i
ASSESMEN IMPLEMENTASI TRACEABILITY PADA RANTAI DISTRIBUSI PRODUK TUNA LOIN BEKU BERBASIS ISO 28000
BAYU ARDY KRESNA
DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2014
ii
i
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Assesmen Implementasi Traceability pada Rantai Distribusi Produk Tuna Loin Beku Berbasis ISO 28000 adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Februari 2014 Bayu Ardy Kresna NIM C34090052
ii
ABSTRAK BAYU ARDY KRESNA. Assesmen Implementasi Traceability pada Rantai Distribusi Produk Tuna Loin Beku Berbasis ISO 28000. Dibimbing oleh WINI TRILAKSANI dan BAMBANG RIYANTO Arus perdagangan perikanan dunia sedang menunjukkan kecenderungan positif, namun masih terganjal pada berbagai permasalahan mutu dan keamanan pangan. Traceability penting untuk diterapkan. Metode yang telah dikembangkan diantaranya quality tracing and tracking (QTT), biotracing, dan sebagainya. ISO 28000 dapat menjadi solusi untuk menjamin keamanan rantai distribusi tuna sejak ditangkap, diolah, hingga siap untuk ekspor. Tujuan dari penelitian ini adalah melakukan asesmen implementasi traceabiliy rantai distribusi tuna loin beku dengan ISO 28000. Penelitian dilakukan dengan metode analisis sistem keamanan rantai distribusi produk tuna loin beku, pengkajian risiko kritis produk tuna loin beku, penentuan efisiensi jaringan distribusi produk tuna loin beku, dan asesmen traceability dengan ISO 28000. Sistem keamanan pangan yang dilakukan kapal dan transit belum sesuai standar, sedangkan UPI dan eksportir sudah memenuhi standar. Kajian manajemen risiko kritis pada rantai distribusi tuna loin beku mengindikasikan empat risiko kritis yang berhubungan dengan suhu, jumlah mikroba, dan histamin. Efisiensi jaringan ditunjukkan dengan kapabilitas proses yang berada pada level mampu dan masih harus ditingkatkan dalam mencapai six sigma. Penilaian dengan ISO 28000 menunjukkan kekurangan dalam sistem manajemen dan adminstrasi. Kata kunci: ISO 28000, risiko kritis, sistem keamanan, tuna loin beku
ABSTRACT BAYU ARDY KRESNA. Assesment of Traceability Implementation in Supply Chain of Frozen Loin Tuna With ISO 28000. Supervised by WINI TRILAKSANI and BAMBANG RIYANTO Nowadays, world trade of fisheries give the positive trend, but there are many problems in food safety and quality. Traceability is important to be implemented. There are many method in traceability such as quality tracing and tracking, biotracing, etc. ISO 28000 can be a solution to ensure the safety of tuna supply chain from vessel, transit, plant, and export. The aim of this study is doing the assesment of traceability implementation in supply chain of frozen loin tuna with ISO 28000. The method was analyzed the security management in supply chain of frozen loin tuna, studied about critical risk in frozen loin tuna, determinated of network eficiency in supply chain of frozen loin tuna, and assesmented with ISO 28000. The result showed a poor food safety system in vessel and transit, but a good system in plant and export. The study in critical risk showed four critical risk which related with temperature, total microbe, and histamine. Network eficiency showed good result in process capability that means company can produced to be six sigma industry. The result of ISO 28000 assesment showed good result, but company needs continual improvement especially in management system and administration. Keywords: ISO 28000, critical risk , security system, frozen loin tuna
iii
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
i
ASSESMEN IMPLEMENTASI TRACEABILITY PADA RANTAI DISTRIBUSI PRODUK TUNA LOIN BEKU BERBASIS ISO 28000
BAYU ARDY KRESNA
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Departemen Teknologi Hasil Perairan
DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
i
i
Judul Skripsi Nama NIM Program Studi
: Assesmen Implementasi Traceability pada Rantai Distribusi Produk Tuna Loin Beku Berbasis ISO 28000 : Bayu Ardy Kresna : C34090052 : Teknologi Hasil Perairan
Disetujui oleh
Dr Ir Wini Trilaksani, MSc Pembimbing I
Bambang Riyanto, SPi, MSi Pembimbing II
Diketahui oleh
Dr Ir Joko Santoso, MSi Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
ii
i
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan anugerah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul Assesmen Implementasi Traceability pada Rantai Distribusi Produk Tuna Loin Beku Berbasis ISO 28000. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan ini penulis mengucpkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penulisan dan penyusunan skripsi ini, terutama kepada: 1. Dr. Ir. Wini Trilaksani, M.Sc dan Bambang Riyanto S.Pi, M.Si selaku dosen pembimbing atas segala arahannya. 2. Ir. Heru Sumaryanto, M.Si selaku dosen penguji atas segala masukannya. 3. Program studi Departemen Teknologi Hasil Perairan, Dr. Desniar, S.Pi, M.Si atas segala masukannya. 4. Bapak Hendra Sugandhi dan Bapak Nur Hadipitoyo selaku pimpinan PT X yang telah memberikan kesempatan penelitian kepada penulis di PT X 5. Orang tua dan keluarga yang telah memberikan semangat dan motivasi 6. Ibu Ema Masuroh S.Si atas bantuan yang diberikan selama penulis melakukan penelitian 7. Teman-teman THP 46 serta KEMAKI 46 atas semangat dan motivasinya. Kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan dalam perbaikan di masa depan. Demikian skripsi ini disusun, semoga bermanfaat.
Bogor, 21 Februari 2014
Bayu Ardy Kresna
ii
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL ......................................................................................... DAFTAR GAMBAR .................................................................................... DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. PENDAHULUAN ........................................................................................ Latar Belakang ........................................................................................ Tujuan Penelitian ................................................................................... METODE ...................................................................................................... Waktu dan Tempat ................................................................................. Prosedur Penelitian ................................................................................. Prosedur Analisis... ................................................................................. HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................................................... Sistem Keamanan Rantai Distribusi Tuna Loin Beku ............................ Kajian Risiko pada Rantai Distribusi Produk Tuna Loin Beku ............. Kajian Efisiensi Rantai Distribusi Tuna Loin Beku ............................... Asesmen Sistem Keamanan Rantai Distribusi Tuna Loin Beku dengan ISO 28000 ................................................................................. SIMPULAN DAN SARAN ......................................................................... Simpulan ................................................................................................ Saran ..................................................................................................... DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. LAMPIRAN ................................................................................................ RIWAYAT HIDUP ....................................................................................
viii viii viii 1 1 5 5 5 5 8 9 9 25 29 34 39 39 40 41 45 133
iii
DAFTAR TABEL 1. 2. 3.
Model SIPOC PT X.............................................................................. Risiko terhadap mutu dan keamanan pangan tuna loin beku................ Rencana tanggap risiko.........................................................................
24 26 29
DAFTAR GAMBAR 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Rantai distribusi tuna loin beku PT X.................................................... Diagram pareto nilai risiko (Risk Score) .............................................. Diagram pareto nilai Risk Priority Number (RPN) .............................. Diagram pencar nilai risiko dan RPN .................................................. Peta kendali data evaluasi kadar histamin ikan tuna ............................. Peta kendali data verifikasi kadar histamin ikan tuna ........................... Peta kendali data evaluasi nilai TPC ikan tuna ..................................... Peta kendali data verifikasi nilai TPC ikan tuna ................................... Kadar TVB bahan baku ikan tuna PT X .............................................
10 27 28 28 30 31 32 33 34
DAFTAR LAMPIRAN 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23.
Format tabel observasi kegiatan rantai distribusi tuna loin beku .......... Format tabel observasi sistem higiene rantai distribusi tuna loin beku .. Hasil observasi kegiatan pada rantai distribusi tuna loin beku ............... Hasil observasi sistem higiene pada rantai distribusi produk tuna loin beku.......................................................................................................... Format angket pengetahuan higiene karyawan ....................................... Pedoman skor Likelhood RFMEA ........................................................ Pedoman skor Impact RFMEA .............................................................. Pedoman skor Detction RFMEA ........................................................... Layout PT X............................................................................................ Form Kontrol Suhu PT X ...................................................................... Sertifikat HACCP PT X ........................................................................ Prosedur Penarikan Produk PT X........................................................... Form Pest Control PT X ........................................................................ Hasil Pengecekan Kesehatan Karyawan PT X ...................................... Surat Keterangan Pemasok .................................................................... Sertifikat Hasil Tangkapan PT X............................................................ Harvest Vessel Receiving Record PT X................................................. Form Daily Report Raw Material Receiving.......................................... Form Spesifikasi Bahan Pengemas PT X .............................................. Sertifikat Kesehatan Produk Perikanan ................................................. Invoice Packing List PT X .................................................................... Kebijakan Manajemen PT X ................................................................. Struktur Organisasi PT X ......................................................................
45 46 57 61 102 103 103 104 104 106 106 107 107 108 108 109 111 111 112 112 113 113 114
iv
24. 25. 26. 27. 28. 29. 30.
Tim HACCP PT X ................................................................................ Pembagian Tugas Tim HACCP PT X .................................................. Distribusi Dokumen PT X .................................................................... Diagram Alir Produksi Tuna Loin Beku PT X ..................................... Rencana Tanggap Darurat PT X ........................................................... Sertifikat Kalibrasi PT X ...................................................................... Hasil Asesmen ISO 28000 PT X ..........................................................
114 114 115 116 116 117 118
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang Arus perdagangan modern menuntut sebuah sistem yang cepat dan berlangsung lintas negara maupun benua. Perdagangan ekspor maupun impor telah banyak mewarnai arus perdagangan dewasa ini untuk berbagai komoditi. Hasil laut (ikan) merupakan salah satu komoditi pangan yang penting bagi masyarakat dunia, diindikasikan dengan terjadinya peningkatan konsumsi ikan dunia dalam lima tahun terakhir (FAO 2012). Konsumsi ikan dunia pada tahun 2006 hanya berkisar 114,3 juta ton, namun pada tahun 2011 telah meningkat menjadi 130,8 juta ton. Kebutuhan ikan dunia pada tahun 2011 ini telah diimbangi dengan pasokan ikan dunia sebesar 154 juta ton. Pasokan ini umumnya dapat dipenuhi melalui proses ekspor maupun impor. Lem (2011) menyatakan bahwa negara-negara dengan sektor perikanan yang kuat, umumnya adalah negara yang melakukan proses ekspor maupun impor sekaligus. Kecenderungan positif perdagangan hasil perikanan dunia dapat ditandai dengan banyaknya target pasar baru maupun bertambahnya negara-negara pengekspor. Kondisi ini disebabkan oleh adanya peningkatan populasi manusia dan pertumbuhan ekonomi yang baik (Lem 2011), juga dimungkinkan karena adanya dinamika perubahan gaya hidup manusia dalam mengonsumsi makanan di era ini sehingga proses ekspor dan impor dalam distribusi hasil perikanan menjadi semakin banyak dilakukan dan semakin kompleks. Sistem rantai distribusi hasil perikanan yang kompleks salah satunya dapat tergambar dari sistem rantai distribusi ikan tuna. Ikan tuna merupakan salah satu komoditas ekspor perikanan dunia yang juga menjadi unggulan produk ekspor non migas Indonesia. Perkembangan ekspor tuna Indonesia terus mengalami peningkatan setiap tahunnya. Pada tahun 2011 ekspor tuna Indonesia mencapai 141.774 ton meningkat dari 122.450 ton pada tahun 2010 (KKP 2012). Namun potensi ekspor Indonesia yang besar juga harus diimbangi dengan kemampuan menyikapi regulasi-regulasi yang ada. Sistem rantai distribusi tuna umumnya terikat dengan berbagai regulasi yang ketat dan berbagai isu dalam perdagangan global. Isu yang umum diangkat dalam rantai distribusi tuna antara lain ketahanan pangan, mutu dan keamanan pangan ikan, property right and fisheries management, Illegal Unregulated Unreported (IUU), sustainable development, dan ecolabelling in fisheries (FAO 2004). Isu ini tertuang dalam sebuah kebijakan perdagangan yang pada akhirnya akan berdampak pada kebijakan publik mengenai kehidupan sosial masyarakat dan ketahanan pangan suatu wilayah (ICTSD 2006). Aspek ketahanan pangan (food security) akan selalu terkait dengan kegiatan produksi bahan baku dalam hal ini industri penangkapan dan aspek pengolahan produk. Permasalahan yang dihadapi oleh industri penangkapan tuna, diantaranya jarak penangkapan (fishing ground) yang jauh, permodalan yang masih lemah, teknologi penanganan ikan di atas kapal (Good Handling Practices atau GHP) yang belum diterapkan secara benar, sarana pendaratan ikan yang belum memadai, dan kasus pencurian ikan (illegal fishing) kapal asing serta pendaratan ikan (fish landing) kapal Indonesia di negara lain (Trilaksani 2011).
2
IUU merupakan salah satu permasalahan kompleks dalam rantai distribusi tuna pada proses penangkapan. IUU berkontribusi pada terjadinya over fishing dan hambatan pada recovery populasi ikan dan ekosistem, serta sustainability dari distribusi ikan tuna. Menurut studi kasus di 54 negara oleh UK Department for International Development (DFID) (2009) menunjukkan kerugian dari IUU mencapai 11 sampai 26 ton ikan per tahunnya. Hasil kajian ini juga menempatkan negara berkembang sebagai daerah yang rawan terhadap penangkapan ikan secara ilegal. Dampak dari IUU ini antara lain pada ekonomi suatu negara baik secara langsung maupun tidak langsung, serta dampak pada ekosistem lingkungan. Maraknya kasus IUU fishing mendorong dilakukannya sistem kuota penangkapan ikan tuna di suatu perairan yang diatur oleh organisasi tertentu seperti Regional Fisheries Management Organization (RFMO) yang harus diikuti oleh industri perikanan tangkap dunia. Hal ini merupakan salah satu langkah yang dapat ditempuh untuk menanggulangi risiko yang mungkin ditimbulkan dan harus didukung oleh berbagai upaya sistem keamanan selama proses distribusi tuna. Menurut Trilaksani (2011), permasalahan seperti ini secara langsung akan mempengaruhi industri pengolahan yang menyangkut masalah ketersediaan bahan (volume), harga bahan baku, mutu dan keamanan pangan (fish quality dan safety). Aspek fish quality and safety akan berkaitan dengan permasalahan kualitas tuna selama proses distribusi dan ketika sampai pada konsumen serta dampaknya bagi kesehatan konsumen. Kajian yang telah dilakukan oleh Rizal (2011) menunjukkan bahwa jalur distribusi tuna di Unit Pengolahan Ikan (UPI) PT X di Muara Baru, Jakarta cukup rumit. Ikan tuna yang didaratkan kapal di tempat transit akan disalurkan menuju tiga tempat, yaitu diangkut langsung ke distributor, melalui UPI, dan pasar lokal. Proses distribusi yang rumit ini membutuhkan suatu perhatian khusus dari setiap stakeholder karena apabila tidak ditangani dengan baik di setiap tahapan distribusi akan berpotensi menimbulkan permasalahan keamanan pangan. Mutu dan keamanan produk tuna dapat diindikasikan dengan adanya histamin, mikroorganisme pembusuk, patogen, ataupun logam berat. Histamin dan bakteri patogen merupakan isu utama yang menjadi syarat masuk produk tuna di negara importir. Food and Drugs Admnistration (FDA) (2009) melaporkan bahwa terjadi 13 kasus tahun 2007 dan tahun 2008 sebanyak 7 kasus penolakan tuna Indonesia akibat histamin. Pada bulan Juli 2012, terdapat 9 kasus tuna Indonesia yang mengandung filthy dan 18 kasus tuna Indonesia yang mengandung Salmonella, serta tidak ditemukannya kasus histamin. Secara kesuluruhan, kecenderungan penolakan kasus tuna Indonesia oleh FDA disebabkan oleh dua hal, yaitu histamin, filthy dan Salmonella (Buzby et al. 2008). Berdasarkan data tersebut, permasalahan histamin sudah mulai diantisipasi oleh Indonesia. Menurut Buzby et al. (2008), Indonesia dan Vietnam merupakan dua negara dengan kasus penolakan oleh histamin terbanyak pada masa lalu. Permasalahan yang ditimbulkan oleh keamanan pangan harus dapat diselesaikan secara sistematis. Hal ini karena konsumen menuntut tersedianya pangan yang aman. Menurut Olsonn dan Skoljdbrand (2008), konsumen pangan umumnya menginginkan produk yang berkualitas tinggi dan aman saat dikonsumsi dengan mutu yang sebanding dengan saat pengolahan. Salah satu program dalam menjaga keamanan produk selama proses rantai distribusi tuna adalah traceability system atau sistem ketertelusuran. Traceability system
3
merupakan suatu sistem yang dapat mengikuti perpindahan produk pada setiap tahapannya, baik itu produksi, pengolahan, maupun distribusi (CAC/GL 60 2006). Penerapan traceability system akan memberi banyak keuntungan bagi perusahaan. Lees (2003) menyatakan bahwa jika sebuah perusahaan menerapkan traceability system akan mendapat keuntungan, diantaranya mencegah insiden keracunan pangan, meminimalkan potensi recall produk, memfasilitasi risk assesment sepanjang rantai pangan, mengontrol residu pada pangan, mengontrol bahan baku, mencegah penipuan saat dilakukan audit, membantu perusahaan meningkatkan manajemen mutu dan monitoring proses, menyesuaikan dengan peraturan yang berlaku, meningkatkan kesehatan dan kepercayaan konsumen, meningkatkan kepercayaan antar pelaku dalam jaringan rantai pasok, meningkatkan “image” perusahaan, dan meningkatkan keamanan. Pentingnya penerapan traceability, mendorong beberapa negara mengeluarkan peraturan yang mewajibkan penerapan sistem ini. Traceability system wajib diterapkan oleh Amerika dan Uni Eropa. Amerika melalui US Farm Security and Rural Investment Act 2002 (FDA 2002b) menyatakan bahwa perlu dicantumkan label “Country of Origin” pada produk daging sapi, kambing, babi, ikan, pangan yang mudah rusak, serta kacangkacangan. Peraturan lainnya adalah US Bioterorism adn Response Act 2002 (FDA 2002a) yang menyatakan bahwa terhitung mulai 12 Juni 2002, FDA mensyaratkan bahwa perlu didaftarkan semua fasilitas pangan yang akan masuk ke Amerika. Uni Eropa melalui European Union (E.U), Article 4, regulation 104/2000 (EC 2000) menyatakan bahwa mulai 1 Januari 2002, seluruh produk perikanan harus diberi label mengenai jenis spesies dan metode produksi serta penangkapan dan budidaya. Selain itu European Community Commission Reguation 2065/2001, Article 8 (EC 2001) mensyaratkan bahwa semua ikan dalam keadaan chilling, beku, dan kering serta fillet ikan dan kerang, ketika didistribusikan kepada retailer harus mencantumkan label sesuai ketentuan dari EU 104/2000. EU General Food Law Regulation 178/2002, Article 18 (EC 2002) mensyaratkan bahwa traceability untuk proses pangan dan bahan-bahan yang turut serta dalam produksi pangan, mulai dari tahap produksi, pengolahan, dan distribusi harus mengidentifikasi supplier dan konsumen serta melakukan dokumentasi. Indonesia juga mensyaratkan penerapan dari traceability. Peraturan Pemerintah (PP) No 28 tahun 2004 pasal 37 (PP 2004) mensyaratkan bahwa setiap pangan segar dan olahan yang akan masuk ke wilayah Indonesia harus disertai dengan dokumen hasil pengujian. Peraturan Pemerintah (PP) No 69 tahun 1999 pasal 2 (PP 1999) mensyaratkan bahwa setiap orang yang memproduksi atau memasukkan pangan yang dikemas ke dalam wilayah Indonesia untuk diperdagangkan wajib mencantumkan label pada, di dalam, dan atau di kemasan pangan. Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan RI nomor 01/MEN/2007 bab VII (KKP 2007) mensyaratkan bahwa ketertelusuran hasil perikanan pada seluruh tahap produksi, pengolahan, dan distribusi harus dikembangkan. Pelaku usaha hasil perikanan harus mampu mengidentifikasi personil dan pelaku usaha yang mengirim pasokan ikan untuk tujuan pengolahan, serta membangun sistem dan prosedur yang memungkinkan otoritas kompeten dapat mendapatkan informasi bila diperlukan. Pelaku usaha pengolahan harus memberikan label atau informasi yang mengidentifikasi ketertelusurannya sesuai dengan persyaratan jenis produk tertentu. Pentingnya penerapan traceability mendorong berbagai pihak untuk menerapkan sistem ini. Sistem traceability dunia terus berkembang untuk
4
menghasilkan model telusur yang efektif dan efisien. Salah satu metode yang cukup berkembang adalah quality tracing and tracking (QTT). Metode ini sangat tepat untuk diadopsi pada pangan yang mudah rusak (high perishable food). Penerapan metode ini dapat memberi beberapa keunggulan seperti jaminan keamanan pangan, kepuasan konsumen, dan penghematan biaya. QTT secara umum juga dapat mengoptimalkan sistem rantai pasok dari suatu industri (Scheer 2006). Kajian lainnya adalah perkembangan metode biotracing. Biotracing merupakan sistem ketertelusuran terhadap kontaminan biologis selama proses rantai pangan. Sistem ini mampu mengendalikan bahaya patogen dan meningkatkan sistem model sistem ketertelusuran (Jordan et al. 2011). Perkembangan lainnya juga menunjukkan tuntutan perubahan sistem ketertelusuran menjadi lebih cepat dan akurat. Hal ini berdampak pada pergeseran model sistem ketertelusuran dengan model manual (paper based traceability) menjadi model berbasis web (ICT traceability). Model ini mampu membuat sistem ketertelusuran menjadi lebih sederhana dan akurat (Morreale dan Puccio 2011). Skoglund dan Dejmek (2007) juga melakukan kajian mengenai konsep fuzzy traceability. Kajian ini menjelaskan bahwa sistem ini mampu memberikan hasil yang lebih akurat dari industri pangan yang bersifat dinamis. Radio Frequency Identification (RFID) juga diyakini mampu memberi nilai tambah dalam model traceability. Kajian yang dilakukan Zhang et al. (2009) menjelaskan bahwa teknologi RFID dapat meningkatkan pengumpulan informasi traceability secara cepat dan akurat. Perkembangan sistem ketertelusuran dengan berbagai model ini membuat asesmen sistem ketelusuran sangat penting dilakukan. CAC (1995) menjelaskan bahwa inspeksi dan sertifikasi harus dilakukan untuk memastikan pangan dan proses produksinya. Setiap pelaku bisnis harus mempersiapkan diri dalam menghadapi inspeksi dengan menerapkan standar yang sesuai. ISO 28000 dapat menjadi salah satu pilihan standar untuk melakukan asesmen dari penerapan sistem ketertelusuran. ISO 28000 bertujuan untuk meningkatkan keamanan pada rantai distribusi suatu produk. Penerapan ISO 28000 masih belum banyak dilakukan dan hanya terfokus pada industri logistik atau jasa transportasi. Hal ini mungkin disebabkan karena masih terdapat paradigma bahwa sektor rantai pasok hanya penting dijaga keamanannya pada saat proses transportasi. Namun faktor keamanan pada industri tuna sudah dimulai dari saat ikan ditangkap hingga ekspor. ISO 28000 dapat berperan lebih disini karena keamanan yang tertuang di dalam ISO 28000 merupakan keamanan pada titik kritis dari suatu perusahaan dengan memperhatikan risiko yang mungkin terjadi selama proses rantai distribusi, dari hulu hingga hilir. ISO 28000 dapat diterapkan pada berbagai jenis industri mulai dari skala kecil hingga multinasional, baik industri manufaktur, jasa, maupun logistik (ISO 28000:2007). Penerapan sistem ini cukup penting digunakan sebagai salah satu acuan untuk mengembangkan sebuah sistem rantai distribusi yang memperhatikan aspek keamanan dan peningkatan berkesinambungan. Sistem ini bekerja melalui beberapa aspek, seperti keamanan terhadap kebijakan manajemen, rencana keamanan, dan pemeriksaan serta tindakan koreksi (ISO 28000:2007). Melihat adanya peluang dari ISO 28000 untuk menyelesaikan permasalahan pada sistem distribusi tuna yang kompleks, maka diperlukan suatu kajian terhadap implementasi sistem ketertelusuran produksi tuna berbasis ISO 28000. Kajian ini nantinya akan terarah pada kemampuan perusahaan untuk
5
menjaga dan meningkatkan efektivitas manajemen risiko kritis pada distribusi produk tuna loin beku dan melihat sistem manajemen keamanan yang berlaku berdasarkan ISO 28000.
Tujuan Tujuan umum dari penelitian ini ialah melakukan asesmen terhadap implementasi sistem traceability pada rantai distribusi tuna loin beku berbasis ISO 28000. Sedangkan tujuan khusus dari penelitian ini ialah sebagai berikut: 1. Melakukan analisis sistem keamanan rantai distribusi tuna loin beku 2. Menentukan risiko kritis pada proses distribusi produk tuna loin beku 3. Mengkaji efektivitas kontrol pada risiko kritis proses pengolahan tuna loin beku dan kesesuaian dengan regulasi yang berlaku. 4. Menentukan nilai asesmen dari ISO 28000.
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada salah satu perusahaan pengolahan ikan tuna (PT X), yang terletak di kawasan Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman, Muara Baru, Jakarta Utara. Analisis mutu dilakukan pada Laboratorium Mikrobiologi Hasil Perairan, Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilaksanakan pada bulan April-September 2013.
Prosedur Penelitian 1.
Analisis sistem keamanan rantai distribusi produk tuna loin beku Tahapan penelitian ini dilakukan dengan mempelajari, mendeskripsikan dan memverifikasi jaringan distribusi penanganan ikan tuna yang memiliki kaitan dengan PT X, sebagai mata rantai industri pengolahan tuna loin. Acuan yang digunakan adalah CEN 14660:2003. Diagram alir sistem rantai distribusi tuna juga digambarkan melalui model SIPOC (Wagar et al. 2006). Model ini bertujuan untuk menggambarkan sistem rantai distribusi tuna di PT X dan mengontrol perbaikan yang terus menerus. Model SIPOC akan menggambarkan aliran aktivitas dari Supplier, Input, Proses, Output, dan Customer dimana tiap tahapannya memiliki persyaratan tertentu yang harus dipenuhi dalam menjamin mutu dan keamanan produk. Beberapa acuan lain adalah BSN (2006b), Blanc et al. (2005), dan Recommended International Code of Practice General Principles of Food Higiene CAC/RCP 1-1969 dalam Food Hygiene Basic Text (CAC 2009), Code of Practice for Fish and Fishery Products CAC/RCP 52 2003, (EC) 178/2002 of The European
6
Parliament and European Council of 28 January 2002 mengenai General Principle and Requirements of Food Law (EC 2002), The Public Health Security and Bioterorism Prepadness and Response Act of 2002 (FDA 2002), Council Regulation (EC) 104/2000 of 17 December 1999 on the Common Organization of the Markets in Fishery and Aquaculture Products (EC 2000), PER.18/MEN/2010 (KKP 2010), PER.13/MEN/2012 (KKP 2012), KEP.01/MEN/2007 (KKP 2007), CAC/RCP 47-2001 tentang Code of Hygiene Practice for the Transport of Food in Bulk and Semi-Packed Food (CAC 2001). Prosedur ini dilakukan dengan pengamatan pada sistem rantai distribusi tuna dan hal-hal yang mempengaruhi keamanannya, serta dokumen yang berperan. Beberapa kegiatan yang dilakukan adalah : a. Mempelajari jaringan rantai distribusi tuna yang berkaitan dengan PT X mulai dari penangkapan hingga ekspor b. Pengumpulan data aktivitas pada setiap bagian rantai distribusi tuna dengan observasi dan wawancara. (Form data dapat dilihat pada Lampiran 1.) c. Pengumpulan data dan persyaratan higiene sepanjang rantai distribusi tuna dengan observasi dan wawancara (Form dapat dilihat pada Lampiran 2.) d. Pembuatan jaringan rantai distribusi tuna PT X dalam bentuk skema. e. Pembuatan diagram alir proses distribusi dengan menggunakan model SIPOC. f. Verifikasi dan presentasi jaringan rantai distribusi tuna di PT X dengan konsultasi dan diskusi kepada QC dan manajer umum PT X Luaran yang diharapkan adalah: a. Data aktivitas pada setiap bagian rantai distribusi tuna (Lampiran 3). b. Data persyaratan higiene sepanjang rantai distribusi tuna (Lampiran 4). c. Manajemen rantai distribusi tuna loin beku PT X d. Data persyaratan pada setiap tahapan distribusi tuna loin beku 2.
Kajian risiko kritis dari distribusi tuna loin beku Tahapan ini dilakukan dengan melihat peluang terjadi risiko kritis tuna loin beku dari proses produksi tuna loin beku. Risiko kritis dapat menyebabkan timbulnya keamanan pangan. CAC (2003) menyebutkan bahwa penentuan bahaya keamanan pangan harus dianalisis dan ditentukan tingkat signifikannya, serta ditetapkan upaya kontrol. Penentuan peluang risiko kritis dilakukan dengan metode Risk Failure Mode and Effect Analysis (RFMEA) (Carbone dan Tippet 2004). Langkah selanjutnya adalah melakukan hasil analisis nilai histamin (Veratox kit) dan TPC (SNI 012332.3-2006) dari rekaman PT X. Pengujian nilai TVB dilakukan dengan metode cawan conway dan mengacu pada AOAC (1984). Pada tahapan ini juga dilakukan pengujian kompetensi karyawan dengan menggunakan kuisioner (Aarnisalo et al. 2006). Tahapan ini akan dilakukan beberapa kegiatan yaitu: a. Mengambil data evaluasi hasil pengujian histamin dan Total Plate Count (TPC) di PT X selama bulan Januari 2012-Desember 2012
7
b. Mengambil data verifikasi hasil pengujian histamin dan Total Plate Count (TPC) di PT X selama bulan Mei 2013 c. Melakukan pengujian terhadap nilai Total Volatile Base (TVB) dari sampel ikan tuna di PT X dengan 3 kali ulangan dari dua supplier yang masuk ke perusahaan. d. Melakukan uji pengetahuan karyawan mengenai higiene dengan menggunakan angket (Format angket dapat dilihat pada Lampiran 5). Luaran yang diharapkan adalah: a. Data risiko kritis dari tuna loin beku dari proses produksi tuna loin beku. b. Data tingkat pengetahuan dan kepedulian karyawan terhadap higiene. c. Data evaluasi hasil pengujian histamin dan Total Plate Count (TPC) di PT X seama bulan Januari 2012-Desember 2012. d. Data verifikasi hasil pengujian histamin dan Total Plate Count (TPC) di PT X seama bulan Mei 2013. e. Data nilai Total Volatile Base (TVB) dari transit A dan transit B. 3.
Penentuan efisiensi jaringan distribusi tuna loin beku Tahapan penelitian ini dilakukan dengan menentukan efektivitas proses distribusi melalui pendekatan Statistical Process Control untuk parameter histamin dan Total Plate Count (TPC). Alat bantu yang digunakan untuk parameter histamin dan TPC adalah peta kendali dengan menggunakan SPSS 17.0. Pendekatan ini dilakukan untuk melihat bahwa produk yang diekspor sesuai dengan standar yang ditetapkan. Efisiensi dilihat dari nilai kapabilitas proses yang didapatkan yang mengacu pada standar perusahaan. Acuan standar untuk nilai histamin adalah standar perusahaan yang mengacu pada FDA (2011) dan BSN (2006a). Acuan standar untuk nilai TPC adalah standar perusahaan yang mengacu pada FDA (2013) dan BSN (2006a). Penentuan nilai Total Volatile Base (TVB) dilakukan dengan membandingkan nilai TVB dari dua supplier yang masuk ke PT X dengan menggunakan diagram batang. Acuan untuk nilai TVB berdasarkan Farber (1965). Luaran yang diharapkan adalah: a. Peta kendali nilai evaluasi histamin dan TPC PT X selama bulan Januari 2012-Desember 2012. b. Peta kendali nilai verifikasi histamin dan TPC PT X selama bulan Mei 2013. c. Diagram batang nilai TVB dari transit A dan transit B
4.
Asesmen sistem traceability dengan ISO 28000 Tahapan penelitian ini dilakukan dengan melakukan audit ISO 28000 pada PT X berdasarkan SNI ISO 28000:2009 (BSN 2009). Teknik audit yang dilakukan sesuai dengan SNI 19-19011:2005 (BSN 2005) tentang Panduan Audit Sistem Manajemen Mutu dan/atau Lingkungan. Luaran yang diharapkan adalah: a. Teknik audit ISO 28000 di PT X b. Data assesmen ISO 28000 PT X
8
Prosedur Analisis Analisis risiko kritis (Carbone dan Tippet 2004) Penentuan risiko kritis yang harus menjadi perhatian khusus pihak manajemen dilakukan dengan menggunakan metode Risk Failure Mode and Effect Analysis (RFMEA) (Carbone dan Tippet 2004). Penggunaan RFMEA dilakukan dengan menentukan nilai 1-10 untuk Likelihood (L), Impact (I), dan Detection (D). Kategori nilai dapat dilihat pada Lampiran 6-8. Langkah selanjutnya adalah dengan menentukan nilai Risk Score yang didapat dari (L) x (I), dan nilai Risk Priority Number (RPN) dari (L) x (I) x (D). Batas kritis nilai Risk Score dan RPN ditentukan dengan menggunakan diagram pareto dan dipetakan dengan menggunakan scatterplot. Diagram pareto merupakan grafik batang yang menunjukkan masalah berdasarkan urutan banyaknya kejadian. Masalah yang paling banyak terjadi ditunjukkan pada sisi paling kiri, dan seterusnya hingga yang terendah di sisi kanan (Gaspersz 2012). Tahapan analisis risiko kritis adalah: 1. Seluruh risiko yang mungkin muncul diidentifikasi pada proses pembuatan tuna loin beku. 2. Pada kolom Likelihood (L), Impact (I), dan Detection (D) diberikan nilai 1-10 3. Nilai Risk Score dihitung dengan perkalian antara nilai Likelihood dan nilai Impact (L x I). 4. Nilai Risk Score digambarkan dalam bentuk diagram pareto dan ditentukan nilai kritis risiko. 5. Nilai RPN dihitung dengan perkalian antara nilai Likelihood, nilai Impact, dan nilai Detection (L x I x D). 6. Nilai RPN digambarkan dalam bentuk diagram pareto dan ditentukan nilai kritis RPN. 7. Nilai risiko dan nilai RPN dipetakan dalam scatterplot (diagram pencar). 8. Risiko kritis ditentukan dengan melihat risiko yang berada lebih besar dari batas kritis nilai risiko dan RPN. Analisis kapabilitas proses (Gaspersz 2012) Analisis kapabilitas proses dilakukan dengan Statistical Process Control (SPC) dengan menggunakan software SPSS 17.0. Penentuan nilai kapabilitas proses dilakukan terhadap parameter histamin dan TPC. Jenis data yang digunakan adalah data evaluasi yang diperoleh dari hasil rekaman (record keeping) histamin dan TPC di PT X selama kurun waktu Januari 2012- Desember 2012, yang selanjutnya dianalisis menggunakan metode SPC. Untuk verifikasi, data yang digunakan adalah data hasil rekaman (record keeping) histamin dan TPC di PT X selama bulan Mei 2013. Gaspersz (2012) menuliskan bahwa nilai kapabilitas proses dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu: :Proses dianggap mampu (capable) karena telah mencapai Cp 2,0 industri kelas dunia yang mencapai tingkat six sigma. 1 Cp 1,99 :Proses masih harus ditingkatkan terus menerus agar mencapai tingkat kelas dunia yang telah mencapai taraf six sigma. :Proses dianggap tidak mampu (not capable). Cp 1,0
9
Hasil dari nilai kapabilitas proses dapat menjadi salah satu indikator dari tingkat efektivitas distribusi produk tuna loin beku dilihat dari nilai histamin dan TPC. Total Volatil Base (TVB) (AOAC 1984) Pengujian Total Volatil Base (TVB) bertujuan untuk menentukan mutu dan kesegaran dari ikan dengan menentukan jumlah kandungan senyawa-senyawa basa volatil yang terbentuk akibat degradasi protein. Pengujian TVB dilakukan dengan metode cawan conway dan mengacu pada AOAC 1984. Tahapan pengujian diawali dengan preparasi sampel daging ikan dengan ditimbang sebanyak 15 gram. Sampel tersebut kemudian dihancurkan (pengecilan ukuran) dan ditambahkan TCA 7% sebanyak 45 mL dan dihomogenkan selama 1 menit. Larutan disaring hingga diperoleh filtrat yang jernih. Langkah selanjutnya adalah penambahan 1 mL H3BO3 ke dalam inner chamber cawan conway, sedangkan filtrat sampel dimasukkan ke dalam outer chamber bagian kiri. Selanjutnya ditambahkan 1 mL K2CO3 jenuh ke dalam outer chamber bagian kanan sehingga tidak tercampur dengan filtrat. Cawan segera ditutup lalu dilakukan gerakan memutar agar filtrat bercampur dengan K2CO3. Prosedur yang sama juga dilakukan untuk penentuan nilai blanko, namun fitrat diganti dengan TCA 7%. Tahap selanjutnya adalah kedua cawan diinkubasi pada suhu 35 C selama 2 jam. Selanjutnya larutan asam borat pada inner chamber dititrasi dengan larutan HCL 0,02 N hingga warna larutan asam borat menjadi merah muda. Perhitungan TVB dilakukan dengan rumus: Kadar TVB (mgN/100g) = Keterangan : Vc = volume larutan HCl pada titrasi contoh/sampel Vb = volume larutan HCl pada titrasi blanko Ar N = berat atom nitrogen (14,007) Fp = faktor pengenceran
HASIL DAN PEMBAHASAN Sistem Keamanan Rantai Distribusi Tuna Loin Beku Analisis aktivitas jaringan rantai distribusi tuna loin beku Aktivitas pada jaringan rantai distribusi tuna loin beku di PT X dilakukan oleh beberapa pihak mulai dari kapal, transit, Unit Pengolah Ikan (UPI), hingga eksportir. Pasca penangkapan ikan dilakukan proses penanganan di kapal, di transit dilakukan proses bongkar muat dan pembelian ikan, di UPI dilakukan proses pengolahan tuna. Tahap ekspor dilakukan proses pengiriman produk ke tempat yang dituju. Model rantai distribusi tuna loin beku dapat dilihat pada Gambar 1.
10
Gambar 1 Rantai distribusi tuna loin beku PT X 1. Kapal Kapal yang digunakan untuk menangkap tuna adalah jenis kapal longliner. Pada tahap penangkapan ikan, aktivitas yang dilakukan antara lain memasang longline pada daerah penangkapan, penangkapan, pembuangan isi perut dan insang, pencucian, dan penyimpanan ikan dalam palka bersuhu -1,5 ˚C. Pihak kapal memberikan Sertifikat Hasil Tangkapan Ikan (SHTI) yang berisi mengenai hasil tangkapan ikan dan ikan tersebut tidak berasal dari kegiatan IUU Fishing. Penilaian kesesuaian yang dilakukan pada tahap penangkapan ikan mengacu pada Blanc et al. (2005), CAC/RCP 52-2003 mengenai Code of Practice for Fish and Fishery Products, PER.18/MEN/2010, PER.13/MEN/2012, dan KEP.01/MEN/2007. Hasil penilaian menunjukkan ditemukannya ketidaksesuaian, yaitu ikan yang ditangkap tidak dimatikan dengan cepat, air untuk mencuci tidak berstandar air minum, dan tidak dilakukan pengisian log book dengan data yang sebenarnya dan tepat waktu. Luaran informasi yang diharapkan dari tahap ini adalah logbook pengangkapan ikan. 2. Transit Tahap transit berfungsi sebagai tempat bongkar muat dan pembelian ikan oleh perusahaan. PT X memiliki kerjasama dengan 3 transit untuk melakukan pembelian ikan. Aktivitas yang dilakukan pada tahapan ini adalah mengangkut ikan dari palka kapal menuju transit, proses penentuan mutu ikan, pembelian ikan oleh perusahaan, dan pengangkutan ikan dari transit menuju perusahaan. Penilaian kesesuaian yang dilakukan mengacu pada Blanc et al. (2005), SNI 01-2729-32006 mengenai Penanganan dan Pengolahan Ikan Segar, serta CAC (2009) mengenai Recomended International Code of Practice General Principles of Food Hygiene (CAC/RCP 1-1969). Hasil penilaian menunjukkan ketidaksesuaian, yaitu pembongkaran ikan dilakukan tidak hati-hati (kasar), terjemur di bawah sinar matahari secara langsung. Luaran informasi yang diharapkan dari tahap ini adalah catch certificate dan dokumen Harvest Vessel Receiving Record. 3. Unit pengolahan ikan (UPI) Tahap di UPI berfungsi sebagai proses pengolahan tuna. PT X sebagai UPI mengolah tuna menjadi beberapa produk diantaranya tuna loin beku, tuna saku beku, tuna steak beku, dan sebagainya. BSN (2006a) mendefinisikan tuna loin beku sebagai produk olahan hasil perikanan dengan bahan baku tuna segar atau beku yang mengalami perlakuan sebagai berikut: penerimaan, penyiangan atau tanpa penyiangan, pencucian, pembuatan loin, pengulitan dan perapihan, sortasi mutu pembungkusan (wrapping), pembekuan, penimbangan, pengepakan, pelabelan, dan penyimpanan. Aktivitas yang dilakukan pada tahapan ini adalah penerimaan bahan baku, pencucian, penimbangan, pemotongan loin, skinning dan
11
trimming, pemberian CO (karbon monoksida), penyimpanan di dalam chillroom, sortasi mutu dan retouching, pemvakuman, pembekuan, packing, pelabelan, penyimpanan dalam cold storage, dan stuffing. Setiap tahapan memiliki rekaman tertentu yang dituliskan dalam form rekaman. Penilaian kesesuaian yang dilakukan mengacu pada SNI 01-4104-3-2006 mengenai Penanganan dan Pengolahan Tuna Loin Beku, dan Aktivitas pada tahapan ini tidak ditemukan ketidaksesuaian, namun terdapat pemberian CO pada proses produksi di PT X. Pemberian CO pada produk diketahui oleh pihak pembeli dan diperbolehkan untuk ditambahkan pada proses produksi tuna loin beku. Luaran informasi yang diharapkan dari tahapan ini adalah record of periodically pest control, record of water and ice analysis, daliy report of sanitation inspection, periodically sanitation checklist, freezing monitoring report, daily report of packing and labelling, cold storage temperatur report, receiving report packaging report materials and label, daily report of pest control, chilling tmperature monitoring report, daily report of inspection product after trimming before freezing, daily record of temperature control, daiy report of raw material receiving, report of stuffing inspection. 4. Eksportir Tahap eksportir berfungsi untuk mengirimkan produk tuna kepada konsumen. PT X melakukan proses ekspor kepada buyer di Amerika Serikat. Aktivitas yang dilakukan pada tahapan ini adalah menerima Purchase Order (PO) dari pembeli, pembuatan kontrak, pemilihan kontainer, persiapan kontainer (pencucian, pre cooling), persiapan dokumen, dan pengiriman barang. Penilaian kesesuaian pada tahapan ini mengacu pada CEN 14460:2003. Aktivitas pada tahapan ini tidak ditemukan ketidaksesuaian. Luaran informasi yang diharapkan adalah invoice packing list dan health certificate. 5. Retailer Tahap retailer berfungi untuk menerima, menangani, menyimpan, dan menunjukkan produk kepada konsumen dengan tetap memperhatikan bahaya keamanan pangan dan mutu dari produk. Retailer harus mengetahui supplier dari produknya dan mampu memastikan serta bertanggung jawab terhadap mutu dan keamanan produknya. Penilaian kesesuaian pada tahapan ini dilakukan dengan melakukan wawancara kepada manajer marketing PT X dengan mengacu pada Code of Practice for Fish and Fishery Products (CAC/RCP 52-2003). Aktivitas pada tahapan ini tidak ditemukan ketidaksesuaian. Analisis persyaratan higiene jaringan rantai distribusi tuna loin beku Persyaratan higiene merupakan salah satu persyaratan yang penting untuk diterapkan pada semua tahapan distribusi tuna, dimulai dari ikan diangkat dari laut, proses pengolahan, dan pengiriman kepada konsumen. 1. Kapal Terdapat dua hal yang perlu diperhatikan, yaitu persyaratan higiene untuk kapal penangkap dan pengangkut ikan dan persyaratan higiene untuk penanganan di kapal penangkap dan pengangkut ikan. Pada persyaratan higiene untuk kapal penangkap dan pengangkut ikan terlihat bahwa kondisi kapal pada umumnya tidak selalu dalam keadaan bersih, produk perikanan tidak mendapat penanganan langsung setelah dikeluarkan dari palka, proses pembuangan isi perut dan insang diduga tidak dilakukan secara higienis, dan produk perikanan segera didinginkan
12
di kapal sesaat setelah longline diangkat dari laut. Penilaian kesesuaian yang dilakukan mengacu pada CAC/RCP 52-2003 tentang Code of Practice for Fish and Fishery Products dan KEP. 01/MEN/2007 tentang Persyaratan Jaminan Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan pada Proses Produksi, Pengolahan, dan Distribusi. Hasil penilaian menunjukkan ketidaksesuaian, yaitu kondisi kapal tidak bersih, tidak dilakukan penanganan yang cepat pada ikan, dan tidak dilakukan pencucian dengan air yang memenuhi standar. Pada persyaratan higiene untuk penanganan kapal penangkap dan pengangkut ikan terlihat bahwa tidak terdapat penanggung jawab ikan secara khusus, sanitasi palka kurang terjaga, karyawan tidak mengenakan seragam, bahkan ada yang tidak mengenakan baju, karyawan tidak mencuci tangan, tidak dilakukan pemeriksaan terhadap karyawan apakah karyawan sakit atau memiliki luka yang dapat mengontaminasi. Selama proses pembongkaran ikan dari palka, terdapat karyawan yang merokok, meludah, dan bersenda gurau di area geladak kapal. Ikan dicuci dengan menggunakan air laut, proses pendinginan dilakukan dengan sistem Refrigerated Sea Water (RSW) hingga suhu mencapai -1,5 ˚C, dan tidak dilakukan pengisisan log book dengan data yang akurat dan tepat waktu. Penilaian kesesuaian yang dilakukan mengacu pada CAC/RCP 52-2003 tentang Code of Practice for Fish and Fishery Products dan KEP. 01/MEN/2007 tentang Persyaratan Jaminan Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan pada Proses Produksi, Pengolahan, dan Distribusi. Hasil penilaian menunjukkan beberapa ketidaksesuaian, yaitu tidak terdapat penanggung jawab mutu ikan, kondisi umum kapal tidak higienis, karyawan tidak mengenakan pakaian kerja, kesehatan karyawan tidak diperiksa, sikap karyawan tidak diperhatikan, diantaranya merokok, meludah, bercanda, serta tidak dilakukan proses rekaman dengan baik. 2. Transit Pada tahap transit terdapat beberapa persyaratan sanitasi dan higiene yang harus dipenuhi mencakup proses bongkar muat ikan, desain dan fasilitas transit, peralatan, supply air, higiene personal dan pengunjung. Penilaian kesesuaian di transit mengacu pada KEP. 01/MEN/2007 tentang Persyaratan Jaminan Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan Pada Proses Produksi, Pengolahan, dan Distribusi. Acuan lainnya adalah Recommended Intrnational Code of Practice General Principles of Food Higiene CAC/RCP 1-1969 dalam Food Hygiene Basic Text (CAC 2009) serta CAC/RCP 52-2003 tentang Code of Practice for Fish and Fishery Products (CAC 2003). Kondisi proses bongkar muat ikan di transit, umumnya kurang baik karena ada beberapa karyawan yang menendang ikan. Peralatan yang digunakan umumnya dapat dengan mudah dibersihkan, namun pembersihan hanya dilakukan dengan menyiram air tanpa mencuci dengan desinfektan. Terdapat pula peralatan yang terbuat dari bahan mudah berkarat, seperti ganco yang terbuat dari besi. Hasil penilaian menunjukkan beberapa ketidaksesuaian, antara lain tidak dilakukan proses sanitasi, terdapat hewan peliharaan, dan terdapat perlakuan yang dapat menyebabkan kerusakan fisik pada ikan. Selain itu terdapat peralatan yang terbuat dari bahan mudah berkarat. Regulasi KKP (2007) mensyaratkan, proses penanganan ikan harus berlangsung dengan cepat dan dihindarkan dari perlakuan yang dapat menyebabkan kerusakan pada produk. Peralatan yang bersentuhan langsung dengan produk harus terbuat dari bahan yang mudah dibersihkan dan selalu dijaga kebersihannya. CAC (2003);
13
CAC (2009) juga mensyaratkan bahwa peralatan harus terbuat dari bahan yang mudah dibersihkan dan dipindahkan, tidak terbuat dari bahan yang bersifat toksik. Transit A merupakan salah satu supplier PT X berada di lokasi Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman, Muara Baru, Jakarta. Kondisi layout transit kurang baik dan dapat menyebabkan kontaminasi silang karena tidak terdapat perbedaan antara ruang penerimaan ikan dan penyimpanan barang, serta tidak diberi bak pencuci kaki. Selain itu terdapat hewan peliharaan (anjing) di dalam area transit. Fasilitas lain di transit antara lain dinding yang tidak kedap air, langitlangit yang kotor dan penuh sarang laba-laba, dan tidak memiliki pintu yang permanen hanya terbuat/dibatasi plastik curtain. Lantai dan area bekerja terbuat dari bahan yang kedap air dan memiliki kemiringan yang cukup. Fasilitas supplai air menggunakan air yang dialirkan dari laut. Hasil penilaian menunjukkan beberapa ketidaksesuaian, yaitu layout yang dapat menyebabkan kontaminasi silang dan ditemukan puntung rokok pada lantai transit. Permukaan dinding tidak kedap air dan langit-langit tidak bersih, serta tidak terdapat pintu. Selain itu, air yang digunakan juga tidak berspesifikasi air minum. Menurut CAC (2003); CAC (2009), layout harus tidak memungkinkan terjadinya kontminasi silang. Permukaan dinding halus, terbuat dari bahan yang tidak toksik, serta kedap air. Langit-langit harus mampu meminimalkan kotoran dan mencegah kondensasi, dan pintu harus memiliki permukaan yang lembut, kedap air dan mudah dibersihkan. Supplai air yang kontak dengan bahan pangan harus menggunakan air dengan spesifikasi air minum. Transit A juga memiliki kondisi yang kurang baik pada aspek higiene personal. Kondisi higiene personal yang dilihat pada transit A adalah tidak ada pemeriksaan kesehatan bagi karyawan, karyawan hanya memakai boot sebagai seragam kerja dan jarang mencuci tangan. Selain itu karyawan merokok, berbicara, makan dan minum di area transit. Pembeli ikan dan pengunjung tidak menggunakan seragam dan dapat merokok atau makan dan minum di dalam area transit. Hasil penilaian menunjukkan beberapa ketidaksesuaian, yaitu kesehatan karyawan tidak diperiksa, karyawan tidak mengenakan pakaian kerja secara lengkap, tidak memperhatikan sikap karyawan, seperti merokok. Pembeli tidak disyaratkan untuk mengikuti peraturan higiene. Terdapat pembeli yang merokok serta makan dan minum di trasit. Menurut CAC (2003); CAC (2009), karyawan yang diketahui atau diduga menderita penyakit dilarang masuk ke dalam area penanganan ikan. Selain itu karyawan yang menderita sakit seperti diare, demam, muntah tidak diperkenankan masuk ke dalam ruang produksi. Kebersihan personal juga wajib diperhatikan, yaitu karyawan harus memakai seragam lengkap, mulai dari penutup kepala hingga alas kaki, serta harus sering mencuci tangan ketika keluar dari toilet, memulai melakukan pekerjaan, dan sebagainya. Karyawan juga dilarang melakukan kegiatan yang dapat mengkontaminasi, seperti merokok dan makan. Pengunjung juga harus mengikuti peraturan higiene yang berlaku. 3. Unit pengolahan ikan Unit Pengolahan Ikan (UPI) adalah PT X yang mengolah ikan tuna menjadi beberapa produk diantaranya tuna loin beku, tuna steak beku, dan tuna saku beku. Pada kajian persyaratan higiene untuk UPI, mengacu pada KEP. 01/MEN/2007 tentang Persyaratan Jaminan Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan pada Proses Produksi, Pengolahan, dan Distribusi. Acuan lainnya adalah Recommended
14
Intrnational Code of Practice General Principles of Food Higiene CAC/RCP 11969 dalam Food Hygiene Basic Text (CAC 2009), CAC/RCP 52-2003 tentang Code of Practice for Fish and Fishery Products, (EC) 178/2002 of The European Parliament and European Council of 28 January 2002 mengenai General Principle and Requirements of Food Law, The Public Health Security and Bioterorism Prepadness and Response Act of 2002, Council Regulation (EC) 104/2000 of 17 December 1999 on the Common Organization of the Markets in Fishery and Aquaculture Products. Penilaian ini tertuju ke dalam beberapa aspek, seperti lokasi perusahaan, design dan layout perusahaan, peralatan, fasilitas, proses pengendalian, pemeliharaan dan sanitasi, higiene personal, pelatihan, serta informasi dan informasi produk dan kepedulian konsumen. 3.1. Lokasi PT X merupakan UPI yang memiliki lokasi di kawasan Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman, Muara Baru, Jakarta Utara. Kawasan ini merupakan kawasan industri bagi industri pengolahan hasil perikanan. Kondisi pabrik dan lingkungannya selalu dijaga kebersihannya. Sistem pembuangan air di pabrik tidak memungkinkan adanya arus balik serta kondisi tanah tidak berpotensi menimbulkan kontaminasi. Hasil penilaian menunjukkan tidak ditemukan ketidaksesuaian PT X dengan peraturan yang berlaku untuk aspek lokasi perusahaan. 3.2. Desain dan layout Desain dan layout PT X memiliki kondisi yang baik. Kondisi ruang pengolahan terpisah dengan ruang ganti pakaian, toilet, kantor, dan gudang. Area UPI juga memadai untuk melakukan pekerjaan dengan saniter dan higienis. UPI juga berada dalam kawasan industri yang diizinkan. Layout PT X dapat dilihat pada Lampiran 9. Hasil penilaian menunjukkan tidak ditemukan ketidaksesuaian PT X dengan peraturan yang berlaku untuk aspek desain dan layout perusahaan secara umum. Ruang penerimaan Desain dan layout ruang penerimaan bahan baku PT X tergolong baik dan tidak terdapat penilaian ketidaksesuaian. Secara umum kondisi ruang penerimaan PT X selalu dijaga kebersihannya, memiliki pasokan dan tekanan air yang cukup untuk melakukan pencucian, saluran pembuangan tepat dan bersih, serta ruang penerimaan tertutup dari lingkungan luar dan dibatasi oleh plastik curtain. Permukaan dinding ruang penerimaan terbuat dari keramik, berwarna putih, mudah dibersihkan, dan kedap air. Kondisi lantai juga memiliki kemiringan yang cukup dan tidak terdapat air yang menggenang. Langit-langit mudah dibersihkan dan dapat mencegah kondensasi. Pintu terbuat dari bahan yang tahan karat dan lembut, serta area bekerja yang kontak dengan ikan terbuat dari keramik berwarna putih dan selalu dijaga kebersihannya. Ruang penanganan dan pengolahan Desain dan layout pada ruang penanganan dan pengolahan PT X cukup baik, namun masih ditemukan beberapa ketidaksesuaian. Permukaan dinding terbuat dari keramik berwarna putih yang kedap air dan mudah dibersihkan. Seluruh kabel dan pipa tertutup dengan baik. Beberapa permukaan dinding tampak tidak halus dan berlubang, serta terdapat beberapa titik pada sudut pertemuan tembok dan dinding sulit dibersihkan. Hasil penilaian menunjukkan ketidaksesuaian pada permukaan dinding yang tidak halus dan berlubang serta
15
sudut yang sulit dibersihkan. Menurut CAC (2003); CAC (2009); KKP (2007), permukaan dinding harus halus, tanpa retak, celah, atau lubang, serta mudah dibersihkan dan didesinfeksi. Selain itu pertemuan antara lantai dan dinding serta dinding dan dinding mudah dibersihkan. Kondisi lantai pada ruang penanganan dan pengolahan memiliki kemiringan yang cukup dan terbuat dari keramik berwarna putih yang kedap air dan mudah dibersihkan. Langit-langit berwarna abu-abu muda, terbuat dari aluminium, dan tidak menyebabkan kondensasi. Permukaannya juga halus dan mudah dicuci. Ventilasi juga mencukupi dan mampu menyaring uap air. Kondisi area bekerja yang kontak dengan ikan merupakan peralatan yang terbuat dari stainless steel dan talenan berwarna bahan putih. Peralatan ini tidak menyerap air, tidak toksik, dan mudah dibersihkan. Pintu masuk ruang penanganan dan pengolahan berwarna abu-abu dan terbuat dari aluminium, tahan air, tahan korosi, mudah dibersihkan, dan menutup semi otomatis. Pada pintu masuk terdapat alat pembunuh serangga. Hasil penilaian menunjukkan ketidaksesuaian dimana pintu tidak menutup secara otomatis. Menurut CAC (2009); KKP (2007), pintu harus memiliki permukaan yang lembut, kedap air, tahan korosi, serta menutup secara otomatis. Ruang pendinginan, es, dan gudang beku Desain dan layout pada ruang pendingin, es, dan gudang beku cukup baik, namun masih ditemukan ketidaksesuaian. Permukaan dinding terbuat dari aluminium yang kedap air, berwarna terang, dan tahan lama. Permukaan dinding juga halus, tanpa retak, dan mudah didesinfeksi. Langit-langit juga tampak berwarna terang, bebas dari retak dan celah, serta permukaannya halus. Kondisi lantai memiliki kemiringan yang cukup dan mudah dibersihkan serta terbuat dari bahan yang kedap air. Kondisi lantai cukup licin karena es yang menempel. Hasil penilaian menunjukkan adanya ketidaksesuaian karena lantai yang licin. Menurut CAC (2003); CAC (2009); KKP (2007), lantai harus memiliki kemiringan yang cukup, mudah dibersihkan dan didesinfeksi, terbuat dari bahan yang kedap air, tidak beracun, tidak menyerp, tidak licin, dan tidak retak. 3.3. Peralatan Peralatan yang digunakan oleh PT X dalam proses pengolahan tuna adalah meja dan pisau yang terbuat dari bahan stainless steel, mudah dibersihkan, tahan karat, dan tahan air. Peralatan lain adalah keranjang yang terbuat dari plastik dan diberi warna berbeda untuk area dan fungsi kerja berbeda, serta talenan yang selalu dijaga kebersihannya. Peralatan produksi selalu dibersihkan dua kali sehari, yaitu saat akan istirahat dan saat akan pulang, serta dilakukan monitoring pembersihan oleh QC. Pencucian alat dilakukan di dalam ruang produksi. Peralatan disimpan di dalam anteroom ketika tidak sedang digunakan. Hasil penilaian menunjukkan ketidaksesuaian, yaitu tempat pencucian alat tidak terpisah dan tidak memiliki pintu masuk dan keluar yang terpisah. CAC (2003); CAC (2009); KKP (2007), menyatakan bahwa peralatan harus mempunyai tempat pencucian alat yang terpisah, serta tempat pencucian mempunyai pintu masuk dan keluar yang terpisah. 3.4. Fasilitas Fasilitas yang terdapat pada UPI terdiri dari bebrapa hal yang berguna untuk menunjang proses pengolahan tuna. CAC (2009) dan KKP (2007) mensyaratkan
16
bahwa fasilitas yang terdapat dalam industri pangan mencakup beberapa hal, yaitu supplai air, drainase dan pembuangan limbah, pembersihan, ruang ganti, kamar mandi, dan toilet, kontrol suhu, penerangan, fasilitas pencucian tangan dan desinfeksi, fasilitas pembekuan, serta pembuatan dan penggunaan es. Suplai air Suplai air di PT X dipenuhi dari suplai air baku yang didapatkan dari Perum Nizam Zachman dan mengalami proses pengolahan air di PT X. Sistem pengolahan air dilakukan dengan proses filtrasi yang selanjutnya dibagi ke dalam tiga pompa. Ketiga pompa digunakan sebagai penanda dari penggunaan air selanjutnya. Air yang kontak dengan bahan pangan akan melalui proses ozonasi dan Reverse Osmosis (RO) yang selanjutnya dialirkan ke water chiller. Air yang digunakan untuk pembersihan hanya dilalui menuju proses ozonasi dan water chiller. Dalam penggunaannya terdapat nomor seri dan penanda dari air yang dapat digunakan untuk kontak dengan bahan pangan dan yang tidak dapat. Air yang kontak dengan bahan pangan telah memenuhi spesifikasi air minum yang sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan RI nomor 907/MENKES/SK/VII/2002 dan diuji secara berkala oleh laboratorium internal. Pasokan dan tekanan air cukup karena PT X mempunyai tangki penampung air dengan kapasitas yang memadai dan selalu dalam kondisi terkontrol. Hasil penilaian menunjukkan satu temuan ketidaksesuaian, yaitu PT X tidak memiliki peta distribusi air. Menurut CAC (2003); CAC (2009) dan KKP (2007), suplai air yang kontak dengan bahan pangan harus menggunakan air dengan spesifikasi air minum, pasokan air cukup, terdapat penandaan yang jelas antara pipa penanda air minum dan bukan air minum, serta memiliki peta distribusi air dan kran yang diberi nomor seri. Drainase dan pembuangan limbah Sistem drainase dan pembuangan limbah di PT X terkontrol dalam kondisi yang baik. Limbah padat potongan ikan sisa hasil produksi ditempatkan dalam wadah khusus yang terbuat dari fiber serta berwarna cerah dan dibersihkan setiap hari. Limbah tersebut selalu diambil oleh pengumpul setiap hari. Limbah cair dari PT X akan dialirkan melalui saluran pembuangan limbah yang tertutup dan dialirkan keluar pabrik untuk ditampung pada suatu kolam penampungan. Sistem pengelolaan limbah cair dikelola oleh pihak PPS Nizam Zachman dan PT X hanya membayar biaya pengolahan setiap bulannya. Hasil penilaian menunjukkan tidak ditemukan ketidaksesuaian pada sistem drainase dan pembuangan limbah PT X. Pembersihan Pembersihan di PT X dilakukan dengan menggunakan air dingin serta air panas dan sabun sebagai desinfektan. Sabun digunakan untuk mencuci semua peralatan dan dinding. Air panas digunakan untuk membilas peralatan yang telah dicuci sebelum disimpan di dalam anteroom. Hasil penilaian tidak menunjukkan adanya ketidaksesuaian pada aspek fasilitas pembersihan di PT X. Ruang ganti, kamar mandi, dan toilet Fasilitas ruang ganti di PT X memadai dan terpisah antara pria dan wanita. Lantai dan dinding ruang ganti terbuat dari keramik berwarna putih dan kedap air serta mudah dibersihkan. Ruang ganti dilengkapi dengan loker untuk menyimpan barang karyawan selama proses pengolahan berlangsung. Terdapat tempat cuci tangan yang memadai di dekat setiap toilet dan pintu masuk ruang produksi yang dilengkapi dengan kran otomatis dan deseinfektan namun tidak dilengkapi dengan
17
pengering sekali pakai. Lokasi toilet terpisah dari ruang pengolahan yang dilengkapi dengan dengan sistem menyiram air yang masih berfungsi. Terdapat empat toilet untuk karyawan dan satu toilet untuk staf. Karyawan di PT X berjumlah 71 karyawan yang terdiri dari 20 karyawan pria dan 51 karyawan wanita. Peraturan Menteri Perindustrian nomor 75/M-IND/PER/7/2010 mensyaratkan bahwa dibutuhkan 1 toilet untuk setiap 25 orang karyawan pria dan dibutuhkan 3 toilet untuk 41-75 karyawan wanita. Kontrol suhu dan penerangan CAC (2009) mensyaratkan bahwa sebuah pabrik pengolahan pangan harus memiliki fasilitas pengontrol suhu, baik suhu produk maupun suhu ruangan. Kondisi fasilitas kontrol suhu di PT X telah memadai. Terdapat termometer dan alat pengontrol suhu di dalam ruang produksi, chill room, alat pembeku, dan gudang beku. Selain itu suhu produk pangan juga selalu dalam kondisi terkontrol pada setiap tahap pengolahan. Data hasil kontrol suhu selalu dicatat dalam rekaman. Form catatan kontrol suhu dapat dilihat pada Lampiran 10. Kondisi penerangan di PT X memadai dengan menggunakan lampu berwarna putih, diberi pelindung yang aman, dan cahaya memadai. Kondisi lampu juga tidak berpotensi menyebabkan kontaminasi pada proses pengolahan. Hasil penilaian menunjukkan tidak ditemukan ketidaksesuaian dalam aspek kontrol suhu dan penerangan di PT X. Fasilitas pencucian tangan dan desinfeksi Kondisi fasilitas pencucian tangan di PT X memiliki hasil yang cukup baik. Hal ini dapat dilihat dari fasilitas bak cuci kaki dengan ukuran yang sesuai pada pintu masuk utama ruang pengolahan. Bak cuci kaki menggunakan air bersih dan diberi klorin 200 ppm. Fasilitas cuci tangan juga terdapat di pintu masuk utama ruang pengolahan dan dilengkapi dengan sabun dan kran otomatis. Namun, belum digunakan pengering sekali pakai. Pintu masuk ruang pengolahan yang berasal dari lift tidak dilengkapi dengan bak cuci kaki dan fasilitas cuci tangan. Hasil penilaian menunjukkan adanya ketidaksesuaian pada tidak dilengkapinya bak cuci kaki dan fasilitas cuci tangan pada pintu masuk dari lift, serta pada fasilitas cuci tangan tidak dilengkapi dengan pengering sekali pakai. Menurut CAC (2003); CAC (2009) dan KKP (2007), semua pintu masuk ke area pengolahan dilengkapi dengan bak cuci kaki dengan ukuran yang sesuai. Selain itu juga harus terdapat pengering sekali pakai pada fasilitas cuci tangan. Fasilitas pembekuan Fasilitas pembekuan di PT X meliputi alat pembeku dan gudang pembeku. Alat pembeku tuna di PT X menggunakan Air Blast Freezer (ABF). Kapasitas alat pembeku dan gudang membeku memadai dan dilengkapi dengan alat pencatat suhu. Fasilitas ABF dan gudang beku juga dilengkapi dengan tirai, namun anteroom tidak dilengkapi dengan tirai. Penyimpanan produk dilakukan dengan metode First In First Out (FIFO) dan disimpan dengan menggunakan pallet untuk tuna saku serta produk ground meat, dan keranjang untuk tuna loin. Hasil penilaian menunjukkan ketidaksesuaian dimana pintu masuk anteroom tidak dilengkapi dengan tirai. Menurut CAC (2009) dan KKP (2007), pintu masuk anteroom dan gudang beku harus dilengkapi dengan tirai. Pembuatan dan penggunaan es Pembuatan es di PT X dilakukan dengan menggunakan mesin pembuat es. Es yang dibuat berasal dari air dengan spesifikasi air minum dan telah melalui
18
proses ozonasi dan Reverse Osmosis (RO). Es yang dihasilkan kemudian disimpan dalam tempat khusus es yang bersih dan selalu dijaga kebersihannya. Hasil penilaian menunjukkan tidak ditemukan ketidaksesuaian untuk fasilitas pembuatan dan penggunaan es di PT X. 3.5. Prosedur pengendalian Pengendalian bahaya pangan Pengendalian bahaya pangan di PT X telah dilakukan dengan baik. PT X telah mendapatkan sertifikasi HACCP dari Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Periakan (P2HP) Kementerian Kelautan dan Perikanan dengan nilai A (Lampiran 11). Sertifikasi HACCP tersebut juga telah diimplementasikan dengan baik di dalam proses produksi. Setiap proses produksi dituangkan dalam diagram alir proses manual HACCP. Selain itu juga dilakukan tahapan identifikasi bahaya, penentuan titik kritis, dan prosedur monitoring, serta tindakan koreksi yang sesuai dalam manual HACCP. Produsen pangan wajib melakukan kontrol untuk memastikan keamanan pangannya. Upaya kontrol tersebut berupa pencegahan, penghilangan, dan pengurangan bahaya kemanan pangan (FDA 2006). Hasil penilaian menunjukkan tidak ditemukannya ketidaksesuaian. Aspek kunci dalam pengendalian sistem higiene Pengendalian sistem higiene memiliki beberapa aspek kunci. Aspek kunci ini berperan dalam pengendalian waktu dan suhu proses, kalibrasi alat pengukur suhu, pengawasan pada setiap proses, dan pengendalian kontaminasi silang (CAC 2009). Aspek kunci pada pengendalian higiene PT X terdapat pada pengukuran dan pencatatan suhu ikan saat penerimaan bahan baku. Selanjutnya adalah pengukuran dan pencatatan suhu produk dan ruangan pendinginan, pembekuan, dan gudang beku. Hal lain yang dilakukan adalah melakukan pengecekan produk dari adanya kontaminasi mikrobiologi dan fisik. Kalibrasi pada termometer juga dilakukan secara berkala. Hasil penilaian menunjukkan tidak ditemukannya ketidaksesuaian pada aspek kunci pengendalian higiene PT X. Persyaratan bahan baku Pada proses penerimaan bahan baku di PT X, terdapat beberapa persyaratan yang harus dipenuhi, yaitu ikan tuna yang diterima adalah minimal grade B dengan suhu pusat < 3 ˚C, serta memenuhi persyaratan organoleptik. Proses pencucian ikan juga dilakukan dengan cepat ± 1 menit. Ikan yang tidak langsung dipotong, disimpan di dalam bak penampungan yang diberi es. Peralatan yang digunakan selama proses penerimaan bahan baku dalam keadaan bersih. Setelah pembuangan kepala tidak dilakukan proses pencucian dengan air. Limbah hasil pemotongan ditempatkan pada sebuah wadah khusus. Hasil penilaian menunjukkan adanya ketidaksesuaian, yaitu tidak dilakukan pencucian dengan air setelah dilakukan pemotongan kepala. Menurut CAC (2003); KKP (2007), setelah pembuangan kepala dan isi perut segera dilakukan pencucian dengan air yang dipersyaratkan. Pengemasan Produk tuna loin PT X memiliki bahan pengemas berupa plastik vakum dan master karton. Kondisi pengemasan bersifat higienis dan tidak menurunkan mutu produk. Bahan pengemas yang tidak digunakan disimpan di dalam gudang dan melewati proses ozonasi saat akan memasuki ruang produksi. Pada kemasan master karton, mencakup beberapa informasi seperti nutrition fact, jenis produk, berat bersih, petunjuk penggunaan dan penyimpanan produk, kode produksi,
19
tanggal produksi, tulisan “Product of Indonesia” dan “Dolphin Safe”, serta terdapat nomor registrasi dari Food and Drugs Administration (FDA). CAC (2007) melalui General Standard for The Labelling of Prepackaged Food menyampaikan bahwa terdapat informasi wajib yang harus terdapat pada label pangan, yaitu nama produk, bahan baku, berat bersih, nama dan alamat produsen, asal negara, kode dan tanggal produksi, serta petunjuk penggunaan. Hasil penilaian tidak ditemukan ketidaksesuaian untuk aspek pengemasan PT X. Air Prosedur pengendalian air di PT X dilakukan dengan baik. Air yang digunakan untuk kontak dengan bahan pangan dan bahan baku pembuatan es telah melewati proses ozonasi dan Reverse Osmosis (RO). Selain itu terdapat nomor seri dan penanda yang jelas pada setiap kran output air di dalam ruang produksi. Hasil penilaian tidak menunjukkan adanya ketidaksesuaian. Manajemen dan supervisi Sistem manajemen dan supevisi di PT X telah berlangsung baik. Manajer mengerti dan menerapkan program higiene dalam proses produksi dan membuat aturan mengenai pelaksanaan program higiene. Manajer memiliki latar belakang pendidikan di bidang perikanan dan pernah mengikuti beberapa pelatihan manajemen mutu dan keamanan pangan. Hasil penilaian menunjukkan tidak ditemukannya ketidaksesuaian sistem manajemen dan supervisi di PT X. Dokumentasi dan rekaman Sistem dokumentasi dan rekaman di PT X telah berlangsung dengan baik. Seluruh proses produksi telah dilakukan perekaman dengan baik. Tidak terdapat dokumen yang dipalsukan dan dapat dipercaya. Rekaman selalu dimutakhirkan dan tersedia di dalam ruang manajemen. Masa simpan dokumen adalah selama tujuh tahun ke belakang. Hasil penilaian tidak ditemukan ketidaksesuaian. Prosedur penarikan Prosedur penarikan di PT X telah dipersiapkan dengan baik dan terdapat di dalam manual HACCP. Sistem traceability juga telah dilakukan dengan baik dengan memberi nomor dan kode produksi pada setiap batch tuna. Manajer produksi mengetahui dan paham mengenai sistem traceability dan recall jika terjadi keadaan darurat. Prosedur penarikan dilakukan secara upward dan backward. Prosedur penarikan PT X dapat dilihat pada Lampiran 12. Hasil penilaian menunjukkan tidak ditemukannya ketidaksesuaian. 3.6. Pemeliharaan dan sanitasi Pemeliharaan dan pembersihan Proses pembersihan ruangan produksi di PT X dilakukan dengan melakukan pencucian pada dinding ruangan dan menyiram dengan air. Selama proses produksi, lantai selalu disiram dengan air setiap 30 menit sekali oleh petugas sanitasi. Pembersihan peralatan dilakukan dengan pencucian sabun dan pembilasan dengan air panas. Program piket juga dijalankan untuk mengatur program pembersihan. Hasil penilaian menunjukkan tidak ditemukannya ketidaksesuaian. Pengawasan binatang pengerat (Pest control) Program pest control di PT X dilakukan dengan sistem kontrak dengan perusahaan pest control. Program ini dilakukan setiap 2 kali dalam 1 bulan. Petugas dari PT X bertugas untuk melakukan supervisi terhadap tugas yang dilakukan perusahaan pest control dan dicatat dalam rekaman. Form catatan dapat
20
dilihat pada Lampiran 13. Selain program pest control, juga dilakukan pemberian penangkap lalat (insect killer) di beberapa titik, seperti pintu masuk ruang pengolahan, dan sebagainya. Selain itu juga terdapat anti rayap pada beberapa titik di dalam PT X. Hasil penilaian menunjukkan tidak ditemukan ketidaksesuaian. Manajemen limbah dan efektifitas pengawasan Sistem manajemen limbah di PT X memungkinkan limbah tidak terakumulasi pada proses penanganan pangan, penyimpanan pangan, dan area pengolahan. Limbah padat selalu dibuang setiap hari dengan cara diambil oleh pengumpul yang ditentukan. Limbah cair perusahaan dialirkan menuju kolam penampungan yang dikelola oleh PPS Nizam Zachman. Efektifitas pengawasan di PT X juga berlangsung dengan baik dimana program sanitasi diawasi secara berkala dan dibawah pengawasan manajer serta secara berkala dilakukan sampling kondisi mikrobiologi dan direkam. Hasil penilaian menunjukkan tidak ditemukan ketidaksesuaian. 3.7. Higiene personal Status kesehatan karyawan Status kesehatan karyawan di PT X selalu dicek setiap 6 bulan sekali. Program pengecekan status kesehatan karyawan dilakukan bekerjasama dengan klinik pelabuhan. Hal ini karena program pengecekan yang lengkap, harga yang ekonomis, dan jarak yang tidak terlalu jauh dari perusahaan. Hasil pengecekan status kesehatan karyawan dapat dilihat pada Lampiran 14. Program pengecekan kesehatan yang dilakukan adalah torax, feses, mata, urin, telinga, buta warna, tensi tekanan darah. Pengecekan kesehatan ini berlaku wajib bagi setiap karyawan dan staf yang menangani ikan. Karyawan yang memiliki status kesehatan yang berpotensi untuk mengontaminasi produk, dialihkan ke bagian lain. Hasil penilaian menunjukkan tidak ditemukan ketidaksesuaian. Sakit Karyawan yang menderita sakit seperti diare, muntah, demam tidak diperkenankan masuk ke dalam ruang produksi. Selain itu juga terdapat sarana pertolongan pertama dan luka ditutup dengan perban. Namun, tidak dilakukan pengecekan secara pasti siapa saja karyawan yang menderita sakit. Hasil penilaian menunjukkan adanya ketidaksesuaian, yaitu tidak dilakukan pengecekan secara pasti siapa saja karyawan yang menderita sakit. Kebersihan personal Kebersihan personal di PT X dilakukan dengan cukup baik. Karyawan memakai pakaian seragam lengkap dengan topi yang menutupi rambut, masker, seragam, dan boot. Karyawan harus melepas seluruh seragam ketika memasuki toilet dan harus mencuci tangan setelah keluar dari toilet. Seragam karyawan harus dicuci setelah digunakan selama 2 hari dan dicuci oleh pihak UPI. Saat jam istirahat, baju karyawan harus digantung di sebuah lemari yang mengandung ozon, namun banyak karyawan kurang tertib dalam menaruh seragam. Hasil penilaian menunjukkan ketidaksesuaian, yaitu tidak dilakukan kontrol penggantungan baju dalam ruang ozon baik pada saat jam istirahat maupun saat pulang bekerja. Sikap personal Pengawasan terhadap sikap karyawan juga telah dilakukan oleh PT X. Pada beberapa tempat, terdapat larangan untuk makan, merokok, dan meludah di kawasan pabrik. Karyawan tidak ada yang merokok dalam lingkungan pabrik.
21
Makan dan minum hanya diizinkan di ruang istirahat, tidak boleh dilakukan di ruang produksi maupun ruang ganti. Makan dan minum tidak boleh dengan menggunakan seragam. Namun, terdapat beberapa karyawan yang bercanda saat proses produksi tidak tinggi. Hasil penilaian menunjukkan adanya ketidaksesuaian, yaitu terdapat beberapa karyawan yang bercanda saat proses produksi berlangsung. Pengunjung Pengunjung di PT X yang akan masuk ke dalam ruang produksi harus mengikuti segala ketentuan sanitasi dan higiene yang berlaku, seperti menggunakan seragam lengkap, mencuci tangan, tidak makan serta minum, dan merokok. Pengunjung yang dimaksud mencakup pihak manajemen, tamu, maupun mahasiswa praktek kerja lapang. Hasil penilaian menunjukkan tidak ditemukan ketidaksesuaian. 3.8. Pelatihan Kepedulian dan tanggung jawab Menurut CAC (2003); CAC (2009), karyawan harus peduli dan bertanggung jawab untuk melindungi produk dari kontaminasi dan kerusakan serta harus memiliki kemampuan untuk menangani produk dengan higienis. Hasil survei yang dilakukan kepada 34 orang responden yang berasal dari karyawan, 97,1% karyawan menyatakan peduli dengan kebersihan selama bekerja, dan 94,1% karyawan menyatakan peduli dengan produk yang dihasilkan perusahaan. Hasil ini menunjukkan tidak ditemukan ketidaksesuaian. Program pelatihan Program pelatihan karyawan di PT X dilakukan secara internal oleh manajer PT X dengan sistem Learning by Doing. Hal ini bertujuan agar karyawan dapat mengerti secara utuh dengan cara yang mudah mengenai sistem higiene perusahaan. Pelatihan yang diberikan mengenai titik kritis pada tuna seperti suhu rendah untuk mencegah histamin, dan sebagainya. Pelatihan eksternal diberikan kepada karyawan tertentu seperti QC dan analis laboratorium. Hasil penilaian menunjukkan tidak ditemukan ketidaksesuaian. Instruksi dan supervisi Supervisi selama proses produksi dilakukan oleh mandor dan QC dan beberapa kali dikontrol oleh manajer produksi. Pada saat supervisi dapat diketahui pengetahuan karyawan mengenai higiene yang diaplikasikan dalam pekerjaannya. Hasil penilaian menunjukkan tidak ditemukan ketidaksesuaian. Pembaharuan pelatihan Menurut CAC (2003); CAC (2009), program pelatihan harus selalu dilakukan review dan diperbaharui sesuai dengan keperluan yang ada. Program pelatihan karyawan di PT X dilakukan secara Learning by Doing dan materi yang selalu disesuaikan dengan kebutuhan dari para karyawan. Hasil penilaian menunjukkan tidak ditemukan ketidaksesuaian, namun pihak perusahaan tidak membuat program pelatihan secara terencana dan terdokumentasi. 3.9. Informasi produk dan kepedulian konsumen Identifikasi lot dan informasi produk Menurut CAC (2009), setiap kontainer atau sarana pengangkut harus ditandai dengan identitas produsen dan lot. Selain itu semua produk pangan harus diberi informasi yang memadai agar dapat digunakan pada rantai pangan berikutnya dengan aman dan benar. Setiap produk yang akan diekspor oleh PT X
22
telah diberi identitas dalam kontainer dan dicatat sehingga memungkinkan untuk dilakukan traceability. Selain itu, semua produk telah diberikan informasi yang memadai bagi konsumen dan pihak lain yang menangani produk termasuk cara penyimpanan produk. Hasil penilaian menunjukkan tidak terdapat ketidaksesuaian. Pelabelan dan pendidikan konsumen Berdasarkan persyaratan CAC (2009), semua produk pangan harus diberi label dengan benar agar dapat digunakan pada rantai pangan berikutnya dengan aman dan benar. Selain itu program pendidikan konsumen dilakukan untuk memberi pengetahuan kepada konsumen mengenai sifat produk dan kaitan antara suhu dan kerusakan produk. Pelabelan yang dilakukan di PT X telah berjalan dengan baik. Setiap produk telah diberikan label sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Selain itu, pendidikan kepada konsumen di PT X dilakukan dengan memberikan keterangan yang jelas pada label produk bahwa produk harus disimpan pada suhu tertentu serta dengan pemberian tanggal produksi. Hasil penilaian menunjukkan tidak ditemukan ketidaksesuaian. 4. Eksportir Proses ekspor tuna loin beku PT X dilakukan dengan menggunakan kontainer melalui jalur laut. Penilaian higiene selama proses ekspor mengacu pada KEP. 01/MEN/2007 tentang Persyaratan Jaminan Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan pada Proses Produksi, Pengolahan, dan Distribusi. Acuan lainnya adalah Recommended Intrnational Code of Practice General Principles of Food Higiene CAC/RCP 1-1969 dalam Food Hygiene Basic Text (CAC 2009), CAC/RCP 52-2003 tentang Code of Practice for Fish and Fishery Products, serta CAC/RCP 47-2001 tentang Code of Hygiene Practice for the Transport of Food in Bulk and Semi-Packed Food. Aspek yang dinilai meliputi peryaratan transportasi serta penggunaan dan pemeliharaan. 4.1. Transportasi Persyaratan Sistem transportasi yang dilakukan oleh PT X adalah dengan menggunakan kontainer. Kontainer yang digunakan merupakan kontainer yang memiliki desain untuk menghindari kontaminasi dan kerusakan fisik, mudah dibersihkan. Kontainer juga dilengkapi dengan pendingin udara sehingga dapat menjaga suhu produk dan memiliki data rekaman suhu selama pendingin udara hidup. Pihak perusahaan memiliki data penyimpanan suhu selama proses distribusi melalui data rekaman. Hasil penilaian menunjukkan tidak ditemukan ketidaksesuaian. Penggunaan dan pemeliharaan Kontainer yang digunakan PT X untuk melakukan ekspor adalah kontainer yang dikhususkan untuk mengangkut bahan pangan. Kontainer yang akan digunakan, dicuci terlebih dahulu dan didinginkan hingga mencapai suhu yang sesuai sebelum produk dimasukkan. Hasil penilaian menunjukkan tidak ditemukan ketidaksesuaian. 5. Retailer Proses retail produk tuna loin beku PT X dilakukan oleh importir di Amerika. Penilaian persyaratan higiene pada proses retail mengacu pada CAC/RCP 52-2003 tentang Code of Practice for Fish and Fishery Products. Persyaratan pada proses retail adalah pengendalian pada setiap tahapan untuk mengurangi kontaminasi bahaya. Produk tuna loin harus bebas dari benda asing
23
(filth). Produk tuna loin beku disimpan pada suhu dibawah -18 ˚C dan dilakukan sampling dari beberapa tempat di bagian kontainer serta pengecekan suhu internal kontainer dan produk. Kontainer ekspor yang disewa oleh PT X merupakan kontainer yang dilengkapi dengan pendingin udara dan dilengkapi dengan perekam data suhu selama proses ekspor berlangung. Pihak retailer dapat melakukan pengecekan suhu berdasarkan data rekaman tersebut dan dapat melakukan sampling pada beberapa bagian kontainer. 6. Model SIPOC Model SIPOC merupakan suatu alat yang berguna dan paling banyak digunakan dalam manajemen rantai pasokan (supply chain management) untuk peningkatan proses terus menerus (Gaspersz 2012). SIPOC merupakan kepanjangan dari lima elemen kunci sistem rantai pasokan, yaitu supplier, input, proses, output, dan customer. Penjabaran kelima elemen kunci tersebut dapat mendeskripsikan dengan jelas, tugas dan peran utama dari kelima elemen kunci tersebut yang selanjutnya dapat digunakan untuk peningkatan berkesinambungan. Model SIPOC untuk PT X dapat dilihat pada Tabel 1. Pada elemen supplier terdapat beberapa persyaratan yang harus dipenuhi agar diizinkan untuk mengirim barang, baik ikan maupun bahan pendukung ke PT X. Pada elemen input, terdapat berbagai persyaratan yang ditentukan PT X untuk barang yang masuk ke proses pengolahan, baik ikan, bahan pengemas, dan sebagainya. Persyaratan tersebut mengacu kepada regulasi terkait dan standar perusahaan. Regulasi yang digunakan antara lain berdasarkan FDA (2013) dan BSN (2006 a). Pada elemen proses terdapat proses pengolahan yang dilakukan di PT X. Pengawasan terhadap proses pengolahan dilakukan dengan mengacu pada HACCP Plan PT X. Elemen output menjabarkan mengenai produk yang dihasilkan oleh PT X. Persyaratan pada produk yang dihasilkan mengacu pada regulasi yang berlaku serta standar yang ditetapkan oleh perusahaan. Regulasi yang digunakan antara lan mengacu pada FDA (2011) dan BSN (2006a). Pada elemen customer terdapat konsumen yang dituju dari PT X. Persyaratan pengiriman produk kepada konsumen mengacu pada regulasi terkait.
24
Tabel 1. Model SIPOC PT X INPUT
PROCESS
Transit A
SUPPLIER
Yellowfin Tuna*
Tuna Saku
Importir Amerika
Transit B Transit C
Big Eye Tuna*
Penerimaan bahan baku Pencucian I Penyimpanan sementara Penimbangan I
Tuna Loin Tuna Steak
Pasar Lokal
Pemotongan kepala dan loin Pembuangan daging gelap dan bely Skinning dan Trimming Penimbangan II Pemberian CO
Tuna Ground Meat Kamma
Penyimpanan dalam chill room Sortasi mutu Retouching Penimbangan III Pemvakuman Pembekuan Penimbangan IV Packing Pelabelan Penyimpanan
Belly
PT Surya Agung PT Davri Plasindo Nusantara PT Panca Mitra PT Multi Kreasi PT Akrilik Kurnia Kencana PT Antar Kimia PT Kartika
Bahan Pengemas* Bahan Kimia
OUTPUT
CUSTOMER
Tuna Cube
Dagu Tuna scrab Daging gelap
Persyaratan Supplier: 1. Ikan hanya dapat dibeli dari supplier yang telah disetujui perusahaan. 2. Persetujuan supplier dikontrol oleh manajer pembelian dan disetujui oleh manajer Quality Assurance dan General Manager 3. Informasi dari supplier mencakup: a. Nama, alamat, nomor persetujuan b. Jenis dari bahan baku yang disediakan c. Daerah asal bahan baku d. Fasilitas dari supplier e. Penanganan yang dilakukan oleh supplier f. Sistem pengawetan yang sampai ikan sampai di perusahaan 4. Informasi ini tercantum dalam Form Surat Keterangan Pemasok dan Sertifikat Hasil Tangkapan Ikan (Catch Certificate) (Lampiran 15 dan 16) Persyaratan Input: Spesifikasi Bahan Baku: a. Nama Spesies: Big Eye Tuna, Yellowfin Tuna, Bluefin Tuna, Albacore Tuna b. Ukuran bahan baku: minimum 12 kg/ekor c. Kriteria minimum: mata menonjol, daging elastis, bau netral d. Proses penerimaan bahan baku: 1. Kapal penangkap ikan 2. Pembongkaran
25
3. Grading 4. Pencucian 5. Penimbangan 6. Pengesan 7. Pengangkutan (suhu ≤ 3 ˚C) Informasi ini tercantum dalam Form Harvest Vessel Receiving Record (Lampiran 17) dan Daily Report of Raw Material Receiving (Lampiran 18) Spesifikasi Bahan Pengemas: a. Bahan pengamas harus bersih dan terlindungi dari debu b. Label dan logo harus tampak jelas c. Bahan pengemas harus berasal dari supplier yang telah disetujui perusahaan d. Bahan pengemas harus higienis Informasi ini tercantum dalam Form lampiran 19. Persyaratan Output (Tuna saku, loin, steak, cube, ground meat): 1. TPC : < 500.000/gram 2. E. coli : < 0,3 MPN/gram 3. Salmonella : Negatif 4. Vibrio cholera : Negatif 5. Vibrio parahaemolyticus : Negatif 6. Tes Kimia untuk Merkuri : < 1 ppm 7. Cd (Kadnium) : < 0,1 ppm 8. Pb (Plumbum/ lead) : < 0,2 ppm 9. Histamin : < 50 ppm Persyaratan Customer Dokumen sebelum proses ekspor: Purchase Order (PO) dan Kontrak Isi kontrak mencakup: a. Jenis Barang b. Harga c. Kuantitas d. Pengiriman e. Cara Pembayaran Dokumen saat proses ekspor: a. Sertifikat mutu (Lampiran 20) b. Invoice Packing List (Lampiran 21) c. Bill of Loading
Kajian Risiko pada Rantai Distribusi Tuna Loin Beku Risiko selama proses distribusi tuna loin beku umumnya adalah risiko yang berhubungan dengan mutu dan keamanan pangan. Penentuan peluang terjadinya risiko perlu dilakukan di dalam rencana kontrol risiko atau Risk Control Plan (RCP). RCP dapat digunakan sebagai strategi untuk meminimalkan peluang terjadinya risiko. RCP juga harus tertulis dalam rencana manajemen. Penerapan RCP juga memberi peluang bagi produsen pangan untuk melakukan tindakan koreksi dan membuat implementasi strategi baru bagi fasilitas dan proses pengolahannya (FDA 2006). Kajian risiko pada rantai distribusi tuna loin beku
26
dilakukan dengan menggunakan Risk Failure Mode and Effect Analysis (RFMEA) (Carbone dan Tippet 2004). Berdasarkan kajian dengan RFMEA, risiko yang telah diurutkan diberi nilai berdasarkan peluang terjadinya (Likelihood), dampak yang dihasilkan (Impact), dan metode deteksi yang dilakukan (Detection). Nilai risiko didapatkan dari hasil perkalian antara Likelihood (L) dan Impact (I), sedangkan nilai Risk Priority Number (RPN) didapat dari Likelihood (L) x Impact (I) x Detection (D). Hasil penilaian menunjukkan 11 risiko terhadap mutu dan keamanan pangan yang mungkin terjadi selama proses distribusi tuna loin beku di PT X. Risiko terhadap mutu dan keamanan pangan selama distribusi produk tuna loin beku dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Risiko terhadap mutu dan keamanan pangan tuna loin beku Risk ID
Risk Event
Symptom
Likelihoo d
Impact
Risk Score
A
Jika tidak dilakukan pengecekan suhu Jika tidak dilakukan proses secara higienis Jika suhu ruang proses, chill room, cold storage, dan ABF berfluktuasi Jika produk mengalami kontaminasi dari peralatan dan pekerja Jika metal detector tidak akurat Jika terjadi penyimpanga n waktu pembekuan Jika terjadi kesalahan pekerja Jika terjadi kesalahan kalibrasi pada alat Jika bahan pengemas yang
Saat bahan baku masuk dan selama proses Saat bahan baku masuk dan selama proses Selama proses pengolahan
7
9
63
6
378
6
8
48
4
192
3
9
27
1
27
Selama proses pengolahan
6
9
54
4
216
Pada pengecekan akhir Selama proses pembekuan
6
8
48
7
336
3
6
18
3
54
Selama proses pengolahan Selama proses pengolahan
7
5
35
3
105
5
3
15
3
45
Selama proses pengolahan
1
9
9
2
18
B
C
D
E
F
G
H
I
Detection
RPN
27
Selama proses pengolahan Selama proses pengolahan
5
6
30
3
90
1
9
9
2
18
Penilaian risiko dari Tabel 1. Dilanjutkan dengan membuat diagram pareto terhadap nilai risiko (Risk Score) dan nilai Risk Priority Number (RPN), serta membuat diagram pencar untuk mengetahui risiko-risiko yang kritis. Pareto Chart of Risk ID 400 100 300
80 60
200
Percent
K
Risk Score
J
digunakan tidak berspesifikas i food grade Jika terjadi penanganan yang kasar Jika air dan es yang digunakan tidak berspesifikas i air minum
40 100 20 0 Risk ID Risk Score Percent Cum %
A D B E G J C F H I Other 63 54 48 48 35 30 27 18 15 9 9 17,7 15,2 13,5 13,5 9,8 8,4 7,6 5,1 4,2 2,5 2,5 17,7 32,9 46,3 59,8 69,7 78,1 85,7 90,7 94,9 97,5 100,0
0
Gambar 2 Diagram pareto nilai risiko (Risk Score) Hasil analisis nilai risiko dengan menggunakan diagram pareto menunjukkan bahwa nilai risiko tertinggi dimiliki oleh risiko dengan kode A adalah 63. Dengan melihat diagram pareto ini, maka ditentukan nilai kritis risiko adalah 30. Penentuan nilai RPN dapat dilihat pada Gambar 3
28
Pareto Chart of Risk ID 1600 100
1400 1200
RPN
1000 60
800 600
40
Percent
80
400 20
200 0 Risk ID RPN Percent Cum %
A 378 25,6 25,6
E 336 22,7 48,3
D 216 14,6 62,9
B 192 13,0 75,9
G 105 7,1 83,0
J 90 6,1 89,0
F 54 3,7 92,7
H 45 3,0 95,7
Other 63 4,3 100,0
0
Gambar 3 Diagram pareto nilai Risk Priority Number (RPN) Gambar 3. menunjukkan diagram pareto antara Risk ID dengan nilai RPN. Gambar tersebut menunjukkan bahwa risiko dengan kode A memiliki nilai RPN tertinggi sebesar 378, yang diikuti oleh risiko dengan kode E, D, dan B. Dengan melihat diagram pareto ini, maka ditentukan nilai kritis RPN sebesar 180. Penentuan risiko-risiko kritis dapat dilihat pada Gambar 4
Gambar 4. Diagram pencar nilai risiko (Risk Score) dan RPN Gambar 4 menunjukkan diagram pencar antara nilai risiko dengan nilai RPN yang menentukan risiko-risiko kritis. Berdasarkan Gambar 5, terdapat 4 risiko kritis yang harus diperhatikan secara serius oleh manajemen. Keempat risiko tersebut adalah risiko dengan kode A, B, D, dan E. Risiko A terjadi bila tidak dilakukan pengecekan suhu selama proses pengolahan dan penerimaan bahan baku. Risiko B
29
terjadi jika proses tidak dilakukan secara higienis selama proses pengolahan dan penerimaan bahan baku. Risiko D terjadi bila produk mengalami kontaminasi dari peralatan dan pekerja selama proses pengolahan. Risiko E terjadi bila metal detector tidak akurat pada pengecekan akhir. Risiko A akan mengakibatkan timbulnya histamin. Risiko B dan D akan mengakibatkan jumlah mikroba meningkat pada produk. Risiko E akan mengakibatkan adanya serpihan logam pada produk. Tindak lanjut untuk meminimalkan peluang terjadinya risiko adalah dengan membuat rencana tanggap risiko. Pembuatan rencana tanggap risiko dapat menekan nilai RPN sampai ke titik terendah yang mampu dicapai oleh risiko tersebut. Rencana tanggap risiko dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Rencana Tanggap Risiko Risk Revised Revised Response Likelihood Impact Plan (RL) (RI)
Revised Risk Score
Revised Detection (RD)
Revised RPN
A B D E
6 6 6 6
3 4 4 5
18 24 24 30
2 2 2 2
3 3 3 3
Tabel 3 menunjukkan bahwa setelah dilakukan kajian rencana tanggap risiko, nilai RPN mampu diturunkan hingga ≤ 30. Hal ini menunjukkan apabila manajemen serius untuk melakukan manajemen risiko dengan baik, maka peluang terjadinya risiko-risiko kritis dapat diturunkan secara signifikan, bahkan jauh di bawah batas kritis nilai RPN. PT X perlu melihat tingkat efektivitas dari distribusi produk tuna loin beku. Distribusi produk tuna loin beku di PT X yang efektif dapat terjadi bila keempat risiko tersebut dapat diminimalkan, terutama risiko A, B, dan D yang memerlukan pengujian laboratorium.
Kajian Efisiensi Rantai Distribusi Tuna Loin Beku Nilai histamin, Total Plate Count (TPC), dan Total Volatile Base (TVB) merupakan indikator yang dapat mempengaruhi mutu dan keamanan pangan dari produk ikan tuna. Pengukuran terhadap histamin dan TPC dilakukan dengan menggunakan teknik Statistical Process Control (SPC), yaitu peta kendali (control chart) beserta analisis kapabilitas proses. Pembuatan peta kendali dan penentuan nilai kapabilitas proses menggunakan software SPSS 17.0. Pengukuran terhadap nilai TVB dilakukan dengan menggunakan diagram batang dari dua sampel berbeda. Evaluasi terhadap kadar histamin ikan tuna di PT X Histamin merupakan salah satu bahaya keamanan pangan yang umum dijumpai pada produk ikan tuna. Food and Drugs Administration (FDA) mensyaratkan kadar histamin yang diizinkan adalah <50 ppm. Pengujian histamin di PT X umumnya dilakukan pada produk akhir (ground meat), dengan batas toleransi pada kadar 30 ppm. Pengujian histamin di PT X dilakukan dengan menggunakan histamine assay kit, yaitu Veratox kit.
30
Data yang diambil pada pengujian histamin berasal dari data rekaman (record keeping) PT X. Data tersebut terbagi menjadi dua, yaitu data evaluasi dan data verifikasi. Data evaluasi merupakan data pengujian histamin tuna selama bulan Januari 2012 sampai dengan Desmber 2012. Data evaluasi yang didapatkan berjumlah 216 data. Data verifikasi merupakan data pengujian histamin tuna selama bulan Mei 2013. Data verifikasi yang didapatkan berjumlah 20 data. Berdasarkan hasil perhitungan data evaluasi kadar histamin tuna memperlihatkan bahwa kadar histamin tuna memiliki nilai rata-rata proses (X-bar) sebesar 1,647 ppm dan nilai batas kontrol atas (Upper Control Limit-UCL) sebesar 9,326 ppm. Nilai ini lebih rendah jika dibandingkan dengan nilai batas spesifikasi atas (Upper Spesification Limit-USL) sebesar 30 ppm.
Gambar 5 Peta kendali data evaluasi kadar histamin ikan tuna selama 1 tahun Analisis data evaluasi dengan peta kendali pada Gambar 5 menunjukkan bahwa tidak ada data yang melebihi dari batas spesifikasi atas (USL). Namun terdapat 14 data dari 216 data atau sekitar 6,48% ikan tuna melewati batas kontrol atas (UCL). Hasil perhitungan kapabilitas proses (Cp) pada data evaluasi kadar histamin tuna sebesar 3,907. Hasil menunjukkan bahwa proses industri berada dalam keadaan stabil dan mampu (Cp ≥2), artinya proses dianggap mampu (capable) karena telah mencapai industri kelas dunia yang mencapai tingkat six sigma. Hasil perhitungan data verifikasi kadar histamin tuna memperlihatkan bahwa kadar histamin tuna memiliki nilai rata-rata (X-bar) sebesar 1,150 ppm dan nilai batas kontrol atas (UCL) sebesar 4,165 ppm. Nilai ini lebih rendah jika dibandingkan dengan nilai batas spesifikasi atas (Upper Spesification Limit-USL) adalah 30 ppm.
Nilai Histamin
31
Jumlah Data
Gambar 6 Peta kendali data verifikasi kadar histamin ikan tuna selama 1 bulan Analisis data evaluasi dengan peta kendali pada Gambar 6 menunjukkan bahwa tidak ada data yang melebihi dari batas spesifikasi atas (USL) dan batas kontrol atas (UCL). Hasil perhitungan kapabilitas proses (Cp) pada data evaluasi kadar histamin tuna adalah 9,834. Hasil ini menunjukkan bahwa proses industri berada dalam keadaan stabil dan mampu (Cp ≥2), artinya proses dianggap mampu (capable) karena telah mencapai industri kelas dunia yang mencapai tingkat six sigma. Berdasarkan data evaluasi dan data verifikasi kadar histamin ikan tuna, proses dianggap mampu (capable) karena telah mencapai industri kelas dunia yang mencapai tingkat six sigma. Namun, pada data evaluasi masih terdapat 6,48% nilai kadar histamin yang melebihi batas kontrol atas (UCL). PT X sebaiknya tetap melakukan peningkatan dalam proses penanganan ikan agar seluruh nilai histamin berada dalam batas kontrol. Evaluasi terhadap nilai TPC ikan tuna di PT X Nilai Total Plate Count (TPC) merupakan nilai yang digunakan untuk menunjukkan jumlah mikroba yang ada pada suatu produk. Nilai TPC dapat digunakan sebagai suatu indikator keamanan pangan, maka perlu ditetapkan batas toleransi maksimum yang terkandung dalam daging ikan. Nilai TPC yang diijinkan oleh PT X adalah <500.000/gram. Pengujian TPC di PT X dilakukan dengan mengacu pada SNI 01-2332.3-2006. Data yang diambil pada pengujian TPC berasal dari data rekaman (record keeping) PT X. Data tersebut terbagi menjadi dua, yaiut data evaluasi dan data verifikasi. Data evaluasi merupakan data pengujian nilai TPC tuna selama bulan Januari 2012 sampai dengan Desember 2012. Data evaluasi yang didapatkan berjumlah 240 data. Data verifikasi merupakan data pengujian nilai TPC tuna selama bulan Mei 2013. Data verifikasi yang didapatkan berjumlah 18 data.
32
Berdasarkan hasil perhitungan data evaluasi nilai TPC tuna memperlihatkan bahwa rata-rata proses (X-bar) nilai TPC tuna adalah adalah 71.195,83/gram dan nilai batas kontrol atas (Upper Control Limit-UCL) adalah sebesar 345473,49/gram. Nilai ini lebih rendah dibandingkan dengan nilai batas spesifikasi atas (Upper Spesification Limit-USL) yang telah ditentukan yaitu 500.000/gram.
Gambar 7 Peta kendali data evaluasi nilai TPC ikan tuna selama 1 tahun Analisis peta kendali nilai TPC ikan tuna pada Gambar 7 menunjukkan bahwa tidak terdapat data yang melewati batas spesifikasi atas (USL). Terdapat 5 data dari 240 data atau sekitar 2,08% data yang memiliki nilai tertinggi, namun belum melewati nilai batas kontrol atas (UCL). Hasil perhitungan kapabilitas proses (Cp) pada data evaluasi nilai TPC ikan tuna adalah adalah 1,840. Nilai ini menunjukkan bahwa keadaan proses industri berada dalam keadaan stabil dan tidak mampu (1 ≤ Cp <1,99), artinya proses masih harus ditingkatkan terus menerus agar mencapai tingkat kelas dunia yang telah mencapai taraf six sigma. Hasil perhitungan data verifikasi nilai TPC ikan tuna memperlihatkan bahwa rata-rata proses (X-bar) nilai TPC ikan tuna sebesar 60.388,88/gram dan nilai batas kontrol atas (Upper Control Limit-UCL) sebesar 356284,42/gram. Nilai ini lebih rendah dibandingkan dengan nilai spesikasi atas (Upper Spesification Limit-USL) yaitu sebesar 500.000/gram.
33
Gambar 8 Peta kendali data verifikasi nilai TPC ikan tuna selama 1 bulan Analisis peta kendali data verifikasi nilai TPC ikan tuna pada Gambar 8 menunjukkan bahwa tidak terdapat data yang melewati nilai batas kontrol atas (UCL) maupun nilai batas spesifikasi atas (USL). Perhitungan nilai kapabilitas proses (Cp) menunjukkan nilai 1,690. Hasil ini menunjukkan bahwa keadaan proses industri berada dalam keadaan stabil dan tidak mampu (1 ≤ Cp < 1,99), artinya proses masih harus ditingkatkan terus menerus agar mencapai tingkat kelas dunia yang telah mencapai taraf six sigma. Berdasarkan data evaluasi dan data verifikasi nilai TPC ikan tuna, keadaan proses industri berada dalam keadaan stabil dan tidak mampu. PT X perlu melakukan beberapa perbaikan dan peningkatan terus menerus agar dapat memiliki nilai kapabilitas proses (Cp) Cp ≥ 2. Evaluasi terhadap nilai TVB ikan tuna di PT X Total Volatile Base (TVB) merupakan uji yang dilakukan untuk mengetahui tingkat kesegaran ikan. Tingkat kesegaran ikan berdasarkan hasil pengujian TVB terbagi ke dalam empat tingkat, yaitu ikan sangat segar (TVB ≤ 10 mg N/100 gram), ikan segar (kadar TVB 10-20 mg N/100 gram), ikan yang berada pada batas kesegaran yang masih dapat dikonsumsi (kadar TVB 20-30 mg N/100gram), dan ikan busuk yang tidak dapat dikonsumsi (kadar TVB > 30 mg N/100 gram) (Farber 1965). Kadar TVB tidak mempengaruhi keamanan pangan secara langsung, namun dapat berperan sebagai salah satu indikator keamanan pangan dan mutu. Hal ini karena kadar TVB dipengaruhi oleh suhu. Menurut kajian yang dilakkukan oleh Affiano (2011), kadar TVB ikan tuna akan mengalami kenaikan seiring dengan naiknya suhu penyimpanan ikan tuna. Suhu yang semakin rendah dapat menghambat terbentuknya TVB pada ikan tuna. PT X tidak melakukan pengujian TVB pada laboratorium internal. Data yang diperoleh pada pengujian TVB berasal dari data primer dengan sampel yang berasal dari 2 transit berbeda, yaitu transit A dan transit B, sebagai
34
supplier ikan PT X. Pengujian bertujuan untuk melihat tingkat kesegaran ikan PT X yang dipasok oleh transit A dan transit B. Pengujian dilaukan dengan 3 kali ulangan duplo. Pengujian TVB dilakukan dengan metode cawan conway dan mengacu pada AOAC (1984). Berdasarkan hasil perhitungan kadar TVB, rata-rata kadar TVB ikan tuna dari transit A adalah 9,65±0,90 mg N/100 gram, sedangkan rata-rata kadar TVB ikan tuna dari transit B adalah 11,23±1,02 mg N/100 gram. Kadar TVB ikan tuna dari transit A dan transit B dapat dilihat pada Gambar 9.
Gambar 9 Kadar TVB bahan baku ikan tuna PT X dari PT A ( dan PT B ( )
)
Gambar 9 menunjukkan kadar TVB pada bahan baku ikan tuna PT X. Hasil pengujian menunjukkan bahwa bahan baku ikan tuna PT X memiliki tingkat kesegaran sangat segar dan segar. Hal ini menunjukkan bahwa kedua supplier yang diplih oleh PT X dapat memasok ikan tuna dengan kesegaran yang baik. Kadar TVB bahan baku ikan tuna sangat dipengaruhi oleh penerapan suhu rendah selama proses penanganan tuna dari penangkapan, penyimpanan di kapal, transit, hingga sampai di UPI.
Asesmen Sistem Keamanan Rantai Distribusi Tuna Loin Beku dengan ISO 28000 ISO 28000 merupakan suatu standar yang menjelaskan mengenai persyaratan untuk sistem manajemen keamanan, termasuk aspek-aspek kritis terhadap pemastian keamanan pada rantai pasokan. Manajemen keamanan banyak terkait dengan aspek lainnya dalam manajemen bisnis. Aspek-aspek tersebut mencakup semua kegiatan yang dikendalikan atau dipengaruhi oleh organisasi yang berdampak pada keamanan rantai pasokan. Aspek-aspek lain harus diperhatikan secara langsung, di mana dan kapan aspek-aspek tersebut memiliki dampak pada manajemen keamanan, termasuk saat memindahkan barang-barang
35
tersebut sepanjang rantai pasokan. Standar ini dapat diterapkan pada semua ukuran organisasi, mulai dari organisasi kecil hingga organisasi multinasional, dalam manufaktur, jasa, penyimpanan, atau transportasi pada setiap tahapan produksi atau rantai pasokan. Fungsi penerapan standar ISO 28000 antara lain untuk menetapkan, melaksanakan, memelihara, dan meningkatkan sistem manajemen keamanan. Fungsi lainnya adalah untuk memastikan kesesuaian dengan kebijakan manajemen keamanan yang ditetapkan dan memperagakan kesesuaian tersebut bagi pihak lain. ISO 28000 memiliki lima elemen sistem manajemen keamanan, yaitu kebijakan manajemen keamanan, perencanaan keamanan, implementasi dan operasional, pengecekan dan tindakan korektif, serta tinjauan manajemen dan peningkatan berkesinambungan (SNI ISO 28000: 2009). PT X merupakan Unit Pengolahan Ikan (UPI) yang memproduksi berbagai produk olahan tuna, seperti tuna loin beku. Aspek kritis yang patut dicermati dalam pengolahan tuna loin beku adalah faktor keamanan pangan. Penilaian dengan ISO 28000 akan memperlihatkan hasil penerapan sistem manajemen keamanan pangan di PT X yang sesuai dengan kaijan pada subbab sebelumnya. Tabel klausul hasil penilaian ISO 28000 di PT X dapat dilihat pada Lampiran 30. A. Persyaratan umum Hasil penilaian menunjukkan bahwa PT X telah menerapkan dengan baik seluruh persyaratan pada klausul 4.1. Sistem manajemen keamanan PT X tertera dalam HACCP Plan perusahaan. PT X menetapkan keamanan pangan sebagai ruang lingkup sistem manajemen keamnaannya. Peningkatan terus menerus dilakukan dengan memperhatikan hasil audit dan dilakukan amandemen di dalam manual HACCP perusahaan. Proses subkontrak dilakukan PT X kepada PT A untuk melakukan program pest control dan telah tertera di dalam manual HACCP. B. Kebijakan manajemen keamanan Hasil penilaian menunjukkan bahwa PT X telah menerapkan sebagian persyaratan yang tertera dalam klausul 4.2, kecuali komunikasi kebijakan kepada seluruh pegawai, pihak ketiga, atau pihak yang relevan. Seluruh kebijakan telah disahkan oleh Direktur perusahaan. Kebijakan perusahaan diturunkan dalam program-program yang konsisten dengan kebijkan utama perusahaan dan menjadi kerangka penyusunan sasaran, target dan manajemen keamanan. Kebijakan berlandaskan hukum dan perturan yang berlaku dan dilakukan amandemen jika diperlukan. Kebijakan tertulis dan terdokumentasikan pada manual HACCP perusahaan dan terdapat daftar distribusi dokumen pada manual HACCP perusahaan. Kebijakan tidak dikomunikasikan dalam bentuk rapat manajemen, tetapi hanya dikomunikasikan secara informal. Kebijakan manajemen perusahaan dapat dilihat pada Lampiran 22. C. Penilaian risiko keamanan dan perencanaan 1. Penilaian risiko keamanan Hasil penilaian menunjukkan bahwa PT X memenuhi sebagian persyaratan pada klausul 4.3.1, namun penilaian risiko manajemen keamanan PT X belum mencakup pada ancaman kejadian alam. PT X tidak memperhitungkan ancaman kejadian alam pada manual HACCP dan pengendaliannya hanya bersifat spontanitas pegawai serta pengalaman karyawan. Penilaian risiko secara umum terdapat dalam tabel analisis bahaya pada manual HACCP PT X dan telah disahkan oleh Direktur perusahaan. Penilaian risiko yang terdapat pada PT X mencakup ancaman fisik, seperti kerusakan insidental atau kerusakan fungsional
36
dan termasuk terorime, namun pencegahan bahaya bioterorism tidak terdokumentasi hanya diaplikasikan dalam bentuk Closed Circuit Television (CCTV). Penilaian risiko juga mencakup ancaman risiko operasional, faktor di luar pengendalian operasional, seperti kegagalan jasa yang dipasok dari luar, ancaman risiko pemangku kepentingn, diantaranya kegagalan untuk memenuhi persyaratan perundangan, desain atau instalasi peralatan keamanan, manajemen informasi, dan ancaman terhadap kelangsungan opersional. Hasil penilaian ini memberi input bagi sasaran, target, dan program manajemen keamanan. Metodologi dalam penilaian risiko bersifat proaktif (HACCP) dan klasifikasi ancaman atau risiko berdasarkan tabel analisis bahaya HACCP. Monitoring telah dilakukan dan penilaian risiko ini terdokumentasi. 2. Persyaratan hukum, peraturan perundangan, dan persyaratan keamanan lainnya Hasil penilaian menunjukkan bahwa PT X memenuhi sebagian persyaratan pada klasul 4.3.2, namun PT X belum mengkomunikasikan kepada pihak ketiga dalam bentuk rapat manajemen. Komunikasi hanya berlangsung secara lisan dan berupa distribusi dokumen. PT X mendapat akses terhadap persyaratan hukum dan perundangan melalui PPS Nizam Zachman. PT X juga selalu menjaga dan memperbaharui informasi agar selalu mutakhir. 3. Sasaran manajemen keamanan Hasil penilaian menunjukkan bahwa PT X telah memenuhi beberapa persyaratan pada klausul ini, namun masih terdapat beberapa persyaratan yang belum diterapkan. PT X telah menetapkan, menerapkan, dan memelihara sasaran manajemen keamanan dalam manual HACCP serta diturunkan secara konsisten dari kebijakan perusahaan. Sasaran manajemen keamanan juga mencakup persyaratan hukum, ancaman dan risiko keamanan, pilihan teknologi, persyaratan keuangan, persyaratan operasional, persyaratan bisnis, dan pandangan pemangku kepentingan. Sasaran manajemen PT X juga konsisten dengan komitmen organisasi terhadap peningkatan berkesinambungan dan mampu diubah jika diperlukan. Beberapa persyaratan yang belum diterapkan oleh PT X adalah tidak dikomunikasikan dengan pihak ketiga, diantaranya supplier dalam bentuk rapat manajemen. Sasaran manajemen keamanan juga tidak dilakukan tinjauan manajemen secara rutin dalam bentuk rapat manajemen. 4. Target manajemen keamanan Hasil penilaian menunjukkan bahwa beberapa persyaratan telah diterapkan oleh PT X. PT X telah menetapkan, menereapkan, dan memelihara target manajemen keamanan yang terdokumentasi di dalam manual HACCP. Target ini diturunkan dari sasaran manajemen keamanan. Target manajemen keamanan terdapat pada setiap tingkatan dan bagian selama proses pengolahan, serta dapat diubah bila diperlukan. PT X belum menerapkan persyaratan lainnya, diantaranya target manajemen keamanan tidak dikomunikasikan dalam bentuk rapat manajemen kepada pihak ketiga dan tidak dilakukan tinjauan manajemen secara rutin dalam bentuk rapat. 5. Program manajemen keamanan Hasil penilaian menunjukkan bahwa terdapat beberapa persyaratan yang telah ditetapkan oleh PT X. Program manajemen keamanan PT X telah ditetapkan, diterapkan, dan dipelihara serta didokumentasikan dalam manual HACCP. Program manajemen keamanan PT X juga mencakup mengenai
37
tanggung jawab dan wewenang yang ditetapkan untuk mencapai sasaran dan target manajemen keamanan namun tidak mencakup mengenai cara dan skala waktu untuk mencapai sasaran dan target manajemen keamanan. Program manajemen keamanan PT X dapat diubah bila diperlukan. Efektivitas dan efisiensi program manajemen keamanan PT X tidak terdokumentasi dan tidak dihitung secara spesifik, terutama untuk efektivitas setiap karyawan. Efektivitas dan efisiensi hanya dihitung dari jumlah produk akhir yang dapat diekspor berbanding dengan jumlah ikan yang masuk. PT X juga tidak melakukan tinjauan manajemen secara rutin dalam bentuk rapat untuk memastikan bahwa program tersebut tetap efektif dan konsisten dengan sasaran dan target. D. Implementasi dan operasional 1. Struktur, wewenang, dan tanggung jawab manajemen keamanan Hasil penilaian menunjukkan bahwa PT X telah menerapkan beberapa persyaratan. PT X telah mentapkan, menerapkan, dan memelihara struktur organisasi yang terdokumentasi dalam manual HACCP serta dikomunikasikan kepada individu yang bersangkutan. Penanggung jawab keseluruhan desain, pemeliharaan, dokumentasi, dan peningkatan sistem manajemen keamanan organisasi diberikan kepada koordinator HACCP, sedangkan penanggung jawab untuk memastikan sasaran dan taget manajemen keamanan diberikan kepada manajer produksi dan koordinator HACCP. Manajemen puncak mengkomunikasikan kepada organisasi dengan sistem rapat dengan mandor secara tidak rutin. Komunikasi sebaiknya juga dilakukan dengan memasang kebijakan di setiap sudut perusahaan. Manajemen puncak tidak melakukan tinjauan manajemen secara rutin dalam bentuk rapat untuk mengevaluasi ancaman dan risiko serta kelayakan dari sasaran, target, dan program manajemen keamanan. Struktur organisasi, pembagian tugas dan wewenang di PT X dapat dilihat pada Lampiran 23-25. 2. Kompetensi, pelatihan dan kepedulian PT X telah menerapkan seluruh persyaratan klausul ini dengan baik. Pihak yang bertanggung jawab terhadap desain, operasi, dan manajemen keamanan memiliki kualifikasi pendidikan, pelatihan, dan pengalaman yang cukup di bidang pengolahan hasil perkanan. Pada manual HACCP terdapat instruksi untuk setiap bagian dan proses yang dilakukan serta terdapat working instruction pada beberapa tempat. Karyawan peduli dengan peran dan tanggung jawab mereka dalam menjalankan program manajemen keamanan. Hal ini dapat dilihat dari hasil wawancara yang dilakukan kepada 34 karyawan menunjukkan bahwa terdapat 97,1% karyawan peduli dengan kebersihan bekerja. Kebersihan bekerja merupakan salah satu program manajemen keamanan PT X. Rekaman kompetensi dan pelatihan juga terus disimpan. 3. Komunikasi Hasil penilaian menunjukkan PT X tidak memenuhi salah satu persyaratan dari klausul ini. PT X mempertimbangkan keamanan informasi dalam penyebarluasannya, namun PT X tidak melakukan komunikasi dalam bentuk rapat secara rutin oleh manajemen dengan pemangku kepentingan lain dan pihak ketiga, diantaranya supplier. Komunikasi dilakukan pula dengan melakukan distribusi dokumen kepada pemangku kepentingan terkait. Sistem distribusi dokumen PT X dapat dilihat pada Lampiran 26.
38
4. Dokumentasi Hasil penilaian menunjukkan bahwa PT X telah memenuhi persyaratan dokumentasi. Sistem dokumentasi terdapat pada manual HACCP dan catatan selalu disimpan dengan baik. Informasi tersebut hanya dapat diakses oleh staf yang berwenang. 5. Pengendalian dokumen dan data Hasil penilaian menunjukkan bahwa PT X telah menerapkan persyaratan pada klausul ini. Dokumen, data, dan informasi di PT X hanya dapat diakses oleh individu yang berwenang. Dokumen, data, dan informasi juga ditinjau di dalam audit internal setiap 3 bulan sekali. Versi terkini dokumen, data, dan informasi disimpan di seluruh lokasi operasi yang penting. Dokumen, data, dan informasi yang tidak berlaku disimpan pada tempat terpisah serta disimpan untuk periode 7 tahun terakhir. Dokumen, data, dan informasi di PT X disimpan dengan baik, dan dibuatkan cadangan untuk dokumen elektronik. 6. Pengendalian operasional Hasil penilaian menunjukkan bahwa PT X telah memenuhi seluruh persyaratan pada klausul ini. PT X telah mengidentifikasi setiap operasi dan kegiatan yang dilakukan dengan mempertimbangkan ancaman yang mungkin timbul dari setiap proses tersebut melalui HACCP. Kegiatan produksi tuna loin beku PT X dapat dilihat pada Lampiran 27. Seluruh prosedur tersebut terdokumentasi dan jika diperlukan dapat direvisi dan disahkan sesuai dengan peraturan yang berlaku. 7. Kesiapsiagaan darurat, tanggap darurat, dan pemulihan keamanan Hasil penilaian menunjukkan terdapat beberapa persyaratan yang belum dipenuhi oleh PT X. PT X telah menetapkan, menerapkan, dan memelihara rencana prosedur dalam menghadapi tanggap darurat yang terdokumentasi di dalam manual HACCP. Prosedur dalam menghadapi tanggap darurat dapat dilihat pada Lampiran 28. PT X belum meninjau secara periodik efektivitas dari tanggap darurat dan tidak menguji secara periodik prosedur-prosedur ini. E. Pengecekan dan tindakan korektif 1. Pengukuran dan pemantauan kinerja keamanan Hasil penilaian menunjukkan bahwa PT X telah memenuhi seluruh persyaratan pada klausul ini. PT X telah menetapkan dan memelihara prosedur untuk memantau kinerja sistem keamanan selama proses maupun pada produk akhir. Tindakan proaktif dan reaktif ditetapkan dalam manual HACCP dan dilakukan jika diperlukan. Proses kalibrasi alat dilakukan setiap hari oleh QC dan catatan kalibrasi disimpan. Beberapa peralatan telah mendapat sertifikasi kalibrasi dari Komite Akreditasi Nasional (KAN). Sertifikat kalibrasi PT X dapat dilihat pada Lampiran 29. 2. Evaluasi sistem Hasil penilaian menunjukkan bahwa PT X telah memenuhi seluruh persyaratan pada klausul ini. PT X telah melakukan evaluasi rencana manajemen keamanan secara berkala melalui pengujian, namun PT X tidak melakukan evaluasi sistem melalui evaluasi kinerja, peninjauan ulang hasil audit, dan latihan secara berkala. Perubahan hasil evaluasi dituangkan dalam amandemen dokumen HACCP. Hasil rekaman evaluasi secara berkala disimpan.
39
3. Kegagalan, insiden, ketidaksesuaian, serta tindakan korektif dan pencegahan yang terkait dengan keamanan Hasil penilaian menunjukkan bahwa PT X telah memebuhi seluruh peryaratan pada klausul ini. PT X telah menunjuk Tim HACCP untuk mengevaluasi dan memulai tindakan pencegahan untuk identifikasi potensi kegagalan. Investigasi terkait kegagalan, insiden, dan ketidaksesuaian dikoordinasikan oleh tim HACCP, terutama QC, manajer produksi, dan analis laboratorium. Tindakan korektif dikoordinasikan melalui QC dan manajer produksi. Tindakan korektif dan pencegahan dilakukan berdasarkan prinsip HACCP. Seluruh tindakan korektif yang dilakukan dicatat dalam rekaman. 4. Pengendalian rekaman Hasil penilaian menunjukkan bahwa PT X telah memenuhi seluruh persyaratan pada klausul ini. PT X telah menetapkan dan memelihara catatan yang diperlukan. Rekaman yang sudah tidak berlaku, diletakkan pada tempat yang terpisah dan disimpan untuk periode 7 tahun terakhir. Rekaman senantiasa dapat dibaca. Rekaman digital memiliki back up dan hanya bisa diakses oleh pihak yang berwenang. 5. Audit Hasil penilaian menunjukkan bahwa PT X telah memenuhi seluruh persyaratan pada klausul ini. Audit internal di PT X dilakukan secara terjadwal setiap 3 bulan sekali dan diikuti oleh seluruh tim HACCP. Audit dilakukan oleh personel independen yang tidak memiliki tanggung jawab langsung terhadap kegiatan yang diperiksa. Hasil audit diaporkan kepada Direktur PT X. Tindakan perbaikan yang diambil mengikuti dari hasil audit sebelumnya. F. Tinjauan Manajemen dan Peningkatan Berkesinambungan Hasil penilaian menunjukkan bahwa PT X belum memenuhi seluruh persyaratan pada klausul ini. Manajemen puncak PT X tidak meninjau sistem manajemen keamanan organisasi pada selang waktu yang direncanakan dan tidak melalui rapat formal. Tinjauan manajemen hanya dilakukan secara informal. Proses peningkatan berkesinambungan dilakukan oleh PT X secara teknis, namun tidak terdokumentasi dengan baik.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Rantai distribusi produk tuna loin beku diperankan oleh beberapa pelaku, dimulai dari kapal, transit, UPI, hingga eksportir. Penerapan program higiene yang dilakukan di pihak kapal dan transit masih belum memenuhi standar. Beberapa aspek masih tidak memenuhi standar yang berlaku seperti layout dan desain hingga higiene personal. Pihak UPI dan eksportir umumnya memiliki implementasi program higiene yang lebih baik, hanya terdapat sedikit kekurangan, seperti pada bagian desain dan layout, peralatan, dan fasilitas. Hal ini menjadi penting karena UPI dan eksportir merupakan pihak penentu terakhir yang mempengaruhi kualitas produk.
40
Kajian risiko yang dilakukan selama proses distribusi produk tuna loin beku di PT X menunjukkan bahwa terdapat empat risiko kritis yang perlu diawasi secara khusus oleh pihak manajemen. Keempat risiko tersebut berhubungan dengan suhu, jumlah mikroba, dan serpihan logam. Dampak terbesar yang ditimbulkan dari risiko suhu dan jumlah mikroba adalah kadar histamin, nilai TPC, dan TVB. Hasil perhitungan efektivitas terhadap kadar histamin PT X selama tahun 2012 menunjukkan hasil yang baik dengan nilai kapabilitas proses adalah 3,907, yang berarti proses dianggap mampu (capable) karena telah mencapai industri kelas dunia yang mencapai tingkat six sigma. Hasil perhitungan efektivitas terhadap nilai TPC PT X selama tahun 2012 menunjukkan hasil yang cukup baik dengan nilai kapabilitas proses adalah 1,840, yang berarti proses masih harus ditingkatkan terus menerus agar mencapai tingkat kelas dunia yang telah mencapai taraf six sigma. Hasil pegujian terhadap nilai TVB untuk bahan baku PT X menunjukkan hasil yang baik, yaitu ikan sangat segar untuk tuna dari transit A dan ikan segar untuk tuna dari transit B. Penilaian dengan ISO 28000 juga menunjukkan bahwa PT X telah menetapkan dan melaksanakan sistem manajemen keamanan untuk produk tuna loin beku, namun sistem manajemen keamanan yang diterapkan PT X masih dilakukan secara teknis. Perapihan sistem manajemen keamanan secara administrasi dan manajerial masih belum dilakukan. Hal ini dapat dilihat dari tinjauan manajemen yang umumnya bersifat informal serta tidak terjadwal secara rutin.
Saran Perbaikan dan peningkatan terus menerus perlu dilakukan PT X dalam program higienenya. Upaya yang dapat dilakukan adalah dengan memperketat pengawasan dan kontrol kepada karyawan. Perbaikan lain yang harus dilakukan adalah perapihan sistem manajemen keamanan secara administrasi dan manajerial, seperti tinjauan manajemen terjadwal secara rutin.
41
DAFTAR PUSTAKA Aarnisalo K, K Tallayaara, G Wirtanen, R Maijala, L Raaska. 2006. The hygienic working practices of maintenance personel and equipment hygiene in the Finnish food industry. Food Control. 17: 1001-1011 Affiano I. 2011. Analisis perkembangan histamin tuna (Thunnus sp.) dan bakteri pembentuknya pada beberapa setting standar suhu penyimpanan. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor [AOAC] Association of Official Analytical Chemist. 1984. Official Method of Analysis of The Association of Official Analytical Chemist. Airlington, Virginia (US): The Association of Official Analytical Chemist, Inc Blanc M, Desurmont A, Beverly S. 2005. Onboard Handling of Sashimi-Grade Tuna. Auckland (NZ): Secretariat of The Pacific Community P 1-22 [BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2005. SNI 19-19011-2005. Panduan Audit Sistem Manajemen Mutu dan/atau Lingkungan. Jakarta: Badan Standardisasi Nasional .______________________________. 2006a. SNI 01-4104.1-2006. Spesifikasi Tuna Loin Beku. Jakarta: Badan Standardisasi Nasional .______________________________. 2006b. SNI 01-4104.3-2006. Penanganan dan Pengolahan Tuna Loin Beku. Jakarta: Badan Standardisasi Nasional .______________________________. 2009. SNI ISO 28000:2009. Spesifikasi Sistem Manajemen Keamanan pada Rantai Pasokan. Jakarta: Badan Standardisasi Nasional Buzby JC, Laurian JU, Donna R. 2008. Food safety and imports: an analysis of FDA food-related import refusal reports. Economic Information Bulletin. 39: 1-39 [CAC] Codex Allimentarious Comission. 1995. CAC/GL 20-1995. Principles for Food Import and Export Inspection and Certification. Rome (IT): CAC. ._________________________________-. 2001. CAC/RCP 47-2001. Code of Hygiene Practice for the Transport of Food in Bulk and Semi-Packed Food. Rome (IT): CAC ._________________________________. 2003. CAC/RCP 52-2003. Code of Practice for Fish and Fishery Product. Rome (IT): CAC .__________________________________. 2006. CAC/GL 60-2006. Principles for Traceability/Product Tracing as a Tool Within a Food Inspection and Certification System. Rome (IT): CAC. ._________________________________. 2007. Food Labelling Fifth Edition. Rome (IT): CAC ._________________________________. 2009. Food Hygiene Basic Texts Fourth Edition. Rome (IT): CAC Carbone TA dan Tippett DD. 2004. Project risk management using the project risk FMEA. Engineering Management Journal. 16(4): 28-35 CEN 14660. 2003. CEN Workshop Agreement. Traceability of Fishery Products Spesification of the Information To Be Recorded ind Captured Fish Distribution Chains. European Committe for Standarization. [DFID] Department for International Development. 2009. Illegal, unreported, unregulated fishing. Policy Brief. 8: 1-4.
42
[EC] The Council of The European Union. 2000. Council Regulation (EC) No 104/2000 of 17 December 1999 on the common organization of the markets in the fishery and aquaculture products. Official Journals of the European Communities. 17(22): 1-31 [EC] Commission Regulation. 2001. Commission Regulation (EC) No 2065/2001 on 22 October 2001 on laying down detailed rules for the application of Council Regulation (EC) No 104/2000 as regards informing consumers about fishery and aquaculture products. Official Journal of the European Communities. 002(001): 1-7. [EC] The European Parliament and The Council of The European Union. 2002. Regulation (EC) No 178/2002 of 28 January 2002 laying down the general principles and requirements of food law, establishing the European Food Safety Authority and laying down procedures in matters of food safety. Official Journal of the European Communities. 31(1): 1-24 [FAO] Food and Agriculture Organization. 2004. The State Of Food Insecurity in the World. Rome (IT): FAO .__________________________________. 2012. The State of World Fisheries and Aquaculture. Rome (IT): FAO Farber L. 1965. Freshness Tests. Di dalam: Borgstorm G, editor. Fish as Food. Vol IV. New York (US): Academic Press, Inc [FDA] Food and Drug Administration. 2002a. Public health security and bioterorism preparedness and response act of 2002. Public Law. 107-188: 12 Juni 2002. .___________________________________. 2002b. Farm security and rural investment. Public Law. 107-171: 13 Mei 2002. _____________________________________. 2006. Managing Food Safety: A Regulator’s Manual For Applying HACCP Principles to Risk-based Retail and Food Service Inspections and Evaluating Voluntary Food Safety Management Systems. Florida (US): US Department of Health and Human Services .___________________________________. 2009. FDA Import Refusal Report. http://www.fda.gov [26 Maret 2013] .___________________________________. 2011. Fish and Fishery Products Hazards and Controls Guidance Chapter 7 Scombrotoxin (Histamine) Formation. Florda (US): US Department of Health and Human Services. .___________________________________. 2013. Summary of Current Food Standards Minimum Requirement for Analysis of Finished Products. Florida (US): US Department of Helath and Human Services. Gaspersz V. 2012. All in One Management Toolbook. Bogor (ID): Tri-Al-Bros Publishing [ICTSD] International Center for Trade and Sustainable Development. 2006. Fisheries International Trade and Sustainable Development: Policy Discussion Paper. Geneva (CH): ICTSD [ISO 28000:2007] The International for Standarization 28000:2007. 2007. Specification for Security Management Systems for The Supply Chain. The International for Standarization. Switzerland Jordan KN, Teagasc, Ireland, M. Wagner, J. Hoorfar. 2011. The role of service orientation in future web-based food traceability system. Di dalam: J.
43
Hoorfar, K. Jordan, F. Butler, R. Prugger, editor. Food Chain Integrity A Holistic Approach to Food Traceability, Safety, Quality, Authenticity. Cambridge (GB): Woodhead Publishing Limited. [KKP] Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2007. Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan RI nomor 01/MEN/2007 tanggal 5 Januari 2007 tentang Persyaratan Jaminan Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan pada Proses Produksi, Pengolahan, dan Distribusi. Jakarta: KKP ._____________________________________. 2010. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan RI nomor 18/MEN/2010 tanggal 5 Oktober 2010 tentang Log Book Penangkapan Ikan. Jakarta: KKP ._____________________________________. 2012. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan RI nomor 13/MEN/2012 tanggal 29 Juni 2012 tentang Sertifikat Hasil Tangkapan Ikan. Jakarta: KKP ._____________________________________. 2012. Ekspor Tuna Terus Meningkat. http://www.kkp.go.id [15 Februari 2013] Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2002. Keputusan Menteri Kesehatan RI nomor 907/MENKES/SK/VII/2002 tanggal 29 Juli 2002 tentang SyaratSyarat dan Pengawasan Kualitas Air Minum. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Idonesia Kementerian Perindustrian Republik Indonesia. 2010. Peraturan Menteri Perindustrian RI nomor 75/M-IND/PER/7/2010 tanggal 19 Juli 2010 tentang Pedoman Cara Produksi Pangan Olahan yang Baik (Good Manufacturing Practices). Jakarta: Kementerian Perindustrian Republik Indonesia Lees M. 2003. Food Authenticity and Traceability. Cambridge (GB): Woodhead Publishing Lem A. 2011. Status of World Fisheies Supply, Demand, and Trade. Rome (IT): FAO Morreale V dan M. Puccio. 2011. The role of service orientation in future webbased food traceability system. Di dalam: J. Hoorfar, K. Jordan, F. Butler, R. Prugger, editor. Food Chain Integrity A Holistic Approach to Food Traceability, Safety, Quality, Authenticity. Cambridge (GB): Woodhead Publishing Limited. Olson dan Skoljdbrand. 2008. Risk management and quality assurance through the food supply chain-case studies in Swedish food industry. Journal of Food Science. 2: 49-56 [PP] Peraturan Pemerintah. 1999. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 69 tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan. Jakarta: Sekretariat Negara Republik Indonesia. .______________________ . 2004. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 28 tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu, dan Gizi Pangan. Jakarta: Sekretariat Negara Republik Indonesia. Rizal A. 2011. Analisis dan desain sistem informasi untuk penerapan dokumentasi program traceability pada rantai distribusi produk tuna loin beku. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor Scheer FP. 2006. Optimising supply chains using traceability systems. Di dalam: Smith I dan Anthony Furness, editor. Improving Traceability in Food Processing and Distribution. Cambridge (GB): Woodhead Publishing Limited.
44
Skoglund T dan Dejmek P. 2007. Fuzzy traceabiity: A process simulation derived extension of traceability concept in continuous food processing. Food and Bioproducts Processing. 85(C4): 1-11. doi: 10.1205/FBP07044. Trilaksani W. 2011. Pengembangan sistem manajemen mutu terpadu produk tuna ekspor: suatu kajian fungsi manajemen mutu dan keamanan produk di Muara Baru, DKI Jakarta. [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Wagar EA, MD, Raz M, Yasin B. 2006. Patient safety partnership projects in the clinical laboratory. Am J Clin Pathol. 126(Suppl 1): S53-S60. doi: 10.1309/620L63B6BV9CG6K1. Zhang Hu, Zhang Jian, Shen Ping, Zhang Xiaoshuan, Mu Weisong. 2009. Modeling method of traceability system based on information flow in meat food supply chain. Wseas Transactions on Information Science and Application. 6(7): 1-10.
45
Lampiran 1. Format tabel observasi kegiatan rantai distribusi tuna loin beku Nama tahapan distribusi Kapal
Aktivitas yang dilakukan
Dokumen
Acuan
Blanc et al (2005) PER.18/MEN/2010 KEP 01/MEN/2007
Transit
Blanc et al (2005) SNI 01-2729-32006 CAC (2009)
UPI
SNI 01-4104-32006 CAC (2009)
Isi Acuan
1. Log book harus diisi dan dengan data yang sebenarnya dan tepat waktu 2. Penangkapan ikan 3. Teknik mematikan tuna 4. Pembuangan darah 5. Pembuangan insang dan isi perut 6. Pencucian 7. Penyimpanan (on board storage) 1. Pembongkaran dilakukan dengan hati-hati 2. Tidak dibiarkan lama saat berada di tempat yang terkena sinar matahari langsung 3. Pemeriksaan dan sortasi 4. Pembersihan 5. Pengemasan 6. Pengangkutan 7. Lokasi transit 8. Design dan fasilitas 9. Supply air 10. Personel hygiene 1. Penerimaan 2. Penyiangan atau tanpa penyiangan 3. Pencucian 4. Pembuatan loin 5. Pengulitan dan perapihan 6. Sortasi mutu 7. Pembungkusan 8. Pembekuan 9. Penimbangan 10. Pengepakan
46
Eksportir
CEN 14460:2003
1. Identitas Wholesaler 2. Identitas, sumber, dan kontrol suhu dari tiap unit produk 3. Sejarah proses produksi 4. Tujuan unit produk
Retailer
CAC (2003)
1. Menerima, menangani, menyimpan, dan menunjukkan produk pada konsumen 2. Harus mengetahui suppliernya dan data mengenai produk 3. Harus memastikan dan bertanggung jawab terhadap mutu dan keamanan produk
Lampiran 2 Format Tabel Observasi Sistem Higiene Rantai Distribusi Tuna Loin Beku Nama Tahapan Distribusi Kapal
Persyaratan Acuan Utama: CAC (2001), CAC (2003); CAC (2009); KEP 01/MEN/2007 Persyaratan Umum Kapal Penangkap dan Pengangkut Ikan terdiri dari: 1. Kapal penangkap dan pengangkut ikan yang digunakan untuk melakukan penangkapan dan penanganan di atas kapal harus memenuhi persyaratan ketentuan sanitasi dan hygiene kapal perikanan. 2. Kapal ikan harus didesain dan dikonstruksi sehingga tidak menyebabkan kontaminasi produk dari air kotor, limbah, asap, minyak, oli, gemuk atau bahan-bahan lain. 3. Permukaan kontak langsung dengan produk harus dibuat dari bahan yang tidak korosif yang halus dan mudah dibersihkan. Permukaan yang menggunakan pelapis harus tahan/kuat dan tahan lama serta tidak toksin. 4. Peralatan dan bahan yang digunakan untuk menangani ikan harus terbuat dari bahan yang tidak mudah karat yang mudah dibersihkan dan disanitasi. 5. Bila kapal penangkap dan/atau pengangkut ikan mempunyai penampung air untuk penanganan ikan, maka harus ditempatkan pada lokasi yang terhindar dari kontaminasi. Persyaratan Khusus Struktur dan Peralatan Kapal Penangkap dan Pengangkut Ikan terdiri dari: 1. Kapal ikan yang didesain dan dilengkapi peralatan untuk mempertahankan kesegaran ikan selama penangkapan hingga 24 jam. a. Kapal yang didesain dan dilengkapi peralatan untuk menjaga kesegaran ikan hingga 24 jam harus dilengkapi peralatan palka, tanki atau wadah untuk menyimpan ikan dan menjaga suhu pendinginannya pada titik leleh es. b. Palka harus terpisah dari ruang mesin dan ruang anak buah kapal untuk menjaga kontaminasi. palka, tangki atau wadah yang digunakan harus menjamin bahwa kondisi penyimpanan dalam menjaga kesegaran ikan memenuhi persyaratan higienis. c. Kapal yang dilengkapi dengan pendingin dengan air laut bersih dingin, tangki harus dilengkapi dengan peralatan yang menjamin
Kondisi
Ketidaksesuain
47
kondisi suhu yang merata pada seluruh bagian tangki dengan suhu < 3oC setelah 6 jam setelah ikan ditangkap dan < 6oC. Kondisi suhu dimonitor dan dicatat. 2. Persyaratan kapal dilengkapi dengan pembeku (freezer), kapal penangkap dan pengangkut ikan dengan freezer harus: a. Memiliki peralatan pembekuan yang cukup kapasitas untuk menurunkan suhu secara cepat sehingga mencapai suhu pusat ikan sama atau kurang dari -18 °C; b. Mempunyai peralatan pembekuan yang cukup untuk menjaga produk dalam palka tidak lebih besar dari -18oC. Ruang penyimpanan harus dilengkapi dengan alat pencatat suhu yang ditempatkan pada tempat yang mudah dibaca. Sensor suhu harus ditempatkan pada tempat suhu tertinggi di dalam palka. Registrasi Kapal Penangkap dan Pengangkut Ikan terdiri dari: 1. Kapal penangkap dan pengangkut ikan yang telah menerapkan persyaratan diberikan nomor registrasi. 2. Kapal penangkap dan pengangkut ikan wajib menerapkan persyaratan higiene kapal ikan. 3. Kapal penangkap dan pengangkut ikan wajib menempatkan penanggung jawab mutu di atas kapal dan memiliki sertifikat pengolah ikan (SPI). 4. Persyaratan dan tata cara penempatan penanggung jawab mutu di atas kapal dan pemberian nomor registrasi ditetapkan lebih lanjut oleh Direktur Jenderal Perikanan Tangkap. 5. Persyaratan dan tata cara pemberian SPI sebagaimana angka 3 ditetapkan lebih lanjut oleh Direktur Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan. Persyaratan Higiene Kapal Penangkap dan Pengangkut Ikan terdiri dari: 1. Setiap kapal penangkap dan pengangkut ikan harus memenuhi persyaratan higiene dan penerapan sistem rantai dingin. 2. Ketika digunakan, bagian-bagian dari kapal atau wadah untuk penyimpan hasil tangkap harus dijaga kebersihannya dan dijaga selalu dalam kondisi baik, terutama tidak terkontaminasi bahan bakar dan air kotor. 3. Segera setelah diangkat ke geladak, produk perikanan harus dijaga dari kontaminasi dan dari akibat panas matahari atau sumber panas lainnya. Ketika ikan dicuci, air yang digunakan adalah air minum atau dengan air laut bersih. 4. Produk hasil tangkap harus ditangani dan disimpan sehingga terhindar dari memar. Penanganan menggunakan ganco untuk menangani ikan besar harus dijaga agar tidak melukai daging ikan. 5. Produk perikanan yang tidak disimpan dalam keadaan hidup harus segera didinginkan setelah naik ke kapal penangkap dan/atau pengangkut ikan. 6. Es yang digunakan untuk pendinginan ikan harus terbuat dari air minum atau air laut bersih. 7. Bila ikan dipotong kepala dan/atau dihilangkan isi perut, maka kegiatan tersebut harus dilakukan secara higienis setelah penangkapan, dan produk harus dicuci segera dan menyeluruh dengan air minum atau air laut bersih. Isi perut dan bagian lain yang dapat mengakibatkan bahaya kesehatan harus segera disingkirkan. Hati dan telur yang dapat dikonsumsi harus disimpan dengan es pada suhu dingin (chilling), atau dibekukan. 8. Jika menggunakan pembekuan dengan air garam (brine) untuk ikan utuh sebagai bahan baku pengalengan, suhu tidak boleh lebih besar dari -9 ˚C pada pusat ikan. Air garam harus tidak menjadi sumber kontaminasi ikan.
48
Transit
Persyaratan Hygiene Terhadap Penanganan di Kapal Penangkap dan Pengangkut Ikan terdiri dari: 1. Penanggung jawab penanganan ikan di kapal penangkap dan pengangkut ikan harus bertanggung jawab dalam menerapkan cara pananganan ikan yang baik; 2. Penanggung jawab sebagaimana dimaksud pada angka 1, harus mempunyai kewenangan untuk menjamin bahwa persyaratanpersyaratan yang tercantum dalam ketentuan ini diterapkan; 3. Penanggung jawab sebagaimana dimaksud pada angka 1 juga menyediakan program pengendalian bagi Inspektur hasil perikanan untuk tujuan pemeriksaan mutu di atas kapal penangkap dan/atau pengangkut ikan serta menyediakan lembaran catatan yang meliputi lembaran komentar inspektur dan pencatatan suhu; 4. Kondisi umum hygiene tempat dan peralatan harus mempunyai kondisi yang higienis; 5. Karyawan yang menangani langsung hasil perikanan di atas kapal harus menggunakan pakaian kerja yang bersih dan tutup kepala sehingga menutupi rambut secara sempurna; 6. Karyawan yang menangani hasil perikanan harus mencuci tangan sebelum memulai pekerjaan; 7. Karyawan yang sedang mengalami luka tangan tidak boleh menangani produk; 8. Tidak diperbolehkan merokok, meludah, makan dan minum diruang kerja dan di tempat penyimpanan produk; 9. Pembuangan kepala dan isi perut harus dilakukan secara higienis dan segera dicuci dengan air minum dan atau air laut bersih; 10. Hasil perikanan yang dibungkus dan dikemas harus dilakukan pada kondisi yang higienis untuk menghindari kontaminasi; 11. Bahan kemasan dan bahan lain yang kontak langsung dengan hasil perikanan harus memenuhi persyaratan higiene, dan khususnya: a. Tidak boleh mempengaruhi karakteristik organoleptik dari hasil perikanan; b. Tidak boleh menularkan bahan-bahan yang membahayakan kesehatan manusia; c. Harus cukup kuat melindungi hasil perikanan. 12. Penyimpanan hasil perikanan di atas kapal harus dijaga suhunya sesuai dengan persyaratan, khususnya: a. Hasil perikanan segar atau dilelehkan termasuk krustasea rebus yang didinginkan dan produk kekerangan harus disimpan pada suhu leleh es; b. Hasil perikanan beku, kecuali ikan beku yang menggunakan air garam untuk keperluan pengalengan, harus dipertahankan pada suhu pusat -18°C atau lebih rendah, untuk semua bagian produk dengan fluktuasi tidak lebih dari 3°C selama pengangkutan; 13. Pelaku usaha penangkapan dan pengangkutan ikan harus: a. membuktikan kepada otoritas kompeten atas pemenuhan persyaratan sebagaimana pasal 5 hingga 9; b. pelaku usaha Penangkapan dan pengangkutan ikan harus mendokumentasikan GHdP yang diterapkan. c. menjamin bahwa dokumen yang dikembangkan selalu dijaga tetap terkini; d. memelihara dokumen lainnya dan rekaman hingga periode waktu tertentu. Bongkar Muat Ikan Pelaku usaha dalam melakukan bongkar muat produk perikanan di tempat pendaratan ikan wajib:
49
UPI
1. Memastikan bahwa bongkar muat dan peralatan pendaratan yang berhubungan langsung dengan produk perikanan terbuat dari bahan yang mudah dibersihkan dan disanitasi serta dijaga tetap dalam keadaan baik terpelihara atau dibersihkan; 2. Menghindari kontaminasi produk perikanan selama bongkar muat dan pendaratan khususnya dengan cara: a. melakukan operasi bongkar muat dan pendaratan dengan cepat; b. menempatkan produk perikanan dan tidak terlambat dalam melakukan perlindungan suhu sebagaimana yang dipersyaratkan; dan c. tidak menggunakan peralatan dan perlakuan yang menyebabkan hal-hal kerusakan yang tidak diinginkan pada bagian produk perikanan. Penyimpanan dan Pengangkutan Kegiatan penyimpanan dan pengangkutan hasil perikanan dilakukan dengan: 1. Sistem rantai dingin; 2. Menjaga suhu selama penyimpanan dan pengangkutan sesuai dengan persyaratan yang berlaku, meliputi: a. hasil perikanan segar atau dilelehkan termasuk crustacean rebus yang didinginkan dan produk kekerangan harus disimpan pada suhu leleh es; b. hasil perikanan beku, kecuali ikan beku yang menggunakan air garam untuk keperluan pengalengan, harus dipertahankan pada suhu pusat -18° C atau lebih rendah, untuk semua bagian produk dengan fluktuasi tidak lebih dari 3°C selama pengangkutan; c. jika produk perikanan disimpan dalam es, lelehan air es harus tidak menggenangi produk. 3. Diangkut dari cold storage ke UPI untuk dilelehkan pada saat penerimaan untuk tujuan preparasi dan/atau pengolahan, di mana jarak yang ditempuh singkat, tidak melebihi 50 km atau 1 jam perjalanan; 4. Diangkut atau disimpan dengan produk lain yang dapat mengakibatkan kontaminasi atau mempengaruhi higiene tidak diperkenankan kecuali, produk tersebut dikemas sedemikian rupa, sehingga mampu melindungi produk tersebut; 5. Menggunakan kendaraan pengangkut hasil perikanan dengan kontruksi dan dilengkapi peralatan sedemikian rupa, sehingga suhu dapat dijaga selama pengangkutan. Jika es digunakan untuk pendinginan maka harus ada saluran pembuangan untuk menjamin lelehan es tidak menggenangi produk. Permukaan bagian dalam dari alat transportasi harus didesain sedemikian rupa sehingga tidak merusak produk, di mana permukaannya harus rata, mudah dibersihkan, dan disanitasi; 6. Menggunakan alat pengangkut yang tidak dapat mengkontaminasi produk hasil perikanan; 7. Tidak boleh diangkut dengan menggunakan kendaraan atau wadah yang tidak bersih kecuali disanitasi terlebih dahulu; 8. Persyaratan pengangkutan hasil perikanan yang dipasarkan dalam keadaan hidup harus tidak berpengaruh buruk terhadap hasil perikanan tersebut; 9. Pelaku usaha penyimpanan dan pengangkutan Ikan harus: a. membuktikan kepada otoritas kompeten atas pemenuhan persyaratan sebagaimana butir 1 hingga 8; b. pelaku usaha penyimpanan dan pengangkutan Ikan harus menerapkan dan mendokumentasikan GHdP. c. menjamin bahwa dokumen yang dikembangkan selalu dijaga tetap terkini; d. memelihara dokumen lainnya dan rekaman hingga periode waktu tertentu. a. Lokasi harus berada di tempat yang tidak berpolusi tinggi sehingga dapat mengkontaminasi pangan, tidak banjir, dan mampu
50
membuang limbah dengan efektif b. Kondisi lingkungan bersih dan selalu dijaga kebersihannya c. Sistem pembuangan air/saluran bersih dan tidak memungkinkan arus balik ke dalam ruang pengolahan d. Kondisi tanah tidak memungkinkan terjadinya kontaminasi ke dalam fasilitas a. Tidak memungkinkan adanya kontaminasi silang b. Area UPI memadai untuk melakukan pekerjaan dalam kondisi saniter dan higienis c. Area UPI terdapat di daerah industri yang telah disetujui d. Area bersih terpisah dari area kotor e. Layout dapat mencegah kontaminasi a. a. Ruang penerimaan dan pengolahan bersih dan mudah diperbaiki b. b. Tersedia cukup air bersih sesuai dengan ketentuan c. c. Saluran pembuangan tepat dan bersih d. d. Ruang penerimaan tertutup dari lingkungan luar Permukaan dinding halus, terbuat dari bahan yang tidak toksik, serta kedap air Lantai harus memiliki kemiringan yang cukup dan mudah dibersihkan Langit-langit harus mampu meminimalkan kotoran dan mencegah kondensasi Jendela harus mudah dibersihkan dan meminimalkan kotoran Pintu harus memiliki permukaan yang lembut, kedap air, dan mudah dibersihkan Memiliki permukaan yang halus, mudah dibersihkan, tidak menyerap air, dan tidak toksik a. Peralatan harus terbuat dari bahan yang mudah dibersihkan, didesinfeksi dan dipindahkan, tidak terbuat dari bahan yang bersifat toksik b. Dilakukan monitoring pembersihan dan sanitasi peralatan c. Terbuat dari bahan yang tahan karat, kedap air dengan permukaan yang halus d. Selalu terjaga dalam kondisi yang bersih e. Fasilitas dan peralatan dibersihkan minimal satu kali dalam sehari f. Mempunyai tempat pencucian alat yang terpisah g. Tempat pencucian mempunyai pintu masuk dan keluar yang terpisah h. Mempunyai saluran pembuangan air yang baik i. Peralatan diberi tanda untuk area kerja yang berbeda
51
a. Supply air yang kontak dengan bahan pangan harus menggunakan air dengan spesifikasi air minum b. Pasokan dan tekanan air cukup c. Penandaan yang jelas antara pipa-pipa air minum dan bukan air minum d. Mempunyai peta distribusi air dengan outlet dan kran yang diberi nomor seri a. Sistem drainase dan pembuangan limbah harus tersedia b. Sistem ini harus meminimalkan risiko kontaminasi silang c. Area pembuangan limbah terpisah d. Tempat limbah tahan karat dan dilengkapi dengan tutup e. Tempat limbah dibersihkan dengan benar f. Limbah dipindahkan minimal sekali dalam sehari g. Wadah dan tempat penyimpanan limbah segera dibersihkan setelah digunakan Fasilitas pembersihan memadai untuk membersihkan pangan dan peralatan serta mampu mensuplai air panas maupun dingin dalam jumlah yang cukup a. Tersedia ruang ganti dalam jumlah yang cukup b. Dinding dan lantai ruang ganti halus, kedap air, dan mudah dibersihkan c. Tersedia tempat cuci tangan dengan jumlah yang cukup dan dilengkapi dengan sabun dan desinfektan dan pengering sekali pakai d. Tersedia toilet dengan jumlah yang cukup dan dilengkapi dengan sabun dan desinfektan dan pengering sekali pakai e. Pintu toilet tidak berhubungan langsung dengan ruang penanganan dan pengolahan ikan f. Toilet dilengkapi dengan sistem menyiram air (water flushing system) dan masih berfungsi g. Kran pada tempat cuci tangan tidak dioperasikan dengan tangan h. Tersedia sarana bak cuci tangan dan penyuci hama i. Tersedia loker untuk menyimpan barang karyawan j. Barang karyawan tidak disimpan di area penanganan pangan Tersedia fasilitas untuk mengontrol suhu produk pangan dan mengontrol suhu ruang a. Penerangan alami atau dengan lampu mampu membuat proses yang higienis b. Penerangan tidak merubah warna pangan c. Penerangan ruang pengolahan dan ruang inspeksi memadai d. Lampu menggunakan pelindung yang aman e. Lampu tidak menyebabkan adanya kontaminasi
52
a. Semua pintu masuk ke area pengolahan dilengkapi dengan bak cuci kaki dengan ukuran yang sesuai b. Bak cuci kaki menggunakan air bersih dan desinfektan c. Semua pintu masuk ke ruang pengolahan dilengkapi dengan fasilitas cuci tangan dan desinfeksi yang cukup d. Kran sir tidak dioperasikan dengan tangan e. Menggunakan sabun dan desinfektan yang disetujui f. Fasilitas cuci tangan dilengkapi dengan pengering sekali pakai a. Kapasitas alat pembeku dan gudang beku memadai b. Mampu menyimpan ikan dengan suhu ikan pada minimal -18 ˚C c. Dilengkapi dengan alat pencatat suhu yang mudah dibaca d. Penyimpanan produk menggunakan pallet untuk mencegah kontaminasi e. Penyimpanan produk dengan metode FIFO f. Sensor suhu pada alat pencatat suhu tidak diletakkan di lokasi/area yang mempunyai suhu paling tinggi g. Dilengkapi tirai pada pintu masuk anteroom dan gudang beku h. Mempunyai fasilitas anteroom a. Es dibuat dari air bermutu air minum b. Es disimpan dalam tempat/wadah yang didesain khusus untuk menyimpan es c. Tempat penyimpanan es bersih dan dipelihara dengan baik Pelaku bisnis industri pangan harus melakukan: a. Mengidentifikasi tahap kritis dalam proses produksi pangan b. Mengimplementasikan prosedur pengendalian yang efektif pada tahapan tersebut c. Mengawasi proses pengendalian agar berjalan efektif d. Melakukan review secara berkala a. Melakukan pengendalian terhadap waktu dan suhu proses b. Alat pengukur suhu diperiksa secara berkala c. Melakukan pengawasan secara spesifik pada berbagai proses seperti pendinginan, proses termal, iradiasi, pengeringan, pengawetan kimiawi, dan packing dengan modifikasi atmosfer d. Pengendalian terhadap kontaminasi mikrobiologi, kimiawi, dan fisik e. Pengendalian terhadap kontaminasi silang
53
a. Bahan baku tidak mengandung parasit, toksin, pestisida, dan terdekomposisi b. Dilakukan proses sortir sebelum diproses c. Laboratorium internal melakukan pemeriksaan d. Temperatur < 3 ˚C e. Peralatan yang digunakan dalam keadaan bersih f. Waktu pencucian tidak lebih dari 3 menit g. Produk yang tidak segera diproses diberi es atau dimasukkan ke dalam pendingin h. Dilakukan pengesan kembali pada produk yang sudah dies secara teratur i. Produk yang sudah dies dikemas atau dimasukkan ke pendingin j. Pembuangan isi perut dan kepala dilakukan dengan higienis k. Setelah pembuangan kepala dan isi perut segera dilakukan pencucian dengan air yang dipersyaratkan l. Pembuatan fillet dan pemotongan dilakukan di tempat yang berbeda dengan pembuangan isi perut dan kepala m. Proses pemfilletan dan pemotongan dilakukan dengan air yang dipersyaratkan n. Tidak ada penundaan dalam proses pembuatan fillet atau steak o. Fillet dan steak segera dibekukan p. Jeroan dan bagian yang tidak dibutuhkan cepat dipisahkan dari produk a. Bahan dan desain pengemas harus memadai untuk mencegah kontaminasi, mencegah kerusakan, dan memenuhi ketentuan pelabelan b. Pengemasan dilakukan pada kondisi higienis untuk menghindarkan kontaminasi c. Bahan pengemas yang kontak dengan produk tidak boleh memperburuk karakteristik produk secara organoleptik d. Bahan pengemas yang kontak dengan produk tidak menularkan bahan berbahaya e. Bahan pengemas yang tidak digunakan disimpan di tempat yang jauh dari area pengolahan dan terlindung dari debu dan kontaminasi f. Kemasan ikan dan produk serta dokumen-dokumen yang menunjukkan nomor persetujuan (approval number) yang diberikan oleh competent authorithy diikuti oleh ringkasan atau deskripsi produk, jenis produk, tahun, bulan, dan tanggal produksi g. Kemasan menunjukkan dalam kalimat jelas “Produk dari Indonesia” Air yang digunakan dalam proses pengolahan pangan baik yang sebagai bahan baku, es, dan air yang kontak dengan bahan pangan adalah air yang berspesifikasi air minum a. Manajer dan supervisor harus memiliki pengetahuan yang cukup mengenai higiene pangan sehingga dapat menetukan risiko
54
potensial, melakukan tindakan pencegahan dan koreksi, dan memastikan proses pengawasan dapat berjalan dengan efektif b. Tindakan pencegahan diikuti c. Prosedur monitoring diikuti d. Tindakan perbaikan dilakukan atau diikuti a. Rekaman data selama proses pengolahan, produksi, dan distribusi harus disimpan sampai masa simpan produk habis b. Rekaman telah dimutakhirkan c. Rekaman dapat dipercaya d. Dokumen tidak dipalsukan e. Rekaman tersedia a. Manajer harus mengetahui cara yang cepat dan efektif untuk menarik kembali produk yang telah beredar di pasaran karena diduga dapat membahayakan kesehatan konsumen b. Proses penarikan ini harus berada di bawah pengawasan hingga produk ini dimusnahkan atau untuk kepentingan lain yang tidak membahayakan kesehatan manusia a. Pembersihan dilakukan dengan menghilangkan kotoran dan residu sehingga mencegah kontaminasi b. Pembersihan secara kimiawi harus dilakukan dengan hati-hati dan tidak menimbulkan kontaminasi c. Pembersihan dapat dilakukan dengan berbagai cara, seperti dengan panas, penggosokan, pembersihan vakum atau metode lain dengan menggunakan air dan bahan kimia seperti desinfektan, basa, dan asam d. Program pembersihan harus dapat memastikan bahwa setiap area bersih e. Program pembersihan harus mencakup: 1. Area dan peralatan bersih 2. Tanggung jawab dari setiap bagian tugas 3. Metode dan frekuensi pembersihan 4. Pengawasan a. Tersedia dengan jumlah yang cukup fasilitas pencegah binatang pengerat b. Tersedia prosedur dan frekuensi pest control serta bahan kimia yang disetujui c. Tersedia peta penempatan perangkap dan umpan (verifikasi harus dilakukan) d. Tersedia prosedur pembuangan binatang pengganggu yang mati e. Tersedia prosedur program pembersihan setelah fumigasi f. Pemberian nomor dan penempatan penangkapan lalat
55
g. Pembasmi tikus, pembasmi serangga, disinfektan dan racun lainnya tersimpan dalam lemari yang dapat dikunci h. Tidak terdapat barang/benda/tempat yang menarik kehadiran hewan pengerat/serangga i. Upaya pengawasan penceghan dan pembasmian Limbah tidak terakumulasi pada proses penanganan pangan, penyimpanan pangan, dan area pengolahan Program sanitasi harus diawasi secara berkala, dilakukan verifikasi, dan sampling mikrobiologi dari lingkungan, dan dilakukan review secara berkala a. Karyawan yang diketahui atau diduga menderita penyakit dilarang masuk ke dalam area penanganan ikan b. Setiap karyawan mendapat pengecekan kesehatan dan dilakukan secara berkala (cek record dan verifikasi) a. Karyawan yang menderita sakit seperti diare, demam, muntah tidak diperkenankan masuk ke dalam ruang produksi b. Luka ditutup dengan perban yang tahan air c. Tersedia sarana pertolongan pertama a. Karyawan harus memakai seragam lengkap, mulai dari penutup kepala hingga alas kaki. b. Semua karyawan mengenakan pakaian yang sesuai dan bersih (jumlah pakaian seragam per karyawan dan frekuensi ganti pakaian dicek) c. Karyawan harus sering mencuci tangan ketika keluar dari toilet, memulai melakukan pekerjaan, dan sebagainya d. Pakaian kerja karyawan dicuci oleh UPI e. Karywan menggunakan tutup kepala yang dapat menutupi rambut secara keseluruhan a. Karyawan dilarang melakukan kegiatan yang dapat mengkontaminasi, seperti merokok, makan. b. Terdapat tanda-tanda yang jelas untuk pelarangan merokok, makan, meludah, dan lainnya di ruang pengolahan dan tempat penyimpanan Pengunjung harus mengikuti segala ketentuan higiene yang berlaku Karyawan harus peduli dan bertanggung jawab untuk melindungi produk dari kontaminasi dan kerusakan serta harus memiliki kemampuan untuk menangani produk dengan higienis Program pelatihan harus mencakup: 1. Sifat alami dari produk, mengenai bakteri patogen dan mikroorganisme pembusuk 2. Sikap ketika menangani dan mengemas produk 3. Batas aman produk sebelum dikonsumsi 4. Kondisi produk saat disimpan 5. Umur simpan dari produk
56
Eksportir
Supervisi perlu dilakukan secara berkala untuk meliht efektivitas dari pelatihan yang dilakukan Program pelatihan harus selalu dilakukan review dan diperbaharui sesuai dengan keperluan yang ada Setiap kontainer atau sarana pengangkut harus ditandai dengan identitas produsen dan lot Semua produk pangan harus diberi informasi yang memadai agar dapat digunakan pada rantai pangan berikutnya dengan aman dan benar Semua produk pangan harus diberi label dengan benar agar dapat digunakan pada rantai pangan berikutnya dengan aman dan benar Program ini dilakukan untuk memberi pengetahuan kepada konsumen mengenai sifat produk dan kaitan antara suhu dan kerusakan produk SARANA DISTRIBUSI HASIL PERIKANAN 1. Sarana distribusi hasil perikanan baik yang digunakan untuk hasil tangkapan maupun budidaya harus dijaga dalam keadaan bersih dan baik untuk menghindari kontaminasi dan kerusakan fisik, dan didesain agar mudah dibersihkan dan/atau disanitasi. 2. Sarana berupa kendaraan pengangkut tidak digunakan untuk tujuan lain selain hasil perikanan yang dapat mengkontaminasi hasil perikanan. 3. Bila pada saat yang sama sarana kendaraan yang digunakan juga untuk mengangkut produk lain, harus dipisahkan dan dijamin kebersihannya agar tidak mengkontaminasi hasil perikanan. 4. Sarana pengangkut harus dapat melindungi produk dari resiko penurunan mutu dan keamanan hasil perikanan. 5. Pelaku usaha distribusi hasil perikanan harus: a. Membuktikan kepada otoritas kompeten atas pemenuhan persyaratan sebagaimana butir 1 hingga 4; b. Pelaku usaha distribusi hasil perikanan harus mendokumentasikan sistem manajemen keamanan pangannya yang mencakup GHdP yang diterapkan. c. Menjamin bahwa dokumen yang dikembangkan selalu dijaga tetap terkini; d. Memelihara dokumen lainnya dan rekaman hingga periode waktu tertentu.
57
Lampiran 3. Hasil Observasi Kegiatan Pada Rantai Distribusi Tuna Loin Beku Nama tahapan distribusi Kapal
Tahapan Kegiatan
Aktivitas yang dilakukan
Keterangan
Acuan
Isi Acuan
Ketidaksesuaian
Penangkapan ikan
1. Kapal berangkat dan mencari fishing ground 2. Memasang long line 3. Setelah 6 jam dipasang, kemudian long line diangkat 4. Ikan yang ditangkap dibuang isi perut dan insang 5. Dilakukan pencucian 6. Ikan disimpan dalam palka dengan air laut bersuhu -1,5 ˚C
Blanc et al (2005) PER.18/MEN/2010 KEP 01/MEN/2007
1. Log book harus diisi dan dengan data yang sebenarnya dan tepat waktu 2. Penangkapan ikan 3. Teknik mematikan tuna 4. Pembuangan darah 5. Pembuangan insang dan isi perut 6. Pencucian 7. Penyimpanan (on board storage)
1. Tuna tidak dimatikan dengan cepat. 2. Proses pencucian dilakukan dengan menggunakan air laut yang tidak terjamin kebersihannya. 3. Tidak dilakukan pengisian log book dengan data yang sebenarnya dan tepat waktu.
Transit
Pembongkaran ikan
1. Ikan diangkat dari palka kapal dan dialirkan masuk ke dalam transit melalui lubang dengan curtain. 2. Ikan yang masuk dilakukan pengecekan grade oleh checker. 3. Ikan dengan grade AAA/AA/A dibersihkan insang, dicuci dengan spons, ditimbang, dan dimasukan ke dalam bak berisi es, lalu dilakukan packing 4. Ikan dengan grade B/C/D ditimbang dan dibawa keluar melalui lubang dengan curtain. 5. Pengangkutn dengan menggunakan
1. Kapal berlayar 6-7 bulan 2. Fishing ground berada pada Samudera Hindia 3. Ikan yang ditangkap dititipkan ke kapal yang hendak pulang 4. Proses penitipan ikan tidak dilakukan dengan penyerahan dokumen dan data ikan 5. Tidak dilakukan pengisian log book dan pencatatan lainnya 1. Penanganan dilakukan tidak secara halus (kasar).
Blanc et al (2005) SNI 01-2729-3-2006 CAC (2003)
1. Pembongkaran dilakukan dengan hatihati 2. Tidak dibiarkan lama saat berada di tempat yang terkena sinar matahari langsung 3. Pemeriksaan dan sortasi 4. Pembersihan 5. Pengemasan 6. Pengangkutan 7. Lokasi transit 8. Design dan fasilitas
1. Pembongkaran dilakukan tidak dengan hati-hati (kasar). 2. Beberapa ikan yang telah dibongkar berada di bawah matahari langsung. 3. Pengambilan ikan dengan ganco tidak selalu dilakukan di bagian kepala, namun juga di bagian ekor.
58
mobil dari perusahaan. UPI
Penerimaan bahan baku Pencucian I Penyimpanan sementara Penimbangan I
Pemotongan kepala dan loin
Pembuangan daging gelap dan bely Skinning dan Trimming Penimbangan II
Pemberian CO Penyimpanan dalam chill room
Ikan masuk melalui lubang dengan curtain dan dilakukan pengecekan suhu dan mutu ikan secara organoleptik Ikan dicuci untuk menghilangkan kotoran pada permukaan kulit Ikan disimpan di dalam bak penyimpanan yang berisi es dan klorin 30 ppm Ikan diangkat dari bak penyimpanan dan ditimbang untuk mengetahui bobot utuh ikan Dilakukan proses pencatatan Ikan dipotong bagian kepala dan dipotong loin. Setelah dilakukan pemotongan kepala tidak dilakukan pencucian dengan air. Loin yang telah dipotong kemudian dipisahkan bagian daging gelap dan belly Loin dibuang kulitnya dan dilakukan perapihan.
Dokumentasi pada: Harvest Vessel Receiving Record
Dokumentasi pada: Daily Report Of Raw Material Receiving Dokumentasi pada: Daily Report Of Inspection Product after Trimming/Slicing Before Freezing
Loin ditimbang untuk mengetahui bobot loin yang didapat. Dilakukan proses pencaatan Loin diberi gas CO untuk membuat warna tetap merah
Dokumentasi pada: Tally Sheet Cutting
Loin disimpan di dalam chill room selama 48 jam
Dokumentasi pada: Chilling Temperature
SNI 01-4104-3-2006 CAC (2003)
9. Supply air 10.Personel hygiene 1. Penerimaan 2. Penyiangan atau tanpa penyiangan 3. Pencucian 4. Pembuatan loin 5. Pengulitan dan perapihan 6. Sortasi mutu 7. Pembungkusan 8. Pembekuan 9. Penimbangan 10.Pengepakan
59
Sortasi mutu
Retouching Penimbangan III
Pemvakuman
Pembekuan
Penimbangan IV
Packing
Loin disortasi berdasarkan warna dan tekstur. Loin dengan grade A akan diolah menjadi tuna saku, loin dengan grade B akan diolah menjadi Loin ID-on, dan loin dengan grade C akan diolah menjadi tuna steak. Loin dirapihkan dibagian sisinya dan dilap dengan spons
Monitoring Report
Loin ditimbang untuk mengetahui rendemen produk Dilakukan proses pencatatan Loin dimasukan ke dalam plastik vakum dan divakum menggunakan mesin vakum Loin disusun di keranjang dan diberi no batch untuk dibekukan di Air Blast Freezer pada suhu -40 ˚C selama 7-8 jam Penimbangan akhir untuk mengetahui bobot loin setelah dibekukan dan sebelum masuk pada proses packing. Dilakukan proses pencatatan Loin dikemas di dalam master karton
Dokumentasi pada: Tally Sheet Cutting
Pelabelan
Pemberian label dan kode produksi dari perusahaan
Penyimpanan
Penyimpanan loin di dalam Cold Storage dengan suhu -18 ˚C
Dokumentasi pada: Freezing Monitoring Report
Dokumentasi pada: Tally Sheet Cutting
Dokumentasi pada: Daily Report of Packing and Labeling
Dokumentasi pada: Cold Storage Temperature Report
60
Eksportir
Ekspor
1. Pengiriman Purchase Order dari buyer 2. Pembuatan kontrak 3. Pemilihan kontainer 4. Persiapan kontainer (pencucian, pre-cooling) 5. Persiapan dokumen 6. Proses ekspor
1. Proses pencarian buyer dilakukan lewat promosi saat pameran dan melalui website perusahaan 2. Isi kontrak penjualan antara lain jenis barang, harga, jumlah, pengiriman, cara pembayaran 3. Pembayaran untuk buyer baru dilakukan di muka, sedangkan untuk langganan dilakukan di akhir 4. Proses pembayaran dengan sistem transfer. Lebih aman dengan menggunakan L/C, namun biaya bank lebih mahal 5. Harga berdasarkan negosiasi dengan melihat harga pasaran di Amerika 6. Jika ada keluhan terkait mutu, maka akan dilakukan penurunan harga berdasarkan 1 grade lebih rendah, sekitar 20%. 7. Dokumen yang diperluakan saat ekspor adalah sertifikat mutu
CEN 14460:2003
1. Identitas Wholesaler 2. Identitas, sumber, dan kontrol suhu dari tiap unit produk 3. Sejarah proses produksi 4. Tujuan unit produk
61
Invoice Packing List, dan Bill of Lading 8. Persyaratan kontainer telah diketahui oleh perusahaan logistik 9. Syarat memilih kontainer adalah harga yang lebih murah, karena tidak ada perbedaaan pada waktu pengiriman. 10. Tidak ada target waktu dan jumlah pengiriman. Jika ada barang akan dikirim. Hal utama yang menjadi pokok perhaian dan persyaratan dari buyer adalah mutu produk yang baik.
Lampiran 4. Hasil Observasi Sistem Higiene pada Rantai Distribusi Produk Tuna Loin Beku Nama Tahapan Distribusi Kapal
Aspek Higiene (CAC 2009)
Persyaratan
Persyaratan Higiene Kapal Penangkap dan Pengangkut Ikan terdiri dari: (KEP 01/MEN/2007) 1. Setiap kapal penangkap dan pengangkut ikan harus memenuhi persyaratan higiene dan penerapan sistem rantai dingin. 2. Ketika digunakan, bagian-bagian dari kapal atau wadah untuk penyimpan
Kondisi
1. Kondisi kapal tidak selalu dalam keadaan bersih. 2. Ikan yang telah diangkat di geladak, terkadang lama dalam proses penanganan. 3. Proses pembuangan isi perut dan insang dilakukan, namun diduga
Ketidaksesuaian
1. Kapal tidak menerapkan sistem higiene.
62
hasil tangkap harus dijaga kebersihannya dan dijaga selalu dalam kondisi baik, terutama tidak terkontaminasi bahan bakar dan air kotor. 3. Segera setelah diangkat ke geladak, produk perikanan harus dijaga dari kontaminasi dan dari akibat panas matahari atau sumber panas lainnya. Ketika ikan dicuci, air yang digunakan adalah air minum atau dengan air laut bersih. 4. Produk hasil tangkap harus ditangani dan disimpan sehingga terhindar dari memar. Penanganan menggunakan ganco untuk menangani ikan besar harus dijaga agar tidak melukai daging ikan. 5. Produk perikanan yang tidak disimpan dalam keadaan hidup harus segera didinginkan setelah naik ke kapal penangkap dan/atau pengangkut ikan. 6. Es yang digunakan untuk pendinginan ikan harus terbuat dari air minum atau air laut bersih. 7. Bila ikan dipotong kepala dan/atau dihilangkan isi perut, maka kegiatan tersebut harus dilakukan secara higienis setelah penangkapan, dan produk harus dicuci segera dan menyeluruh dengan air minum atau air laut bersih. Isi perut dan bagian lain yang dapat mengakibatkan bahaya kesehatan harus segera disingkirkan. Hati dan telur yang dapat dikonsumsi harus disimpan dengan es pada suhu dingin (chilling), atau
tidak dilakukan secara higienis. 4. Produk perikanan segera didinginkan di dalam kapal
2. Tidak segera dilakukan penanganan secara cepat.
3. Tidak melakukan pencucian dengan air yang disyaratkan.
63
dibekukan. 8. Jika menggunakan pembekuan dengan air garam (brine) untuk ikan utuh sebagai bahan baku pengalengan, suhu tidak boleh lebih besar dari -9 ˚C pada pusat ikan. Air garam harus tidak menjadi sumber kontaminasi ikan. Persyaratan Hygiene Terhadap Penanganan di Kapal Penangkap dan Pengangkut Ikan terdiri dari: (KEP 01/MEN/2007) 1. Penanggung jawab penanganan ikan di kapal penangkap dan pengangkut ikan harus bertanggung jawab dalam menerapkan cara pananganan ikan yang baik; 2. Penanggung jawab sebagaimana dimaksud pada angka 1, harus mempunyai kewenangan untuk menjamin bahwa persyaratan-persyaratan yang tercantum dalam ketentuan ini diterapkan; 3. Penanggung jawab sebagaimana dimaksud pada angka 1 juga menyediakan program pengendalian bagi Inspektur hasil perikanan untuk tujuan pemeriksaan mutu di atas kapal penangkap dan/atau pengangkut ikan serta menyediakan lembaran catatan yang meliputi lembaran komentar inspektur dan pencatatan suhu; 4. Kondisi umum hygiene tempat dan peralatan harus mempunyai kondisi yang higienis; 5. Karyawan yang menangani langsung hasil perikanan di atas kapal harus menggunakan pakaian kerja yang bersih dan tutup kepala sehingga menutupi rambut secara sempurna;
1. Tidak ada penanggung jawab ikan secara khusus. 2. Kondisi tempat penyimpanan dan palka tidak dalam keadaan higienis. 3. Karyawan tidak ada yang mengenakan pakaian kerja, bahkan ada yang tidak mengenakan baju. 4. Karyawan tidak mencuci tangan terlebih dahulu. 5. Tidak diperiksa apakah karyawan sedang mengalami luka atau tidak. 6. Selama pembongkaran, terdapat karyawan yang merokok ataupun meludah di geladak kapal.
1. Tidak ada penanggung jawab penanganan ikan. 2. Kondisi umum kapal tidak higienis.
3. Karyawan tidak mengenakan pakaian kerja.
64
6. Karyawan yang menangani hasil perikanan harus mencuci tangan sebelum memulai pekerjaan; 7. Karyawan yang sedang mengalami luka tangan tidak boleh menangani produk; 8. Tidak diperbolehkan merokok, meludah, makan dan minum diruang kerja dan di tempat penyimpanan produk; 9. Pembuangan kepala dan isi perut harus dilakukan secara higienis dan segera dicuci dengan air minum dan atau air laut bersih; 10. Hasil perikanan yang dibungkus dan dikemas harus dilakukan pada kondisi yang higienis untuk enghindari kontaminasi; 11. Bahan kemasan dan bahan lain yang kontak langsung dengan hasil perikanan harus memenuhi persyaratan higiene, dan khususnya: a. Tidak boleh mempengaruhi karakteristik organoleptik dari hasil perikanan; b. Tidak boleh menularkan bahan-bahan yang membahayakan kesehatan manusia; c. Harus cukup kuat melindungi hasil perikanan. 12. Penyimpanan hasil perikanan di atas kapal harus dijaga suhunya sesuai dengan persyaratan, khususnya: a. Hasil perikanan segar atau dilelehkan termasuk krustasea rebus yang didinginkan dan produk kekerangan harus disimpan pada suhu leleh es; b. Hasil perikanan beku, kecuali ikan beku yang menggunakan air garam untuk keperluan pengalengan, harus dipertahankan pada suhu pusat -18°C atau lebih rendah, untuk semua bagian produk dengan fluktuasi tidak lebih dari 3°C selama pengangkutan; 13. Pelaku usaha penangkapan dan pengangkutan ikan harus: a. membuktikan kepada otoritas kompeten atas
7. Ikan dicuci dengan menggunakan air laut. 8. Ikan dibekukan dengan menggunakan sistem Refrigerated Sea Water (RSW) dan suhu dipertahankan pada -1,5 ˚C 9. Tidak dilakukan proses dokumentasi dan pengisian log book dengan data yang akurat dan tepat waktu.
4. Kesehatan karyawan tidak diperiksa. 5. Sikap karyawan tidak diperhatikan (merokok).
6. Tidak dilakukan rekaman.
65
pemenuhan persyaratan sebagaimana pasal 5 hingga 9; b. pelaku usaha Penangkapan dan pengangkutan ikan harus mendokumentasikan GHdP yang diterapkan. c. menjamin bahwa dokumen yang dikembangkan selalu dijaga tetap terkini; d. memelihara dokumen lainnya dan rekaman hingga periode waktu tertentu.
66
Transit
Bongkar Muat Ikan (KEP 01/MEN/2007), CAC (2009) Pelaku usaha dalam melakukan bongkar muat produk perikanan di tempat pendaratan ikan wajib: 1. Memastikan bahwa bongkar muat dan peralatan pendaratan yang berhubungan langsung dengan produk perikanan terbuat dari bahan yang mudah dibersihkan dan disanitasi serta dijaga tetap dalam keadaan baik terpelihara atau dibersihkan; 2. Menghindari kontaminasi produk perikanan selama bongkar muat dan pendaratan khususnya dengan cara: a. melakukan operasi bongkar muat dan pendaratan dengan cepat; b. menempatkan produk perikanan dan tidak terlambat dalam melakukan perlindungan suhu sebagaimana yang dipersyaratkan; dan c. tidak menggunakan peralatan dan perlakuan yang menyebabkan hal-hal kerusakan yang tidak diinginkan pada bagian produk perikanan.
Design dan Fasilitas 1. Lokasi
Lokasi harus berada di tempat yang tidak berpolusi tinggi sehingga dapat mengkontaminasi pangan, tidak banjir, dan mampu membuang limbah dengan efektif
1. Peralatan yang digunakan dapat dan mudah dibersihkan dan disanitasi, namun tidak dilakukan proses sanitasi, hanya disiram dengan air. 2. Produk dapat terkontaminasi karena terdapat hewan peliharaan (anjing) di dalam transit. 3. Ganco digunakan tidak hanya pada bagian kepala, namun juga ekor. 4. Beberapa ikan juga ditendang selama proses di dalam transit.
Lokasi transit berada di dalam Kompleks Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman, Jakarta
1. Tidak dilakukan proses sanitasi. 2. Terdapat hewan peliharaan.
3. Ada perlakuan yang dapat mengakibatkan kerusakan fisik ikan
67
2. Layout
Tidak memungkinkan adanya kontaminasi silang
Layout transit tidak baik dan dapat menyebabkan kontaminasi silang karena tidak dilakukan perbedaan ruang antara ruang penanganan ikan dan ruang untuk menyimpan barang, tidak diberi bak pencuci kaki.
Dapat menyebabkan kontaminasi silang
Terdapat Rokok di dalam ruang transit
68
3. Permukaan dinding
Permukaan dinding halus, terbuat dari bahan yang tidak toksik, serta kedap air
Permukaan dinding terdiri dari bahan yang tidak kedap air
Permukaan dinding tidak kedap air
4. Langit-langit
Langit-langit harus mampu meminimalkan kotoran dan mencegah kondensasi
Langit-langit kotor dan banyak terdapat kotoran serta sarang laba-laba.
Langit-langit tidak bersih
5. Lantai
Lantai harus memiliki kemiringan yang cukup dan mudah dibersihkan
Lantai terbuat dari keramik dan memiliki kemiringan yang cukup
69
6. Jendela 7. Pintu
8. Area bekerja yang kontak dengan bahan pangan
Jendela harus mudah dibersihkan dan meminimalkan kotoran Pintu harus memiliki permukaan yang lembut, kedap air, dan mudah dibersihkan
Tidak terdapat jendela di dalam ruang transit. Tidak terdapat pintu yang permanen, hanya terdapat curtain
Memiliki permukaan yang halus, mudah dibersihkan, tidak menyerap air, dan tidak toksik
Permukaan area bekerja terbuat dari keramik yang didesain dengan kemiringan yang cukup serta berwarna putih.
Tidak terdapat pintu
70
Peralatan
Peralatan harus terbuat dari bahan yang mudah dibersihkan dan dipindahkan, tidak terbuat dari bahan yang bersifat toksik
Peralatan yang digunakan adalah ganco tidak terbuat dari bahan yang mudah dibersihkan, namun alat check ikan terbuat dari bahan yang mudah dibersihkan.
Ganco tidak terbuat dari bahan yang mudah dibersihkan dan mudah berkarat
Suplai Air
Suplai air yang kontak dengan bahan pangan harus menggunakan air dengan spesifikasi air minum
Air yang digunakan adalah air yang diambil dari laut.
Air yang digunakan bukan standar air minum
Karyawan yang diketahui atau diduga menderita penyakit dilarang masuk ke dalam area penanganan ikan Karyawan yang menderita sakit seperti diare, demam, muntah tidak diperkenankan masuk ke dalam ruang
Tidak ada pemeriksaan kesehatan bagi karyawan transit. Tidak ada pemeriksaan kesehatan bagi karyawan
Kesehatan karyawan tidak diperiksa
Higiene Personal 1. Status kesehatan
2. Sakit
Kesehatan karyawan tidak diperiksa
71
produksi Karyawan harus memakai seragam lengkap, mulai dari penutup kepala hingga alas kaki. Karyawan harus sering mencuci tangan ketika keluar dari toilet, memulai melakukan pekerjaan, dan sebagainya
transit. Karyawan tidak memakai seragam bekerja, hanya memakai boot saja. Karyawan tidak pernah atau jarang melakukan cuci tangan.
4. Sikap personal
Karyawan dilarang melakukan kegiatan yang dapat mengkontaminasi, seperti merokok, makan.
5. Pengunjung
Pengunjung harus mengikuti segala ketentuan higiene yang berlaku
Karyawan merokok, berbicara makan, dan minum di ruang penanganan ikan Pembeli ikan tidak mengikuti ketentuan higiene yang berlaku.
3. Kebersihan personal
UPI
Design dan Fasilitas 1. Lokasi
CAC (2003); CAC (2009); KEP 01/MEN/2007 a.Lokasi harus berada di tempat yang tidak berpolusi tinggi sehingga dapat mengkontaminasi pangan, tidak
1. Lokasi UPI berada di dalam kawasan Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman, Muara
Tidak menggunakan pakaian kerja
Tidak memperhatikan sikap karyawan (berbicara, dsb) Tidak menerapkan higiene bagi pembeli (merokok dsb)
72
banjir, dan mampu membuang limbah dengan efektif b. Kondisi lingkungan bersih dan selalu dijaga kebersihannya c. Sistem pembuangan air/saluran bersih dan tidak memungkinkan arus balik ke dalam ruang pengolahan d. Kondisi tanah tidak memungkinkan terjadinya kontaminasi ke dalam fasilitas
2. Design dan layout
a. Tidak memungkinkan adanya kontaminasi silang b. Area UPI memadai untuk melakukan pekerjaan dalam kondisi saniter dan higienis c. Area UPI terdapat di daerah industri yang telah disetujui d. Area bersih terpisah dari area kotor e. Layout dapat mencegah kontaminasi
2.
3.
4.
1.
2.
3.
4.
2.1. Ruang Penerimaan e. f. g. h.
a. a. Ruang penerimaan bersih dan mudah diperbaiki b. b. Tersedia cukup air bersih sesuai dengan ketentuan c. c. Saluran pembuangan tepat dan bersih d. d. Ruang penerimaan tertutup dari lingkungan luar
1. 2.
Baru, Jakarta Kondisi lingkungan di sekitar pabrik selalu dijaga kebersihannya Sistem pembuangan air tidak memungkinkan arus balik Kondisi tanah tidak memungkinkan adanya kontaminasi Ruang pengolahan terpisah dengan ruang ganti pakaian, toilet, kantor, dan gudang Area UPI memadai untuk melakukan pekerjaan dengan saniter dan higienis UPI berada di kawasan industri Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Design dan layout perusahaan dapat dilihat pada Lampiran 9 Ruang penerimaan selalu dijaga kebersihannya Pasokan air cukup dan tekanan air cukup untuk melakukan pencucian
73
3. Saluran pembuangan tepat dan bersih 4. Ruang penerimaan tertutup dari lingkungan luar dan dibatasi oleh curtain Permukaan dinding terbuat dari keramik, berwarna putih, mudah dibersihkan, dan kedap air
2.1.1. Permukaan diniding
Permukaan dinding halus, terbuat dari bahan yang tidak toksik, serta kedap air
2.1.2. Lantai
Lantai harus memiliki kemiringan yang cukup dan mudah dibersihkan
Kemiringan lantai cukup dan tidak ada air yang menggenang
2.1.3. Langit-langit
Langit-langit harus mampu meminimalkan kotoran dan mencegah kondensasi
Langit-langit mampu mencegah kondensasi dan
74
mudah dibersihkan
2.1.4. Jendela 2.1.5. Pintu 2.1.6. Area bekerja yang kontak dengan pangan
2.2. Ruang Penanganan dan pengolahan 2.2.1. Permukaan diniding
Jendela harus mudah dibersihkan dan meminimalkan kotoran Pintu harus memiliki permukaan yang lembut, kedap air, dan mudah dibersihkan Memiliki permukaan yang halus, mudah dibersihkan, tidak menyerap air, dan tidak toksik
a. Permukaan dinding halus, terbuat dari bahan yang tidak toksik, serta kedap air dan tahan lama b. Permukaan dinding halus, tanpa retak, celah, atau
Tidak terdapat jendela Pintu terbuat dari bahan yang tahan karat dan lembut Area bekerja yang kontak dengan ikan terbuat dari keramik berwarna putih yang mudah dibersihkan dan selalu dijaga kebersihannya
1. Permukaan dinding terbuat dari keramik berwarna putih yang kedap air dan
1. Terdapat beberapa bagian permukaan dinding yang berlubah dan memiliki
75
lubang, serta mudah dibersihkan dan didesinfeksi c. Bebas dari penonjolan dan seluruh pipa dan kabel ditutup dengan baik d. Pertemuan antara lantai dan dinding serta dinding dan dinding mudah dibersihkan
mudah dibersihkan 2. Terdapat beberapa permukaan dinidng yang berlubang dan tidak halus 3. Seluruh kabel dan pipa tertutup dengan baik
celah serta tidak halus
2. Terdapat beberapa titik yang membentuk sudut pada pertemuan lantai dan dinding serta dinding dan dinding 4. Pertemuan antara lantai dan dinding serta dinding dan dinding tidak membentuk sudut yang sulit dibersihkan, namun masih ada beberapa titik yang membentuk sudut
2.2.2. Lantai
a.Lantai harus memiliki kemiringan yang cukup dan mudah dibersihkan serta didesinfeksi b. Terbuat dari bahan yang kedap air, tidak beracun, tidak menyerap, tidak licin, dan tidak retak
1. Lantai memiliki kemiringan yang cukup sehingga tidak terdapat air yang menggenang 2. Terbuat dari keramik berwarna putih yang kedap
76
air dan mudah dibersihkan serta didesinfeksi
2.2.3. Langit-langit
a. Langit-langit dirancang untuk mencegah akumulasi kotoran, mengurangi kondensasi dan pertumbuhan jamur, dan pengelupasan b. Bebas dari retak dan celah c. Permukaannya halus, mudah dicuci dan berwarna terang untuk menjamin kebersihannya
1. Langit-langit berwarna abuabu muda dan terbuat dari aluminium serta tidak menyebabkan kondensasi 2. Permukaannya halus dan mudah dicuci
2.2.4. Ventilasi
a. Ventilasi mencukupi b. Memungkinkan untuk menyaring uap air c. Tidak terjadi kondensasi di ruangan yang mempengaruhi produk atau material pengemasan
1. Ventilasi mencukupi dan memungkinkan untuk menyaring uap air 2. Tidak terjadi kondensasi
77
2.2.5. Pintu
a. Pintu harus memiliki permukaan yang lembut, kedap air, tahan korosi, serta menutup secara otomatis b. Mudah dibersihkan dalam kondisi baik serta dilengkapi dengan alat pencegah lalat
1. Pintu terbuat dari aluminium berwarna abuabu muda yang lembut, tahan air, tahan korosi, dan menutup semi otomatis 2. Mudah dibersihkan dan di pintu masuk terdapat alat pencegah lalat/serangga
2.2.6. Area bekerja yang kontak dengan pangan
Memiliki permukaan yang halus, mudah dibersihkan, tidak menyerap air, dan tidak toksik
1. Area bekerja yang kontak dengan ikan merupakan peralatan yang terbuat dari stainless steel berwarna abu-abu dan talenan berwarna putih. 2. Peralatan ini tidak menyerap air, tidak toksik,
1. Pintu tidak menutup secara otomatis
78
dan mudah dibersihkan
2.3. Ruang pendinginan, es, dan gudang beku 2.3.1. Permukaan diniding
2.3.2. Lantai
a. Permukaan dinding halus, terbuat dari bahan yang tidak toksik, serta kedap air dan tahan lama b. Permukaan dinding halus, tanpa retak, celah, atau lubang, serta mudah dibersihkan dan didesinfeksi c. Bebas dari penonjolan dan seluruh pipa dan kabel ditutup dengan baik d. Pertemuan antara lantai dan dinding serta dinding dan dinding mudah dibersihkan
a.Lantai harus memiliki kemiringan yang cukup dan mudah dibersihkan serta didesinfeksi
1. Permukaan dinding halus terbut dari aluminium yang kedap air, berwarna terang, tahan lama 2. Permukaan dinding halus dan tanpa retak serta mudah didisnfeksi
1. Lantai memiliki kemiringan yang cukup dan mudah
1. Lantai licin karena es yang menepel pada lantai
79
b. Terbuat dari bahan yang kedap air, tidak beracun, tidak menyerap, tidak licin, dan tidak retak
2.3.3. Langit-langit
a. Langit-langit dirancang untuk mencegah akumulasi kotoran, mengurangi kondensasi dan pertumbuhan jamur, dan pengelupasan b. Bebas dari retak dan celah c. Permukaannya halus, mudah dicuci dan berwarna terang untuk menjamin kebersihannya
3. Peralatan
a. Peralatan harus terbuat dari bahan yang mudah dibersihkan, didesinfeksi dan dipindahkan, tidak terbuat dari bahan yang bersifat toksik b. Dilakukan monitoring pembersihan dan sanitasi peralatan c. Terbuat dari bahan yang tahan karat, kedap air dengan permukaan yang halus d. Selalu terjaga dalam kondisi yang bersih e. Fasilitas dan peralatan dibersihkan minimal satu kali
dibersihkan serta terbuat dari bahan yang kedap air dan tidak menyerap air 2. Kondisi lantai licin karena es yang menempel 1. Langit-langit berwarna terang, dirancang untuk mencegah akumulasi kotoran dan kondensasi 2. Bebas dari retak dan celah 3. Permukaannya halus dan mudah dicuci
1. Peralatan yang digunakan, seperti meja produksi, pisau terbuat dari bahan stainless steel yang mudah dibersihkan, tahan karat, dan tahan air
1. Tempat pencucian alat tidak terpisah dan tidak memiliki pintu masuk dan keluar yang terpisah
80
dalam sehari f. Mempunyai tempat pencucian alat yang terpisah g. Tempat pencucian mempunyai pintu masuk dan keluar yang terpisah h. Mempunyai saluran pembuangan air yang baik i. Peralatan diberi tanda untuk area kerja yang berbeda
2. Keranjang yang digunakan terbuat dari plastik dan diberi warna yang berbeda untuk area dan fungsi kerja yang berbeda
81
3. Talenan berwarna putih dan selalu dijaga kebersihannya
4. Peralatan selalu dibersihkan dua kali sehari, yaitu saat akan istirahat dan saat akan pulang, serta dilakukan monitoring pembersihan 5. Peralatan disimpan di dalam anteroom ketika tidak sedang digunakan
6. Saluran pembuangan air baik 7. Tempat pencucian alat berada di ruang produksi
82
4. Fasilitas 4.1. Suplai Air
4.2. Drainase dan pembuangan limbah
a. Suplai air yang kontak dengan bahan pangan harus menggunakan air dengan spesifikasi air minum b. Pasokan dan tekanan air cukup c. Penandaan yang jelas antara pipa-pipa air minum dan bukan air minum d. Mempunyai peta distribusi air dengan outlet dan kran yang diberi nomor seri
a. Sistem drainase dan pembuangan limbah harus tersedia b. Sistem ini harus meminimalkan risiko kontaminasi silang c. Area pembuangan limbah terpisah d. Tempat limbah tahan karat dan dilengkapi dengan tutup e. Tempat limbah dibersihkan dengan benar f. Limbah dipindahkan minimal sekali dalam sehari g. Wadah dan tempat penyimpanan limbah segera
1. Air baku didapatkan dari perum yang diolah melalu proses filtrasi. Air yang telah difilter kemudian dipisah melalui 3 pompa. Air yang kontak dengan bahan pangan akan dilewatkan pada proses ozonasi dan sistem Reverse Osmosis (RO) lalu masuk ke water chiller. 2. Pasokan air dilakukan oleh pompa 250 watt 3. Pipa air minum dan bukan air minum terpisah dengan jelas 4. Kran diberi nomor seri di dalam ruang produksi 1. Limbah padat hasil produksi ditempatkan pada wadah khusus yang terbuat dari fiber
1. Tidak memiliki peta distribusi air
83
dibersihkan setelah digunakan
4.3. Pembersihan
Fasilitas pembersihan memadai untuk membersihkan pangan dan peralatan serta mampu mensuplai air panas maupun dingin dalam jumlah yang cukup
2. Limbah yang telah terkumpul akan diambil oleh pengumpul
3. Wadah tersebut dibersihkan sekali dalam sehari 4. Limbah cair akan masuk melalui saluran pembuangan limbah yang tertutup dan dialirkan keluar pabrik lalu ditampung. 5. Pihak PPS akan mengolah limbah tersebut 1. Fasilitas pembersihan berupa air dingin dan air panas serta sabun. 2. Sabun untuk mencuci setiap peralatan yang digunakan dan dinding 3. Air panas digunakan untuk membilas peralatan yang telah dicuci
84
4.4. Ruang ganti, kamar mandi, dan toilet
a. Tersedia ruang ganti dalam jumlah yang cukup b. Dinding dan lantai ruang ganti halus, kedap air, dan mudah dibersihkan c. Tersedia tempat cuci tangan dengan jumlah yang cukup dan dilengkapi dengan sabun dan desinfektan dan pengering sekali pakai d. Tersedia toilet dengan jumlah yang cukup dan dilengkapi dengan sabun dan desinfektan dan pengering sekali pakai e. Pintu toilet tidak berhubungan langsung dengan ruang penanganan dan pengolahan ikan f. Toilet dilengkapi dengan sistem menyiram air (water flushing system) dan masih berfungsi g. Kran pada tempat cuci tangan tidak dioperasikan
1. Ruang ganti memadai dan terpisah antara pria dan wanita 2. Lantai terbuat dari keramik berwarna putih yang kedap air dan mudah dibersihkan 3. Dinding terbuat dari keramik berwarna putih yang kedap air dan mudah dibersihkan 4. Tersedia tempat cuci tangan yang memadai namun tidak dilengkapi sabun dan pengering sekali pakai
1. Tidak dilengkapi pengering sekali pakai
85
dengan tangan h. Tersedia sarana bak cuci tangan dan penyuci hama i. Tersedia loker untuk menyimpan barang karyawan j. Barang karyawan tidak disimpan di area penanganan pangan
4.5. Kontrol Suhu
Tersedia fasilitas untuk mengontrol suhu produk pangan dan mengontrol suhu ruang
5. Terdapat 4 toilet untuk karyawan dan 1 toilet untuk staf 6. Toilet tidak berada dekat ruang pengolahan dan dilengkapi sistem menyiram air yang masih berfungsi 7. Kran pada tempat cuci tangan dioperasikan secara otomatis 8. Tersedia loker untuk menyimpan barang karyawan
9. Karyawan tidak diperkenankan membawa barang atau perhiasan ke dalam area penanganan pangan 1. Terdapat termometer dan alat pengontrol suhu di dalam ruang produksi, chill
86
room, alat pembeku, dan gudang beku
4.6. Penerangan
4.7. Fasilitas pencucian
a. Penerangan alami atau dengan lampu mampu membuat proses yang higienis b. Penerangan tidak merubah warna pangan c. Penerangan ruang pengolahan dan ruang inspeksi memadai d. Lampu menggunakan pelindung yang aman e. Lampu tidak menyebabkan adanya kontaminasi a. Semua pintu masuk ke area pengolahan dilengkapi
2. Data hasil kontrol suhu dicatat dalam catatan 1. Penerangan dengan mengguakan lampu yang berwarna putih dan dengan cahaya yang memadai 2. Lampu menggunakan pelindung yang aman 1. Pintu masuk utama ke
1. Pintu masuk dari lift tidak
87
tangan dan desinfeksi
b. c.
d. e. f.
dengan bak cuci kaki dengan ukuran yang sesuai Bak cuci kaki menggunakan air bersih dan desinfektan Semua pintu masuk ke ruang pengolahan dilengkapi dengan fasilitas cuci tangan dan desinfeksi yang cukup Kran sir tidak dioperasikan dengan tangan Menggunakan sabun dan desinfektan yang disetujui Fasilitas cuci tangan dilengkapi dengan pengering sekali pakai
dalam ruang pengolahan dilengkapi dengan bak cuci kaki dengan ukuran yang sesuai dan fasilitas cuci tangan
dilengkapi bak cuci kaki dan fasilitas cuci tangan
2. Tidak dilengkapi pengering sekali pakai pada fasilitas cuci tangan
2. Pintu masuk dari lift tidak dilengkapi oleh bak cuci kaki dan fasilitas cuci tangan 3. Bak cuci kaki menggunakan air bersih dan diberi klorin 200 ppm 4. Kran air dioperasikan dengan otomatis 5. Fasilitas cuci tangan tidak dilengkapi pengering sekali pakai 6. Menggunakan sabun yang disetujui
88
4.8. Fasilitas pembekuan dan penyimpanan beku
a. Kapasitas alat pembeku dan gudang beku memadai b. Mampu menyimpan ikan dengan suhu ikan pada minimal -18 ˚C c. Dilengkapi dengan alat pencatat suhu yang mudah dibaca d. Penyimpanan produk menggunakan pallet untuk mencegah kontaminasi e. Penyimpanan produk dengan metode FIFO f. Sensor suhu pada alat pencatat suhu tidak diletakkan di lokasi/area yang mempunyai suhu paling tinggi g. Dilengkapi tirai pada pintu masuk anteroom dan gudang beku h. Mempunyai fasilitas anteroom
1. Kapasitas alat pembeku dan gudang beku memadai
2. Fasilitas pembekuan mampu menyimpan ikan pada suhu -18 ˚C dan dilengkapi dengan alat pencatat suhu
3. Produk disimpan dengan
1. Tidak terdapat tirai pada pintu masuk anteroom
89
menggunakan pallet unutk tuna saku, ground meat dan keranjang untuk loin 4. Penyimpanan produk dengan metode FIFO 5. Fasilitas pembekuan dilengkapi tirai pada pintu sedangkan anteroom tidak dilengkapi tirai
4.9. Pembuatan dan penggunaan es
5. Prosedur Pengendalian 5.1. Pengendalian bahaya pangan
a. Es dibuat dari air bermutu air minum b. Es disimpan dalam tempat/wadah yang didesain khusus untuk menyimpan es c. Tempat penyimpanan es bersih dan dipelihara dengan baik
1. Es dibuat dari air yang telah melewati proses ozonasi 2. Es disimpan dalam tempat khusus es yang bersih dan dipelihara dengan baik
Pelaku bisnis industri pangan harus melakukan: a. Mengidentifikasi tahap kritis dalam proses produksi pangan b. Mengimplementasikan prosedur pengendalian yang efektif pada tahapan tersebut c. Mengawasi proses pengendalian agar berjalan
1. Setiap proses produksi dituangkan dalam diagram alir proses dalam HACCP Plan 2. Dilakukan identifikasi bahaya, titik kritis, dan
90
efektif d. Melakukan review secara berkala 5.2. Aspek kunci dalam pengendalian sistem higiene
a. Melakukan pengendalian terhadap waktu dan suhu proses b. Alat pengukur suhu diperiksa secara berkala c. Melakukan pengawasan secara spesifik pada berbagai proses seperti pendinginan, proses termal, iradiasi, pengeringan, pengawetan kimiawi, dan packing dengan modifikasi atmosfer d. Pengendalian terhadap kontaminasi mikrobiologi, kimiawi, dan fisik e. Pengendalian terhadap kontaminasi silang
5.3. Persyaratan bahan baku
a. Bahan baku tidak mengandung parasit, toksin, pestisida, dan terdekomposisi b. Dilakukan proses sortir sebelum diproses c. Laboratorium internal melakukan pemeriksaan d. Temperatur < 3 ˚C e. Peralatan yang digunakan dalam keadaan bersih f. Waktu pencucian tidak lebih dari 3 menit g. Produk yang tidak segera diproses diberi es atau dimasukkan ke dalam pendingin h. Dilakukan pengesan kembali pada produk yang sudah dies secara teratur i. Produk yang sudah dies dikemas atau dimasukkan ke pendingin j. Pembuangan isi perut dan kepala dilakukan dengan
prosedur monitoring, dan tindakan koreksinya dalam HACCP Plan 1. Mengukur dan mencatat suhu ikan saat penerimaan bahan baku 2. Mengukur dan mencatat suhu produk dan ruangan pendinginan, pembekuan, dan gudang beku 3. Melakukan pengecekan produk dari adanya kontaminasi mikrobiologi (analisis lab) dan fisik (metal detector) 1. Bahan baku yang diterima adalah ikan tuna grade B dengan suhu pusat < 3 ˚C dan memenuhi persyaratan organoleptik (tidak bau dan tekstur daging kenyal) 2. Proses pencucian cepat ± 1 menit 3. Peralatan selama proses penerimaan bahan baku dalam keadaan bersih 4. Setalah pembuangan kepala tidak dilakukan pencucian dengan air
1. Tidak dilakukan pencucian setelah dilakukan pemotongan kepala
91
k.
l.
m. n. o. p. 5.4. Pengemasan
a.
b. c.
d. e.
f.
higienis Setelah pembuangan kepala dan isi perut segera dilakukan pencucian dengan air yang dipersyaratkan Pembuatan fillet dan pemotongan dilakukan di tempat yang berbeda dengan pembuangan isi perut dan kepala Proses pemfilletan dan pemotongan dilakukan dengan air yang dipersyaratkan Tidak ada penundaan dalam proses pembuatan fillet atau steak Fillet dan steak segera dibekukan Jeroan dan bagian yang tidak dibutuhkan cepat dipisahkan dari produk Bahan dan desain pengemas harus memadai untuk mencegah kontaminasi, mencegah kerusakan, dan memenuhi ketentuan pelabelan Pengemasan dilakukan pada kondisi higienis untuk menghindarkan kontaminasi Bahan pengemas yang kontak dengan produk tidak boleh memperburuk karakteristik produk secara organoleptik Bahan pengemas yang kontak dengan produk tidak menularkan bahan berbahaya Bahan pengemas yang tidak digunakan disimpan di tempat yang jauh dari area pengolahan dan terlindung dari debu dan kontaminasi Kemasan ikan dan produk serta dokumen-dokumen yang menunjukkan nomor persetujuan (approval
5. Limbah hasil pemotongan diletakkan pada wadah khusus 6. Ikan yang tidak langsung diproses disimpan pada bak yang diberi es
1. Bahan pengemas adalah plastik vakum dan master karton 2. Bahan pengemas yang kontak dengan produk tidak menurunkan mutu produk 3. Kondisi pengemasan bersifat higienis 4. Bahan pengemas yang tidak digunakan disimpan di dalam gudang dam melewati proses ozonasi saat akan memasuki ruang produksi 5. Pada kemasan karton
92
number) yang diberikan oleh competent authorithy diikuti oleh ringkasan atau deskripsi produk, jenis produk, tahun, bulan, dan tanggal produksi g. Kemasan menunjukkan dalam kalimat jelas “Produk dari Indonesia”
5.5. Air
5.6. Manajemen dan supervisi
5.7. Dokumentasi dan rekaman
Air yang digunakan dalam proses pengolahan pangan baik yang sebagai bahan baku, es, dan air yang kontak dengan bahan pangan adalah air yang berspesifikasi air minum (sesuai KepMenKes RI No 907/MENKES/SK/VII/2002) a. Manajer dan supervisor harus memiliki pengetahuan yang cukup mengenai higiene pangan sehingga dapat menetukan risiko potensial, melakukan tindakan pencegahan dan koreksi, dan memastikan proses pengawasan dapat berjalan dengan efektif b. Tindakan pencegahan diikuti c. Prosedur monitoring diikuti d. Tindakan perbaikan dilakukan atau diikuti
a. Rekaman data selama proses pengolahan, produksi, dan distribusi harus disimpan sampai masa simpan
mencakup informasi nutrition fact, jenis produk, berat bersih, petunjuk penggunaan dan penyimpanan produk, kode produksi, tanggal produksi, dan “Product of Indonesia”, serta “Dolphin Safe” 6. Terdapat nomor persetujuan dari FDA. FDA Registration No. 14928704680 1. Air yang digunakan adalah air yang telah melewati proses ozonasi dan Reverse Osmosis (RO) 1. Manajer mengerti dan menerapkan program higiene dalam proses produksi 2. Manajer membuat aturan mengenai pelaksaan program higiene 3. Manajer mengikuti pelatihan manajemen mutu 1. Seluruh proses produksi dilakukan perekaman
93
b. c. d. e.
5.8. Prosedur penarikan
6. Pemeliharaan dan sanitasi 6.1. Pemeliharaan dan pembersihan
produk habis Rekaman telah dimutakhirkan Rekaman dapat dipercaya Dokumen tidak dipalsukan Rekaman tersedia
a. Manajer harus mengetahui cara yang cepat dan efektif untuk menarik kembali produk yang telah beredar di pasaran karena diduga dapat membahayakan kesehatan konsumen b. Proses penarikan ini harus berada di bawah pengawasan hingga produk ini dimusnahkan atau untuk kepentingan lain yang tidak membahayakan kesehatan manusia
a. Pembersihan dilakukan dengan menghilangkan kotoran dan residu sehingga mencegah kontaminasi b. Pembersihan secara kimiawi harus dilakukan dengan hati-hati dan tidak menimbulkan kontaminasi c. Pembersihan dapat dilakukan dengan berbagai cara, seperti dengan panas, penggosokan, pembersihan vakum atau metode lain dengan menggunakan air dan bahan kimia seperti desinfektan, basa, dan asam d. Program pembersihan harus dapat memastikan bahwa setiap area bersih e. Program pembersihan harus mencakup:
dengan baik 2. Tidak ada dokumen yang dipalsukan dan dapat dipercaya 3. Rekaman selalu dimutakhirkan dan tersedia di dalam ruang manajemen 1. Sistem traceability telah dilakukan dengan baik dengan memberi batch dan kode-kode produksi 2. Terdapat prosedur penarikan di dalam HACCP Plan Perusahaan
1. Pembersihan ruangan dilakukan dengan melakukan pencucian pada dinding ruang proses dan menyiram dengan air 2. Selama proses produksi, lantai selalu disiram dengan air 3. Pembersihan peralatan dilakukan dengan mencuci dengan sabun, dan membilas dengan air panas
94
6.2. Pengawasan binatang pengerat (pest control)
a. b. c. d. e. f. g.
h. i.
6.3. Manajemen limbah
1. Area dan peralatan bersih 2. Tanggung jawab dari setiap bagian tugas 3. Metode dan frekuensi pembersihan 4. Pengawasan Tersedia dengan jumlah yang cukup fasilitas pencegah binatang pengerat Tersedia prosedur dan frekuensi pest control serta bahan kimia yang disetujui Tersedia peta penempatan perangkap dan umpan (verifikasi harus dilakukan) Tersedia prosedur pembuangan binatang pengganggu yang mati Tersedia prosedur program pembersihan setelah fumigasi Pemberian nomor dan penempatan penangkapan lalat Pembasmi tikus, pembasmi serangga, disinfektan dan racun lainnya tersimpan dalam lemari yang dapat dikunci Tidak terdapat barang/benda/tempat yang menarik kehadiran hewan pengerat/serangga Upaya pengawasan penceghan dan pembasmian
Limbah tidak terakumulasi pada proses penanganan pangan, penyimpanan pangan, dan area pengolahan
4. Adanya program piket untuk mengatur program pembersihan 1. Program pest control dilakukan dengan sistem kontrak dengan perusahaan pest control 2. Program dilakukan setiap 1 bulan 2 kali. 3. Petugas dari PT X berfungsi untuk melakukan supervisi terhadap tugas yang dilakukan oleh perusahaan pest control 4. Pemberian penagkap lalat dilakukan di beberapa titik, seperti pintu masuk ruang pengolahan, dan sebagainya. 5. Binatang pengganggu yang mati dibuang tanpa menyebabkan kontaminasi 6. Terdapat pula anti rayap untuk beberapa tempat. 1. Limbah padat setiap hari selalu diambil oleh pengumpul 2. Limbah cair dialirkan ke
95
6.4. Efektivitas pengawasan
7. Higiene personal 7.1. Status kesehatan
Program sanitasi harus diawasi secara berkala, dilakukan verifikasi, dan sampling mikrobiologi dari lingkungan, dan dilakukan review secara berkala
a. Karyawan yang diketahui atau diduga menderita penyakit dilarang masuk ke dalam area penanganan ikan b. Setiap karyawan mendapat pengecekan kesehatan dan dilakukan secara berkala (cek record dan verifikasi)
kolam penampungan pelabuhan 1. Program sanitasi dilakukan di bawah pengawasan manajer umum dan secara berkala dilakukan sampling mikrobiologi dan direkam 1. Status kesehatan karyawan selalu dicek setiap 6 bulan sekali 2. Karyawan yang kesehatannya memungkinkan untuk mengkontaminasi produk, dialihkan ke bagian lain 3. Program pengecekan status kesehatan karyawan dilakukan bekerjasama dengan klinik pelabuhan. Hal ini karena pertimbangan program pengecekan yang lengkap dan harga yang ekonomis, serta jarak yang tidak terlalu jauh 4. Program pengecekan kesehatan yang dilakukan adalah torax, feses, mata, urin, telinga, buta warna,
96
dan tensi tekanan darah 5. Pengcekan kesehatan ini berlaku wajib bagi seluruh karyawan dan staf yang menangani ikan 7.2. Sakit
7.3. Kebersihan personal
7.4. Sikap personal
a. Karyawan yang menderita sakit seperti diare, demam, muntah tidak diperkenankan masuk ke dalam ruang produksi b. Luka ditutup dengan perban yang tahan air c. Tersedia sarana pertolongan pertama a. Karyawan harus memakai seragam lengkap, mulai dari penutup kepala hingga alas kaki. b. Semua karyawan mengenakan pakaian yang sesuai dan bersih (jumlah pakaian seragam per karyawan dan frekuensi ganti pakaian dicek) c. Karyawan harus sering mencuci tangan ketika keluar dari toilet, memulai melakukan pekerjaan, dan sebagainya d. Pakaian kerja karyawan dicuci oleh UPI e. Karywan menggunakan tutup kepala yang dapat menutupi rambut secara keseluruhan a. Karyawan dilarang melakukan kegiatan yang dapat mengkontaminasi, seperti merokok, makan. b. Terdapat tanda-tanda yang jelas untuk pelarangan merokok, makan, meludah, dan lainnya di ruang pengolahan dan tempat penyimpanan
1. Karyawan yang menderita sakit tidak boleh melakukan kegiatan produksi
1. Tidak dicek secara pasti siapa saja karyawan yang sakit
1. Karyawan memakai topi yang menutupi rambut, masker, seragam dan boot 2. Karyawan harus melepas seluruh seragam ketika memasuki toilet dan harus mencuci tangan setelah keluar toilet 3. Seragam karyawan harus dicuci setelah digunakan selama 2 hari 4. Seragam dicuci oleh UPI 1. Terdapat larangan untuk makan, merokok, dan meludah di dalam kawasan pabrik 2. Karyawan tidak ada yang merokok dalam lingkungan
1. Tidak dikontrol penggantungan baju pada ruang ozon, baik pada saat istirahat maupun pada saat selesai bekerja
1. Banyak karyawan yang bercanda di ruang produksi saat menganggur dan sering membetulkan topi dan masker
97
7.5. Pengunjung
8. Pelatihan 8.1. Kepedulian dan tanggung jawab
8.2. Program pelatihan
Pengunjung harus mengikuti segala ketentuan higiene yang berlaku
Karyawan harus peduli dan bertanggung jawab untuk melindungi produk dari kontaminasi dan kerusakan serta harus memiliki kemampuan untuk menangani produk dengan higienis
Program pelatihan harus mencakup: 1. Sifat alami dari produk, mengenai bakteri patogen dan mikroorganisme pembusuk 2. Sikap ketika menangani dan mengemas produk 3. Batas aman produk sebelum dikonsumsi 4. Kondisi produk saat disimpan
pabrik 3. Makan hanya diizinkan di ruang istirahat 4. Banyak karyawan yang bercanda di ruang produksi ketika menganggur dan membetulkan topi dan masker 1. Pihak manajemen dan mahasiswa pkl atau pihak eksternal yang masuk ke dalam ruang produksi harus mengikuti peraturan yang berlaku 1. 97,1% responden dari karyawan menyatakan peduli terhadap kebersihan selama bekerja 2. 94,1% responden dari karyawan menyatakn peduli terhadap produk yang dihasilkan perusahaan. 1. Program pelatihan internal dilakukan dengan Learning by Doing. Hal ini dimaksudnkan agar karyawan dapat mengerti secara utuh mengenai
98
5. Umur simpan dari produk
8.3. Instruksi dan supervisi
8.4. Pembaharuan pelatihan
9. Informasi produk dan kepedulian konsumen 9.1. Identifikasi lot
9.2. Informasi produk
Supervisi perlu dilakukan secara berkala untuk meliht efektivitas dari pelatihan yang dilakukan
Program pelatihan harus selalu dilakukan review dan diperbaharui sesuai dengan keperluan yang ada
Setiap kontainer atau sarana pengangkut harus ditandai dengan identitas produsen dan lot
Semua produk pangan harus diberi informasi yang memadai agar dapat digunakan pada rantai pangan berikutnya dengan aman dan benar
sistem higiene perusahaan 2. Pelatihan eksternal diberikan kepada karywan tertentu, seperti QC dan analis laboratorium 1. Supervisi dilakukan oleh mandor dan beberapa kali dikontrol langsung oleh manajer produksi 2. Pada saat supervisi dapat dilihat pengetahuan karyawan tentang higiene yang diaplikasikan pada pekerjaannya 1. Program pelatihan karyawan dilakukan secara Learning by Doing sehingga materi yang diberikan selalu disesuaikan dengan kebutuhan dari karyawan
1. Setiap produk yang akan diekspor telah diberi identitas dalam kontainer dan dicatat 1. Semua produk telah diberikan informasi yang memadai bagi konsumen
99
Eksportir
9.3. Pelabelan
Semua produk pangan harus diberi label dengan benar agar dapat digunakan pada rantai pangan berikutnya dengan aman dan benar
9.4. Pendidikan konsumen
Program ini dilakukan untuk memberi pengetahuan kepada konsumen mengenai sifat produk dan kaitan antara suhu dan kerusakan produk
1. Transportasi
CAC (2009); KEP 01/MEN/2007
dan pihak lain yang menagani produk termasuk cara penyimpanan produk 1. Setiap produk telah diberikan label sesuai dengan ketentuan yang berlaku
1. Pendidikan kepada konsumen dilakukan dengan memberikan keterangan yang jelas pada label produk bahwa produk harus disimpan pada suhu tertentu dan pemberian tanggal produksi
100
1.1. Persyaratan
a. Sarana distribusi hasil perikanan baik yang digunakan untuk hasil tangkapan maupun budidaya harus dijaga dalam keadaan bersih dan baik untuk menghindari kontaminasi dan kerusakan fisik, dan didesain agar mudah dibersihkan dan/atau disanitasi b. Sarana pengangkut harus dapat melindungi produk dari risiko penurunan mutu dan keamanan hasil perikanan c. Dapat menjaga suku, kelembaban, dan atmosfer secara efektif untuk mencegah kontaminasi dan kerusakan produk d. Suhu, kelembaban, dan atmosfer dapat dikontrol dengan efektif e. Dapat dibersihkan dan didesinfeksi dengan efektif f. Pelaku usaha distribusi hasil perikanan harus mendokumentasikan sistem manajemen keamanan pangannya yang mencakup GHdP yang diterapkan g. Menjamin bahwa dokumen yang dikembangkan selalu dijaga tetap terkini h. Memelihara dokumen lainnya dan rekaman hingga periode waktu tertentu
1. Sistem transportasi yang dilakukan adalah dengan menggunakan kontainer. 2. Kontainer yang digunakan merupakan kontainer yang memiliki desain untuk menghindari kontaminasi dan kerusakan fisik, mudah dibersihkan dan disanitasi 3. Kontainer dilengkapi dengan pendingin udara sehingga dapat menjaga suhu produk tetap terjaga dan memiliki data rekaman suhu selama pendingin udara hidup 4. Pihak perusahaan memiliki data penyimpanan suhu selama proses distribusi melalui data rekaman.
1.2. Penggunaan dan pemeliharaan
a. Sarana berupa kendaraan pengangkut tidak digunakan untuk tujuan lain selain hasil perikanan yang dapat
1. Kontainer yang digunakan untuk melakukan ekspor
101
mengontaminasi hasil perikanan b. Bila pada saat yang sama sarana kendaraan yang digunakan juga untuk mengangkut produk lain, harus dipisahkan dan dijamin kebersihannya agar tidak mengontaminasi hasil perikanan c. Saran pengangkut harus tetap dijaga kebersihannya d. Sebaiknya sarana pengangkut harus didesain untuk transpotasi pangan dan digunakan untuk tujuan tersebut
adalah kontainer yang dikhususkan untuk mengangkut bahan pangan 2. Kontainer yang akan digunakan akan dicuci terlebih dahulu dan didinginkan hingga mencapai suhu yang sesuai sebelum produk dimasukkan
102
Lampiran 5. Format Angket Pengetahuan Hygiene Karyawan [modifikasi Aarnisalo et al. (2006)] Silanglah jawaban yang menurut anda benar 1. Seberapa sering anda masuk ke dalam ruang produksi a. Terus menerus di dalam ruang produksi b. Lebih dari 5 kali c. Tidak lebih dari 5 kali d. 2-3 kali e. Sekali f.Tidak pernah 2. Seberapa sering anda menyentuh permukaan produk secara langsung a. Selalu b. Sering c. Kadang-kadang d. Jarang e. Tidak pernah 3. Pakaian pelindung apa yang anda gunakan a. Alas kaki/ Boots b. Topi c. Pakaian seragam lengkap d. Sarung tangan e. Baju seragam f.Lainnya 4. Kapan anda mencuci tangan selama waktu bekerja a. Setelah keluar toilet b. Setelah bekerja ketika tangan kotor c. Sebelum makan siang d. Sebelum memasuki area produksi e. Sebelum bekerja tanpa menggunakan sarung tangan f.Setelah merokok g. Lainnya 5. Seberapa sering anda mencuci peralatan yang anda gunakan a. Selalu setelah bekerja b. 1x sehari c. 1x seminggu d. 2-4 kali sebulan e. 2 kali sebulan f.1 kali sebulan g. 1 kali setahun atau kurang h. Tidak pernah 6. Apakah anda mengerti mengenai higiene a. Ya b. Pernah mendengar c. Tidak 7. Apakah anda peduli dengan kebersihan selama bekerja a. Ya b. Biasa saja c. Tidak
103
8. Apakah anda peduli dengan produk yang dihasilkan perusahaan a. Ya b. Biasa saja c. Tidak 9. Apakah anda paham mengenai histamin a. Ya b. Pernah mendengar c. Tidak 10. Apakah anda paham mengenai kontaminasi a. Ya b. Pernah mendengar c. Tidak Lampiran 6. Pedoman Skor Likelihood RFMEA Skor Likelihood (L)
Peluang
atau
Kemungkinan
Terjadi
Satu
Peristiwa Berisiko 9 atau 10
Hampir pasti akan terjadi, peluang 90-100%
7 atau 8
Akan terjadi, peluang sekitar 70-80%
5 atau 6
Mungkin terjadi atau tidak terjadi, peluang 50%
3 atau 4
Sangat mungkin tidak akan terjadi, peluang 3040%
1 atau 2
Hampir pasti tidak akan terjadi, peluang 1020%
Lampiran 7. Pedoman Skor Impact RFMEA Skor Impact (I)
Pengaruh terhadap Aspek Teknis
9 atau 10
Berdampak pada produk akhir atau suatu item tidak dapat digunakan lagi
7 atau 8
Berdampak pada produk akhir atau suatu item yang tidak dapat digunakan oleh klien atau pelanggan
5 atau 6
Berdampak pada produk akhir atau suatu item yang membutuhkan persetujuan klien atau pelanggan apakah mau menerima atau tidak produk itu
3 atau 4
Berdampak kecil pada produk akhir atau suatu item yang cukup membutuhkan persetujuan dari pihak internal perusahaan untuk menyerahkan produk itu kepada klien atau pelanggan
104
1 atau 2
Tidak berdampak pada produk akhir atau suatu item
Lampiran 8. Pedoman Skor Detection RFMEA Skor Detection (D)
Kemampuan Metode Deteksi terhadap Risiko
9 atau 10
Tidak ada metode deteksi atau metode deteksi yang ada tidak mampu memberikan cukup waktu untuk melaksanakan rencana kontingensi
7 atau 8
Metode deteksi tidak terbukti atau tidak andal, atau efektivitas metode deteksi tidak diketahui untuk mendeteksi tepat waktu
5 atau 6
Metode deteksi memiliki tingkat efektivitas yang rata-rata (medium)
3 atau 4
Metode deteksi memiliki tingkat efektivitas yang tinggi
1 atau 2
Metode deteksi sangat efektif dan hampir pasti risiko akan terdeteksi dengan waktu yang cukup untuk melaksanakan rencana kontingensi
Lampiran 9. Layout PT X
105
106
Lampiran 10. Form Kontrol Suhu PT X
PT X
Lampiran 11. Sertifikat HACCP PT X
PT X
107
Lampiran 12. Prosedur Penarikan PT X Backward: 1. Nama kapal dan suplier 2. Tanggal kedatangan bahan baku 3. Suhu di setiap tahapan proses 4. Mutu bahan baku 5. Hasil dari nilai histamin 6. Hasil pengecekan mikrobiologi Upward: 1. Nama perusahaan 2. Nama produk 3. Tanggal produksi 4. Tanggal pengiriman 5. Berat bersih 6. Nomor Health Certificate 7. Nama penerbangan 8. Nomor Airway Bill 9. Nomor styrofoam 10. Spesies Lampiran 13. Form Pest Control PT X
PT X
108
Lampiran 14. Hasil Pengecekan Kesehatan Karyawan
PT X
Lampiran 15. Surat Keterangan Pemasok
PT X
TRANSIT A DAN B MUARA BARU
TRANSIT A DAN B MUARA BARU
PT X
PT X
109
Lampiran 16. Sertifikat Hasil Tangkapan (Catch Certificate) PT X
110
111
Lampiran 17. Harvest Vessel Receiving Record PT X
PT X
Lampiran 18. Form Daily Report Raw Material Receiving PT X
PT X
112
Lampiran 19. Form Spesifikasi Bahan Pengemas
PT X
Lampiran 20. Sertifikat Kesehatan Produk Perikanan
PT X
113
Lampiran 21. Invoice Packing List PT X PT X
PT X
Lampiran 22. Kebijakan Manajemen PT X
PT X
114
Lampiran 23. Struktur Organisasi PT X
PT X
Lampiran 24. Tim HACCP PT X Nama Cynthia Utami Melinda Hesti Ningrum Nur Hadipitoyo Khow Teng Kwie Marsel Judianto Supriyanto
Jabatan Koordinator HACCP QC Analis Laboratorium Manajer Produksi Purchaising Marketing Maintenance Engineer
Lampiran 25. Pembagian Tugas Tim HACCP PT X Jabatan Direktur
Koordinator QA
OC
Tugas 1. Membuat Keputusan Akhir 2. Melakukan review terhadap HACCP secara berkala 3. Melakukan review terhadap QC 4. Interaksi dengan pembeli 1. Mengkoordinir kegiatan HACCP 2. Melakukan audit secara berkala dan review terhadap GMP dan SSOP 3. Memfasilitasi audit 4. Melakukan rekruitmen dan pelatihan 1. Melakukan dokumentasi dan update tentang HACCP 2. Melakukan audit mingguan, review, dan pelatihan 3. Memantau HACCP, SOP, dan SSOP 4. Melakukan pengecekan produk 5. Mengecek spesifikasi dari pembeli
115
6. Memantau seluruh kegiatan pest control 1. Mengambil sampel produk untuk analisis laboratorium 2. Mengambil sampel air dan es 3. Melakukan tes swabbing 4. Melakukan dokumentasi dan update tentang HACCP 1. Mengimplementasikan dan menjaga SOP 2. Melakukan review dan audit SOP 3. Memastikan produk yang diproduksi sesuai dengan spesifikasi 1. Mendukung kegiatan pembelian 2. Melakukan pembelian material 3. Melakukan operasi terhadap logistik dan gudang 1. Melakukan GMP untuk mesin pabrik 2. Melakukan perawatan untuk es, air, pemanas air, dan listrik 3. Melakukan penrawatan untuk sistem drainase, insulasi, dan pembekuan, serta penerangan 4. Melakukan perawatan untuk seluruh peralatan 1. Menyiapkan dokumen dan proses ekspor 2. Berkoordinasi dengan pembeli 3. Melakukan komunikasi bila terjadi proses recall 4. Mengawasi proses pengiriman barang di kapal dan melakukan review serta audit
Analis Laboratorium
Manajer Produksi
Purchaising
Maintenance Engineer
Marketing
Lampiran 26. Distribusi Dokumen PT X Jabatan Direktur Manajer QA Manajer Produksi Fish Inspector Directorate of Quality and Safety Certification
Fish Inspection and Quality Control
Arsip
Instansi PT X PT X PT X Dinas Perikanan DKI Jakarta Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu, dan Keamanan Hasil Perikanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan RI (BKIPM KKP RI) Badan Pengujian Mutu dan Pengolahan Hasil Perikanan dan Kelautan DKI Jakarta (BPMPHPK DKI Jakarta) PT X
Jenis Dokumen Copy 1 Copy 2 Copy 3 Copy 4 Copy 5
Copy 6
Asli
116
Lampiran 27. Diagram Alir Produksi Tuna Loin Beku PT X
PT X
Lampiran 28. Rencana Tanggap Darurat PT X
Keluhan
Direktur Manajer Pemasaran
Manajer Produksi
QC
Export Record Internal Export Record External
117
Lampiran 29. Sertifikat Kalibrasi PT X
PT X
118
Lampiran 30. Hasil Asesmen ISO 28000 PT X Nomor Klausul 4.1.
4.2.
Interpretasi Klausul
Kondisi Ya
Keterangan
Tidak
Persyaratan Umum Organisasi harus menetapkan, mendokumentasikan, menerapkan, memelihara, dan meningkatkan sistem manajemen keamanan yang efektif untuk mengidentifikasi ancaman keamanan, menilai risiko, dan mengendalikan serta mengurangi akibatnya Organisasi harus terus menerus meningkatkan efektifitasnya sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan dalam seluruh klausul 4
√
Sistem manajemen keamanan pangan tertera di dalam HACCP Plan Perusahaan
√
Organisasi harus menetapkan ruang lingkup sistem manajemen keamanannya
√
Apabila organisasi memilih untuk mensubkontrakan proses apapun yang mempengaruhi kesesuaian dengan persyaratan ini, organisasi harus memastikan bahwa proses tersebut dikendalikan Pengendalian dan tanggung jawab yang dibutuhkan terhadap proses yang disubkontrakan tersebut harus diidentifikasi di dalam sistem manajemen keamanan Kebijakan Manajemen Keamanan Manajemen puncak organisasi harus mengesahkan seluruh kebijakan manajemen keamanan. Kebijakan harus konsisten dengan kebijakan organisasi yang lain
√
Peningkatan efektifitas dengan adanya amandemen jika dokumen sudah tidak relevan dengan kondisi yang ada Ruang lingkup sistem manajemen keamanan pangan Proses sub kontrak dilakukan oleh perusahaan khsus untuk pest control dan tertera di dalam HACCP Plan Proses yang disubkontrakan tertera di dalam HACCP Plan Seluruh kebijakan telah disahkan oleh Direktur perusahaan Kebijakan diturunkan dalam programprogram yang konsisten dengan kebijakan utama perusahaan
Kebijakan harus memberi kerangka kerja untuk penyusunan sasaran, target, dan program manajemen keamanan yang spesifik Kebijakan harus konsisten dengan kerangka kerja manajemen risiko dan ancaman keamanan pada organisasi secara menyeluruh Kebijakan harus memadai untuk menghadapi ancaman-ancaman pada organisasi dan sifat
√
√ √ √
√ √
119
serta skala operasionalnya Kebijakan harus menjabarkan sasaran manajemen keamanan secara menyeluruh dengan jelas Kebijakan harus mencakup komitmen untuk peningkatan berkesinambungan proses manajemen keamanan Kebijakan harus mencakup komitmen untuk mentaati ketentuan hukum, peraturan dan undang-undang yang berlaku serta peraturan lainnya yang mengikat organisasi Kebijakan harus disetujui oleh manajemen puncak Kebijakan harus didokumentasikan, diimplementasikan, dan dipelihara
4.3. 4.3.1.
Kebijakan harus dikomunikasikan kepada semua pegawai dan pihak ketiga yang relevan termasuk kontraktor dan pengunjung dengan maksud agar mereka memahami tanggung jawabnya masing-masing terkait masalah keamanan Kebijakan harus tersedia bagi pemangku kepentingan jika perlu Kebijakan harus disesuaikan jika terjadi akuisisi atau penggabungan dengan organisasi lain atau perubahan lain pada ruang lingkup bisnis organisasi yang mungkin mempengaruhi keberlangsungan atau relevansi dari sistem manajemen keamanan Penilaian Risiko Keamanan dan Perencanaan Penilaian Risiko Keamanan Organisasi harus menetapkan dan memelihara prosedur untuk melakukan identifikasi dan penilaian terhadap ancaman keamanan secara terus menerus dan ancaman serta risiko yang berkaitan dengan manajemen keamanan, dan identifikasi serta pelaksanaan tindakan pengendalian manajemen yang diperlukan Identifikasi ancaman dan risiko keamanan, metode penilaian, dan pengendaliannya sebaiknya dilakukan secara minimal disesuaikan dengan keadaan dan skala operasional Penilaian ini harus mempertimbangkan kemungkinan timbulnya suatu kejadian dan seluruh akibat-akibatnya yang harus dicakup: a. Ancaman kegagalan fisik dan risiko, seperti kegagalan fungsional, kerusakan insidental, kerusakan parah, atau ancaman teroris atau tindakan kriminal
√ √ √ √ √ √
√ √
√
Tertulis dan terdokumentasikan pada HACCP Plan perusahaan Tidak dikomunikasikan dalam bentuk rapat managemen, hanya secara non formal Terdapat daftar distribusi dokumen Terdapat proses amandemen
Dokumen analisis bahaya terdapat dalam HACCP Plan dan telah disahkan oleh Direktur.
√
√
Penilaian bahaya mencakup untuk kegagalan fungsional, kerusakan insidental. Pengendalian bahaya bioterorism tidak
120
terdokumentasi namun diaplikasikan dalam bentuk CCTV b. Ancaman dan risiko operasional, termasuk pengendalian keamanan, faktor manusia dan aktivitas lainnya yang mempengaruhi kinerja, kondisi atau keselamatan organisasi c. Kejadian alam (badai, banjir, dsb) yang mungkin menyebabkan tidak efektifnya peralatan dan tindakan pengamanan
√
d. Faktor di luar pengendalian organisasi, seperti gagalnya peralatan dan jasa yang dipasok dari luar e. Ancaman dan risiko terhadap pemangku kepentingan seperti kegagalan untuk memenuhi persyaratan perundangan atau rusaknya reputasi atau merk dagang f. Desain atau instalasi peralatan keamanan termasuk penggantian, pemeliharaan, dsb g. Manajemen informasi dan data serta komunikasi h. Ancaman terhadap kelangsungan operasional Organisasi harus memastikan bahwa hasil penilaian ini dan dampak pengendalian ini dipertimbangkan dan bila dianggap memadai memberikan input terhadap: a. Sasaran dan target manajemen keamanan
√
b. Program manajemen keamanan c. Penetapan persyaratan untuk desain, spesifikasi, dan instalasi d. Identifikasi sumber daya yang memadai termasuk tingkatan staf e. Identifikasi kebutuhan pelatihan dan keterampilan f. Pengembangan pengendalian operasional g. Kerangka kerja manajemen risiko dan ancaman organisasi secara keseluruhan Organisasi harus mendokumentasikan dan menjaga agar informasi di atas diperbaharui
√
Tidak diperhitungkan dalam HACCP Plan. Pengendaliannya hanya bersifat spontanitas pegawai dan pencegahan berdasarkan pengalaman
√ √ √ √
√ √ √ √ √ √ √ √
Terdapat dalam rekaman selama proses
Setiap kebijakan perusahaan dan prosedur kerja selalu terdokumentasi dan diperbaharui
121
Metodologi organisasi harus identifikasi dan penilaian ancaman dan risiko harus: a. Ditetapkan sesuai dengan ruang lingkup, sifat, dan waktu untuk memastikan bahwa metodologinya proaktif dan bukan reaktif b. Mencakup pengumpulan informasi yang berkaitan dengan ancaman dan risiko keamanan c. Membuat klasifikasi ancaman dan risiko dan mengidentifikasi mana yang harus dihindari, dihilangkan, dan dikendalikan d. Melakukan pemantauan atas tindakan untuk memastikan efektivitas dan jangka waktu pelaksanaannya (lihat 4.5.1.) 4.3.2.
4.3.3.
Persyaratan Hukum, Peraturan Perundangan, dan Persyaratan Keamanan Lainnya Organisasi harus menetapkan, menerapkan, dan memelihara prosedur: a. Untuk mengidentifikasi dan mengakses persyaratan perundang undangan yang berlaku serta persyaratan lainnya yang mengikat organisasi terkait dengan ancaman dan risiko keamanannya b. Untuk menentukan bagaimana persyaratan ini diterapkan pada ancaman dan risiko keamanannya Organisasi harus menjaga agar informasi selalu mutakhir Organisasi harus mengkomunikasikan informasi relevan mengenai ketentuan hukum dan persyaratan lainnya kepada pegawainya dan pihak ketiga terkait lainnya termasuk kontraktor Sasaran Manajemen Keamanan Organisasi harus menetapkan, menerapkan, dan memelihara sasaran manajemen keamanan yang terdokumentasi pada fungsi dan tingkatan yang relevan di dalam organisasi. Sasaran tersebut harus diturunkan dari dan konsisten dengan kebijakan Saat menetapkan dan meninjau sasarannya, organisasi harus memperhatikan: a. Persyaratan hukum, peraturan perundangan, dan peraturan keamanan lainnya b. Ancaman dan risiko keamanan c. Pilihan teknologi dan pilihan lainnya
Seluruh metodologi yang diterapkan adalah proaktif (HACCP) √ √ √
Terdapat dalam tabel analisis bahaya
√
Monitoring dilakukan untuk sistem keseluruhan namun belum secara personal Akses terhapadap persyaratan perundangan dapat diberikan dengan mudah karena masih berada di bawah pembinaan PPS Nizam Zachman
√ √ √ √
√ √ √ √ √
Adanya distribusi dokumen dan penyampainan secara langsung dari pihak manajemen kepada karyawan Sasaran manajemen keamanan telah disahkan, dan diterapkan serta terdokumentasi dalam HACCP Plan
122
d. Persyaratan keuangan e. Persyaratan operasional f. Persyaratan bisnis g. Pandangan pemangku kepentingan Sasaran manajemen keamanan harus: a. Konsisten dengan komitmen organisasi terhadap peningkatan berkesinambungan b. Bisa dihitung (bila memungkinkan) c. Dikomunikasikan kepada seluruh pegawai dan pihak ketiga terkait, termasuk kontraktor, dengan maksud agar mereka menyadari kewajiban masing-masing
4.3.4.
d. Ditinjau secara berkala untuk memastikan bahwa sasaran tersebut masih tetap relevan dan konsisten dengan kebijakan manajemen keamanan. e. Bila dianggap perlu, sasaran manajemen keamanan harus diubah sesuai kondisi yang ada Target Manajemen Keamanan Organisasi harus menetapkan, menerapkan, dan memelihara target manajemen keamanan yang terdokumentasi sesuai dengan kebutuhan organisasi Target ini harus diturunkan dari, dan konsisten dengan sasaran manajemen keamanan Target-terget ini harus: a. Terinci di setiap tingkatan yang sesuai
b. Spesifik, terukur, bisa dicapai, relevan, dan berjangka waktu (bila memungkinkan) c. Dikomunikasikan kepada seluruh pegawai dan pihak ketiga terkait, termasuk kontraktor, dengan maksud agar mereka menyadari kewajiban masing-masing d. Ditinjau secara berkala untuk memastikan bahwa sasaran tersebut masih tetap relevan dan konsisten dengan sasaran manajemen keamanan e. Bila dianggap perlu, target manajemen keamanan harus diubah sesuai kondisi yang ada
√ √ √ √ √ √ √
√
Tidak dikomunikasikan dalam bentuk rapat dengan management bersama supplier Tidak dilakukan tinjauan manajemen secara rutin dalam bentuk rapat
√ Target manajemen keamanan telah disahkan dan diterapkan, dan terdokumentasi di dalam HACCP Plan
√ √
Target terdapat di setiap tingkatan dan bagian yang terangkum dalam suatu kegiatan distribusi produk, namun belum spesifik pada personal
√
√ √ √ √
Tidak dikomunikasikan dalam bentuk rapat manajemen kepada pihak ketiga. Tidak dilakukan tinjauan manajemen secara rutin dalam bentuk rapat
123
4.3.5
4.4. 4.4.1.
Program manajemen Keamanan Organisasi harus menetapkan, menerapkan, dan memelihara program manajemen keamanan untuk mencapai saasaran dan targetnya Program harus dioptimasi dan ditetapkan prioritasnya, dan organisasi harus menjamin bahwa program tersebut diterapkan secara efisien dan efektif dalam biaya Program harus terdokumentasi yang berisi tanggung jawab dan wewenang yang telah ditetapkan untuk mencapai sasaran dan target manajemen keamanan serta cara dan skala waktu untuk mencapai target dan sasaran manajemen keamanan Program tersebut harus mencakup dokumentasi yang menjelaskan: a. Tanggung jawab dan wewenang yang telah ditetapkan untuk mencapai sasaran dan target manajemen keamanan b. Cara dan skala waktu kapan sasaran dan target manajemen keamanan harus tercapai Program harus ditinjau secara berkala untuk memastikan bahwa program tersebut tetap efektif dan konsisten dengan sasran dan target Bila dianggap perlu, program harus diubah sesuai kondisi yang ada Implementasi dan Operasional Struktur, Wewenang, dan Tanggung Jawab untuk Manajeman Keamanan Organisasi harus menetapkan, menerapkan dan memelihara struktur organisasi, peran, dan tanggung jawab dan wewenang yang konsisten dengan pencapaian kebijakan, sasaran, target, dan program manajemen keamanan Peran, tanggung jawab, dan wewenang tersebut harus didokumentasikan dan dkomunikasikan kepada individu yang bertanggung jawab terhadap penerapan dan pemeliharannya
√
√
Program manajemen keamanan telah disahkan, diterapkan, dan diokumentasikan di dalam HACCP Plan Tidak dilihat efektif dan efisiensi dari program yang dijalankan untuk pegawai
√
√ √ √
Tidak dilakukan tinjauan manajemen secara rutin dalam bentuk rapat
√
√
√
Sturuktur dan wewnang organisasi tercantum di dalam HACCP Plan
124
Manajemen puncak harus memberikan bukti komitmennya terhadap pengembangan dan penerapan sistem manajemen keamanan dan meningkatkan efektifitasnya secara berkesinambungan dengan cara: a. Manajemen puncak harus menunjuk anggota manajemen puncak ,di luar tanggung jawab lainnya, harus bertanggung jawab atas seluruh desain, pemeliharaan, dokumentasi, dan peningkatan sistem manajemen keamanan organisasi
4.4.2.
b. Menunjuk seseorang atau lebih dari manajemen dengan wewenang yang diperlukan untuk memastikan bahwa sasaran dan target manajemen keamanan telah dilaksanakan c. Manajemen puncak harus mengidentifikasi dan memantau persyaratan dan harapan pemangku kepentingan organisasi dan mengambil tindakan yang diperlukan serta tepat waktu untuk mengelola harapan tersebut d. Manajemen puncak harus memastikan ketersediaan sumber daya secara memadai e. Manajemen puncak harus mempertimbangkan dampak merugikan yang mungkin terjadi dari penerapan kebijakan manajemen keamanan, sasaran, target, program, dan lain-lain terhadap aspek lain dalam organisasi f. Manajemen puncak harus memastikan bahwa setiap program keamanan yang bersumber dari bagian lain dalam organisasi akan melengkapi sistem manajemen keamanannya g. Manajemen puncak harus mengkomunikasikan kepada organisasi mengenai pentingnya memenuhi persyaratan manajemen keamanan agar sesuai dengan kebijakannya h. Manajemen puncak harus memastikan bahwa ancaman dan risiko terkait keamanan selalu dievaluasi dan dicakup di dalam sistem penilaian ancaman dan risiko organisasi, sebagaimana mestinya i. Manajemen puncak memastikan kelayakan dari sasaran, target, dan program manajemen keamanan Kompetensi, Pelatihan, dan Kepedulian
Manajemen puncak menunjuk ketua tim HACCP √
√
Manajemen puncak menunjuk manajer produksi dan manajer QA
√
√ √
√
√
√
Tidak dilakukan tinjauan manajemen secara rutin dalam bentuk rapat
√
Tidak dilakukan tinjauan manajemen secara rutin dalam bentuk rapat
125
4.4.3.
4.4.4.
Organisasi harus memastikan bahwa personel yang bertanggung jawab terhadap desain, operasi, dan manajemen keamanan peralatan dan proses memiliki kualifikasi memadai dalam segi pendidikan, pelatihan dan/atau pengalaman Organisasi harus menetapkan dan memelihara prosedur untuk membuat personel atau pihak yang bekerja untuk organisasi peduli atas hal-hal berikut: a. Pentingnya kesesuaian terhadap kebijakan dan prosedur manajemen keamanan dan persyaratan sistem manajemen keamanan b. Peran dan tanggung jawab mereka dalam mencapai kesesuaian dengan kebijakan dan prosedur manajemen keamanan dan dengan persyaratan sistem manajemen keamanan , termasuk persyaratan kesiapan dan tanggap darurat c. Akibat potensial terhadap keamanan organisasi apabila keluar dari prosedur operasional yang telah ditetapkan Rekaman kompetensi dan pelatihan harus disimpan Komunikasi Organisasi harus mempunyai prosedur untuk memastikan bahwa informasi manajemen keamanan yang relevan dikomunikasikan kepada pegawai terkait, kontraktor, dan pemangku kepentingan lainnya Dikarenakan sifat peka dari informasi tertentu terkait keamanan, pertimbangan sebaiknya diberikan terhadap kepekaan informasi tersebut sebelum disebarluaskan Dokumentasi Organisasi harus menetapkan dan memelihara sistem dokmentasi manajemen keamanan yang meliputi, namun tidak terbatas pada hal berikut: a. Kebijakan keamanan, saasaran, dan target keamanan b. Uraian lingkup sistem manajemen keamanan c. Uraian dari elemen-elemen utama sistem manajemen keamanan dan interaksinya, beserta referensi terhadap dokumen terkait d. Dokumen, termasuk catatan atau rekaman yang diperlukan oleh Standar Internasional ISO 28000 ini e. Dokumen, termasuk rekaman atau catatan yang ditentukan oleh organisasi yang akan
√
Kualifikasi Koordinator HACCP adalah Sarjana Perikanan Terdapat prosedur dan instruksi kerja untuk setiap bagian dan proses
√ √
√ √ √
√
√ √ √ √ √
Tidak dilakukan komunikasi dalam bentuk rapat oleh manajemen dengan pemangku kepentingan lain, seperti supplier
126
4.4.5.
4.4.6.
diperlukan untuk menjamin efektivitas perencanaan, operasional, dan pengendalian proses yang berhubungan dengan ancaman keamanan yang signifikan dan risiko Organisasi harus menentukan sensitivitas keamanan dari informasi dan harus mengambil langkah-langkah untuk mencegah akses dari pihak-pihak yang tidak berwenang Pengendalian Dokumen dan Data Organisasi harus menetapkan dan memelihara prosedur untuk mengendalikan semua dokumen, data, dan informasi yang dibutuhkan dalam klausul 4 dari standar ini untuk menjamin bahwa: a. Dokumen, data, dan informasi hanya dapat diakses oleh individu yang berwenang b. Dokumen, data, dan informasi ditinjau secara berkala, direvisi sesuai keperluan, dan disahkan kecukupannya oleh personel yang berwenang c. Versi terkini dari dokumen, data, dan informasi yang relevan tersedia di seluruh lokasi operasi yang penting untuk pelaksanaan sistem manajemen keamanan yang efektif d. Dokumen, data, dan informasi yang tidak berlaku segera disingkirkan dari semua titik dan tempat penggunaannya, atau dijamin dari penggunaan yang tidak semestinya e. Dokumen, data, dan informasi arsip yang disimpan untuk keprluan hukum atau pengetahuan atau keduanya harus diidentifikasi secara tepat f. Dokumen, data, dan informasi harus diamankan dan bila berupa elektronik harus dibuatkan cadangan dan dapat diulihkan Pengendalian Operasional Organisasi harus mengidentifikasi operasi-operasi dan kegiatan yang diperlukan untuk mencapai: a. Kebijakan manajemen keamanan b. Pengendalian akitivitas dan mitigasi dari ancaman yang diidentifikasi memiliki risiko signifikasn c. Kepatuhan terhadap hukum, undang-undang, dan persyaratan peraturan keamanan lainnya d. Tujuan manajemen keamanan
√
√ √ √
√ √ √
√ √ √ √
Hanya dapat diakses oleh bagian tertentu saja
Melalui audit internal setiap 3 bulan sekali
127
e. Pelaksanaan program manajemen f. Tingkat keamanan rantai pasokan yang disyaratkan Organsiasi harus menjamin operasional ini dan kegiatan yang dilakukan di bawah kondisi yang ditetapkan melalui: a. Menetapkan, menerapkan, dan memelihara prosedur terdokumentasi untuk mengendalikan situasi dimana ketiadaan prosedur itu dapat menyebabkan kegagalan untuk mencapai operasi dan kegiatan yang tcantum dalam klausul 4.4.6 butir f di atas b. Mengevaluasi setiap ancaman yang ditimbulkan dari kegiatan rantai pasokan hulu dan menerapkan pengendalian untuk mengurangi dampak ini terhadap organisasi dan operator rantai pasokan hilir lainnya c. Menetapkan dan memelihara persyaratan untuk barang atau jasa yang berdampak pada keamanan dan mengkomunikasikan hal ini kepada pemasok dan kontraktor Prosedur ini harus mencakup pengendalian untuk desain, instalasi, operasional, perbaikan, modifikasi dari item-item terkait keamanan dari peralatan, instrumentasi, dll Apabila pengaturan yang ada direvisi atau bila ada peraturan baru yang diperkenalkan yang dapat berdampak pada operasional manajemen keamanan dan kegiatan, maka organisasi harus mempertimbangkan ancaman terkait keamanan dan risiko sebelum diimplementasi Pengaturan yang direvisi atau peraturan baru yang dipertimbangkan harus mencakup: a. Struktur organisasi, peran atau tanggung jawab yang direvisi
4.4.7.
b. Kebijakan manajemen keamanan, sasaran, target, atau program-progeam yang direvisi c. Proses dan prosedur yang direvisi d. Pengenalan infrasturuktur baru, peralatan keamanan atau teknologi, yang dapat mencakup perangkat keras (hardware) dan/atau perangkat lunak (software) e. Pengenalan kontraktor, pemasok, atau personil baru yang sesuai Kesiapsiagaan darurat, Tanggap Darurat, dan Pemulihan Keamanan Organisasi harus menetapkan, menerapkan, dan memelihara rencana dan prosedur yang tepat untuk mengidentifikasi potensi dan tanggapan terhadap insiden keamanan dan situasi
√ √
√
√
√ √ √
√ √ √ √ √ √
128
darurat, serta untuk mencegah dan mengurangi kemungkinan konsekuensi yang terkait dengannya Rencana dan prosedur harus mencakup informasi penyediaan dan pemeliharaan setiap fasilitas peralatan yang diidentifikasi, fasilitas atau jasa yang diperlukan selama atau setelah insiden atau situasi darurat Organisasi harus secara periodik meninjau ulang efektifitas kesiapsiagaan darurat, tanggap darurat, dan rencana dan prosedur pemulihan keamanan, khususnya setelah terjadi insiden atau situasi darurat yang disebabkan oleh pelanggaran keamanan dan ancaman Organisasi harus secara periodik menguji prosedur-prosedur ini
4.5. 4.5.1.
Pengecekan dan Tindakan Korektif Pengukuran dan Pemantauan Kinerja Keamanan Organisasi harus menetapkan dan memelihara prosedur untuk memantau dan mengukur kinerja sistem manajemen keamanan Organisasi harus mempertimbangkan ancaman terkait keamanan dan risiko, termasuk mekanisme kerusakan potensial dan konsekuensinya, ketika menetapkan frekuensi pengukuran dan penentuan parameter kinerja kunci Prosedur ini harus memberikan: a. Pengukuran kualitatif dan kuantitatif sesuai dengan kebutuhan organisasi b. Memantau sejauh mana kebijakan manajemen keamanan organisasi, sasaran, dan target tercapai c. Tindakan proaktif dari kinerja yang memantau kesesuaian terhadap program manajemen keamanan, kriteria pengendalian operasional, dan peratura hukum, undang-undang, dan peraturan persyaratan keamanan lainnya d. Tindakan reaktif dari kinerja yang memantau kerusakan terkait keamanan, kegagalan, insiden, ketidaksesuaian (termasuk kejadian nyaris celaka dan alarm yang salah) dan bukti historis lain dari kinerja sistem manajemen keamanan yang tidak sempurna e. Pencatatan data serta hasil pemantauan dan pengukuran yang cukup untuk
√
√
Proses peninjauan ulang tidak dilakukan untuk melihat efektifitas kesiapsiagaan.
√
Tidak dilakukan pengujian atau simulasi terhadap prosedur tanggap darurat
√ √
√ √ √
√
√
Terdapat prosedur tindakan koreksi pada setiap tahap
129
4.5.2.
4.5.3.
menmfasilitasi analisis tindakan korektif dan tindakan pencegahan f. Jika peralatan pematauan diperlukan untuk kinerja dan/atau pengukuran dan pemantauan, organisasi harus memerlukan penetapan dan pemeliharaan prosedur untuk kalibrasi dan pemeliharaan peralatan tersebut g. Catatan kalibrasi dan aktivitas pemeliharaan beserta hasil harus disimpan untuk waktu yang cukup agar sesuai dengan undang-undang dan kebijakan organisasi Evaluasi Sistem Organisasi harus mengevaluasi rencanan manajemen keamanan, prosedur, dan kemampuan manajemen keamanan secara berkala melalui peninjauan ulang, pengujian, laporan pasca insiden, pembelajaran, evaluasi kinerja, dan latihan secara berkala Perubahan signifikan harus tercermin langsung di dalam prosedur Organiasasi harus mengevaluasi kesesuaian secara berkala menggunakan undang-undang dan peraturan yang relevan, praktik terbaik industri, dan sesuai dengan kebijakan dan sasaran organisasi Organisasi harus menyimpan rekaman atau catatan hasil evaluasi berkala Kegagalan, Insisden, Ketidaksesuaian, serta Tindakan Korektif dan Pencegahan yang Terkait dengan Keamanan Organisasi harus menetapkan, menerapkan, dan memelihara prosedur untuk menetukan tanggung jawab dan kewenangan untuk: a. Mengevaluasi dan memulai tindakan pencegahan untuk identifikasi potensi kegagalan keamanan agar sedapat mungkin dicegah dari kejadian b. Melakukan investigasi terkait: 1. Kegagalan termasuk kejadian nyaris celaka dan kesalahan alarm 2. Insiden dan situasi darurat 3. Ketidaksusaian (non conformance) c. Mengambil tindakan untuk memitigasi konsekuensi yang timbul dari kegagaln tersebut, insiden, atau ketidaksesuaian d. Memulai dan menyelesaikan tindakan korektif
√
Sertifikasi kalibrasi dilakukan untuk alat-alat tertentu saja karena alasan ekonomi
√ √
Proses evaluasi dilakukan melalui pengujian, dan audit perusahaan
√ √
√
√
√ √ √ √
√
Dikoordinasikan oleh Tim HACCP Dikoordinasikan oleh QC/manajer QA dan manajer produksi
Tindakan korektif yang dikoordinasi oleh QC/manajer QA dan manajer produksi
130
4.5.4.
4.5.5.
e. Mengkonfirmasi efektifitas dari tindakan korektif yang diambil Prosedur ini harus mensyaratkan bahwa seluruh tindakan korektif dan pencegahan yang diusulkan ditinjau melalui proses penilaian risiko dan ancaman keamanan sebelum diterapkan kecuali apabila diperlukan penerapan segera untuk mencegah bahaya yang mengancam kehidupan atau keselamatan publik Setiap tindakan korektif atau preventif yang diambil untuk menghilangkan penyebab ketidaksesuaian aktual dan potensil harus sesuai dengan besarnya masalah dan sepadan dengan ancaman terkait manajemen keamanan dan risiko yang mungkin dihadapi Organisasi harus menerapkan dan merekam atau mencatat setiap perubahan dalam prosedur terdokumentasi yang dihasilkan dari tindakan korektif dan pencegahan dan harus mencakup kebutuhan pelatihan apabila diperlukan Pengendalian Rekaman Organisasi harus menetapkan dan memelihara catatan yang diperlukan untuk menunjukkan kesesuaian dengan persyaratan sistem manajemen keamanan dan Standar Internasional ISO 28000 ini, serta hasil yang dicapai Organisasi harus menetapkan, menerapkan, dan memelihara prosedur untuk identifikasi, penyimpanan, perlindungan, pengambilan, retensi, dan pembuangan rekaman Rekaman harus dan senantiasa dapat dibaca, dapat diidentifikasi, dan tertelusur Dokumen elektronik dan digital seharusnya tidak mudah rusak, memliki back up yang aman dan hanya bisa diakses oleh personal berwenang Audit Organisasi harus menetapkan, menerapkan, dan memelihara program audit manajemen keamanan dan harus menjamin bahwa audit sistem manajemen keamanan dilakukan pada interval waktu yang direncanakan untuk: a. Menentukan apakah sistem manajemen keamanan tersebut: 1. Memenuhi peraturan yang direncanakan untuk manajemen keamanan termasuk persyaratan dari keseluruhan klausul 4 dari Standar Internasional ISO 28000 ini 2. Telah diimplementasikan dan dipelihara
√ √
Sesuai prinsip HACCP
√
√
Dicatat dalam rekaman
√
Record Keeping
√
Penyimpanan record keeping hingga 7 tahun
√ √
√
√
Audit internal HACCP
131
3.
4.6.
Efektif dalam memenuhi kebijakan dan sasaran manajemen keamanan organisasi b. Meninjau ulang hasil audit sebelumya dan tindakan yang diambil untuk memperbaiki ketidaksesuaian c. Memberikan informasi tentang hasil audit kepada manajemen d. Memverifikasi bahwa peralatan keamanan dan personel dikerahkan secara tepat Program audit, termasuk penjadwalan, harus berdasarkan hasil penilaian risiko dan ancaman terhadap aktivitas organisasi termasuk hasil audit sebelumya Prosedur audit harus mencakup ruang lingkup, frekuensi, metodologi serta kompetensi, termasuk tanggung jawab dan persyaratan untuk meakukan audit serta melaporkan hasilnya Bila memungkinkan, audit harus dilakukan oleh personel yang independen yang tidak memiliki tanggung jawab langsung terhadap kegiatan yang diperiksa Tinjauan Manajemen dan Peningkatan Berkesinambungan Manajemen puncak harus meninjau sistem manajemen keamanan organisasi, pada selang waktu yang direncanakan, untuk menjamin kesesuaian, kecukupan, dan efektivitas Peninjauan ulang harus mencakup penilaian kesempatan perbaikan dan perlunya perubahan pada sistem manajemen keamanan, termasuk kebijakan keamanan dan sasaran keamanan beserta ancaman dan risiko Catatan peninjauan ulang manajemen harus disimpan Input untuk peninjauan ulang harus mencakup: a. Hasil audit dan evaluasi kepatuhan terhadap persyaratan hukum dan persyaratan lainnya yang diikuti organisasi b. Komunikasi dari pihak eksternal yang berkepenitingan, termasuk keluhan c. Kinerja organisasi menyangkut masalah keamanan d. Sejauh mana sasaran dan target telah tercapai e. Status tindakan korektif dan pencegahan f. Tindak lanjut dari peninjauan ulang manajemen sebelumnya g. Situasi yang berubah, termasuk perkembangan persyaratan hukum, dan lainnya yang berkaitan dengan aspek keamanan
√ √
Audit internal HACCP
√ √ √
Audit internal HACCP Audit internal HACCP Penjadwalan setiap 3 bulan mengikuti hasil audit sebelumnya Audit internal HACCP
√ √
√ √
√ √ √ √ √ √ √ √
Tidak dilakukan peninjauan oleh manajemen puncak melalui rapat Tidak dilakukan peninjauan ulang secara formal, namun hanya secara informal.
132
h. Rekomendasi untuk peningkatan Output dari peninjauan ulang manajemen harus mencakup setiap keputusan dan tindakan yang berkaitan dengan kemungkinan perubahan kebijakan keamanan, sasaran, target, dan unsur-unsur lain dari sistem manajemen keamanan, konsisten dengan komitmen pada perbaikan atau peningkatan terus-menerus
√ √
133
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 6 Juli 1991 dari ayah Gunawan Alimin dan ibu Angelika. Penulis adalah putra pertama dari tiga bersaudara. Tahun 2009 penulis lulus dari SMA Marsudirini Bekasi dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB dan diterima di Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten praktikum Agama Katolik TPB pada tahun ajaran 2010/2011, 2011/2012, dan 2012/2013, asisten praktikum Avertebrata Air pada tahun ajaran 2011/2012 dan 2012/2013, asisten praktikum Metode Statistika ada tahun ajaran 2011/2012, asisten praktikum Mikrobiologi Hasil Perairan pada tahun ajaran 2012/2013, asisten praktikum Diversivikasi dan Pengembangan Produk Perairan pada tahun ajaran 2012/2013 dan 2013/2014, asisten praktikum Teknologi Pemanfaatan Hasil Samping dan Limbah Industri Hasil Perairan pada tahun ajaran 2012/2013. Penulis juga aktif sebagai Ketua Umum UKM Keluarga Mahasiswa Katolik IPB (Kemaki), staf Divisi Sosial Kemasyarakatan dan Peduli Pangan Himasilkan IPB, dan berbagai kepanitiaan di lingkungan Institut Pertanian Bogor. Penulis juga pernah mengikuti beberapa pelatihan, seperti Pelatihan Entrepreneurship dari Universitas Ciputrra Entrepreneurship Center (UCEC) dan Bank Indonesia, Pelatihan Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) oleh IPB, Kementrian Pertanian RI, dan Kementrian Kelautan dan Perikanan RI, Pelatihan ISO 22000 oleh IPB dan Kementrian Perindustrian RI. Bulan Juli-Agustus 2012 penulis melaksanakan Praktik Lapangan di PT Lautan Niaga Jaya, Muara Baru, Jakarta dengan judul Kajian Implementasi Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) Pada Proses Pengolahan Tuna Saku di PT Lautan Niaga Jaya, Muara Baru, Jakarta. Penulis juga aktif mengikuti berbagai lomba tingkat mahasiswa. Beberapa prestasi yang diraih oleh penulis antara lain ialah Finalis Bank Indonesia Entrepreneurship Program tahun 2012 dan Semifinalis Nutrifood Leadership Award tahun 2013.