BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Sejak diberlakukannya era otonomi daerah di Indonesia pada tahun 1 Januari 2001 menghendaki daerah untuk berkreasi dalam mencari sumber penerimaan yang dapat membiayai pengeluaran pemerintah dan pembangunan. Setiap daerah tersebut mempunyai hak dan kewajiban mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintah dan pelayanan kepada masyarakat. Pembiayaan pemerintah daerah dalam melaksanakan tugas pemerintah dan pembangunan senantiasa memerlukan sumber penerimaan yang dapat diandalkan. Kebutuhan ini semakin dirasakan oleh daerah terutama sejak diberlakukannya otonomi daerah di Indonesia. Dengan adanya otonomi, daerah dipacu untuk lebih berkreasi mencari sumber penerimaan daerah yang dapat mendukung pembiyaan pengeluaran daerah. Dari berbagai alternatif sumber penerimaan yang mungkin dipungut oleh daerah, Undang-Undang tentang Pemerintah Daerah menetapkan pajak dan retribusi daerah menjadi salah satu sumber penerimaan yang berasal dari dalam daerah dan dapat dikembangkan sesuai dengan kondisi masing-masing daerah (Marihot Siahaan, 2010). Pajak daerah mempunyai peran yang sangat penting dalam penerimaan daerah untuk membiayai berbagai bentuk pengeluaran dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Besarnya penerimaan daerah dari sektor pajak dapat dilihat dari besarnya persentase penerimaan pajak dibanding dengan persentase penerimaan daerah dari sektor
1
2
lainya. Menurut Pasal 2 Undang-undang No. 28 Tahun 2009 tentang pajak dan retribusi daerah menyebutkan bahwa jenis pajak daerah khususnya pajak propinsi terdiri dari lima jenis pajak, antara lain: 1. Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) 2. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBN-KB) 3. Pajak Kendaraan di atas Air (PKA) 4. Bea Balik Nama Kendaraan di Atas Air (BBN-KA) 5. Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan (PPABT-AP) Adapun pendapatan pajak daerah Provinsi Jawa Barat yang diperoleh selama tahun anggaran 2008-2012 adalah sebagai berikut : Tabel 1.1 Target dan Realisasi Pajak Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun Anggaran 2008-2012 Persentase Tahun Target Setelah Perubahan Realisasi Pencapaian Kenaikan/Penur Anggaran APBD (%) unan (%) 2008 4.316.000.000.000,00 4.926.338.153.202,00 114,14 2009 4.690.280.000.000,00 4.978.386.048.300,00 106,16 (7,98) 2010 5.636.846.433.981,00 6.470.866.063.031,00 114,80 8,64 2011 6.436.286.052.383,66 7.696.499.857.436,00 119,58 4,78 2012*) 8.090.524.391.394,00 9.149.214.239.501,00 113,09 (6,49) Sumber : Perda Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD TA. 2008 s.d. 2011 *) Perda Perubahan APBD TA.2012 dan Laporan Realisasi APBD TA. 2012
Dari tabel 1.1 di atas terlihat penerimanan pajak daerah dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Namun di tahun 2009 dan 2012 mengalami penurunan sebesar 7,98% dan 6,49%, walaupun di tahun tersebut realisasi sudah mencapai target. Dengan
3
memperhatikan kodisi tersebut maka dapat dikatakan bahwa penerimaan pajak daerah belum optimal. Kemungkinan belum optimalnya penerimaan pajak daerah tersebut bisa dikarenakan adanya kendala dari faktor kepatuhan wajib pajak yang masih rendah sehingga dapat menimbulkan penurunan penerimaan pajak daerah. Kepatuhan wajib pajak dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu sistem administrasi perpajakan di suatu negara, pelayanan pada wajib pajak, penegakan hukum perpajakan, pemeriksaan pajak dan tarif pajak. Upaya dalam mengoptimalkan penerimaan pajak membutuhkan suatu sistem administrasi yang efektif yang juga dapat digunakan dalam menjalankan tata kelola pemerintahan baik di daerah maupun pusat. Selain itu, penegakan hukum yang tegas pun harus selalu ditingkatkan. Administrasi perpajakan dikatakan efektif bila mampu mengatasi masalah-masalah wajib pajak yang tidak terdaftar, yang tidak menyampaikan Surat Pemebritahuan (SPT), penyelundupan pajak, dan penunggakan pajak (Siti Kurnia Rahayu, 2010). Sistem administrasi perpajakan diawali dengan reformasi perpajakan yang pertama (the first tax reform) dilakukan pada tahun 1984, perubahan mendasar pada ketentuan perundang-undagngan perpajakan di Indonesia. Pada reformasi tersebut, seperangkat perundang-undangan perpajakan diterbitkan sebagai pengganti ordanansi perpajakan yang merupakan peninggalan kolonial pemerintahan Belanda, selain itu perubahan lain yang tidak kalah pentingnya dalam mewarnai reformasi perpajakan adalah di terapkannya sistem pemungutan pajak self assessment sebagai pengganti official assessment, dalam official assessment, besarnya kewajiban pajak pada Wajib Pajak ditentukan sepenuhnya oleh fiskus, sebaliknya dalam sistem self assessment, Wajib Pajak diberikan kepercayaan untuk menghitung, memperhitungkan sendiri pajak yang terutang dan kemudian
4
melunasinya serta melaporkannya sendiri. Perubahan sistem ini bertujuan untuk mengurangi kontak langsung antara Aparat Pajak dengan Wajib Pajak yang sebelumnya dikhawatirkan dapat menimbulkan praktek-praktek ilegal untuk menghindari atau mengurangi kewajiban perpajakan para Wajib Pajak yang bersangkutan (Diana Sari, 2013). Modernisasi sitem perpajakan dilakukan bertujuan untuk menerapkan Good Governance dan pelayanan prima kepada masyarakat. Good Governance, merupakan sistem administrasi pepajakan yang transparan dan akuntabel, dengan memanfaatkan teknologi sistem informasi yang handal dan terkini. Strategi yang ditempuh adalah pemberian pelayanan prima sekaligus pengawasan intensif kepada Wajib Pajak (Siti Kurnia Rahayu, 2010). Program dan kegiatan reformasi administrasi perpajakan dapat diwujudkan dengan penerepan sistem administrasi perpajakan modern yang memiliki ciri khusus antara lain struktur organisasi berdasarkan fungsi, perbaikan pelayanan bagi setiap wajib pajak melalui pembentukan account representative dan compliant center untuk menampung keberatan wajib pajak. Sistem administrasi perpajakan modern juga merangkul kemajuan teknologi terbaru di antaranya melalui pengembangan Sistem Informasi Perpajakan (SIP) dengan pendakatan fungsi menjadi Sistem Administrasi Perpajakan Terpadu (SAPT) yang dikendalikan oleh case management system dalam workflow system dengan berbagai modul otomasi kantor serta berbagai pelayanan dengan basis e-system seperti e-SPT, e-Filling, e-Payment, Taxpayer ‘Account, e-Registration, dan e-Counceling yang diharapkan meningkatkn mekanisme kontrol yang lebih efektif ditunjang dengan penerapan Kode Etik pegawai DJP yang mengatur perilaku pegawai dalam melaksanakan tugas (Sinta Setiana, dkk, 2010).
5
Diterapkannya Sistem Administrasi Perpajakan Terpadu (SAPT) di lingkungan Direktorat Jendral Pajak sebagai bentuk inovasi teknologi dengan salah satu tujuannya yaitu meningkatkan kepatuhan wajib pajak. Sama halnya dengan DJP, Dinas Pendapatan Daerah sebagai salah satu SKPD yang mengelola pajak daerah melakukan inovasi teknologi dengan menciptakan berbagai macam sistem diantaranya penerapan online sistem pada awal tahun 2010 lalu yaitu Samsat Online yang bertujuan Meningkatkan mutu pelayanan publik, khususnya pada pelayanan pembayaran Pajak Kendaraan Bermotor (PKB). Selain itu baru-baru ini Dispenda Jabar meluncurkan e-samsat yakni perpaduan layanan berbasis teknologi informasi komunikasi (TIK), yakni antara pesan singkat/SMS, anjungan tunai mandiri/ATM, dan teknologi perbankan, melahirkan inovasi yang memudahkan
masyarakat
(http://dispenda.jabarprov.go.id).
Dengan
diterapkannya
sistem-sistem yang terpadu tersebut diharapkan dapat meningkatkan kepatuhan wajib pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya. Pembaruan sistem perpajakan di Indonesia ini diusahakan tersusun sistem perpajakan sederhanan, adanya kepastian hukum dan betujuan untuk memberikan pemerataan perekonomian. Kesederhanaan diperlukan agar mudah dimengerti dan dilaksanakan oleh Wajib Pajak ataupun fiskus. Selain itu pembaruan sistem perpajakan juga melakukan perbaikan aparatur perpajakan, dengan meningkatkan kemampuan dan keterampilan dalam rangka memahami, menguasai dan melaksanakan peraturan perpajakan yang baru, bagi instansi pajak juga menekankan pada peningkatan pelayanan kepada Wajib Pajak, agar dapat mendorong kepatuhan Wajib Pajak yang akhirnya akan mempengaruhi peningkatan penerimaan pajak, selain itu juga melakukan perbaikan baik menyangkut prosedur, tata kerja, disiplin maupun mental (Siti Kurnia Rahayu, 2010).
6
Sosialisasi yang sedang dilakukan Dispenda yaitu melalui media elektronik, seperti website
resmi
Dispenda
yang
menyelenggarakan
sistem
tersebut
yaitu
Dispenda.jabarprov.go.id, siaran di TVRI atau melalui siaran radio Trijaya Network 91.3 FM yang penyampaian informasinya bisa menjangkau masyarakat kelas menengah ke bawah yang tidak bisa mengakses website Dispenda. Penyampaian informasi bisa dilakukan melalui media cetak yaitu Pikiran Rakyat, pemasangan spanduk di CPDPDP, dan pembagian brosur oleh aparatur Dispenda Provinsi Jawa Barat di Kota Bandung. Wajib pajak dalam era globlisasi menginginkan pemerintah memiliki waktu response yang cepat terhadap berbagai informasi yang terbaru untuk segera diketahui oleh wajib pajak. Wajib pajak tidak peduli bagaimana pemerintah mengorganisasikan dirinya, namun yang dibutuhkan wajib pajak adalah proses penyampaian informasi yang baik, cepat, dan murah. Masalah lain yang timbul ketika proses sosialisasi ialah wajib pajak kendaraan bermotor tidak memahami ketentuan-ketentuan yang berlaku dalam pelaksanaan tersebut, misalnya: wajib pajak yang baru tidak tahu mengenai proses pembayaran PKB melalui Samsat online harus datang ke CPDPDP di daerahnya, tidak bisa melalui bank atau Anjungan Tunai Mandiri (ATM) dan pelaksanaan Samsat online belum bersifat nasional, maksudnya wajib pajak yang berasal dari luar provinsi Jawa Barat atau luar pulau Jawa tidak bisa melakukan pembayaran melalui Samsat online, hal tersebut dikarenakan pembayaran PKB tidak bisa melalui pihak ketiga harus pengguna kendaraan bermotor tersebut yang membayar PKB dan wajib pajak tidak mengetahui mengenai pelaksanaan pembayaran PKB bisa melalui Samsat outlet. Proses sosialisasi sangat diperlukan, dengan adanya sosialisasi diharapkan kepatuhan wajib pajak dapat timbul dari diri wajib pajak, sehingga wajib pajak sadar akan kewajiban – kewajibannya dalam hal membayar pajak,
7
khususnya PKB (Christian Febrianto Rusly, 2011). Sanksi perpajakan merupakan jaminan bahwa ketentuan perundang-undangan perpajakan, norma perpajakan dituruti/ditaati/dipatuhi atau bisa dengan kata lain sanksi perpajakan merupakan alat pencegah (preventif) agar wajib pajak tidak melanggar norma perpajakan (Mardiasmo, 2011). Dinas Pendapatan Daerah Provinsi sebagai suatu institusi yang khusus mengurusi pajak daerah provinsi pada kenyataanya dalam pelakasanaan administrasi perpajakan daerahnya belum mencapai tingkat optimal. Hal ini ditunjukan dengan fenomena yang terjadi yaitu terhitung pada tahun 2014, tercatat tunggakan pajak kendaraan bermotor Provinsi Jawa Barat mencapai jumlah fantastik. Hampir 2 juta lebih kemdaraan menunggak bayar pajak. Menurut Iwa Karniwa berdasarkan data yang ada, diseluruh Jawa Barat terdapat 12.544.000 kendaraan bermotor. Dari 12,5 juta kendaraan tersebut kemungkinan dapat diperkirakan yang aktif ada 10,5 juta unit kendaraan. Dan dari 10,5 juta unit kendraan yang bayar pajak hanya 8,5 juta. Sehingga yang 2 juta adalah jumlah kendaraan yang belum membayar pajak. Masalah tunggakan pajak tersebut membuktikan bahwa tingkat kepatuhan wajib pajak masih rendah, mengingat sudah di terapkannya sistem administrasi perpajakan yang modern dan sanksi perpajakan di Dinas Pendapatan Daerah Provinsi Jawa Barat. Maka dari itu berdasarkan fenomena ini dapat disimpulkan bahwa penerapan sistem administrasi perpajakan modern dan sanksi perpajakan di Dinas Pendapatan Daerah belum optimal (Ajijah, 2014). Dilihat dari berbagai macam kendala yang ada dalam mengatasi masalah kepatuhan wajib pajak. Baik itu kendala atas sistem administrasi perpajakan maupun penegakan hukum melalui sanksi perpajakan. Maka di duga terdapat hubungan antara sistem
8
administrasi perpajakan modern dan sanksi perpajakan terhadap kepatuhan wajib pajak. Berdasarkan latar belakang diatas penulis tertarik melakukan penelitian yang berjudul : “PENGARUH SISTEM ADMINISTRASI PERPAJAKAN MODERN DAN SANKSI PERPAJAKAN TERHADAP KEPATUHAN WAJIB PAJAK DALAM MEMBAYAR PAJAK KENDARAAN BERMOTOR” (Studi Kasus pada Cabang Pelayanan Dinas Pendapatan Daerah Prov. Wil. Kota Bandung III Soekarno-Hatta)
1.2 Identifikasi Masalah Berdasarkan
latar
belakang
masalah
yang
telah
dikemukakan,
penulis
mengidentifikasikan masalah yang akan menjadi pokok pemikiran dan pembahasan adalah : 1. Apakah sistem administrasi perpajakan modern berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak kendaraan bermotor di Cabang Pelayanan Dispenda Prov. Wil. Kota Bandung III Soekarno-Hatta? 2. Apakah sanksi perpajakan berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak kendaraan bermotor di Cabang Pelayanan Dispenda Prov. Wil. Kota Bandung III Soekarno-Hatta? 3. Seberapa besar perngaruh sistem administrasi perpajakan modern dan sanksi perpajakan terhadap kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak kendaraan bermotor di Cabang Pelayanan Dispenda Prov. Wil. Kota Bandung III Soekarno-Hatta?
1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian
9
Adapun maksud penelitian ini yaitu untuk memperoleh data dan informasi yang sebenarnya dan objektif mengenai pengaruh sistem administrasi perpajakan modern dan sanksi perpajakan terhadap kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak kendaraan bermotor di Cabang Pelayanan Dispenda Prov. Wil. Kota Bandung III Soekarno-Hatta. Sedangkan tujuan dari penelitian ini, bila dikaitakan dengan perumusan masalah yang telah dikemukakan sebelumnya adalah untuk mendaptkan bukti empiris mengenai : 1. Apakah ada pengaruh signifikan antara sistem administrasi perpajakan modern dengan kepatuhan wajib pajak di Cabang Pelayanan Dispenda Prov. Wil. Kota Bandung III Soekarno-Hatta. 2. Apakah ada pengaruh signifikan antara sanksi perpajakan terhadap kepatuhan wajib pajak di Cabang Pelayanan Dispenda Prov. Wil. Kota Bandung III Soekarno-Hatta. 3. Seberapa besar pengaruh signifikan antara sistem administrasi perpajakan modern dan sanksi perpajakan terhadap kepatuhan wajib pajak di Cabang Pelayanan Dispenda Prov. Wil. Kota Bandung III Soekarno-Hatta.
1.4 Kegunaan Penelitian Dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada: 1.
Bagi Penulis Dapat memberikan pengetahuan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi
kepatuhan wajib pajak di Cabang Pelayanan Dispenda Prov. Wil. Kota Bandung III Soekarno-Hatta. 2.
Bagi Pemerintah
10
Bagi dinas pemerintah yang diteliti dapat memberikan masukan untuk mempertimbangkan penerapan sistem administrasi perpajakan yang baik dan sanksi perpajakan yang tegas dalam melakukan pelayanan terhadap masyarakat, agar memberikan pelayanan pajak yang lebih baik bagi masyarakat. 3.
Bagi Masyarakat Hasil penelitian dapat digunakan sebagai referensi bagi penelitian berikutnya.
1.5 Lokasi dan Waktu Penelitian Untuk memperoleh data sehubungan dengan masalah yang akan dibahas dalam penyusunan proposal skripsi ini, maka lokasi penelitian ini dilaksanakan pada Cabang Pelayanan Dinas Pendapatan Daerah Prov. Wil. Kota Bandung III Soekarno-Hatta. Waktu yang diperlukan penulis dalam melakukan penelitian dimulai pada bulan Februari 2015 sampai dengan selesai.