BAB 2
Data dan Analisa
2.1 Data mengenai proyek
Sejarah 33 tahun silam, 3 Juni 1971, di Gedung Balai Budaya Jakarta tampak penuh dengan pengunjung. Tepat sebulan sebelum pemilu 1971 saat itu. Selang beberapa menit kemudian ruangan hening ketika Arief Budiman yang didampingi aktivis mahasiswa dan pemuda lainnya dengan lantang memproklamirkan sebuah gerakan moral sebagai sebuah tindakan protes mereka terhadap sistem yang ada saat itu. Gerakan moral itu mereka namakan dengan “Golongan Putih (Golput)”. Meski setelah itu 34 eksponen Golput ditahan penguasa, tapi wacana ini sudah menjadi isu yang terus dan terus bergulir hingga sekarang. Dan, menjelang hajatan akbar pemilu 2004 pun, isu ini tetap panas untuk dibicarakan. Kejadian puluhan tahun silam dipandang oleh banyak pengamat sebagai cikal bakal lahirnya gerakan golput yang intelektual. Hal ini didasarkan karena pada tahun 1955 pun Golput sudah muncul dalam ajang pemilu pertama negara ini saat itu, akan tetapi (konon) saat itu Golput lebih diartikan sebagai ketidaktahuan masyarakat tentang pemilu. Maka banyak diantara mereka yang tidak menggunakan hak politisnya saat itu. Dan, dari situlah istilah Golput muncul. 4
Golput intelektual bukanlah sebuah gerakan ecek-ecek seperti itu. Dan ini sebenarnya tidak bisa kita ukur, karena dalam sistem pemilu kita setiap suara yang tidak sah adalah Golput, termasuk yang ditusuk dengan puntung rokok sekalipun. Biasanya ciri gerakan ini adalah mereka sama sekali tidak mencoblos gambar partai manapun atau memang sama sekali tidak menggunakan hak pilihnya (tidak datang sama sekali ke TPS). Arief budiman Cs telah membangkitkan gerakan ini, dan usungan mereka adalah Golput yang didasarkan pada suatu analisa bahwa sistem yang ada hanyalah sistem untuk menopang kekuasaan yang ada, sistem yang sengaja dikloning oleh penguasa untuk melanggengkan tirani mereka. Bahkan pernah diusulkan agar Golput disertakan sebagai perserta pemilu dengan lambang putih..
Berdasar Pooling yg dilakukan oleh forum Kaskus, banyak orang golput dikarenakan gw ngak tahu visi-visi dan siapa tuh para partai
804
22.44%
gw cape kagak ada perubahan
1,745
48.70%
gw males bangun pagi, negara adalah urusan negara
67
1.87%
gw ngangep yang calonin diri ngak pantes
677
18.89%
yah gw ngak niat aja
290
8.09%
5
Pilkada di berbagai tempat menunjukkan angka golput yang tinggi. Pada Pilkada Jawa Tengah, angka golput mencapai lebih dari 40%. Golput di Pilkada Jatim pada Rabu 23 Juli secara keseluruhan sebesar 39.2%, padahal tidak ada pasangan yang meraih lebih dari 30%, paling tinggi 25.51%. Ini berarti pemenang pilkada Jatim adalah Golput.
Menyikapi angka golput yang tinggi ini berbagai pimpinan partai dan pejabat pemerintah memberikan komentar. Ketua MPR Hidayat Nurwahid; “Golput akan menjadi sangat kontraproduktif. Sebab pemilu menghadirkan anggaran dan sumber daya yang sangat besar (detik.com, 24 Juli 2008). Megawati mengatakan; “Orang golput tidak boleh menjadi WNI.” Ketua KPU Abdul Hafiz juga pernah mengatakan : “golput tidak pernah melahirkan pemimpin yang baik” (detik.com, 17 Juli 2008).
6
Komentar yang Cerdas adalah “seharusnya para elit politik, pemimpin partai dan pejabat mawas diri bahwa ternyata kepercayaan masyarakat kepada mereka semakin menurun”. Rendahnya partisipasi politik ini bisa dimengerti. Masyarakat tampaknya kecewa terhadap partai politik dan aktivitas politik lainnya. Menurut Saiful Mujani, Direktur Eksekutif Lembaga Survey Indonesia, Kondisi ini terjadi karena hasil pemilu dan kegiatan politik lainnya dirasakan semakin jauh dari ekspektasi publik. (Kompas; 17/6/2008). Wajar pula dalam kondisi politik Indonesia membuat banyak pihak mempertanyakan kelayakan sistem demokrasi. Apakah memang sistem yang baik bagi mereka? Kenapa sistem ini tidak mensejahterakan mereka? Klaim demokrasi, suara rakyat adalah suara Tuhan, sepertinya hanya mimpi. Tadinya rakyat berharap banyak dengan dipilihnya presiden secara langsung, kepala negara terpilih akan lebih memihak kepada rakyat. Kenyataannya malah sebaliknya. Kebijakan pemerintah justru lebih pro kepada kelompok bisnis, perusahaan asing, dibanding untuk kepentingan rakyat. Kenaikan BBM lebih dari 100 % tahun 2005 yang kemudian dinaikkan lagi sekitar 28,7 % tahun ini mencerminkan hal ini. Padahal sudah jelas, kenaikan BBM ini menyebabkan penderitaan masyarakat semakin berat. Mahalnya biaya pendidikan dan kesehatan yang tidak bisa dilepaskan dari kebijakan privatisasi pemerintah, semakin membuat rakyat kecewa.
7
Ironisnya, pemerintah lebih memilih tunduk kepada Asing daripada berpihak pada rakyat. Usulan mengambil alih perusahan tambang emas, minyak, batu baru dari swasta dan perusahan asing justru ditolak. Padahal, kalaulah kekayaan alam milik rakyat ini dikelola secara baik oleh pemerintah akan menjadi sumber pendapatan negara yang luar biasa banyak. Katanya butuh dana, tapi blok Cepu yang kaya malah dijual kepada asing..
Usulan untuk menunda pembayaran utang juga ditolak, tanpa alasan yang jelas. Sepertinya pemerintah lebih mementingkan menjaga ‘image‘ sebagai ‘goodboy‘ di depan negara–negara donor kapitalis. Dibanding, menjadi penguasa yang baik untuk rakyatnya.
Mungkin juga disebabkan terlalu banyaknya partai politik yang mengikuti pemilu yang jumlahnya mencapai 34 buah.
8
34 Partai Peserta Pemilu
1. Partai Hanura 2. Partai Karya Peduli Bangsa (PKPB) 3. Partai Pengusaha dan Pekerja Indonesia 4. Partai Peduli Rakyat Nasional 5. Partai Gerindra 6. Partai Barisan Nasional 7. Partai Keadian dan Persatuan Indonesia 8. Partai Keadilan Sejahtera (PKS) 9. Partai Amanat Nasional (PAN) 10. Partai Indonesia Baru 11. Partai Kedaulatan 12. Partai Persatuan Daerah 13. Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) 14. Partai Pemuda Indonesia 15. PNI Marhaenis 16. Partai Demokrasi Pembaruan (PDP) 17. Partai Karya Perjuangan 18. Partai Matahari Bangsa 19. Partai Penegak Demokrasi Indonesia
9
20. Partai Persatuan Demokrasi Kebangsaan (PPDK) 21. Partai Republik Nusantara 22. Partai Pelopor 23. Partai Golkar 24. Partai Persatuan Pembangunan (PPP) 25. Partai Damai Sejahtera 26. Partai Nasional Banteng Kerakyatan Indonesia 27. Partai Bulan Bintang (PBB) 28. PDIP 29. Partai Bintang Reformasi 30. Partai Patriot 31. Partai Demokrat 32. Partai Kasih Demokrasi Indonesia 33. Partai Indonesia Sejahtera 34. PKNU
10
Beberapa Tentang Fatwa MUI Berkaitan dengan hadirnya pilkada atau pemilihan-pemilihan lainnya, Ulama’ pun tidak mau ketinggalan dalam mendukung masing-masing calon. Dan kemudian membuat fatwa, bahwa tidak memilih itu haram. Tujuannya tentu sederhana saja, agar jagonya menang, dan kalau menang dia akan mendapatkan banyak fasilitas.
Sebelum Jatim menggelar Pilkada, MUI Madura Haramkan Golput sebagaimana diberitakan oleh Tempo Interaktif (Senin, 14 Jul 2008) “Mulai hari Senin ini (14/7) Majelis Ulama Indonesia se Madura berkampanye agar masyarakat tidak golput karena golput adalah perbuatan haram. “Kami serukan agar warga tidak golput dan masyarakat menggunakan hak pilihnya,” kata KH Mahfudz Hadi, koordintor MUI wilayah Madura kepada TEMPO, Senin (14/7). Keputusan bahwa golput haram, kata Mahfudz, dibahas dalam rapat koordinasi di kantor MUI Sumenep Minggu lalu. Dalam rapat ini, pengurus MUI se pulau Madura mengeluarkan
fatwa bahwa golput hukumnya haram, baik dalam pemilihan
gubernur, legislatif maupun pemilihan presiden. Alasannya, dalam Islam memilih pemimpin itu wajib. “Jadi kalau memilih pemimpin wajib, kalau golput (tidak memilih) hukumnya haram,” tegasnya.
11
Bagi saudara2ku yg mempunyai hak pilih, GUNAKANLAH HAK PILIH ANDA..!! Janganlah menjadi golput. Karena sesungguhnya kelak, di hari akhirat, anda akan ditanyai mengenai hak yg anda miliki, apakah digunakan untuk memilih pemimpin ataukah malah menyia-nyiakannya?
Dana kampanye partai2 Pemilu 2009
Partai Gerindra menjadi partai 'terkaya' versi KPU berdasarkan jumlah saldo awal rekening kampanye yang dilaporkan. Sedangkan PNI Marhaenisme menjadi partai 'termiskin' dengan jumlah saldo hanya ratusan ribu rupiah saja. Berdasarkan hasil rekapitulasi laporan dana kampanye partai yang telah diterima oleh KPU, saldo rekening kampanye Gerindra berada di urutan pertama dengan jumlah Rp 15,695 miliar. Dana itu disimpan partai yang disokong Prabowo itu di di salah satu bank swasta di bilangan Jakarta Pusat. Sementara Partai Demokrat menyusul di posisi kedua dengan jumlah dana kampanye sebesar Rp 7,027 miliar. Berikutnya ada PKS dengan laporan dana sebesar Rp 5,2 miliar. Sementara partai yang memiliki dana kampanye terkecil adalah PNI Marhaenisme pimpinan Sukmawati Soekarnoputri dengan saldo awal hanya Rp 670 ribu.
12
Berikut daftar saldo rekening sebagian partai politik peserta Pemilu 2009 yang dirilis KPU, Senin (9/3): Tertinggi: 1. Partai Gerindra
Rp 15,695 miliar
2. Partai Demokrat
Rp 7,027 miliar
3. PKS
Rp 5,200 miliar
4. Partai Hanura
Rp 5,002 miliar
5. PKB
Rp 1,329 miliar
6. PDIP
Rp 1,001 miliar
7. Partai Patriot
Rp 1 miliar
Terendah: 1. PNI Marhaenisme Rp 670 ribu 2. Pakar Pangan
Rp 1 juta
3. PDP
Rp 1,89 juta.
13
Partai Terburuk menurut Survey online dari Forum Kaskus PDIP
346
58.25%
GOLKAR
28
4.71%
PKB
28
4.71%
DEMOKRAT
33
5.56%
PKS
114
19.19%
PPP
8
1.35%
PAN
7
1.18%
Lainnya
30
5.05%
Benarkah Golput solusi ?
Ini tulisan dari suatu web yang penulisnya annonymus :
Sebal sama semua partai yang ada? Memang betul, tidak ada partai yang betul-betul baik punya.
Lantas apa? Daripada memilih partai yang salah, lebih baik golput saja dalam pemilu minggu depan ini?
Salah besar!!!
14
Lihat hitung-hitungan di bawah ini: Misalkan jumlah pemilih baik yang golput maupun yang tidak adalah 100 orang. Dan ada tiga partai peserta pemilu, partai A, B dan C.
Katakanlah dari jumlah 100 orang itu perolehan suara (votes) masing-masing partai adalah:
* Partai A sebanyak 40 suara, yang berarti 40%
* Partai B sebanyak 15 suara, yang berarti 15%
* Partai C sebanyak 15 suara, yang berarti 15%
* Yang tidak memilih (golput) sebanyak 30 orang, yang berarti 30%
Hasil di atas seharusnya menunjukkan tidak ada partai dengan suara mayoritas (lebih besar dari 50%).
Tapi karena ada 30 orang yang golput maka yang terhitung hanya 70 pemilih, sehingga persentase perolehan masing-masing partai berubah menjadi:
* Partai A memperoleh suara 40 dari 70 = 57,14% (mayoritas)
* Partai B memperoleh suara 15 dari 70 = 21,43%
* Partai C memperoleh suara 15 dari 70 = 21,43%
15
Ini menyebabkan partai A memperoleh suara “semu” sebanyak 57,14% dari 30 orang golput yaitu 57,14% x 30 = 17,14%. Coba bayangkan, berarti partai A memperoleh suara sebesar ini dari orang-orang yang sama sekali tidak memilih partai A.
Selain itu akibatnya partai yang mestinya tidak mayoritas akan menjadi mayoritas (57,14%), padahal dalam kenyataannya partai tersebut tidak memperoleh dukungan mayoritas pemilih (40%).
Jadi suara golput bukannya tidak ada, namun terpecah berdasarkan komposisi yang terjadi.
Dalam kasus ini, satu suara non golput 100% akan menjadi milik partai yang dipilihnya… namun satu suara golput akan terpecah 57,14% untuk partai A dan masingmasing sebesar 21,43% untuk partai B dan C.
Semakin besar jumlah Golput maka komposisi suara yang terjadi akan semakin jauh dari kenyataan.
Suara golput tidak akan berpengaruh hanya disebabkan satu hal, yaitu jika seorang yang golput tersebut memang tidak mempunyai hak memilih.
16
Jika partai yang leading adalah partai busuk, maka mereka yang golput itu, dengan tanpa memilih sebetulnya telah ikut memilih partai busuk itu.
17
2.2 Data dari KPU
Tentang Golput
Menurut KPU cabang Jakarta barat, Golput memang menjadi masalah bagi pergerakan Demokrasi di Indonesia pada umumnya, tapi secara Khusus KPU menyatakan tidak mengambil tindakan khusus terhadap Golput, karena sebagai suatu negara demokrasi, Tidak memilih merupakan pilihan masing-masing individu.
Dan secara khusus Golput lebih merupakan suatu masalah bagi partai politik.
Kerjasama KPU dengan organisasi Sipil pada Pemilu 2009 hanya dalam konteks sosialisasi pemilu ke masyarakat, terutama kalangan bawah, kaum marjina, Cacat, pemilih di daerah terpencil dan kaum yang terpinggirkan.
Sosialisasi yang dilakukan KPU adalah :
tata cara penandaan surat suara, kapan hari dan tanggal pemilihan, dan Pendidikan Pemilih mengenai pentingnya Pemilu sebagai sarana efektif untuk kemajuan bangsa.
sosialisasi tetap satu kali (pada nama calon), namun apabila ditemukan penandaan lebih dari satu kali (menandai calon dan partai politiknya) dianggap sah.
18
Mengenai tata cara penandaan, sosialisasinya adalah mencentang, mencontreng (v ).
atau sebutan lainnya. Namun, jika ditemukan bentuk pemberian tanda lain pada surat suara, seperti tercoblos, tanda silang (x), tanda garis datar (-), atau karena keadaan tertentu, sehingga tanda centang (v ) atau sebutan lainnya menjadi tidak sempurna yaitu dalam bentuk (/) atau (\), suara tetap dianggap sah.
Pendidikan Pemilih bertujuan agar masyarakat tidak hanya memahami teknis Pemilu, tetapi juga hal substantif dari Pemilu. “Satu suara nilainya sangat besar. Orang yang datang ke TPS punya jasa yang sangat besar untuk mengubah bangsa ini,”.
Sosialisasi KPU dilakukan bekerjasama dengan 26 lembaga sosial United Nations Development Programme (UNDP).
Sosialisasi terutama dilakukan untuk pemilih pemilih baru dan orang orang yang berada di daerah.
19
Meski tidak secara khusus menangani masalah Golput, tapi KPU menyambut baik Fatwa MUI tentang Golput, meski dalam sudut pandang KPU menilai fatwa ini menguntungkan partai partai Islam.
20
Lembaga-lembaga survei
KPU mengakui 68 lembaga yang memantau pemilu, Mereka adalah 38 lembaga pemantau (24 lembaga pemantau dalam negeri, 7 lembaga pemantau luar negeri, 7 lembaga pemantau luar negeri diplomat/ kedutaan), 18 lembaga survei (16 lembaga survei dalam negeri, dan 2 lembaga survei luar negeri), dan 12 lembaga penghitungan cepat (10 lembaga penghitungan cepat dalam negeri, dan 2 lembaga penghitungan cepat luar negeri).
Berikut daftar 16 Lembaga Survei dari Dalam Negeri
1. Lembaga Survei Indonesia
2. Lembaga Survei Nasional
3. Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES)
4. Pusat Kajian Kebijakan dan Pembangunan Strategis atau Puskaptis
5. Dewan Masjid Indonesia
6. PT Kompas Media Nusantara
21
7. Reform Institute
8. Lingkaran Survey Indonesia
9. Jaringan Issue Publik
10. Lingkaran Survey Kebijakan Publik
11. Pusat Studi Nusantara
12. PT Markplus Indonesia
13. Jaringan Suara Indonesia
14. Lembaga Riset Informasi
15. Cirus Surveyor Group
16. The Indonesian Research dan Development Institute
22
Lembaga survei Luar Negeri
1. National Democratic Institute (NDI)
2. Delegasi Uni Eropa
Lembaga penghitungan cepat luar negeri
1. National Democratic Institute (NDI)
2. Delegasi Uni Eropa
23
Ketika ditanya apakah peran lembaga lembaga ini, pihak KPU menyatakan bahwa lembaga lembaga ini mengamati proses demokrasi dan pemilihan di Indonesia, agar tidak ada kecurangan, selain itu juga untuk memprediksi potensi peta kekuatan politik Indonesia di masa depan.
Mengenai Apakah lembaga lembaga ini mengikuti perkembangan Golput di Indonesia, pihak KPU menyatakan tidak tahu, meskipun begitu beberapa lembaga mungkin mengikutinya.
24
2.3 Data Target Audience
Target audience adalah pemilih muda,. Mereka adalah yang menginginkan perubahan dan tentu saja bosan dengan kondisi sekarang yg tidak teratur.
Kondisi ekonomi yang mapan, sehingga tidak mudah terpengaruh parpol yang berkampanye dan membagikan kaos dan makanan gratis untuk menarik simpati mereka. Mempunyai tingkat pendidikan cukup, sehingga bisa mengetahui / paham tentang kondisi Indonesia
Target usia sekitar 17-25 tahun. Profesi Pelajar, mahasiswa terutama. sebab pada target audience yang sudah bekerja secara penuh cenderung lebih suka sesuatu yang stabil / pilihan yang sudah pasti
25
2.4 Analisa SWOT
Threat
Pandangan masyarakat bahwa pemerintahan di Indonesia sudah tak tertolong dan akibatnya muncul keenganan berpartisipasi dalam hal yang menurut mereka “merepotkan”.
Opportunity
Membangun masyarakat yg lebih partisipatif dan peka terhadap apa yang dilakukan negaranya.
Weakness
Pemerintah, perubahan dan janji2 palsunya. itu sesuatu yang mungkin sulit dicapai karena berada di luar jangkauan saya sebagai disainer.
Sehingga mungkin seandainya mereka memilih pada pemilu mendatang, Belum tentu perubahan yang dijanjikan akan terjadi.
Strengh
Isu yang hangat dan mengancam apa yang kita sebut sebagai “demokrasi” di negara kita.
26