul “Flower and Trees” yang diproduksi oleh Silly Symphonies pada tahun 1932. Film animasi merambah pula ke negara-negara Asia. Jepang misalnya juga telah mengambangkan film animasi sejak tahun 1913 di mana pada waktu itu dilakukan First Experiments in Animation oleh Shimokawa Bokoten, Koichi Junichi, dan Kitayama Seitaro pada tahun 1913. Selanjutnya, animasi di Jepang mengikuti pula perkembangan animasi di Amerika Serikat seperti dalam hal penambahan suara dan warna. Dalam perkembangan selanjutnya, kedua negara ini banyak bersaing dalam pembuatan animasi. Amerika dikenal dengan animasinya yang menggunakan teknologi yang canggih dan kadang simpel. Sedangkan animasi Jepang mempunyai jalan cerita yang menarik.
2.5.2 Film Dokumenter Film dokumenter tidak seperti halnya film fiksi (cerita) merupakan sebuah rekaman peristiwa yang diambil dari kejadian yang nyata atau sungguh-sungguh terjadi. Definisi “dokumenter” sendiri selalu berubah sejalan dengan perkembangan film dokumenter dari masa ke masa. Sejak awalnya film dokumenter hanya mengacu pada produksi yang
menggunakan
format
film
(seluloid)
namun
selanjutnya
berkembang hingga saat ini film dokumenter menggunakan format video (digital). Berikut adalah ulasan singkat mengenai perkembangan sejarah film dokumenter dari masa ke masa : a. Film Era Bisu Sejak awal ditemukannya sinema, para pembuat film di Amerika dan Perancis telah mencoba mendokumentasikan apa saja yang ada di sekeliling mereka dengan alat hasil temuan mereka. Seperti Lumiere Bersaudara, mereka merekam peristiwa sehari-hari yang terjadi di sekitar mereka. Bentuknya masih sangat sederhana (hanya satu shot) dan durasinya pun hanya beberapa detik saja. Filmfilm ini lebih sering diistilahkan “actuality films”. Beberapa dekade kemudian, sejalan dengan penyempurnaan teknologi kamera berkembang menjadi film dokumentasi perjalanan atau ekspedisi,
17 seperti South (1919) yang mengisahkan kegagalan sebuah ekspedisi ke Antartika. Tonggak awal munculnya film dokumenter secara resmi yang banyak diakui oleh sejarawan adalah film Nanook of the North (1922) karya Robert Flaherty. Filmnya menggambarkan kehidupan seorang Eskimo bernama Nanook di wilayah Kutub Utara. Flaherty menghabiskan waktu hingga enam belas bulan lamanya untuk merekam aktifitas keseharian Nanook beserta istri dan putranya, seperti berburu, makan, tidur, dan sebagainya. Sukses komersil Nanook membawa Flaherty melakukan ekspedisi ke wilayah Samoa untuk memproduksi film dokumenter sejenis berjudul Moana (1926). Walau tidak sesukses Nanook namun melalui film inilah pertama kalinya dikenal istilah “documentary”, melalui ulasan John Grierson di surat kabar New York Sun. Oleh karena peran pentingnya bagi awal perkembangan film dokumenter, para sejarawan sering kali menobatkan Flaherty sebagai “Bapak Film Dokumenter”.
Gambar 2.5.2.1 Film Nanook of The North
b. Era Menjelang dan Masa Perang Dunia Film dokumenter berkembang semakin kompleks di era 30-an. Munculnya teknologi suara juga semakin memantapkan bentuk film dokumenter dengan teknik narasi dan iringan ilustrasi musik.
18 Pemerintah, institusi, serta perusahaan besar mulai mendukung produksi film-film dokumenter untuk kepentingan yang beragam. Salah satu film yang paling berpengaruh adalah Triump of the Will (1934) karya sineas wanita Leni Riefenstahl, yang digunakan sebagai alat propaganda Nazi. Untuk kepentingan yang sama, Riefenstahl juga memproduksi film dokumenter penting lainnya, yakni Olympia (1936) yang berisi dokumentasi even Olimpiade di Berlin. Melalui teknik editing dan kamera yang brilyan, atlit-atlit Jerman sebagai simbol bangsa Aria diperlihatkan lebih superior ketimbang atlit-atlit negara lain.
Gambar 2.5.2.2 Film Olympia (1936)
Di Amerika, era depresi besar memicu pemerintah mendukung para sineas dokumenter untuk memberikan informasi seputar latarbelakang penyebab depresi. Salah satu sineas yang menonjol adalah Pare Lorentz. Ia mengawali dengan The Plow that Broke the Plains (1936), dan sukses film ini membuat Lorentz kembali dipercaya memproduksi film dokumenter berpengaruh lainnya, The River (1937). Kesuksesan film-film tersebut membuat pemerintah Amerika serta berbagai institusi makin serius mendukung proyek film-film dokumenter. Dukungan ini kelak semakin intensif pada dekade mendatang setelah perang dunia berkecamuk.
19
Gambar 2.5.2.3 Film Why We Fight (1942-1945)
Perang Dunia Kedua mengubah status film dokumenter ke tingkat yang lebih tinggi. Pemerintah Amerika bahkan meminta bantuan industri film Hollywood untuk memproduksi film-film (propaganda) yang mendukung perang. Film-film dokumenter menjadi semakin populer di masyarakat. Sebelum televisi muncul, publik dapat menyaksikan kejadian dan peristiwa di medan perang melalui film dokumenter serta cuplikan berita pendek yang diputar secara reguler di teater-teater. Beberapa sineas papan atas Hollywood, seperti Frank Capra, John Ford, William Wyler, dan John Huston diminta oleh pihak militer untuk memproduksi filmfilm dokumenter Perang. Capra misalnya, memproduksi tujuh seri film dokumenter panjang bertajuk, Why We Fight (1942-1945) yang dianggap sebagai seri film dokumenter propaganda terbaik yang pernah ada. Capra bahkan bekerja sama dengan studio Disney untuk membuat beberapa sekuen animasinya. Sementara John Ford melalui The Battle of Midway (1942) dan William Wyler melalui Memphis Belle (1944) keduanya juga sukses meraih piala Oscar untuk film dokumenter terbaik.
c. Era Pasca Perang Dunia Pada era setelah pasca Perang Dunia Kedua, perkembangan film dokumenter mengalami perubahan yang cukup signifikan. Film dokumenter makin jarang diputar di teater-teater dan pihak studio
20 pun mulai menghentikan produksinya. Semakin populernya televisi menjadikan pasar baru bagi film dokumenter. Para sineas dokumenter senior, seperti Flaherty, Vertov, serta Grierson sudah tidak lagi produktif seperti pada masanya dulu. Sineas-sineas baru mulai bermunculan dan didukung oleh kondisi dunia yang kini aman dan damai makin memudahkan film-film mereka dikenal dunia internasional.
Satu
tendensi
yang
terlihat
adalah
film-film
dokumenter makin personal dan dengan teknologi kamera yang semakin canggih membantu mereka melakukan berbagai inovasi teknik. Tema dokumenter pun makin meluas dan lebih khusus, seperti observasi sosial, ekspedisi dan eksplorasi, liputan even penting, etnografi, seni dan budaya, dan lain sebagainya.
d. Direct Cinema Pada akhir 50-an hingga pertengahan 60-an perkembangan film dokumenter mengalami perubahan besar. Dalam produksinya, sineas mulai menggunakan kamera yang lebih ringan dan mobil, jumlah kru yang sedikit, serta penolakan terhadap konsep naskah dan struktur tradisional. Mereka lebih spontan dalam merekam gambar (tanpa diatur), minim penggunaan narasi dengan membiarkan obyeknya berbicara untuk mereka sendiri (interview). Pendekatan ini dikenal
dengan
banyak
istilah,
seperti
“candid”
cinema,
“uncontrolled” cinema, hingga cinéma vérité (di Perancis), namun secara umum dikenal dengan istilah Direct Cinema. Beberapa faktor yang mempengaruhi munculnya tren ini, yakni gerakan Neorealisme Italia yang menyajikan keseharian yang realistik, inovasi teknologi kamera 16mm yang lebih kecil dan ringan, inovasi perekam suara portable, serta pengisi acara televisi yang popularitasnya semakin tinggi. Pendekatan Direct Cinema terutama banyak digunakan sineas asal Amerika, Kanada, dan Perancis.
21
Gambar 2.5.2.4 Film Primary (1960)
Sejak pertengahan 60-an, pengembangan teknologi kamera 16mm dan 35 mm yang semakin canggih serta ringan makin menambah fleksibilitas para pengusung Direct Cinema. Sejak awal 60-an, hampir semua sineas dokumenter telah menggunakan teknik kamera handheld untuk merekam segala peristiwa. Direct Cinema juga berpengaruh pada perkembangan film fiksi secara estetik melalui gerakan new wave, seperti di Perancis. Para sineas new wave seringkali menggunakan kamera handheld, pencahayaan yang tersedia, kru yang minim, serta shot on location. Bahkan film-film (fiksi) mainstream pun seringkali mengadopsi teknik Direct Cinema untuk menambah unsur realisme sebuah adegan. Pendekatan Direct Cinema secara umum berpengaruh perkembangan seni film di dunia terutama pada era 60-an dan 70-an.
e. Warisan Direct Cinema dan Perkembangannya Hingga Kini Dalam perkembangannya, Direct Cinema terbukti sebagai kekuatan yang berpengaruh sepanjang sejarah film dokumenter. Berbagai
pengembangan
serta
inovasi
teknik
serta
tema
bermunculan dengan motif yang makin bervariasi. Salah satu bentuk variasi
dari
Direct
“rockumentaries”
Cinema
yang
(dokumentasi musik
paling rock).
populer
adalah
Rockumentaries
memiliki bentuk serta jenis yang beragam. Let it Be (1970)
22 memperlihatkan grup musik legendaris The Beatles yang tengah mempersiapkan album mereka. Woodstock: Three Days of Peace & Music (1970) garapan Michael Wadleigh merupakan dokumentasi dari festival musik tiga hari di sebuah lahan pertanian yang menampilkan beberapa musisi rock papan atas. Woodstock sering dianggap sebagai film dokumenter musik terbaik sepanjang masa dan menjadi dasar berpijak bagi film-film dokumentasi sejenis berikutnya. Pada dekade mendatang, This is Spinal Tap (1984) merupakan sebuah parodi rockumentary yang terbukti paling sukses komersil pada masanya. Tradisi
Direct
Cinema
juga
tampak
pada
film-film
kontroversial karya Fredrick Wiseman. Film-filmnya banyak bersinggungan dengan kontrol sosial, berkait erat dengan birokrasi dan bagaimana masyarakat dibuat frustasi olehnya. Dalam film debutnya, High School (1968) memperlihatkan bagaimana para siswa berontak melawan birokrasi di sekolah mereka. Maysles Bersaudara
memproduksi
film
“Direct
Cinema”
Amerika
berpengaruh, Salesman (1966) yang menggambarkan seorang salesman yang gagal. Sejak era 70-an, format film dokumenter mulai berubah melalui kombinasi pendekatan Direct Cinema, kompilasi footage, narasi, serta iringan musik. Salah satu sineas yang mempelopori format kombinasi ini adalah Emile De Antonio melalui film anti perangnya, Vietnam: In the Year’s of the Pig (1969). Dalam perkembangannya format ini mendominasi gaya film dokumenter selama beberapa dekade ke depan. Munculnya format digital juga semakin
memudahkan
siapa
pun
untuk memproduksi film
dokumenter. Kritik sosial dan politik, lingkungan hidup, serta keberpihakan kaum minoritas masih menjadi menu utama tema film dokumenter beberapa dekade ke depan. (Sumber
:
http://montase.blogspot.com/2008/05/sejarah-film-
dokumenter.html - Jumat, 22 Februari 2013 – 11.15).
23 2.5.3 Sejarah Menurut buku “Sumber-sumber Sejarah Jakarta” karya Adolf Heuken SJ, sejarah merupakan suatu peristiwa atau kejadian yang terjadi pada masa lampau. Bersejarah atau historical dapat diartikan sebagai suatu kejadian yang luar biasa dan jarang terjadi dalam sejarah sehingga menonjol, atau suatu peristiwa yang berakibat besar di kemudian hari, atau hal yang nyata karena benar-benar dalam masa yang silam. Asal usul dan arti asli dari ‘sejarah’ yang dalam bahasa inggris ‘history’ berasal dari bahasa Yunani yang berarti ‘penyelidikan, pengetahuan, berita tentang sesuatu, cerita tentang kejadian’. Sumber sejarah bisa beraneka ragam, misalnya benda-benda prasejarah, peninggalan-peninggalan jaman dahulu seperti mata uang, peta, catatan pajak atau akte notaris, notulen rapat, laporan, surat-surat, dan lain-lain. Mencari dan mengerti sumber sejarah tidaklah selalu mudah. Huruf asing atau yang tidak lazim lagi, tulisan tangan jelek, huruf yang sudah rusak mempersulit membaca sumber-sumber sejarah yang bersangkutan. Kebenaran sejarah tentang kejadian masa lalu dan persepsi yang tepat tidak tergantung dari pandangan umum dalam masyarakat, keputusan pemerintah, resminya suatu buku sejarah, lamanya suatu tafsiran sudah berlaku, atau dari seorang ‘penanggungjawab sejarah’. Pengetahuan kita tentang masa lalu bergantung pada sumber-sumber dan yang paling utama adalah kejujuran serta pengetahuan penulisnya dan pemilahan sumber-sumber itu oleh sejarahwan. (Sumber : Buku Sumber-sumber Asli Sejarah Jakarta, karya A. Heuken).
2.6 Data Pembanding Saat ini mulai bermunculan film-film dokumenter yang berupa animasi, baik secara 2D maupun 3D. Penulis menemukan beberapa film dokumenter yang diantaranya penggunaan animasi 2D dengan judul “H2oil Animated Sequence” dan animasi 2D digabungkan dengan 3D yang berjudul “Ericsson CES 2012 Keynote Film - Onesize Motion Direction Design”.
24
Gambar 2.6.1 H2oil Animated Sequence
Gambar 2.6.2 Ericsson CES 2012 Keynote Film - Onesize Motion Direction Design
2.7 Target 2.7.1 Geografis Umur
: 10 tahun ke atas.
Jenis kelamin
: Laki-laki dan perempuan.
Status sosial
: Bawah, Menengah ke atas.
2.7.2 Psikografis Jenis kelamin
: Laki-laki dan perempuan.
Hobi
: Membaca, menonton TV, jalan-jalan.
2.7.3 Demografis Wilayah
: Indonesia, khususnya Jakarta.
25 2.8 Analisa SWOT 2.8.1 Strength -
Membantu melestarikan budaya dan sejarah Indonesia.
-
Animasi saat ini mulai diminati oleh masyarakat sehingga penyajian informasi mengenai sejarah Jakarta ini dalam media animasi dapat menjadi sebuah daya tarik tersendiri di mata masyarakat, terutama generasi muda.
-
Melalui media animasi ini, pesan dan informasi dapat dengan mudah diterima dan dimengerti oleh masyarakat.
-
Masih jarang terdapat sebuah film dokumenter animasi yang menceritakan tentang sejarah Jakarta.
2.8.2 Weakness -
Kurangnya minat dari generasi muda untuk menonton film tentang sejarah dikarenakan banyaknya film-film yang lebih menarik untuk ditonton, seperti sinetron dan film dari luar negeri.
-
Minat generasi muda untuk mengetahui tentang sejarah hanya berdasarkan pengetahuan yang didapat di sekolah saja.
-
Keterbatasan waktu penyajian yang sempit sehingga informasi tidak dapat disampaikan secara lengkap.
2.8.3 Opportunity -
Animasi di Indonesia masih dalam tahap berkembang sehingga ada peluang besar untuk berhasil menyita perhatian masyarakat, yang terutama generasi muda.
-
Penyajian film dokumenter dengan media animasi gabungan antara animasi 2D dan 3D masih dibilang cukup sedikit.
2.8.4 Threat -
Pengetahuan yang diberikan tidak dapat terlalu kompleks.
-
Masih kalahnya persaingan dengan animasi luar negeri yang cenderung lebih menyita perhatian masyarakat karena kualitasnya yang lebih baik.